WELLSITE GEOLOGIST DALAM TAHAPAN EKSPLORASI
Pada tahapan eksplorasi, salah satu tahapan yang memegang
peranan penting adalah tahapan pemboran, dimana pada tahapan ini
diperlukan adanya pengawasan lapangan yang merupakan peranan
seorang wellsite geologist. Wellsite geologist merupakan seorang
pengawas lapangan yang bertugas dan bertanggung jawab mengawasi
suatu lokasi pemboran dalam suatu kegiatan eksplorasi pemboran demi
kelancaran pemboran tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka
peranan seorang wellsite geologist dalam kelancaran pemboran sangat
dibutuhkan. Oleh karena itu, akan dijelaskan peranan seorang
wellsite geologist dalam eksplorasi pemboran batubara yang
dilakukan oleh suatu perusahaan.
Berdasarkan atas pentingnya peranan wellsite geologist dalam
tahapan eksplorasi pemboran, maka diperlukan adanya kemampuan dan
pengetahuan yang akan menunjang tugas dan tanggung jawab sebagai
wellsite geologist. Adapun pengetahuan yang harus diketahui dan
dimiliki sebagai wellsite geologist antara lain sebagai berikut
:
Memiliki pengetahuan mengenai dasar - dasar geologi. Memahami
tahapan-tahapan eksplorasi yang dilakukan. Memahami teori-teori
tentang batubara.
Mengenali kondisi daerah yang akan di eksplorasi.
Memahami metoda pengambilan data pemboran sesuai dengan SOP
(Standard
Operational Procedure).
Memahami metoda pengambilan dan perlakuan terhadap sampel
batubara.
Secara umum aktivitas, tugas, dan peranan seorang wellsite
geologist dalam tahapan eksplorasi dapat dilihat pada di bawah
ini
Tabel Diagram Alir Aktivitas Wellsite Geologist
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tugas dan peranan wellsite
geologist dalam
eksplorasi dalam beberapa tahapan :
1. Tahap Pemboran
Salah satu jenis kegiatan dalam eksplorasi untuk penyelidikan di
bawah permukaan bumi adalah pemboran. Maksud dan tujuan kegiatam
pemboran dalam eksplorasi geologi adalah :
1. Untuk mengetahui jenis dan urutan lapisan batuan
2. Untuk mengetahui adanya indikasi geologi struktur
3. Untuk mengambil sample yang diperlukan dalam eksplorasi
geologi
4. Untuk mengetahui kondisi muka air tanah
5. Sumur hasil pemboran dapat digunakan sebagai lokasi untuk
melakukan penyelidikan aspek geofisika ( well loging ).
Proses pemboran memiliki beberapa macam kategori yang ditinjau
dari beberapa aspek, di antaranya :
Berdasarkan metode penetrasi lapisan batuan dan jenis mesin yang
digunakan,
pemboran dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a) Pemboran dengan menggunakan sistem putaran ( rotari drilling
). Umumnya
dilakukan untuk pemboran pada batuan yang relatif keras dan
pengambilan conto
batuan dalam kondisi disturb (kondisi terganggu)
b) Pemboran dengan menggunakan sistem tumbukan (percussion
drilling).
Umumunya dilakukan untuk pemboran pada batuan / tanah yang
relatif lunak dan
pengambilan contoh batuan dalam kondisi undisturb (kondisi tidak
terganggu).
c) Pemboran dengan menggunakan sistem campuran antara rotary
drilling dengan
sistem tumbukan (percission drilling). Umumnya dilakukan untuk
pemboran pada
batuan atau tanah yang relatif lunak, keras dan pengambilan
contoh batuan dalam
kondisi disturb dan undisturb
( kondisi terganggu dan kondisi tidak terganggu ).
Berdasarkan arahnya, pemboran dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:
a) Pemboran vertikal yaitu pemboran yang arahnya relatif tegak
lurus dengan
permukaan bumi.
b) Pemboran horisontal yaitu pemboran yang arahnya relatif
sejajar dengan
permukaan bumi.
c) Pemboran directional yaitu pemboran yang arahnya ditentukan
berdasarkan arah
tertentu.
