PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C
DAN ß-KAROTEN
RIKA YULIANTI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRACT
RIKA YULIANTI. Making Jelly Drink from Kelor Leaves (Moringa oleifera Lamk.) as Vitamin C and ß-Carotene Source. Under direction of HIDAYAT SYARIEF and EDDY SETYO MUDJAJANTO. Moringa oleifera leaves are highly nutritious, being a significant source of ß-carotene, vitamin C, protein, iron, and potassium. It has been used successfully to combat malnutrition among infant and women of childbearing age. The leaves are cooked and used like spinach. In Indonesia it hasn’t used maximally, so it is can processed become various food, among jelly drink. Jelly drinks have been known for a long time, and many people like it. The research was started from February to July in IPB, Bogor. The experiment used completely randomized design, with two replication. The factor is extraction replication (once, two and three times replication). The result indicates that first replication of extraction is the best formula, because it has the best acceptance from the panelist. The extraction replication doesn’t influence to pH, water content, vitamin C content, insoluble dietary fiber, soluble dietary fiber and dietary fiber. Keywords : kelor leaves, jelly drink, vitamin C.
RINGKASAN
RIKA YULIANTI. A54104031. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor sebagai Sumber Vitamin C dan ß-Karoten. Dibawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor sebagai sumber ß-karoten dan vitamin C. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor dan menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor, 2) mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan sifat kimia minuman jeli daun kelor, 3) menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor terbaik 4) mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap daya terima, sifat fisik, sifat kimia dan sifat mikrobiologis minuman jeli daun kelor. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan minuman jeli, penentuan perbandingan daun kelor dan air dalam pembuatan ekstrak daun kelor serta penentuan formula minuman jeli daun kelor. Penelitian lanjutan terdiri dari analisis sifat kimia (kadar air, pH, total gula, vitamin C dan serat makanan) minuman jeli daun kelor, uji organoleptik, penentusn produk terbaik, menganalisis kadar ß-karoten minuman jeli terbaik, dan menganalisis sifat fisik, sifat kimia, sifat mikrobiologis serta daya terima minuman jeli selama penyimpanan. Analisis ß-karoten dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sifat kimia minuman jeli yang dianalisis selama penyimpanan meliputi kadar air, pH, aktivitas air (aw), total gula, dan vitamin C, sedangkan sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Analisis mikroba dilakukan dengan metode TPC (Total Plate Count). Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 11.5 for Windows, dan SAS 6.12.
Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit; penambahan perisa, pewarna dan natrium benzoat; pewadahan dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor adalah 0,35% jelly powder, 0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna dan 0,1% natrium benzoat. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor berkisar antara 12-92%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli berkisar antara 36-44%, sementara persen penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli berkisar antara 76-96%. Persen penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli berkisar antara 56-84%. Persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 64-88%. Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor. Kadar air minuman jeli daun kelor yang dihasilkan berkisar antara 87,22-88,40%. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º-11,90ºBrix. Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,78-40,64 mg/100g bahan. Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,23-0,27 g/100g bahan, sedangkan kadar serat tidak larut berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total
sebesar 0,62-0,66 g/100g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat makanan total, serat makanan tidak larut, serat makanan larut dan vitamin C minuman jeli daun kelor.
Berdasarkan persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor, minuman jeli dengan ulangan ekstraksi satu kali terpilih sebagai produk terbaik. Minuman jeli daun kelor terbaik mengandung ß-karoten sebanyak 0,17 mg/ 100 g bahan.
Hasil uji organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan menunjukan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna berkisar antara 60-66-67%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma berkisar antara 33,33-67%. Persen penerimaan panelis terhadap tekstur berkisar antara 66,67-73,33% sementara persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 53,33-73,33%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor.
Selama penyimpanan minuman jeli daun kelor memiliki kadar air berkisar antara 87,16-87,65%, nilai pH berkisar antara 5,95-6,1, aktifitas air (aw) berkisar antara 0,940-0,956, kadar vitamin C berkisar antara 15,08-33,27 mg/100g bahan. Total gula minuman jeli daun kelor selama penyimpanan tidak berubah, yaitu sebesar 11,15ºBrix. Sidik ragam menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, aw, total gula dan vitamin C minuman jeli daun kelor.
Viskositas minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1090-1620 cp. Viskositas mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap viskositas minuman jeli. Sineresis minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1,20-13,80%, lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis minuman jeli. Total mikroba minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara <25 koloni/ml sampai 7,3 x 101 koloni/ml, lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor
PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C
DAN ß-KAROTEN
RIKA YULIANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber Vitamin C dan ß-Karoten
Nama Mahasiswa : Rika Yulianti
Nomor Pokok : A 54104031
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief,MS Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP. 130516871 NIP.131760849
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP.131124019
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga proses penelitian dan
penulisan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS serta Ir. Eddy. Setyo Mudjajanto, selaku
Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak sekali bimbingan dan
arahan selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS, selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen
Penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan
tugas akhir ini.
3. Mamah, Papah, Kakak, serta segenap keluarga tercinta atas segala doa,
dukungan dan kasih sayang.
4. Pak Mashudi, Bu Rizky, Bu Nina, dan Bu Titi atas bantuan, masukan dan
saran selama penelitian, Kak Sigit GMSK 35, Bu Rubiah, Mba Ari atas semua
bantuan dan kerjasama dalam penyelesaian tugas akhir ini.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi GMSK yang telah membantu
kelancaran perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
6. Teman-teman sesama penelitian di lab: Rizka, Dewi K, Devita, Aqsa, Edo,
Achi, Daru, Pak Dian, Mba Indah, Mba Nita dan Mba Tintin atas bantuan dan
kebersamaan selama penelitian di lab.
7. Sahabat-sahabatku: Prita, Devi, Ida, Heni, Ima, Suci, Kiki dan teman-teman
GMSK 41 yang telah memberikan semangat, bantuan dan kebersamaan
selama empat tahun ini.
8. Kepada semua pihak yang telah memberikan kritik, saran, bimbingan, dan
bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Juli 1986 sebagai anak ke
tiga dari tiga bersaudara, dari Ayah bernama H. Abdul Malik dan Ibu bernama
Yeti Suryati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991-1992 di TK Pertiwi I
Bogor, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Panaragan III Bogor (1992-1998).
Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 6 Bogor, dan tahun
2001-2004 penulis melanjutkan ke SMU Negeri 5 Bogor.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2008 penulis mengikuti Pekan
Kreativitas Mahasiswa bidang ilmiah (PKMI) dengan judul “Survei Ketahanan
Pangan dengan Metode Kualitatif di Kelurahan Sukadamai Kecamatan Tanah
Sareal Kota Bogor”.dan berhasil didanai oleh DIKTI. Untuk menyelesaikan studi
di Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul
“Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber
vitamin C dan ß-Karoten”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................. 2
Kegunaan ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Daun kelor .......................................................................................... 3
Sejarah dan Pemanfaatan ....................................................... 3 Energi dan zat gizi ................................................................... 4
ß-Karoten............................................................................................. 5
Vitamin C ............................................................................................. 8
Jelly Drink ............................................................................................ 9
Karagenan ........................................................................................... 10
Sukrosa .............................................................................................. 11
Kalium Sitrat ....................................................................................... 12
Perisa .................................................................................................. 12
Pewarna .............................................................................................. 12
Natrium Benzoat.................................................................................. 13
Organoleptik ........................................................................................ 13 BAHAN DAN METODE ................................................................................ 15
Waktu dan Tempat .............................................................................. 15
Bahan dan Alat .................................................................................... 15
Metode................................................................................................. 15 Penelitian Pendahuluan .......................................................... 15 Penelitian Lanjutan.................................................................. 20
Pengolahan dan Analisis Data............................................................ 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 25
Penelitian Pendahuluan ...................................................................... 25 Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor .................................... 25 Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air ....................... 27 Formulasi Minuman Jeli daun kelor ........................................ 28
Penelitian Lanjutan.............................................................................. 31 Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor ........................ 31 Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor ..................................... 37 Penentuan Produk Terbaik ..................................................... 43 Kadar ß-karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor ................. 44 Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli Di Pasaran.......................................... 45 Mutu Organoleptik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ....... 45 Sifat Fisik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ................... 49 Sifat Kimia Minuman Jeli Selama Penyimpanan .................... 51 Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Selama Penyimpanan........ 55
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 58
Kesimpulan.......................................................................................... 58 Saran ................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
LAMPIRAN ................................................................................................... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g berat basah .... 4
2 SNI Jeli Agar ....................................................................................... 10
3 Formula tekstur minuman jeli ............................................................. 19
4 Nilai absorbansi ekstrak daun kelor .................................................... 27
5 Komposisi minuman jeli daun kelor .................................................... 30
6 Karakteristik minuman jeli daun kelor dibandingkan dengan minuman jeli di pasaran ...................................................................... 45
7 Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan .......................................................................... 46
8 Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan .................. 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daun dan pohon kelor ......................................................................... 3
2 Pembuatan minuman jeli daun kelor .................................................. 16
3 Diagram alir penelitian pendahuluan dan lanjutan ............................. 22
4 Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan ............................................ 31
5 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 32
6 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 33
7 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 34
8 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 35
9 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 36
10 Kadar air minuman jeli daun kelor ...................................................... 37
11 Nilai pH minuman jeli daun kelor ........................................................ 38
12 Nilai total gula minuman jeli daun kelor ............................................. 39
13 Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor ........................................... 40
14 Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor .......................... 41
15 Kadar serat makanan tidak larut minuman jeli daun kelor ................. 42
16 Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor .......................... 43
17 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 46
18 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 47
19 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 48
20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 48
21 Viskositas minuman jeli selama penyimpanan ................................... 49
22 Sineresis minuman jeli selama penyimpanan ................................... 50
23 Kadar air minuman jeli selama penyimpanan .................................... 52
24 Nilai pH minuman jeli selama penyimpanan....................................... 53
25 Nilai aw minuman jeli selama penyimpanan....................................... 54
26 Nilai total gula minuman jeli selama penyimpanan ............................ 54
27 Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan ......................... 55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner organoleptik minuman jeli daun kelor................................... 63
2 Kuesioner organoleptik minuman jeli selama penyimpanan ................. 64
3 Prosedur analisis sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis minuman jeli ...... 65
4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli ........................... 70
5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli .......................... 70
6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli .......................... 70
7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli.............................. 71
8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman ............ 71
9 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor ............................. 71
10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli......................................................... 71
11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli .............................................. 72
12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli .............................................. 72
13 Hasil sidik ragam serat makanan larut minuman jeli ............................. 72
14 Hasil sidik ragam serat makanan tidak larut minuman jeli .................... 72
15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli ............................. 72
16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73
17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73
18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73
19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli ..... selama penyimpanan ............................................................................. 74
20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli selama penyimpanan.......... 74
21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli selama penyimpanan ........... 74
22 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli selama penyimpanan ........... 75
23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli selama penyimpanan..................... 75
24 Hasil sidik ragam nilai aw minuman jeli selama penyimpanan ............. 75
25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli selama penyimpanan .......... 75
26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli selama penyimpanan .... 76
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk) merupakan tanaman khas
daerah tropis yang juga mudah tumbuh. Di Indonesia tanaman kelor sudah
banyak dijumpai di Aceh, Kalimantan, Ujung Pandang dan Kupang. Di luar
negeri, tanaman kelor sudah menyebar di daerah Afrika dan seluruh As ia yang
sebagian besar memiliki iklim tropis seperti di Indonesia.
Pohon kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah
pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di
Indonesia pohon kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di
sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai tanaman penghijau. Selain
itu tanaman kelor juga dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat dengan
memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang,
biji, hingga akarnya (Simbolan, Mangatur & Nelly 2007). Daun kelor dikonsumsi
sebagai sayuran dengan rasa yang khas, yang memiliki rasa langu dan juga
digunakan untuk pakan ternak karena dapat meningkatkan perkembangbiakan
ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obat-
obatan dan penjernih air (Anonim 2004).
Di dunia internasional budidaya daun kelor merupakan suatu program
yang sedang digalakan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor,
diantaranya The Miracle Tree, Tree for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut
muncul karena bagian pohon kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit
batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. Tanaman kelor mampu
hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan
terhadap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakan (Simbolan et al. 2007)
Potensi yang terkandung dalam daun kelor diantaranya adalah tinggi
kandungan protein, ß-karoten, vitamin C, mineral terutama zat besi dan kalsium.
Menurut Fuglie (2001), di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai
suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa
pertumbuhan. Produk-produk yang berasal dari daun kelor yang kini sudah
beredar di pasaran diantaranya; teh moringa, minyak, sayuran kaleng dan
minuman suplemen moringa (Anonim 2007).
Daun kelor yang mempunyai potensi zat gizi seharusnya dapat
dimanfaatkan menjadi berbagai produk pangan olahan, diantaranya minuman
jeli. Minuman jeli merupakan minuman ringan berbentuk gel, umumnya minuman
jeli memiliki sifat elastis namun konsistensinya atau kekuatan gelnya lebih lemah
bila dibandingkan jeli agar. Minuman jeli diharapkan menjadi alternatif minuman
sari buah yang dapat mengatasi kestabilan sari buah karena minuman ini
memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari pengendapan, tetapi mudah
diminum. Keunggulan dari minuman jeli yaitu bukan hanya sekedar minuman,
tapi sekaligus dapat dipakai untuk menunda rasa lapar. Keunggulan lain dari
produk minuman jeli adalah adanya kandungan vitamin dan serat alami yang
berguna bagi metabolisme tubuh (Pranajaya 2007). Minuman jeli cocok
digunakan untuk meningkatkan nilai tambah daun kelor karena merupakan
minuman ringan yang banyak digemari oleh masyarakat, mudah dibawa atau
dikirim dan juga mempunyai biaya pembuatan yang murah, baik diproduksi pada
skala kecil maupun industri.
Tujuan
Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli
daun kelor sebagai sumber vitamin C dan ß-karoten.
Tujuan khusus
1. Mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor dan
menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor.
2. Mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan
sifat kimia minuman jeli daun kelor.
3. Menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli
daun kelor terbaik.
4. Mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik,
mikrobiologis dan daya terima minuman jeli daun kelor.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pemanfaatan daun kelor yang dapat dikembangkan menjadi produk
minuman jeli. Produk ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif
produk pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk)
Sejarah dan Pemanfaatan
Pohon kelor sejak zaman dahulu telah tersebar di banyak tempat di dunia
dan di Indonesia. Daun kelor secara luas telah digunakan sebagai bahan
konsumsi makanan manusia, produk-produk farmasi, penjernihan air dan
makanan hewan. Di Afrika dan Asia, daun kelor direkomendasikan sebagai
suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa
pertumbuhan (Fuglie 2001). Khasiat daun kelor yang lain adalah sebagai obat
sakit kuning, obat sakit mata, obat haid yang tidak teratur, obat pusing, obat
sesak nafas, ekspektoran (obat yang dapat memudahkan pengeluaran dahak
atau getah radang dari paru-paru), encok, obat mual dan penguat tubuh atau
tonik (Anonim 2004).
Gambar 1 Daun dan Pohon Kelor
Nama umum dari tanaman ini adalah kelor, beberapa nama sebutan di
daerah-daerah tertentu seperti Kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru),
Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano
(Sumba), Ongge (Bima) dan Hao fo (Timor). Kelor termasuk jenis tumbuhan
perdu dengan tinggi pohon dapat mencapai 8 m. Pohon kelor tidak terlalu besar,
batang kayunya getas dan cabangnya jarang. Daun kelor berbentuk bulat,
berukuran 2-6 cm dan bersusun majemuk dalam satu tangkai (Anonim 2004).
Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam daun kelor, saat ini daun
kelor banyak dikonsumsi manusia hampir di seluruh dunia. Menurut Ghasi,
Nwobodo & Ofili (1999), daun kelor di India digunakan untuk mengobati manusia
yang mengidap penyakit jantung dan kegemukan hal ini didasarkan dari
kemampuan daun kelor yang dapat mereduksi efek dari kolesterol. Selain itu
daun kelor juga dimanfaatkan oleh anak-anak di India karena memiliki
kandungan ß-karoten untuk mencegah defisiensi vitamin A. Daun kelor di
Nigeria dikonsumsi sebagai sayur-sayuran dan tidak pernah dilaporkan
menimbulkan efek pada manusia yang mengkonsumsinya. Daun kelor yang
muda biasa dimasak dan dimakan seperti bayam atau digunakan untuk membuat
sup dan salad (Foild, Makkar & Becker 2007)
Di Indonesia daun kelor dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang
khas, yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena
dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain
dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obat-obatan dan penjernih air (Anonim
2004).
Energi dan Zat Gizi Daun Kelor
Kandungan kimia yang dimiliki daun kelor antara lain asam amino yang
berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin,
lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan et al. 2007).
Selain itu daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium, kalsium,
magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, seng, dan
besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, vitamin C, mineral
terutama zat besi. Fuglie (2001) menyebutkan kandungan kimia daun kelor per
100 g adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g Komponen Komposisi Air 75 g Energi 92 Kal Protein 6.8 g Lemak 1.7 g Karbohidrat 12.5 g Serat 0.9 g Kalsium 440 mg Potasium 259 mg Fosfor 70 mg Besi 7 mg Zinc 0.16 mg ß-karoten 6.78 mg Tiamin (vitamin B1) 0.06 mg Riboflavin (vitamin B2) 0.05 mg Niacin (vitamin B3) 0.8 mg Vitamin C 220 mg
Sumber : Fuglie 2001
Senyawa antinutrisi yang banyak terkandung dalam daun kelor antara lain
saponin, tanin dan fenol. Saponin adalah glikosida dalam tanaman dan terdiri
atas gugus sapogenin (steroid; C27) atau triterpenoid (C30), gugus heksosa,
pentosa, atau asam uronat. Senyawa ini mempunyai rasa pahit dan berbusa bila
dilarutkan dalam air. Saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah,
dan sangat beracun terhadap hewan berdarah dingin, sedangkan terhadap
hewan berdarah panas daya toksisitasnya berbeda-beda (Winarno 1992).
Saponin pada daun kelor tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia
yang telah mengkonsumsinya. Menurut Duke (1983), saponin hadir dalam dua
bentuk yaitu steroid (C27) dan triterpenoids (C30) saponin yang terdapat dalam
daun kelor bersifat non hemolitik. Perlakuan panas dalam keadaan basah atau
pemisahan dengan ekstraksi alkohol dapat mengurangi saponin. Menurut Foild et
al. (2007) daun kelor segar mengandung 5% saponin sedangkan daun kelor
yang telah diekstraksi dengan alkohol mengandung saponin sebesar 0,2%.
Tanin banyak dijumpai di alam dan terdapat pada tiap-tiap bagian
tumbuhan khususnya tanaman di daerah tropis pada daun dan kulit kayu. Tanin
dapat menyebabkan rasa sepat karena saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan
silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut sehingga
menimbulkan perasaan kering dan berkerut (Jamriati 2008). Foild et al. (2007),
menambahkan bahwa kandungan tanin dalam daun kelor sebanyak 1.4%.
Fenol banyak terdapat dalam tanaman dan biasanya pada saat
diekstraksi dapat bersifat larut dalam alkohol. Kandungan fenol dalam daun kelor
segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar
1,6% (Foild et al. 2007).
ß-karoten
Vitamin A dalam diet manusia sebagian besar berasal dari vitamin A
retinol dan provitamin A karotenoid. Karoten merupakan sumber utama
provitamin A yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati terutama sayur-
sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Terdapat hubungan
langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau
daun tersebut semakin tinggi karotennya. Dalam tanaman terdapat beberapa
jenis karoten yang merupakan provitamin A. Jenis karoten yang paling banyak
ditemui adalah a, ß dan ?-karoten, mungkin juga kriptoxantin (Winarno 1992).
Diantara ketiga jenis karoten, ß-karoten merupakan provitamin A yang paling
potensial karena ekivalen dengan 2 mol vitamin A (Andarwulan & Koswara
1992).
Provitamin A lebih stabil dibandingkan dengan vitamin A selama
pengolahan pangan. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan karotenoid
dalam lokasi yang terhindar dari O2 dalam bahan pangan, misalnya dalam bentuk
dispersi koloid pada media lemak atau bentuk kompleks dengan protein
(Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang berasosiasi dengan lipid/protein
akan terlindungi dari oksidasi (Damayanthi, Marliyati, Syarief & Sukandar 1997).
Andarwulan dan Koswara (1992), melaporkan bahwa pada pemasakan
buncis segar atau buncis beku, sedikit atau tidak ada karotenoid yang rusak. Hal
ini juga terjadi pada wortel beku. Pengukusan menghasilkan kerusakan ß-karoten
yang lebih sedikit dibandingkan dengan perebusan. Pada pengukusan wortel
diperoleh retensi ß-karoten sebesar 91-93%, sedangkan pada pengukusan
bayam sebesar 98%. Pada perebusan wortel, ubi jalar, tomat, asparagus, kubis,
brokoli, kacang kapri dan sayuran lainnya retensi ß-karoten berkisar antara 84-
100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan 20 macam
makanan umumnya karoten sangat stabil. Sebagian proses pemasakan tersebut
dapat menahan jumlah karoten mendekati 100%. Provitamin A mempunyai sifat
yang mudah teroksidasi oleh udara karena karoten merupakan molekul organik
yang mempunyai ketidakjenuhan tinggi. Karoten akan rusak bila dipanaskan
pada suhu tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno
1992).
Damayanthi et al. (1997), menegaskan bahwa vitamin A dan ß-karoten
peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya ultraviolet dan dekomposisinya
dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan struktur ß-karoten dalam
pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi melalui berbagai jalur,
tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi, oksidasi kimiawi, oksidasi
yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan pengolahan (Andarwulan & Koswara
1992). Kerusakan provitamin A (ß-karoten) pada pemasakan atau pengawetan
bahan pangan tanpa adanya O2 hanya akan menyebabkan transformasi cis-trans
isomer ke bentuk neo-ß-karoten yang masih mempunyai aktivitas vitamin A
sebesar 38%. Jika terdapat O2, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan
dipacu oleh enzim dan cahaya (Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang
dipanaskan pada suhu 60°C mengalami isomerisasi cis-trans. Cis-isomer
mempunyai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dari trans-isomer. Secara
alamiah, karoten umumnya terdapat dalam bentuk trans-isomer tetapi juga ada
yang berbentuk cis-isomer (Klaui & Baurnfeid 1981)
Pengolahan pangan dengan pemanasan akan mempengaruhi kandungan
karoten pada sayuran. Lebih lanjut Bauernfeid (1981), menyatakan besar
kecilnya pengaruh pemanasan terhadap kandungan karoten sayuran dipengaruhi
oleh : (1) waktu dan temperatur pengolahan; (2) jumlah O2 yang tersedia selama
proses; (3) pH dari bahan yang diolah; (4) tersedianya logam-logam yang bersifat
katalis dan prooksidan yang terdapat dalam bahan yang diolah; (5) sinar
matahari dan (6) tersedianya antioksidan dalam bahan yang diolah.
Pemanasan dalam suasana asam (pH 4,5 atau kurang) akan
mengakibatkan terjadinya isomerisasi dari satu/dua ikatan rangkap dari semua
trans karotenoid menjadi isomer campuran cis-trans karotenoid. Aktivitas isomer
cis lebih rendah dibandingkan isomer trans, maka isomerisasi sebagian ini pada
suasana asam akan menurunkan aktivitas vitamin A (Damayanti et al. 1997).
Kerusakan yang berarti pada karoten terjadi karena proses pengeringan
(dehidrasi). Monica dan Dowell (1985) dalam Andarwulan dan Koswara (1992),
melaporkan bahwa kehilangan ß-karoten pada wortel yang dikeringkan dengan
menggunakan pengeringan kabinet, pengeringan dengan udara panas dan
pengeringan beku (freeze drying) berturut-turut adalah 26%, 19%, dan 15%.
Sweeney dan Marsh (1971) yang dikutip Andarwulan dan Koswara (1992),
menambahkan bahwa kehilangan ß-karoten sebesar 13% pada pengeringan
dengan pengeringan beku (freeze drying). Akan tetapi pengepakan dengan O2
rendah dapat menurunkan kecepatan kerusakan selama penyimpanan.
Konsumsi dan kecukupan vitamin A dinyatakan dalam satuan Retinol
Ekivalen (RE). Kandungan vitamin A dalam daftar komposisi bahan makanan
(DKBM) sebaiknya tercantum dalam satuan mikrogram (µg) retinol, µg ß-karoten
dan µg karoten lainnya, sehingga total vitamin A dalam satuan RE dapat dihitung
(Hardinsyah & Martianto 1992). Hubungan antara satuan-satuan tersebut dengan
RE didefinisikan sebagai berikut: 1 RE sama dengan 1 µg retinol, 6 µg ß-karoten,
12 µg karoten lainnya, 3.33 Satuan Internasional (SI) vitamin A aktif dari karoten
lainnya (Hardinsyah 1988).
Tingkat kecukupan vitamin A menunjukkan ukuran penilaian konsumsi
vitamin A, yang merupakan rasio konsumsi terhadap kecukupan vitamin A yang
dinyatakan dalam persen (Hardinsyah 1988). Di Indonesia yang dianggap
memiliki prevalensi tinggi KVA adalah anak balita. Menurut Muhilal & Sulaeman
(2004), angka kecukupan vitamin A seorang anak usia 1-2 tahun adalah 400 RE
atau setara dengan 2400 µg ß-karoten. Orang dewasa memiliki angka
kecukupan vitamin A sebesar 600 RE atau 3600 µg ß-karoten (pria) dan 500 RE
atau 3000 µg ß-karoten (wanita).
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya terang,
deferensiasi sel, imunitas, pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi.
Kekurangan vitamin A dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A,
gangguan penyerapan dan penggunaan dalam tubuh, serta kebutuhan yang
meningkat. Kekurangan vitamin A banyak terjadi di negara berkembang
termasuk di Indonesia, karena makanan sumber vitamin A pada umumnya
memiliki harga yang mahal (Almatsier 2002).
Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air,
mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Vitamin C yang ada di alam
terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan
hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C. Vitamin C mempunyai rumus empiris
C6H8O6 dalam bentuk kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau (Andarwulan &
Koswara 1992). Sumber vitamin C terutama berasal dari sayuran dan buah-
buahan. Buah jeruk baik yang dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan
sumber vitamin C yang tinggi, jambu, nenas, belimbing juga memiliki kandungan
vitamin C yang tinggi. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan
sumber vitamin C yang baik bahkan setelah dimasak (Winarno 1992).
Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan,
dan mudah dibuat dari gula dengan biaya yang sangat rendah. Vitamin C bersifat
sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan dapat menyebabkan kerusakan.
Vitamin C memiliki sifat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi dan proses
tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis besi
dan tembaga. Oksidasi dapat dihambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan
asam atau pada suhu yang rendah (Winarno 1992). Vitamin C adalah suatu
turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan
dengan monosakarida. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, tetapi
dalam keadaan larut mudah rusak karena bersentuhan dengan udara terutama
bila terkena panas (Almatsier 2002).
Asam askorbat sangat larut dalam air sehingga mudah hilang akibat luka
di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Kehilangan vitamin
C pada pemasakan atau pengolahan sayuran sangat bervariasi tergantung pada
jenis sayuran dan proses yang digunakan. Perlakuan panas pada waktu
memasak sayuran selama satu jam mengakibatkan kerusakan vitamin C lebih
dari 50% (Andarwulan & Koswara 1992).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, diantaranya sebagai
koenzim. Beberapa turunan vitamin C seperti asam eritrobik dan askorbik
palmitat digunakan sebagai antioksidan di dalam industri pangan untuk
mencegah proses menjadi tengik, perubahan warna pada buah-buahan dan
untuk mengawetkan daging (Almatsier 2002).
Jelly Drink
Jelly merupakan makanan ringan berbentuk gel yang dapat dibuat dari
pektin, agar, karagenan, gelatin atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan
penambahan gula, asam dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan (SNI 01-3552-1994). Jelly drink adalah produk minuman yang
berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin, atau
seyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan atau tanpa
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Produk jelly drink diharapkan
menjadi alternatif minuman sari buah yang dapat mengatasi kestabilan pada sari
buah karena minuman ini memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari
pengendapan, namun mudah diminum. Jelly drink memiliki konsistensi gel yang
lemah sehingga memudahkan untuk disedot sebagai minuman (Noer 2006).
Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan jelly drink diantaranya adalah
jelly powder dengan kandungan utama berupa karagenan didalamnya, potasium
sitrat, sukrosa, asam sitrat, pengawet, dan pewarna (Noer 2006). Syarat mutu
yang harus dimiliki oleh jeli dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Syarat mutu jeli (SNI 01-3552-1994)
No Keadaan Satuan Persyaratan 1. Keadaan 1.1 Bentuk Semi padat 1.2 Bau Normal 1.3 Rasa Normal 1.4 Warna Normal 1.5 Tekstur Kenyal 2. Jumlah gula (dihitung
sebagai sakarosa) % b/b Min 20
3. Bahan Tambahan Makanan 3.1 Pemanis buatan Negatif 3.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI No.01-0222-1987 3.3 Pengawet Sesuai SNI No.01-0222-1987 4. Cemaran logam 4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0.5 4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 5.0 4.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 20 4.4 (Sn) mg/kg Maks 40 5. Cemaran Arsen mg/kg Maks 0.1 6. Cemaran Mikroba 6.1 Angka lempeng total Maks 104 6.2 Bakteri coliform Koloni/g Maks 20 6.3 E. coli APM/g < 3 6.4 Salmonella APM/g Negatif/ 25 g 6.5 Staphylacoccus aureus Koloni/g Maks 102 6.6 Kapang dan khamir Koloni/g Maks 50
Sumber SNI 01-3552-1994
Karagenan
Karagenan adalah polisakarida berantai lurus dari D-galaktosa dan 3,6
anhidro D-galaktosa yang mengandung sulfat yang diekstrak dari berbagai
ganggang merah (Fardiaz 1989). Sedangkan menurut Meyer (1978), karagenan
diisolasi dari irish moss dengan ekstraksi menggunakan air panas, merupakan
campuran polisakarida yang terbuat dari galaktosa mono- atau di-sulfat.
Karagenan terutama terdiri dari ester-ester kalium, natrium, magnesium,
kalsium dan amonium sulfat dari polimer melalui ikatan a-1,3 dan ß-1,4.
karagenan terdiri dari tiga fraksi utama yaitu ? (kappa)-, ? (lamda)- dan ? (iota)-
karagenan. Kappa- dan iota-karagenan dapat membentuk gel sedangkan lamda-
karagenan tidak. ? (kappa)-karagenan merupakan polimer D-galaktosa-4-sulfat
dan 3,6-anhidro-D-galktosa yang tersusun secara bergantian. ? (iota)-karagenan
strukturnya sama dengan ? (kappa)-karagenan kecuali 3,6-anhidrogalaktosa
bersulfat pada atom karbon nomor dua. Pada ? (lamda)-karagenan, gugusan
rantai yang saling bergantian adalah kebanyakan D-galaktosa-2-sulfat yang
terikat melalui ikatan a-1,3 dan D-galaktosa-2,6-disulfat yang terikat melalui
ikatan ß-1,4 (Fardiaz 1989).
