WRAP UP SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGU
KELOMPOK A - 12
Ketua: Choirul Akbar1102010056Sekretaris: Ferika
Pratami1102011104Anggota: Andi Eka Steffy1102011026Arib Farras
Wahdan1102011043BethaNurvia1102010048Faisal Abdul
Razak1102011093Hendris Citra Wahyudin1102011Jayanti Dwi
Cahyani1102011129Lusy Novitasari1102011144
Skenario 1PENGLIHATAN TERGANGGUTn. A, 56 tahun, mengeluh
penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang
lalu.Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran
cahaya.Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun.Saat ini
telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.Tekanan darah
130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan Indeks
Massa Tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba
kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes
Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan
Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat
mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium
glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan
345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin +3.Dokter menyarankan
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi
kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga
diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan
baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian
insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang
dapat terjadi akibat pemberian obat.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem
endokrin1.1. Insulin 1.2. Glukagon
2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi
Diabetes Mellitus2.2. Etiologi Diabetes Mellitus2.3. Epidemiologi
Diabetes Mellitus2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus2.5.
Patofisiologi Diabetes Mellitus2.6. Manifestasi klinik Diabetes
Mellitus2.7. Diagnosis dan diagnosis banding Diabetes Mellitus2.8.
Tatalaksana Diabetes Mellitus2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus2.10.
Pencegahan Diabetes Melitus2.11. Prognosis Diabetes Mellitus
3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi
Retinopati3.2. Klasifikasi Retinopati3.3. Epidemiologi
Retinopati3.4. Etiologi Retinopati3.5. Patofisiologi Retinopati3.6.
Manifestasi klinik Retinopati3.7. Diagnosis Retinopati3.8.
Tatalaksana Retinopati3.9. Pencegahan Retinopati3.10. Prognosis
Retinopati
4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita
Diabetes Melitus4.1. Pengaturan Kalori Makanan4.2. Komposisi
Makanan
5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti Diabetes
Melitus
6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut
Islam
1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem
endokrin1.1. Insulin Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin
merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian
disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah
yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan
oleh sel alfa kelenjar pankreas.Sintesis insulin dimulai dalam
bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian
dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel
tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel.
Bagan 1. Proses pembentukan insulin
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses
metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat
dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang
memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin.
Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat
pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi
insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang
cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin,
setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama
adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati
membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam
berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.
Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar
kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya
glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses
ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan
mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan
kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,
dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan
penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat
terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan
terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan
masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca
intrasel. Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan
K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses
fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh
beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa
obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea,
bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama
dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).
Gambar 1. Mekanisme glukosa dalam menstimulasi sekresi insulin
(Harrisons endocrinology,2nd ed.)
Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi
sekresi insulin (Guyton & Hall, 11th ed.)Meningkatkan sekresi
insulinMenurunkan sekresi insulin
Peningkatan kadar gula darah Peningkatan kadar AL bebas dalam
darah Peningkatan kadar AA darah Hormone GI (gastrin,
kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory peptide) Glucagon,
hormon pertumbuhan, kortisol Rangsangan parasimpatis, asetilkolin
Rangsangan -adrenergik Resistensi insulin, obesitas Obat-obatan,
sulfonylurea Penurunan kadar glukosa darah Puasa Somatostatin
Aktivitas -adrenergik Leptin
Aksi insulinInsulin berikatan dengan subunit di reseptornya,
yang akan menimbulkan autofosforilasi subunit reseptor, yang
selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas
reseptor tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel
yang meningkatkan atau mengurangi aktivitas enzim, yang meliputi
substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa
terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein. Sebagai contoh,
aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase)
akan menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke
permukaan sel, yang akan membantu pemasukan glukosa ke dalam sel.
Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya dapat menginduksi
sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari
berbagai gen pada sel yang resposif terhadap insulin.
Gambar 2. Skema reseptor insulin (Guyton and Hall, 11th ed.)
Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)Disingkat menjadi GLUT,
dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst.
Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane
plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda GLUT 1 : memindahkan glukosa
menembus sawar darah dan otak GLUT 2 : memindahkan glukosa yang
masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui kotranspor
GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron GLUT 4 :
bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh
mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan
insulinGLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak
menyerap glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan
lemak.