Berdasarkan metode pengambilan sample batuan, pemboran dibagi
menjadi tiga jenis,
yaitu:
a) Pemboran full coring, yaitu pemboran yang dilakukan dengan
mengambil semua
sample batuan.
b) Pemboran open hole, yaitu pemboran yang dilakukan dengan
tidak mengambil
sample batuan, dimana data yang data pemboran ini berdasarkan
deskripsi cutting
yang diambil permeternya.
c) Pemboran touch coring, yaitu pemboran yang merupakan
kombinasi antara
pemboran open hole dengan pemboran coring, dimana pemboran
coring hanya
dilakukan pada lapisan batuan yang diinginkan.
Berdasarkan kedalaman penetrasi, pemboran dibagi dua
jenis,yaitu:
a) Pemboran dalam(deep drilling),yaitu pemboran yang dilakukan
dengan
kedalaman pemboran mencapai 51 meter atau lebih.
b) Pemboran dangkal (shallow drilling), yaitu pemboran yang
dilakukan dengan
kedalaman pemboran antara 30 sampai 50 meter, bahkan kurang dari
30m.
Dalam tahapan pemboran, tugas dan peranan seorang wellsite
geologist antara lain, yaitu penentuan titik bor, pengawasan proses
pemboran, dan penentuan pemindahan lokasi/titik bor :
1.1Penentuan Titik Bor
Tahapan awal yang dilakukan oleh wellsite geologist dalam proses
pemboran adalah menentukan lokasi titik bor yang akan dilakukan
proses pemboran. Penentuan titik bor ini diinstruksikan oleh
wellsite geologist kepada juru bor (driller) berdasarkan data pada
peta topografi dan data survei yang meliputi letak, nomor titik
bor, dan elevasinya atas persetujuan geoevaluator site. Dalam
penentuan titik bor terkadang terdapat ketidak sesuaian antara data
survei pada peta topografi dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan
hal tersebut, maka wellsite geologist dituntut untuk memperbaiki
penetuan titik bor tersebut. Apabila penentuan suatu titik bor
selesai, maka wellsite geologist memberikan surat perintah
dimulainya pemboran.
1.2Pengawasan Proses Pemboran
Pada eksplorasi pemboran batubara di suatu perusahaan, kegiatan
pemboran dilaksanakan oleh pihak kontaktor. Kegiatan pemboran yang
dilaksanakan membutuhkan paling sedikitnya 4 orang untuk
menjalankan aktifitas pemboran batubara tersebut. Dimana terdiri
atas 1 orang operator (driller) dan 3 orang sebagai helper
(drilling crew). Dalam pelaksanaannya seorang operator pemboran
wajib menjalankan keputusan seorang
wellsite geologist, jadi dengan kata lain seorang operator
pemboran bertanggung jawab kepada wellsite geologist yang sedang
bertugas di lokasi pemboran tersebut.
Selama pemboran berlangsung menjadi tugas seorang Wellsite
geologist me-record dan mengawasi setiap hal yang terjadi
menyangkut proses pemboran. Wellsite Geologist berhak pula untuk
menghentikan atau meneruskan proses pemboran dengan berbagai alasan
teknis atau dalam keadaan yang tidak aman, serta memastikan semua
peralatan pemboran berfungsi dengan baik. Peralatan pemboran yang
berfungsi dengan baik akan menunjang kelancaran proses pemboran dan
keamanan dalam proses pemboran. Adapun alat - alat yang digunakan
dalam proses pemboran, antara lain, yaitu :
1. Mesin Bor
Merupakan alat yang digunakan pada pit drilling untuk membuat
lubang dengan cara penetrasi ke dalam tanah/formasi. Terdapat
beberapa jenis mesin bor yang dipakai dalam pemboran batubara yang
didasarkan pada asal pabrikasi pembuatanya, misalnya : tipe
longyear, tipe jacro, tipe koken, dan sebagainya. Jenis - jenis
mesin bor yang dipakai oleh kontraktor pemboran dalam melakukan
kegiatann pemboran antara lain :
Tipe Koken, yang terdiri dari jenis OP1, OP2, dan OE2L.
Perbedaan antara berbagai jenis bor itu terletak pada kemampuan
penetrasi pemboran, dimana Koken OP1 dan OP2 kemampuan penetrasinya
maksimal sampai 100 - 125 meter, sedangkan jenis OE2L bisa sampai
150 meter dan penggerak transmisi 4 langkah.
