34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kalimantan Tengah
1. Geografis
Secara geografis, Provinsi Kalimantan Tengah terletak di daerah
lintasan katulistiwa yaitu pada posisi 00°44’54” Lintang Utara - 03°47’07”
Lintang Selatan dan 110°43’19” - 115°47’36” Bujur Timur. Batas wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah Utara berbatasan dengan Kalimantan
Timur dan Kalimantan Barat, sebelah Timur berbatasan dengan
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, sebelah Selatan berbatasan
dengan Laut Jawa, dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi
Kalimantan Barat (Dephut, 2014).
2. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson, wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah termasuk tipe iklim A, hal ini ditandai dengan adanya
jumlah bulan basah lebih banyak dari bulan kering dan pola penyebaran
curah hujan hampir merata pada semua wilayah. Agroklimat Kalimantan
Tengah terdiri dari 4 klas, yaitu: Klas A di bagian Utara, Klas B1 di
Bagian Tengah, Klas C1 dan C2 di Bagian Selatan. Semakin ke bagian
Utara curah hujan semakin tinggi. Karakteristik iklim, tropis lembap dan
panas yang tergolong ke dalam tipe iklim A dengan suhu udara relatif
konstan sepanjang tahun, yang dapat mencapai 23°C pada malam hari dan
33°C pada siang hari, dengan penyinaran matahari mencapai 60%
pertahun. Curah hujan rata-rata 200 mm/bulan dengan kecepatan angin
35
rata-rata 4 knot/Km. Curah hujan rata-rata sebesar 2.732 mm/tahun dengan
rata-rata hari hujan 120 hari. Sebagian besar daerah pedalaman yang
berbukit, bercurah hujan antara 2.000 - 4.000 mm per tahun. Musim
penghujan biasanya dimulai pada bulan September sampai bulan Mei, dan
puncaknya pada bulan November dan April. Iklim yang relatif lebih kering
dimulai dari bulan Juni sampai Agustus (Dephut, 2014).
3. Luas Wilayah dan Pemerintahan
Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yaitu 153.564 km2 atau
15.356.400 ha. Berdasarkan Undang - undang Nomor 5 Tahun 2002, maka
jumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah saat ini
sebanyak 13 (tiga belas) kabupaten dan 1 (satu) kota selengkapnya
disajikan pada tabel berikut :
36
Tabel 5. Luas Wilayah Kabupaten di Kalimantan Tengah
No. Kabupaten/kota Ibu Kota Luas
Wilayah (km²)
(%) Nama Kepala Daerah
Tahun 2012
1. Murung Raya Puruk Cahu 12.700 15,43 Dr.Willy M.Yoseph 2. Barito Utara Muara Teweh 8.300 5,40 Ir. Achmad
Yuliansyah, MM 3. Barito Selatan Buntok 8.830 5,75 Ir.H.M.Farid Yusran,
MM 4. Barito Timur Tamiang
Layang 3.834 2,50 Zain Alkim
5. Kapuas Kuala Kapuas 14.999 9,77 Ir. Muhammad Mawardi, MM.,M.Si
6. Pulang Pisau Pulang Pisau 8.997 5,86 H.Achmad Amur, SH 7. Palangka Raya Palangka Raya 2.400 1,56 H.M.Riban Satia,
S.Sos., M.Si 8. Gunung Mas Kuala Kurun 10.804 7,04 Drs.Hambit Bintih,
MM 9. Katingan Kasongan 17.500 11,40 Drs. Duwel Rawing 10. Seruyan Kuala
Pembuang 16.404 10,68 H. Darwan Ali
11. Kotawingin
Timur Sampit 16.796 10,94 H. Supian Hadi,
S.Ikom
12. Kotawaringin Barat
Pangkalan Bun 10.759 7,01 Dr.H. Ujang Iskandar, ST, M.Si
13. Lamandau Nanga Bulik 6.414 4,18 Drs.Regol Cikal 14. Sukamara Sukamara 3.827 2,49 H. Ahmad Dirman
Jumlah 153.564 100 Sumber : http://bagasdanad.wordpress.com/2012/11/23/nama-nama-
kabupaten-dan-bupatinya-di-kalteng/
4. Topografi
Kondisi fisik wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, terdiri atas daerah
pantai dan rawa yang terdapat di wilayah Bagian Selatan sepanjang ± 750
km pantai Laut Jawa, yang membentang dari Timur ke Barat dengan
ketinggian antara 0 – 50 m di atas permukaan laut (dpl) dan tingkat
kemiringan 0%-8%. Sementara itu wilayah daratan dan perbukitan berada
bagian tengah, sedangkan pegunungan berada di bagian Utara dan Barat
37
Daya dengan ketinggian 50 – 100 mdpl dan tingkat kemiringan rata-rata
sebesar 25% (Dephut, 2014).
5. Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 2.212.089
jiwa yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 740.256 jiwa
(33,46%) dan di daerah perdesaan sebanyak 1.471.833 jiwa (66,54%).
Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari
yang terendah sebesar 2,03% di Kabupaten Sukamara hingga yang
tertinggi sebesar 16,92% di Kabupaten Kotawaringin Timur. Penduduk
laki-laki Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 1.153.743 jiwa dan
perempuan sebanyak 1.058.346 jiwa (Dephut, 2014).
6. Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kalimantan Tengah dihuni oleh berbagai suku bangsa, diantaranya
Dayak, Jawa, Banjar, Batak, Toraja, sampai Papua dan lain-lain. Suku
yang sangat dominan adalah Dayak. Bahasa daerahnya cukup beragam.
Namun, dalam pergaulan sehari-hari, bahasa yang sering digunakan adalah
bahasa Dayak Ngaju, Dayak Maayan, Dayak Kapuas, bahasa Jawa, dan
bahasa Banjar.
Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah memiliki kekayaan
budaya/tradisi lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Budaya/tradisi
lokal ini syarat dengan nilai-nilai kearifan dan sudah diterapkan semenjak
jaman nenek moyang dahulu kala hingga kini. Ada banyak cara bisa
dilakukan untuk melindungi, menjaga serta melestarikan hutan, salah
satunya dengan menerapkan hukum adat terhadap pelaku pengrusakan
38
serta pembakaran hutan yang dilindungi. Seperti yang dilakukan
masyarakat adat Desa Gohong, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten
Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, yang menerapkan hukum adat
bagi pelaku pembakaran maupun pengrusak hutan. Aturan adat ada kalau
masyarakat di desa ini melanggar adat istiadat seperti membakar lahan
tanpa memperhatikan kearifan lokal, maka akan disingir dan diberi jipen,
artinya hukuman denda atau ganti rugi (Riski, 2014).
Hukum adat setempat mengatur sistem pengelolaan wilayah adat
secara lokal pula. Hukum adat yang berakar pada budaya lokal ini,
mengatur dan mengontrol proses pengelolaan wilayah adat yang
dijalankan oleh warga komunitas agar sesuai dengan adat istiadat yang
berlaku. Hukum adat disusun lebih untuk menjamin tetap terjaganya
kelestarian alam beserta seluruh isinya demi kepentingan masyarakat itu
sendiri (Riski, 2014).
B. Tingkat Kerawanan Kebakaran Berdasarkan Hotspot di Kalimantan Tengah
1. Hotspot Tahun 2009
Berdasarkan data hotspot Tahun 2009 di Kalimantan Tengah
diketahui Interval Kelas nilai tingkat kerawanan kebakaran adalah 117
(Lampiran 1), maka pembagian daerah berdasarkan klasifikasi tingkat
kerawanan kebakaran adalah sebagai berikut :
39
Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Tahun 2009 No Kategori Wilayah Kabupaten
1. Tidak Rawan Palangka Raya, Barito Timur, Sukamara 2. Kurang Rawan Barito Selatan, Murung Raya, Barito
Utara, Kotawaringin Barat, Gunung Mas, Lamandau
3. Rawan Kotawaringin Timur 4. Sangat Rawan Seruyan, Katingan,Pulang Pisau, Kapuas
Menurut data hotspot tahun 2009, Jumlah Hotspot di Provinsi
Kalimantan Tengah adalah 4.618 titik. Sebaran hotspot paling banyak
terdapat Kabupaten Kapuas dengan jumlah hotspot 563 titik menempati
urutan pertama sebagai daerah sangat rawan yang diikuti oleh Kabupaten
Pulang Pisau dengan jumlah hotspot 562 titik. Grafik Hotspot dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
Gambar 2. Grafik Hotspot Tahun 2009
Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah umumnya terjadi di
daerah bergambut. Dalam sejarahnya kebakaran hutan tropika basah di
Kalimantan diketahui terjadi sejak abad ke-19, yakni di kawasan antara
40
Sungai Kalanaman dan Cempaka (sekarang Sungai Sampit dan Katingan)
di Kalimantan Tengah, yang rusak akibat kebakaran hutan tahun 1877.
