SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATASSeorang karyawan berumur 54 tahun, berobat
ke poli penyakit dalam. Pasien mengeluhkan nyeri pada perut kanan
atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang timbul namun dua bulan
terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan selera makan
berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang 15
kg. dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15
tahun yang lalu dan sering mengkonsumsi alcohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dan TB 165 cm. tekanan
darah dan tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen
hepatomegaly, dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan nyeri
tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
serum transaminase SGPT dan SGOT dengan bilirubin normal, Alpha
Feto Protein (AFP) 1000U/L (normal 1000 U/L
9. Mengapa kadar SGOT, SGPT pada pasien tersebut meningkat?
Peningkatan SGOT, SGPT merupakan tanda adanaya kerusakan sel
hati, sehingga pada saat terjadi keganasaan yang dimulai degnan
adanya inflamasi kronis maka sel hati akan mengeluarkan enzim SGOT,
SGPT lebih banyak
10. Mengapa pasien ingin berkonsultasi kepada ulama?
Untuk mengetahui hokum transplantasi hati yang akan
dilakukannya
HIPOTESIS
Seseorang dengan riwayat Hepatitis B dan mengkonsumsi alcohol
akan menyebabkan inflamasi kronik pada hepar, ditandai dengan
peningkatan serum SGOT dan SGPT. Inflamasi kronik akan berlanjut
pada fibrosis hati yang akan memicu sel hati untuk berproliferasi
sehingga menyebabkan hepatomegaly dan timbul nodul. Pada
pemeriksaan fisik akan didapatkan penurunan berat badan, pembesaran
hati dan adanya nyeri tekan yang dikarenakan oleh peregangan
kapsula Glisoni. Pemeriksaan laboratorium akan didapatkan kenaikan
nilai Alpha Feto Protein. Untuk menegakkan diagnosis pasti maka
dilakukan pemeriksaan USG dan biopsy. Diagnosis kerja, pasien
menderita Karsinoma Hepatoseluler. Tatalaksana yang dianjurkan
adalah transplantasi hati berdasarkan hukum Islam.SASARAN
BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
1.1 Memahami dan menjelaskan Definisi
1.2 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi
1.3 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi
1.4 Memahami dan menjelaskan Etiologi
1.5 Memahami dan menjelaskan Patofisiologi
1.6 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis
1.7 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.8 Memahami dan menjelaskan Tatalaksana
1.9 Memahami dan menjelaskan Komplikasi
1.10 Memahami dan menjelaskan Prognosis
1.11 Memahami dan menjelaskan Pencegahan2. Memahami dan
menjelaskan Hukum Transplantasi Hati menurut Agama Islam
1) Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
1.1. Memahami dan menjelaskan Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada
hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa
maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses
kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam
hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada
metastase jauh.
Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer
yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas
primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.
1.2. Memahami dan menjelaskan Epidemiologi
Distribusi Frekuensi
a) Distribusi Frekuensi Menurut Orang
Kanker hati dapat terjadi pada semua golongan usia, tetapi
jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi virus hepatitis B (HBV) serta banyak transmisi HBV secara
perinatal. Umumnya dengan wilayah insiden HBV tinggi, umur
penderita kanker hati 10-20 tahun lebih muda daripada umur
penderita di wilayah yang insidennya lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh infeksi HBV sebagai salah satu penyebab kanker
hati, banyak ditularkan pada masa perinatal.22 Menurut penelitian
Yang dkk. (2002) di Taiwan yang menggunakan desain cohort, proporsi
penderita kanker hati pada interval usia 40-59 tahun yaitu 55,54 %,
usia < 40 tahun yaitu 27,26%, dan usia >59 tahun yaitu 17,2
%.23 Di Indonesia kanker hati banyak ditemukan pada usia 40-50
tahun.20 Menurut penelitian Rifai A. (1995-1998) di RS Wahidin
Semarang dengan menggunakan desain cohort, usia rata-rata kejadian
penyakit kanker hati adalah 47,5 tahun dengan rasio pria dengan
wanita 5,7:1,24.
