Analisis Struktur I ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., atas berkat Rahmat dan RidhoNya jualah kami dapat menyusun modul kuliah ANALISIS STRUKTUR I ini Modul Kuliah ini disusun dengan tujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah ini. Dalam modul ini disusun materi berdasarkan SAP dan GBPP untuk kegiatan perkuliahan selama satu semester. Adanya modul ini merupakan upaya dalam menyediakan bahan yang digunakan untuk pembaharuan media dan metode pembelajaran untuk menyempurnakan proses belajar mengajar pada paket mata kuliah Analisis Struktur di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsri. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril dan materil dalam menyelesaikan modul ini. Semoga bantuan yang diberikan dapat bermanfaat seiiring dengan dimanfaatkannya modul ini untuk kepentingan Mahasiswa. Kami pun berpesan khusus kepada para mahasiswa yang menggunakan modul ini. Materi Analisis Struktur I dalam modul ini hanya merupakan rangkuman yang telah dicoba untuk disusun secara terstruktur berdasarkan kurikulum yang ada. Lebih jauh mengenai konsep dan latihan-latihan soal yang lebih lengkap dapat dirujuk dari buku-buku lain yang berhubungan khususnya yang kami tulis dalam daftar pustaka. Sekali lagi, alah bisa karena biasa, mungkin dapat menjadi pesan singkat bagi para mahasiswa bahwa materi Analisis Struktur dapat difahami dengan baik dengan rajin mengerjakan latihan soal-soal. Terakhir, tak ada gading yang tak retak, modul kuliah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik, saran ataupun masukan lain demi kesempurnaan bahan kuliah ini nantinya. Penulis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Analisis Struktur I ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., atas berkat Rahmat dan RidhoNya
jualah kami dapat menyusun modul kuliah ANALISIS STRUKTUR I ini
Modul Kuliah ini disusun dengan tujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari
mata kuliah ini. Dalam modul ini disusun materi berdasarkan SAP dan GBPP untuk kegiatan
perkuliahan selama satu semester. Adanya modul ini merupakan upaya dalam menyediakan bahan
yang digunakan untuk pembaharuan media dan metode pembelajaran untuk menyempurnakan proses
belajar mengajar pada paket mata kuliah Analisis Struktur di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Unsri.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan moril dan materil dalam menyelesaikan modul ini. Semoga bantuan yang
diberikan dapat bermanfaat seiiring dengan dimanfaatkannya modul ini untuk kepentingan
Mahasiswa.
Kami pun berpesan khusus kepada para mahasiswa yang menggunakan modul ini. Materi
Analisis Struktur I dalam modul ini hanya merupakan rangkuman yang telah dicoba untuk disusun
secara terstruktur berdasarkan kurikulum yang ada. Lebih jauh mengenai konsep dan latihan-latihan
soal yang lebih lengkap dapat dirujuk dari buku-buku lain yang berhubungan khususnya yang kami
tulis dalam daftar pustaka. Sekali lagi, alah bisa karena biasa, mungkin dapat menjadi pesan singkat
bagi para mahasiswa bahwa materi Analisis Struktur dapat difahami dengan baik dengan rajin
mengerjakan latihan soal-soal.
Terakhir, tak ada gading yang tak retak, modul kuliah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik, saran ataupun masukan lain demi kesempurnaan bahan
kuliah ini nantinya.
Penulis
Analisis Struktur I iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii
x2 = L/2------ Mx2 = 1/16 ql2 Dari persamaan yang diperoleh, dapat digambarkan:
1/16 qL2
Mx1=(3qL/8)x1 - (q/2)x12
Mx1=(qL/8)x2
2. Gambarkan conjugate beam, dimana beban pada conjugate beam adalah :
q(x) = EIM x
Karena pada struktur diperoleh 2 persamaan momen (Mx),maka; bebannya menjadi
EIqx
EIqLx
EIMxq x
4163
2)(
2111
1 −==
EIqLx
EIMxq x
162)( 22
2 ==
Sehingga conjugate beamnya menjadi:
Analisis Struktur I 11
A’ B’
VB’VA’
q(x1)= Mx1/2EIq(x2)= Mx2/2EI
x1x2
Berdasarkan tabel 2.1,maka tidak terdapat perubahan jenis tumpuan dari balok sebenarnya dengan conjugate beam,seperti terlihat pada gambar diatas.
Mencari θA
Untuk mencari θA sama saja dengan mencari gaya V’A , sehingga dapat digunakan persamaan keseimbangan momen, ∑MB = 0 Tinjau balok A’B’: Perhatikan: - Sistem koordinat x1, ke kanan dan jarak titik berat beban merata (q(x1)) dihitung dari titik B’ ke
arah kiri sama dengan (L-x1). (Karena kita menggunakan titik B sbg acuan perhit momen, ∑MB = 0)
- Sistem koordinat x2, ke kiri dan jarak titik berat beban merata (q(x2)) dihitung dari titik B’ ke arah kiri sama dengan (x2)
∑ = 0'BM
0).).(().).((.'2/
0222
2/
0111 =+−+− ∫∫
LL
A dxxxqdxxLxqLV
∫∫ +−−=2/
022
22/
011
211 ).).(
16().).(
4163(.'
LL
A dxxEI
qLxdxxLEI
qxEI
qLxLV
∫∫ ++−−=2/
02
22
2/
01
31
21
211
2
)16
()4416
3163(.'
LL
A dxEI
qLxdxEI
qxEI
qLxEI
qLxEI
xqLLV
2/
0
32
2/
0
41
31
31
21
2
481612483
323.'
LL
A EIqLx
EIqx
EIqLx
EIqLx
EIxqLLV ++−−=
EIqL
EIqL
EIqL
EIqL
EIqLLV A 38425696128128
3.'44444
++−−=
)768
238618(.'4 ++−−
=EIqLLV A
EIqL
EIqL
EIqLV A
333
0117.02563
7689' ===
=AV ' ------- EIqL
EIqL
A
33
0117.02563
==θ (arah putaran sudut searah jarum jam)
Mencari ∆C
Untuk mencari ∆C sama saja dengan mencari momen M’C.
Tinjau potongan kiri balok A’C’ dan gunakan persamaan keseimbangan momen, ∑M = 0 Tinjau balok A’C’:
Analisis Struktur I 12
A’C’
VC’
VA’= 3qL4/256EI
q(x1)= Mx1/2EI
x1 Perhatikan : - sistem koordinat x1, ke kiri dan jarak titik berat beban merata (q(x1)) dihitung dari titik C’ ke arah
kiri, sehingga jarak titik berat (q(x1)) terhadap titik C’ adalah : (L/2 – x1)
∑ = 0'CM
0').2
).((2
.'2/
0111 =+−+− ∫ C
L
A MdxxLxqLV
0').4816
3323(
5123 2/
01
31
21
211
24
=++−−+− ∫ C
L
MdxEI
qxEI
qLxEI
qLxEI
xqLEI
qL
0')162448
364
3(5123
2/
0
41
31
31
21
24
=++−−+− C
L
MEI
qxEI
qLxEI
qLxEIxqL
EIqL
0'1536
5 4
=+
− CM
EIqL
EIqLM C 1536
5'4
= ------- EIqL
EIqL
C
44
0033.01536
5==∆ (↓)
Tanda positif menunjukkan defleksi ke bawah..
Latihan 2.1
1. Hitung besarnya defleksi dan rotasi pada titik B dan C akibat beban merata yang bekerja pada balok
berikut!
A
L m
B C
L m
q kN/m’
2EI EI
0')256192128256
3(5123 44444
=++−−+− CMEI
qLEI
qLEI
qLEI
qLEI
qL
0').2
).(416
3(2
.2563 2/
011
211
3
=+−−+− ∫ C
L
MdxxLEI
qxEI
qLxLEI
qL
0')1536
6812189(4
=++−−+−
CM
EIqL
Analisis Struktur I 13
2. Hitung lendutan pada titik C dan rotasi pada titik B akibat beban yang bekerja pada balok menganjur
berikut!
P kN
L m
A B
L m L m
EI EIC
3. Hitung lendutan maksimum akibat beban yang bekerja pada balok sederhana berikut!
L m
B
L m
2EI
q kN/m’
Analisis Struktur I
8
BAB III. METODE ENERGI
Dasar perhitungan Prinsip Energi adalah materi kuliah yang ada pada Mekanika Bahan, yaitu perhitungan
mengenai tegangan regangan. Hubungan regangan-perpindahan (displacement) dan karakteristik sifat-
sifat bahan. Konsep ini sangat penting dalam perhitungan yang berhubungan dengan energi seperti kerja
dan energi regangan. Hal ini kemudian dapat digunakan dalam perhitungan defleksi.
Pada metode yang bersifat semigrafik seperti metode sebelumnya, sangat efektif digunakan untuk
menentukan defleksi dan rotasi pada balok dengan pembebanan yang agak sederhana. Sedangkan untuk
yang agak rumit, dianjurkan untuk menggunakan metode yang berbasis energi.
Dasar dalam metode energi adalah Prinsip Kekekalan Energi yang menyatakan:
Kerja yang dihasilkan oleh beban luar pada suatu struktur,Ue, akan diubah menjadi kerja
dalam atau energi regangan,Ui, yang dapat terjadi bila struktur berdeformasi.
Prinsip Kekekalan Energi dapat ditunjukkan dengan persamaan :
Ue = Ui (3.1)
Untuk mengembangkan Metode Energi perlu dipelajari terlebih dahulu mengenai Kerja Luar dan Energi
Regangan yang disebabkan Gaya dan Momen.
3.1 Kerja Luar
3.1.1.Kerja Luar Akibat Gaya
Bila ada gaya F menyebabkan perpindahan dx dengan ARAH yang SAMA dengan F, kerja yang timbul :
dxFdU e .= (3.2)
Jika total perpindahan sebesar x, maka total kerja luar menjadi:
∫=x
e dxFU0
. (3.3)
LA
∆
F
F=Px/∆
∆
F
x
P
(a) (b) Gambar 3.1. Kerja Luar Akibat Gaya Aksial
Analisis Struktur I
9
Perhatikan gambar 3.1.
Akibat gaya F yang bekerja pada ujung batang, batang mengalami perpanjangan.
Gaya F bekerja berangsur-angsur dari nol sampai dengan batas nilai F=P, sehingga menghasilkan
perpanjangan batang sebesar ∆.
Bila batang bersifat linier elastic, maka :
xPF
∆
= (3.4)
Substitusi ke pers.(3.3)
∆∆
∆=
∆
= ∫0
2
02
1. xPdxxPU e
∆= PU e 21
(3.5)
Persamaan tersebut sama dengan Luas segitiga yang diarsir pada gambar 3.1.b.
Kesimpulan :
Bila suatu gaya bekerja secara berangsur-angsur pada suatu batang,dengan nilai yang meningkat dari nol
sampai dengan suatu nilai bernilai P, maka kerja yang dihasilkan adalah nilai rata-rata gaya tersebut (P/2)
dikali dengan perpindahan (∆).
LA
∆
P
F
∆
F'+P
x
P
(a) (b)
∆'
F' ∆'
G E
D
C
B
A
Gambar 3.2.Kerja Luar Akibat Beberapa Gaya AksiaL
Perhatikan gambar 3.2.
Anggap gaya P sudah bekerja pada batang,kemudian dikerjakan gaya lain sebesar F’, sehingga terjadi
pepindahan sebesar ∆’.Perhatikan gambar 3.2.b., kerja akibat P bila perpindahan tambahan yang terjadi
sebesar ∆’ , maka pendekatan kerja yang terjadi adalah:
Ue = (P + ½ F’) Δ’
Ue ≈ P∆’ (3.6)
Hal ini ditunjukkan pada gambar 3.2.b dengan luas persegi empat yang diarsir.