Fraksi karagenan larut dalam panas khususnya di atas suhu 70°C, hanya
? (lamda)-karagenan dan garam-garam natrium dari ?- dan ?-karagenan yang
larut dalam air dingin. Semua larutan karagenan cenderung membentuk gel jika
didinginkan. ? (kappa) dan ? (iota)-karagenan pada konsentrasi 0,1-0,5% dan
dikombinasikan dengan galaktomanan dan garam-garam kalium, jika dilarutkan
dengan pemanasan akan membentuk gel yang jernih, elastis dan stabil pada
suhu kamar (Fardiaz 1989).
Karagenan stabil pada pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan
penurunan stabilitas khususnya pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan
hidrolisis polimer karagenan, yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan
kemampuan untuk membentuk gel. Namun pada kenyataannya gel akan
terbentuk walaupun pada pH yang rendah dan hidrolisis terjadi tidak lama
kemudian dan gel tetap stabil (Glicksman 1983).
Sukrosa
Peran gula pada produksi pangan sangat penting terutama sebagai
pemberi rasa manis dan sukrosa adalah bahan yang biasa digunakan. Sukrosa
merupakan disakarida yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pengolahan makanan. Sumber bahan pangan yang mengandung sukrosa
diantaranya adalah tebu, bit, siwalan, dan kopyor (Winarno 1992). Sukrosa
mempunyai sifat mudah larut dalam air dan kelarutannya akan meningkat
dengan adanya pemanasan. Titik leleh sukrosa adalah pada suhu 60°C dan
akan membentuk cairan yang jernih. Pada pemanasan selanjutnya akan
berwarna cokelat atau dikenal dengan proses browning (Buckle, Edwards, Fleet
& Wooton 1987).
Tujuan penambahan bahan pemanis adalah untuk memperbaiki flavor
(rasa dan bau) bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat
meningkatkan kelezatan. Penambahan pemanis juga dapat memperbaiki tekstur
bahan makanan misalnya kenaikan viskositas, menambah bobot rasa sehingga
meningkatkan mutu sifat kunyah (mouth fulness) bahan makanan. Sukrosa
merupakan pemanis yang paling banyak digunakan karena flavornya lebih dapat
memberikan kenikmatan manis pada manusia sehingga dianggap sebagai
pemanis baku (Winarno & Rahayu 1994).
Kalium Sitrat
Kalium sitrat yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli berfungsi
untuk membentuk sistem buffer bersama dengan asam yang dapat
mempertahankan pH dimana minuman jeli bisa lebih stabil. Kappa karagenan
akan membentuk gel yang kokoh dengan adanya kation kalium, sebaliknya bila
kationnya adalah sodium maka gugus sulfat yang terdapat pada karagenan akan
larut dalam air dingin dan tidak membentuk gel. Penambahan garam kalium yang
terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa
dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006).
Perisa
Perisa digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat
memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma (Winarno &
Rahayu 1994). Senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma
yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat mempunyai aroma
yang menyerupai aroma pisang, benzil asetat mempunyai aroma strawberry dan
amil kaproat mempunyai aroma nanas dan apel (Winarno 1992).
Penambahan perisa bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat
pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama.
Pemberian perisa sangat penting dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik
dan lebih lanjut dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaannya
dapat memberikan aroma yang disukai oleh konsumen (Muchtadi & Ali 1991).
Pewarna
Penentuan mutu bahan pangan sangat tergantung pada beberapa faktor
diantaranya warna, aroma, tekstur, citarasa dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktor-
faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan
sangat menentukan penerimaan konsumen (Cahyadi 2006).
Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki
penampakan, mendapatkan warna yang seragam, mendapatkan warna yang
lebih tua dari aslinya, melindungi zat-zat flavor dan vitamin yang peka terhadap
cahaya selama penyimpanan. Pewarna terdiri atas pewarna alami dan pewarna
buatan. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan dibandingkan dengan pewarna
alami, yaitu mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih
seragam dan lebih murah (Sulaeman 1990).
Natrium Benzoat
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mempertahankan
makanan terhadap serangan bakteri dan khamir. Benzoat lebih efektif digunakan
dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di
dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH
rendah (Winarno 1992).
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan
ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Kelarutan
garamnya lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat
(Winarno 1992). Aktivitas optimum natrium benzoat pada kisaran pH 2,5-4,0
dengan konsentrasi maksimum adalah 0,1%. Daya pengawet asam benzoat
berkurang atau tidak ada pada pH 6-7, karena asam benzoat telah banyak
terdisosiasi sehingga tidak efektif (Sulaeman 1990).
Penggunaan asam benzoat dibatasi dalam hampir semua produk buah-
buahan dan sering digunakan bersama dengan belerang dioksida. Asam benzoat
lebih efektif terhadap khamir dan bakteri dari pada kapang dan pada konsentrasi
diatas 25 mg/l asam tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang
(Buckle et al. 1987). Menurut Dirjen POM (Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomer 235/Men.Kes/Per/VI/79), natrium benzoat dapat digunakan sebagai
bahan pengawet dalam sari buah dengan batas maksimum penggunaan 1000
mg/kg.
Organoleptik
Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan
pertolongan panca indera manusia. Pada umumnya uji organoleptik atau disebut
juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan,
indera peraba, indera pencium, indera perasa dan mungkin indera pendengar
(Damayanti et al. 1997).
Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya
dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan
mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan
dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Penentuan
peneriman terhadap produk minuman jeli dapat dilakukan melalui uji hedonik
atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma,
rasa, tekstur, dan penerimaan umum terhadap minuman jeli (Soekarto 1985).
Kualitas makanan yang dapat ditentukan oleh indera digolongkan menjadi
tiga kategori yaitu faktor-faktor rupa, tekstur dan aroma. Faktor-faktor rupa
adalah sifat-sifat seperti ukuran, bentuk, keutuhan, warna, kekentalan dan
sebagainya. Faktor-faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan
dan mudah tidaknya dikunyah. Faktor-faktor aroma adalah bau dan rasa
sekaligus, misalnya rasa manis, asam, pahit dan harum. Terdapat beberapa uji
organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan diantaranya, uji
kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta
tanggapan pribadinya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu
produk, sedangkan pada uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan
berdasarkan kesan baik atau buruk (Damayanti et al. 1997).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2008.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium
Analisis Zat Gizi dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pengolahan
Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Mikrobiologi Seafast, Institut Pertanian
Bogor dan Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor, gula,
jelly powder, kalium sitrat, perisa melon, pewarna makanan, natrium benzoat
serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia. Jelly powder dan
kalium sitrat diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama, Jakarta.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan minuman jeli yaitu pisau,
blender, panci, kompor gas, kain saring, termometer, timbangan, baskom, cup.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, aw meter, termometer,
refraktometer, pipet, timbangan analitik, penangas air, stirer, dan alat-alat yang
digunakan untuk melakukan analisis kimia.
Metode
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi tiga tahap, yaitu mempelajari cara
pembuatan minuman jeli, penentuaan perbandingan daun kelor dan air dalam
pembuatan ekstrak daun kelor dan formulasi minuman jeli daun kelor.
1. Cara Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor
Minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi minuman jeli yang telah
ada. Modifikasi yang dilakukan dalam hal bahan baku utama pembuat minuman
jeli dan komposisi bahan penyusun minuman jeli. Minuman jeli yang telah ada di
pasaran secara umum memiliki komposisi sebagai berikut; air, gula pasir,
karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa, pengawet natrium
benzoat, pengemulsi nabati dan pewarna buatan. Penelitian ini menggunakan
ekstrak daun kelor sebagai bahan utama pengganti air pada minuman jeli yang
beredar di pasaran. Prosedur pembuatan minuman jeli daun kelor dapat dilihat
pada Gambar 2.
Daun kelor ?
Dicuci ?
Diblansir pada suhu 100°C selama 1 menit ?
Diblender selama 5 menit ?
Disaring ?
Diambil filtratnya ?
Ditambahkan gula ?
Dipanaskan sampai suhu 75°C ?
Ditambahkan jelly powder dan potasium sitrat ?
Dipanaskan pada suhu 75°C selama 5 menit ?
Ditambahkan perisa, pewarna dan natrium benzoat ?
Dimasukkan ke dalam cup ?
Dilakukan sealing dengan sealer ?
Dilakukan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit ?
Minuman jeli daun kelor
Gambar 2 Diagram alir pembuatan jelly drink (Modifikasi dari Ferizal, 2005)
Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian
pembuatan minuman jeli sayur dan buah oleh Ferizal (2005). Ferizal
menggunakan ekstrak campuran sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas,
wortel dan tomat. Pembuatan minuman jeli daun kelor tidak menggunakan asam
sitrat karena penggunaan asam sitrat menjadikan warna minuman jeli menjadi
cokelat. Hal ini disebabkan karena klorofil mempunyai sifat yang labil terhadap
asam. Pada suasana asam ion Mg2+ dalam klorofil akan disubtitusikan dengan
ion H+, hal ini menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi
cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri, Muchtadi,
Made & Fransiska 2006).
Selain itu asam menyebabkan isomerisasi semua isomer trans karotenoid
menjadi cis karotenoid yang menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A
(Mortensen & Skibsted 2000 dalam MacDougall 2002).
2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air
Ekstrak daun kelor dibuat dengan cara mencampurkan air dan daun
kelor, dengan berbagai perbandingan. Perbandingan antara daun kelor dan air
(daun kelor : air) yang dicobakan adalah 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20. Penentuan
perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam
ekstraksi bahan secara umum yang berkisar antara 1:5 sampai 1:20. Setelah
penghancuran dilakukan penyaringan dan didapat ekstrak daun kelor. Kemudian
dilakukan pembacaan absorbansi pada masing-masing ekstrak daun kelor yang
didapat dari taraf perlakuan perbandingan antara daun kelor dan air (1:5, 1:10,
1:15 dan 1:20). Selanjutnya dilakukan pemilihan ekstrak daun kelor yang
mempunyai nilai absorbansi tertinggi.
Ekstrak daun kelor yang terpilih kemudian dibuat minuman jeli, dengan
penentuan ulangan ekstraksi yang berbeda. Taraf ulangan ekstraksi yang
dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Pengertian ulangan ekstraksi
dalam penelitian ini adalah penghancuran daun kelor menggunakan blender
(pada ulangan ekstraksi yang kedua dan ketiga yang dihancurkan adalah ampas
daun kelor hasil penyaringan) dan untuk tiap ulangan ekstraksi ditambahkan air.
Pada perlakuan ulangan ekstraksi satu kali, penambahan air pada daun
kelor dilakukan sekaligus (100% dari total air yang akan ditambahkan, yaitu 15
kali berat daun kelor) ketika melakukan ekstraksi menggunakan blender. Pada
perlakuan ulangan ekstraksi dua kali, total air yang ditambahkan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu 50% dari total air yang ditambahkan pada perlakuan ulangan
ekstraksi satu kali (7,5 kali berat daun kelor). Ekstraksi dilakukan sebanyak dua
kali. Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan
sebagian air (50%), lalu dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakukan
dengan cara mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama
dengan air yang belum ditambahkan. Kemudian filtrat hasil ekstraksi pertama
digabungkan dengan filtrat hasil ekstraksi kedua.
Pada perlakuan ulangan ekstraksi tiga kali, air yang ditambahkan untuk
mengekstrak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 33,33% dari total air yang
ditambahkan pada perlakuan ulangan ektraksi satu kali (5 kali berat daun kelor).
Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan air
sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi,
kemudian dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakuakan dengan cara
mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama dengan air
sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi. Ekstraksi
ketiga dilakuakan dengan mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan
ekstraksi kedua dengan sisa air yang belum ditambahkan untuk ekstraksi.
Kemudian masing-masing filtrat hasil ekstraksi pertama, kedua dan ketiga
digabungkan.
3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor
Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi
gula dan konsentrasi perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor,
penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta penentuan
konsenterasi pewarna dan pengawet. Formulasi minuman jeli daun kelor
dilakukan dengan mencampurkan ekstrak daun kelor dengan bahan penyusun
minuman jeli yang terdiri dari gula, jelly powder, kalium sitrat, perisa, pewarna,
dan natrium benzoat. Proses pencampuran memerlukan pemanasan untuk
melarutkan semua bahan penyusun.
a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh minuman jeli yang disukai
panelis. Pada proses penentuan konsentrasi gula digunakan beberapa taraf
konsentrasi gula yang dicobakan yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total
ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian Ferizal (2005). Penentuan
konsentrasi gula dilakukan dengan pencicipan menggunakan panelis terbatas.
Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai panelis, penelitian
dilanjutkan dengan penentuan konsentrasi perisa.
Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian
penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon.
Penentuan konsentrasi perisa dilakukan secara trial and error sampai didapat
rasa dan aroma yang disukai oleh panelis. Konsentrasi perisa yang dicobakan
adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini
didasarkan pada batas aman penggunaan perisa, yaitu sebesar 1% per berat
bahan. Konsentrasi perisa ditentukan dengan cara pencicipan oleh panelis
terbatas. Berdasarkan pencicipan diketahui bahwa taraf konsentrasi perisa yang
dicobakan tidak disukai panelis, karena bau dan rasa melon yang terlalu
menyengat. Sehingga konsentrasi perisa yang dicobakan perlu dikurangi.
Kemudian digunakan konsentrasi perisa sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dan
dilakukan pencicipan kembali.
b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tekstur minuman jeli yang
disukai panelis. Jumlah jelly powder dan kalium sitrat yang ditambahkan
ditentukan berdasarkan penelitian Ferizal (2005), jumlah jelly powder yang
dicobakan adalah 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total ekstrak daun kelor,
sementara jumlah kalium sitrat yang dicobakan adalah 0,15% dan 0,3%. Ketiga
konsentersi jelly powder dan kalium sitrat dikombinasikan (Tabel 3). Tekstur
minuman jeli ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian masing-
masing minuman jeli hasil kombinasi antara jelly powder dan kalium sitrat
dibandingkan teksturnya dengan minuman jeli yang ada di pasaran.
Tabel 3 Kombinasi formula tekstur minuman jeli daun kelor
Kalium sitrat Jelly powder Formula
0,15%
0,2% F1
0,3% F2
0,4% F3
0,3%
0,2% F4
0,3% F5
0,4% F6
Minuman jeli F2 memiliki tekstur yang paling mirip dengan tekstur
minuman jeli yang ada di pasaran, namun minuman jeli F2 yang disimpan
selama tiga hari cenderung mengalami sineresis, sehingga ditambahkan jelly
powder sebanyak 0,05% untuk mencegah sineresis yang terlalu tinggi.
Penambahan jelly powder sebanyak 0,05% tetap menghasilkan minuman jeli
yang disukai panelis dan mudah disedot.
c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna
Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue
CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera
pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Banyaknya natrium benzoat
yang digunakan ditentukan berdasarkan batas maksimal penggunaan natrium
benzoat yaitu sebesar 0,1% per berat bahan (Sulaeman 1990). Penggunaan
jumlah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli mudah
ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang tinggi,
keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu
kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan terdiri dari beberapa bagian yaitu pembuatan minuman
jeli dengan taraf ulangan ekstraksi, menganalisis daya terima minuman jeli daun
kelor melalui uji hedonik (kesukaan) dan menentukan minuman jeli daun kelor
terbaik hasil uji organoleptik, menganalisis sifat kimia minuman jeli daun kelor,
menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor
terbaik, dan menganalisis sifat kimia, fisik, mikrobiologis, serta daya terima
minuman jeli selama penyimpanan.