b) Distribusi Frekuensi Menurut Tempat
Secara geografis di dunia terdapat tiga kelompok wilayah kanker
hati yaitu wilayah tingkat insiden rendah (kurang dari tiga kasus)
; menengah (tiga hingga sepuluh kasus) ; dan tinggi (lebih dari
sepuluh kasus per 100.000 penduduk). Tingkat insiden tertinggi
tercatat di Asia Timur dan Asia Tenggara serta di Afrika Tengah
sedangkan yang terendah di Amerika Tengah. Sekitar 80% kasus kanker
hati di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan
Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang juga diketahui sebagai
wilayah dengan prevalensi tinggi virus hepatitis.
c) Distribusi Frekuensi Menurut Waktu
WHO tahun 2000 melaporkan IR kanker hati di dunia yaitu 9 per
100.000 penduduk.9 Tahun 1999 IR kanker hati pada pria : wanita di
Amerika Tengah 2,06 : 1,64 per 100.000 penduduk, di Afrika Tengah
24,21 : 12,98 per 100.000 penduduk, di Asia Timur 35,46 : 12,66 per
100.000 penduduk, dan di Asia Tenggara 18,35 : 5,7 per 100.000
penduduk.25 Di Jepang (2002) IR kanker hati pada pria sebesar 24
per 100.000 penduduk dan di Filipina yaitu 21 per 100.000 penduduk.
26Di Indonesia (2002) IR kanker hati pada pria : wanita yaitu 20 :
6 per 100.000 penduduk.
1.3. Memahami dan menjelaskan Klasifikasi
Stadium I: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas
hanya pada salah satu segment tetapi bukan di segment I hati
Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor
terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus
kanan/kiri
Stadium III: Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment
IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu
(billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus
kiri hati.
Stadium IV: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus
kanan dan lobus kiri hati.
atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)
atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra
hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena
lienalis)
atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase).Berdasarkan pengamatan secara makroskopis kanker hati
terdiri atas 3 bentuk
yaitu :
a. Tipe noduler, berbentuk multi noduler, biasanya hati membesar
dengan nodul yang bermacam-macam besar dan bentuknya dan sering
disertai sirosis.
b. Tipe masif, bentuk masif yang besar pada salah satu lobus
dengan hanya 1 nodul saja, tumor besar tersebut sering terdapat di
lobus kanan dan pada lobus lainnya dijumpai tumor kecil.
c. Tipe difus, umumnya besar hati terdapat dalam batas normal
tapi seluruhnya terisi oleh sel-sel kanker dan kadang-kadang susah
dibedakan dengan sirosis portal.
Menurut WHO secara histologik tipe kanker hati berdasarkan
struktur sel tumor dibedakan atas trabecular (sinusoidal),
pseudoglandula (asiner), compact (padat), dan serous.
1.4. Memahami dan menjelaskan Etiologi
a. Infeksi Hepatitis B
Peran infeksi virus hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker
hati telah ditegakkan dengan baik. Beberapa bukti menunjukkan
hubungan yang kuat. Seperti dicatat lebih awal, frekwensi kanker
hati berhubungan dengan (berkorelasi dengan) frekwensi infeksi
virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan
virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk
kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan
riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan,
bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan
pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai-pegawai
pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi
ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan
kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai
yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan
pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan
kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali
ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker.
Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari
genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik
dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin
kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam
sel-sel hati, dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi
bersifat kanker.
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan
perkembangan kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada
sampai dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan
virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C
dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada
beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang
dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu
rata-rata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada
virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi
kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada
pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi
prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada
pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4
sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien cirus hepatitis C, faktor-faktor risiko
mengembangkan kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang
lebih tua, jenis kelamin laki, kenaikkan tingkat dasar
alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan alkohol,
dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa
studi-studi yang lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu
genotype yang umum di Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah
suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih akhir ini tidak
mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak
dimengerti dengan baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material
genetik virus hepatitis C tidak dimasukkan secara langsung kedalam
material genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun, bahwa
sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko
mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya,
bahwa virus hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah
suatu penyebab yang tidak langsung dari kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi
virus hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis.
Jadi, telah disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus
hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati. Protein
inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan
menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari
suatu gen (gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari
aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut hidup dan
reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa
yang terjadi pada kanker.c. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah
hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara)
yang telah berkembang.
