AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI
HIDROLISAT PROTEIN SUSU KEDELAI
SKRIPSI
DENI KURNIA PUTERA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 / 1439 H
AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI
HIDROLISAT PROTEIN SUSU KEDELAI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
DENI KURNIA PUTERA
1111096000011
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 / 1439 H
AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI
HIDROLISAT PROTEIN SUSU KEDELAI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
DENI KURNIA PUTERA
1111096000011
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sandra Hermanto, M.Si. Anna Muawanah, M.Si.
NIP. 19750810 200501 1 005 NIP. 19740508 199903 2 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Drs. Dede Sukandar, M.Si.
NIP. 19650104 199103 1 004
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Aktivitas Antihipertensi Hidrolisat Protein Susu
Kedelai ” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosah Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari
Kamis, 28 Juni 2018. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Sains (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si. Dr. Siti Nurbayti, M.Si.
NIP. 19750918 200801 1 007 NIP. 19740721 200212 2 002
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sandra Hermanto, M.Si. Anna Muawanah, M.Si.
NIP. 19750810 200501 1 005 NIP. 19740508 199903 2 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Dr. Agus Salim, M.Si Drs. Dede Sukandar, M.Si.
NIP. 19720816 199903 1 003 NIP. 19650104 199103 1 004
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2018
Deni Kurnia Putera
1111096000011
ABSTRAK
DENI KURNIA PUTERA. Aktivitas Antihipertensi Hidrolisat Protein Susu
Kedelai. Dibimbing oleh SANDRA HERMANTO dan ANNA MUAWANAH
Susu kedelai merupakan salah satu alternatif produk susu yang diperoleh melalui
ekstraksi kacang kedelai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas
antihipertensi dari hidrolisat protein susu kedelai yang berpotensi sebagai obat
alternatif hipertensi (tekanan darah tinggi). Perlakuan awal protein dipisahkan
dengan teknik presipitasi menggunakan asam klorida 1 M. Selanjutnya presipitat
protein dihidrolisis dengan menggunakan enzim proteolitik pepsin dengan
perbandingan enzim:substrat (1:20). Hidrolisis protein dilakukan selama 0 – 24
jam pada kondisi suhu 37 oC dalam buffer asetat pH 4,5. Hasil hidrolisis protein
ditentukan nilai % DH (Derajat Hidrolisis) dan diidentifikasi profil proteinnya
dengan elektroforesis SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel
electrophoresis). Uji Aktivitas antihipertensi dilakukan secara in vitro melalui
penghambatan enzim ACE ( Angiotensin Converting Enzyme). Kondisi optimum
hidrolisis protein susu kedelai diperoleh pada waktu 4 jam dengan nilai DH 52,92
% dan aktivitas antihipertensi tertinggi diperoleh dari hidrolisat pada waktu 24
jam dengan nilai %inhibisi ACE sebesar 79,31%. Berdasarkan analisis SDS
PAGE peptide bioaktif yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatik memliki bobot
molekul < 10 kDa.
Kata kunci : Antihipertensi, susu kedelai, hidrolisis enzimatik, ACE inhibitor,
SDS PAGE
ABSTRACT
DENI KURNIA PUTERA. Antihypertensive Activity of Protein Hydrolysate
Soy Milk. Guided by SANDRA HERMANTO and ANNA MUAWANAH
Soy milk is one of the alternative milk product which obtained by soybeans
extraction. The purpose of this research is to discover antihypertensive activity
from soy milk protein’s hydrolizate which potential as an alternative treatment for
antihypertensive (high blood pressure). Protein divided by precipitation using
hydrochloric acid 1M. Precipitated protein then hydrolyzed by using pepsin
proteolitic enzyme with comparison of enzyme: substrate (1:20). Protein
hydrolysis performed at 0 – 24 hours 37o C on acetate buffer pH 4.5. The result of
protein hydrolysis is determined by DH (Hydrolysis Degree) and the protein
profile is identified with SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide
gel electrophoresis). Antihypertensive activity test is performed in vitro by
inhibition of ACE (Angiotensin Converting Enzyme) enzyme. The optimum
condition of soy milk protein hydrolysis obtained in 4 hour with DH value 52.2%
and the highest antihypertensive activity is shown by hydrolizate on 24 hour with
79,31% of ACE inhibition. Peptide bioactive which produced from enzymatic
hydrolysis have molecular weight < 10 kDa.
Keywords: Antihypertensive, soy milk, enzymatic hydrolysis, ACE inhibitor,
SDS PAGE
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW karena berkat jasa Beliaulah manusia di bawa dari zaman
jahiliyah ke zaman yang terang benderang oleh cahaya islam. Alhamdulillah
penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Aktivitas
Antihipertensi Hidrolisat Protein Susu Kedelai”.
Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus
memberikan bimbingan serta dukungannya. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Sandra Hermanto, M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis selama proses penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Anna Muawanah, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis selama proses penelitian dan
penulisan skripsi ini.
3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si dan Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam penelitian ini.
4. Drs. Dede Sukandar, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
6. Isalmi Aziz, M.T., selaku Sekretaris Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Kedua Orang Tua, Engking Sukiman (ayah) dan Ipah Tasripah (ibu) yang
selalu medo’akan dan tidak mengenal lelah dalam memberikan dorongan
motivasi kepada penulis.
8. Annisa Septiana selaku rekan satu tim dan teman seperjuangan yang telah
membantu penulis dalam berdiskusi, menyemangati dan mendukung
penelitian ini.
9. Staf laboran Pusat Laboratorium terpadu (PLT), kak Fitrianingsih atas
segala bantuan serta ilmunya.
10. Sahabat-sahabatku dan teman-teman angkatan 2011 kimia yang yang
sudah banyak partisipasinya dalam membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri, mudah-
mudahan semua bentuk perhatian, bantuan dan partisipasi yang sudah diberikan
mendapatkan pahala yang setimpal dari-Nya. Penulis berharap semoga skripsi
yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam bidang Kimia.
Jakarta, Juni 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………………………………………………………………... vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………….................................................... 7
1.3 Hipotesis Penelitian …………………………………………………….. 7
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 8
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….. 9
2.1 Susu Kedelai ……………………………………………………………. 9
2.2 Peptida Bioaktif ........................................................................................ 13
2.2.1 Produksi Peptida Bioaktif…………………………………............. 14
2.2.2 Sifat Fungsional……………………...…………………................. 16
2.2.3 Sumber-sumber Peptida Bioaktif .................................................... 17
2.2.4 Isolasi dan Identifikasi Peptida Bioaktif………………………….. 18
2.3 Peptida Bioaktif Antihipertensi ...………………………………………. 19
2.4 Hipertensi .................................................................................................. 25
2.5 Antihipertensi ........................................................................................... 27
xi
2.6 ACE (Angiotensin I Corverting Enzyme)………………………………. 28
2.6.1 Struktur 3D Enzim ACE…………………………………….......... 29
2.6.2 Mekanisme Penghambatan ACE………………….......................... 31
2.6.3 Inhibitor ACE…………………....................................................... 33
2.7 Spektrofotometer UV-VIS ……………………………………………... 37
2.7.1 Prinsip Kera Spektrofotometer UV-VIS …………………............. 38
2.8 Elektroforesis SDS - PAGE ……………………………………………. 41
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………. 44
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 44
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 44
3.3 Diagram Alir ............................................................................................. 45
3.4 Prosedur Kerja Penelitian ......................................................................... 46
3.4.1 Pembuatan Susu Kedelai…………………………………….......... 46
3.4.2 Uji Kadar Protein Kasar Susu Kedelai…………………................. 46
3.4.3 Presipitasi Susu Kedelai ................................................................. 47
3.4.4 Pengukuran Kadar Protein Terlarut ………………………............. 48
3.4.5 Hidrolisis Protein Susu Kedelai..................................................... 48
3.4.6 Perhitungan Derajat Hidrolisis....................................................... 49
3.4.7 Analisis SDS PAGE...................................................................... 49
3.4.8 Uji ACE Inhibitor.......................................................................... 50
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………............... 52
4.1 Presipitasi Susu Kedelai ......................................................................... 52
4.2 Hidrolisis Protein Susu Kedelai............................................................... 53
4.3 Penentuan Derajat Hidrolisis…………………………………………... 55
xii
4.4 Aktivitas Inhibisi ACE............................................................................ 58
BAB V PENUTUP ……………………………………….......................... 61
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 61
4.2 Saran…………………............................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 62
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 68
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Susu Kedelai dan Susu Sapi Per 100 Gram ….………… 10
Tabel 2. Kondisi Optimum Enzim Proteoilitik Yang Digunakan ………………….. 48
Tabel 3. Prosedur Pengujian Aktivitas Antihipertensi ………………………. 51
Tabel 4. Analisis Kadar Protein …………………………………………........ 52
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pembentukan peptida biokatif melalui hidrolisis protein……….. 14
Gambar 2. Proses produksi peptida biokatif dari protein makanan………… 15
Gambar 3. Beberapa sifat fungsional peptida bioaktif yang diperoleh dari
makanan .……………………………………………………………………. 17
Gambar 4. Prosedur isolasi dan identifikasi peptida bioaktif dari makanan .. 19
Gambar 5. Mekanisme terjadinya hipertensi berdasarkan penyebab ………. 26
Gambar 6. Struktur 3D enzim ACE dengan dimensi rata-rata 72 × 52 × 48 Å. 30
Gambar 7. Skema struktur kristal kaptopril mengikat ke situs aktif ACE … 31
Gambar 8. Pengubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II oleh ACE dan
bradikinin menjadi bradikinin (1-7) ………………………………………... 33
Gambar 9. Tahapan Sintesis Captopril ……………………………………. 34
Gambar 10. Struktur senyawa inhibitor ACE ……………………………... 36
Gambar 11. Mekanisme reaksi pengubahan (Hipuril)-his-leu menjadi asam
hipurat ………………………………………………………………………. 37
Gambar 12. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-Vis ……………… 39
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian ………………………………………. 45
Gambar 14. Profil hidroilisat protein susu kedelai hasil SDS-PAGE……… 53
Gambar 15 . Kadar Protein Susu Kedelai ………………………………….. 54
Gambar 16. Nilai Derajat Hidrolisis Susu Kedelai ………………………… 55
Gambar 17. Representasi skematik kompleks enzim-substrat dengan 5 situs
pengikatan. Posisi ikatan peptida pada substrat dihitung dari kiri ke kanan
dimana pemutusan terjadi pada ikatan P1-P1’ ……………………………….. 57
Gambar 18. Aktifitas Inhibisi ACE Susu Kedelai …............................................. 59
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Protein Total …………………………… 68
Lampiran 2. Hasil Analisis Derajat Hidrolisis ……………………………… 69
Lampiran 3. Hasil Uji Aktivitas Antihipertensi ……………………………. 70
Lampiran 4. Reagen Uji ACE ………………………………………………. 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat modern
terutama yang tinggal di perkotaan adalah tekanan darah tinggi. Tekanan darah
tinggi atau hipertensi menjadi salah satu faktor utama penyebab stroke, serangan
jantung, dan gagal ginjal. Bahkan akibat terburuk dari penyakit ini adalah
kematian. Penyakit darah tinggi dapat disebabkan oleh berbagai faktor misalnya
karena konsumsi garam, kolesterol, alkohol, dan kafein yang berlebihan. Faktor
lainnya yang menjadi pemicu penyakit hipertensi adalah kurangnya olahraga dan
obesitas serta faktor genetik (turunan) dan faktor usia yang tidak bisa
dikendalikan (Zuraidah et al., 2012).
Angiotensine Converting Enzyme (ACE) adalah enzim kunci yang
berperan dalam mengatur tekanan darah pada manusia. ACE mengkatalis
hidrolisis dekapeptida angiotensin inaktif menuju vasokonstriktor angiotensin II,
suatu oktapeptida yang berperan dalam mengatur tekanan darah. Selain itu, ACE
juga akan memotong bradikinin suatu vasodilator menjadi fragmen tidak aktif
sehingga akan menaikan tekanan darah. Beberapa pengobatan hipertensi dewasa
ini dimana sebagian besar memberikan efek protektif terhadap organ (Parmley,
1998). Lebih dari 10 jenis inhibitor ACE sintetik saat ini telah tersedia diberbagai
negara sebagai agen monotherapeutic (Brown & Vaughan, 1998).
2
Pengobatan hipertensi biasanya ditujukan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi. Pilihan obat bagi masing-masing penderita hipertensi
bergantung pada efek samping metabolik dan subjektif yang ditimbulkan, adanya
penyakit lain yang mungkin diperbaiki atau diperburuk untuk antihipertensi yang
dipilih, adanya pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan
antihipertensi yang diberikan (Ikawati et al., 2008). Obat-obat yang termasuk
dalam golongan ACE inhibitor adalah captopril, ramipril, enalapril, lisinopril,
benazepril, fosinopril, dan lain-lain (Saseen, 2008). Captopril merupakan
golongan ACE inhibitor pertama yang digunakan sebagai obat antihipertensi.
Captopril merupakan ACE inhibitor yang kuat (Jackson, 2006).
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan manfaat
dan resiko. Keamanan pemakaian obat antihipertensi sintetik perlu diperhatikan.