Analisis Struktur I
10
Kesimpulan:
Bila suatu gaya P bekerja pada suatu batang,yang diikuti oleh gaya F’, maka total kerja akibat
kedua gaya ditunjukkan oleh gambar segitiga ACE pad gambar 3.2.b. Luas segitiga ABG
menunjukkan kerja yang diakibatkan oleh P dan menyebabkan pepindahan sebesar ∆,luas segitiga
BCD menunjukkan kerja yang diakibatkan oleh F’ dan menyebabkan pepindahan sebesar
∆’.Selanjutnya luas pesegi BDEG menunjukkan tambahan kerja yang diakibatkan oleh P karena
adanya perpindahan sebesar ∆’akibat F’. Bila dianggap tambahan gaya F’ nilainya kecil, sehingga
bentuk trapesium BCDEG diidealisasikan sebagai segiempat BDEG saja, maka luas segitiga BCD
dapat diabaikan, sehingga nilai kerja sebesar ½ F’Δ’ ≈ 0
3.1.2.Kerja Luar Akibat momen
Dengan cara sama, kerja akibat momen yang bekerja,didefinisikan:
θdMdU .= (3.7)
Dengan asumsi rotasi searah momen yang bekerja.
Jika total rotasi adalah θ , maka total kerja luar menjadi:
∫=θ
θ0
.dMU e (3.8)
dθ
M
Gambar 3.3 Rotasi Akibat Momen
Seperti pada kasus gaya yang bekerja, apabila momen bekerja secara berangsur-angsur pada suatu
struktur yang mimiliki respon elastik linier dari nol sampai dengan nilai M,maka kerja luar yang
dihasilkan:
θMU e 21
= (3.9)
Bila ada momen yang sudah bekerja pada struktur, kemudian ada beban lain yang bekerja yang
menyebabkan rotasi sebesar θ’,kemudian M berotasi sebesar θ’, maka kerja luar yang timbul adalah:
'' θMU e = (3.10)
3.2 Energi Regangan
3.2.1.Energi Regangan Akibat Gaya
Bila beban luar bekerja pada suatu benda elastis, maka benda tesebut akan berdefomasi. Kerja diubah
menjadi energi regangan elastis (Ui) yang tersimpan dalam benda tersebut. Energi regangan
(komplemen) didefinisikan dalam berbagai akibat beban.
Analisis Struktur I
11
LA
∆
N Gambar 3.4. Energi Regangan Dalam Akibat Gaya Aksial (ganti N dengan F)
Kerja luar akibat beban aksial (F) disimpan dalam batang dalam bentuk energi regangan linier.
Dari hukum Hooke diketahui:
εσ .E= (3.11)
karena
AF
=σ (3.12)
L∆
=ε (3.13)
Sehingga nilai defleksinya menjadi:
EAFL
=∆ (3.14)
Bila kita subsitusikan ke persamaan (3.5):
Maka EA
LFU i 2.2
= (3.15)
3.2.2.Energi Regangan Akibat Momen
Enegi regangan pada sistem struktur yang dibebani momen lentur dapat dihitung dengan persamaan 3.7.
AB
q(x)
X
L
dxdx
M M
dθ
(a) (b) Gambar 3.5 Energi Regangan Dalam Akibat Lentur
Bila dianggap balok dibebani beban seperti gambar 3.5, dimana beban P dan q bekerja secara berangsur-
angsur. Beban ini akan menimbuilkan momen dalam M, misalnya pada salah satu bagian/elemen balok
dx yang berjarak x dari tumpuan kiri. maka rotasi dari elemen x dapat diambil dari persamaan (1.8), yaitu
:
Analisis Struktur I
12
dxEIMd =θ
Bila persamaan (3.9) diterapkan pada elemen dx, maka energi regangan yang tersimpan adalah:
).(21.
21 dx
EIMMdMdU i == θ
dxEI
MdU i 2
2
= (3.16)
Sehingga energi regangan total yang bekerja pada keseluruhan sistem struktur
∫=L
i dxEI
MU0
2
2 (3.17)
dimana bentuk )(xMM =
dan mungkin saja )(xII =
)(xEE =
3.3. Prinsip Kerja dan Energi
Kerja dan energi regangan telah dipelajari dan dirumuskan. Selanjutnya bagaimana Prinsip Kekekalan
Energi dapat diaplikasikan untuk menentukan defleksi pada suatu titik pada struktur.
Contoh 3.1 Prinsip Kerja dan Energi pada Balok kantilever
Tentukan perpindahan (defleksi) pada titik dimana bekerja gaya P pada struktur berikut!
L
A B
P
Solusi:
1. Hitung kerja luar akibat beban P yang bekerja
Dari persamaan (3.5), diperoleh Kerja luar akibat beban P:
∆= PU e 21
2. Hitung energi regangan pada balok
Energi dalam pada balok harus dicari dari momen dalam akibat beban luar yang bekerja pada balok,
langkah-langkahnya:
- Hitung momen dalam akibat beban pada bentang AB
Bentang: Lx ≤≤0 ).( xPM x −=
P x
Analisis Struktur I
13
- Gunakan persamaan (3.17) untuk mendapatkan energi regangan
∫ ∫ ==−
==L L
Lxi EI
LPxPEI
dxEIPxdx
EIM
U0 0
32
0
3222
661.
2)(.
2
3. Gunakan rumus kekekalanEnergi :
ie UU =
EILPP
32
61
21
=∆
EIPL3
3
=∆ ( )
Walaupun terlihat sederhana, ternyata aplikasi metode ini hanya terbatas pada soal-soal tertentu saja,
dimana setiap perpindahan hanya dapat ditentukan dengan meletakkan gaya pada tempat tersebut. Atas
dasar inilah metode ini pada akhirnya dapat dikembangkan pada metode aplikasi yang menggunakan
energi sebagai dasarnya, diantaranya metode kerja maya dan castigliano.
Analisis Struktur I
14
BAB IV METODE KERJA MAYA (METODE BEBAN SATUAN)
4.1. Prinsip Kerja Maya
Prinsip Kerja Maya dikembangkan pertama kali oleh John Bernoulli pada tahun 1717 dan dikenal dengan
sebutan METODE BEBAN SATUAN. Secara umum metode ini dapat digunakan untuk menentukan
perpindahan maupun rotasi pada titik tertentu pada struktur apapun baik balok, frame maupun truss.
Prinsip Kerja dan Energi pada suatu bahan yang bersifat deformable :
Perhatikan gambar berikut :
F
ANA
P1 P2 P3
NM
dx
dLF
∆1
∆2∆C∆3
B
ANA
P1 P2 P3
B
C
u
A
1
NM
dx
dlu
δ1
δ2δCδ3
B
321
A
P1 P2 P3
NM
dxδ1+∆1 δ2+∆2
δc+∆C δ3+∆3 B
1
NA
NA
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1. Kerja dan Energi Dalam pada Bahan Deformable
Perhatikan gambar (a) :
• Balok AB diberi beban P1, P2 dan P3 pada titik 1,2 dan 3. Pada titik C akan dicari defleksi dengan
menggunakan metode beban satuan.
Perhatikan gambar (b)
• beban pada balok ( P1, P2 dan P3 ) menyebabkan gaya dalam pada balok,
misal : Pada salah satu serat pada balok bagian atas garis netral (MN) mengalami gaya tekan F
dengan luas area potongan sebesar dA.
• Pada serat MN tersebut akibat gaya F, memendek sebesar dL.
Analisis Struktur I
15
• Pada balok secara keseluruhan akibat Beban (P1,P2 dan P3) menyebabkan defleksi disepanjang balok,
misal:
Δ1 pada titik 1
Δ2 pada titik 2
Δ3 pada titik 3
• Akibat beban yang bekerja timbul kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total kerja luar pada balok, perhatikan kembali persamaan 3.5.
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 (4.1)
Total energi regangan dalam yang tersimpan :
½ Σ (F.dL) (4.2)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi :
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 = ½ Σ (F.dL) (4.3)
Perhatikan gambar (c) :
• Pada balok yang sama dipasang beban maya yang bernilai P’=1 satuan pada titik C.
• Akibat gaya 1 satuan tersebut pada serat yang sama (MN) mengalami gaya tekan u.
• Pada serat MN tersebut akibat beban 1 satuan, memendek sebesar dl.
• Pada balok secara keseluruhan akibat beban 1 satuan menyebabkan defleksi disepanjang balok,yaitu :
δc pada titik C
δ1 pada titik 1
δ2 pada titik 2
δ3 pada titik 3
• Akibat beban yang bekerja timbul energi/kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total kerja luar pada balok
½ (1) (δC) (4.4)
Total energi dalam yang tersimpan :
½ Σ (u.dl) (4.5)
• Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi : Energi dalam yang terjadi sama dengan Kerja luar yang
bekerja, sehingga :
½ δ1 = ½ Σ (u.dl) (4.6)
Perhatikan gambar (d) :
• Bila beban P1, P2 dan P3 ditambahkan pada balok di gambar c, dimana beban 1 satuan sudah bekerja
terlebih dahulu , maka akan terjadi defleksi pada balok sebesar:
δC + ΔC pada titik C
δ1 + Δ1 pada titik 1
δ2 + Δ2 pada titik 2
δ3 + Δ3 pada titik 3
• Dengan adanya tambahan beban P1, P2 dan P3 , maka ada tambahan energi pada energi/kerja luar
dan dalam pada balok,(ingat persamaan 3.6) yaitu
Analisis Struktur I
16
Total tambahan kerja luar pada balok
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + 1. ΔC (4.7)
Total tambahan energi dalam yang tersimpan :
½ Σ (F.dL) + Σ (u dL) (4.8)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi dan dari persamaan (4.4) + (4.7) dan persamaan (4.5) + (4.8) :
½ (1) (δC) + ½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + (1) . ΔC = ½ Σ (u.dl) + ½ Σ (F.dL) + Σ (u dL)
(4.9)
• Berdasarkan persamaan (4.3) dan (4.6) tentang Hukum kekekalan energi, maka
(1) . ΔC = Σ (u dL) (4.10)
Persamaan (4.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur dengan
menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengan metode beban satuan.
Persamaan (4.10) dapat dibuat umum menjadi :
(1) . Δ = Σ (u dL) (4.11)
dimana:
P’ =1 = Beban maya/beban satuan bekerja pada titik dan searah dengan defleksi yang ingin dicari ∆
u = gaya dalam maya pada elemen searah dengan dL
∆ = Perpindahan/defleksi akibat beban sebenarnya
dL = deformasi dalam pada elemen akibat gaya sebenarnya
Dengan cara yang sama, untuk menentukan rotasi pada satu titik pada struktur, harus dipasang momen
maya M’=1 pada titik yang ingin dicari rotasinya, Momen maya M’=1 menyebabkan gaya dalam maya uθ
pada salah satu serat/elemen pada struktur dan beban sebenarnya pada struktur dapat menyebabkan
elemen berdeformasi sebesar dL, sehingga persamaaannya menjadi:
(1) . θ = Σ (uθ dL) (4.12)
M’ =1 = Momen maya/momen satuan bekerja pada titik dan searah dengan rotasi yang ingin dicari (θ)
uθ = gaya dalam maya pada elemen searah dengan dL
θ = rotasi akibat beban sebenarnya
dL = deformasi dalam pada elemen akibat gaya sebenarnya
4.2. Metode Kerja Maya pada Struktur Balok dan Frame
Analisis Struktur I
17
A
q(x)
X
L
(a)
∆A
X
1
(b)
Gambar 4.2. Menentukan Defleksi dengan Metode Kerja Maya (Beban Satuan)
Prinsip Kerja maya dapat diaplikasikan pada balok dan rangka untuk menentukan defleksi yaitu dengan
menggunakan beban maya (beban satuan) atau menentukan rotasi dengan menggunakan momen maya
(momen satuan).
Menentukan defleksi pada balok
- Perhatikan gambar (4.2a) Pada titik A ingin dicari nilai defleksinya (∆).
- Untuk mencari nilai ∆, pasang beban satuan P’=1 pada titik tersebut dengan arah seperti ∆ yang
diinginkan (gambar (4.2.b).
- Akibat P’=1 maka akan timbul momen dalam (m).
- Defleksi ∆ disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok, yang sekaligus menyebabkan momen
dalam pada balok (M).