Tatacara yang biasa adalah suatu individu dengan sirosis
akhoholik yang telah menghentikan minum untuk waktu 10 tahun, dan
kemudian mengembangkan kanker hati. Itu agaknya tidak umum untuk
pecandu minuman alkohol yang minum secara aktif untuk mengembangkan
kanker hati. Yang terjadi adalah bahwa ketika minum alkohol
dihentikan, sel-sel hati mencoba untuk sembuh dengan
regenerasi/reproduksi. Adalah selama regenerasi yang aktif ini
bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker
dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum
alkohol dihentikan.
Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk
meninggal dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan dengan
kanker dari penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu
saja, pasien-pasien dengan sirosis alkoholik yang meninggal dari
kanker hati adalah kira-kira 10 tahun lebih tua daripada
pasien-pasien yang meninggal dari penyebab-penyebab yang bukan
kanker. Akhirnya, seperti dicatat diatas, alkohol menambah pada
risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan
infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang
kronis.
d. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi
membentuk kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang
disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah
tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini
ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras,
kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah
dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan
Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan
menghasilkan perubahan-perubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53.
Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan
tumor yang penting dari gen.
e. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia
Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun
hormon-hormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk
protein (anabolic) dihubungkan dengan pengembangan hepatic
adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak yang mungkin
mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada
beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang
menjadi kanker.
Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker
yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras
yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu
kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic
angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan
dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas
yang tampak beberapa tahun setelah paparan.
f. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati
berada pada risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati.
Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas
(hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis),
kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis,
mungkin menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan
sangat erat dengan tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia
pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan
dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya,
kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson
(metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing
cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu
yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati
adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC).
Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi
kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang pada
bentuk-bentuk lain sirosis. TerseringJarang
Sirosis dari penyebab apapunSirosis bilier primer
Infeksi kronis Hepatitis B atau CHemochromatosis
Konsumsi etanol kronisDefisiensi antitrypsin -1
Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)Non-Alkohol setatohepatitis
(NASH) penyakit penyimpanan glikogen
Aflatoksin B1 atau mikotoksin lainCitrullinemia
Porfiriacutanea tarda
Keturunan tyrosinemia
Wilsons Disease
Tabel 1. Faktor Resiko Hepatoseluler Karsinoma1.5. Memahami dan
menjelaskan Patofisiologi
Gambar 1. Pathway Patogenesis Karsinoma Hepatoseluler
Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah
didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada
dalam konteks kejadian cedera kronik (chronic injury) dari sel
hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit.
Respons regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan
timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit
dan berkembang menjadi karsinomahepatoseluler. HBV atau HCV mungkin
ikut terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini.
Misalnya, infeksi persisten dengan virus menimbulkan inflamasi,
meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan sirosis. Sirosis selalu
didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel,
termasuk steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu
fibrosis yang ireversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler
diklasifikasikan sebagai regeneratif dan displastik atau
neoplastik. Nodul regenerative merupakan parenkim hepatik yang
membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh
septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang
yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis
dapat berintegrasi ke dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini
menyebabkan ketidakseimbangan (instability) genomik sebagai akibat
dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali
(rearrangements) pada berbagai tempat di mana genom virus secara
acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen, protein x
HBV (Hbx), mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi
kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur pertumbuhan
(growthregulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi
malignan dari hepatosit.
Patogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa
hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang
melibatkan interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen,
mekanisme karsinogen langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan
karsinogenesis virus (HBV)) dan karsinogenik tidak langsung
(misalnya nekroinflamasi kronis; lihat Gambar 5). Proses
nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim
hepar yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang
terus menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin,
interferon, tumor necrosis factor-, protease, dan faktor-faktor
pertumbuhan dilepaskan dan dapat memicu timbulnya fokus-fokus
praganas dari hepatosit yang mengalami displasia yang dapat
berujung pada transformasi ganas. Patogenesis molekuler HCC
tidaklah seragam. HCC adalah tumor yang secara genetik sangat
heterogen, dengan abnormalitas kromosom yang multipel walaupun
tidak semuanya terekspresi pada suatu HCC. Mutasi gen DNA,
modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan genetik
akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme
obat, berbagai faktor pertumbuhan (seperti misalnya insulin-like
growth factors, epidermal growth factors/EGF, transforming growth
factor-/TGF-) tampaknya memiliki peran dalam patogenesis HCC.