Penggunaan obat-obat sintetik antihipertensi sebagian besar ternyata mengandung
resiko dan dapat menyebabkan beberapa efek samping antara lain hipotensi,
oenurunan fungsi ginjal, batuk kering, dan kelainan janin. Hal ini telah
mendorong para peneliti untuk mencari alternatif inhibitor ACE alami yang
dampaknya relatif kecil dan tidak beresiko serta tidak menimbulkan
ketergantungan. Agen inhibitor ACE alami yang telah banyak diteliti antara lain
bersumber dari protein hewani dan protein nabati (Ariyoshi, 1993). Protein susu
merupakan salah satu sumber peptida bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
antihipertensi. Peptida ini dapat dibuat melalui hidrolisis enzimatik dengan enzim
proteolitik dan atau melalui fermentasi dengan bakteri asam laktat (FitzGerald et
al., 2004). Beberapa peptida bioaktif susu mampu menghambat aktifitas ACE
3
secara in vitro dan in vivo (Nakamura et al., 1995; Maeno et al., 1998; Abubakar
et al., 1998; Pihlanto-Leppala et al., 2000). Pada beberapa fragmen peptida ini
juga telah ditemukan memiliki sifat antihipertensi pada hewan dan manusia
(Nakamura et al., 1995).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lee, et al. (2005) menyebutkan
bahwa hidrolisat kasein susu kambing yang dihidrolisis dengan enzim proteolitik
pepsin selama 48 jam menunjukkan aktifitas penghambatan ACE sebesar 87.8%
sedangkan dengan enzim papain menghasilkan aktifitas sebesar 80.3% setelah
dihidrolisis selama 60 jam. Penelitian lainnya yang dilakukan Geerlings, et al.
(2006) menghasilkan tiga peptida inhibitor ACE yang potensial, dengan sekuen
asam amino TGPIPN, SLPQ dan SQPK dengan nilai IC50 masing-masing adalah
316, 330 dan 354 µmol/L. Berdasarkan hasil pengujian secara in vivo terbukti
ketiganya memiliki kemampuan dalam mengendalikan aktifitas ACE dalam
menurunkan tekanan darah pada jaringan hati, ginjal dan pembuluh aorta pada
hewan percobaan.
Peptida yang bersifat antihipertensi juga telah ditemukan dalam produk
olahan susu (keju, susu, yoghurt) (Mullally et al., 1997; Pihlanto-Leppälä et al,
2002). Laktotripeptida isoleusin-prolin-prolin (Ile-Pro-Pro) dan valin-prolin-prolin
(Val-Pro-Pro) diperoleh dari susu yang difermentasikan. Beberapa keju yang
berasal dari Swiss juga mengandung tripeptida yang sama. Seiring dengan proses
pembuatannya, konsentrasi Ile-Pro-Pro dan Val-Pro-Pro akan meningkat selama
proses pematangan, hingga mencapai 100 mg/kg setelah 4-7 bulan. Fraksi whey
(dadih) seperti dalam produk yoghurt juga ditemukan mengandung dipeptida Tyr-
4
Pro, yang menunjukkan efek antihipertensi yang signifikan pada tikus
(spontaneously hypertensive rats -SHR) (Matsui et al., 2006).
Salah satu bahan pangan nabati yang kaya akan sumber protein adalah
kedelai. Kedelai merupakan salah satu tanaman budidaya yang banyak
dibudidayakan di dunia khususnya di Asia. Kedelai memiliki beberapa nutrisi
penting termasuk protein dan peptida bioaktif (Huang et al., 2012). Kedelai dapat
menurunkan tekanan darah, mencegah terjadinya hipertensi serta mengurangi
stres oksidatif (Vasdev & Stuckless, 2010.). Beberapa jenis kedelai telah terbukti
memiliki beberapa agen penghasil antioksidan alami karena kaya akan kandungan
senyawa fenolik (Murakami et al., 1984; Drumm et al., 1990) (Scalbert et al.,
2005). Selain itu pula kedelai memiliki beberapa nutrisi penting termasuk protein
penghasil peptida bioaktif yang berfungsi sebagai agen antihipertensi (Shimakage,
et al. 2012). Kinosita et al., (1993) telah melakukan purifikasi dan
mengidentifikasi peptida bioaktif antihipertensi yang diperoleh dari kecap hasil
fermentasi kacang kedelai. Takahama et al., (1993) juga telah melakukan
penelitian antihipertensi dan menghasilkan peptide bioaktif dari kacang kedelai
yang dipermentasi (paste miso). Okamoto et al., (1995) menemukan beberapa
petida bioaktif yang diperoleh dari makanan tradisonal jepang (soybeen natto)
yang difermentasi dengan Bacillus subtilis.
Susu kedelai merupakan salah satu olahan yang merupakan hasil ekstraksi
kedelai oleh air (Muchtadi, 2010). Susu kedelai kaya akan nutrisi dan memiliki
sejumlah protein, zat besi, asam lemak tak jenuh dan niacin yang tinggi, namun
rendah lemak, karbohidrat, kalsium. Rendahnya kandungan lemak jenuh dan
5
kolesterol dalam susu kedelai dapat mengurangi risiko penyakit jantung (Kim et
al, 2006; Jinapong et al., 2008). Susu kedelai juga aman bagi orang dengan
intoleransi laktosa atau alergi susu sapi dan aman untuk anak-anak dengan
galaktosemia. Selain itu susu kedelai juga relatif lebih murah jika dibandingkan
dengan susu sapi sehingga secara ekonomis bisa dikonsumsi oleh sebagian besar
orang (Subrota et al., 2013).
Al-Qur’an telah menjelaskan tentang ayat-ayat kekuasaan Allah,
sehingga apa yang telah diciptakanNya patut disyukuri dan di pelajari. Allah
berfirman dalam al-Qur’an surat Al Qaf ayat 9 yang berbunyi:
“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian untuk dipanen”.
(QS. Al Qaf: 9)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah S.W.T telah menurunkan air
kemudian telah ditumbuhkanNya pohon-pohon dan biji-bijian untuk dipanen
sebagai bahan pangan yang memiliki banyak manfaat. Bahan pangan yang
termasuk golongan ini antara lain adalah kacang kedelai. Kadar protein
kacang-kacangan berkisar antara 20-25%, sedangkan pada kedelai mencapai 40%.
Kadar protein dalam produk kedelai bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%,
konsentrat protein kedelai 70% dan isolat protein kedelai 90% (Winarsi, 2010) .
6
Susu kedelai memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai
alternatif penghasil peptida antihipertensi alami. Namun demikian susu kedelai
memiliki beberapa keterbatasan seperti rasa langu yang tidak menyenangkan
untuk beberapa produk makanan, dan juga mengandung rafinosa dan stachyose
yang tidak dapat dicerna oleh manusia sehingga dapat menyebabkan perut
kembung (Thananunkul et al., 1976). Hal ini dapat dikurangi dengan cara
mengolah susu kedelai melalui proses fermentasi sehingga menjadi produk
makanan yang lebih mudah dicerna dan kaya akan nutrisi (Subrota et al., 2013).
Penelitian mengenai protein hidrolisat dari susu kedelai sejauh ini belum
banyak dilakukan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tomatsu et al., (2012),
telah menghasilkan delapan agen antihipertensi yang diperoleh dari hidrolisat
protein kedelai melalui perlakuan hidrolisis protease (PROTIN SD-NY10).
Kedelapan peptide bioaktif tersebut anatara lain : FFYY (IC50,1.9 μM), WHP (4.8
μM), FVP (10.1 μM), LHPGDAQR (10.3 μM), IAV (27.0 μM), VNP (32.5 μM),
LEPP (100.1 μM), and WNPR (880.0 μM). Dengan melihat besarnya potensi
peptide bioaktif yang dihasilkan dari protein susu kedelai maka dimungkinkan
sebagaian besar protein kacang kedelai yang larut dalam susu kedelai dapat
dimanfaatkan sebagai sumber penghasil peptide bioaktif antihipertensi. Dalam
penelitian ini telah dilakukan preparasi peptida bioaktif dari hidrolisat susu
kedelai yang dihidrolisis secara enzimatik menggunakan enzim proteolitik pepsin.
Dasar pemilihan enzim ini karena pepsin merupakan salah satu komponen enzim
proteolitik yang mudah didapat dan beberapa hidrolisat protein nabati lainnya
yang menghasilkan peptide bioaktif juga telah terbukti banyak dihasilkan melalui
7
pemotongan enzim ini. Pengujian aktifitas antihipertensi dilakukan secara in vitro
melalui uji daya hambat fragmen peptida terhadap aktifitas enzim ACE secara
ekperimental dan dibandingkan dengan kontrol positif (obat antihipertensi
sintetik). Hasil hidrolisis enzimatik tersebut diharapkan menghasilkan peptida
bioaktif yang tetap memiliki aktifitas fisiologis khususnya ketika diaplikasikan
secara in vivo dan mampu diserap dalam usus halus untuk selanjutnya
didistribusikan melalui sistem pembuluh darah sebagai agen antihipertensi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah aktifitas antihipertensi peptida bioaktif hasil hidrolisis
protein susu kedelai melalui pengujian secara in vitro?
2. Bagaimanakah karaktersitik peptide bioaktif yang dihasilkan berdasarkan
bobot molekulnya?
3. Apakah enzim proteolitik (pepsin) yang digunakan dalam penelitian ini
mampu menghasilkan peptida bioaktif dengan daya inhibisi yang lebih
baik terhadap enzim ACE (Angiotensin Coverting Enzyme) dibandingkan
dengan kontrol (obat antihipertensi sintetis) ?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Hidrolisis protein susu kedelai secara enzimatik dengan menggunakan
enzim pepsin mampu menghasilkan fragmen peptide bioaktif yang bersifat
antihipertensi.
8
2. Peptide bioaktif antihipertensi yang dihasikan dari hidrolisis susu kedelai
memiliki bobot molekul antara 3-10 kDa.
3. Aktifitas antihipertensi peptide bioaktif dari hidrolisat susu kedelai lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol (obat sintetis).
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan aktifitas antihipertensi fragmen peptida bioaktif yang
dihasilkan dari hidrolisis protein susu kedelai.
2. Menentukan kondisi optimum waktru hidrolisis protein susu kedelai
yang menghasilkan peptida bioaktif dengan aktivitas antihipertensi
tertinggi.
3. Menentukan karakteristik peptide bioaktif dari hidrolisat susu kedelai
berdasarkan bobot molekulnya.
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai potensi
susu kedelai sebagai pangan fungsional yang mampu mencegah hipertensi melalui
proses hidrolisis enzimatik sehingga dapat digunakan sebagai kandidat alternative
obat antihipertensi yang murah dan aman.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan produk hasil ekstraksi kedelai dengan
menggunakan air, yang mempunyai penampakan dan nilai gizi mirip dengan susu
sapi. Susu kedelai mengandung serat kasar dan tidak mengandung kolesterol
sehingga cukup baik bagi kesehatan. Selain itu susu kedelai tidak mengandung
laktosa sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita Lactose Intolerant. Selama
proses pengolahan susu kedelai menjadi soyghurt, susu kedelai biasanya
mengalami perubahan sifat kimia. (Muchtadi & Sugiyono, 1992). Cahyadi (2007)
menyebutkan bahwa susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena
kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B (kecuali
B12). Untuk meningkatkan kandungan gizinya, susu kedelai dapat diperkaya
dengan vitamnin dan mineral yang dibutuhkan tubuh.
Susu kedelai dinilai lebih ekonomis ketimbang susu sapi dan cocok untuk
dikonsumsi oleh beberapa orang yang tidak dapat mengkonsumsi susu sapi. Susu
kedelai memiliki kandungan gizi yang hampir sama seperti susu sapi yakni
diantaranya protein, air dan minyak. Selain itu, susu kedelai juga lebih aman
karena rendah akan lemah jenuh dan kolestrol bahkan susu ini juga dapat
menurunkan kolestrol jahat dan meningkatkan kolestrol baik. Ini sebabnya,
banyak masyarakat yang menyukai susu kedelai untuk sarapan pagi atau di saat
10
mereka beraktivitas. Baik susu kedelai maupun susu sapi pada dasarnya
merupakan sumber protein yang baik dikonsumsi untuk tubuh. Perbandingan
antara susu kedelai dan susu kedelai dapat di lihat di tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Susu Kedelai dan Susu Sapi Per 100 Gram
Komposisi Susu Kedelai Susu Sapi
Air (%) 88.60
88.60
Kalori (kkal) 52.99 58.00
Protein (%) 4.40 2.90
Karbohidrat (%) 3.80 4.50
Lemak (%) 2.50 0.30
Vit B1 (%) 0.04 0.04
Vit B2 (%) 0.02 0.15
Vit A (%) 0.02 0.20
Kalsium (mg) 15 100
Fosfor (mg) 49 90
Natrium (mg) 2 16
Besi (mg) 1.2 0.1
Asam lemak Jenuh (%) 40-48 60-70
Asam lemak tidak jenuh
(%)
52-60 30-40
Kolesterol (mg) 0 9.2-9.90
Abu (gram) 0.2 0.7
(Sumber : Koswara, 2006)
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama yang
murah dan mudah didapat oleh masyarakat (Deptan, 2009). Kandungan asam
amino lisin yang tinggi pada kedelai dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia (Susanto & Saneto, 1994). Selain itu untuk meningkatkan
produk olahan kedelai menjadi berbagai macam produk seperti tahu (yuba), tauco,
roti, kue-kue, susu kedelai, dan yoghurt (Astawan, 2004).
Kacang kedelai mengandung asam pitat yang tinggi, yang dapat
menghambat penyerapan zat besi dan zink. Kedelai juga mengandung toksik
misalnya anti tripsin yang menghambat kerja enzim tripsin dan bau langu. Kedelai
11
memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi secara aman dan
perlu pemanasan untuk merusak zat toksik (Sediaoetama, 1993).
Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino yang
hampir sama dengan susu sapi. Keunggulan lain dari susu kedelai dibandingkan
susu sapi adalah susu kedelai tidak mengandung kolesterol. Kandungan protein
dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Protein susu kedelai
mempunyai susunan asam amino yang mendekati asam amino susu sapi dengan
kandungan asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Susu
kedelai juga memiliki laktosa rendah sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
susu sapi bagi orang-orang yang tidak tahan terhadap laktosa susu sapi (Lactose
intolerance) (Astawan, 2004).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa
perempuan yang meminum susu kedelai setiap hari memiliki risiko osteoporosis
56% lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang tidak meminumnya.
Susu kedelai yang kaya dengan kandungan phytoestrogen ternyata bisa membuat
regenerasi tulang menjadi lebih baik. Proses regenerasi tulang dari sel-selnya
disebut sebagai proses osteoblastik dan susu kedelai diyakini akan mampu
membantu proses ini berjalan dengan lebih baik sehingga tulang pun akan
diregenerasi dengan baik dan kekuatannya pun terjaga hingga usia yang tua.
Selain itu, susu kedelai dapat meringankan gejala menopause, seperti sensasi hot
flashes dan keringat di malam hari. Kedelai juga diduga dapat membantu fungsi
kognitif wanita yang berusia di bawah 65 tahun.
12
Manfaat susu kedelai lainnya tidak terlepas dari kandungan yang ada
dalam kedelai. Beberapa kandungan susu kedelai yang baik bagi tubuh antara lain
:
a. Susu kedelai mengandung protein yang hampir sama banyaknya dengan
susu sapi, tapi dengan kalori yang lebih rendah.
b. Vitamin D penting untuk kesehatan tulang. Banyak susu kedelai yang
dijual telah ditambahkan dengan vitamin D.
c. Vitamin B12 membantu memproduksi sel darah merah sehingga
mencegah anemia. Sumber Vitamin B12 antara lain telur dan produk susu.
Namun, bagi pemakan sayuran alias vegetarian atau mereka yang alergi
terhadap susu sapi, konsumsi susu kedelai membantu melengkapi
kebutuhan Vitamin B12
d. Susu kedelai juga mengandung seng atau zinc yang penting untuk sistem
kekebalan tubuh.
e. Kedelai tinggi akan kandungan asam lemak seperti omega-3 yang dapat
membantu mengurangi kadar lemak darah (kolesterol total dan
trigliserida), sehingga mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan
serangan jantung.
f. Kalsium dan magnesium yang terkandung dalam kedelai diduga mampu
membantu mengurangi gejala pra-menstruasi, mengatur kadar gula darah,
dan mencegah sakit kepala sebelah atau migraine (Cahyadi, 2007).
13
2.2 Peptida Bioaktif
Peptida bioaktif didefinisikan sebagai komponen zat makanan yang
berasal dari atau dihasilkan melalui proses hidrolisis protein dan mampu
memberikan efek fisiologis dalam tubuh (Korhonen & Pihlanto, 2006). Peptida
bioaktif umumnya merupakan fragmen protein yang dihasilkan melalui sistem
pencernaan dengan menggunakan enzim proteolitik spesifik dan atau melalui
fermentasi. Beberapa peptida biasanya tetap dalam keadaan dormant sampai
akhirnya diproses oleh protease spesifik. Enzim proteolitik pencernaan
melepaskan peptida yang telah dihidrolisis menjadi fragmen yang lebih sederhana
yang memberikan efek biologis yang spesifik. Beberapa jenis peptida bioaktif
umumnya terdiri dari 2-20 residu asam amino walaupun ada beberapa yang
memiliki panjang lebih dari 20 residu. Peptida bioaktif ini diserap dalam usus
halus dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah sehingga mereka memiliki
efek fisiologis tertentu dalam sistem metabolisme atau memiliki efek khusus
dalam membantu sistem pencernaan yang ada di usus halus (Vermeirssen et al.,
2004).
Penelitian awal tentang peptida bioaktif dimulai pada 1950-an, dimana
awalnya para peneliti dan ahli teknologi pangan memusatkan perhatian mereka
pada peptida yang mampu mengaktifkan reseptor rasa. Kemudian pada tahun
1978, Yamasaki & Maekawa (1978), mengisolasi "peptida lezat" dari hasil
hidrolisis daging sapi menggunakan papain yang memberikan rasa kaldu yang
khas (umami / gurih). Isolasi peptida bioaktif dilakukan dengan teknik gel filtrasi,
kromatografi pertukaran ion, elektroforesis dan degradasi Edman untuk
14
menentukan urutan peptida tersebut. Penelitian peptida bioaktif lebih lanjut
diarahkan pada korelasi antara aspek kesehatan dan diet. Protein zat gizi
memainkan peran penting dalam pencegahan berbagai penyakit, dan
mengoptimalkan fungsi kesehatan manusia (Mils et al, 2011).
Peptida bioaktif umumnya memiliki berat molekul yang rendah dan
bersifat hidrofobik. Menurut Meisel dan FitzGerald (2003), peptida bioaktif
umumnya terdiri dari 2-20 asam amino dan banyak peptida bioaktif yang
mempunyai sifat fungsinonal lebih dari satu.
2.2.1 Produksi Peptida Bioaktif
Peptida bioaktif dapat diproduksi dari protein makanan, yaitu dengan cara
memutus ikatan peptida dari protein tersebut, sehingga dihasilkan struktur yang
lebih pendek dengan komposisi dan urutan asam amino tertentu (Gambar 1).
Gambar 1. Pembentukan peptida bioaktif melalui hidrolisis protein
15
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memutus ikatan peptida, yaitu
hidrolisis enzim (in vitro/in vivo) dan fermentasi (Gambar 2).
Gambar 2. Proses produksi peptida bioaktif dari protein makanan (López-
Fandiño, et al. 2006).
Hidrolisis Enzim
Enzim-enzim tertentu dapat digunakan untuk memutus ikatan peptida,
contohnya tripsin dan pepsin. Sebenarnya peptida bioaktif diproduksi di usus kita,
yaitu dengan cara menghidrolisis protein yang kita konsumsi dengan
menggunakan enzim tripsin dan pepsin yang sudah ada dalam tubuh.
16
Fermentasi Mikroba
Banyak produk fermentasi terutama yang berbasis susu menggunakan kultur
starter yang mempunyai daya proteolitik tinggi, contoh Lactococcus lactis dan
Lactobacillus helveticus. Mikroba tersebut dapat memecah protein, sehingga
dihasilkan peptida dengan komposisi dan urutan asam amino tertentu. Setiap jenis
mikroba proteolitik mempunyai kemampuan memecah protein berbeda-beda,
perbedaan ini menyebabkan perbedaan jenis peptida bioaktif yang dihasilkan.
Contoh Lb. delbrueckii subsp. Bulgaricus akan memecah β-kasein menjadi Ser-
Lys-Val-Tyr-Pro-Phe-Pro-Gly Pro-Ile (Ashar &Chand, 2004), sedangkan Lb.
helveticus CP90 proteinase akan mengkonversi β-kasein menjadi Lys-Val-Leu-
Pro-Val-Pro-(Glu) (Maeno et al. 1996). Setelah ikatan peptida terputus, tahap
selanjutnya adalah fraksinasi untuk mendapatkan peptida yang spesifik
berdasarkan berat molekul (BM) tertentu. Di industri besar, fraksinasi dilakukan
dengan ultrafiltrasi sehingga dihasilkan peptida dengan BM 1-300 kDa.
2.2.2 Sifat Fungsional
Sifat fungsional dari peptida bioaktif sangat ditentukan oleh susunan asam
amino dari peptida bioaktif tersebut, contoh peptida dengan komposisi dan
susunan asam amino Val-Lys-Glu-Ala-Met-Ala-Pro-Lys mempunyai fungsi
sebagai antioksidan (Herna´ndez-Ledesma et al., 2004). Pada peptida dengan
urutan asam amino Val-Pro-Pro atau Ile-Pro-Pro mempunyai fungsi sebagai ACE
inhibitory (Nakamura et al., 1995). Secara umum sifat fungsional dari peptida
bioaktif yang berasal dari turunan susu dapat dibagi menjadi empat kelompok,
yaitu sifat fungsional yang berkaitan dengan sistem peredaran darah
17
(cardiovascular system), sistem saraf (nervous system), sistem pencernaan
(gastrointestinal system) dan sistem imun (immune system) (Korhonen &
Pihlanto, 2006).
Gambar 3. Beberapa sifat fungsional peptida bioaktif yang diperoleh dari
makanan (Dziuba & Darewicz, 2007).
2.2.3. Sumber-sumber Peptida bioaktif
Selama lebih dari dua dekade, beberapa peptida bioaktif antihipertensi
telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari berbagai sumber protein hewani
maupun nabati. Protein tersebut terbukti mampu menurunkan tekaan darah pada
hewan percobaan dan pada manusia. Diantara sumber peptida bioaktif tersebut
antara lain bersumber dari protein plasma daging sapi, protein telur, protein ikan
tuna, dan beberapa jenis protein nabati seperti protein susu kedelai, anggur dan
Sifat-sifat turunan
Protein Makanan
Aktivitas
Antioksidan
Sifat
Antikanker
Aktivitas
Antihipertensi
Sifat
Anti-Inflamasi Sifat
Multifungsi
Aktivitas
Antimikroba Pengobatan
Penyakit Hati
Sifat
Penurun Lipid
Sifat
Imunomodulator
18
jagung (Arihara & Ohata, 2006; Matsui., et al. 2006; Jang, et al., 2011; Pihlanto-
Leppälä, 2000).
2.2.4 Isolasi dan Identifikasi Peptida Bioaktif
Tahapan isolasi dan identifikasi peptida bioaktif yang dihasilkan dari
hidrolisis protein dapat dilihat pada gambar 5. Tahapan pertama adalah protein
yang merupakan sumber peptida bioaktif dihidrolisis secara enzimatik dan
hidrolisat (crude extract) diidentifikasi bioaktifritasnya melalui pengujian secara
in vitro misalnya uji aktifitas antioksidan, antihipertensi, dll. Selanjutnya protein
hirolisat yang memiliki bioaktifitas tertentu difraksinasi berdasarkan ukuran
fragmen peptidanya misalnya dengan teknik presipitasi ammonium sulphat atau
menggunakan membran filtrasi. Selanjutnya fragmen yang telah difraksinasi
dipisahkan dan diindentifikasi dengan teknik yang lain misalnya HPLC,
kromatografi gel filtrasi atau elektroforesis SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulphate
acrylamide gel electrophoresis). Fragmen yang telah dimurnikan diuji kembali
bioaktifitasnya dan peptida yang memiliki aktifitas tertinggi diidentifikasi lebih
lanjut dengan LCMS/MS untuk menentukan sekuen asam aminonya. Jika sekuen
asam amino peptida telah dapat ditentukan maka langkah selanjutnya adalah
konstruksi atau sintesis peptida tersebut secara in vitro atau melalui teknik
rekayasa genetik sehingga peptida tersebut dapat diproduksi dalam jumlah besar.
Prosedur isolasi peptida bioaktif dapat dilihat pada gambar 4.
19
2.3 Peptida Bioaktif Antihipertensi
Peptida bioaktif antihipertensi dapat dihasilkan dari berbagai sumber
pangan antara lain susu, keju dan produk turunannya juga peptida yang berasal
dari sumber protein nabati seperti protein kedelai dan produk fermentasinya yang
sekarang banyak dikembangkan. Peptida bioaktif ini dapat diproduksi melalui satu
atau lebih kombinasi metode berikut :
a. hidrolisis enzimatis
b. fermentasi sumber makanan berdasarkan protein
c. rekombinasi genetik pada sel bakteri
Protein sumber peptida bioaktif (daging, susu, ikan, yoghurt, protein
tumbuhan, dll)
Protein hidrolisat
(Crude extract)
Fraksi peptida bioaktif
(< 10 kDa)
Isolat peptida bioaktif
(<10 residu aa)
Peptida sintetis
(in vitro)
Hidrolisis enzimatik
(enzim proteolitik)
Bioassay (antihipertesi,
antioksidan, antikanker, dll)
(enzim proteolitik)
Fraksinasi & Bioassay
HPLC, SDS-PAGE, Gel Filtrasi
LCMS/MS
Gambar 4. Prosedur isolasi dan identifikasi peptida bioaktif dari makanan
(Arihara & Ohata, 2006)
20
Hidrolisis enzimatik dilakukan oleh beberapa enzim proteolitik pencernaan.
Menurut literatur cara yang paling umum memproduksi peptida antihipertensi dari
protein makanan lebih banyak dilakukan melalui hidrolisis enzimatik. Beberapa
peptide inhibitor bagi Angiotensin Converting Enzyme (ACE) telah diproduksi
menggunakan enzim pencernaan antara lain pepsin tripsin dan kimotripsin
(Fitzgerald et al., 2004); (Gobbetti et al., 2002). Enzim proteolitik dari tanaman
(papain) dan sumber hewan (misalnya, pepsin dan tripsin), juga telah digunakan
dalam memproduksi peptida antihipertensi (Pihlanto-Leppala, 2000). Berbagai
sumber makanan penghasil peptida antihipertensi telah diproduksi dengan
hidrolisis enzimatik misalnya pada produk susu. Penelitian yang telah dilakukan
pada Maes, et al. (2004) menghasilkan lactokin di Ala-Leu-Pro-Met-Nya-Ile-Arg
(ALPMHIR) sebagai inhibitor ACE. Studi terbaru tentang peptida antihipertensi
dari hidrolisat lactoferr (LFHs) yang dihasilkan oleh tripsin dan proteinase K yang
berbeda bekerja pada sistem renin-angiotensin (RAS) dan endotelin (ET)
(Fernandez-Musoles, 2013).