Tipe Toho dengan jenis TDC, kemampuan penetrasinya maksimal
sampai 175
meter dan penggerak transmisi mempunyai 4 langkah.
Tipe Kano kemampuan penetrasinya maksimal sampai 75 meter dan
penggerak
transmisinya mempunyai 3 langkah.
Tipe Ybm 0.5 , kemampuan penetrasinya maksimal sampai50 meter
dan
penggerak transmisi mempunyai 3 langkah.
Keempat tipe mesin di atas digerakan oleh mesin penggerak diesel
tipe Yanmar TF135R dengan kemampuan menggerakan penetrasi 175
meter, mesin penggerak diesel tipe Tian Ly dengan kemampuan
menggerakan penetrasi 100 meter, dan mesin penggerak diesel Kobota
dengan kemampuan menggerakan penetrasi 100 meter.
Foto Mesin bor type TDC
2. Menara Kaki Tiga (Tripod)
Alat ini berfungsi sebagai tiang penyangga pipa bor dan untuk
menaikkan atau menurunkan pada saat melepas dan memasang pipa bor.
Untuk pit drilling menggunakan 3 tripod sedangkan untuk pemboran
dangkal menggunakan 2 tripod.
TRIPOD
Foto Tripod
3. Mata Bor atau Bit
Alat ini berfungsi untuk menggerus batuan. Ada 2 macam bit yang
digunakan untuk melakukan pemboran touch core yaitu diamond bit
untuk pemboran corring dan tri wing bit untuk pemboran non coring.
Mata bor yang digunakan berukuran T101
Foto Jenis-Jenis Mata Bor
4. Tabung Penginti/Core Barel
Tabung core barel merupakan peralatan terpenting dalam pemboran
eksplorasi. Tabung penginti berfungsi selaku tempat inti/core dan
untuk mengambil sampel inti/core. Tabung penginti yang digunakan
pada pemboran dangkal adalah triple tube dengan panjang split 1,6 m
Rangkaian tabung penginti ini termasuk diamond bit yang di dalamnya
terdapat core lifter yang berfungsi untuk menahan core yang masuk
supaya tidak jatuh. Reamingshell berguna untuk memperbesar dan
menghaluskan lubang bor, tabung dalam (inner tube), tabung luar
(outer tube), dan tabung core (split selaku tempat core). Adapun
ukuran yang digunakan adalah untuk koken OP3 dan Koken OP1
menggunakan LMNC sedangkan yang lain menggunakan NQ.
Dop out Inner tube
Split tube Outer tube
Reamer sheel
Core lifter case Core lifter
Diamond bit
Gambar Bagian - Bagian Core Barel
Jenis Core BarelDiameter Core (mm)Diameter Lubang(mm)
AQ27,048,0
BQ36,560,0
NQ47,675,7
HQ63,596,0
PQ85,0122,6
BMLC35,260
NMLC52,075,7
HLMC63,599,2
Tabel Jenis Core Barel
Core Barel
Foto Core Barel
5. Pipa Bor (Drill Rod)
Pipa bor berupa pipa bulat berongga dengan panjang 1,5 m .Pipa
bor ini berguna untuk meneruskan putaran dan tekanan mesin ke mata
bor. Di samping itu, juga merupakan jalan cairan pemboran. Pipa bor
yang digunakan untuk pemboran yaitu berukuran HQ.
Foto Pipa Bor
Jenis Pipa borDiameter luar (mm)Diameter (mm)
AQ44,534,9
BQ55,646,0
NQ69,960,3
HQ88,977,8
PQ117,5103,2
Tabel Jenis Pipa Bor
6. Cassing
Cassing yaitu pipa pelindung lubang bor dari runtuhan dan untuk
menahan air jika terjadi water loss. Pada saat casing dimasukkan ke
dalam lubang bor, pada bagian ujung bawahnya dipasang sepatu pipa
pelindung (casing shoe) dengan tujuan membantu
memudahkan casing masuk ke dalam lubang bor, dimana panjang
casing bervariasi dari 1 - 3 m.