Gambar 2. Pathway Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler
1.6. Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis
a. Hepatoma fase subklinis
Fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala
dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang dimaksud kelompok
risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg
positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca
reseksi hepatoma primer.b. Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
a) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut
sering datang berobat karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri
samar di abdomen kanan atas. Nyeri seperti tertusuk, sebagian
merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan
cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. b) Perut kembung:
timbul karena massa tumor sangat besar, asitesdan gangguan fungsi
hati.
c) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor
mendesak GIT, perut tidak bisa menerima makanan dalamjumlah banyak
karena terasa begah.
d) Letih, berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor
ganasdan berkurangnya masukan makanan pada tubuh.
e) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi,
metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam
kanker,umumnya tidak disertai menggigil.
f) Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena gangguan
fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, dapat menyumbat kanker
di saluran empedu atau tumormendesak saluran empedu hingga timbul
ikterus obstruktif.
g) Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering
disertaiudem kedua tungkai.
h) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan,
diare,nyeri bahu belakangkanan, udem kedua tungkai bawah, kulit
gatal dan lainnya, jugamanifestasi sirosishati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spidernevi,
venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma sering
timbulmetastasis paru,tulang dan banyak organ lain.
1.7. Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis
Banding
Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI
(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising
arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500
ng/L.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya
karsinoma hepatoseluler.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma
hepatoseluler.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan
karsinoma hepatoseluler.
Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau
lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau
lima.
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase
lanjut dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah
nyeri tumpul,terus-menerus, kadang-kadang terasa hebat apabila
bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula keluhan seperti
benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut
membuncit karena adanya asites. Dan keluhan yang paling umum yaitu
merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan lekas kenyang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang
berbenjol, keras, kadang disertai nyeri tekan.Palpasi menunjukkan
adanya gesekan permukaan peritoneum viserale yang kasar akibat
rangsangan dari infiltrat tumor ke permukaan hepar dengan dinding
perut.Pada auskultasi di atas benjolan kadang ditemukan suatu suara
bising aliran darah karena hipervaskularisasi tumor.Gejala ini
menunjukkan fase lanjut karsinoma hepatoseluler.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan
sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin.Ketika hepatosit
berubah ganas, AFP kembali muncul.AFP memiliki spesifisitas tinggi
dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L
bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa bukti
penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker
embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis
hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya
gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca
reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh
3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun
hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi
tumor.2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak
spesifikuntuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan
untukdiagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan
tertemu,yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi
protrombin(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil
transpeptidase (GGT-II),CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.3. Fungsi
hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis
danlatar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan
fungsihati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya
terdapat dasarpenyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu
dalam diagnosis.c. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis
hepatoma. Kegunaan dari USG adalahmemastikan ada tidaknya lesi
penempat ruang dalam hati;dapat dilakukan penapisan gabungan dengan
USG dan AFP sebagaimetode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma;
mengindikasikansifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi
cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan
pembuluhdarah penting dalam hati, berguna dalam mengarahkan
proseduroperasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi
hepatomadalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan
adatidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta
intrahepatik;di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.
a bGambar 3. (a)USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic
(b)USG HCC: nodul gema bulat
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat
membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah
dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah,
dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi
mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT
dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan
CT, pada waktu ini CT lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5
cm. CT scan sudah dapat membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi
dan 4 dimensi dengan sangat jelas serta memperlihatkan hubungan
karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
Gambar 4. MD-CTScan riwayat hepatitis B, tampak nodul HCC
3. MRI(Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai zat
kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur
pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga memperlihatkan
struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam
menilai efektivitas terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit
dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka
keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif
bila ada gambaran CT scan yang meragukan atau pada pasien yang
mempunyai kontraindikasi pemberian zat. MRI yang dilengkapi dengan
perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA).
a bGambar 5. (a)MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm (b) HCC
multipel hipervaskular kecil
4. Angiografi arteri hepaticaPada setiap pasien yang akan
menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya.Karsinoma terlihat dengan USG yang diperkirakan
kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua
atau tiga kali lebih besar.Angiografi memperlihatkan ukuran kanker
yang sebenarnya.Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT scan yang
dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di
sekitarnya.