Di antara sumber tanaman, peptide bioaktif Met-Arg-Trp (MRW) yang
diisolasi dari daun bayam melalui hidrolisis pepsin diketahui dapat menurunkan
tekanan darah melalui prostaglandin D (2) dependent-vasorelaxation dalam SHRs
melalui pengujian secara in vivo (Zhao et al., 2008). Isolat protein kacang yang
dihidrolisis dengan alcalase juga telah terbukti sebagai inhibitor ACE melalui
renin and calmodulin-dependent phosphodiesterase (CaMPDE) (Lie et al., 2011).
Empat peptida ITP, IIP, GQY dan STYQT telah diisolasi oleh enzim protease dari
protein ubi jalar dimana peptide ITP ditemukan untuk menjadi inhibitor ACE
21
yang paling ampuh berdasarkan hasil studi in vivo pada tikus (Ishiguro et al.,
2012). Oligopeptida jamur dengan urutan LSMGSASLSP juga telah
menghasilkan inhibitor ACE yang disiolasi dari jamur Hypsizygus marmoreus
(Kultivar coklat). Ekstrak tubuh buah yang dimurnikan terbukti memiliki aktifitas
antihipertensi pada SHRs (Kang, et al. 2012). Studi lainnya menunjukkan terdapat
dua inhibitor ACE baru dari tubuh buah Pleurotus cornucopiae yang dimurnikan.
Dengan urutan RLPSEFDLSAFLRA dan RLSGQTIEVTSEYLFRH dengan
massa molekul masing-masing 1.622,85 dan 2037.26 Da (Jang et al., 2011).
Makroalga telah menjadi bagian dari makanan pokok di Asia Timur selama
berabad-abad dan memiliki aplikasi yang luas dalam produk pangan fungsional
dan produk neutrasetikal misalnya pada produk hidrolisat papain dari Palmaria
palmata mentah memeiliki aktifitas penghambatan peptida terhadap renin dengan
sekuen asam amino IRLIIVLMPILMA. Bioaktivitas peptida ini dikonfirmasi oleh
uji penghambatan renin (Fitzgerald et al., 2012). Di antara produk sereal,
hidrolisat gliadin gandum juga dapat bertindak sebagai inhibitor ACE. Peptida Ile-
Ala-Pro hasil hidrolisis protease asam terbukti signifikan mampu menurunkan
tekanan darah pada SHRs secara intraperitoneal (Motoi & Kodama, 2003). Isolat
protein biji rami (FPI) yang kaya arginine diperoleh melalui hidrolisis enzimatik
dengan tripsin dan pronase diamati menghasilkan efek vasodilatasi secara in vivo.
Studi in vivo pada SHRs menyarankan bahwa tingkat penyerapan peptida dapat
dibandingkan dengan cepat pada komposisi asam amino dalam menurunkan
tekanan darah (Udenigwe et al., 2012).
22
Pada skala besar serin protease alcalase adalah yang paling banyak
digunakan dan merupakan keluarga endo-protease yang mampu mencerna
berbagai protein nabati seperti kacang-kacangan, canola, protein biji bunga
matahari, protein kedelai, beras serta hijau dan cewek kacang menunjukkan
potensi tinggi untuk inhibitor ACE (Pihlanto & Makinen, 2013).
Peptida antihipertensi lainnya banyak dihasilkan dari proses fermentasi.
Kultivar industri fermentasi susu sering dimanfaatkan untuk produksi
antihipertensi karena memiliki secara alamiah meiliki aktifitas proteolitik yang
sangat tinggi. Enzim proteolitik dihasilkan bakteri asam laktat (BAL) seperti
Lactococcus lactis, Lactobacillus helveticus dan L. bulgaricus delbrueckii ssp.
terikat pada dinding sel dan sejumlah peptidase intraseluler, termasuk termasuk
endo peptidase, aminopeptidase, tri peptidase dan dipeptidase (Christensen, et al.
1999). Berdasarkan aktifitas peptidase tersebut, banyak produk komersial yang
telah disintesis untuk uji klinis pengujian efikasi dengan menggunakan subyek
hipertensi yang berbeda.
Sebagian besar protein diet, khususnya protein susu mengandung peptida
aktif fisiologis yang memiliki urutan sekuen protein yang berbeda. Peptida ini
dilepaskan pada sistem pencernaan gastrointestinal atau dalam pengolahan
makanan dan menghasilkan fungsi fisiologis yang berbeda. Peptida bioaktif yang
diperoleh dari susu terbukti memiliki aktifitas antihipertensi, antimikroba,
imunomodulator, antioksidan dan aktifitas pengikatan mineral (Jakala &
Papaatalo, 2010). Dengan demikian produk fermentasi susu dapat menghasilkan
peptida inhibitor ACE yang mampu menurunkan tekanan darah. Beberapa peptida
23
susu juga telah ditemukan memiliki aktifitas pengikatan reseptor opioid
(Yamamoto and Takano, 1999). Produk fermentasi susu menghasilkan peptida
aktif biologis valyl-prolyl-proline (Val-Pro-Pro) dan isoleucyl-prolyl-proline (Ile-
Pro-Pro) diketahui mampu menurunkan tekanan darah pada tikus hipertensi secara
spontan (Nakamura, et al. 1995). Dua peptida lainnya (Tyr-Pro dan Lys-Val-Leu-
Pro-Val-Pro-Gln) yang dimurnikan dan dikarakterisasi dari fermentasi susu juga
terbukti memiliki aktivitas inhibitor ACE (Maeno et al., 1996) (Yamamoto et al.,
1999). Nurminen et al. (2000) menemukan bahwa alpha-lactorphin (Tyr-Gly-Leu-
Phe) juga mampu menurunkan tekanan darah pada normotensif dan
SHRs. Seppo et al. (2003) melaporkan bahwa produk susu fermentasi bernama
Evolus atau Kaiku Vitabrand, terbukti mampu menurunkan tekanan darah pada
relawan hipertensi selama 8 minggu sebesar -14.9mm. Uji coba lainnya yang
terkontrol pada pria hipertensi mampu menurunkan tekanan darah sistolik dalam
dua minggu sebesar -4.3mm Hg (Mizushima et al., 2004). Sebuah studi pada
hidrolisat kasein (Ameal Peptida) mampu menurunkan tekanan darah sebesar -
6.3mm Hg dalam 6 minggu (Mizuno et al., 2005).
Whey dari susu yang difermenasi oleh Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus bersama dengan penambahan protease yang selanjutnya
difraksinasi menjadi empat fraksi dengan kromatografi gel filtrasi menggunakan
kolom Sephadex G-15 menunjukkan fraksi keempat memiliki rasio efisiensi
inhibisi tertinggi (IER) dan berisi yang peptida Tyr-Pro-Tyr-Tyr, dengan IC50
adalah 90,9 µM dengan penurunan tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan
darah diastolik (DBP) masing-masing sebesar 15,9 dan 15,6 mm Hg pada tikus
24
SHR setelah 8 minggu pemberian oral whey yang diencerkan (konsentrasi peptida
4,9 mg /ml). Tri peptida yang dihasilkan dari kasein, IPP dan VPP juga mampu
menghambat ACE dan mengurangi kekakuan arteri pada manusia pada
konsentrasi mikromolar yang dihasilkan oleh fermentasi susu dengan Lactobacilli
(Jakala & Papaatalo, 2010). Beberapa peptida antihipertensi lainnya telah
dilaporkan dari fermentasi susu dengan Enterococcus faecalis CECT 5727. Dua
dari peptide teridentifikasi LHLPLP dan LVYPFPGPIPNSLPQNIPP,
menunjukkan aktifitas penghambatan terhadap ACE dengan dengan nilai IC50
sebesar 5mM dan menunjukkan aktivitas antihipertensi pada tikus hipertensi.
Secara khusus, b-kasein f (133-138), menghasilkan peptide bioaktif yang
berpengaruh signifikan pada hewan uji (Quiroz et al., 2007).
Produk kedelai yang difermentasikan, seperti pada produk pangan
tradisional (kecap dan tempe), telah diketahui menjadi salah satu sumber penting
penghasil peptida antihipertensi yang berperan sebagai inhibitor ACE (Cha &
Park, 2005) (Vallabha & Tiku, 2014). Peptida antihipertensi lainnya dari produk
pangan kedelai yang telah diidentifikasi adalah produk kedelai Korea
"chunggugjang" yang diperoleh dari fermentasi kedelai dengan Bacillus subtilis
CH-1023 (Korhonen & Pihlanto 2003). Peptida antihipertensi lainnya telah
diidentifikasi antara lain dalam pasta kedelai (Shin, et al. 2001), kecap (Okamoto
et al., 1995) (Nakahara et al., 2010), natto dan tempe (Gibbs at al., 2004), dan
produk fermentasi kedelai lainnya (Rho et al., 2009) (Ibe et al., 2009).
25
2.4 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan
hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari
biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah.Tekanan darah
melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung
berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah
normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140
mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi
bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih (Chobanian et al, 2003).
Enzim yang berperan terhadap kasus tekanan darah tinggi adalah enzim
pengonversi angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme, ACE), yang
berhubungan dengan sistem renin angiotensin (Ahhmed & Muguruma, 2010)
Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi
sekunder. Sekitar 90–95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti
tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas. Kondisi lain yang
mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10%
kasus lainnya (hipertensi sekunder).
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard
(serangan jantung), gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta),
penyakit arteri perifer, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan
sedang tekanan darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek.
Perubahan pola makan dan gaya hidup dapat memperbaiki kontrol tekanan darah
26
dan mengurangi resiko terkait komplikasi kesehatan. Meskipun demikian, obat
seringkali diperlukan pada sebagian orang bila perubahan gaya hidup saja terbukti
tidak efektif atau tidak cukup dan biasanya obat harus diminum seumur hidup
sampai dokter memutuskan tidak perlu lagi minum obat.
Menurut Iskandar (2007), hipertensi dapat terjadi akibat beberapa faktor
seperti penyakit gagal ginjal, asupan garam yang tinggi, kelainan endokrin, stres
atau salah pemakaian obat. Tekanan darah juga dipengaruhi Renin Angiotensin
System (RAS) yang melibatkan pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
oleh enzim pengubah angiotensin (ACE) (Yusuf, 2008).
Gambar 5. Mekanisme terjadinya hipertensi berdasarkan penyebab (Vasdev &
Stuckless, 2010)
27
2.5 Antihipertensi
Antihipertensi adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena
stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan
individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan,
mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress
dan berolahraga (Nelson, 2010).
Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah
sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark
ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti
mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera
dengan antihipertensi (Nelson, 2010).
Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien
dapat mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang
diharapkan pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90
mmHg atau lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami
insiden kerusakan organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan darah
yang diharapkan adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari)
diharapkan tekanan darah di bawah 150/75 mmHg (Nelson, 2010). Adapun tujuan
pemberian antihipertensi yakni: (Ferder et al., 1987 and Shetty, 2003)
1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul
akibat gagal jantung.
28
2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih
parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien
yang sudah terkena serangan serebrovaskular.
4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan
hipertensi maternal.
2.6 ACE (Angiotensin I Converting Enzyme)
ACE (Angiotensin-converting enzim) adalah enzim yang berperan dalam
sistem renin-angiotensin tubuh yang mengatur volume ekstraseluler (misalnya
plasma darah, limfa, dan cairan jaringan tubuh), dan vasokonstriksi arteri. Fungsi
utama ACE adalah mengubah angiotensin (Ang I) I menjadi (Ang II), dan
degradasi bradikinin. Reseptor AT1 ada di berbagai organ seperti ginjal, kelenjar
adrenalin, jantung, pembuluh darah dan otak.
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama,
yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada
arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan
meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri.
Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena
ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan
(Guyton & Hall, 1997).
Cara utama kedua angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan
29
darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun (kadang-kadang sebagai
akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang
mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang
disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang
meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai
contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola,
menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin
II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air.
Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam
urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah
(Campbell et al., 2004).
2.6.1 Struktur 3D enzim ACE
Struktur enzim ACE pertama kali ditentukan dari struktur kompleks
inhibitor dengan enzim ACE yakni kompleks ACE dengan Lisinopril yang telah
dilaporkan oleh Natest et al., (2003) yang ditentukan dari struktur kristal enzim
tersebut. Telah diketahui bahwa struktur enzim terdiri dari 27 heliks (96% dari
total residu asam amino) dan 6 struktur β-strands. Bentuk struktur enzim secara
3D membentuk struktur ellipsoid (dengan dimensi rata-rata 72 × 52 × 48 Å)
dengan jarak residu kontak ke pusat aktif sebesar 30 Å dan dibagi menjadi dua
sub-domain (Gambar 6).