Gambar 3. Glucose Transporter
(http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg)
Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan
konsentrasi glukosa darah Selain konsentrasi glukosa darah, masukan
lain yang mengatur sekresi insulin adalah : Peningkatan kadar asam
amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein, secara
langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin
Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap
adanya makanan, khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP),
merangsang pankreas, mengeluarkan insulin selain memiliki efek
regulatorik Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi
sekresi insulin, peningkatan parasimpatis menyebabkan peningkatan
pengeluaran insulin
Gambar 4. Aksi Hormon Insulin
(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif)
EFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK DAN
PROTEINA. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat1. Insulin
meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot
Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi
glukosa di dalam sel-sel otot (Guyton and Hall, 11th ed.)2. Insulin
meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel
hati3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan
menghambat glukoneogenesis di hati
Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya
ambilan glukosa dan penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :1.
Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan
terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa)
2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati.
Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase
yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah
glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi,
glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa
yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati
membran sel.
3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis
glikogen (glikogen sintetase, untuk polimerisasi unit-unit
monosakarida untuk membentuk molekul glikogen)
Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah
:
Bagan 2. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah
B. Efek insulin terhadap metabolism lemakInsulin akan memacu
sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan
lemak di sel-sel adipose : 1. Menghambat kerja lipase
peka-hormon.Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang
sudah disimpan dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan AL dari
jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.
2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke
dalam sel-sel lemak.Glukosa dipakai untuk membentuk -gliserol
fosfat, yang akan menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan
asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan
dalam sel-sel adipose)
Defisiensi insulin dapat menyebabkan :1. Terjadi lipolisis
simpanan lemak dan pelepasan AL bebasTerjadi peningkatan aktivitas
enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang menyebabkan
terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol
ke sirkulasi darah
Gambar 6 . Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan
konsentrasi glukosa darah, AL bebas dalam plasma dan asam
asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)
2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma
C. Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan
1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar AA ke dalam
sel2. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger, sehingga
terbentuk protein baru3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi
rangkaian genetic DNA yang terpilih di dalam inti sel, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein4.
Insulin menghambat proses katabolisme protein, sehingga mengurangi
kecepatan pelepasa AA dari sel (terutama sel otot)5. Di dalam hati,
insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.Hal ini terjadi dengan
cara mengurangi aktivitas enzim pemacu glukoneogenesis karena zat
terbanyak yang dipergunakan proses glukoneogenesis adalah AA
plasma.6. Insulin bersama dengan hormone pertumbuhan secara
sinergis memacu petumbuhan
Gambar 7. Efek hormone pertumbuhan, insulin, dan hormone
pertumbuhan bebrsama insulin terhadap pertumbuhan pada seekor tikus
yang telah depankreatisasi dan hipofisektomi ( Guyton and hall,
11th ed.)
Tidak adanya insulin, dapat menyebabkan :1. Proses penyimpanan
protein terhenti 2. Katabolisme protein meningkat 3. Sistesis
protein berhenti4. Konsentrasi AA dalam plasma meningkat, dan
kelebihan AA akan dipergunakan dalam proses glukoneogenesis.5.
Pemecahan AA akan meningkatkan ekskresi ureum dalam urin
1.2. GlukagonGlukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh
sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun,
mempunyai fungsi yang bertentangan dengan insulin. Fungsi utama
glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.Efek utama
glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :1. Pemecahan glikogen
hati (glikogenolisis)
Bagan 3. Glikogenolisis
2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati
Efek lain glukagon :1. Mengaktifkan lipase sel lemak
meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy tubuh )2.
Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang
asam lemak dari darah dan membantu menambah jumlah persediaan asam
lemak3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat :a.
Meningkatkan kekuatan jantungb. Meningkatkan aliran darah di
beberapa jaringan (terutama ginjal)c. Meningkatkan sekresi empedud.
Menghambat sekresi asam lambung
Pengaturan Sekresi Glukagon1. Peningkatan glukosa darah
menghambat sekresi glukagon.
Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada
berbagai kadar glukosa darah (Guyton and Hall, 11th ed.)Pada kadar
hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa
kali lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi
kadar glukosa dalam plasma.2. Efek perangsangan asam aminoTingginya
kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah
makan protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan
merangsang timbulnya sekresi glukagon.Manfaat perangsangan asam
amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon kemudian
memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat
lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.
3. Efek perangsangan dari kerja fisikPada waktu melakukan kerja
fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah seringkali
meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon
adalah mencegah menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin
dapat meningkatkan sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah
meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti
rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga
berperan.
PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAHDibawah ini berbagai mekanisme
yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :
Bagan 4. Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon
Bagan 5. Efek langsung pada hipoglikemia berat
Bagan 6. Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama
Gambar 9. Metabolisme energi selama
puasa(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg)
2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi
Diabetes MelitusDiabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.2. Klasifikasi Diabetes MellitusPerkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes melitus di Indonesia
tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:
Tipe 1(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut) Autoimun Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulinTipe lain Defek genetik fungsi
sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi
yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DMDiabetes
melitusgestasionalDiabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit
hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin
mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.Karena
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes
mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM).Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan
sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan
derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan
pada saat kehamilan berlangsung.Keadaan ibu dan anak pada wanita DM
hamil tergantung pada berat dan lamanya perlangsungan penyakit.
Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi White
yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama
menitikberatkan pada umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM
dan adanya komplikasi vaskuler khususnya retino-renal. Klasifikasi
ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan
untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas
perinatal menurun secara tajam pada semua klasifikasi, maka sistem
ini digunakan sampai sekarang terutama untuk menggambarkan dan
membandingkan populasi DM hamil.Klasifikasi White menekankan bahwa
kerusakan target organ khususnya mata, ginjal, jantung mempunyai
akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang
direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut
:
Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan)
:ClassOnsetFasting Plasma Glucose2-hour postprandial
GlucoseTherapy
A1A2GestationalGestational< 105 mg/dL> 105 mg/dL< 120
mg/dL> 120 mg/dLDietInsullin
ClassAge of Onset (yr)Duration (yr)Vascular DiseaseTherapy
BCDFR
HOver 2010 - 19 Before 10AnyAny
Any< 1010 -1920AnyAny
AnyNoneNoneBenign RetinopathyNephropathy*Proliperative
retinopathyHeartInsulinInsulinInsulinInsulinInsulin
Insulin
Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat
klasifikasi yang sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga
kelompok, yaitu :1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang
identik dengan DM gestasi.2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi
atau dengan komplikasi ringan.3. DM pragestasi yang disertai
denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan penyakit
jantung koroner.
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:1. Klas I :
Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil
dan menghilang setelah melahirkan.1. Klas II : Pregestasional
diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut
setelah hamil.1. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai
dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati,
nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah
perifer. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke
dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada
insulin (Insulin Dependent Diabetes militus tipe IDDM tipe 1.
2.3. Epidemiologi Diabetes MellitusDari data WHO di tahun 2002
diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita Diabetes
Mellitus di tahun 2025.Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta
penderita.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai
penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita
Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah
India, China, dan Amerika Serikat.Menurut Ketua Indonesian Diabetes
Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus Tipe II
merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus
Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh
lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak
sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang
aktivitas fisik, stress.Jumlah penderita diabetes di Indonesia
hingga kini mencapai 14 juta orang.Rata-rata 50% dari jumlah pasien
diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah
memeriksakan ke dokter.Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes
yang berobat.Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta
penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi
sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing
manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen
dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus
saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen
dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.Di Indonesia
sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah
puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5%
mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami
Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering
pada golongan dengan tingkatpendidikan dan status sosial rendah.
Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan
Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia
penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal
yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas
(sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi
sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.Insidens DMG bervariasi
antara 1,2 12%. Kepustakaan lain mengatakan 1 14%. Di Indonesia
insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%. Perbedaan insidens DMG ini
terutama disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi
penyaringan yang diperiksa. Di Amerika Serikat insidens kira-kira
4%.Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya
seseorang. Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang
berasal dari Amerika bagian barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk
asli Amerika yang berasal dari barat daya Amerika mempunyai angka
kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika Amerika dan Spanyol
insidens DMG sekitar 5-8% 7 sedangkan pada ras Kaukasia sekitar
1,5%.