1. Analisis Daya Terima Minuman Jeli Daun Kelor
Analisis daya terima minuman jeli dilakukan dengan cara uji organoleptik
dengan metode uji hedonik (kesukaan). Penilaian dilakukan terhadap lima
parameter yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum. Uji hedonik
(kesukaan) dilakukan terhadap 25 panelis agak terlatih. Panelis diminta untuk
memberikan penilaian terhadap contoh produk berdasarkan skala hedonik 1
sampai 6. Tingkat penilaian meliputi: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3)
agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, dan (6) sangat suka. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1).
2. Analisis Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor
Minuman jeli hasil ulangan ekstraksi pertama, kedua dan ketiga dianalisis
sifat kimianya. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven
biasa (Sulaeman, Anwar, Rimbawan & Marliyati 1995), pH (Apriyantono, Fardiaz,
Sedarnawati, Budianto 1989), kadar serat makanan dengan metode enzimatis
(Sulaeman et al. 1995), total gula dengan metode refraktometri (Sulaeman et al.
1995), dan kadar vitamin C dengan metode iodimetri (Apriyantono et al. 1989).
3. Analisis Kadar ß-karoten Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik
Kadar ß-karoten pada minuman jeli daun kelor terbaik dianalisis dengan
metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
4. Analisis Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis dan Daya Terima Minuman Jeli selama Penyimpanan
Penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu ruang (28-30°C) dengan
taraf lama penyimpanan 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Penentuan taraf
lama penyimpanan minuman jeli berdasarkan pada penelitian Adi (2006), yang
menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap total mikroba minuman jeli lidah buaya.
Sifat kimia minuman jeli yang dianalisis selama penyimpanan meliputi
kadar air, pH, aktivitas air (aw), total gula, dan vitamin C. Sedangkan sifat fisik
yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Uji total mikroba terhadap
minuman jeli daun kelor juga dilakukan selama penyimpanan dengan metode
TPC (Total Plate Count). Analisis daya terima minuman jeli daun kelor selama
penyimpanan dilakukan dengan uji organoleptik. Penilaian dilakukan terhadap
empat parameter yaitu warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Uji hedonik
(kesukaan) dilakukan terhadap 15 panelis agak terlatih. Parameter rasa tidak
dinilai karena uji organoleptik ini menyangkut masa simpan yang dikhawatirkan
terdapat mikroorganisme penyebab penyakit yang tumbuh pada minuman jeli.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Diagram alir
penelitian pembuatan minuman jeli daun kelor secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir penelitan pembuatan minuman jeli daun kelor
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang
diamati adalah minuman jeli daun kelor. Perlakuan yang diberikan pada unit
percobaan adalah ulangan ekstraksi yang terdiri dari tiga taraf yaitu, ulangan
Analisis sifat kimia minuman jeli; kadar air, pH, total gula,vitamin C, serat makanan
Uji organoleptik
Pembuatan minuman jeli dengan taraf ulangan ekstraksi
Penetapan minuman jeli terbaik
Analisis kadar ß-karoten
Penyimpanan minuman jeli pada suhu ruang dengan taraf lama penyimpanan; 0, 2 dan 4 minggu
Analisis sifat fisik; viskositas, sineresis
Analisis sifat kimia; kadar air, pH, aw, total gula, vitamin C
Uji total mikroba
Penelitian Pendahuluan
§ pembuatan minuman jeli § penentuan perbandingan daun kelor dan air § penentuan formula minuman jeli daun kelor
Penelitian Lanjutan
Minuman jeli formula terbaik
ekstraksi satu kali, dua kali dan tiga kali. Peubah respon yang diamati adalah
sifat kimia (kadar air, pH, total gula, kadar serat, dan kadar vitamin C). Model
matematisnya adalah sebagai berikut (Sudjana 1995):
Yij = µ + Ai + eij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i ulangan ekstraksi
pada ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata pengamatan
Ai = Pengaruh ulangan ekstraksi pada taraf ke-i
eij = Galat percobaan taraf ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j
i = Banyaknya taraf ulangan ekstraksi (i = 1x, 2x, 3x)
j = Banyaknya ulangan (j = 1,2)
Rancangan percobaan yang digunakan pada penyimpanan minuman jeli
produk terbaik adalah RAL dengan dua kali ulangan (Sudjana 1995). Unit
percobaan yang diamati adalah minuman jeli daun kelor terbaik. Perlakuan yang
diberikan pada unit percobaan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari tiga
taraf, yaitu 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Peubah respon yang diamati
adalah sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis dari minuman jeli daun kelor terbaik.
Model matematisnya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ai + eij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i lamanya
penyimpanan pada ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata pengamatan
Ai = Pengaruh lama penyimpanan pada taraf ke-i
eij = Galat percobaan taraf lamanya penyimpanan pada ulangan ke-j
i = Banyaknya taraf lama penyimpanan (i = 0 minggu, 2 minggu, 4
minggu)
j = Banyaknya ulangan (j = 1,2)
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan dan penelitian
lanjutan dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor modus dan persentase
penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Persentase penerimaan
panelis dihitung dengan menjumlahkan persentase panelis yang memberikan
penilaian dengan kriteria agak suka (4), suka (5), dan sangat suka (6). Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan (ulangan ekstraksi) terhadap daya terima
panelis dilakukan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji
Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka
dilanjutkan dengan Multiple Comparison Test (Tukey) pada taraf uji 5%
(Damayanthi et al. 1997). Untuk mengetahui pengaruh ulangan ekstraksi daun
kelor terhadap sifat fisik dan kimia minuman jeli daun kelor, data dianalisis
dengan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan pengaruh yang
nyata akibat dari perlakuan yang diberikan maka dilanjutkan dengan uji wilayah
berganda Duncan. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
Microsoft Excell for Windows 2003, SPSS 11.5 dan SAS 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
1. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor
Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian
yang telah ada sebelumnya (Ferizal 2005). Modifikasi yang dilakukan adalah
dalam hal komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor. Bahan utama
yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli (Ferizal 2005) adalah campuran
sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas, wortel dan tomat. Proses
pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama
adalah persiapan bahan yang meliputi pembuatan ekstrak daun kelor dan
persiapan bahan-bahan penyusun minuman jeli.
Proses ekstraksi daun kelor diawali dengan menyiapkan daun kelor,
memisahkan daun kelor dari batang dan pencucian daun kelor. Daun kelor yang
sudah bersih kemudian diblansir selama satu menit pada suhu 100ºC. Blansir
dilakukan untuk menghilangkan aroma langu, mengurangi mikroba awal,
menginaktivasi enzim dan memperlunak jaringan daun kelor. Menurut
Prangdimutri, Muchtadi, Made & Fransiska (2006), waktu blansir yang paling
optimum adalah 45 detik sampai 1 menit, dimana aktivitas enzim dan
perangsang reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga kehilangan zat gizi dapat
diminimalisir. Air yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah air yang sudah
masak, air yang digunakan sebanyak 15 kali berat daun kelor. Daun kelor
diekstraksi dengan menggunakan blender, ekstraksi dilakukan selama lima
menit, karena waktu tersebut mampu membuat hancuran dengan konsistensi
yang halus. Menurut Suyitno (1989) dalam Rosaeka (2008), jumlah ekstrak yang
diperoleh dipengaruhi oleh besar kecilnya hancuran bahan. Semakin kecil ukuran
hancuran bahan maka semakin besar luas permukaan hancuran bahan sehingga
cairan yang diekstrak akan semakin banyak. Hasil ekstraksi disaring dengan
menggunakan kain blacu dan dipisahkan antara filtrat dan residu/ampas. Filtrat
hasil ekstraksi siap untuk dicampur dengan bahan penyusun minuman jeli.
Selanjutnya dilakukan pencampuran filtrat daun kelor dan gula pasir,
kemudian dipanaskan sampai suhu 75ºC sambil diaduk hingga gula larut.
Setelah itu ditambahkan hidrokoloid pembentuk gel (jelly powder) dan kalium
sitrat sambil diaduk dengan cepat agar tidak menggumpal dan mengendap,
dengan tetap dipanaskan pada suhu 75ºC selama 5 menit. Tanpa pengadukan
yang sempurna pada waktu pemasakan, maka jelly powder cenderung
membentuk gumpalan dan tidak dapat tercampur rata. Hal ini terjadi karena tidak
seluruh permukaan jelly powder bersentuhan dengan air sehingga tidak larut.
Tahap akhir dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah
penambahan perisa, pewarna dan pengawet. Pemberian perisa sangat penting
dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik dan lebih lanjut dapat
mempengaruhi penerimaan panelis. Penggunaan perisa tersebut diharapkan
dapat memperbaiki aroma akibat bau langu daun kelor. Penambahan pewarna
ditujukan untuk memberikan warna yang lebih menarik dan stabil pada minuman
jeli daun kelor. Pembuatan minuman jeli tanpa pewarna menghasilkan warna
hijau yang hanya bertahan selama tiga hari, setelah tiga hari warna minuman jeli
berubah menjadi cokelat. Hal ini diakibatkan oleh berubahnya klorofil menjadi
feofitin yang berwarna cokelat. Klorofil mempunyai sifat yang sangat labil
terhadap asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang
menjadi hijau kecokelatan karena pemanasan dan penyimpanan. Diduga asam-
asam organik dalam jaringan tanaman dibebaskan selama pemanasan dan
penyimpanan. Pada suasana asam ion Mg2+ dalam klorofil akan disubtitusikan
dengan ion H+. Hal ini dapat menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau
menjadi cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri et.al
2006).
Natrium benzoat ditambahkan sebanyak 0,1% sebagai pengawet.
Minuman jeli daun kelor dimasukkan ke dalam cup 100 ml dalam keadaan panas.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang dapat menyebabkan
kerusakan oleh mikroba. Cup yang sudah berisi minuman jeli disealer dan
dipasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Proses pasteurisasi pada
minuman jeli daun kelor bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen.
Makanan yang memiliki pH netral atau mendekati netral lebih mudah rusak
selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang memiliki pH rendah.
Minuman jeli daun kelor memiliki pH yang mendekati pH netral sehingga perlu
dilakukan proses pengawetan untuk memperpanjang waktu simpan, salah
satunya adalah dengan proses pasteurisasi. Menurut Fardiaz (1988),
pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan panas. Pemanasan dilakukan
secara minimum untuk membunuh semua mikroorganisme patogen.
2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air
Penentuan perbandingan antara daun kelor dan air dilakukan untuk
mengetahui jumlah air yang efektif digunakan dalam pembuatan ekstrak daun
kelor agar dapat mengeluarkan zat gizi dari dalam daun. Pembuatan ekstrak
daun kelor menggunakan beberapa perbandingan antara daun kelor dan air,
yaitu 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20, jumlah daun kelor yang digunakan dalam
pembuatan ekstrak daun kelor adalah 40 g. Kemudian ekstrak daun kelor yang
diperoleh dari masing-masing perbandingan daun kelor dan air disetarakan
volemenya menjadi 1,5 liter, dengan cara menambahkan air ke dalam masing-
masing hasil ekstraksi daun kelor dan ditera hingga mencapai 1,5 liter. Hal ini
dilakukan untuk menghitung konsentrasi komponen terukur melalui serapan
warna yang terbaca pada panjang gelombang (?) sebesar 670 nm. Menurut
hukum Lambert-Beer, intensitas warna sebanding dengan konsentrasi senyawa
yang diukur, sedangkan jumlah sinar yang diabsorpsi sebanding dengan
intensitas warna dan dengan demikian juga sebanding dengan konsentrasi
bahan terlarut.
Menurut Winarno (1992), terdapat hubungan langsung antara derajat
kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin
tinggi kadar karotennya. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil,
tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Karotenoid terdapat
dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%), terutama pada
bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade. Hasil
pengukuran absorbansi ekstrak daun kelor menunjukkan bahwa perbandingan
daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi terbesar yaitu 0,839.
Nilai absorbansi masing-masing ekstrak daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai absorbansi ekstrak daun kelor
Perbandingan daun kelor dan air
Berat daun kelor (g)
Volume air (ml)
Nilai absorbansi setelah disetarakan
menjadi 1,5 l 1:5 40 200 0,706
1:10 40 400 0,781
1:15 40 600 0,839
1:20 40 800 0,755
Efektifitas ekstraksi diukur dengan cara membandingkan komponen yang
terekstrak dengan jumlah komponen yang terdapat dalam bahan. Perbandingan
daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi tertinggi. Hal ini dapat
diartikan bahwa konsentrasi zat-zat yang terekstrak seperti klorofil memiliki
konsentrasi terbesar pada ekstraksi dengan perbandingan daun kelor dan air
sebesar 1:15. Menurut Rosaeka (2008), semakin besar volume air yang
digunakan untuk ekstraksi sampai batas tertentu, maka semakin besar jumlah
senyawa yang terekstrak di dalamnya, seperti gula dan ß-karoten juga akan
semakin meningkat. Jika air yang digunakan untuk mengekstrak terlalu sedikit
maka tidak mampu mengekstrak semua senyawa yang ada di dalam bahan,
artinya masih banyak senyawa yang tertinggal di dalam ampas. Berdasarkan
hasil tersebut maka perbandingan daun kelor dan air sebesar 1:15 digunakan
pada pembuatan minuman jeli daun kelor.
3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor
Tahap formulasi bertujuan untuk menentukan jumlah bahan penyusun
minuman jeli daun kelor agar diperoleh minuman jeli yang dapat diterima oleh
panelis. Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi
gula dan perisa, penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta
penentuan konsentrasi pewarna dan pengawet.
a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa
Penentuan konsentrasi gula dan perisa bertujuan untuk mendapatkan
rasa minuman jeli yang paling disukai panelis. Pada proses penentuan
konsentrasi pemanis digunakan beberapa taraf konsentrasi gula yang dicobakan
yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan
pada penelitian Ferizal (2005). Kemudian dibuat minuman jeli dengan tiga taraf
konsentrasi gula (12%, 13% dan 14%). Minuman jeli yang dihasilkan dicicipi oleh
delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi gula
sebesar 12% merupakan tingkat kemanisan yang paling disukai panelis.
Selanjutnya konsentrasi gula sebesar 12% digunakan dalam pembuatan
minuman jeli.
Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai kemudian dilakukan
penentuan konsentrasi perisa. Penentuan konsentrasi perisa bertujuan untuk
menentukan jumlah perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor dan
mendapatkan rasa yang disukai panelis. Konsentrasi perisa yang ditambahkan
ditentukan secara trial and error sampai didapat rasa yang dapat diterima oleh
panelis. Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian
penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon, hal ini
didasarkan atas warna minuman jeli yang dihasilkan. Menurut Cahyadi (2006),
warna pada bahan pangan dapat dikaitkan dengan aroma yang khusus.