Jenis CasingDiameter Dalam (mm)Diameter luar (mm)
NW76,091,8
HW99,7117,5
PW123,8143,5
SW146,7172,5
Tabel Jenis Casing
Foto Shoe Cassing
7. Core Box
Alat yang berfungsi untuk menempatkan cutting dan core hasil
pemboran. Core box terbuat dari papan kayu dengan panjang 1m dan
lebarnya disesuaikan dengan kebutuhan menempatkan core.
8. Selang Air Tekanan Tinggi
Alat ini berfungsi untuk menyalurkan air dari sumber air ke
pompa air. Selang ini terbuat dari kain yang dilapisi dengan karet
sintetis agar kuat dan lentur serta dapat menahan tekanan air dari
pompa yang bertekanan tinggi.
9. Pompa Air
Alat ini berfungsi untuk memompa air yang merupakan media
sirkulasi pemboran.
10. Alcon
Berfungsi memompa air yang masuk ke lubang bor dan pengatur
sirkulasi air/cairan pemboran.
11. Water Swivel
Gunanya untuk menghubungkan selang dengan pipa bor agar selang
dari pompa tidak turut berputar mengikuti putaran pipa bor dalam
sirkulasi air pemboran.
12. Hoisting Swivel
Berfungsi untuk mengangkat rangkaian pipa bor kedalam lubang bor
dan pada saat akan melepas rangkaian pipa bor.
13. Kerekan (Derrick Block)
Kerekan ini digantungkan di puncak menara (tripod), dimana semua
pipa yang akan dimasukkan ke dalam lubang bor digantungkan pada
kerekan ini dengan perantaraan kabel baja
14. Kunci Pipa
Kunci pipa digunakan untuk bongkar pasang pipa bor. Kunci shock
untuk mengencangkan dan mengendorkan sekrup pada spindle sedangkan
premally wrench digunakan untuk bongkar pasang pipa bor.
15. Peralatan Tambahan
Peralatan tambahan misalnya cangkul, parang, gergaji, dan lain -
lain. Peralatan tersebut digunakan dalam proses permbuatan lokasi
bor dan jalan pemboran.
Gambar Sketsa alat-alat pemboran
Proses pemboran yang diawasi oleh wellsite geologist pada
tahapan eksplorasi yang sering dilakukan pada saat ini termasuk
dalam pemboran dengan metode touch coring. Metode ini berupa metode
pemboran yang merupakan kombinasi antara
pemboran open hole dengan pemboran coring, dimana pemboran
coring hanya dilakukan pada lapisan batuan yang diinginkan.
Sehingga dalam teknis pemboran terdapat dua tahapan pemboran, yaitu
pemboran pada pilot hole dan pada actual hole.
1.2.1 Pemboran Pilot Hole
Dalam tahap eksplorasi pemboran dengan metode touch coring, yang
pertama kali dilakukan yaitu melakukan pemboran open hole pada satu
titik yang dinamakan pilot hole. Dimana lubang ini berfungsi untuk
mengetahui batuan penyusun (dalam bentuk hancuran/cutting) pada
lokasi bor tersebut sekaligus sebagai data awal dalam memperkirakan
letak kedalaman seam batubara yang menjadi target dalam pemboran
tersebut. Sebagai acuan dasar untuk mengetahui estimasi
lapisan/seam batubara yang menjadi target, seorang wellsite
geologist harus dapat melakukan korelasi manual dari titik pemboran
sebelumnya ataupun dari croopline.
Pada tahapan pemboran pilot hole, seorang wellsite geologist
bertanggung jawab dan bertugas sebagai pengawas lapangan selama
proses pemboran pada pilot hole ini berlangsung. Adapun tugas dan
peranan wellsite geologist sebagai pengawas dalam proses pemboran
pilot hole antara lain, yaitu :
Melakukan deskripsi cutting
Melakukan pengambilan sample cutting setiap terjadi perubahan
lithologi, untuk
analisa NAG Test (Net Acid Generating Test)
Melakukan penyetopan pemboran pilot hole setelah target seam
atau target
kedalaman (depth) tercapai, untuk kantong E-log maximal 6
meter.
Melakukan interpretasi hasil E-log dengan cara mengukur kurva.