- Akibat beban ini balok akan memberikan respon linier elastik , dimana suatu elemen dx akan
bedeformasi atau berotasi sebesar (dari persamaan (1.8)), yaitu :
dxEIMd =θ
- Berdasarkan persamaan (4.11), dapat diturunkan rumusan :
Kerja luar maya akibat beban satuan : Ue = 1.∆
Berdasarkan subbab 3.22 dan memperhatikan gambar 3.5
AB
q(x)
X
L
dxdx
M M
dθ
(a) (b) Kerja dalam maya akibat momen dalam m : Ui = m.dθ
Substitusi dari persamaan 1.8, sehingga diperoleh:
= dx
EIMmdm .. θ
Dengan prinsip Hukum Kekekalan Energi: Ue = Ui dan menjumlahkan semua pengaruh elemen
dx dalam bentuk integrasi sepanjang bentang balok L, menjadi :
Analisis Struktur I
18
∫=∆L
dxEI
mM
0
.1 (4.13)
dimana :
1 = Beban maya/beban satuan bekerja pada titik dan searah dengan defleksi yang ingin dicari ∆
∆ = Perpindahan/defleksi akibat beban sebenarnya
m = momen dalam maya akibat beban satuan (dalam fungsi x)
M = Momen dalam akibat beban sebenarnya(dalam fungsi x)
E = Modulus elastisitas material balok atau rangka
I = Momen inersia dari potongan penampang
A
q(x)
X
L
(a)
θ
A
X 1
(b)
Gambar 4.3. Menentukan Rotasi dengan Metode Kerja Maya (Momen Satuan)
Menentukan rotasi pada balok
- Dengan cara yang sama, untuk menentukan rotasi pada satu titik pada balok
- Perhatikan gambar (4.3 a ) Pada titik A ingin dicari nilai rotasinya (θ).
- Untuk mencari nilai θ, pasang momen satuan M’=1 pada titik tersebut dengan arah seperti θ
yang diinginkan (gambar 4.3.b).
- Akibat M’=1 maka akan timbul momen dalam (m’).
- Rotasi θ disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok, yang sekaligus menyebabkan momen
dalam pada balok (M).
- Akibat beban ini balok akan memberikan respon linier elastik , dimana suatu elemen dx akan
bedeformasi atau berotasi sebesar (dari persamaan (1.8), yaitu :
dxEIMd =θ
- Berdasarkan persamaan (4.12), dapat diturunkan rumusan :
Kerja luar maya akibat momen satuan: Ue = 1.θ
Kerja dalam maya akibat momen dalam m: Ui = m’.dθ
Substitusi dari persamaan 1.8, sehingga diperoleh:
.
= dx
EIMmdm '.'. θ
Dengan prinsip Hukum Kekekalan Energi: Ue = Ui dan menjumlahkan semua pengaruh elemen
dx dalam bentuk integrasi sepanjang bentang balok L,menjadi:
Analisis Struktur I
19
∫=L
dxEI
Mm
0
'
.1θ (4.14)
dimana :
1 = momen maya/momen satuan bekerja pada titik dan searah dengan rotasi yang ingin dicari θ
θ = Rotasi akibat beban sebenarnya
m’ = momen dalam maya akibat momen satuan yang bekerja pada balok (dalam fungsi x)
M = Momen dalam akibat beban sebenarnya (dalam fungsi x)
E = Modulus elastisitas material balok atau rangka
I = Momen inersia dari potongan penampang
4.2. 1. Prosedur Analisis Metode Kerja Maya pada Balok dan Frame
Untuk menentukan defleksi ataupun rotasi pada balok maupun rangka kaku (frame) dengan menggunakan
Metode Kerja Maya (Metode Beban Satuan) adalah dengan mengikuti prosedur berikut ini.
1. Menghitung Momen maya (m atau m’) akibat beban satuan atau akibat momen satuan.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau frame.
• Letakkan Beban satuan pada balok atau frame dititik dan arah dimana perpindahan ingin dicari.
• Jika rotasi yang ingin ditentukan, letakkan momen satuan pada titik tersebut.
• Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban satuan atau momen
satuan yang bekerja pada balok atau rangka kaku (frame) dengan menggunakan x sebagai fungsi
dari Momen (m atau m’).
• Hitung m akibat beban satuan atau m’ akibat momen satuan untuk setiap wilayah x
2. Menghitung Momen akibat beban sebenarnya (M)
• Batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban sebenarnya sama dengan wilayah
untuk menghitung m atau m’.
• Hitung M akibat beban sebenarnya untuk setiap wilayah x
3. Gunakan persamaan metode Kerja Maya
- Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan (4.13) atau rotasi dengan menggunakan
persamaan (4.14)
- Jika hasil integral dari persamaan tersebut positif, ∆ atau θ memiliki arah yang sama dengan
beban satuan atau dan momen satuan.
4.2. 2. Contoh Perhitungan pada Balok dan Frame
Contoh 4.1. Balok Kantilever dengan beban Merata
Hitung defleksi pada titik B pada balok kantilever berikut! (Anggap nilai EI seragam sepanjang balok)
Analisis Struktur I
20
L m
A B
q kN/m'
Solusi:
1. Menghitung Momen maya (m) akibat beban.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau frame.
• Letakkan Beban satuan pada balok dititik B dengan arah ke bawah.
x1
A B
1
• Tentukan batas-batas wilayah x
Wilayah x : 0≤ x ≤ L
• Hitung m akibat beban satuan untuk setiap wilayah x
m = -(1. x)
= –x
2. Menghitung Momen akibat beban sebenarnya
L m
A B
q kN/m'
x1
• Batas wilayah sama : 0≤ x ≤ L
• Hitung momen dalam M
M = -(qx. (½ x))
= – ½ qx2
3. Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan 5.13
dxEI
qxxdx
EIMm LL
B ∫∫−−
==∆0
2
0
))2
1).(((.
= L
xEIq
0
3
8
= EI
qL8
3
Analisis Struktur I
21
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah beban satuan (↓)
Contoh 4.2. Balok Kantilever dengan beban Terpusat
Hitung rotasi pada titik B pada balok kantilever berikut! (Anggap nilai EI seragam sepanjang balok)
L/2 m
A B
P kN
C
L/2 m
Solusi:
1. Menghitung Momen maya (m’) akibat momen satuan.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau frame.
• Letakkan Momen satuan pada balok dititik B dengan searah jarum jam.
x2
A C
1
B
x1 • Tentukan batas-batas wilayah x, dan Hitung m akibat momen satuan untuk setiap wilayah x
Untuk wilayah 1 (x1): 0 ≤ x1 ≤ L/2 m
m’1 = 0
Untuk wilayah 2 (x2): 0 ≤ x2 ≤ L/2 m
m‘2 = 1
2. Menghitung Momen akibat beban sebenarnya (M)
x2
A CB
P kN
x1 • Batas wilayah sama dan hitung momen dalam M
Untuk wilayah 1 (x1): 0 ≤ x1 ≤ L/2 m
M1 = - P.x1
Untuk wilayah 2 (x2): 0 ≤ x2 ≤ L/2 m
M2 = - P.( ½ L + x2)
3. Hitung rotasi dengan menggunakan persamaan 4.14
2
2/
0
221
2/
0
11
0
'
).'().'(. dxEI
MmdxEI
MmdxEI
Mm LLL
B ∫∫∫ +==θ
Analisis Struktur I
22
= dxEI
xLPdxEI
xP LL
∫∫+−
+− 2/
0
21
2/
0
1 ))2/.(.(1())..(0(
= 2/
0
22
2
22
L
xEIP
EIPLx
−−
= EI
PL83 2
− = EI
PL83 2
−
Nilai rotasi (-) sehingga arahnya berlawanan dengan arah momen satuan
Latihan 4.1.
1. Balok berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung rotasi pada titik C
A B
L/2 m
2PkN
L/2 m
C
L/2 m
D
2. Balok berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung rotasi pada titik A dan B.
A B
L/4 m
P kN
L/4 m
C
L/2 m
D
P kN
3. Rangka berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung defleksi horisontal pada titik B dan
rotasi pada titik C
L m
CL m
A
q kN/m'B
2PkN
4.3. Metode Kerja Maya pada Struktur Rangka Batang (Truss)
Persamaan (4.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur
dengan menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengan metode beban satuan.
Rumus ini dapat juga diaplikasikan pada struktur rangka batang, yaitu:
Analisis Struktur I
23
Δi = Σ ui (ΔL) (4.15)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member/elemen) akibat berat satuan
pada titik i
ΔL : Perubahan panjang pada elemen.
ΔL sebagai perubahan panjang pada elemen dapat diakibatkan oleh bermacam-macam
sebab, diantaranya :
- Beban luar
- Perubahan suhu
- Kesalahan pabrikasi.
-
4.3.1. Pengaruh Beban Luar
Perhatikan gambar (4.4) yang menunjukkan rangka batang yang akan dicari nilai
defleksinya pada titik i. Persamaan (4.15) dapat digunakan pada rangka batang tersebut
u u
uu
∆L ∆L
∆L∆L
∆D
∆L
P ton
A D C
B
1
u
A D C
B
(a)
(b) Gambar 4.4 Defleksi Rangka Batang Akibat Beban Luar
Perhatikan gambar (a) :
Analisis Struktur I
24
• Pada titik D akan ditentukan nilai defleksinya. Akibat beban luar semua batang
(member) akan mengalami gaya dalam (aksial) sehingga semua batang mengalami
perubahan panjang ΔL.
Berdasarkan hukum HOOKE, perubahan panjang ΔL akibat gaya aksial (gaya dalam
aksial) dapat dirumuskan menjadi :
AELFL
.
.=∆ (4.16)
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang
F : Gaya dalam aksial (GAYA BATANG) akibat beban luar yang bekerja (ton, kg,
N, kN)
L : Panjang batang (m,cm,mm)
E : Modulus Elastisitas (kg/mm2)
A : Luas penampang batang (m2, cm2 ,mm2 )
• Sehingga akibat beban luar yang bekerja maka pada semua batang akan timbul gaya
dalam berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut F.
• GAYA BATANG pada semua batang (F) daoat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Perhatikan gambar (b)
• Untuk mencari defleksi pada titik i, pasang beban satuan pada titik i tersebut dengan
arah sembarang (vertikal atau horisontal).
• Akibat beban satuan pada titik I maka pada semua batang akan timbul gaya dalam
berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut u.
• GAYA BATANG pada semua batang (u) dapat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat BEBAN LUAR
dapat dicari dengan rumus :
∑=∆AE
LuF ii .
.. (4.17)
Prosedur Analisis :
Analisis Struktur I
25
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus: n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang (L).
4. Akibat beban luar yang bekerja, cari reaksi (R) pada tumpuan/perletakan
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (F) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Buang seluruh beban luar yang, kemudian pasang beban 1 satuan pada tempat dan
arah sama dengan nilai defleksi yang ingin ditentukan. Misal (seperti pada gambar
4.4) :
Untuk mencari ΔCV, maka pasang beban satuan pada titik hubung D arah vertikal
(bisa ke atas maupun ke bawah).
7. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
8. Gunakan persamaan (4.17) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan
(misal titik D). Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L
(satuan)
E.A
(satuan)
F
(satuan)
ui
(satuan) AELuF i
...
(satuan)
A1 Panjang
batang
Hasil kali E
dan A
Gaya Batang
akibat beban
luar
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil
perhitungan
AELuF i
...
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Jumlah dari AE
LuF i
...
∑=∆AE
LuF ii .
..
Contoh Perhitungan:
......
Analisis Struktur I
26
4.3.2. Pengaruh Perubahan Suhu
Pada beberapa kasus, batang-batang pada struktur rangka batang akan mengalami
perubahan panjang akibat pengaruh perubahan suhu. Perubahan panjang ini dapat
didefinisikan dengan rumus :
LTL ..∆=∆ α (4.18)
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang (m, cm, mm)
α : koefisien pemuaian panas pada batang
ΔT : Perubahan suhu
L : Panjang batang (m,cm,mm)
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat PERUBAHAN
SUHU dapat disubstitusi ke persamaan (3.11) menjadi :
LTuii ∑ ∆=∆ ....α (4.19)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus : n = 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (4.19) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L
(satuan) α
(satuan)
ΔT
(satuan)
ui
(satuan) LTui .... ∆α
(satuan)
A1 Panjang
batang
Koef.