Konsentrasi perisa yang dicobakan adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari
berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada batas aman penggunaan
perisa, yaitu sebesar 1% per berat bahan. Kemudian dilakukan pencicipan oleh
delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi perisa
sebesar 0,7%, 0,8% dan 0,9% tidak disukai panelis karena bau dan rasa melon
yang terlalu menyengat, sehingga konsentrasi perisa perlu dikurangi. Kemudian
digunakan konsentrasi sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dari berat total ekstrak
daun kelor dan dilakukan pencicipan kembali. Hasil pencicipan menunjukkan
konsentrasi perisa sebesar 0,4% merupakan jumlah perisa yang paling disukai
panelis.
b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat
Penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat dilakukan untuk
mendapatkan tekstur minuman jeli yang disukai oleh panelis. Penentuan jumlah
jelly powder menggunakan konsentrasi 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total
ekstrak daun kelor. Menurut Imeson (1992), pembuatan minuman jeli
menggunakan jelly powder dengan konsentrasi jelly powder yang digunakan
berkisar antara 0,3-0,5%. Kandungan utama jelly powder adalah karagenan
dengan jenis kappa karagenan atau iota karagenan. Jelly powder yang
digunakan diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama dan merupakan hasil mixing
antara tiga jenis hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan
gum. Konsentrasi kalium sitrat yang digunakan adalah 0,15% dan 0,30% dari
berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan Ferizal (2005). Kemudian ketiga konsentrasi jelly powder dan kalium
sitrat dikombinasikan, sehingga didapat enam formula. Tekstur minuman jeli
ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian dibandingkan dengan
tekstur minuman jeli yang ada di pasaran.
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa minuman jeli daun
kelor dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% menghasilkan tekstur yang
paling mirip dengan tekstur minuman jeli yang ada di pasaran. Minuman jeli
dengan jumlah jelly powder kurang dari 0,3% memiliki tekstur yang terlalu encer,
mudah disedot dan sineresis tinggi, sedangkan minuman jeli dengan konsentrasi
jelly powder 0,4% menghasilkan tekstur minuman jeli yang agak keras dan sulit
disedot. Minuman jeli dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% cenderung
mengalami sineresis selama penyimpanan tiga hari. Untuk mencegah terjadinya
sineresis yang terlalu tinggi maka dilakukan penambahan jelly powder sebanyak
0,05%, akan tetapi penambahan tersebut tetap menghasilkan minuman jeli
dengan tekstur yang disukai panelis dan mudah disedot.
Minuman jeli dengan jumlah kalium sitrat 0,3% memiliki tekstur yang
encer dan cendrung mengalami sineresis. Penambahan garam kalium yang
terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa
dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006). Penambahan
kalium sitrat 0,15% menghasilkan minuman jeli dengan tekstur yang lebih baik
dan sineresis lebih rendah jika dibandingkan dengan minuman jeli dengan
konsentrasi kalium sitrat sebesar 0,3%. Dengan demikian pembuatan minuman
jeli daun kelor digunakan jelly powder sebanyak 0,35% dan kalium sitrat 0,15%.
c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna
Pengawet yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli adalah
natrium benzoat, jumlah yang ditambahkan sebesar 0,1%. Penggunaan jumlah
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli yang dihasilkan
mudah ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang
tinggi, keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada
suhu kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue
CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera
pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Berikut komposisi minuman jeli
daun kelor berdasarkan penelitian pendahuluan.
Tabel 5 Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor
Nama bahan Jumlah Ekstrak daun kelor 100 g Gula 12 % Jelly powder 0,35 % Kalium sitrat 0,15 % Perisa 0,4 % Pewarna 300 ppm Natrium benzoat 0,1 %
Keterangan : % dari jumlah ekstrak daun kelor yang digunakan.
Penelitan Lanjutan
1. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor
Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya
dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan
mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan
dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga (Soekarto 1985).
Penentuan peneriman terhadap produk minuman jeli daun kelor dilakukan
melalui uji hedonik atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan
terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan umum terhadap minuman
jeli.
Gambar 4 Minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Keterangan : A = minuman jeli satu kali ulangan ekstraksi B = minuman jeli dua kali ulangan ekstraks C = minuman jeli tiga kali ulangan ekstraksi Warna
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung
pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, tetapi
sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil
lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Warna dapat digunakan
sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara
pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata
(Cahyadi 2006).
Hasil uji hedonik terhadap warna minuman jeli menunjukkan modus
penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah
suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan
ekstraksi adalah tidak suka (2), hal ini disebabkan oleh minuman jeli dengan dua
dan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki warna agak kecokelatan. Persentase
penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan
A B C
ekstraksi berkisar antara 12-92%. Penerimaan panelis terhadap warna minuman
jeli daun kelor tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan
ekstraksi, sementara minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki
penerimaan yang paling rendah yaitu sebesar 12%. Persentase penerimaan
panelis terhadap warna minuman jeli disajikan pada Gambar 5. Hasil uji Kruskal
Wallis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna minuman jeli. Uji lanjut Tukey
menunjukkan bahwa warna minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi
berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan
ekstraksi, sedangkan warna minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak
berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi.
92
32
12
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Ulangan ekstraksi (kali)
Pen
eim
aan
war
na
(%)
Gambar 5 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Warna kecokelatan pada minuman jeli dengan ulangan ekstraksi dua dan
tiga kali dapat disebabkan oleh terdenaturasinya protein yang diakibatkan oleh
perlakuan mekanis yang dalam hal ini adalah penghancuran daun dengan
blender yang terlalu lama (10 menit dan 15 menit). Klorofil memiliki lokasi yang
terlindung oleh lipoprotein, jika protein yang terikat dalam lipoprotein
terdenaturasi akan menyebabkan klorofil terbuka terhadap reaksi dari luar
sehingga ion Mg 2+ dalam klorofil dapat disubtitusikan oleh ion H+ dan hal ini
meyebabkan berubahnya warna klorofil dari hijau menjadi cokelat atau warna
dari feofitin (Winarno 1992).
Aroma
Aroma suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut.
Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera penghidu. Tidak
seperti indera cecapan, indera penghidu tidak tergantung pada penglihatan,
pendengaran dan sentuhan. Bau yang diterima oleh hidung dan otak umumnya
merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.
(Winarno 1992)
Hasil uji hedonik terhadap aroma minuman jeli menunjukkan modus
penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu dan dua kali ulangan
ekstraksi adalah agak suka (4) sedangkan pada minuman jeli dengan tiga kali
ulangan ekstraksi adalah tidak suka (2). Persentase penerimaan panelis
terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar
antara 36-60%. Penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor
tertinggi pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi, sementara
minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang paling
rendah, yaitu sebesar 36%. Persentase penerimaan panelis terhadap aroma
minuman jeli disajikan pada Gambar 6. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5)
menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap aroma minuman jeli daun kelor.
60
4436
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Ulangan ekstraksi (kali)
Pen
erim
aan
aro
ma
(%)
Gambar 6 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Aroma dalam suatu sistem pangan tidak hanya ditentukan oleh satu
komponen saja tetapi oleh beberapa komponen tertentu serta perbandingan
jumlah komponen bahan (Susanti 1993, diacu dalam Karina 2008). Aroma
minuman jeli yang dihasilkan merupakan hasil interaksi antara perisa melon yang
ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli dengan aroma daun kelor.
Penambahan perisa melon dilakukan untuk menutupi bau langu daun kelor.
Menurut Muchtadi dan Ali (1991), pemberian perisa sangat penting dalam
mempengaruhi tanggapan organoleptik dan penerimaan konsumen.
Tekstur
Tekstur dapat didefinisikan sebagai gambaran sensori suatu struktur
produk yang merupakan bagian dari reaksi tekanan, diukur sebagai gaya
mekanik (seperti kekerasan, daya adhesif dan kohesif, viskositas, kekenyalan,
dan kerenyahan) oleh syaraf kinestetik pada otot tangan, jari, lidah, gigi, dan
bibir. Dapat juga berupa tactil syaraf perasa, yang diukur sebagai partikel
geometris (bentuk kristal, bijian, lengket) oleh syaraf tactil di permukaan kulit
tangan, bibir dan lidah (Meilgaard, Civille & Thomas 1999).
Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli menunjukkan modus
penerimaan panelis terhadap minuman jeli pada semua taraf ulangan ekstraksi
adalah suka (5). Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli
pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar antara 76-96%. Penerimaan
panelis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor tertinggi pada minuman jeli
dengan satu kali ulangan ekstraksi yaitu sebesar 96%. Sementara minuman jeli
dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang terendah yaitu
sebesar 76%. Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli
disajikan pada Gambar 7. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 6) menunjukkan
bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penerimaan
tekstur minuman jeli.
96 92
76
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Ulangan ekstraksi (kali)
Pen
erim
aan
tek
stu
r (%
)
Gambar 7 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Tekstur dalam minuman jeli ditentukan oleh viskositas minuman jeli, yaitu
derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas dipengaruhi oleh besarnya
konsentrasi bahan pengental yang ditambahkan dalam hal ini adalah jelly
powder. Kekentalan dinyatakan sebagai daya tahan yang diberikan oleh suatu
cairan terhadap gerakan-gerakan yang dikenakan pada cairan tersebut (Fardiaz
1989). Viskositas pada minuman jeli daun kelor ditentukan oleh konsentrasi jelly
powder dan kalium sitrat yang digunakan. Jelly powder memiliki kandungan
utama berupa karagenan yang berfungsi sebagai bahan pembentuk gel. Kalium
sitrat dalam pembuatan minuman jeli berfungsi untuk membantu karagenan
membentuk gel yang kokoh (Noer 2006). Konsentrasi jelly powder dan kalium
sitrat berturut-turut sebesar 0,35% dan 0,15% merupakan konsentrasi yang
paling disukai panelis.
Rasa
Rasa merupakan parameter yang paling berperan dalam penerimaan
konsumen terhadap suatu produk. Rasa berbeda dengan bau dan lebih
melibatkan panca indera lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang
lain (Winarno 1992). Rasa minuman jeli yang dihasilkan adalah campuran dari
rasa daun kelor, perisa dan gula.
Hasil uji hedonik terhadap rasa minuman jeli menunjukkan modus
penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah
suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan
ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan panelis terhadap rasa
minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi adalah berkisar antara 56-
84% (Gambar 8). Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa
ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa
minuman jeli daun kelor. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa rasa minuman jeli
dengan satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan rasa minuman jeli
dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan rasa minuman jeli
dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan rasa minuman jeli
dengan tiga kali ulangan ekstraksi.
84
5664
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Ulangan ekstraksi (kali)
Pen
erim
aan
ras
a (%
)
Gambar 8 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli daun kelor
pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Rasa getir pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi
berasal dari tanin. Menurut Fuglie (2001) daun kelor segar mengandung tanin
sebesar 1,4%. Perbedaan penerimaan kesukaan rasa minuman jeli disebabkan
oleh adanya perbedaan waktu ekstraksi. Waktu yang digunakan untuk
mengekstrak minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi berturut-
turut adalah 10 dan 15 menit. Menurut Winarno (1992), waktu ekstraksi yang
terlalu lama akan melarutkan banyak tanin sehingga menimbulkan rasa sepat
yang berlebihan.
Penerimaan Umum
Penerimaan umum adalah penilaian secara keseluruhan terhadap produk
yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur penerimaan
terhadap sifat sensorik tertentu yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk
dapat diterima atau tidak (Soekarto 1985). Penerimaan umum terhadap minuman
jeli yang dihasilkan berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap warna, aroma,
tekstur dan rasa.
Hasil uji hedonik terhadap penerimaan umum minuman jeli menunjukkan
modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi
adalah suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan
ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan umum panelis terhadap
minuman jeli daun kelor berkisar antara 64-88%, hal ini dapat diartikan semua
aspek yang dinilai meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa dari minuman jeli
dapat diterima oleh panelis.
88
64 64
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Ulangan ekstraksi (kali)
Pen
erim
aan
um
um
(%
)
Gambar 9 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ulangan
ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penerimaan umum minuman jeli.
Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan umum minuman jeli dengan
satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan penerimaan umum minuman
jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan penerimaan umum
minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan
penerimaan umum minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi.
2. Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor
Kadar Air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena
air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
dan daya tahan bahan makanan. Sebagian besar dari perubahan-perubahan
bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal
dari bahan itu sendiri (Winarno 1992).
Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli
berkisar antara 87,22–88,40%. Kadar air tertinggi terdapat pada minuman jeli
dengan satu kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar air terendah terdapat pada
minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi (Gambar 10).
88.40 87.96 87.22
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00
100.00
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Kad
ar A
ir (%
)
Gambar 10 Kadar air minuman jeli daun kelor
Air yang terdapat pada minuman jeli daun kelor berasal dari air yang
ditambahkan saat mengekstrak daun kelor dan air yang berasal dari daun kelor
itu sendiri. Kadar air daun kelor yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli
adalah sebesar 74,9%. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli
daun kelor cenderung mengalami penurunan dengan semakin banyaknya
ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa taraf
ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap
kadar air minuman jeli daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah air yang
ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah sama.
Keasaman (pH)
Nilai pH produk pangan sering dihubungkan dengan kualitas produk
secara organoleptik dan mikrobiologis. Selain mempengaruhi rasa, nilai pH juga
mempengaruhi tingkat keawetan dan perlakuan pengawetan yang diterapkan.
Makanan dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan pH-nya.
Pembagian makanan dalam beberapa kelompok ini bertujuan untuk mengetahui
daya awet suatu makanan. Penggolongan makanan berdasarkan pH-nya dapat
digolongkan sebagai berikut 1) makanan berasam rendah yaitu makanan yang
mempunyai pH diatas 5,3, 2) makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai
pH 4,5-5,3 dan 3) makanan berasam tinggi yaitu makanan yang mempunyai pH
3,7 atau kurang (Fardiaz 1988).
Nilai pH larutan menunjukkan keasaman atau sifat basa dalam larutan. Nilai
pH minuman jeli berasal dari asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor
dan bahan-bahan penyusun yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli
daun kelor. Menurut Duke (1983), daun kelor mengandung asam-asam organik
seperti asam askorbat dan asam nikotinat. Daun kelor yang digunakan dalam
pembuatan minuman jeli memiliki pH sebesar 4,97. Menurut Acroyali (2006)
dalam Saputra (2007), jelly powder merupakan gelling agent yang memiliki pH
sekitar 7-9. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Nilai pH
tertinggi terdapat pada minuman jeli daun kelor dengan satu kali ulangan
ekstraksi sedangkan minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi
memiliki nilai pH sebesar 5,8. Hal ini berarti minuman jeli daun kelor termasuk ke
dalam kelompok makanan berasam rendah. Hasil sidik ragam (Lampiran 10)
menunjukkan bahwa taraf ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap pH minuman jeli daun kelor.
5.805.806.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
pH
Gambar 11 Nilai pH minuman jeli daun kelor
Ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata karena saat
ulangan ekstraksi pertama, asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor
telah terekstrak sehingga ampas sudah tidak mengandung asam organik.
Kemungkinan juga pada ekstraksi pertama tekanan mekanis saat pengepresan
mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga ekstraksi selanjutnya tidak
memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Harborne (2006), asam-asam
organik pada tumbuhan tertimbun pada jaringan. Jaringan daun akan rusak
akibat penghancuran dengan blender sehingga asam-asam yang tertimbun
terlarut dalam air.
Total Gula
Total gula dinyatakan dalam ºBrix dan diukur dengan menggunakan alat
refraktometer. Menurut Fardiaz (1989), hasil penentuan jumlah padatan terlarut
yang diperoleh dari refraktometer bukan total korbohidrat, melainkan kadar dari
molekul-molekul karbohidrat yang mempunyai indeks refraksi seperti gula-gula
sederhana.