Untuk kurva
gamma ray : 1/3 dari bagian atas garis kelurusan kurva,
sedangkan untuk kurva
density : 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva
Melakukan penentuan interval coring dengan ketentuan 0.50 sampai
1 meter di
atas roof dan 0.50 meter di bawah floor batubara
1.2.2 Pemboran Actual Hole
Setelah semua proses pemboran yang dilakukan pada pilot hole
selesai, selanjutnya proses pemboran dilanjutkan ke lubang bor
target (actual hole) untuk memperoleh data berupa conto inti/core
batuan. Dimana sebelumnya dilakukan proses perekaman data pada
pilot hole secara geofisika (E-logging) untuk mengetahui estimasi
kedalaman batubara yang nantinya akan diambil conto batuannya
(dalam hal ini melalui proses corring).
Untuk mengambil inti/core batuan, maka digunakan suatu alat yang
dinamakan core barel. Biasanya dalam satu penangkapan inti/core
batuan dengan menggunakan core barel, panjang maksimal inti/core
batuan yang dapat tertangkap yaitu + 1.60 m. Namun ada pula core
barel yang mampu mengangkat inti/core batuan sepanjang 3 m
tergantung pada panjang dan kapasitas isi core barel tersebut.
Kegiatan eksplorasi pemboran batubara yang menggunakan core
barel dengan kapasitas 1.60 m maka dimana satu kali proses
penangkapan atau pengambilan inti/core batuan dengan menggunakan
core barrel biasanya disebut satu run.
Pada actual hole, wellsite geologist bertanggungjawab sebagai
pengawas lapangan terhadap proses pemboran seperti halnya pada
proses pemboran pilot hole.
Adapun tugas dan peranan wellsite geologist sebagai pengawas
dalam proses pemboran actual hole antara lain, yaitu :
Melakukan pencatatan kedalaman (interval) run setiap kemajuan
coring
Melakukan pengukuran panjang core pada tabung inner split setiap
kemajuan
coring (run). Inner split dikeluarkan dari tabung split dengan
cara menyemprot
memakai pompa air, tidak dengan cara yang bisa merusak core di
dalam inner
split, misalnya : memukul core barrel
Meletakkan core batubara pada core box (tabung split/paralon),
pastikan core
tidak ada kontaminasi, tentukan bagian roof dan floor, lengkapi
dengan
keterangan lain (parting, clinker, washout, roof & floor,
core loss, dll), dan
lakukan pemotretan
Membungkus core batubara dengan plastik wrap dan letakkan pada
tempat
yang terhindar dari cahaya matahari langsung dengan tujuan tetap
menjaga
kelembaban inti/core sample.
Foto Sampel batubara yang telah di wrapping
Menghitung core dan coal recovery
Melakukan deskripsi terhadap core batubara dan non batubara
Melakukan pengambilan sampel batubara
Memasang tanda/patok bor
1.3 Penentuan Perpindahan Lokasi/Titik Bor
Setelah proses pemboran pada suatu titik bor selesai, maka
selanjutnya wellsite geologist bertanggungjawab memberikan perintah
kepada operator/juru bor untuk melakukan pemboran di lokasi/titik
bor yang baru. Adapun suatu titik bor dianggap telah selesai
apabila hasil pemboran (dalam hal ini sampel batubara yang
diperoleh) telah memenuhi ketentuan atau standar yang telah
ditentukan, yaitu berupa nilai recovery. Dimana standar yang biasa
digunakan adalah nilai recovery dalam range 90 - 100 %. Jika hasil
pemboran tidak memenuhi nilai recovery yang ditentukan, maka
wellsite geologist harus melakukan beberapa analisa untuk
memutuskan apakah lokasi/titik bor tersebut harus dilakukan
pemboran kembali (redrill) atau dinyatakan selesai. Analisa yang
dilakukan untuk memutuskan apakah lokasi/titik bor tersebut harus
dilakukan pemboran kembali (redrill) atau tidak karena tidak
memenuhi standar nilai recovery didasarkan atas beberapa aspek,
diantaranya yaitu dari segi :
Teknis pemboran.
Hasil pemboran yang tidak maksimal atau tidak memenuhi ketentuan
yang telah ditentukan dapat dikarenakan teknis pemboran (proses
coring) yang salah. Dalam hal ini pemboran secara miring dapat
diakibatkan karena pengaturan dan persiapan tempat pemboran (rig)
yang tidak tepat.