Pemuaian
panas
Perubahan
suhu
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil perhitungan
LTui .... ∆α
Analisis Struktur I
27
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Jumlah dari LTui .... ∆α LTuii ∑ ∆=∆ ....α
Contoh Perhitungan:
......
4.3.3. Pengaruh Kesalahan Pabrikasi
Selain akibat perubahan suhu, pada beberapa kasus walaupun tidak sering, kesalahan
pabrikasi atas material yang digunakan untuk rangka batang dapat terjadi. Misalnya saja
batang dapat saja menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari yang seharusnya
digunakan dalam membuat rangka batang yang sedikit melengkung. Pada kasus
jembatan yang dibangun dengan bentuk rangka batang yang batang bawahnya dibuat
melengkung, sehingga batang bawahnya dibuat cekung keatas. Ketidaktepatan dimensi
panjang batang (lebih pendek atau lebih panjang) (L) dapat menyebabkan defleksi pada
rangka batang.yang didefinisikan dengan rumus (4.15) :
Δi = Σ ui (ΔL) (4.19)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i (m,cm,mm)
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member) akibat berat satuan pada titik
ΔL : Perbedaan panjang pada batang dari ukuran yang disyaratkan.akibat kesalahan
pabrikasi (m,cm,mm)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus: n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
Analisis Struktur I
28
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (4.19) untuk menghitung defleksi pada titik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang ΔL
(satuan)
ui
(satuan) Lui ∆.
(satuan)
A1 Perubahan
panjang krn
kesalahan
pabrikasi
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil perhitungan
Lui ∆.
B1 … … …
dst… … … …
∑ ∆=∆ Luii .
Contoh Perhitungan:
........
Analisis Struktur I
29
Analisis Struktur I
23
BAB V. TEOREMA CASTIGLIANO
Pada tahun 1879 Alberto Castigliano, seorang Italia, mempublikasikan bukunya yang membahas
mengenai metode untuk menentukan defleksi atau slope (rotasi) pada struktur, yang bisa berbentuk
rangka batang (truss), balok ataupun rangka kaku (frame). Metode ini merujuk pada teorema Castigliano
kedua (Metode Beban Minimal), yang hanya dapat diaplikasikan pada struktur yang memiliki temperatur
konstan, tidak mengalami penurunan tumpuan dan memiliki respon linier elastis.
Teorema Castigliano Kedua menyebutkan:
Perpindahan suatu titik pada struktur adalah sama dengan turunan pertama energi regangan
dalam struktur terhadap beban yang bekerja pada titik tersebut dengan arah yang sama dengan
perpindahan tersebut.
Dengan cara yang sama :
Rotasi suatu titik pada struktur adalah sama dengan turunan pertama energi regangan dalam
struktur terhadap momen yang bekerja pada titik tersebut dengan arah yang sama dengan rotasi
tersebut.
Untuk menurunkan teorema Castigliano kedua, tinjau suatu badan struktur yang menerima gabungan n
beban, yaitu P1, P2, P3,…Pn.
A B
P1
(a)
P3P2
∆1 ∆2∆3
1 32
A B
dP1
(b)
d∆1
1 32
d∆3d∆2
Gambar 5.1. Teorema Castigliano Kedua
Persamaan ini membuktikan teorema Castigliano bahwa :
Perpindahan ∆i dalam arah gaya Pi sama degan turunan pertama energi regangan terhadap gaya
Pi
Pada gambar (b) Akibat gaya P1, P2 dan P3 menyebabkan perpindahan Δ1, Δ2, Δ3 pada masing-masing
titik 1, 2 dan 3, sehingga menyebabkan kerja luar sebesar :
U = ½ P1.Δ1 + ½ P2.Δ2 + ½ P3.Δ3 (5.1)
Bila ditambahkan gaya sebesar dP1 yang menyebabkan tambahan defleksi sebesar dΔ1 pada titik 1, dΔ2
pada titik 2, dΔ3 pada titik 3 (gambar b). Maka akan terjadi tambahan kerja luar sebesar dU, yaitu:
Analisis Struktur I
24
dU = P1.dΔ1 + P2.dΔ2 + P3.dΔ3 + ½ dP1.dΔ1
≈ P1.dΔ1 + P2.dΔ2 + P3.dΔ3 (5.2)
Berdasarkan prinsip energi pada persamaan (3.6), nilai : ½ dP1.dΔ ≈ 0
Sehingga total kerja luar pada balok bila diakibatkan oleh gaya-gaya P1, P2, P3 dan tambahan gaya dP1
yangbekerja secara simultan adalah:
U + dU = ½(P1 + dP1).(Δ1 + dΔ1) + ½ P2.(Δ2 + dΔ2) + ½ P3.(Δ3 + dΔ3) (5.3)
Substitusikan persamaan (5.1) ke persamaan (5.3) sehingga menjadi :
dU = ½ Δ1.dP1 + ½ P1. dΔ1 + ½ dP1. dΔ1 + ½ P2.dΔ2 + ½ P3.dΔ3
≈ ½ Δ1.dP1 + ½ P1. dΔ1 + ½ P2.dΔ2 + ½ P3.dΔ3 (5.4)
Berdasarkan prinsip energi pada persamaan (3.6), nilai : ½ dP1.dΔ ≈ 0
Selanjutnya substitusikan persamaan (5.2) ke persamaan (5.4), sehingga menjadi:
dU = ½ Δ1.dP1 + ½ dU
dU = Δ1.dP1 (5.5)
Sehingga bila diterapkan turunan parsial pada persamaan (5.5), menjadi :
11
∆=∂∂
PU
(5.6)
5.1. Teorema Castigliano untuk Balok dan Frame
Energi regangan lentur dalam pada balok dan frame diberikan pada persamaan (3.17)
∫= dxEI
MU i 2
2
Substitusikan persamaan tersebut ke persamaan (5.6), sehingga:
∫∂∂
=∆L
ii dx
EIM
P 0
2
2
Hilangkan subcript i-nya menjadi :
∫∂∂
=∆L
dxEI
MP 0
2
2 (5.7)
Bila turunannya diselesaikan,maka persamaannya menjadi :
∫
∂∂
=∆L
EIdx
PMM (5.8)
Analisis Struktur I
25
dimana :
∆ = Perpindahan luar (defleksi ) pada titik yang disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok
atau frame.
P = Gaya yang bekerja pada arah perpindahan ∆
M = Momen dalam pada balok atau frame akibat gaya sebenarnnya dan gaya P, dalam fungsi x
E = Modulus Elastisitas material
I = Momen inersia potongan penampang .
Jika rotasi atau slope pada suatu titik yang ingin ditentukan, maka tentukan turunan parsial dari momen
dalam terhadap momen luar M’ yang bekerja pada titik tersebut.
∫
∂∂
=L
EIdx
MMM
'θ (5.9)
5.1.1. Prosedur Analisis Metode Castigliano pada Balok dan Frame
Untuk menentukan defleksi ataupun rotasi pada balok maupun rangka kaku (frame) dengan menggunakan
Teorema Castigliano adalah dengan mengikuti prosedur berikut ini.
1. Pasang Beban fiktif (Pf) pada balok
- Letakkan gaya fiktif P pada balok atau frame dititik dan arah dimana perpindahan ingin dicari.
- Jika rotasi yang ingin ditentukan, letakkan momen fiktif pada titik tersebut.
2. Hitung Momen Internal yang akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (Pf)
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif
(Pf) atau Momen fiktif (Mf) dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn)
- Hitung turunan Mx terhadap Beban Piktif (Pf) atau momen fiktif (Mf).
fPMx∂∂
atau fMMx
∂∂
- Setelah Mx dan turunannya fPMx∂∂
atau fMMx
∂∂
ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif Pf = 0
atau Mf =0
3. Gunakan persamaan teorema Castigliano
- Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.8) atau rotasi dengan
menggunakan persamaan castigliano (pers 5.9)
- Jika hasil integral dari persamaan tersebut positif, ∆ atau θ memiliki arah yang sama dengan
beban fiktif atau dan momen fiktif.
Analisis Struktur I
26
5.1.2. Contoh Perhitungan Metode Castigliano pada Balok dan Frame
Contoh 5.1. Balok Kantilever dengan Beban Merata
Tentukan perpindahan (defleksi) pada titik B pada balok kantilever berikut! (Anggap nilai EI seragam
sepanjang balok)
L m
A B
q kN/m'
Solusi:
1. Pasang Beban fiktif (Pf) pada balok
Untuk menentukan defleksi pada titik B, pasang beban fiktif (Pf) dengan pemisalan arah ke bawah.
L m
A B
Pfq kN/m'
2. Hitung Momen Internal akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (Pf)
- Tentukan x dari sisi kanan balok.
x
A B
Pfq kN/m'
- Hitung momen dalam M(x),
Mx = -(Pf.x + qx. (½ x))
= -Pfx – ½ qx2
- Hitung turunan Mx terhadap Pf
xPMx
f −=∂∂
- Setelah Mx dan turunannya fPMx∂∂
ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif Pf = 0.
Mx = - ½ qx2
3. Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.8)
( )EIdxxqx
EIdx
PMxMx
LL
fB −−=
∂∂
=∆ ∫∫0
2
0
)21(
= L
qxEI 0
3
41.2
1
= EI
qL8
3
Analisis Struktur I
27
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah Gaya fiktif Pf(↓)
Contoh 5.2. Balok Kantilever dengan beban Terpusat
Tentukan slope (rotasi) pada titik B pada balok kantilever berikut! (Anggap nilai EI seragam sepanjang
balok)
L/2 m
A B
P kN
C
L/2 m
Solusi:
1. Pasang Momen fiktif (Mf) pada balok
Untuk menentukan rotasi pada titik B, pasang momen fiktif (Mf) dengan pemisalan searah jarum jam.
L
A CB
P kN Mf
2. Hitung Momen Internal yang akibat Beban bekerja dan Momen Fiktif (Mf)
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Momen fiktif
(Mf) dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
L
A CB
P kN Mf
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kiri balok.
x2
A C
Mf
B
P kN
x1 Untuk wilayah 1 (x1) : 0 ≤ x1 ≤ L/2
Mx1 = -P.x1
Untuk wilayah 2 (x2) : 0 ≤ x2 ≤ L/2
Mx2 = -P.( ½ L + x2 )+ Mf
- Hitung turunan Mx terhadap Mf
01 =∂∂
fMMx
dan 12 =∂∂
fMMx
- Setelah Mx dan turunannya fMMx
∂∂
ditentukan,kembalikan nilai momen fiktif
Analisis Struktur I
28
Mf = 0.
Mx1 = -P.x1 dan Mx2 = -P.( ½ L + x2 )
3. Hitung rotasi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.9)
EIdx
MMxMx
EIdx
MMxMx
EIdx
MMxMx f
L
f
LL
fB22
2/
02
112/
01
0
)()(
∂∂
+
∂∂
=
∂∂
= ∫∫∫θ
= ( ) ( )EIdx
xLPEIdx
PxLL
22/
02
12/
01 1))
2((0)( ∫∫ +−+−
=
2/
0
22
2
.22
L
EIPx
EIPLx
−−
= EI
PLEI
PL84
22
−− = EI
PL83 2
−
Nilai rotasi negatif sehingga arah rotasi berlawanan dengan arah M fiktif (Mf).
Contoh 5.3. Balok Tumpuan Sederhana
Tentukan perpindahan (defleksi) pada titik C pada balok tumpuan sederhana berikut! (Anggap nilai EI
seragam sepanjang balok)
A B
L/2 m
q kN/m' PkN
L/2 m
Solusi:
1. Pasang Beban fiktif (Pf) pada balok
Untuk menentukan defleksi pada titik C, pasang beban fiktif (Pf) dengan pemisalan arah ke bawah.