Namun seiring dengan pengkonversian hutan secara berlebihan maka
kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah terjadi secara
berlebihan, berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan diketahui
bahwa kebakaran yang terjadi sebagai akibat pembukaan lahan pertanian
baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh perusahaan perkebunan
yang melakukan land clearing (Zoko, Hartono, Fina, Mashudi, Dero,
Duwiter, Bambang, 2012).
Berdasarkan data patroli tahun 2009 dalam rangka pencegahan dan
penanganan kebakaran hutan dan lahan oleh Daerah Operasi Kapuas
(Daops Kapuas), bahwa terjadi kebakaran yang sangat besar. Lokasi
kebakaran banyak terdapat di lahan-lahan tidur yang dekat dengan akses
jalan dan kemudian merambat ke lahan yang lain. Sebagian besar
kebakaran yang ada tidak dapat dipadamkan, hal ini disebabkan jarak ke
lokasi kebakaran yang sangat jauh dan juga sumber air yang tidak terdapat
di sekitar lokasi kebakaran.
Suwarsono, Yulianto, Parwati, Suprapto (2009) menyebutkan bahwa
pada tahun 2009 estimasi luas daerah bekas kebakaran hutan dan lahan di
wilayah kabupaten Pulang Pisau merupakan wilayah yang memiliki luas
kebakaran terbesar yaitu 31.500 ha dan Kabupaten Kapuas dengan luas
areal terbakar adalah 27.700 ha, serta di daerah Kabupaten Katingan
14.600 ha dan wilayah Kabupaten Kotawaringin timur yaitu 10.000 ha dan
Kabupaten Seruyan 5.900 Ha, sedangkan daerah bekas kebakaran yang
41
paling kecil adalah Kabupaten Lamandau dengan luas areal terbakar hanya
300 ha.
2. Hotspot Tahun 2010
Jumlah titik hotspot Tahun 2010 di Kalimantan Tengah adalah 794 titik.
Interval kelas nilai tingkat kerawanan sebesar 34 (Lampiran 3), maka
pembagian daerah berdasarkan klasifikasi tingkat kerawanan kebakaran
dapat ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Tahun 2010 No Kategori Wilayah Kabupaten
1. Tidak Rawan Palangka Raya, Lamandau, Pulang Pisau, Barito Timur, Sukamara, Kotawaringin Barat, Barito Selatan
2. Kurang Rawan Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Kapuas
3. Rawan Gunung Mas
4. Sangat Rawan Murung Raya, Barito Utara
Dari informasi hotspot tahun 2010, Kota Palangka Raya adalah daerah
yang paling sedikit terdeteksi hotspot yaitu hanya 14 titik yang diikuti oleh
Kabuaten Lamandau dengan jumlah hotspot 17 titik. Sedangkan hotspot
terbanyak terdapat di Kabupaten Barito Utara dengan jumlah 151 titik dan
Kabupaten Murung Raya sebanyak 128 titik. Grafik di bawah ini
menunjukkan jumlah Hotspot masing – masing kabupaten yang ada di
Kalimantan Tengah sebagai berikut :
42
Gambar 3. Grafik Hotspot Tahun 2010
Pada tahun ini Daerah Operasi (Daops) Palangkaraya mencatat bahwa
musim kemarau berlangsung selama kurang lebih 3 bulan (Juli s/d
September 2010) dimana pada musim kemarau tersebut masih sering
terjadi hujan sehingga sering disebut kemarau basah. Selain itu, semakin
baiknya pengelolaan lahan oleh masyarakat secara tidak langsung
mengurangi resiko terjadinya bahaya kebakaran. Kegiatan pengolahan
lahan secara tradisional dapat pula mengurangi terjadinya kebakaran lahan.
Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Kalimantan
Tengah yang membawahi 5 (lima) wilayah pengawasan konservasi di
Kalimantan Tengah meliputi kabupaten Kotawaringin Timur,
Kotawaringin Barat, Seruyan, Lamandau dan Sukamara Tidak adanya
kebakaran hutan dan lahan di tahun 2010 karena faktor utama adalah
faktor alam yakni cuaca (Abisaputera, 2011).
Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) Bandar Udara Haji Asan Sampit, Kabupaten Kotawaringin
43
Timur bahwa pada tahun 2010 kabupaten tersebut memiliki curah hujan di
atas normal meskipun telah memasuki musim kemarau yaitu 158 - 214
milimeter. Dimana kondisi tersebut alam secara tidak langsung
mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi.
3. Hotspot Tahun 2011
Pada tahun 2011 jumlah titik hotspot di Kalimantan Tengah adalah
3.988 titik. Hasil perhitungan interval kelas nilai tingkat kerawanan adalah
132 (Lampiran 5), maka pembagian daerah berdasarkan klasifikasi
tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Tahun 2011 No Kategori Wilayah Kabupaten
1. Tidak Rawan Palangka Raya, Lamandau, Barito Timur, Sukamara, Barito Selatan
2. Kurang Rawan Barito Utara, Kotawaringin Barat, Gunung Mas
3. Rawan Seruyan, Kapuas, Katingan
4. Sangat Rawan Pulang Pisau, Kotawaringin Timur
Dari data hotspot pada tahun 2011, daerah yang paling banyak
terdeteksi di Kabupaten Pulang Pisau dengan jumlah hotspot 605 titik dan
Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 512 titik. Jumlah hotspot di tiap
kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah tahun 2010 disajikan dalam
bentuk grafik di bawah ini :
44
Gambar 4. Grafik Hotspot Tahun 2011
Berdasarkan laporan Patroli pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan Daops Kapuas yang membawahi wilayah Kabupaten Kapuas dan
Pulang Pisau, pada tahun tersebut di Kabupaten Kapuas terjadi kebakaran
selama musim kemarau seluas + 2.333,5 ha. Kebakaran terjadi di lahan-
lahan kosong milik masyarakat yang tidak dikelola. Sedangkan data
kejadian kebakaran di Kabupaten Pulang Pisau tidak terdata karena
personil dan upaya pemadaman yang ada terkonsentrasi di Kabupaten
Kapuas. Pada pertengahan tahun 2011 di Kalimantan Tengah telah
diterbitkan 1.296 Surat Ijin Usaha yang meliputi konsesi perkebunan,
pertambangan dan pengusahaan hutan. Diduga kuat bahwa dengan jumlah
konsesi sebayak itu maka sangat wajar jika hutan yang menjadi objek dari
semua aktivitas konsesi menjadi lebih rentan terhadap bahaya kebakaran,
dimana dalam upaya land clearing menggunakan cara yang paling murah
dan mudah yaitu dengan membakar (Walhi, 2011).
45
4. Hotspot Tahun 2012
Data jumlah titik hotspot yang terdeteksi pada tahun 2012 di
Kalimantan Tengah sebanyak 4.179 titik, dimana jumlah ini meningkat
dari tahun sebelumnya, yaitu tahun 2013. Perhitungan interval kelas nilai
tingkat kerawanan kebakaran adalah + 114 (Lampiran 6). Dari perhitungan
tersebut maka pembagian daerah berdasarkan klasifikasi tingkat
kerawanan kebakaran adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Tahun 2012 No Kategori Wilayah Kabupaten
1. Tidak Rawan Palangka Raya, Lamandau, Barito Timur, Barito Selatan, Barito Utara, Murung Raya
2. Kurang Rawan Kotawaringin Barat, Gunung Mas, Sukamara, Seruyan
3. Rawan Katingan
4. Sangat Rawan Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, Kapuas
Menurut data hotspot tahun 2012, Kabupaten Kotawaringin Timur
dengan jumlah hotspot 563 titik menempati urutan pertama sebagai daerah
sangat banyak terdeteksi hotspot yang kemudian diikuti oleh Kabupaten
Pulang Pisau dengan jumlah hotspot 522 titik dan Kabupaten Kapuas
sebanyak 512 titik. Di tahun 2012 bulan kemarau termasuk pendek, yakni
memasuki pertengahan bulan September hingga akhir Oktober. Jumlah
hotspot masing – masing kabupaten disajikan dalam bentuk grafik di
bawah ini :
46
Gambar 6. Grafik Hotspot Tahun 2012
Dari data laporan hasil pemadaman kebakaran hutan dan lahan Daops
Pangkalan Bun mencatat bahwa ada seluas 57 ha lahan gambut dan alang-
alang yang terbakar di Kabupaten Kotawaringin Timur pada lahan-lahan
kosong milik masyarakat. Sedangkan hasil laporan dari Daops Kapuas
mencatat bahwa terjadi kebakaran seluas 15 ha di Kabupaten Pulang Pisau
dan 107 Ha di Kabupaten Kapuas. Kebakaran yang terjadi berlokasi di
kebun karet masyarakat, sehingga hal itu menimbulkan kerugian yang
cukup besar bagi masyarakat.