2.4. Etiologi Diabetes MellitusDiabetes Tipe 1Akibat destruksi
autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan
insulin biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit
ini juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih
ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.
Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:1. Kerentanan
genetikBerkaitan dengan alel spesifik kompleks histokompatibilitas
mayor (MHC) kelas 2 dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang
rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta
islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu
kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi
imunogenik.1. Autoimunitas Terjadi akibat serangan autoimun kronis
terhadap sel beta Infiltrat peradangan limfosit Terdiri atas
limfosit T CD8dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah
bervariasi. Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif
Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui
pengeluaran granula sitotoksik Anggota keluarga asimtomatik dari
pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa
bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejala klinis diabetes.
Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita
penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto,
penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia
pernisiosa.1. Faktor lingkunganKerentanan genetik mempermudah
terjadinya destruksi sel islet secara autoimun, serangan lingkungan
dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapat
menjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah
coxsackievirus, parotitis, campak, rubela, mononukleosis
infeksiosa. Bagaimana virus berperan dalam patogenesis belum
diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu
penyakit dengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip
dengan antigen) sehingga menimbulkan respon imun terhadap suatu
protein virus yang memeiliki skeuensi asam amino yang sama dengan
suatu protein sel beta.
Diabetes tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih
sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di temukan,tidak ada
bukti bahwa mekanismeautoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini
faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes
tipe 1.
Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan yaitu :a. UsiaUmumnya manusia mengalami penurunan
fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia
setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.b.
ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi
sel yang terlalu banyak.c. Riwayat KeluargaPada anggota keluarga
dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko
menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek
(dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat
penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit
ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah
defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan
masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007, hlm.
67).d. Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang
mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan
gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres
juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak
pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).
Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola
familial yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot
hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung
mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic
adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes
awitan dewasa muda (mody), yaitu subtipe penyakit diabetes yang
diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita
DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan
sekitar 90% pasti membawa (carier) DM tipe 2.
Faktor Resiko :1. Usia dewasa tua (>45 tahun)1. Obesitas
dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m1. Penderita hipertensi >
140/90 mmHg1. Riwayat keluarga DM1. Riwayat DM pada kehamilan1.
Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat1.
Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida
>250 mg/dl1. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu
2.5. Patofisiologi Diabetes MellitusDiabetes Tipe 1Akibat
destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah
memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja,
tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng dewasa dalam
bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak
memerlukan insulin.
Bagan 7. Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes tipe 2
Bagan 8. Patofisiologi DM tipe 2
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang
berperan yaitu :1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel
pancreasAkhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel
pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan
dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya
seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten
terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin
dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis
glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk
mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari
perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat
walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga
terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan
glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif
(walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan
sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan
metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan
Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.Akhir-akhir ini diketahui
juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang menghasilkan
glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada
keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih
terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini
membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap
hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.
Diabetes gestasional
Bagan 9. Patofisiologi diabetes gestasional
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan
karbohidrat yang menunjang pemasokan makan bagi janin serta
persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai
janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat
lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang
relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm
kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan
normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan. Secara
fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang
menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan
hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga
disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin
dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat
dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan
kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human
Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang
mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat
diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur
kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel
sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut
diperhitungkan dalam pengendalian diabetes.Mekanisme resistensi
insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.Kitzmiller,
1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan
menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme
maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang
khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid
yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk
(dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama
kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal
yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan
terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada
tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan
DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin
berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.Faktor-faktor di atas dan
mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan
suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin
meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi
terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi
insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan
sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin,
dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM
gestasi.