A B
L/2 m
q kN/m'PkN
L/2 m
Pf
2. Hitung Momen Internal yang akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (Pf)
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (Pf)
dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
Analisis Struktur I
29
A B
x1
q kN/m'PkN
x2
Pf
VA = ½ P + ½ Pf + 3/8 qL VB = ½ P + ½ Pf + 1/8 qL
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kiri maupun kanan balok
Untuk wilayah 1 (x1) : 0 ≤ x1 ≤ L/2
Mx1 = (½ P + ½ Pf+ 3/8 qL ).x1- ½ q.x12
Untuk wilayah 2 (x2) : 0 ≤ x2 ≤ L/2
Mx2 = -(- (½ P + ½ Pf + 1/8 qL).x2)
- Hitung turunan Mx terhadap Pf
211 x
PMx
f =∂∂
dan 2
22 xPMx
f =∂∂
- Setelah Mx dan turunannya fPMx∂∂
ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif Pf = 0.
Mx1 = ½ Px1 + 3/8 qLx1- ½ q.x12
Mx2 = ½ Px2 + 1/8 qLx2
3. Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.8)
EIdx
PMxMx
EIdx
PMxMx
EIdx
PMxMx f
L
f
LL
fC22
2/
02
112/
01
0
)()(
∂∂
+
∂∂
=
∂∂
=∆ ∫∫∫
=EIdxxqLxPx
EIdxxqxqLxPx
LL22
2/
022
112/
0
2111 2
)81
21(
2)2
18
32
1(
++
−+ ∫∫
= 2/
0
32
32
2/
0
41
31
31 48
112
116
148
312
1LL
LxEIqx
EIPx
EIqLx
EIqx
EIP
++−+
=
++−+ 43443
3841
961)256
1128
196
1( LEIqL
EIPL
EIqL
EIqL
EIP
= EI
qLEI
PL7685
48
43
+
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah Gaya fiktif Pf(↓)
Contoh 5.4. Rangka dengan Beban Merata
Tentukan slope (rotasi) pada titik C pada rangka berikut! (Anggap nilai EI seragam sepanjang rangka)
Analisis Struktur I
30
L m
CL m
A
q kN/m'
B
600
Solusi:
1. Pasang Momen fiktif (Mf) pada frame
Untuk menentukan rotasi pada titik C, pasang momen fiktif (Mf) dengan pemisalan searah jarum jam.
L m
CL m
A
q kN/m'
B
600
Mf
2. Hitung Momen Internal akibat Beban bekerja dan Momen Fiktif (Mf)
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Momen fiktif
(Mf) dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
L m
Cx1
A
q kN/m'
B
600
Mfx2
L m
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kanan balok.
Untuk wilayah 1 (x1): 0 ≤ x1 ≤ L m
Mx1 = -( ½ qx12 + Mf)
Untuk wilayah 2 (x2): 0 ≤ x2 ≤ L m
Mx2 = -( qL (x2 cos60 + L/2) + Mf)
= -( qL (x2 /2 + L/2) + Mf)
- Hitung turunan Mx terhadap Mf
11 −=∂∂
fMMx
dan 12 −=∂∂
fMMx
- Setelah Mx dan turunannya fMMx
∂∂
ditentukan,kembalikan nilai momen fiktif
Analisis Struktur I
31
Mf = 0.
Mx1 = - ½ qx12 dan Mx2 = - ½ qLx2 - ½ qL2
3. Hitung rotasi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.9)
EIdx
MMxMx
EIdx
MMxMx
EIdx
MMxMx
L
f
L
f
L
fB2
0
22
1
0
11
0∫∫∫
∂∂
+
∂∂
=
∂∂
=θ
= ( ) ( )EIdx
qLqLxEIdx
qxLL
2
0
22
1
0
21 1)2
12
1(1)21( −−−+−− ∫∫
= LL
xLEIqLx
EIqx
EIq
02
222
0
31 2
14
16
1 ++
= 333
21
41
61( L
EIqL
EIqL
EIq
++ )
= EIqL
1211 3
Nilai rotasi positif sehingga arah rotasi searah dengan arah M fiktif (Mf).
Latihan 5.1.
1. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi pada titik B dan rotasi pada titik A
dimana nilai EI seragam sepanjang balok!
A C
L/2 m
PkN
L/2 m
B
2. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi dan rotasi pada titik C dimana nilai
EI seragam sepanjang balok!
A B
L m
2PkN
L m
C
L m
PkN
D
3. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan rotasi pada titik A dimana nilai EI seragam
sepanjang balok!
AD
L m L m
C
L m
B E
L mM M
4. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi vertikal dan horisontal pada titik C
dimana nilai EI seragam I seluruh struktur frame!
Analisis Struktur I
32
L m
CL m
A
q kN/m'
B
Analisis Struktur I
33
5. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi pada titik A dimana nilai EI
seragam di seluruh struktur frame!
6 m
C
4 m
A B10 kNm
5.2. Teorema Castigliano untuk Rangka Batang (Truss)
Berdasarkan persamaan (5.6), berupa persamaan defleksi dengan metode Castigliano :
11
∆=∂∂
PU
Persamaan energi yang berlaku pada struktur akibat gaya aksial sesuai dengan persamaan (3.15)
Maka EA
LFU i 2.2
=
Substitusikan persamaan (3.15) tersebut ke persamaan (5.6), sehingga diperoleh:
∂∂
=∆EA
LFPi
i 2
2
ii P
FEA
LF∂∂
=∆
2.2
ii P
FEA
LF∂∂
=∆.
…………. (5.9)
5.2.1. Prosedur Analisis Metode Castigliano pada Rangka Batang (Truss)
Untuk menentukan defleksi pada rangka batang (truss) dengan menggunakan Teorema Castigliano adalah
dengan mengikuti prosedur berikut ini.
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu, dengan
menggunakan rumus: n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk batang bawah, T
untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal).
3. Hitung panjang masing-masing batang (L) dan tentukan pula nilai luas penampang masing-masing
batang (A).
4. Pasang Beban fiktif (Pf) pada rangka batang tersebut.
- Letakkan gaya fiktif P pada rangka batang dititik simpul dan arah dimana perpindahan ingin
dicari.
Analisis Struktur I
34
5. Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (Pf) dengan menggunkan
metode cremona , ritter atau Keseimbangan Titik Kumpul (KTK).
6. Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (Pf)
fPF
∂∂
7. Setelah diturunkan, kembalikan nilai gaya fiktif Pf = 0
8. Gunakan persamaan teorema Castigliano
- Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.9)
- Jika hasil defleksi dari persamaan tersebut positif, berarti ∆ memiliki arah yang sama dengan
beban fiktif .
Contoh Perhitungan Metode Castigliano pada Rangka Batang (Truss)
1. Hitunglah nilai defleksi di titik D arah verttikal pada struktur rangka batang berikut!
Penyelesaian:
1. Tentukan rangka batang berikut adalah struktur statis tertentu, lalu beri nama dan hitung panjang
batangnya (L).
n = 2s-3
5 = 2 x 4 – 3
5 = 5 (oke!)
2. Pasang Beban fiktif (Pf) pada rangka batang tersebut, letakkan gaya fiktif P pada rangka batang
dititik simpul D dan arah vertikal, lalu Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan
Beban Fiktif (Pf), Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (Pf) fPF
∂∂
, dan kembalikan gaya
betang sebenarnya dengan mengganti Pf=0.
Analisis Struktur I
35
+==
22
f
BAPPVV 0=AH
Untuk menghitug gaya batang gunakan metode Keseimbangan Titik Kumpul:
Tinjau titik A
∑ = 0Fy
045sin1 =+ AVA
045sin)22
( 1 =++ APP f
221
)22
(1
fPP
A+
−=
22
221
fPPA −−=
Karena simetris, 12 AA =
∑ = 0Fx
045cos11 =+ AB
02212
22
21 =
−−+
fPPB
221
fPPB +=
Karena simetris, 12 BB =
Tinjau titik D
∑ = 0Fy
0=− fPT fPT =
Analisis Struktur I
36
Batang Gaya Batang total (F) fdP
dF
Gaya Batang
sebenarnya
(F)
A1 2
22
2
fPP−− 2
21
− 22P
−
A2 2
22
2
fPP−− 2
21
− 22P
−
B1
22
fPP+ 2
1
2P
B2
22
fPP+ 2
1
2P
T fP 1 0
3. Hitung defleksi pada titik D dengan rumus: EAL
PFF fD ∂∂
=∆
Batang L EA Gaya Batang
(F) fdPdF
EAL
PFF f∂∂
A1 2L EA 2
2P
− 221
− 22EAPL
A2 2L EA 2
2P
− 221
− 22EAPL
B1 L EA 2P
21
EAPL
4
B2 L EA 2P
21
EAPL
4
T L EA 0 1 0
Total :
EAPL
EAPL
22+
Sehingga nilai defleksi pada titik D: EAPL
EAPL
D 22+=∆ (arah defleksi ke bawah)
Analisis Struktur I
37
2. Hitunglah nilai defleksi di titik B arah horisontal pada struktur rangka batang berikut!
Penyelesaian:
1. Rangka batang sama dengan rangka batang di atas, sehingga L dan EA sama
2. Pasang Beban fiktif (Pf) pada rangka batang tersebut, letakkan gaya fiktif P pada rangka batang
dititik simpul B arah horisontal, lalu Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan
Beban Fiktif (Pf), Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (Pf) fPF
∂∂
, dan kembalikan gaya
betang sebenarnya dengan mengganti Pf=0.
−=
22
f
APPV ( )
+=
22
f
BPPV ( )
fPH A −= ( )
Untuk menghitug gaya batang gunakan metode Keseimbangan Titik Kumpul:
Tinjau titik A
∑ = 0Fy
045sin1 =+ AVA
045sin)22
( 1 =+− APP f
221
)2
(1
fPP
A−
−= 22
22
fPP+−=
Analisis Struktur I
38
∑ = 0Fx
045cos11 =++− ABP f
02212
22
21 =
+−++−
ff PPBP
0221 =+−+−
ff PPBP
221
fPPB +=
Tinjau titik D
∑ = 0Fy
0=T
∑ = 0Fx
021 =+− BB
222
fPPB +=
Tinjau titik C
∑ = 0Fy
045sin2 =+ AVB
045sin)22
( 2 =++ APP f
22
222
fPPA −−=
221
)22
(2
fPP
A+
−=
Analisis Struktur I
39
Batang Gaya Batang total (F) fdP
dF
Gaya Batang
sebenarnya
(F)
A1 2
22
2
fPP+−
22
22P
−
A2 2
22
2PfP
−− 22
− 22P
−
B1
22
fPP+ 2
1
2P
B2
22
fPP+ 2
1
2P
T 0 0 0
3. Hitung defleksi pada titik B horisontal dengan rumus: EAL
PFF fB ∂∂
=∆
Batang L EA Gaya Batang
(F) fdPdF
EAL
PFF f∂∂
A1 2L EA 2
2P
− 22
2EAPL
−
A2 2L EA 2
2P
− 22
− 2EAPL
B1 L EA 2P
21
EAPL
4
B2 L EA 2P
21
EAPL
4
T L EA 0 0 0
Total :
EAPL
2
Sehingga nilai defleksi pada titik B horisontal: EAPL
B 2=∆
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa akibat beban vertical ke bawah, defleksi pada titik B arah
horizontal terjadi sebesar EA
PL2
Dengan arah ke kanan.
Analisis Struktur I
40
Analisis Struktur II 1
BAB I STRUKTUR RANGKA BATANG (Truss)
1.1. Pendahuluan
Ada banyak jenis tipe struktur yang digunakan pada bangunan teknik sipil. Salah
satunya adalah struktur rangka batang (Truss).
Struktur rangka batang terbentuk dari susunan elemen batang yang dihubungan dengan
jenis penghubung sendi, yang biasanya terangkai dalam bentuk segitiga dan hanya
mampu dibebani oleh beban aksial.