Hasil analisis total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º-
11,90ºBrix. Total gula tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan tiga kali
ulangan ekstraksi, sedangkan total gula terendah terdapat pada minuman jeli
dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 12 menunjukkan bahwa total gula
minuman jeli daun kelor cenderung mengalami peningkatan dengan semakin
banyaknya ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan taraf
ulangan ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap total gula
minuman jeli daun kelor.
11.15 11.20 11.90
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
To
tal G
ula
(B
rix)
Gambar 12 Total gula minuman jeli daun kelor
Peningkatan total gula dapat disebabkan oleh saat ulangan ekstraksi
pertama gula-gula sederhana belum terekstrak secara sempurna, sehingga pada
ulangan berikutnya gula yang belum terekstrak ikut terekstrak. Gula-gula bebas
utama dalam tumbuhan adalah monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa serta
disakarida yaitu sukrosa namun demikian terdapat sejumlah gula yang tidak
terdapat dalam keadaan bebas melainkan terikat dengan molekul organik lain
sebagai glikosida tumbuhan (Harborne 2006).
Vitamin C
Vitamin C merupakan golongan vitamin larut air. Vitamin ini merupakan
vitamin yang mudah rusak. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut
dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga
dan besi (Winarno 1997).
Hasil analisis vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,78-
40,64 mg/100g bahan. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada minuman jeli
dengan tiga kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar vitamin C terendah terdapat
pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 13 menunjukkan
bahwa kadar Vitamin C minuman jeli daun kelor cenderung mengalami
peningkatan dengan semakin banyaknya ulangan ekstraksi.
34.78 36.9840.64
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Vit
amin
C (
mg
)
Gambar 13 Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor
Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan taraf ulangan ekstraksi tidak
memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C minuman
jeli daun kelor. Hal ini karena vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut
dalam air, sehingga ekstraksi pertama sudah mampu mengeluarkan sebagian
besar vitamin C dari dalam daun kelor dan pada ekstraksi selanjutnya tidak
memberikan perbedaan yang nyata.
Serat Makanan Larut
Serat makanan terdiri dari dua komponen, yaitu serat makanan larut dan
serat makanan tidak larut. Serat makanan larut adalah serat makanan yang larut
dalam air hangat/panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur
dengan empat bagian etanol. Gum, pektin dan sebagian hemiselulosa larut yang
terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber serat makanan larut
(Muchtadi 2000).
Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,23-
0,27 g/100g bahan. Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki
kadar serat larut tertinggi, yaitu sebesar 0,27 g/100 g bahan sedangkan kadar
serat larut terendah terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan
ekstraksi, yaitu sebesar 0,23 g/100 g bahan (Gambar 14). Hasil sidik ragam
(Lampiran 13) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan
pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar serat larut minuman jeli.
0.270.23
0.26
0.00
0.20
0.40
0.60
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Ser
at L
aru
t (%
)
Gambar 14 Kadar serat larut minuman jeli daun kelor
Menurut Harianto (1996) dalam Nyiwarsini (2003), berbagai jenis pangan
nabati seperti sayuran, umumnya banyak mengandung serat pangan yang
merupakan bagian dari karbohidrat atau polisakarida. Serat yang larut dalam air
biasanya berubah menjadi lendir dalam air. Serat ini berupa getah, biji-bijian dan
pektin. Selain itu serat larut yang terdapat pada minuman jeli daun kelor dapat
berasal dari jelly powder yang ditambahkan. Karagenan, guar gum, locust bean
gum, gum akasia dan xanthan gum merupakan gum yang berperan sebagai
serat. Kandungan seratnya bervariasi antara 80-90% dimana semua atau
sebagian besar merupakan serat larut (Deiss 1999 dalam Simon 2008).
Serat Makanan Tidak Larut
Serat makanan tidak larut adalah serat makanan yang tidak larut dalam
air panas maupun air dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen
struktural tanaman seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat yang tidak
larut dalam air terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayur-sayuran dan kacang-
kacangan (Muchtadi 2000).
Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan memiliki kadar serat tidak larut
berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Kadar serat tidak larut tertinggi terdapat
pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi, yaitu sebesar 0,43 g/100
g bahan, sedangkan minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki
kadar serat tidak larut terendah, yaitu sebesar 0,35 g/100g bahan (Gambar 15).
Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan tidak larut.
0.400.430.35
0.00
0.20
0.40
0.60
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Ser
at T
ak L
aru
t (%
)
Gambar 15 Kadar serat tak larut minuman jeli daun kelor
Kadar serat makanan tidak larut pada minuman jeli daun kelor lebih
besar dibandingkan dengan kadar serat makanan larut. Hal ini dapat disebabkan
oleh proporsi penggunaan daun kelor yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Muchtadi (2000), bahwa sayuran pada umumnya mengandung serat
tak larut dan serat larut, akan tetapi porsi serat tidak larut lebih banyak
dibandingkan serat larutnya.
Serat Makanan Total
Serat makanan merupakan zat non-gizi yang berguna untuk diet sebagai
salah satu jenis polisakarida yang sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat
makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus, tetapi akan dilewatkan
menuju usus besar dengan gerakan peristaltik usus (Sulistijani 2005). Serat
makanan total merupakan penjumlahan dari serat makanan tidak larut dan serat
makanan larut.
Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total
sebesar 0,62-0,66 g/100g. Gambar 16 menunjukkan kadar serat makanan total
tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi yaitu
sebesar 0,66 g/100 g, sementara minuman jeli dengan satu kali ulangan
ekstraksi mengandung serat makanan total paling rendah, yaitu sebesar 0,62
g/100 g bahan. Hasil sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa ulangan
ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan total
minuman jeli.
0.650.660.62
0.00
0.20
0.40
0.60
1 2 3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Ser
at T
ota
l (%
)
Gambar 16 Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor
Serat makanan total pada minuman jeli daun kelor berasal dari daun kelor
dan jelly powder yang ditambahkan. Menurut Duke (1983), daun kelor
mengandung serat sebesar 0,9 g/100 g bahan sedangkan kandungan utama jelly
powder adalah karagenan. Karagenan merupakan hidrokoloid yang diekstraksi
dari rumput laut merah, dan salah satu rumput laut merah yang komersial
digunakan adalah Euchema cattonii yang mengandung serat makanan hingga
60%. Minuman jeli yogurt probiotik hasil penelitian Saputra (2007) mengandung
serat makanan sebesar 3,32%. Nilai tersebut cukup tinggi bila dibandingkan
dengan serat makanan yang terdapat pada minuman jeli daun kelor, hal ini
disebabkan oleh perbedaan jenis dan konsentrasi jelly powder yang digunakan
serta perbedaan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli.
Penelitian Saputra (2007) menggunakan jelly powder komersial sebesar 0,8%,
sedangkan pada penelitian ini jelly powder yang digunakan adalah sebesar
0,35%.
3. Penentuan Produk Terbaik
Penentuan produk terbaik didasarkan pada persentase penerimaan
panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum.
Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki modus dan persentase
penerimaan warna, aroma, tekstur, rasa serta penerimaan umum terbesar,
walaupun hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan parameter aroma dan tekstur
tidak berbeda nyata (p>0,05) antar taraf ulangan ekstraksi. Berdasarkan
persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa
dan penerimaan umum, maka minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi
terpilih menjadi produk terbaik dan kemudian digunakan dalam penelitian
lanjutan. Penentuan produk terbaik tidak didasarkan atas sifat kimia minuman jeli
daun kelor dengan perlakuan ulangan ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh
perlakuan ulangan ekstraksi pada umumnya tidak memberikan pengaruh yang
nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia (kadar air, pH, serat larut, serat tak larut, dan
vitamin C) yang diamati.
4. Kadar ß-Karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik
Karoten merupakan sumber utama provitamin A yang banyak terdapat
dalam bahan-bahan nabati terutama sayur-sayuran dan buah-buahan yang
berwarna hijau atau kuning. Minuman jeli daun kelor terbaik hasil penelitian
pendahuluan dianalisis kadar ß-karotennya. Daun kelor merupakan salah satu
sayuran yang memiliki kandungan ß-karoten yang tinggi (Klaui & Baurnfeid
1981).
Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki kadar
ß-karoten sebesar 0,17 mg/100g bahan. Berdasarkan angka kecukupan ß-
karoten menurut WNPG 2004, maka kadar ß-karoten per konsumsi minuman jeli
dapat memenuhi angka kecukupan ß-karoten anak usia 1-2 tahun sebesar
7,08%, untuk wanita dewasa sebesar 5,67% dan untuk pria dewasa sebesar
4,72%.
Kandungan ß-karoten minuman jeli tidak terlalu besar jika dibandingkan
dengan kadar ß-karoten daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya
kerusakan ß-karoten selama pembuatan minuman jeli. Damayanthi et al. (1997),
menegaskan bahwa ß-karoten peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya
ultraviolet dan dekomposisinya dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan
struktur ß-karoten dalam pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi
melalui berbagai jalur, tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi,
oksidasi kimiawi, oksidasi yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan
pengolahan (Andarwulan & Koswara 1992). Pembuatan minuman jeli dilakukan
dalam ruang terbuka dimana terdapat cahaya dan oksigen yang dapat
menyebabkan kerusakan pada ß-karoten. Pemasakan dan pengolahan dapat
merubah trans-ß-karoten menjadi neo-ß-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A
sebesar 38%.
5. Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli yang Beredar di Pasaran
Produk makanan memiliki karakteristik yang beragam yang diakibatkan
oleh perbedaan bahan baku maupun cara pengolahannya. Berdasarkan survei
pada minuman jeli yang beredar di pasaran, maka diketahui pada umumnya
minuman jeli yang beredar di pasaran memiliki komposisi sebagai berikut; air,
gula pasir, karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa,
pengawet natrium benzoat, pengemulsi nabati, dan pewarna buatan.
Penelitian ini menggunakan ekstrak daun kelor sebagai bahan utama
pengganti air pada minuman jeli yang beredar di pasaran. Dengan demikian
diharapkan minuman jeli daun kelor memiliki keunggalan terutama dalam hal
komposisi zat gizi. Perbandingan karakteristik minuman jeli daun kelor terbaik
dengan minuman jeli yang beredar di pasaran hasil penelitian Pranajaya (2007)
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan antara karakteristik minuman jeli daun kelor dengan minuman jeli yang beredar di pasaran
Sifat yang diamati Minuman jeli yang ada di pasaran
Minuman jeli daun kelor
Kadar air (%) 95,16 88,4 pH 4,75 6 Total gula (ºBrix) 4,2 11,15 Vitamin C mg/100 g sampel 1,32 34,78 ß-karoten mg/100g bahan - 0,17
Tabel 6 menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki total gula,
vitamin C dan ß-karoten yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minuman jeli
yang beredar di pasaran. Keragaman karakteristik pada minuman jeli dapat
berasal dari bahan baku, formula/resep, proses pengolahan, dan peralatan yang
digunakan. Keragaman karakteristik produk dapat menghasilkan keragaman
mutu. Menurut Syarief, Setiawan & Sukandar (1987), mutu makanan adalah
kelompok sifat atau faktor pada makanan yang membedakan tingkat pemuas
bagi konsumen.
6. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan
Warna
Bahan pangan yang enak, bergizi dan memiliki tekstur yang baik tidak
akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak enak dipandang atau
memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya (Winarno 1992).
Hasil uji hedonik panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf
lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada minggu ke-0 dan ke
4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki skor modus 3 (agak tidak suka).
Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai
taraf lama penyimpanan adalah 60,0-66,7% (Gambar 17).
60 6066.67
0
20
40
60
80
100
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Pen
erim
aan
war
na
(%)
Gambar 17 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 16) menunjukkan bahwa lamanya
penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan
warna minuman jeli daun kelor. Hal ini diduga karena adanya penambahan zat
pewarna saat pembuatan minuman jeli yang menyebabkan warna minuman jeli
tetap stabil selama penyimpanan, sehingga warna minuman jeli dapat diterima
oleh lebih dari sebagian panelis sampai penyimpanan minggu ke-4. Pewarna
buatan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu
mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih seragam dan
lebih murah (Sulaeman 1990).
Aroma
Bahan pangan yang sudah rusak dapat diketahui dengan cara mencium
aromanya. Berdasarkan hasil uji hedonik, panelis masih dapat menerima aroma
minuman jeli daun kelor sampai penyimpanan minggu ke-4. Penerimaan panelis
terhadap aroma minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
memiliki skor modus antara tidak suka (2) sampai suka (5). Tabel 7 menunjukkan
bahwa panelis semakin menyukai aroma minuman jeli dengan bertambahnya
waktu penyimpanan.
Tabel 7 Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan
Penyimpanan Skor Modus Keterangan 0 minggu 2 Tidak suka 2 minggu 4 Agak suka 4 minggu 5 Suka
Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada
berbagai taraf lama penyimpanan berkisar antara 33,33-67,00% (Gambar 18).
Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli terbesar terdapat
pada minuman jeli yang disimpan selama dua minggu, sedangkan persentase
penerimaan terendah terdapat pada minuman jeli dengan lama penyimpanan 0
minggu.
33.33
67
46.67
0
20
40
60
80
100
0 minggu 2 minggu 4minggu
Waktu simpan
Pen
erim
aan
aro
ma
(%)
Gambar 18 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
Uji Kruskal Wallis (Lampiran 17) menunjukkan bahwa lama penyimpanan
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma minuman jeli daun
kelor. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan aroma minuman jeli
pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan penerimaan aroma
minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2, tetapi tidak berbeda dengan
penerimaan aroma minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4. Hal ini diduga
disebabkan oleh zat-zat folatil pada daun kelor telah terurai selama penyimpanan
dan digantikan oleh perisa melon.
Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas
makanan. Faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan dan
mudah tidaknya dikunyah.
Pada umumnya tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
dapat diterima oleh panelis. Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli pada
berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada
minggu ke-0 dan ke-4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki modus 5 (suka).
Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai
taraf lama penyimpanan adalah 66,67-73,33% (Gambar 19). Uji Kruskal Wallis
(Lampiran 18) menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur minuman jeli daun kelor.
73.3366.67
73.33
0
20
40
60
80
100
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Pen
erim
aan
tek
stu
r (%
)
Gambar 19 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
Selama penyimpanan minuman jeli mengalami sineresis dan penurunan
viskositas sehingga tekstur minuman jeli sedikit lebih encer dan mudah disedot.
Tekstur inilah yang lebih disukai oleh panelis karena memudahkan minuman jeli
untuk dikonsumsi.
Penerimaan Umum
Penerimaan umum terhadap minuman jeli daun kelor yang disimpan
selama 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu berdasarkan pada kesukaan panelis
terhadap warna, aroma, dan tekstur. Pada umumnya panelis dapat menerima
minuman jeli yang disimpan pada berbagai taraf penyimpanan, hal ini terbukti
pada skor modus penerimaan panelis yang sama pada tiap taraf, yaitu (4) agak
suka.
53.33
73.33
60
01020304050607080
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Pen
erim
aan
um
um
(%
)
Gambar 20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun
kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor
selama penyimpanan berkisar antara 53,33-73,33% (Gambar 20). Persentase
penerimaan umum tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama
dua minggu, yaitu sebesar 73,33%, sedangkan minuman jeli dengan
penyimpanan 0 minggu mempunyai persentase penerimaan umum terendah,
yaitu sebesar 53,33%. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 19) menunjukkan
bahwa lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap
penerimaan umum minuman jeli daun kelor.