Gambar 7. Angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan
multipel karsinomahepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah
terapi (kanan) menunjukkan penurunan vaskular dan respon
terapi.
5. PET (Positron Emission Tomography) Positron Emission
Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma menggunakan
glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa karsinoma dengan
cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan
glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam
tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan
memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat
menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga tindakan lanjut
penanganan karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah.
Di samping itu juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu
sendiri.
d. Pemeriksaan LainnyaPungsi hati mengambil jaringan tumor untuk
pemeriksaanpatologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi
nodul sub-kutis,mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi
dll.juga mempunyainilai tertentu pada diagnosis hepatoma
primer.Standar diagnosisPada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma
Asosiasi Antitumor telah menetapkan standar diagnosis dan
klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.1) Standar diagnosis
klinis hepatoma primer.a) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan
kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif,
hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan
bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi
penempat ruang karakteristik hepatoma.b) AFP < 400 ug/L, dapat
menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi,
penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua
jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP,
GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta satu pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesipenempat ruang karakteristik hepatoma.c)
Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapatkepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragismakroskopik atau
di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma
metastatik.2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primera)
IA : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor,
tanpametastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.b)
IB : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di
kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.Terdapat
emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran
empedu dan/atau Child B.e) IIIA : tidak peduli kondisi tumor,
terdapat emboli tumor di pembuluhutama vena porta atau vena kava
inferior, metastasis kelenjar limfeperitoneal atau jauh, salah satu
daripadanya; Child A atau B.f) IIIB : tidak peduli kondisi tumor,
tidak peduli emboli tumor, metastasis;Child C.
DIAGNOSIS BANDING
1) Hemangioma Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati,
tumor ini biasanya subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter
dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan
bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas.
Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.12 2)
Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik.
Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko
rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak
hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang
makin lama makin bertambah tebal.9
Gambar 8. Abses Hepar
3) Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor
metastasi setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada
jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati
normal.1.8. Memahami dan menjelaskan TatalaksanaPemilihan terapi
kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi.
Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya
ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah
lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan
satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata
pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke
tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor
thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis
hati(12).
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah
hati digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan
tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.
1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah
tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang
terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya
dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan
menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa
tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum
menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan
jaringan yang sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk
menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT
angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat
sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan.
Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum
dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah
kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung
jawab memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker
untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan
radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan
memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding
artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan
dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker
akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery
lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga
sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai
makanannya maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat
berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi
tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh.
Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh
dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial
Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan
supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga
untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter
ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu
harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya
dokter yang berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan
kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila
benar pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada
lagi jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam hati penderita.
Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan
meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak.
Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam
bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous
(disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu
epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg.
Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per
lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
2. Tindakan Non-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang
pada stadium lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli
radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
a) Terapi Sistemik
Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin,
epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine,
gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).
Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang
proliferasi hepatosit, dansecara in vivo bisa memicu pertumbuhan
tumor hepar.Obat antiestrogen, tamoxifen dipakai karena bisa
menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin
memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor
non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin.
Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan
epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang
terbatas padapengobatan HCC.
Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral
telah dicobakan untukpengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi
efek langsung anti virus,efek imunomodulasi, serta efek
antiproliferasi langsung maupun tak langsung.
Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase
multi target dengan kemampuan antiangio genesis pula.
b) Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi =
TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen
yang datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut.
Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak
makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah
baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh
darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan
(feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya
dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri
femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut
(aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah
hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding
artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan
suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker
dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel
kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi
sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial
chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding
artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang
mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker
benar-benar terjamin mati dan tak berkembang lagi.
Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi
intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang
lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan
hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai
sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.
c) Infus Sitostatika Intra-arterial.
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang
normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika,
sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama
dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor
maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan
sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat
meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini. Infus
sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke
cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada
pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh
karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena
ketidakmampuan pasien.
Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi
dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 200
cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda
ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse
sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah
double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam
arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan
aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon
mengembang selama 10 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak
sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien
per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30%
dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
d) Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi =
PEI)Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak
semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak
mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi
pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah
dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya
pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien
stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar
peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris
tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan
pada garis tengah kurang dari 3 cm.
Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa
tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti
menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah
lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi
tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan.
Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi tidak
banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan
membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.
e) Terapi Non-bedah Lainnya
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya
dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi
(TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans
Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya
yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam
Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT),
Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan
kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.f) Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu
sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi.
Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti
ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik,
kemoembolisasi arteri hepar.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang,
radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari
radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus,
asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi, dapat
juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap
hepatoma.Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi
pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara
lain:
Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)
Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)
Stereotactic body radiotherapy (SBRT)
Proton beam dan heavy ion therapy
3. Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada
sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau
sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel
kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak
ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati.
Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang
lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah
lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di
atas tidak mampu lagi menolong pasien.
Gambar 8. Pathway Tatalaksana Hepatocelular Carcinoma
1.9. Memahami dan menjelaskan Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan
sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada
pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi
portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi
darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
Kebanyakan pasien dengan karsinoma hepatoseluler (HCC) meninggal
dalam waktu 1 tahun setelah didiagnosis. Kelangsungan hidup
tergantung pada ukuran tumor dan penyakitnya saat didiagnosis.
Pasien dengan sirosis memiliki kelangsungan hidup yang lebih
pendek. Penatalaksanaan secara bedah dapat menyembuhkan hanya
kurang dari 5% pasien. Penyebab kematian ialah perdarahan (varises,
intraperitoneal) dan cachexia.
1.10. Memahami dan menjelaskan PrognosisPada umumnya prognosis
karsinoma hati adalah jelek.(1,6) Tanpa pengobatan, kematian
rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama.
Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11-
12 bulan. Bila karsinoma hati dapat dideteksi secara dini,
usaha-usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan
misalnya dengan cara sub-segmenektomi, maka masa hidup penderita
dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma
hati fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian
umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan
melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat
karena pecahnya karsinoma hati. Oleh karena itu langkahlangkah
terhadap pencegahan karsinoma hati haruslah dilakukan. Pencegahan
yang paling utama adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV dan HCV
serta menghindari konsumsi alkohol untuk mencegah terjadinya
sirosis.
Okuda dkk. menyadari pentingnya ukuran tumor maupun fungsi hepar
sebagai faktorfaktor terpenting dalam penentuan prognosis HCC,
namun penilaian mereka dalam hal ukuran tumor masih kasar
(pembedaan berdasarkan ukuran lebih besar atau kurang daripada 50%
ukuran hepar), sementara pengukuran fungsi hepar hanya didasarkan
pada adanya asites serta pada kadar albumin dan bilirubin serum
(Tabel 2).
Gambar 9. System staging menurut OkudaSistem JIS menggunakan
skoring klasifikasi klinis Child-Turcotte-Pugh (lihat Tabel 3) bagi
pengukuran fungsi hepar, dan sistem staging TNM untuk penilaian
besar tumor (seperti tergambar pada Tabel 4).
Gambar 10. System skoring Klasifikasi Klinis menurut Child
Turcotte PughSistem BCLC (Tabel 5) selain memakai klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh untuk menilai fungsi hepar, juga menggunakan
kriteria ukuran tumor yang lebih akurat serta memasukkan kriteria
penilaian akan adanya trombosis vena porta. Sistem terakhir ini
dinilai banyak kalangan peneliti sebagai sistem yang cukup lengkap
dalam stratifikasi dan penentuan prognosis pasien HCC. Saat ini
American Association for the Study of LiverDiseases (AASLD) dan
European Association for the Study of the Liver (EASL) telah
menyepakati pemakaian sistem BCLC sebagai sistem staging
bersama.
Gambar 11. System staging menurut BCLC
Gambar 12. Stadium berdasarkan Tumor Nodus Metastasis (TNM)
untuk hepatoma.