Elemen batang adalah elemen yang bentuknya paling sederhana karena sifat fisiknya
yang relatif pendek, prismatis, langsing dan lurus.
Disebut elemen batang karena sifatnya yang hanya mampu menahan beban aksial saja.
C
(a)
C
T
(b)
T
Gambar 1.1. Elemen batang
Pada gambar diatas (a) ditunjukkan bahwa akibat gaya aksial tekan, batang mengalami
gaya batang yang nilainya senilai gaya tersebut, yaitu :
BATANG TEKAN (Compression (C))
Sedangkan gambar (b) menunjukkan bahwa akibat gaya aksial tarik, batang mengalami
gaya batang yang nilainya senilai gaya tersebut, yaitu :
BATANG TARIK (Tension (T))
Apabila batang tersebut dirangkai dengan jumlah minimal 3 batang yang membentuk
segitiga dan dengan titik hubung berupa sendi maka akan terbentuk “
STRUKTUR RANGKA BATANG (Truss)
Gambar 1.2. Struktur rangka batang sederhana
Analisis Struktur II 2
1.2. Penggunaan Rangka Batang pada Struktur
Jenis struktur rangka batang ada banyak disekitar kita, yaitu paling banyak digunakan
pada struktur atap dan jembatan. Menurut sejarah penggunaan rangka batang ini
pertama kali digunakan oleh bangsa Romawi pada penggunaan rangka batang kayu
pada struktur jembatan dan atap. Penggunaannya kemudian dipopulerkan oleh berbagai
bangsa di dunia pada tahun 1700-an. Terutama untuk penggunaan pada struktur
jembatan, yaitu dengan menggunakan material kayu dan baja.
Akhirnya seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya berbagai kebutuhan,
struktur rangka batang dengan material kayu ditinggalkan pada akhir abad ke-19, karena
orang telah menemukan material yang lebih menguntungkan dalam segi penggunaanya.
Gambar 1.3. Elemen batang sebagai elemen kolom dan elemen balok kolom
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Jembatan rangka baja lebih disukai karena lebih mungkin untuk penggunaan bentang
panjang. Begitu pula penggunaan struktur rangka batang untuk atap. Orang lebih
mungkin untuk memakainya pada struktur dengan bentang besar.
Berdasarkan kebutuhan pun akhirnya muncul banyak konfigurasi bentuk rangka batang
dengan pertimbangan kebutuhan akan efisiensi. (Gambar 1.6 dan 1.9)
Titik hubung pada rangka batang berupa sendi yang dalam kenyataannya biasanya
dibuat dengan menggunakan las, paku keling dan baut. (gambar 1.4)
Analisis Struktur II 3
Gambar 1.4. Titik hubung pada struktur rangka batang baja
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
1.2.1. Rangka Batang Atap
Struktur Atap yang terbuat dari rangka batang (Roof Truss) biasanya digunakan untuk
bangunan industri yang memerlukan bentangan yang besar (Gambar 1.5).
Gambar 1.5. Struktur Rangka Atap
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Ada banyak tipe rangka atap yang penggunaannya dipilih dengan berdasarkan atas
panjang bentang (span), kemiringan dan jenis penutup atap. Beberapa yang umum
digunakan ditunjukkan pada gambar 1.6.
Analisis Struktur II 4
Gambar 1.6. Jenis Rangka Batang untuk Atap
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Analisis Struktur II 5
Tabel 1.1. Jenis Rangka Atap dan kegunaannya
Jenis Atap Penggunaan
Scissors Bentang Pendek dan keleluasaan pada bagian atas
Howe dan Pratt Bentang Moderat (18 -30 m)
Fan dan Fink Bentang > 30 m
Cambered Fink Bentang > 30 m
Warren Atap datar (kemiringan landai)
sawtooth Digunakan pada pabrik textil yang membutuhkan
penerangan yang baik
bowstring Digunakan untuk garasi dan hangar pesawat kecil
three-hinged arch Bangunan tinggi dan bentang panjang (mis: tempat
senam) Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
1.2.2. Rangka Batang Jembatan
Elemen struktural utama dari tipikal rangka jembatan ditunjukkan pada gambar 1.7
berikut.
Gambar 1.7. Struktur Rangka Jembatan
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Beban pada plat lantai jembatan (deck) diteruskan ke balok anak (stringers) yang
kemudian diteruskan ke balok induk (floor beam) lalu ke dua perletakan di kedua ujung
Analisis Struktur II 6
jembatan. Batang Atas (top chord) dan bawah (bottom chord) rangka jembatan pada
tiap sisinya dihubungkan oleh lateral bracing bagian atas dan bawah untuk menahan
beban lateral yang diakibatkan oleh angin dan pergerakan kendaraan pada arah
sidesway. Sebagai tambahan kestabilan ditambahkan portal dan sway bracing. Rangka
jembatan tersebut ditumpu oleh 2 perletakan sendi rol. Tumpuan rol pada salah satu
ujungnya berfungsi terhadap ekspansi suhu .
(a)
(b)
Gambar 1.8. Tumpuan Sendi (a) dan Rol (b) pada Struktur Jembatan Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Ada banyak tipe rangka jembatan yang penggunaannya dipilih dengan berdasarkan atas
panjang bentang (span) . Seperti yang dijelaskan di tabel 1.2, beberapa tipe yang umum
digunakan ditunjukkan pada gambar 1.9.
Tabel 1.2. Jenis Rangka Jembatan dan kegunaannya
Jenis Atap Penggunaan
Pratt, Howe dan Warren Bentang sampai dengan 61 m
Parker Bentang > 61 m, lebih hemat dalam pengguanan bahan
Baltimore Bentang > 91 m
Subdivided-Warren Bentang > 91 m
K-truss Bentang > 91 m Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Analisis Struktur II 7
Gambar 1.9. Jenis Rangka Batang untuk Jembatan
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Analisis Struktur II 8
BAB II ANALISIS PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
2.1. Prinsip Umum pada Rangka Batang
2.1.1. Pembentukan Segitiga
Rangka batang adalah susunan elemen-elemen linier yang membentuk segitiga atau
kombinasi segitiga sehingga membentuk rangka yang tidak dapat berubah bentuk
apabila diberi beban luar tanpa adanya perubahan bentuk pada satu atau lebih
batangnya. Setiap elemen dianggap tergabung pada titik hubung berupa sendi, dimana
semua beban dan reaksi terjadi pada titik hubung tersebut,
Prinsip yang utama bahwa koinfigurasi segitiga tersebut harus berada pada kondisi
stabil.
(b) Konfigurasi Stabil(a) Konfigurasi Tidak Stabil (c) Gaya Batang Gambar 2.1. Susunan Batang yang Stabil dan Tidak Stabil
Sumber: Schodek (1995)
Gambar (a) menunjukkan struktur yang tidak stabil, garis putus-putusnya
menunjukkan mekanisme runtuhnya (collapse), bila dibebani. Bentuk tersebut dapat
dengan mudah berubah bentuk atau runtuh bila dibebani tanpa adanya perubahan
panjang pada setiap batangnya.
Gambar (b) menunjukkan struktur yang stabil, tidak dapat berubah bentuk atau runtuh
seperti gambar (a). Bentuk segitiga lebih stabil, karena deformasi yang diakibatkan
beban luar bersifat minor dan diasosiasikan dengan perubahan panjang pada tiap
batangmya. Selain itu ditunjukkan juga dengan tidak adanya perubahan sudut antara dua
batang bila struktur tersebut dibebani. (Bandingkan dengan (a) yang perubahan
sudutnya besar sekali).
Analisis Struktur II 9
Gambar (c) menunjukkan gaya batang yang terjadi pada struktur stabil akibat beban
luar yang bekerja. Gaya-gaya batang yang dapat terjadi adalah tarik dan tekan (pada
gambar (c) gaya tekan semua). Tidak ada lentur pada struktur tersebut.
2.1.2. Konfigurasi
Karena susunan segitiga dari batang-batang adalah bentuk yang stabil, maka sembarang
susunan segitiga juga akan membentuk struktur yang stabil dan kaku seperti pada
gambar 2.2.
TT C
T TTT
C C CC TT
(a) Gaya tarik (T) dan Gaya Tekan (C) pada batang akibat beban yang bekerja pada simpul
(a) Konfigurasi Stabil
C CCC
Gambar 2.2. Struktur Rangka Batang dengan konfigurasi segitiga
Ide ini merupakan prinsip dasar penggunaan rangka batang pada gedung karena bentuk
yang kaku yang lebih besar untuk sembarang geometri dapat dibuat dengan
memperbesar segitiga tersebut.
Pengaruh beban luar pada struktur adalah berupa gaya tarik atau tekan murni pada
setiap batangnya. Pola tarik dan tekan pada masing-masing batang dapat berubah
tergantung bagaimana beban luar bekerja. Pada gambar 2.2.b, dimana rangka batang
hanya menerima beban vertikal saja , maka pada seluruh batang atas mengalami gaya
tekan dan seluruh batang bawah mengalami gaya tarik.
Beban luar hanya bekerja pada titik hubung batang berupa beban terpusat. Bila beban
bekerja pada batang, akan timbul tegangan lentur sehingga dapat mengakibatkan desain
batang menjadi lebih rumit dan efisiensi keseluruhan batang menjadi berkurang.
Analisis Struktur II 10
2.1.3. Gaya Batang
Pada rangka batang yang sederhana, gaya-gaya dalam pada setiap batang (selanjutnya
disebut GAYA BATANG) dapat ditentukan dengan teknik yang berguna dengan
gambaran bagaimana rangka batang tersebut memikul beban.
Salah satu caranya adalah dengan:
Menggambarkan bentuk deformasi yang mungkin terjadi pada struktur yang akan
terlihat apabila batang yang hendak diketahui sifat gayanya tidak ada. Dengan demikian
sifat gaya berupa tarik atau tekan dari batang tersebut dapat diketahui dengan analisis
mengenai pencegahan deformasi tersebut. (Perhatikan gambar 2.3)
C
C
C
E
AB
C
TT C
0
C
0
CC
T TC
F
B
D
F
B
D
F D
BB
C
E
AB
0
CC 0
T
0
T
00
A
E
A
E
F D
BB
C C
Rangka Batang A Rangka Batang B
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.3. Metode Pendekatan untuk Menentukan Gaya Batang
pada Rangka Batang sederhana
Analisis Struktur II 11
Gambar (a) : Susunan rangka batang dasar (Perhatikan perbedaan letak batang
diagonal rangka batang A dan B.
Gambar (b) : Sifat gaya (tarik atau tekan) batang diagonal dapat ditentukan dengan
mula-mula membayangkan batang tersebut tidak ada dan melihat
kecenderungan deformasi rangka batang tersebut. Jadi, diagonal yang
terletak diantara B dan F pada rangka batang A mengalami tarik karena
berfungsi mencegah menjauhnya titik B dan F
Gambar (c) : Distribusi gaya batang pada rangka batang tersebut
C = gaya tekan (Compression)
T = gaya tarik (Tension)
Gambar (d) : Analogi “kabel” atau ”pelengkung” dapat digunakan untuk menentukan
sifat tarik atau tekan gaya batang. Pada rangka batang A, batang FBD
dibayangkan sebagai “kabel”, dan tentu saja mengalami tarik (T). Batang-
batang lainnya berfungsi mempertahankan keseimbangan konfigurasi
“kabel” dasar tersebut.
Tetapi untuk rangka batang yang lebih rumit tetap harus memerlukan analisis yang
bersifat kuantitatif yang akan dijelaskan pada bagian ANALISIS RANGKA BATANG
berikut ini..
2.2. Analisis Rangka Batang
2.2.1. Stabilitas
Syarat pertama yang harus dipenuhi pada analisis rangka batang adalah :
Apakah rangka batang tersebut memiliki konfigurasi yang stabil atau tidak?
Hal ini penting karena keruntuhan total dapat terjadi apabila struktur yang tidak stabil
dibebani.
CA
F
E
B
D
(a)
CA
F
E
B
D
(b)
Gambar 2.4. Konfigurasi Batang Stabil dan Tidak Stabil
Analisis Struktur II 12
Secara umum setiap rangka batang yang merupakan susunan bentuk dasar segitiga
merupakan struktur yang stabil (Gambar 2.4).