Peralatan pemboran.
Dalam hal ini, peralatan pemboran yang sangat menentukan untuk
memperoleh hasil pemboran (inti/core), yaitu core barel. Kondisi
core barel beserta bagian bagiannya yang tidak berfungsi dengan
baik akan mengakibatkan hasil pemboran (core) yang tidak maksimal,
yaitu adanya sampel coring batubara yang hilang atau tidak
terangkat (lost core) sehingga hasil pemboran tidak memenuhi
standar yang ditentukan (nilai recovery).
Formasi batuan.
Hasil pemboran berupa coring yang tidak maksimal dapat juga
disebabkan oleh formasi batuan pada lokasi pemboran. Di mana
lapisan seam batubara yang jelek akan sulit untuk diperoleh dalam
proses coring. Hasil coring batubara pada formasi yang jelek/tidak
bagus akan memiliki kenampakan fisik yang hancur (broken core).
Salah satu data penunjang yang dapat dijadikan parameter untuk
mengetahui keadaan formasi batuan (baik atau tidaknya), yaitu data
rekaman elektrik logging berupa log caliper.
2Tahap Pengambilan/Perekaman Data
Proses perekaman data yang dilakukan dalam tahapan eksplorasi
terdiri dari dua tahap, yaitu perekaman data dengan menggunakan
teknologi/komputerisasi, yaitu logging geofisika berupa electrical
logging dan perekaman data secara manual berupa deskripsi lapangan
serta pengambilan sampel/conto batuan.
2.1Electrical Logging
Perekaman data secara manual kadang kala kelihatannya kurang
akurat dikarenakan dalam kegiatan pemboran biasanya sering terjadi
kesalahan- kesalahan yang disebabkan dari kesalahan teknik pemboran
(adanya water lost, core lost, dan sebagainya) maupun disebabkan
hal lainnya. Sedangkan data yang diperlukan memerlukan keakuratan
yang baik untuk dijadikan data penunjang dalam evaluasi dan tahapan
eksploitasi (penambangan). Sehingga untuk mengantisipasi hal-hal
tersebut maka digunakanlah elektrik logging dalam perekaman data.
Dengan metode geofisika tersebut pengambilan data lapangan bisa
menjadi lebih akurat walaupun tidak secara detail, sebagai
pendamping pelaksana kegiatan pemboran..Dengan metode Logging
Geofisika -Elektrik Logging, seorang wellsite geologist dapat
mengetahui dan memperoleh data -data sebagai berikut :
Jenis litologi, baik batubara maupun batuan pengapitnya.
Kedalaman dan ketebalan lapisan seam batubara. Diameter lubang
bor.
Lapisan pengotor (parting).
Parameter yang digunakan dalam perekaman dan pengukuran data
electric logging terdiri atas empat (4) parameter untuk pemboran
dalam (deep drilling) yaitu : gamma ray, density, resistivity, dan
caliper serta dua.(3) parameter untuk pemboran dangkal (shallow
drilling) yaitu hanya gamma ray, density dan caliper.
1) Electric Logging Gamma Ray
Elektrik logging ini berfungsi untuk menentukan lithologi batuan
berdasarkan unsur radioaktif. Shale dan batulempung (mudstone)
mempunyai tingkat radioaktif yang
tinggi dibanding batupasir (sandstone) dan batubara (coal).Untuk
defleksi dari batuan lempung tersebut simpangan mengarah ke kanan
dari diagram. Sedangkan batubara yang mempunyai tingkat radioaktif
yang kecil maka arah dari defleksi simpangan mengarah ke kiri
diagram.
Adapun cara penentuan top dan bottom batubara untuk penentuan
ketebalan mengacu pada BPB Company. Dimana ditetapkan bahwa untuk
perhitungan top batubara ditentukan 1/3 dari bagian atas garis
kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari batubara
dengan lithologi lain di atasnya dan untuk perhitungan bottom
batubara ditentukan 1/3 dari bagian atas garis kelurusan kurva yang
menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain
di bawahnya.