2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus
- Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing),
polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan
menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.- Gejala
lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering
kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah
terkena infeksi, dan gairah sex menurun.- Gejala setelah terjadi
komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah
mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit
jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Gambar10. Manifestasi klinik Diabetes klinik
2.7. Diagnosis & Diagnosis banding Diabetes MellitusDiabetes
mellitus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan
bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria
diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM (revisi final consensus DM tipe 2
Indonesia 2011)
Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994)
Bagan 10. Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral
Table 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/Dl) (Konsensus pengendalian dan
pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Bagan 11. Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi
glukosa ( Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2011)
2.8. Tatalaksana Diabetes MellitusTujuan penatalaksanaan secara
umum adalah meningkatkan kualitass hidup penyandang diabetes.
Sedangkan tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Jangka Pendek
Jangka Panjang
Menghilangkan keluhan dan tanda DM
Mempertahankan rasa nyaman
Mencapai target pengendalian glukosa darah
Mencegah & hambat progresivitas penyulit (makroangipati,
mikroangio-pati dan neuropati)
Tabel 4. Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka pendek
dan jangka panjang
Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus :1. Edukasi2. Terapi
gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologis
1. EdukasiPasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
Materi edukasi tingkat awal
Materi edukasi tingkat lanjut
Materi tentang perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya
pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan Penyulit DM dan
risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target
pengobatan Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan
OHO atau insulin serta obat-obatan lain
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti
rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang
teratur Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia
padakehamilan) Pentingnya perawatan kaki Cara mempergunakan
fasilitas perawatan kesehatan.
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM Pengetahuan mengenai
penyulit menahun DM Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit
lain Makan di luar rumah Rencana untuk kegiatan khusus Hasil
penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang
DM Pemeliharaan/perawatan kaki
2. Terapi gizi medisTerapi gizi medis akan dijelaskan pada
learning index berikutnya.
3. Latihan jasmania. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit. b. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap dilakukan. c.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darahd. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. e.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. f. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. g. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
Tabel 5. Aktivitas Fisik Sehari-hari (Konsensus pengendalian dan
pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
4. Intervensi farmakologisintervensi farmakologis akan
dijelaskan pada learning index selanjutnya.
Penilaian hasil terapi
Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kadar glukosa darahTujuan : Mengetahui apakah
sasaran terapi telah tercapai Melakukan penyesuaian dosis obat,
bila belum tercapai sasaran terapi. Dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa
darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai kebutuhan 2.
Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi (glikogemoglobin)
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini
tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam
setahun
3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Pemeriksaan kadar
glukosa darah mandiri dilakukan dengan alat pengukur cara reagen
kering. Secara berkala. Hasil pemantauan dengan cara reagen kering
dibandingkan dengan cara konvensional.
Waktu yang dianjurkan : a. Sebelum makanb. 2 jam setelah makan
(menilai ekskursi maksimal glukosa)c. Menjelang waktu tidur (
menilai risiko hipoglikemia)d. Diantara siklus tidur (menialai
adanya hipoglikemia nocturnal yang kadang tanpa gejala) e. Ketika
mengalami gejala hypoglycemic spellsPGDM dianjurkan pada :a.
Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin (atau
pemicu sekresi insulin)b. Penyandang DM dengan terapi insulin
berikut : Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah
terapi Wanita yang merencanakan hamil Wanita hamil dengan
hiperglikemia Kejadian hipoglikemia berulang
Tabel 6. Prosedur pemantauan (Konsensus pengendalian dan
pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
4. Pemeriksaan glukosa urin Hanya digunakan pada pasien yang
tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas
ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat
bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam
jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi
ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan
terapi.
5. Pemantauan benda keton Pemantauan benda keton dalam darah
maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang DM tipe 2
yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300 mg/dL). Pada
penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin
mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting
adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan
pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara
langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta
hidroksibutirat darah 600 mg/dl.Dehidrasi beratUremiaPasien dapat
menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan
utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat
ketosis.Penatalaksanaan HHNKPenatalaksanaan berbeda dari
ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:Pasien
biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis
setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)Hipoglikemia
adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah
obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan
Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak
15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan
sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula
terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau
belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.Penyebab
Hipoglikemia :1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan2. Berat
badan turun 3. Sesudah olah raga4. Sesudah melahirkan5. Sembuh dari
sakit6. Makan obat yang mempunyai sifat serupaTanda hipoglikemia
mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih
tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan
berbeda pada setiap orang.Tanda-tanda Hipoglikemia1. Stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2. Stadium gangguan
otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama
di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.4. Stadium gangguan
otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat stadium
hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1)Obat
oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.2)Obat oral tidak
dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:Insulin reguler: 2-4
jam setelah suntikanInsulin NPH : 8-10 jam setelah suntikanP.Z.I :
18 jam setelah suntikan3)Obat oral sedikit memberikan gejala saraf
otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat
menonjol.