T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau
kurang tanpa invasi vaskuler
T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau
kurang dengan invasi vaskuler, atau tumor multiple yang terbatas
pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa
invasi vaskuler, atau tumor soliter dengan ukuran terbesar lebih
dari 2 cm tanpa invasi vaskuler
T3 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm
tanpa invasi vaskuler atau tumor multiple yang terbatas pada satu
lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan
invasi vaskuler atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus
dan tidak ada satupun yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2
cm, dengan atau tanpa invasi vaskuler
T4 : tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau
tumor-tumor yang meliputi cabang utama vena porta atau vena
hepatica
Nodus Limfatikus
N0 : tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus
N1 : metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional
Metastase Jauh (M)
M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : terdapat metastase jauh
1.11. Memahami dan menjelaskan PencegahanA. Pencegahan
Primordial Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan
terhadap orang yang belum terpapar faktor risiko. Pencegahan yang
dilakukan antara lain.
1) Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta
konsumsi makanan dengan gizi seimbang.
2) Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung
bahan pengawet/ pewarna. 3) Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks
dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat daya tahan tubuh.
B. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan pencegahan yang
dilakukan terhadap orang yang sudah terpapar faktor risiko agar
tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain
dengan
1) Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah
lahir sehingga pada generasi berikutnya virus hepatitis B dapat
dibasmi. 2) Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus
hepatitis (faktor-faktor risiko kanker hati) sehingga kejadian
kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat. 3)
Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena
alkohol akan semakin meningkatkan risiko terkena kanker hati.4)
Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena
berisiko mengandung jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi
faktor risiko terjadinya kanker hati. 5) Membatasi konsumsi sumber
radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker dan
meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus
mangandung zat gizi pemacu kekebalan tubuh. C. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang
yang sudah sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas
penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
D. Pencegahan tersier Pencegahan tersier yang dapat dilakukan
yaitu berupa perawatan terhadap penderita kanker hati melalui
pengaturan pola makan, pemberian suplemen pendukung penyembuhan
kanker, dan cara hidup sehat agar dapat mencegah kekambuhan setelah
operasi.2. Memahami dan menjelaskan Hukum Transplantasi Hati
menurut Agama Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai
transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si
pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :a) Transplantasi
Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Seseorangdiperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah
organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ yang
disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ
tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti
mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak
diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran
surat
(Al-Baqorah ayat 195) dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan
(An-Nisa ayat 29) dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
(Al-Maidah ayat 2)dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran
b) Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal,
harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor
tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin
menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si pendonor organ belum memberikan
persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika
dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga pendonor terdekat yang dalam posisi dapat membuat
keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ
atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau
mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah
dipastikan secara prosedur medis bahwa si pendonor organ telah
meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban
kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal
itu harus dilakukan dengan seizin hakim. Boleh hukumnya memindahkan
organ tubuh mayit kepada orang hidup yang sangat bergantung
keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebutc) Keadaan
Darurat
Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu
sangat darurat dan dibutuhkan. (Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939)
Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt :
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs
Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara
kehidupan manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan
dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang mendapatkan
pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien,
atau menjadi sebab hidupnya pasien dengan izin Allah swt.
Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan
menyebabkan kematian seseorang, seperti: limpa, jantung, ginjal,
otak. Maka mendonorkan organ-organ tubuh tersebut kepada orang lain
hukumnya haram karena termasuk dalam kategori bunuh diri. Dan ini
bertentangan dengan firman Allah swt : "dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah :
195)
Juga dengan firman Allah swt : "Dan janganlah kamu membunuh
dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
( Qs An Nisa : 29 )
Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda (
berpasangan ). Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut,
pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda
(berpasangan) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi
sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang tinggal satu.
Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun hal
itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang
ingin dicapai oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan
yang ingin dicapai pendonor. Bedanya jika organ tubuh tadi tidak
didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau dia
mendonorkan kepada orang lain.
Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ
tubuh manusia ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan,
kaki, telinga. Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak
membahayakan pendonor dan kemungkinan besar donor tersebut bisa
menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh.Sebaliknya jika donor
salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan
atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka
donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika
tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima donor.
DAFTAR PUSTAKAAbu Dawud. Sunan Abi Dawud, vol. II. tt. Dar
al-Fikr, tt.
Budihusodo, Unggul. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi
5. Jakarta: InternaPublishing. 2009: Hal 685-691.
Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008: Hal 408-423.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1995, Jakarta.Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, 2005.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Sudoyo,Aru W.2009.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI.32