5. Hotspot Tahun 2013
Kalimantan Tengah pada tahun 2013 tercatat 2.286 titik hotspot,
dengan Interval kelas nilai tingkat kerawanan sebesar 71 (Lampiran 7),
sehingga pembagian daerah berdasarkan klasifikasi tingkat kerawanan
kebakaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
47
Tabel 10. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kebakaran Tahun 2013 No Kategori Wilayah Kabupaten
1. Tidak Rawan Palangka Raya, Lamandau, Barito Timur, Barito Selatan, Barito Utara, Murung Raya, Sukamara
2. Kurang Rawan Kotawaringin Barat, Gunung Mas, Seruyan
3. Rawan Katingan, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau
4. Sangat Rawan Kapuas
Berdasarkan data hotspot pada tahun 2013, Kabupaten Kapuas
terdeteksi jumlah hotspot 347 titik. Di kabupaten ini berdasarkan data
laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari Daops Kapuas
mencatat bahwa terjadi kebakaran seluas 63,75 ha dengan lokasi kejadian
kebakaran justru banyak di dekat pemukiman dan kebun-kebun
masyarakat, sedangkan di Kabupaten Pulang Pisau tercatat kebakaran
seluas 198,5 ha yang berlokasi di areal kebun masyarakat dan perkebunan
sawit.
Kabupaten Barito Selatan dikatogorikan sebagai daerah yang tidak
rawan kebakaran karena memiliki hotspot paling sedikit yaitu sebanyak 70
titik. Perbandingan masing hotspot di tiap kabupaten dapat dilihat pada
grafik di bawah ini :
48
Gambar 6. Grafik Hotspot Tahun 2013
Kepala BPBD Kalimantan Tengah menyatakan bahwa pada tahun
2013 kemarau mengalami puncaknya di akhir bulan Agustus. Menurunnya
jumlah hotspot pada tahun tersebut selain karena musim kemarau cukup
pendek juga karena telah meningkatnya kesiapsiagaan dari upaya
pemerintah untuk menanggulangi bahaya kebakaran dan asap yang sering
terjadi serta kerjasama dengan berbagai pihak yang ada.
6. Akumulasi Hotspot Selama 5 Tahun (2009 s/d 2013)
Berdasarkan data hotspot tahunan tersebut (2009 s/d 2013), terlihat bahwa
puncak hotspot tertinggi adalah pada bulan Agustus – Oktober. Dari data
tersebut, maka tabel rekapitulasi hotspot selama 5 (lima) tahun adalah
sebagai berikut:
49
Tabel 11. Rekap Data Hotspot di Kalimantan Tengah Tahun 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
1 P RAYA 184 14 128 122 112 560 3,53
2 BARSEL 213 42 87 105 70 517 3,26
3 BARUT 256 151 220 177 121 925 5,83
4 BARTIM 94 30 77 134 81 416 2,62
5 GUNMAS 281 88 266 280 155 1070 6,74
6 KAPUAS 563 72 430 512 347 1924 12,13
7 KATINGAN 537 67 431 437 266 1738 10,95
8 KOBAR 280 30 251 300 152 1013 6,39
9 KOTIM 446 58 512 563 255 1834 11,56
10 LAMANDAU 307 17 136 159 63 682 4,30
11 MURA 247 128 285 217 133 1010 6,37
12 PPISAU 562 20 605 522 249 1958 12,34
13 SERUYAN 455 52 413 327 154 1401 8,83
14 SUKAMARA 193 25 147 324 128 817 5,15
4618 794 3988 4179 2286 15865 100,00
%Tahun
Kabupaten/KotaNo.
JUMLAH
Jumlah
Menurut data di atas bahwa sepanjang tahun 2009 sampai tahun 2013,
Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau terdeteksi memiliki hotspot jauh
lebih banyak dari pada daerah lainnya, masing-masing sebanyak 1.924
titik atau 12,13% dan 1.958 titik atau 12,34% dari total keseluruhan
jumlah hotspot yaitu 15.865 titik.