BA
C
Gambar 2.5. Rangka Batang Stabil dengan Pola Batang Bukan Segitiga
Tetapi perlu diperhatikan ada juga rangka batang dengan pola batang yang tidak segitiga
dihubungkan tetapi tetap merupakan struktur yang stabil (Gambar 2.5)
Perhatikan gambar 2.5! Kelompok segitiga diantara A dan C membentuk pola kaku,
begitu juga diantara B dan C sehingga posisi relatif C ke titik A dan B dapat
dipertahankan, yang berarti rangka batang tersebut stabil. Kumpulan segitiga diantara A
dan C dapat dipandang sebagai “batang”, begitu pula diantara B dan C. EF
B C DA
Gambar 2.6 Rangka Batang dengan Jumlah Batang Melebihi yang Diperlukan untuk
Kestabilan
Ada juga jenis rangka batang yang menggunakan batang melebihi minimum yang
diperlukan untuk kesetabilan. Jenis rangka ini memiliki kelebihan batang
(REDUNDANT) (Gambar 2.6). Salah satu batang diagonalnya dianggap sebagai
redundant. Apabila salah satu dibuang maka struktur tetap akan stabil. Jenis ini
termasuk dalam kategori STRUKTUR STATIS TAK TENTU.
Untuk memudahkan kita dalam menentukan apakah strutur rangka batang tersebut stabil
atau tidak kita bisa menggunakan rumusan :
n = 2s – 3 (2.1)
Analisis Struktur II 13
dimana :
n : jumlah batang
s : jumlah simpul
Dengan rumus diatas kita bisa menentukan jenis sifat struktur, yaitu:
Bila n < 2s – 3 : Struktur Tidak Stabil
Bila n = 2s – 3 : Struktur Stabil (Struktur Statis Tertentu)
Bila n > 2s – 3 : Struktur Statis Tak Tentu (Memiliki Redundan)
Dalam hal pembagian struktur rangka batang berdasarkan sifat statisnya, dapat
dibedakan menjadi
1. Struktur statis tertentu
Ciri : - n = 2s – 3
- R = 3 ( R = Reaksi Perletakan)
2. Struktur statis tak tentu
a. Struktur statis tak tentu dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R = 3
b. Struktur statis tak tentu luar
Ciri : - n = 2s – 3
- R > 3
c. Struktur statis tak tentu luar dan dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R > 3
Latihan 2.1:
Tentukan jenis struktur rangka batang pada gambar 1.6 dan 1.9, apakah statis tertentu
atau statis tak tentu dalam, luar atau luar dan dalam ?
2.2.2. Perhitungan Gaya Batang
Penentuan gaya batang dapat dilakukan seperti pada bagian (2.1.3), tetapi pada struktur
yang lebih rumit hal tersebut sulit dilakukan. Sehingga kita membutuhkan metode
perhitungan analisis struktur.
Analisis Struktur II 14
Prinsip yang mendasari semua jenis perhitungan gaya batang dari suatu rangka batang
adalah :
Keseimbangan terjadi pada Setiap Bagian dari struktur
atau Secara Keseluruhan dari Struktur
Apabila struktur rangka batang stabil dan termasuk dalam kategori statis tertentu, maka
penentuan gaya batang dapat dilakukan dengan berbagai metode perhitungan dengan
menggunakan persamaan dasar keseimbangan, yaitu :
ΣFx = 0
ΣFy = 0
ΣMi = 0 (2.2)
Adapun metode-metode perhitungan yang dapat digunakan antara lain, Metode
Cremona, metode Ritter, Metode Keseimbangan Titik Kumpul.
Analisis Struktur II 15
2.3. Metode Cremona
Metode cremona adalah metode perhitungan gaya batang pada struktur rangka batang
dengan cara grafis dengan yang berdasarkan keseimbangan gaya pada setiap titik
kumpul.
P
VA
VC
B2B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
B2B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
VA = P/2 VC= P/2
HA= 0
B2,B1
A2
A1
(a) Rangka Batang Statis Tertentu
(b) Gaya Batang (b) Cremona
0
Gambar 2.7. Perhitungan Gaya Batang dengan Cremona
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah:
1. Cari reaksi perletakan pada gambar (a)
2. Tentukan skala (Cremona : Gaya Batang, misal 1 cm = 1P)
3. Tinjau struktur secara keseluruhan (gambar b), gambarkan seluruh garis gaya (Gaya
Luar dan Reaksi Perletakan) sesuai dengan besar dan arahnya dengan mengikuti
skala yang telah ditentukan. Mulai dari satu titik simpul untuk selanjutnya ke titik
simpul yang lain searah dengan jarum jam sampai membentuk loop tertutup, dan
buat tanda arahnya (tanda panah) (gambar c).
4. Setelah tergambar seluruh garis gaya, tinjau setiap titik simpul untuk
menggambarkan garis gaya batang pada titik simpul tersebut dengan
memperhatikan:
Analisis Struktur II 16
a. Titik simpul yang ditinjau memiliki maksimal 2 gaya batang atau reaksi yang
belum diketahui.
b. Gambarkan garis gaya batang/reaksi tersebut pada gambar cremona sesuai
dengan tempatnya sehingga membentuk loop tertutup, tanpa membuat tanda
arahnya, tapi cukup diberi nama saja (gambar c).
c. Arah garis gaya pada simpul yang ditinjau tadi pindahkan ke gambar
strukturnya pada posisis dekat dengan tittik simpul yang ditinjau (gambar b).
d. Arah panah pada ujung batang dekat dengan titik simpul yang ditinjau bisa
berupa arah menuju titik simpul atau meninggalkan titik simpul. Bila pada ujung
tersebut menuju titik simpul maka pada ujung lainnya juga dibuat arah panah
menuju titik simpul, demikian sebaliknya. (Sehingga pada satu batang terdapat 2
tanda panah yang berlawanan) (gambar b)
e. Lanjutkan ke titik simpul yang lain dengan cara yang sama untuk menentukan
gaya pada batang yang lain yang belum diketahui.
f. Setelah selesai semua gaya batang diketahui, besarnya gaya batang masing-
masing dapat ditentukan dengan menghitung besarnya gais gaya yang tergambar
pada cremona dan mengalikannya dengan skala yang sudah ditentukan.
g. Jenis gaya batang dapat ditentukan dari arah gaya pada rangka batang, yaitu :
BATANG TEKAN : apabila tanda panah menunjukkan arahnya menuju
titik simpul
BATANG TARIK : apabila tanda panah menunjukkan arahnya
meninggalkan titik simpul
Latihan 2.2 :
Tentukan Gaya Batang berikut dengan menggunakan metode Cremona
ED
F
TA3P tonP ton
D2D1
A3
A4
B2B1
T
A2
A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
BP ton
A4B2B1
D1
A2
A1
P ton
L m
L m L m
A
B
C
D2
Analisis Struktur II 17
2.4. Metode Ritter
Metode ritter adalah metode perhitungan gaya batang pada struktur rangka batang
dengan cara analitis yang berdasarkan persamaan keseimbangan pada setiap titik
kumpul dengan meninjau salah satu bagian potongan struktur.
B2B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
B2
B1
TA2
A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
VA = P/2 VC= P/2
HA= 0
I
I
( a )
( b )
B2
B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
VA = P/2 VC= P/2
HA= 0
II
II
( c ) Gambar 2.8. Perhitungan Gaya Batang dengan Ritter
Analisis Struktur II 18
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah:
1. Cari reaksi perletakan (b)
2. Potong beberapa batang dengan syarat hanya ada maksimal 2 gaya batang atau
reaksi yang belum diketahui.
3. Buat batang sebagai batang tarik dengan memberi panah menuju garis potongan.
4. Perhitungan dilakukan dengan meninjau salah satu bagian potongan, tinjau kiri
atapupun kanan potongan.
5. Bila meninjau kiri
a. Semua gaya (reaksi dan gaya luar) dan gaya batang yang ada disebelah kanan
diabaikan.
b. Tinjau salah satu titik simpul (misal titik i) untuk menghitung persamaan
ΣMi = 0 (2.3)
Titik i tersebut boleh berada di kiri atau kanan potongan, dengan pertimbangan
memudahkan perhitungan nantinya.
c. Semua gaya dan reaksi yang masuk dalam persamaan tersebut hanyalah yang
ada di sebelah kiri potongan.
d. Bila diperoleh gaya batang bernilai positif maka batang tersebut disebut
BATANG TARIK.
e. Bila diperoleh gaya batang bernilai negatif maka batang tersebut disebut
BATANG TEKAN.
6. Bila meninjau kanan
a. Semua gaya(reaksi dan gaya luar) dan gaya batang yang ada disebelah kiri
diabaikan.
b. Tinjau salah satu titik simpul (misal titik i) untuk menghitung persamaan
ΣMi = 0
Titik i tersebut boleh berada di kiri atau kanan potongan, dengan pertimbangan
memudahkan perhitungan nantinya.
c. Semua gaya dan reaksi yang masuk dalam persamaan tersebut hanyalah yang
ada di sebeleh kanan potongan.
d. Bila diperoleh gaya batang bernilai positif maka batang tersebut disebut
BATANG TARIK.
e. Bila diperoleh gaya batang bernilai negatif maka batang tersebut disebut
BATANG TEKAN.
Analisis Struktur II 19
Latihan 2.3 :
Hitung Gaya Batang pada Rangka Batang di latihan 2.2 dengan menggunakan metode
Ritter
2.5. Metode Keseimbangan Titik Kumpul
Metode Keseimbangan Titik adalah metode perhitungan gaya batang pada struktur
rangka batang dengan cara analitis yang berdasarkan persamaan keseimbangan pada
setiap titik kumpul.
A1 sin α
A1 cos α
α
B2B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
B2
B1
TA2
A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
VA = P/2 VC= P/2
HA= 0
( a )
( b )
B2B1
TA2A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
B
VA = P/2 VC= P/2
HA= 0
II
( d )
A1
A
VA = P/2
B2B1
T
D
( c )
( e )
B1
Gambar 2.9. Perhitungan Gaya Batang dengan Keseimbangan Titik
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah:
Analisis Struktur II 20
1. Cari reaksi perletakan
2. Tinjau salah satu titik simpul dengan syarat hanya ada maksimal 2 gaya batang atau
reaksi yang belum diketahui pada titik simpul tersebut.
3. Buat batang sebagai batang tarik dengan memberi panah meninggalkan titik simpul
yang ditinjau.
4. Apabila gaya, reaksi ataupun gaya batang tidak berada pada arah koordinat x dan y
(atau koordinat lain yang saling tegak lurus), maka uraikan gaya, reaksi dan gaya
batang tersebut ke arah koordinat yang kita tentukan tadi.
5. Untuk mencari gaya yang ingin diketahui, gunakan persamaan keseimbangan
dengan arah koordinat yang kita tentukan tadi, misalnya menggunakan koordinat X-
Y maka persamaannya :
Σ Fx = 0
Σ Fy = 0 (2.4)
6. Bila diperoleh gaya batang bernilai positif maka batang tersebut disebut
BATANG TARIK.
7. Bila diperoleh gaya batang bernilai negatif maka batang tersebut disebut
BATANG TEKAN
Latihan 2.4 :
Hitung Gaya Batang pada Rangka Batang di latihan 2.2 dengan menggunakan metode
Keseimbangan Titik !
Analisis Struktur II 21
BAB III DEFLEKSI
3.1. Diagram Defleksi dan Kurva Elastik
Analisis struktur adalah proses perhitungan untuk menentukan respon dari suatu
struktur yang berupa reaksi tumpuan, gaya dalam dan perpindahan (displacement)
akibat pengaruh luar (aksi).
Perpindahan pada struktur tersebut dapat berupa :
- Defleksi / Translasi : Jarak pergerakan titik pada struktur
- Rotasi : Sudut putar garis singgung pada kurva elastis (atau garis
normalnya) di satu titik.