7. Sifat Fisik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan
Viskositas
Viskositas adalah derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,
temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain
(Towle 1973)
Minuman jeli daun kelor selama penyimpanan memiliki viskositas sebesar
1090-1620cp. Viskositas tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan
penyimpanan 0 minggu, yaitu sebesar 1620 cp. Viskositas mengalami penurunan
pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada
minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Hasil sidik ragam (Lampiran 20)
menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
viskositas minuman jeli daun kelor. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan
viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4,
sedangkan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 tidak
berbeda nyata dengan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4.
10901135
1620
0
500
1000
1500
2000
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Vis
kosi
tas
(cp
)
Gambar 21 Viskositas minuman jeli selama penyimpanan
Kandungan utama jelly powder adalah karagenen. Karagenan stabil pada
pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan penurunan stabilitas khususnya
pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis polimer karagenan,
yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan kemampuan untuk membentuk
gel (Glicksman 1983). Keasaman (pH) minuman jeli daun kelor bernilai kurang
dari 7. Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama
penyimpanan. Proses depolimerisasi akan mempengaruhi kekuatan gel dan
viskositas karagenan (Kobenhavs 1978 dalam Pebrianata 2006).
Sineresis
Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari gel, salah satu penyebab
sineresis adalah kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara
polimer dari struktur gel (Sunanto 1995). Penyebab terjadinya sineresis pada
minuman jeli dikarenakan sifat karagenan yang memiliki kestabilan gel pada pH
7, sedangkan pada pH dibawahnya kekuatan gel dan viskositasnya akan
menurun. Karagenan akan mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan
hidrolisis pada ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa.
Gambar 22 menunjukkan bahwa sineresis cenderung meningkat selama
penyimpanan. Sineresis terendah terdapat pada penyimpan 24 jam minggu ke-0,
sedangkan sineresis tertinggi terjadi pada penyimpanan 48 jam minggu ke-4.
1.20
11.97
13.53
3.67
10.74
13.80
8.34
12.4513.66
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Sin
eres
is (
%)
24 jam
48 jam
72 jam
Gambar 22 Sineresis minuman jeli selama penyimpanan
Menurut Aurand & Woods (1973) dalam Sylviana (2005), sinersis
dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, tekanan mekanis dan konsentrasi fase
terdispersi. Sineresis akan mencapai maksimum jika gel terletak pada titik
isoelektriknya. Adanya kenaikan suhu pemanasan menyebabkan laju sineresis
semakin tinggi, demikian juga dengan penurunan suhu.
Sineresis minuman jeli selama penyimpanan 4 minggu menghasilkan
sineresis yang tidak terlalu besar dan masih dapat diterima oleh panelis. Hal ini
disebabkan oleh jelly powder yang digunakan merupakan mixing antara tiga jenis
hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan gum. Menurut
Fardiaz (1989), xanthan gum sering ditambahkan dalam formulasi jelly bakery
untuk menghambat sineresis. Sineresis pada minuman jeli merupakan suatu
proses yang diharapkan agar minuman jeli lebih mudah disedot, akan tetapi
jumlahnya tidak terlalu banyak karena dapat menyebabkan penurunan mutu.
Hasil sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan (0,
2 dan 4 minggu) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis, sedangkan
waktu pengukuran sineresis (24, 48, dan 72 jam) tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap sineresis.
8. Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan
Kadar Air
Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet suatu bahan
pangan karena mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan
mikrobiologis, dan perubahan enzimatis (Buckle et al. 1987). Kerusakan kimia,
enzimatis, mikrobiologis, atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan
tersebut terjadi pada bahan pangan dan memerlukan air selama prosesnya.
Oleh karena itu, banyaknya air dalam bahan pangan akan ikut menentukan
kecepatan terjadinya kerusakan (Winarno 1992).
Kadar air minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf penyimpanan
berkisar antara 87,16-87,65%. Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar air
minuman jeli daun kelor cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan.
Kadar air minuman jeli tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan lama
penyimpanan 0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang
disimpan selama 4 minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan
lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air
minuman jeli daun kelor, meskipun kadar air cenderung menurun dengan
semakin lamanya penyimpanan.
87.65 87.56 87.16
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00
100.00
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Kad
ar a
ir (%
)
Gambar 23 Kadar air minuman jeli selama penyimpanan
Penurunan kadar air pada minuman jeli selama penyimpanan diduga
karena terhambatnya aktivitas mikroorganisme yang dapat mengubah substrat
dan melepaskan air hasil metabolismenya sehingga jumlah air bebas dalam
substrat tidak meningkat. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis mikroba yang
menunjukkan penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan. Hal ini juga
sesuai dengan pendapat Winarno (2002), yang menyatakan bahwa kadar air
pada bahan pangan dipengaruhi oleh kelembaban udara (RH) disekitar ruang
penyimpanan. Jika kadar air suatu bahan pangan tinggi dan kelembaban udara
disekitar ruangan rendah maka akan terjadi pelepasan uap air dari bahan,
sehingga kadar air dalam bahan pangan menurun.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) berkaitan dengan umur simpan bahan pangan,
sehingga nilai pH suatu bahan pangan perlu diketahui karena mempengaruhi
jumlah dan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam bahan pangan
tersebut (Fardiaz 1988). pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,95-6,10.
pH tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 0 minggu,
sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 4
minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan lamanya penyimpanan
tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai pH minuman jeli daun kelor,
meskipun pH cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.
6.1 6.05 5.95
0.001.002.003.004.005.006.00
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
pH
Gambar 24 pH minuman jeli selama penyimpanan
Minuman jeli mengandung antimikroba yang dapat menghambat aktivitas
mikroorganisme, sehingga pH minuman jeli tidak mengalami perubahan yang
nyata selama penyimpanan. Menurut Fardiaz (1988), selama penyimpanan
bahan pangan, mikroba melakukan aktivitasnya yang dapat menimbulkan
kerusakan bahan pangan dengan menghasilkan asam. Hal ini juga didukung oleh
hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total mikroba selama
penyimpanan.
Aktivitas Air (aw)
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah
air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan
baik, misalnya bakteri memerlukan aw: 0.9; khamir memerlukan aw: 0.8-0.9; dan
kapang memerlukan aw: 0.6-0.7 (Winarno 1992). Nilai aw dipengaruhi oleh
kandungan air dan konsentrasi gula dalam bahan. Konsentrasi gula yang tinggi
mengakibatkan sebagian air bebas pada bahan menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987).
Nilai aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara
0,940-0,956. Nilai aw tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama
0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan
selama 4 minggu. Berdasarkan hasil analisis nilai aw pada minuman jeli daun
kelor, maka dapat diketahui bahwa mikroba yang umumnya dapat tumbuh pada
minuman jeli adalah bakteri dan khamir.
0.956 0.943 0.940
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Aw
Gambar 25 aw minuman jeli selama penyimpanan
Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai aw minuman jeli selama
penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Hal ini juga sesuai dengan
kadar air minuman jeli yang mengalami penurunan selama penyimpanan. Hasil
sidik ragam (Lampiran 24) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai aw minuman jeli daun kelor, meskipun
aw cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.
Total Gula
Total gula minuman jeli daun kelor pada semua taraf penyimpanan
bernilai sama, yaitu sebesar 11,5ºBrix. Total gula minuman jeli daun kelor tidak
mengalami perubahan selama penyimpanan.
11.5 11.5 11.5
0.00
2.004.00
6.008.00
10.0012.00
14.00
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
To
tal G
ula
(B
rix)
Gambar 26 Total gula minuman jeli selama penyimpanan
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah tersedianya zat gizi pada bahan makanan. Gula yang terdapat dalam
bahan pangan digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi. Selama
penyimpanan tidak terjadi perubahan total gula pada minuman jeli daun kelor.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total
mikroba selama penyimpanan, sehingga gula yang terdapat pada minuman jeli
tidak digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan.
Vitamin C
Vitamin C bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar. Selama
penyimpanan, vitamin C mudah mengalami kerusakan. Kadar vitamin C pada
minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara 15,08-33,27
mg/100g bahan. Minuman jeli pada minggu pertama memiliki kadar vitamin C
tertinggi, yaitu sebesar 33,27 mg/100g bahan dan mengalami penurunan kadar
vitamin C pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4.
33.27
24.67
15.08
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
0 minggu 2 minggu 4 minggu
Waktu simpan
Vit
amin
C (
mg
)
Gambar 27 Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan
Hasil sidik ragam (Lampiran 25) menunjukkan bahwa lama penyimpanan
tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C
minuman jeli daun kelor. Minuman jeli daun kelor menggunakan pewarna yang
dapat melindungi vitamin-vitamin yang peka terhadap cahaya seperti vitamin C.
Selain itu pada pembuatan minuman jeli ditambahkan garam kalium sitrat.
Menurut Winarno (1992) penambahan asam sitrat dalam bahan pangan dapat
menjaga kestabilan vitamin C dalam bahan pengan.
7. Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan
Selama penyimpanan produk dapat mengalami perubahan mutu akibat
tumbuhnya mikroorganisme. Kerusakan makanan oleh mikroorganisme dapat
menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikonsumsi, akibat penurunan
mutunya. Ciri-ciri adanya pertumbuhan mikroba adalah terjadinya perubahan
warna, aroma, dan terbentuknya filamen-filamen di permukaan bahan pangan.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya
adalah suhu, pH, aw, oksigen dan tersedianya zat makanan (Fardiaz 1988).
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan sangat penting dilakukan
untuk mengetahui mutu bahan pangan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan
pada penelitian ini menggunakan metode Total Plate Count (TPC). TPC adalah
suatu metode untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam bahan pangan
tetapi metode tersebut tidak bisa menentukan jenis mikroorganisme spesifik lebih
lanjut (Fardiaz 1988).
Menurut SNI 01-3719-1995 tentang minuman sari buah, angka lempeng
total maksimum sari buah yang masih dapat dikonsumsi adalah 2,0 x 102
koloni/ml, sedangkan menurut SNI 01-3552-1994 tentang jeli agar angka
lempeng total maksimum yang dapat dikonsumsi sebesar 1,0 x 104 koloni/ml.
Angka lempeng total minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar
antara < 25 koloni/ml - 7,3x101 koloni/ml. Hasil sidik ragam (Lampiran 26)
menunjukkan lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total
mikroba minuman jeli daun kelor.
Tabel 8 Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan
Masa simpan Angka lempeng total (koloni/ml)
0 minggu 7,2 x 101
2 minggu 1,2 x 101
4 minggu 2,2 x 100
Tabel 8 menunjukkan sampai penyimpanan 4 minggu angka lempeng
total koloni minuman jeli daun kelor masih berada pada ambang batas yang
sesuai dengan syarat mutu SNI 01-3552-1994, bahkan menurun dari angka
lempeng total awal. Penurunan total mikroba pada minuman jeli daun kelor
selama penyimpanan dapat disebabkan oleh berfungsinya natrium benzoat
sebagai pengawet, proses pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit dan
kandungan antimikroba alami yang terdapat pada daun kelor. Menurut Fahey
(2005), pada daun kelor terdapat suatu komponen yang dinamakan
pterygospermin, yaitu komponen yang terbentuk dari gabungan dua molekul
benzyl isothiocyanate, dimana senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas
antimikroba.
Antimikroba adalah komponen yang dapat menyebabkan kebusukan atau
kerusakan dengan cara menghambat aktivitas mikroba, baik melalui pencegahan
aktivitasnya atau dengan cara membunuhnya (Fardiaz 1988). Eilert dan
Colleagues (1981) dalam Indian Medical Journal telah berhasil mengisolasi dan
mengidentifikasi 4-(a-L-rhamnopyranosyloxy) atau benzyl glucosinolate dan
turunan isothiocyanate pada daun kelor, serta dapat membuktikan adanya
aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri dan jamur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap,
yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran
gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit;
penambahan perisa, penambahan pewarna dan natrium benzoat; sealing
dengan sealer; dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan
ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan
penyusun dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah 0,35% karagenan,
0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna, dan 0,1% natrium benzoat.
Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh
nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum
minuman jeli daun kelor. Berdasarkan hasil sidik ragam, ulangan ekstraksi tidak
memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat
makanan tidak larut, serat makanan larut, serat makanan total, dan vitamin C
minuman jeli daun kelor. Sementara ulangan ekstraksi berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap total gula minuman jeli daun kelor.
Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi terpilih sebagai produk
terbaik dan digunakan dalam penelitian lanjutan. Minuman jeli daun kelor terbaik
mengandung ß-karoten sebesar 0,17 mg/ 100 g bahan.
Berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak memberikan
pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total gula, vitamin C, dan
aktivitas air (aw) minuman jeli daun kelor. Namun, lama penyimpanan
memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap viskositas dan sineresis
minuman jeli daun kelor. Total mikroba minuman jeli daun kelor cenderung
mengalami penurunan selama penyimpanan dan tidak melebihi batas maksimum
angka lempeng total mikroba standar jeli agar dan minuman sari buah. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang
nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor. Hasil uji Kruskal
Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli
daun kelor.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, minuman jeli dengan dua dan tiga kali
ulangan ekstraksi memiliki rasa yang getir, yang disebabkan oleh terlarutnya
banyak tanin dalam ekstrak daun kelor. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha
untuk mengurangi tanin yang terlarut. Total mikroba minuman jeli selama
penyimpanan satu bulan mengalami penurunan. Untuk itu perlu dikaji tentang
pengaruh antimikroba pada minuman jeli dengan membuat kontrol minuman jeli
tanpa pengawet natrium benzoat dan perlakuan pasteurisasi. Untuk
pengembangan minuman jeli daun kelor secara komersial, maka harus dilakukan
penyempurnaan terhadap formula minuman jeli daun kelor yang telah ada dan
dilakukan pengemasan yang lebih baik lagi, sehingga minuman jeli dapat
diterima oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Andarwulan N, S Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2004. Cegah Gizi Buruk dengan Konsumsi Daun Kelor. http//
:www.portal.com. [25 September 2007] Anonim. 2007. Raja Segala Pokok. http://www.letsliveonline.com. [25 September
2007]. Apriyantono, A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati & S Budiyanto. 1988.
Analisis Pangan. Bogor : IPB Press. Bauerfeind JC. 1981. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. New
York: Academic Press Becker & Makkar HPS. 1996. Nutritional Value and Antinutritional Component of
Whole and Ethanol Extracted Moringa Oleifera Leaves. Journal of Feed Science and Tecnology 63, 211-228.
Buckle KA, Edwards, GH Fleet, M Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI
Press. Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara. Damayanthi E, SA Marliyati, H Syarief & D Sukandar. 1997. Percobaan
Makanan. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Douglas BM. 2002. Colour In Food Improving Quality. Boca Raton: CRC Press. Duke. 1983. Moringa Oleifera Lamk. http//www.hort.purdue.edu/newcrop/duke.
energi/htm. [5 Nopember 2007] Eilert U. 1978. Antibiotic Principles of Seeds of Moringa oleifera. Indian Medical
Journal 38(235): 1013-1016. Fahey JW. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its
Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Fardiaz S. 1988. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor :
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ________. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Ferizal S. 2005. Formulasi Jelly Drink dari Campuran Sari Buah dan Sari Sayuran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Foild N, Makkar HPS & Becker. 2007. The Potential Of Moringa Oleifera for Agricultural and Industrial Uses. Mesir: Dar Es Salaam.