30
Gambar 6. Struktur 3D enzim ACE dengan dimensi rata-rata 72 × 52 × 48 Å
(Natesh, et al., 2003)
Bagian rongga diisi oleh empat heliks dan satu β-strand. Tiga dari struktur
heliks berisi residu asam amino yang bermuatan dan membatasi akses polipeptida
yang lebih besar ke arah sisi aktif enzim. Dua ion klorida terikat untuk bagian
dalam enzim yang berdekatan dengan sisi aktif enzim yang mengandung ion Zn
(II). Sisi aktif yang mengandung Zn(II) terikat pada HEXXH + E motif (His 383,
His 387 and Glu 411) dan satu molekul air yang berikatan koordinasi pada posisi
keempat.
Dari struktur kristal X-ray, diketahui bahwa kaptopril mengikat ke situs
aktif ACE melalui bagian tiol. ACE– kaptopril kompleks distabilkan oleh ikatan
hidrogen tambahan yang berinteraksi dengan gugus karbonil kaptopril melalui
His353 (2.54 A˚) dan residu-Nya 513 (2.69 A˚). Kelompok fenolik –OH Tyr520
berinteraksi dengan salah satu oksigen karboksilat dari proline moiety.9,19.
Selanjutnya, diamati bahwa fenolik -OH dari Tyr520 dan t-nitrogen His353
31
diposisikan dalam jarak dekat dengan residu karboksilat dari bagian prolin (2,66
A˚dan 3,74 A˚ (Gambar 7).
Gambar 7. Skema struktur kristal kaptopril mengikat ke situs aktif ACE
(Bhaskar J. Bhuyan & Govindasamy Mugesh, 2011)
2.6.2 Mekanisme Penghambatan ACE (Angiotensin I converting enzyme)
Mekanisme penghambatan aktifitas ACE berkaitan dengan penurunan
tekanan darah dalam suatu tahapan yang diatur oleh sistem renin-angiotensin
(RAS). Renin suatu protease yang disekresikan sebagai respon dari stimulasi
fisiologis akan memotong protein angiotensinogen untuk menghasilkan
dekapeptida inaktif angiotensin I. Pemutusan angiotensin I dengan melepaskan
dua residu asam amino dari ujung C-terminal melalui bantuan ACE akan
menghasilkan oktapeptida aktif angiotensin II yang berfungsi sebagai
vasokonstriktor potensial yang akan menaikan tekanan darah (Gambar 7). Di sisi
lain, ACE juga berperan dalam sistem kellikreinkinin (KKS) yang mengkatalisis
degradasi nonapeptida bradiokinin yang merupakan vasodilator (suatu sistem
32
pengaturan tekanan darah) dimana dengan penambahan inhibitor ACE,
mekanisme tersebut mampu dikendalikan dengan menghasilkan efek hipotensif
dengan cara mencegah pembentukan angiotensin II dan degradasi bradikinin yang
akan menurunkan tekanan darah pasien.
Pada tahun 1981, hipotesis mekanisme penghambatan enzim ACE telah
dijelaskan oleh Skegs et al., (1981) dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan
terdapat dua domain ACE (N-terminal and C-terminal domains). Domain C-
terminal memiliki sifat highly chloride ion-dependent (sangat bergantung pada ion
klorida), yang mengkatalisis pengubahan Ang1 menjadi Ang II (Gambar 7).
Sedangkan bagian N-terminal yang memiliki sisi aktif yang sama dengan domain
C-terminal yang akan mengkatalisis inaktifasi bradikinin dan tidak bergantung
pada anion. Sekuen asam amino ACE telah ditentukan oleh Soubrier et al.,
(1988) berdasarkan sekuen nukleotidanya dimna sisi aktif enzim terdiri dari
HEXXH + E binding motif untuk pengikatan ion Zn(II) pada sisi aktif. Enzim
ACE terdapat dalam dua bentuk isoenzim yaitu somatic ACE (sACE) dan
testicular ACE (tACE) yang ditranskripsi dari gen yang sama pada jaringan yang
spesifik. sACE merupakan polipeptida tunggal (single sub domain) dengan 1277
residu asam amino sdangkan tACE merupakan glikoproatein dengan 701 residu
asm amino. sACE terdapat dalam dua domain homolog (N dan C-domain) dengan
dua sisi aktif yang conserve dengan tACE meupakan protein single domain.
Selanjutnya tACE mengkatalisis konversi Ang I menjadi Ang II sedangkan sACE
mengkatalisis pengubahan bradikinin menjadi bradikinin (1-7) (Gambar 8).
33
Gambar 8. Pengubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II oleh ACE dan
bradikinin menjadi bradikinin (1-7) (Bhuyan dan Mugesh, 2011)
2.6.3 Inhibitor ACE
Pada tahun 1960an, beberapa ilmuan telah mempelajari mekanisme RAS
dan KKS dan inhibisi enzim ACE serta kaitannya dengan penurunan tekanan
darah. Tahun 1965, untuk pertama kalinya ditemukan bahwa peptida dari bisa ular
Bothrops jararaca dapat menekan aktifitas potensial bradikinin (Ferreira, 1965).
Selanjutnya pada tahun 1968, Bakhle menemukan bahwa ekstrak yang sama dapat
menginhibisi pembentukan Ang II dari Ang I secara in vitro. Dua tahun
kemudian, Ng dan Vane mendemonstrakikan efek penghambatan ACE dari
peptida tersebut secara in vivo. Ekstrak peptida dari bisa ular untuk pertama kali
dimurnikan oleh Ferreira et al, (1970) di Squibb Institute for Medical Research
dan inhibitor potensial ACE teridentifikasi sebagai nonapeptida (teprotide).
34
Pada beberapa dekade kemudian nonapeptida bisa ular digunakan sebagai
obat antihipertensi yang disuntikkan. Namun demikian penggunaan nonapeptida
ini secara oral tidak dapat dimungkinkan. Kelemahan tersebut telah mendorong
para peneliti untuk mencari obat antihipertensi yang dapat digunakan secara oral
dengan struktur yang hampir mirip dengan peptida tersebut. Pada tahun 1976,
Chusman dan Ondetti telah berhasil mensintesis captropil, suatu inhibitor ACE
pertama yang dapat digunakan secara oral. Captopril merupakan inhibitor
kompetetif ACE dan mengandung residu prolin yang akan terikat pada sisi aktif
enzim dan membentuk jembatan thiol dengan Zn (II). Inhibitor ini telah diakui
oleh FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat sebagai obat
antihipertensi sejak 1981. Adapun tahapan sintesis captopril adalah sebagaimana
dijelaskan pada gambar 9.
Gambar 9. Tahapan Sintesis Captopril (Cushman & Ondetti, 1977)
Resolusi diastereonmer pada pusat optik merupakan satu tahapan penting
dalam sintesis captopril dimana senyawa tersebut memiliki konfigurasi (S,S) yang
menghasilkan 3 keuntungan lingkungan kimia terhadap efek inhibisi ACE
35
dibanding konfigurasi (R,S). Hal itu bisa dicapai dengan mereaksikan
diastereomer tersebut dengan disikloheksil amina dalam kloroform dan asetonitril.
Setelah penemuan captopril sebagai inhibitor ACE, beberapa senyawa
lainnya telah ditemukan dengan basis struktur dan kemampuan yang mirip dengan
senyawa tersebut diantaranya zofenopril (2), enalapril (3), fosinopril (4), lisinopril
(5), ramipril (6), tandolapril (7), perindopril (8), spirapril (9), rentiapril (10),
alacepril (11), benzapril (12), quinapril (13), moexipril (14), cilazapril (15)
(Cushman & Ondetti, 1999); (Patchett et al., 1980); (Petrillo, et al., 1983).
Kebanyakan dari inhibitor-inhibitor tersebut mengandung residu prolin atau
derivatnya seperti terlihat pada Gambar 10.
36
Gambar 10. Struktur senyawa inhibitor ACE (Phacet et al., 1980)
Beberapa inhibitor ACE dapat dikelompokkan berdasarkan basis interaksi
mereka dengan pusat sisi aktif enzim yang mengandung Zn (II). Senyawa
inhibitor seperti enalarpril, lisinopril, ramipril, spirapril, berinteraksi melalui
mekanisme inhibitor kompetititf dengan berikatan pada sisi aktif enzim. Dengan
demikian reaktifitas gugus samping dan stereokimia inhibitor memegang peranan
sangat penting.
Aktifitas penghambatan enzim ACE dapat diukur baik secara in vitro
maupun in vivo. Pengujian secara in vitro dapat dilakukan melalui metode
37
spektroskopi kolorimetri yang melibatkan pengubahan (Hipuril)-his-leu menjadi
asam hipurat dan dipeptida His-leu seperti pada gambar 11.
Gambar 11. Mekanisme reaksi pengubahan (Hipuril)-his-leu menjadi asam
hipurat (Cushman dan Ondetti, 1999)
Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktifitas penghambatan
ACE telah dikembangkan oleh Cushman dan Cheung (1977), didasarkan pada
metode pengukuran spektrofotometri melalui uji penghambatan pembentukan
asam hipurat dan pengukuran nilai IC50 pada panjang gelombang 228 nm dengan
menggunakan Hippuryl-His-Leu (HHL) sebagai substrat. Nilai IC50 yang rendah
menunjukkan aktifitas yang kuat dari inhibitor dimana hanya dengan konsentrasi
yang rendah, inhibitor tersebut mampu menghambat aktifitas enzim ACE sebesar
50%.
2.7 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan namanya sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer
38
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada
fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan
trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007)
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda
dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau
cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer.
Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum
sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang
terdapat pada spektrum sinar tampak.
2.7.1 . Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Vis
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu
daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya
yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang
mikro (Marzuki Asnah 2012). Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu
dan sinar tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang
lebar, semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh
karena itu mereka mengandung electron, baik yang dipakai bersama atau tidak,
yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu
39
absorbsi terjadi tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul.
Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan
energy tinggi, atau panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas,
2011) Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca
langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun
grafik yang sudah diregresikan (Yahya, 2013). Secara sederhana instrument
spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer terdiri dari : Sumber cahaya –
monokromatis – sel sampel – detector- read out
Gambar 12. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-Vis
Fungsi masing-masing bagian:
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis
dengan berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
40
cahaya monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi
atau penyebar cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya
atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel
sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu
keluar
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel - UV, VIS dan
UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya
terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari
silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat
dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya
pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk
persegi panjang dengan lebar 1 cm.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detector yaitu Detektor
foto (Photo detector),Photocell, misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto,
Dioda foto, Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat
listrik yang berasal dari detector. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam spektrofotometri adalah :
a. Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul
bersih tanpa adanya zat pengotor
b. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril
c. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan
41
d. Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan
tidak keruh
e. Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus
berwarna.
2.8 Elektrofresis SDS-PAGE
Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan yang memisahkan analit
berdasarkan kemampuannya bergerak dalam medium konduksi yang biasanya
berupa larutan bufer dan akan memberikan respons setelah ditambahkan medan
listrik (Harvey, 2000). Jika suatu zat bermuatan diberi potensial, maka zat tersebut
akan berpindah sepanjang medium yang kontinu ke arah katode atau anode sesuai
dengan muatan yang dibawanya.
Elektroforesis SDS-PAGE termasuk ke dalam kelompok elektroforesis
zona/wilayah, yaitu kelompok elektroforesis yang dibedakan berdasarkan medium
penyangganya. Elektroforesis SDS-PAGE menggunakan gel buatan sebagai
medium penyangga. Gel yang digunakan terbentuk dari polimerisasi akrilamida
dengan N, N’- metilena bis akrilamida sehingga terbentuk ikatan silang karena
polimerisasi akrilamida sendiri hanya menghasilkan ikatan linear yang tidak
membentuk gel kaku (Girindra, 1993).
Salah satu metode PAGE yang umumnya digunakan untuk analisa
campuran protein secara kualitatif adalah SDS‐PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate
Polyacrilamide Gel Electroforesis). Prinsip penggunaan metode ini adalah
migrasi komponen akril amida dengan N.N` bisakrilamida. Kisi – kisi tersebut
berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid
42
dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi
komponen protein. Metode ini sering digunakan untuk menentukan berat molekul
suatu protein disamping untk memonitor pemurnian protein (Wilson & Walker,
2000). SDS‐PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan kekuatan ion
rendah dan dapat menentukan apakah suatu protein termasuk monomerik atau
oligomerik, menetapkan berat molekul dan jumlah rantai polipeptida sebagai
subunit atau monomer.
Penggunaan SDS‐PAGE bertujuan untuk memberikan muatan negatif
pada protein yang akan dianalisa. Protein yang terdenaturasi sempurna akan
mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein tersebut
(Dunn,1989). Denaturasi protein dilakukan dengan merebus sampel dalam
buffer yang mengandung β‐merkaptoetanol (berfungsi untuk mereduksi ikatan
disulfide), gliserol dan SDS (Wilson dan Walker,2000). Muatan asli protein akan
digantikan oleh muatan negatif dari anion yang teikat sehingga kompleks
protein‐SDS memiliki rasio muatan per berat molekul yang konstan. (Hames,
1987).
Polimerisasi dapat terjadi dengan cepat pada suhu kamar dengan adanya
katalis dan inisiator. Katalis dan inisiator yang umum digunakan ialah
N,N’,N’,N’– tetrametilenadiamina (TEMED) dan amonium persulfat (APS)
sebagai sumber radikal bebas yang akan menginisiasi pembentukan polimer
(Caprette, 2005). Pada metode ini, digunakan natrium dodesil sulfat (SDS) dan β-
merkaptoetanol. SDS merupakan detergen anionik yang bersama dengan β-
merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi
43
protein menjadi konfigurasi acak. Hal ini disebabkan oleh pecahnya ikatan
disulfide yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfidril.