Dalam waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut dari tahun 2011-2013
Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau dan Kotawaringin Timur berada
dikategori rawan. Hal ini kemungkinan besar akibat dari aktivitas
pembersihan dan pembukaan lahan baik dalam skala besar maupun kecil
yang sering dilakukan dengan cara membakar.
Berikut adalah grafik hotspot selama 5 tahun (2009 s/d 2013) di
Kalimantan Tengah :
50
0
100
200
300
400
500
600
700
P RAYA
BARSEL
BARUT
BARTI
M
GUNM
AS
KAPUAS
KATINGAN
KOBAR
KOTIM
LAM
ANDAU
MUR
A
PPISAU
SERUYAN
SUKAM
ARA
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 6. Grafik Hotspot Tahun 2009 - 2013
Berdasarkan perhitungan Kelas Kerawanan (KKN) dari data hotspot
selama 5 (lima) tahun tersebut, maka diperoleh tabel Klasifikasi Tingkat
Kerawanan kebakaran dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data tersebut
terlihat bahwa Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau sering berada pada
kategori sangat rawan. Hal ini didukung oleh cukup luasnya areal
persawahan, pemukiman dan belukar di kedua kabupaten tersebut. Kondisi
ini sejalan dengan banyaknya aktivitas masyarakat setempat berladang dan
berkebun.
Menghubungkan data hotspot yang ada dengan luas kabupaten dapat
dijelaskan sebagai berikut: selama rentang waktu 5 (lima) tahun dari 2009
– 2013, di Kabupaten Kapuas dengan luas wilayah 14.999 km² (9,77%)
terdeteksi hotspot sebanyak 12,13%. Kondisi ini lebih banyak apabila
dibandingkan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur yang memiliki luas
16.796 km² (10,94%) terdeteksi hotspot 11,56% dari total 5 tahun. Sama
halnya dengan Kabupaten Pulang Pisau yang luas wilayahnya 8.997km²
51
(5,86%) terdeteksi hotspot 12,34% dari total 5 tahun, dimana jumlah ini
jauh lebih banyak dibandingkan Kabupaten Seruyan yang luasnya 16.404
km² (10,68%) dengan jumlah hotspot 8,83%.
Dari kondisi tersebut bahwa luas wilayah bergambut atau tidak
bergambut dapat memberi pengaruh kepada distribusi jumlah hotspot dan
tingkat kerawanan diwilayah tersebut. Contohnya Kabupaten Pulang Pisau
dan Kapuas dengan luasan yang lebih kecil tetapi memiliki sebaran lahan
gambut yang cukup besar daripada kabupaten yang lain sehingga
menimbulkan kerentanan lebih tinggi terhadap kebakaran dibandingkan
dengan kabupaten-kabupaten yang memiliki sebaran gambut lebih sedikit
namun memiliki luas wilayah yang lebih besar.
Selain luas sebaran gambut, ternyata banyaknya ijin usaha untuk
pembukaan lahan turut serta memberi pengaruh kepada peningkatan
bahaya kebakaran. Hal ini terjadi karena tingginya aktivitas dan kebutuhan
hidup membuat masyarakat cenderung untuk melakukan cara-cara praktis
dan murah untuk mencapai tujuannya tanpa memperhatikan akibat yang
ditimbulkannya kepada lingkungan.
Mengacu pada data tabel di atas bahwa Provinsi Kalimantan Tengah
merupakan salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan hotspot yang terdeteksi di seluruh
wilayah kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Tengah. Dari informasi data
tersebut, maka kita dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu
terkait daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
52
Menurut Usman (2009) dalam Zoko, dkk (2012) kebakaran lahan dan
hutan sebagai penyebab bencana asap di Provinsi Kalimantan Tengah
setiap tahun menjadi sorotan publik luas, tidak saja dalam skala nasional
tetapi internasional. Selain menimbulkan dampak berupa menurunnya
kualitas lingkungan hidup, kejadian ini juga telah menimbulkan kerugian
ekonomi yang tidak sedikit jumlahnya. Selain dampak yang dirasakan di
dalam negeri, bencana asap ini juga telah menuai kecaman dari pihak
negara tetangga Malaysia dan Singapura yang juga merasakan dampak
dari asap akibat kebakaran lahan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Selain hal tersebut diatas, perubahan iklim yang ekstrim juga sangat
memberi pengaruh terhadap bahaya kebakaran, dimana panjang
pendeknya musim kemarau yang diiringi dengan suhu yang tinggi
menimbulkan peluang bahaya kebakaran yang lebih tinggi juga pada suatu
daerah, dan begitu juga sebaliknya.