Fuglie, Lowell J, ed. The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the
Tropics. Training Manual. 2001. Church World Service, Dakar, Senegal. www.moringatrees.org/moringa/miracletree.htm. [5 November 2007]
Glicskman. 1983. Food Hidrocoloids. Florida: CRC Press Inc. Boca Ratton Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara untuk Menganalisia
Tumbuhan. Bandung : ITB Press. Hardinsyah. 1988. Penilaian Konsumsi Vitamin A dalam Satuan RE. Bogor :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _________, Martianto. 1992. Gizi Terapan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. New York : Marcell
Dekker. Meilgaard M, Civille GV & Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques [3rd
edition]. New York: CRC Press US of America. Meyer LH. 1978. Food Chemistry. Connecticut: AVI Publishing Muchtadi, et al. 2000. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam
berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. [Laporan Penelitian]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Muhilal, A Sulaeman. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dalam
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI Noer H. 2006. Hidrokoloid dalam Pembuatan Jelly Drink. Food Review. Vol 1
Edisi 2 Maret 2006. Nyiwarsini. 2003. Keragaan Kandungan Serat pada Pangan Fungsional
Minuman Serbuk. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pranajaya D. 2007. Pendugaan Sisa Umur Simpan Minuman Jelly di Pasaran.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prangdimurti E, D Muchtadi, M Astawan, FR Zakaria. 2006. Peningkatan
Khasiat Biologis Ekstrak Daun Suji untuk Digunakan sebagai Pangan Fungsional Pencegah Penyakit Degeneratif. [Laporan Akhir]. Bogor: IPB Press.
Saputra P. 2007. Sifat Kimia dan Viskositas Minuman Jelly Berbahan Baku Yogurt Probiotik selama Penyimpanan pada Suhu 4-7ºC. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Simbolan JM, M Simbolan, N Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Yogyakarta: Kanisius. Simon BW. 2008. Bahan Pembentuk Gel. ebookpangan.com [23 Juni 2008]. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Perairan,
Jakarta: Bharata Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. Sulaeman A. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additives) Jenis dan
Petunjuk Penggunaannya. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
__________, F Anwar, Rimbawan, SA Marliyati. 1995. Metode analisis zat gizi
dan komponen kimia lainnya dalam makanan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sulistijani, DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Agriwidya. Syarief H, B Setiawan, D Sukandar. 1987. Pengendalian Mutu, Penerapan
Prinsip-Prinsip Statistik. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sylviana. 2005. Pembuatan Produk Minuman Jelly Cincau Hitam (Mesona
palustris BL.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Towle RJ. 1973. Carragenan. Dalam Industrial Gum. London: Academic Press. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. __________, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. __________. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio Press.
Lampiran 1 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor
Lembar Uji Hedonik (Kesukaan)
Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Jenis Kelamin : L / P
Nama Produk : Minuman Jeli Daun Kelor
Di hadapan Saudara disajikan beberapa produk minuman jeli daun
kelor. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma,
tekstur, rasa dan keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan
skala yang diberikan berikut ini :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Agak suka
5. Suka
6. Sangat suka
Keterangan : Tidak boleh membandingkan antar sampel
Kode Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan
Komentar :
..........................................................................................................................
TERIMA KASIH
Lampiran 2 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Uji Hedonik (Kesukaan)
Nama Panelis :
Jenis Kelamin : L / P
Tanggal Pengujian :
Nama Produk : Minuman Jeli Daun Kelor
Di hadapan Saudara disajikan produk minuman jeli daun kelor. Saudara
diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur dan
keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan skala yang diberikan
berikut ini :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Agak suka
5. Suka
6. Sangat suka
Kode Warna Aroma Tekstur Keseluruhan
Komentar
..........................................................................................................................
TERIMA KASIH
Lampiran 3 Metode analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologis.
Metode Analisis Sifat Fisik
1. Pengukuran Sineresis (AOAC 1995)
Sineresis gel yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan
menyimpan minuman jeli daun kelor pada suhu ruang (28-30°C) selama 24 jam,
48 jam dan 72 jam. Masing-masing gel diwadahi dengan cawan untuk
menampung air yang dibebaskan selama penyimpanan. Sineresis gel dihitung
dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan
dengan berat awal gel.
Perhitungan :
Keterangan : A = Berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = Berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)
2. Viskositas
Viskositas diukur dengan viskometer. Sampel dimasukkan ke dalam
wadah dan pada viskometer dipasang dengan lengan pemutar dengan nomor
yang sesuai dengan tingkat kekentalan produk, untuk produk minuman jeli nomor
yang sesuai adalah nomor 3. Alat dihidupkan selama satu menit dan viskositas
produk dapat diketahui dengan satuan centipoise.
Metode Analisis Kimia
1. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (Sulaeman et al. 1995)
Cawan logam atau porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100-
105°C selama kurang lebih 30 menit. Cawan didinginkan di dalam eksikator
(sekitar 30 menit), setelah dingin cawan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram
dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-
105°C selama 3-4 jam. Setelah itu cawan didinginkan dalam eksikator (sekitar 30
menit) lalu ditimbang.
Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air = (B1-B2) x 100% B
Sineresis gel = A - B x 100% A
Keterangan :
B = Berat sampel (gram) B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan 2. pH (Apriyantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1988)
Mula-mula sensor pH meter dibilas dengan aquades dan keringkan
dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan
pH 7. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam wadah gelas dan
masukkan pH meter yang telah dikalibrasi ke dalam sampel sampai muncul nilai
yang stabil pada pH meter.
3. Total Gula Metode Refraktometri (Sulaeman et al. 1995)
Total gula ditentukan dengan metode refraktometri. Mula-mula kaca
obyek refraktometer dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi dan
didiamkan hingga kering. Setelah itu, dua tetes sampel diletakkan di atas kaca
obyek dengan menggunakan pipet lalu kaca obyek tersebut ditutup. Selanjutnya
tombol putar refraktometer (pengatur pembacaan kasar dan halus) diputar
sedemikian rupa sehingga pada kaca okuler terlihat batas antara gelap dan
terang, lalu nilai total gula sampel dibaca.
3. Analisis Kadar Vitamin C (Apriantono et.al. 1989)
Kandungan Vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod/iodimetri.
Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml.
Setelah itu sebanyak 25 ml larutan diambil, ditetesi indikator pati sebanyak 3-5
tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01 N. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tiap mol equivalen dengan 0,88
mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dapat dihitung dengan rumus.
5. Nilai aw (Apriyantono et al. 1989)
Pengukuran nilai aw menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi
menggunakan larutan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw sebesar 0,750. Setelah
alat dikalibrasi, sampel dimasukkan dan ditunggu beberapa menit sampai muncul
nilai aw sampel yang dianalisis.
6. Serat Makanan Secara Enzimatis (Sulaeman et al. 1995)
mg Vitamin C = ml iod x 0,88 x faktor pengenceran x 100 g sampel
Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dan ditambahkan 25 ml 0,1 M
buffer fosfat pH 6 dan 0,1 ml enzim termamyl, kemudian dipanaskan selama 15
menit pada suhu 1000C. Setelah itu didinginkan dan turunkan pH menjadi 1,5
dengan HCl, lalu tambahkan 100 mg pepsin dan panaskan dengan penangas
bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Naikkan pH menjadi 6,8 dengan
menggunakan NaOH. Tambahkan 100 mg pankreatin dan panaskan kembali
dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Atur pH menjadi 4,5
dengan menggunakan HCl dan saring dengan menggunakan kertas saring
Whatman 41 yang sudah diketahui beratnya, kemudian pisahkan residu dengan
filtratnya.
Residu (Serat Tidak Larut)
Kertas saring yang berisi residu dicuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20
ml aseton. Keringkan dalam oven sampai berat konstan dan timbang (D1).
Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali (I1).
Filtrat (Serat Larut)
Filtrat ditambah 400 ml etanol 95% hangat dan biarkan mengendap.
Setelah mengendap saring menggunakan buchner funnel yang diberi kertas
saring yang sudah dikeringkan dalam oven dan diketahui beratnya, kemudian
cuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20 ml aseton. Keringkan dalam oven sampai
berat konstan dan timbang (D2). Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali
(I2).
10011
% ×−−
=W
BIDLarutTidakMakananSerat
10022
% ×−−
=W
BIDLarutMakananSerat
Keterangan :
W = berat sampel (g) D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (D-I)Blanko 7. Analisis ß-karoten (Journal of Chromatography 1992)
Penyiapan larutan standar
Timbang ± 0,01 g ß-karoten ke dalam erlemeyer bertutup asah.
Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer
hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok
kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petroleum eter :
dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke
dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah
sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya.
Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit.
Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah,
kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali
perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas
basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan
dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan
propanol. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian himpitkan hingga
tanda tera dengan propanol. Buat larutan deret standar (disesuaikan dengan
konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18. Larutan siap
diinjek ke dalam HPLC.
Penyiapan contoh
Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlemeyer 250 ml
bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok
menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml
larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan
60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam.
Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan
larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok
lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30
menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah,
kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali
perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas
basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan
dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan
propanol. Saring larutan dengan Sep pak Catridge C 18, injeksikan larutan ke
dalam HPLC. Kadar ß-karoten dalam contoh dapat dihitung dengan rumus :
wsp
FpkarotenCstAstAsp
Csp××
=β
Keterangan :
Csp = konsentrasi contoh (mg/kg) Ast = luas area standar
Asp = luas area contoh Fp = faktor pengenceran Wsp = berat contoh (g)
Metode Analisis Mikrobiologis
Uji Total Mikroba
Metode standar total plate count mikroba (TPC) digunakan untuk
mengetahui kandungan mikroba pada bahan pangan. Metode ini menggunakan
media PCA (Plate Count Agar). Sampel diencerkan sebanyak lima kali, lalu dari
kelima tingkat pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada cawan steril
(duplo) kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan medium PCA cair steril
sekitar 15 ml. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik
pada suhu 370C selama 2-3 hari. Koloni pada PCA dinyatakan sebagai CFU/ml
(Ferizal 2005).
1 ml sampel
Gambar 28 Diagram alir pelaksanaan uji total mikroba
1 ml
100
10-1
1 ml
10-2
1 ml
10-3
1 ml
10-4
1 ml
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5
0.1 ml
1 ml 1 ml 1 ml
Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor
Ranks kode perlakuan N Mean Rank
warna
1 kali ekstraksi 25 56.28 2 kali ekstraksi 25 33.32 3 kali ekstraksi 25 24.40 Total 75
Test Statistics(a,b) warna Chi-Square 30.889 df 2 Asymp. Sig. .000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan
Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor
Ranks kode perlakuan N Mean Rank
aroma
1 kali ekstraksi 25 44.46 2 kali ekstraksi 25 37.24 3 kali ekstraksi 25 32.30 Total 75
Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 4.237 df 2 Asymp. Sig. .120
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor
Ranks kode perlakuan N Mean Rank
tekstur
1 kali ekstraksi 25 43.98 2 kali ekstraksi 25 36.42 3 kali ekstraksi 25 33.60 Total 75
Test Statistics(a,b)
tekstur Chi-Square 4.055 df 2 Asymp. Sig. .132
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli daun kelor
Ranks kode perlakuan N Mean Rank
rasa
1 kali ekstraksi 25 49.48 2 kali ekstraksi 25 31.42 3 kali ekstraksi 25 33.10 Total 75
Test Statistics(a,b) rasa Chi-Square 11.358 df 2 Asymp. Sig. .003
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor
Ranks kode perlakuan N Mean Rank
penerimaan umum
1 kali ekstraksi 25 48.12 2 kali ekstraksi 25 32.94 3 kali ekstraksi 25 32.94 Total 75
Test Statistics(a,b)
penerimaan
umum Chi-Square 8.933 df 2 Asymp. Sig. .011
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 9 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 1.41163333 0.70581667 2.85 0.2025 Galat 3 0.74305000 0.24768333 Total 5 2.15468333
Lampiran 10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.05333333 0.02666667 1.33 0.3852 Galat 3 0.06000000 0.02000000 Total 5 0.11333333
Lampiran 11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.70333333 0.35166667 42.20 0.0064 Galat 3 0.02500000 0.00833333 Total 5 0.72833333
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh ulangan ekstraksi terhadap total gula minuman jelly daun kelor Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A 11.90000 2 3 B 11.20000 2 2 B 11.15000 2 1
Lampiran 12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 34.97703333 17.48851667 0.36 0.7218 Galat 3 144.04630000 48.01543333 Total 5 179.02333333
Lampiran 13 Hasil sidik ragam serat larut minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.00130000 0.00065000 0.08 0.9269 Galat 3 0.02505000 0.00835000 Total 5 0.02635000
Lampiran 14 Hasil sidik ragam serat tidak larut minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.00570000 0.00285000 0.18 0.8448 Galat 3 0.04790000 0.01596667 Total 5 0.05360000
Lampiran 15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.00163333 0.00081667 0.03 0.9708 Galat 3 0.08190000 0.02730000 Total 5 0.08353333
Lampiran 16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank
warna
0 minggu 15 22.33 2 minggu 15 24.60 4 minggu 15 22.07 Total 45
Test Statistics(a,b) warna Chi-Square .364 df 2 Asymp. Sig. .834
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink
Lampiran 17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank
warna
0 minggu 15 16.70 2 minggu 15 28.70 4 minggu 15 23.60 Total 45
Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 6.692 df 2 Asymp. Sig. .035
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink
Lampiran 18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank
warna
0 minggu 15 19.47 2 minggu 15 27.40 4 minggu 15 22.13
Total 45 Test Statistics(a,b) tekstur Chi-Square 3.059 df 2 Asymp. Sig. .217
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank
warna
0 minggu 15 19.33 2 minggu 15 28.63 4 minggu 15 21.03 Total 45
Test Statistics(a,b)
penerimaan
umum Chi-Square 4.855 df 2 Asymp. Sig. .088
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 345433.33333333 172716.66666667 28.39 0.0112 Galat 3 18250.00000000 6083.33333333 Total 5 363683.33333333
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap viskositas minuman jeli daun kelor Duncan Grouping
Mean N perlakuan
A 1620.00 2 0 minggu B 1135.00 2 2 minggu B 1090.00 2 4 minggu
Lampiran 21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 4 154.31111111 38.57777778 9.28 0.0266 Galat 4 16.63537778 4.15884444 Total 8 170.94648889
Sumber Keragaman
db Anova ss KT F hit Pr > F
Jam 2 11.25335556 5.62667778 1.35 0.3558 Minggu 2 143.05775556 71.52887778 17.20 0.0109
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap sineresis minuman jeli daun kelor Duncan Grouping
Mean N Minggu
A 13.663 3 4 B 11.720 3 2 B 4.403 3 0
Lampiran 22 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.26813333 0.13406667 3.88 0.1474 Galat 3 0.10375000 0.03458333 Total 5 0.37188333
Lampiran 23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.02333333 0.01166667 7.00 0.0741 Galat 3 0.00500000 0.00166667 Total 5 0.02833333
Lampiran 24 Hasil sidik ragam aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 0.00023333 0.00011667 1.17 0.4219 Galat 3 0.00030000 0.00010000 Total 5 0.00053333
Lampiran 25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 330.83910000 165.41955000 7.36 0.0696 Galat 3 67.39270000 22.46423333
Total 5 398.23180000
Lampiran 26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman
db JK KT F hit Pr > F
Perlakuan 2 5646.45333333 2823.22666667 4234.84 0.0001 Galat 3 2.00000000 0.66666667 Total 5 5648.45333333
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor Duncan Grouping
Mean N perlakuan
A 72.0000 2 0 minggu B 13.0000 2 2 minggu C 2.2000 2 4 minggu