Pergerakan partikel di dalam medium bergantung pada ukuran partikel
dan ukuran medium penunjang. Ukuran pori dari gel akan ditentukan oleh
konsentrasi gel poliakrilamida. Protein yang besar mempunyai mobilitas yang
lebih lambat dibandingkan dengan kompleks protein yang lebih kecil. Bobot
molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standar protein
yang sudah diketahui bobot molekulnya (Rybicki et al, 1996). Teknik
elektroforesis gel banyak digunakan baik di bidang kimia maupun biokimia,
karena teknik ini memiliki banyak keuntungan, di antaranya ialah memiliki daya
resolusi tinggi, sederhana, dan mudah dibawa (Girindra, 1993).
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang dimulai pada bulan Februari 2017 hingga April 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat gelas, vortex, ph
meter, alat elektroferesis (MiniProtean III Cell Electroforesis, Bio-Rad),
spektrofotometri Uv-Vis (Lamda 25 Perkin Elmer). Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu susu kedelai (kacang kedelai diperoleh dari pasar tradisional
Jatinegara), asam klorida 1 M, aquades, larutan buffer asetat, enzim pepsin
(Porcine gastric mucosa, activity 0.8-2.5 units g-1 protein) dari Sigma Chemical
Co. (USA), enzim ACE (Angiotensin Converting Enzyme, rabbit lung) diperoleh
dari Sigma Chemical Co.(USA). N-Hippuryl-His-Leu (Hydrate Powder) 98%
(HPLC grade), larutan BSA (Bovin Serum Albumin), asam asetat, buffer PBS
(phosphate buffered saline) dan ammonium sulfat, perak nitrat untuk larutan
staining.
45
3.3 Diagram Alir Penelitian
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
Preparasi Susu
Kedelai
Kadar Protein
Total
Presipitasi ( HCl 1N)
Uji Kadar Protein
Terlarut
Presipitat
Hidrolisis Protein
0 jam, 1 jam, 4 jam, 6 jam, 16 jam, 24
jam
Uji DH SDS PAGE
Uji Aktivitas
Antihipertensi
Analisis Data
46
3.4 Prosedur Kerja Penelitian
3.4.1 Pembuatan susu kedelai
Sebanyak 200 gram kacang kedelai di cuci dan direndam dalam air selama
12 jam. Setelah itu kacang kedelai dibersihkan dari kulitnya. Kacang kedelai yang
sudah dibersihkan diblender dan ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 3 dari
volume kacang kedelai. Kemudian disaring dan dipanaskan selama 15 menit.
3.4.2 Uji kadar protein kasar susu kedelai (AOAC, 1992)
Tahapan analisis total nitrogen terdiri dari tiga tahap yakni destruksi,
destilasi dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan dengan cara sebanyak 2,5 g sampel
dimasukkan ke dalam labu mikro Kjeldahl dan ditambahkan 0,1 g K2SO4, 10 mg
HgO dan 0,1 mL H2SO4, selanjutnya didestruksi selama 1 - 1,5 jam dengan
kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi hijau tosca.
Tahap destilasi dilakukan dengan cara 5 mL aquadest dimasukkan secara
perlahan lewat dinding labu dan digoyang perlahan agar kristal yang terbentuk
larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali
dengan 1-2 mL aquadest. Air cucian dipindahkan ke dalam labu destilasi dan
ditambahkan 8-10 mL larutan NaOH 5%. Erlenmeyer 250 mL diletakkan di
bawah kondensor yang berisi 5 mL larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator
metilenred-metilen blue. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan
H2BO3. Destilasi dilakukan sehingga diperoleh sekitar 15 mL destilat.
Tahap titrasi dilakukan dengan cara sebanyak 25 mL larutan HCl 0,01 N
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan indikator fenolftalein
1%. Kemudian larutan HCl 0,01 N dititrasi dengan NaOH 0,01 N yang telah
47
distandarisasi. Volume titrasi NaOH diukur hingga warna larutan menjadi merah
muda. Selanjutnya dapat dihitung normalitas larutan HCl dengan perrsamaan :
Tahapan selanjutnya adalah destilat dititrasi dengan HCl 0,01 N yang sudah
distandarisasi. Destilat diencerkan dalam erlenmeyer hingga menjadi 50 mL.
Selanjutnya dilakukan titrasi dengan HCl 0,01 N terstandar sampai terjadi
perubahan warna menjadi abu-abu. Volume HCl 0,01 N terstandar yang
diperlukan untuk titrasi diukur. Volume HCl 0,01 N standar yang digunakan
untuk titrasi blanko dicatat. Penetapan blanko dilakukan sama dengan sampel.
Tahap selanjutnya adalah perhitungan persen Nitrogen dan kadar protein pada
sampel dengan rumus sebagai berikut :
Kadar protein (g/100 g bahan basah) = %N x Faktor konversi
(Faktor Konversi Susu kedelai : 5,75)
3.4.3 Presipitasi susu kedelai
Sebelum diperoleh protein hidrolisat, dilakukan presipitasi susu kedelai
(450 mL) dengan menambahkan beberapa tetes NaOH 1N sampai pH 8.85,
kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit, lalu di
sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Supernatan lalu diambil
dan dilarutkan dalam gelas piala yang ditambahkan HCl 1N sampai pada pH 4.5.
48
Larutan kemudian di sentrifugasi kembali pada kecepatan 6000 rpm selama 20
menit, supernatant dibuang dan endapan protein dikumpulkan dan dikeringkan
lalu ditimbang.
3.4.4 Pengukuran Kadar Protein Terlarut (Lowry, 1951)
Penentuan kadar protein dilakukan menurut metode Lowry, yakni dengan
menggunakan 1 mL larutan A (20mM CuSO4.5H2O dan 30mM Na-sitrat) dan 50
mL larutan B (0,1M Na2CO3 dan 0,1M NaOH). Campuran reaksi dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya larutan D (regen Folin
ciocalteu 1 N) sebanyak 0,5 mL ditambahkan ke dalam campuran reaksi,
dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 30 menit. Campuran reaksi
diukur pada 750nm dan konsentrasi protein ditentukan dengan kurva standar
bovine serum albumin (BSA).
3.4.5 Hidrolisis Protein Susu Kedelai
Hidrolisis protein susu kedelai dilakukan dengan menggunakan pepsin
(mg) yang ditambahkan ke dalam presipitat protein susu kedelai dengan
perbandingan protein : enzim (20:1). Hidrolisis dilakukan dalam buffer asetat
pada kondisi suhu dan pH sesuai dengan aktifitas optimum enzim (Tabel 2).
Tabel 2. Kondisi optimum hidrolisis proteolitik yang digunakan
Enzim Buffer pH Suhu (oC)
Waktu
inkubasi
Pepsin Asetat 0.05M 4.5 37 0-24 jam
49
Selama proses inkubasi, sebanyak 5 mL campuran diambil setiap interval
0, 1 jam , 2 jam , 4 jam, 16 jam dan 24 jam, diukur nilai derajat hidrolisisnya
dengan menggunakan metode Hoyle and Merrit (1994). Setelah proses inkubasi
selesai, masing-masing campuran hidrolisat dipanaskan pada suhu 98oC selama 5-
10 menit untuk menginaktivasi enzim.
3.4.6 Perhitungan Derajat Hidrolisis ( Hoyle dan Merrit, 1994 )
Derajat hidrolisis dihitung dengan metode SN-TCA (Hoyle dan Merritt
1994). Sebanyak 2 mL hidrolisat protein ditambahkan TCA 10% (v/v) sebanyak 2
mL. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar terjadi
pengendapan, kemudian disentrifugasi (kecepatan 7.800 g, selama 15 menit, 4oC).
Supernatan dianalisis denganmenggunakan metode lowry (Lowry, 1951)). Derajat
hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
3.4.7 Analisis Protein Hidrolisat dengan SDS-PAGE (Laemli, 1970)
Elektroforesis SDS-PAGE (sodium dodecyl sulphate poliacrilmide gel
electrophoresis) dilakukan dengan menggunakan metode standar (Laemmli,
1970), menggunakan alat Mini-Protean II Slab Cell Electrophoresis (Bio Rad).
Sampel protein hidrolisat hasil hidrolisis enzimatik didenaturasi dengan buffer
sample (Tris-Cl 150mM pH 6.8, SDS 6.25%, -merkaptoetanol, gliserol 25%,
bromophenol blue 2,5 mM) dengan perbandingan protein dan buffer 2:1, dan
dididihkan selama 10 menit serta disentrifugasi selama 5 menit. Alat
50
elektroforesis disiapkan, Gel poliakrilamid dibuat dari larutan stok akrilamid &
bisakrilamid (30%T, 2,67C), stacking buffer (Tris-HCl 0,5M pH 6.8), resolving
buffer (Tris-HCl 1,5M pH 8.8), 10%SDS, APS dan TEMED sebagai katalis.
Setelah gel bagian bawah (resolving gel) terbentuk, stacking gel dimasukkan di
bagian atasnya dan dibuat cetakan untuk menempatkan protein sampel. Formulasi
gel untuk resolving gel adalah 12% sedangkan untuk stacking gel adalah 4%
(Data formulasi gel selengkapnya dapat dilihat pada lampiran). Elektroforesis
sampel dilakukan pada tegangan 150 volt selama 60 menit berikut protein marker
sebagai pembanding. Untuk staining protein digunakan Coomasie briliant blue
0.1% (w/v). Hasil staining dicuci dalam larutan metanol : asam asetat
(40%:7.5%).
3.4.8 Uji ACE Inhibitor (Chusman Cheung 1971 dikembangkan oleh
Arihara et al., 2001)
Sampel hidrolisat protein sebanyak 15 µL dicampur dengan 125 µL buffer
Na-borat 100 mM (pH 8,3) yang mengandung 7,6 mM HipHis-Leu dan 608 mM
NaCl (Lampiran 10), kemudian di preinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC di
dalam waterbath. Reaksi dimulai dengan penambahan 50 µL enzim ACE (100
mU/ml) yang dilarutkan dalam aquadest. Campuran diinkubasi selama 30 menit
pada suhu 37 oC. Digunakan aquadest sebanyak 50 µL sebagai pengganti enzim
pada blanko. Reaksi dihentikan dengan penambahan 125 µL HCl 1N. Asam
hipurat yang dilepaskan diekstrak dengan menambahkan 750 µL etil asetat lalu
divorteks dan disentrifugasi pada kecepatan 13.760 g (12.000 rpm) selama 10
menit. Sebanyak 500 µL lapisan atas dari supernatan dikumpulkan dan
51
dikeringkan pada suhu 90 oC selama 30 menit (untuk blanko dan kontrol
dilakukan perlakuan yang sama) dengan menggunakan waterbath. Asam hipurat
yang dihasilkan dilarutkan dalam 1 mL aquadest lalu divortex dan diukur
besarnya absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 228 nm.
Prosedur penambahan bahan
uji ACE inhibitor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Prosedur Pengujian Aktivitas Antihipertensi
Aktivitas ACE inhibitor dihitung menurut persamaan berikut :
Dimana :
A = absorbansi sampel,
B = absorbansi blanko,
C = absorbansi kontrol (sampel diganti dengan aquadest )
Sampel
(µL)
Blanko
(µL)
Kontrol
(µL)
Sampel Protein 15 15 -
Aquades - - 15
Substrat HHL 125 125 125
BSA 10 10 10
Enzim ACE (0.1
U/mL)
50 - 50
Aquades - 50 -
HCl 1N 125 125 125
Etil asetat 750 750 750
Volume Total 1.075 1.075 1.075
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Presipitasi Susu Kedelai
Presipitasi susu kedelai dilakukan dengan penambahan asam klorida (HCl
1 N) hingga diperoleh presipitat. Sebelum dilakukan presipitasi susu kedelai
dihitung nilai kadar protein kasarnya. Kadar protein kasar pada susu kedelai
diukur berdasarkan jumlah nitrogen total yang dikandungnya, sehingga ada
kemungkinan molekul-molekul lain yang bukan protein tetapi mengandung
nitrogen ikut terukur sebagai nitrogen total (AOAC, 1992). Kadar protein kasar
susu kedelai dapat dilihat pada table 4.
Tabel 4. Kadar Protein Kasar Susu Kedelai
Hasil Analisis (Koswara, 2006)
Kadar Protein
(per 100 mL)
2,56 % 4,40 %
Kadar protein susu kedelai pada penelitian diperoleh sebesar 2,56%,
sedangkan menurut Koswara (2006) kadar protein susu kedelai adalah sebesar
4,40%. Kadar protein susu kedelai yang diperoleh pada penelitian ini lebih kecil
dibandingkan penelitian sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
protein susu kedelai diantaranya adalah kualitas kacang kedelai yang digunakan,
kadar air dalam susu, serta proses pembuatan susu kedelai itu sendiri.
53
4.2 Hidrolisis Protein Susu Kedelai
Proses hidrolisis dilakukan dalam buffer asetat 0.05 M, pH 4.5 pada kondisi
suhu 37oC selama 0-24 jam. Setiap interval 1, 4, 6, 16 dan 24 jam dilakukan
pencuplikan hidrolisat lalu diamati profil proteinnya dengan SDS-PAGE. Hasil
analisis profil protein hidrolisat susu kedelai dapat dilihat pada Gambar 14 .