Penyebab utama munculnya titik api di hutan dan lahan dapat
dipastikan adalah manusia. Aktivitas manusia seperti pembalakan liar yang
meninggalkan api dalam kondisi masih hidup, sisa puntung rokok yang
dibuang sembarangan sampai dengan kegiatan pembersihan lahan
menggunakan api merupakan penyebab – penyebab utama terjadinya
kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Khusus pembukaan
lahan untuk pertanian, pembakaran ini dilakukan oleh para petani sebagai
upaya untuk membersihkan lahan yang dianggap efektif dan efisien.
Dengan membakar lahan maka pekerjaan menjadi lebih cepat, mudah, dan
murah. selain itu sisa abu pembakaran dapat digunakan sebagai zat yang
53
dapat menaikkan ph tanah yang bersifat asam. Kondisi ini semakin
diperparah dengan adanya beberapa perusahaan perkebunan yang
melakukan kegiatan land clearing dengan sistem pembakaran.
Jumlah hotspot yang terpantau oleh satelit NOAA tidaklah semuanya
merupakan titik api atau kejadian kebakaran, karena satelit NOAA akan
langsung mendeteksi suhu panas tersebut menjadi hotspot bila suhunya
mencapai 42ºC pada siang hari dan 37 ºC pada malam hari. Berdasarkan
laporan kegiatan Groundcheck hotspot yang dilakukan oleh Balai KSDA
Kalimantan Tengah, bahwa sering kali hotspot yang terpantau oleh satelit
pada suatu daerah tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan. Hal ini
bisa saja disebabkan oleh tingginya suhu disekitar wilayah tersebut akibat
aktifitas masyarakat seperti pabrik, pembakaran limbah rumah tangga
dalam skala besar, pantulan sinar oleh pasir, dan lain-lain.
Untuk menghadapi masalah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan
Tengah, pemerintah pusat dan daerah serta pihak – pihak terkait telah
melakukan berbagai upaya pencegahan maupun penanggulangan.
Salah satunya dengan dibentuknya Posko Penanggulangan Bencana
Kebakaran Hutan Lahan dan Pekarangan, dalam hal ini dikoordinir oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan
Tengah. Dalam situasi Siaga Darurat Bencana, BPBD Provinsi Kalimantan
Tengah mengkoordinir beberapa instansi yang berhubungan dengan upaya
tersebut, yaitu Manggala Agni, Dinas Kehutanan, KOREM, Kepolisian
dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo).
Selain BPBD juga terdapat Badan Lingkungan Hidup yang mengkoordinir
54
Tim Serbu Api Kelurahan (TSAK) yang telah mereka bina untuk turut
serta menanggulangi bencana kebakaran. Namun pada situasi Tanggap
Darurat Bencana, selain BPBD Provinsi Kalteng dan BLH, pihak Polda
Kalimantan Tengah juga turut melakukan upaya penanggulangan dengan
mengkoordinir beberapa lembaga, seperti Pemadam Kebakaran Kota
(Damkar Kota), Tagana, Regu Pemadam kebakaran (RPK) dan Barisan
Pemadam Kebakaran (BPK).
Secara garis besar upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang
telah dilaksanakan, dapat dibagi menjadi dua yaitu pemadaman jalur darat
dan pemadaman jalur udara. Pemadaman jalur darat dapat dikatakan
sebagai jenis pemadaman konvensional atau semi konvensional karena
lebih mengandalkan tenaga manusia dengan dukungan tenaga mesin.
Sedangkan pemadaman jalur udara umumnya menggunakan pemanfaatan
teknologi modern seperti penyemaian awan untuk menghasilkan hujan dan
penggunaan helikopter untuk penerapan teknik bom air skala besar.
Sampai saat ini kedua tipe pemadaman tersebut telah diterapkan di
Kalimantan Tengah, sayangnya dalam penerapan di lapangan koordinasi
dari kedua upaya ini masih belum maksimal.