2. Komplikasi Kronik Jangka PanjangA. Mikrovaskular /
Neuropati-Retinopati, catarak penurunan penglihatan-Nefropati gagal
ginjal-Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak-Neuropati
autonomik hipertensi, gastroparesis-Kelainan pada kaki ulserasi,
atropatiB. Makroangiopati- Pembuluh darah jantung- Pembuluh darah
tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal clauditio
intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik
kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.- Pembuluh darah
otak
2.10. Pencegahan Diabetes MelitusKalau sudah terjadi komplikasi,
usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat
sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh
karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat
diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari
terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.Menurut WHO tahun
1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:1.
Pencegahan PrimerSemua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi
diabetes atau pada populasi umum.2. Pencegahan SekunderMenemukan
pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM
yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada
komplikasi masih reversibel.Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO
menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining
dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui
lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapatreversibel. Untuk
negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.3.
Pencegahan TersierSemua upaya untuk mencegah komplikasi atau
kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu
saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian
penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja
pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi:a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetesb. Mencegah
berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi
kegagalan organc. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan
oleh karena kegagalan organ atau jaringan
2.11. Prognosis Diabetes MellitusSekitar 60% pasien DM yang
mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal.,
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.
3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi
RetinopatiRetinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes
melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau
perubahan penglihatan secara perlahan
3.2. Etiologi RetinopatiFaktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari
plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium
kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran
dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem
perikapiler Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam
sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi
tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi Aliran darah
yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan
pembuluh-pembuluh darah yang baru. Perubahan arteriosklerotik dan
insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi
diabetes
3.3. Epidemiologi RetinopatiPenelitian epidemiologis di Amerika,
Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita
retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010
menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785
penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di
Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami
komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati
DM proliferatif.
3.4. Klasifikasi RetinopatiSistem Klasifikasi Retinopati DM
Berdasarkan ETDRS13 : Derajat 1 : tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma Derajat 3 : Retinopati DM
non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:Venous loops Perdarahan
Hard exudates Soft exudates Intraretinal Microvascular
Abnormalities(IRMA) Derajat 4 :Retinopati DM non-proliferatif
derajat sedang-berat yang ditandai oleh: Perdarahan derajat
sedang-berat Mikroaneurisma IRMA Derajat 5 : Retinopati DM
proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan
viterousA. B. Gambar 11. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat
sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif
dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)
3.5. Patofisiologi RetinopatiHiperglikemia kronik mengawali
perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa
jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs).
ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta
merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO),
prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin
yang akan mem- perparah kerusakan.Kedua, hiperglikemia kronik
mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.
Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.Ketiga,
hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi
ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah.
Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me-
nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina.
Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan
sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki
kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel
endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan
vitreous.
3.6. Manifestasi klinik RetinopatiSebagian besar penderita
retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan
tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein,
edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi
kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi
aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi
debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda
retinopati DM non- proliferatif.Hipoksia akibat oklusi akan
merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda
patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat
terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif
intravitreous, atau ablasio retina traksional.
3.7. Diagnosis RetinopatiDeteksi dini retinopati DM di pelayanan
kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan
indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh
American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan,
interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan
penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM
proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata.Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata,
slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic
fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan Optical Coherence
Tomography (OCT) dan Ocular Ultrasonography bila perlu.OCT
memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang
sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula
serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat
untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan
vitreous atau kekeruhan media refraksi.Pemeriksaan Funduskopi Direk
pada Retinopati DMPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk
menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub
posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
melepaskan kacamata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan
diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada
pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah
ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup
merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.Pemeriksaan
funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien
duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa
kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur
yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan
pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.Mula-mula
pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina
yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan
dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah
medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan
melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas,
disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan
cup-disc ratio