Gambar 14. Profil hidroilisat protein susu kedelai hasil Pengujian SDS-PAGE
Pada hasil pengujian SDS-PAGE didapatkan ketebalan pita protein yang
berbeda pada setiap waktu hidrolisis, dimana pada waktu hidrolisis 1-4 jam
protein dengan bobot 35 kDa masih terlihat namun setelah waktu hidrolisis 6-24
jam mulai hilang dan muncul pita protein dengan bobot molekul yang lebih
Kolom sampel
M 0 1 4 6 16 24
245 180 140 100
75
60
45
35
25 20 15 10
BM
54
rendah (<10 kDa) . Albert et.al., (2002) menjelaskan bahwa ketebalan pita protein
menunjukkan konsentrasi protein tersebut, dimana protein dengan intensitas yang
lebih tebal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi.
Pengujian kadar protein dilakukan dengan metode Lowry yang
mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol)
yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini
menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung
sensitivitas yang dibutuhkan. Metode ini lebih sensitif untuk protein konsentrasi
rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006). Pengukuran kadar protein
pada susu kedelai dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15 . Kadar Protein Hidrolisat Susu Kedelai
Berdasarkan data di atas, susu kedelai dengan variasi waktu hidrolisis
selama 16 jam sebelum hidrolisis memiliki kadar protein paling tinggi dan variasi
waktu penyimpanan selama 6 jam memiliki kadar protein paling rendah.
Berdasarkan pada data di atas terjadi perubahan konsentrasi setelah hidrolisis, hal
147, 35
192,36
283,15
232,23
283,47
242,83
,
50
100
150
200
250
300
0 1
1 4 6 16 24
Ko
nse
ntr
asi (
pp
m)
Waktu Hidrolisis (jam)
55
ini dikarenakan pada saat hidrolisis terjadi penguraian protein menjadi peptida
atau asam amino penyusunnya. Waktu hidrolisis 16 jam memiliki kadar peptida
yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
4.3 Penentuan derajat hidrolisis (DH)
Degree of hydrolysis (DH) didefinisikan sebagai proporsi peptida yang
terbelah dalam suatu hidrolisat protein. Beberapa metode dikembangkan untuk
menentukan Degree of hydrolisis (DH), salah satunya adalah SN-TCA. Nilai
derajat hidrolisis dapat dipengaruhi oleh konsenterasi enzim dan waktu fermentasi
yang digunakan. Derajat hidrolisis merupakan salah satu parameter dasar yang
perlu dikendalikan karena sifat dari hidrolisat protein berhubungan erat dengan
parameter tersebut (Apiwatanapiwat et al., 2009). Hasil pengukuran DH
hidrolisat susu kedelai dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Nilai Derajat Hidrolisis (DH) Susu Kedelai
Berdasarkan hasil pengujian, nilai derajat hidrolisis (% DH) terbaik
diperoleh pada waktu 4 jam dengan nilai derajat hdrolisis sebesar 52,92%,
26,21
27,74
52,92
50,41
36,10
39,09
0
10
20
30
40
50
0 1 4 6 16 24
%
DH
Waktu hidrolisis (jam)
56
namun terjadi penurunan pada waktu 6 jam dan 16 jam dan naik kembali pada
waktu hidrolisis 24 jam. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat proses
hidrolisis dilakukan pengocokan secara manual sehingga reaksi hidrolisis yang
dilakukan kurang optimal.
Hidrolisis protein susu kedelai ini dilakukan secara enzimatik dengan
menggunakan enzim pepsin. Menurut Hernandez (2011), untuk mendapatkan
peptida dengan sifat antihipertensi umumnya dengan menggunakan hidrolisis
secara enzimatik menggunakan enzim pencernaan seperti pepsin dan tripsin
ataupun dengan menggunakan mikroorganisme yang memiliki enzim proteolitik
seperti bakteri dan jamur.
Hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan dibanding secara
kimiawi, karena dapat menghasilkan asam-asam amino bebas dan peptida dengan
rantai pendek yang bervariasi (Pangastuti & Triwibowo, 1996). Menurut Kunts
(2000) cara ini akan lebih menguntungkan karena memungkinkan untuk
memproduksi hidrolisat fragmen peptida yang berbeda sehingga mempunyai
kemungkinan yang sangat luas terkait dengan sifat fungsional atau sifat nutrisinya
sebagai ACE inhibitor. Proses hidrolisis harus dapat ditunjukkan bahwa jumlah
peptida yang terpotong merupakan hasil dari aktivitas proteolitik. Menurut Vastag
et al. (2010), derajat hidrolisis dipengaruhi oleh kondisi hidrolisi seperti
perbandingan enzim dan substrat, suhu, dan waktu hidrolisis. Reaksi hidrolisis
enzimatik menggunakan pepsin dapat dilihat pada Gambar 17.
57
Gambar 17. Representasi skematik kompleks enzim-substrat dengan 5 situs
pengikatan. Posisi ikatan peptida pada substrat dihitung dari kiri ke
kanan di mana pemutusan terjadi pada ikatan P1-P1’.
Tingginya derajat hidrolisis menunjukkan bahwa hampir separuh jumlah
protein pada susu kedelai terhidrolisis selama proses enzimatis. Menurut
Hernandez (2011), besarnya nilai DH menunjukkan tingkat kemudahan protein
tersebut terhidrolisis di mana semakin besar nilai DH semakin mudah protein
tersebut terhidrolisis. DH juga berkaitan dengan jumlah asam amino bebas atau
jumlah protein terlarut. Tinggi rendahnya derajat hidrolisis sangat ditentukan oleh
lamanya waktu inkubasi dan konsentrasi enzim yang digunakan. Konsentrasi
enzim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan tingkat
degradasi enzim proteolitik. Pada proses hidrolisis dengan menggunakan enzim
Situs Hidrolisis
Polipeptida Fragmen Polipeptida
R dan R’ = Leu, Phe, dan Thr (disukai) ; juga menghidrolisis ester
58
proteolitik, substrat protein akan diubah menjadi produk hidrolisat berupa
senyawa oligopeptida dengan ukuran dan bobot molekul yang lebih rendah.
4.4. Aktivitas Inhibisi ACE
ACE memiliki regulasi dalam tekanan darah pada tubuh manusia melalui
cara pembentukan Angiotensin II. Pencegahan ACE dalam pembentukan
Angiotensin II dapat dilakukan dengan mengahmbat sisi aktif ACE.
Penghambatan sisi aktif ACE dapat dilakukan dengan peptida biokatif. Peptida
bioaktif nantinya akan berikatin dengan sisi aktif ACE sehingga mencegah
angiotensin I berikatn dengan sisi aktif tersebut.
Hasil pengukuran aktivitas inhibisi ACE oleh ACE inhibitor dapat dilihat
pada Gambar 17. Aktvitas inhibisi terbesar didapatkan pada susu kedelai dengan
waktu hidrolisis 24 jam sebesar 79,31%. Kaptopril digunakan sebagai kontrol
dengan persen inhibisi sebesar 90%. Kaptropil adalah obat antihipertensi yang
menghambat pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II dengan mengikat
sisi aktif dari ACE. Kaptropil memiliki afinitas yang tinggi terhadap ACE dan
berkompetisi secara kompetitif dengan substrat untuk mencegah terbentuknya
angiotensin II (Rui et al., 2013).
59
Gambar 18. Aktifitas Inhibisi ACE Hidrolisat Susu Kedelai
Berdasarkan penelitian susu kedelai dengan waktu hidrolisis 24 jam yang
dihasilkan pada penelitian ini memiliki aktivitas ACE inhibitor paling tinggi yaitu
sebesar 79,31%. Peningkatan aktivitas yang cukup tinggi pada susu kedelai
berasal dari peptida-peptida yang dihasilkan selama hidrolisis oleh enzim pepsin.
Peptida yang dihasilkan pada proses hidrolisis memiliki afinitas yang kuat
dengan sisi aktif ACE. Kondisi ini akan mengganggu aktivitas katalitik enzim
sehingga aktivitas ACE terhambat dalam menghidrolisis substrat hippuril-histidil-
leusin (HHL) pada uji secara in vitro (Ryan et al., 2011).
Studi literatur menunjukkan bahwa peptida yang berasal dari protein
pangan adalah senyawa bioaktif yang aktivitasnya masih laten ketika berada di
dalam protein asalnya. Proses fermentasi ataupun proses pencernaan
menyebabkan peptida tersebut lepas dari protein asalnya. Apabila protein tersebut
dikonsumsi akan memberikan fungsi fisiologis bagi tubuh manusia, salah satu
adalah aktivitas antihipertensi yang didapat ditunjukkan dengan aktivitas ACE
inhibitor (Ryan et al., 2011). Studi in vivo pada manusia menunjukkan bahwa
peptida ACE inhibitor asal makanan tidak menyebabkan efek hipotensif yang
24
58,33
64,28
27,41
52,17
90
0
20
40
60
80
100
120
0 1 4 6 16 24 captopril
% in
hib
isi A
CE
waktu Hidrolisis (jam)
79,31
60
akut. Oleh karena itu peptida ACE inhibitor dapat diaplikasikan dalam
pengobatan awal individu penderita hipertensi ringan atau sebagai suplemen
(Jang dan Lee, 2005 ; Norris dan Fitzgerald, 2012).
61
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Hidrolisis protein susu kedelai dengan enzim pepsin menghasilkan
fragmen peptide bioaktif dengan aktifitas antihipertensi tertinggi (79,31%)
pada waktu hidrolisis 24 jam.
2. Fragmen peptida bioaktif yang dihasilkan melalui hidrolisis enzimatik
memiliki bobot molekul pada kisaran < 10 kDa.
3. Aktifitas antihipertensi peptida bioaktif yang dihasilkan masih lebih
rendah dibandingkan dengan kontrol (captropil).
5.2. Saran
Perlu dilakukan optimasi hidrolisis lebih lanjut dengan perbandingan
enzim/substrat yang berbeda dan pengocokan yang lebih baik serta
menggunakan jenis enzim proteiolitik yang berbeda (papain dan bromelin).
Untuk memastikan potensi hidrolisat susu kedelai sebagai kandidat obat
antihipertensoi perlu dilakukan pengujian lebih lanjut secara in vivo.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, A., Saito T., Kitazawa, H. Kawai, Y. & Itoh. T. 1998. Structural
analysis of new antihypertensive peptides derived from cheese whey
protein by proteinase K digestion. J. Dairy Sci. 81:3131–3138.
Arihara, K. & Ohata, M. 2006. Functional Properties of Bioactive Peptides
Derived from meat Proteins. In Advanced Technologies for Meat
Processing; Toldra, F., Ed.; Springer: New York, NY, USA, pp. 245–
274.
Ariyoshi, Y. 1993. Angiotensin-converting enzyme inhibitors derived from
food proteins. Trends Food Sci. Technol. 4:139–144.
Brown NJ, Vaughan DE. 1998. Angiotensin-converting enzyme inhibitions.
Circulation, 97:1411–20.
Cahyadi. W. (2007).,Kedelai Kasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Chabance B., Marteau P., Rambaud J.C., Migliore-SamourD., Boynard M.,
Perrotin P., Guillet R., Jollès P., Fiat A.M., 1998. Casein peptide release
and passage to the blood in humans during digestion of milk or yoghurt.
Chobanian, AV. Bakris, GL. Black, HR. Cushman, WC. Green, LA. Izzo, JL.
Jr, Jones, DW. Barry JM., Oparil, S, Jackson TW., Roccella, EJ. 2003.
Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention,
Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure, JNC 7,
DOI: 10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2, Downloaded from
http://hyper.ahajournals.org/ by guest on November 17, 2015.
Chiba H & Yoshikawa M. 1991. Bioactive peptides derived from food
proteins. Kagaku to Seibutsu 29, 454±458.
Cushman, D.W., Cheung, H.S., Sabo, E.F. and Ondetti, M.A. 1977. Design of
potent competitive inhibitors of angiotensin-converting
enzyme.Carboxyalkanoyl and mercaptoalkanoyl amino
acids.Biochemistry, 16, 5484–5491.
63
Drumm, T.D., Gray, J.I. and Hosfield, G.L. (1990).Variability in the
saccharide, protein, phenolic acidand saponin contents for cancer
prevention. Fruits andVegetables. American Chemical Society,
Washington,DC, 353–360.
Dziuba M., Darewicz M., 2007. Food proteins as precursorsof bioactive
peptides – division into families.Food Sci.Technol. Int. 13, 393-404
Expósito I.L., Recio I., 2006.Antibacterial activity of peptides and folding
variants from milk proteins.Int. Dairy J. 16, 1294-1305.
Farrell HM, Jimenez-Flores R, Bleck GT, Brown EM, Butler JE, Creamer LK,
Hicks CL, Hollar CM, Ng-Kwai-Hang KF, Swaisgood HE. 2004.
Nomenclature of the proteins of cows' milk--sixth revision,J Dairy Sci.
Jun;87(6):1641-74.
Ferranti P., Traisci M.V., Picariello G., Nasi A., Boschi V.,Siervo M., Falconi
C., Chianese L., Addeo F., 2004. Casein proteolysis in human milk:
tracing the pattern ofcasein breakdown and the formation of potential
bioactivepeptides. J. Dairy Res. 71, 74-87.Biochimie 80, 155-165
FitzGerald, R. J., B. A. Murray, & D. J. Walsh. 2004. Hypotensive peptides
from milk proteins. J. Nutr. 134:980S–988S.
Geerlings A., Viliar I.C., Zarco F.H., Sanchez M., Vera R., Gomez A.Z. 2006.
Identification and Characterization of Novel Angiotensin-Converting
Enzyme Inhibitors Obtained from Goat Milk. J. Dairy Sci. 89: 3326-
3335.