Defleksi struktur dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa sebab berupa pengaruh luar
(aksi) diantaranya adalah :
- Beban luar
- Pengaruh perubahan suhu
- Kesalahan pabrikasi
- Akibat penurunan (settlement)
Dalam suatu perencanaan, nilai defleksi harus dibatasi untuk menghindari retak pada
jenis material yang bersifat getas seperti beton atau plester. Lebih jauh, struktur tidak
boleh mengalami getaran atau mengalami defleksi secara berlebihan. Yang jauh lebih
penting, nilai defleksi pada suatu titik pada struktur harus ditentukan dalam upaya
menganalisis struktur STATIS TAK TENTU.
Pada struktur-struktur berikut yang akan dianalisis dengan asumsi bahwa material
tersebut memiliki RESPON LINIER ELASTIK terhadap beban yang diterimanya.
Artinya, pada kondisi tersebut, suatu struktur yang menerima beban dan berdefleksi
akan kembali pada kondisi awalnya (tidak berdefleksi) jika tidak dibebani lagi.
Pada dasarnya defleksi yang terjadi pada strukur disebabkan oleh GAYA DALAM
berupa gaya normal, gaya geser ataupun momen lentur.
Analisis Struktur II 22
Pada balok dan rangka kaku defleksi terbesar seringkali disebabkan oleh momen lentur
dalam (internal bending) sedangkan gaya aksial dalam menyebabkan defleksi pada
rangka batang (truss).
3.2. Prinsip Kerja Maya
Prinsip Kerja Maya dikembangkan oleh John Bernoulli pada tahun 1717 dan terkadang
disebut juga sebagai Metode Beban Satuan.. Metode ini memberikan arti yang umum
dalam menentukan perpindahan (displacement) dan kemiringan (slope) pada struktur,
baik itu balok, frame maupun rangka batang.
Prinsip Kerja dan Energi pada suatu bahan yang bersifat deformable :
Perhatikan gambar berikut :
Analisis Struktur II 23
F
ANA
P1 P2 P3
NM
dx
dLF
∆1
∆2∆C∆3
B
ANA
P1 P2 P3
B
C
u
A
1
NM
dx
dlu
δ1
δ2δCδ3
B
321
A
P1 P2 P3
NM
dxδ1+∆1 δ2+∆2
δc+∆C δ3+∆3 B
1
NA
NA
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.1 Kerja dan Energi pada Bahan Deformable
Perhatikan gambar (a) :
• Balok AB diberi beban P1, P2 dan P3 pada titik 1,2 dan 3. Pada titik C akan dicari
defleksi dengan menggunakan metode beban satuan.
Perhatikan gambar (b)
• beban pada balok ( P1, P2 dan P3 ) menyebabkan gaya dalam pada balok,
misal : Pada salah satu serat pada balok bagian atas garis netral (MN) mengalami
gaya tekan F dengan luas area potongan sebesar dA.
• Pada serat MN tersebut akibat gaya F, memendek sebesar dL.
Analisis Struktur II 24
• Pada balok secara keseluruhan akibat Beban (P1,P2 dan P3) menyebabkan defleksi
disepanjang balok, misal:
Δ1 pada titik 1
Δ2 pada titik 2
Δ3 pada titik 3
• Akibat beban yang bekerja timbul energi/kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total energi/kerja luar pada balok
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 (3.1)
Total energi/kerja dalam yang tersimpan :
½ Σ (F.dL) (3.2)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi :
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 = ½ Σ (F.dL) (3.3)
Perhatikan gambar (c) :
• Pada balok yang sama dipasang beban 1 satuan pada titik C.
• Akibat gaya 1 satuan tersebut pada serat yang sama (MN) mengalami gaya tekan u.
• Pada serat MN tersebut akibat beban 1 satuan, memendek sebesar dl.
• Pada balok secara keseluruhan akibat beban 1 satuan menyebabkan defleksi di
sepanjang balok,yaitu :
δc pada titik C
δ1 pada titik 1
δ2 pada titik 2
δ3 pada titik 3
• Akibat beban yang bekerja timbul energi/kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total energi/kerja luar pada balok
½ (1) (δC) (3.4)
Total energi/kerja dalam yang tersimpan :
½ Σ (u.dl) (3.5)
• Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi : Energi dalam yang terjadi sama dengan
Energi luar yang bekerja, sehingga :
½ δ1 = ½ Σ (u.dl) (3.6)
Analisis Struktur II 25
Perhatikan gambar (d) :
• Bila beban P1, P2 dan P3 ditambahkan pada balok di gambar b, dimana beban 1
satuan sudah bekerja terlebih dahulu , maka akan terjadi defleksi pada balok sebesar:
δC + ΔC pada titik C
δ1 + Δ1 pada titik 1
δ2 + Δ2 pada titik 2
δ3 + Δ3 pada titik 3
• Dengan adanya tambahan beban P1, P2 dan P3 , maka ada tambahan energi pada
energi/kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total tambahan energi/kerja luar pada balok
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + 1. ΔC (3.7)
Total tambahan energi/kerja dalam yang tersimpan :
½ Σ (F.dL) + Σ (u dL) (3.8)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi dan dari persamaan (3.4) + (3.7) dan
persamaan (3.5) + (3.8) :
½ (1) (δC) + ½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + (1) . ΔC = ½ Σ (u.dl) + ½ Σ
(F.dL) + Σ (u dL) (3.9)
• Berdasarkan persamaan (3.3) dan (3.6) tentang Hukum kekekalan energi, maka :
(1) . ΔC = Σ (u dL) (3.10)
Persamaan (3.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur
dengan menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengam
metode beban satuan.
Δi = Σ ui (ΔL) (3.11)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member/elemen) akibat berat satuan
pada titik i
ΔL : Perubahan panjang pada elemen.
Analisis Struktur II 26
ΔL sebagai perubahan panjang pada elemen dapat diakibatkan oleh bermacam-macam
sebab, diantaranya :
- Beban luar
- Perubahan suhu
- Kesalahan pabrikasi.
3.2.1. Pengaruh Beban Luar
Perhatikan gambar (3.2) yang menunjukkan rangka batang yang akan dicari nilai
defleksinya pada titik i. Persamaan (3.11) dapat digunakan pada rangka batang tersebut
u u
uu
∆L ∆L
∆L∆L
∆D
∆L
P ton
A D C
B
1
u
A D C
B
(a)
(b) Gambar 3.2 Defleksi Rangka Batang Akibat Beban Luar
Perhatikan gambar (a) :
• Pada titik D akan ditentukan nilai defleksinya. Akibat beban luar semua batang
(member) akan mengalami gaya dalam (aksial) sehingga semua batang mengalami
perubahan panjang ΔL.
Berdasarkan hukum HOOKE, perubahan panjang ΔL akibat gaya aksial (gaya dalam
aksial) dapat dirumuskan menjadi :
AELFL
.
.=∆ (3.12)
Analisis Struktur II 27
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang
F : Gaya dalam aksial (GAYA BATANG) akibat beban luar yang bekerja (ton, kg,
N, kN)
L : Panjang batang (m,cm,mm)
E : Modulus Elastisitas (kg/mm2)
A : Luas penampang batang (m2, cm2 ,mm2 )
• Sehingga akibat beban luar yang bekerja maka pada semua batang akan timbul gaya
dalam berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut F.
• GAYA BATANG pada semua batang (F) daoat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Perhatikan gambar (b)
• Untuk mencari defleksi pada titik i, pasang beban satuan pada titik i tersebut dengan
arah sembarang (vertikal atau horisontal).
• Akibat beban satuan pada titik I maka pada semua batang akan timbul gaya dalam
berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut u.
• GAYA BATANG pada semua batang (u) dapat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat BEBAN LUAR
dapat dicari dengan rumus :
∑=∆AE
LuF ii .
.. (3.13)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang (L).
4. Akibat beban luar yang bekerja, cari reaksi (R) pada tumpuan/perletakan
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (F) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
Analisis Struktur II 28
6. Buang seluruh beban luar yang, kemudian pasang beban 1 satuan pada tempat dan
arah sama dengan nilai defleksi yang ingin ditentukan. Misal (seperti pada gambar
3.2) :
Untuk mencari ΔCV, maka pasang beban satuan pada titik hubung D arah vertikal
(bisa ke atas maupun ke bawah).
7. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
8. Gunakan persamaan (3.13) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan
(misal titik D). Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L
(satuan)
E.A
(satuan)
F
(satuan)
ui
(satuan) AELuF i
...
(satuan)
A1 Panjang
batang
Hasil kali E
dan A
Gaya Batang
akibat beban
luar
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil
perhitungan
AELuF i
...
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Jumlah dari AE
LuF i
...
∑=∆AE
LuF ii .
..
Latihan 3.1.
Hitung defleksi pada titik-titik yang ada pada rangka batang berikut !
ED
F
TA3P tonP ton
D2D1
A3
A4
B2B1
T
A2
A1
P ton
L m
L m L m
A
D
C
BP ton
A4B2B1
D1
A2
A1
P ton
L m
L m L m
A
B
C
D2
3.2.2. Pengaruh Perubahan Suhu
Pada beberapa kasus, batang-batang pada struktur rangka batang akan mengalami
perubahan panjang akibat pengaruh perubahan suhu. Perubahan panjang ini dapat
didefinisikan dengan rumus :
Analisis Struktur II 29
LTL ..∆=∆ α (3.14)
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang (m, cm, mm)
α : koefisien pemuaian panas pada batang
ΔT : Perubahan suhu
L : Panjang batang (m,cm,mm)
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat PERUBAHAN
SUHU dapat disubstitusi ke persamaan (3.11) menjadi :
LTuii ∑ ∆=∆ ....α (3.15)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (3.15) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L
(satuan) α
(satuan)
ΔT
(satuan)
ui
(satuan) LTui .... ∆α
(satuan)
A1 Panjang
batang
Koef.
Pemuaian
panas
Perubahan
suhu
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil perhitungan
LTui .... ∆α
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Jumlah dari LTui .... ∆α LTuii ∑ ∆=∆ ....α
Analisis Struktur II 30
Latihan 3.2.
Pada rangka batang di latihan 3.1, anggap tidak ada beban luar, akibat perbedaan suhu
ΔT dengan koefisien pemuaian suhu α yang mempengaruhi batang bawah, berapa
defleksi yang terjadi pada titik-titik hubung pada rangka batang tersebut!
3.2.3. Pengaruh Kesalahan Pabrikasi
Selain akibat perubahan suhu, pada beberapa kasus walaupun tidak sering, kesalahan
pabrikasi atas material yang digunakan untuk rangka batang dapat terjadi. Misalnya saja
batang dapat saja menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari yang seharusnya
digunakan dalam membuat rangka batang yang sedikit melengkung. Pada kasus
jembatan yang dibangun dengan bentuk rangka batang yang batang bawahnya dibuat
melengkung, sehingga batang bawahnya dibuat cekung keatas. Ketidaktepatan dimensi
panjang batang (lebih pendek atau lebih panjang) (L) dapat menyebabkan defleksi pada
rangka batang.yang didefinisikan dengan rumus (3.11) :
Δi = Σ ui (ΔL) (3.16)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i (m,cm,mm)
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member) akibat berat satuan pada titik
ΔL : Perbedaan panjang pada batang dari ukuran yang disyaratkan.akibat kesalahan
pabrikasi (m,cm,mm)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (3.16) untuk menghitung defleksi pada titik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Analisis Struktur II 31
Batang ΔL
(satuan)
ui
(satuan) Lui ∆.
(satuan)
A1 Perubahan
panjang krn
kesalahan
pabrikasi
Gaya batang
akibat beban
satuan
Hasil perhitungan
Lui ∆.
B1 … … …
dst… … … …
∑ ∆=∆ Luii .
Latihan 3.3.
Pada rangka batang di latihan 3.1, anggap tidak ada beban luar, akibat kesalahan
pabrikasi batang mengalami perubahan panjang sebesar ΔL pada batang diagonal,
berapa defleksi yang terjadi pada titik-titik hubung pada rangka batang tersebut!