Huang W.Y, Davidge S.T, Wu J. (2012).Bioactive natural constituents from
food sources – potential use inhypertension prevention and treatment.
Crit Rev Food Sci Nutr. 53:615–630.
Ikawati, Z., Jumiani,S. dan Putu,I.D.P.S., 2008. Kajian Keamanan Pemakaian
Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DR. Sardjito.
Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1:30-41.
Ishiguro K, Sameshima Y, Kume T, Ikeda KI, Matsumoto J, et al. 2012.
Hypotensive effect of a sweetpotato protein digest in spontaneously
64
hypertensive rats and purification of angiotensin I-converting enzyme
inhibitory peptides. Food Chemistry 131(3): 774-779.
Jang JH, Jeong SC, Kim JH, Lee YH, Ju YC. 2011. Characterisation of a new
antihypertensive angiotensin I-converting enzyme inhibitory peptide
from Pleurotus cornucopiae. Food Chemistry 127(2): 412-418.
Jinapong, N., Suphantharika, M. and Jamnong, P. (2008).Production of instant
Soymilk powdersby ultrafiltration, spray drying and fluidized bed
agglomeration. Journal of Food Engineering 84: 194–205.
Kang MG, Kim YH, Bolormaa Z, Kim MK, Seo GK, 2013. Characterization
of an Antihypertensive Angiotensin I-Converting Enzyme Inhibitory
Peptide from the Edible Mushroom Hypsizygus marmoreus.Biomed Res
Int 283964.
Kim, E.K.; Lee, S.J.; Jeon, B.T.; Moon, S.H.; Kim, B.; Park, T.K.; Han, J.S.;
Park, P.J. 2009. Purification and characterisation of antioxidative
peptides from enzymatic hydrolysates of venison protein. Food Chem.
114, 1365–1370.
Korhonen H., Pihlanto A., 2006. Bioactive peptides: Production and
functionality. Int. Dairy J. 16, 945-960.
Koswara, S. 2006. Susu Kedelai Tak Kalah Dengan Susu Sapi. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the
head of bacteriophage T4. Nature227 (5259): 680–685.
Lee K. J., Kim S. B., Ryu J. S., Shin H. S. & Lim J. W. 2004. Separation and
Purification of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitory Peptides
Derived from Goat’s Milk Casein Hydrolysates.Asian-Aust. J. Anim. Sci.
Vol 18, No. 5 : 741-746
Lopez-Fandino, R.; Otte, J.; van Camp, J. 2006.Physiological, chemical and
technological aspects of milk-protein-derived peptides with
antihypertensive and ACE-inhibitory activity.Int. Dairy J.16, 1277–1293.
Maeno, M., N. Yamamoto, and T. Takano. 1996. Identification of an
antihypertensive peptide from casein hydrolysate produced by a
65
proteinase from Lactobacillus helveticus CP790. J. Dairy Sci. 79:1316–
1321.
Matsui, T.; Matsumoto, K.; Mahmud, T.H.K.; Arjumand, A. Antihypertensive
peptides from natural resources. In Advances in Phytomedicine; Elsevier:
Oxford, UK, 2006; Volume 2, pp. 255–271.
Meisel H., Frister H., 1989. Chemical characterization of bioactive peptides
from in vivo digests of casein. J. Dairy Res. 56, 343-349.
Mizuno S, Matsuura K, Gotou T, Nishimura S, Kajimoto O. 2005.
Antihypertensive effect of casein hydrolysate in a placebo-controlled
study in subjects with high-normal blood pressure and mild hypertension.
Br J Nutr 94(1): 84-91.
Mils S., Ross R.P., Hill C., Fitzgerald G.F., Stanton C., 2011.Milk
intelligence: Mining milk for bioactive substancesassociated with human
Heath. Int. Dairy J. 21, 377-401.
Muchtadi, T. R. & Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Mullally MM, Meisel H & FitzGerald RJ.1996. Synthetic peptides
corresponding to a-lactalbumin and b-lactoglobulin sequences with
angiotensin-I-converting enzyme inhibitory activity.Biological
Chemistry Hoppe-Seyler 377, 259±260.
Mullally MM, Meisel H & FitzGerald RJ. 1997. Identification of a novel
angiotensin-I-converting enzyme inhibitory peptide corresponding to a
tryptic digest of bovine b-lactoglobulin. FEBS Letters 402, 99±101.
Murakami, H., Asakawa, T., Terao, J. and Matsushita, S. (1984). Antioxidative
stability of tempeh and liberationof isoflavones by of four market
classesof ediblebeans. Journal of Science Food and Agriculture 51:285–
297.
Nakamura Y, Yamamoto N, Sakai K, Takano T. 1995a. Antihypertensive
effects of sour milk and peptides isolated from it that are inhibitors to
angiotensin I-converting enzyme. J Dairy Sci 78(6): 1253-1257.
66
Nakamura, Y., N. Yamamoto, K. Sakai, A. Okubo, S. Yamazaki, and T.
Takano.1995b. Purification and characterization of angiotensin I-
converting enzyme inhibitors from sour milk.J. Dairy Sci. 78:777–783.
Parmley, W. 1998.Evolution of Angiotensin-converting enzyme inhibition in
hypertension, heart failure, and vascular protection, American Journal of
Medicine, 105, 27S-31S.
Phelan M., Aherne A., FitzGerald R.J., O’Brien N.M., 2009.Casein-derived
bioactive peptides: Biological effects,industrial uses, safety aspects and
regulatory status. Int.Dairy J. 19, 643-654.
Philanto-LeppaÈlaÈ A, Rokka T & Korhonen H. 1998. Angiotensin I
converting enzyme inhibitory peptides derived from bovine milk
proteins. International Dairy Journal, 8, 325±331.
Pihlanto-Leppala, A., P. Koskinen, K. Piilola, T. Tupasela, and H. Korhonen.
2000. Angiotensin I-converting enzyme inhibitory properties of whey
protein digests: Concentration and characterization of active peptides. J.
Dairy Res. 67:53–64.
Pihlanto-Leppälä, A., P. Koskinen, K. Piilola, T. Tupasela and H.Korhonen.
2002. Angiotensin-I converting enzyme inhibitory properties of whey
protein digests: Concentration and characterization of active peptides. J.
Dairy Res. 67:53.
Saseen, J.J. dan Maclaughlin, E.J., 2008, Hypertension dalam Dipiro, J.T.,
Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. dan Posey, L.M.,
(Eds.), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Seventh Ed,.
139-168, Mc Graw Hill, New York
Scalbert A, Johnson IT, Saltmarsh M (2005)Polyphenols: antioxidants and
beyond. Am J Clin Nutr. 81:215S–217S.
Seppo L, Jauhiainen T, Poussa T, Korpela R. 2003. A fermented milk high in
bioactive peptides has a blood pressure-lowering effect in hypertensive
subjects. Am J Clin Nutr 77: 326-330.
Sharma, S. Singh, R. Rana, S. 2011, Bioactive Peptides: A Review. Int. J.
Bioautomation, 15 (4), 223-250
67
Shimizu M., 2004. Food derived peptides and intestinal functions. BioFactors
21, 43-47.
Subrota, H., Shilpa, V, Brij, S., Vandna, K. and Surajit, M.
(2013).Antioxidative activity and polyphenol content in fermented soy
milk supplemented with WPC-70 by probiotic Lactobacilli. Int Food
Research Journal. 20(5): 2125-2131.
Thananunkul, D., Tanaka, M., Chichester, C.O. and Lee,T.C.(1976).
Degradation of raffinose and stachyose insoybean milk and storage of
cultured soy milk drink.Food Microbiology 19: 501–508.
Vasdev, S. dan Stuckless, J. (2010). Antihypertensive Effects of Dietary
Protein and Its Mechanism. International Journal Angiol. 1(19). pp, 7–
20.
Vermeirssen V., Van Camp J., Verstraete W., 2004.Bioavailability of
angiotensin-I-converting enzyme inhibitorpeptides. Br. J. Nutr. 92, 357-
366.
Yamamoto N. 1997. Antihipertensive peptide derived from food proteins.
Biopoly43 : 129-134.
Yamamoto N, Maeno M, Takano T. 1999. Purification and characterization of
an antihypertensive peptide from a yogurt-like product fermented by
Lactobacillus helveticus CPN4. J Dairy Sci 82(7): 1388-1393.
Yamasaki Y., Maekawa K., 1978. A peptide with delicious taste.Agric. Biol.
Chem. 42, 1761-1765.
Zuraidah, M. Apriliadi, N. 2012. Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi
Pada Masyarakat di kecamatan Kemuning Kota Palembang, Laporan
Penelitian, Prodi keperawatan, Politeknik Kesehatan Palembang.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Protein Total
Sampel Ulangan
Volume (mL) Sampel
(mg)
Kadar
Protein
(%bb) Awal Akhir Terpakai Sampel
1 0,0 0,60 0,60 0,60 506,2 2,562
2 0,0 0,55 0,55 0,55 508,5 2,33
Contoh Perhitungan Kadar Protein Susu Kedelai
Diketahui : Volume blanko : 0,00 mL
N HCl : 0,0671 N
Faktor konversi Nitrogen : 5,75
%N = (mL HCl sampel – mL HCl blanko) x Ar N x FP x 100 / mg sampel
= (0,60 – 0,0 ) x 14,007 x 4 x 100 / 506,2
= 0,4456 %
Kadar Protein = %N x Faktor Konversi
= 0,4456 % x 5,75
= 2,562 %
69
Lampiran 2. Hasil Analisis Derajat Hidrolisis
Waktu
(jam)
Konsentrasi (ppm) DH
(%) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis
0 562,89 147,35 26,17
1 693,23 192,36 27,74
4 534,00 283,15 53,02
6 460,61 232,23 50,41
16 785,05 283,47 36,10
24 621,18 242,83 39,05
Contoh perhitungan Derajat Hidrolisis (%DH)
% DH = Protein terlarut TCA 100% / Protein total sample x 100%
= Protein Sesudah Hidrolisis / Protein sebelum hidrolisis x 100
= 192,36 / 693,23 x 100%
= 27,74 %
70
Lampiran 3. Hasil Uji Aktivitas Antihipertensi
Waktu
(jam)
Absorbansi
Sampel
Absorbansi
Blanko
Absorbansi
Kontrol
% inhibisi
0 0,027 0,008 24
1 0,019 0,009 58,33
4 0,015 0,005 0,033 64,28
6 0,024 0,002 27,41
16 0,021 0,010 52,17
24 0,010 0,004 79,31
Contoh perhitungan %inhibisi 0 jam
%inhibisi = (absorbansi kontrol – absorbansi sample) x 100%
(absorbansi kontrol – absorbansi blanko)
= (0,033 – 0,027) x 100%
(0,0333 – 0,008)
= 24 %
71
Lampiran 4. Reagen uji ACE
1. Buffer borat pH 8,3 takaran 100 ml (50 mM natrium borat dan 200 mM
asam borat)
Na-borat 50 mM = 0,05 M
M =
0,05 M =
g Na-borat = 1,91 g
Asam borat 200 mM = 0,2 M
M =
0,2 M =
g Na-borat = 1,24 g
1,91 g Na-borat + 50 mL aquadest diaduk lalu ditambah 1,24 g asam borat lalu
ditambahkan aquadest sampai volume tepat 100 mL
2. Substrat (HHL dan NaCl dalam Buffer Borat 10 ml)
HHL 7,6 mM dalam 5 mL buffer borat
M =
0,0076 M =
g HHL = 0,016319 g = 16,32 mg
NaCl 608 mM dalam 5 ml buffer borat
M =
0,608 M =
g NaCl = 0,17784 g = 177,84 mg
16,32 mg HHl + 177,84 mg NaCl dilarutkan dalam 10 mL buffer borat dingin lalu
distirer
72
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Deni Kurnia Putera
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 November 1992
NIM : 1111096000040
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Alamat Rumah : Perumahan Benda Baru, Jalan Bintan Blok E 23
No. 05 Rt 005/017 , Kelurahan Benda Baru,
Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan
Telp/HP. : 0858-1343-1033
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Taman Kanak-kanak : TK Putra Indonesia 5 Lulus tahun 1999
Sekolah Dasar : SDN Serua 06 Lulus tahun 2005
Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 2 Pamulang Lulus tahun 2008
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Tangerang Selatan Lulus tahun 20011
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk tahun
2011
PENDIDIKAN NON FORMAL
Kursus/Pelatihan
1. -
73
PENGALAMAN ORGANISASI :
1. Himpunan Mahasiswa Kimia Jabatan staf ahli SEKBID Seni dan Musik
Tahun 2012 sd 2013
2. Himpunan Mahasiswa Kimia Jabatan KABID Internal Tahun 2013 sd 2014
3. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Sains dan
Teknologi Jabatan KABID Kewirausahaan Tahun 2013 sd 2014
4. Ikatan Remaja Masjid Nurul Iman Benda Baru Jabatan Wakil Ketua Tahun
2014 sd 2017
5. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kecamatan Pamulang Jabatan
Anggota Tahun 2016 - 2017
6. Karang Taruna RW 017 Benda Baru Jabatan Ketua Umum Tahun 2017 sd
2020
PENGALAMAN KERJA
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : PT. PLN Puslitbang/2014
2. Kuliah Kerja Nyata (KKN) : Bogor/2014
3. Owner dan CEO : INISABLON Screen Printing and Apparel
SEMINAR/LOKAKARYA
1. Seminar Nasional Biokimia Mei/2014, Sertifikat Panitia (ada)
*Keterangan Tambahan : -