2) Electric Logging Density
Electric logging density merupakan suatu pengukuran yang
berfungsi untuk mengukur kerapatan elektron pada suatu lapisan
batuan. Metode kerja dari elektrik logging ini didasarkan pada
massa jenis dan sifat kerapatan yang dikandung oleh lapisan batuan,
dimana batubara mempunyai massa jenis dan sifat (kerapatan) yang
besar dibandingkan dengan batuan lainnya sepert limestone,
mudstone, dan sandstone.
Untuk penentuan top dan bottom batubara untuk mengukur ketebalan
dari data density yaitu dengan cara menentukan 1/2 dari bagian atas
garis kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari
batubara dengan lithologi lain di atasnya (untuk perhitungan top
batubara) dan 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva yang
menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain
di bawahnya (untuk bottom batubara)
3) Electric Logging Resistivity
Electric logging resistivity didasarkan pada porositas dari
tahanan jenis yang diselidiki. Untuk batuan dengan porositas tinggi
akan mempunyai tahanan jenis rendah dan sebaliknya. Untuk batubara
merupakan jenis batuan yang mempunyai porositas paling rendah
dibandingkan dibandingkan dengan batuan yang lainnya, sehingga
batubara mempunyai tahanan jenis yang tinggi.
4) Electric Logging Caliper
Electric logging caliper adalah metode yang digunakan
berdasarkan pada kekompakan batuan. Dengan electric logging caliper
ini maka akan terlihat keadaan lubang hasil pemboran. Logging jenis
ini dapat digunakan untuk menentukan lithologi batuan berdasarkan
kekerasan batuan. Dalam pengukuran dengan logging ini biasanya
bersamaan dengan logging density.
Batubara
(17.00-22.80)
Gambar Pembacaan Electric logging Gamma Ray, Density dan
Caliper
Untuk memperoleh data electrical logging yang akurat dibutuhkan
peralatan electrical logging yang baik. Adapun peralatan yang
digunakan dalam proses electrical logging antara lain :
1. Geologger OYO 3030 Mark 2
Suatu alat elektrik yang sebagai pengolah data yang diterima
dari probe dan serba mengatur konfigurasi pengukuran ,penyimpan
data hasil dari pengidentifikasi formasi batuan oleh probe .
Foto 4.8 Geologger OYO Mark 3030
Gambar. Bagian=-bagian Geologger
2. Winch :
Berupa alat yang digunakan untuk menggulung kabel dan untuk
penyambungan probe serta penghantar arus menuju probe (alat yang
masuk ke dalam lubang bor yang mengandung sensor) dengan panjang
kabel maksimal. 300 meter.
Gambar Bagian-bagian Winch
3. Probe
Salah satu komponen alat Well Logging yang terdiri dari bagian
elektronik dan bagian sensor GW, Combination probe dengan kapasitas
200 K cps
a. Electronic : Digunakan untuk merubah data analog ke
digital
b. Sensor : Berfungsi untuk memancarkan energi keformasi batuan
dan menerima
kembali energi yang telah berinteraksi dengan formasi
batuan.
Probe
Foto Probe
4. Baterai/ACCU
Alat yang menyimpan arus listrik, digunakan untuk menghantar
tenaga listrik pada alat logging yang lain.
5. Radio Active
Salah satu sumber energi yang digunakan untuk pengukur gamma dan
density. Jenis radio aktif yang digunakan berupa cobal 66. Radio
aktif ini dibawah tanganan BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional).
6. Modul
Salah satu bagian dari geologer yang berfungsi untuk mengolah
data yang diterima dari probe.
Pelaksanaan kegiataan perekaman data electrical logging
dilakukan setelah kegiatan pemboran dianggap selesai oleh seorang
wellsite geologist. Seorang wellsite geologist bertanggungjawab
dalam memutuskan apakah suatu titik bor sudah siap atau tidak untuk
dilakukan proses perekaman electrical logging. Untuk melakukan
proses perekaman data electrical logging, lubang bor harus dalam
kondisi aman. Dimana kondisi lubang bor yang aman mencakup tidak
adanya formasi batuan yang runtuh (collapse).
Gambar Prinsip kerja Logging
Dalam proses perekaman data electrical logging, seorang wellsite
geologist bertanggungjawab mengawasi secara keseluruhan proses
logging. Wellsite geologist berhak menghentikan proses logging,
jika terjadi kondisi yang tidak aman dalam proses logging. Selain
itu, wellsite geologist juga bertugas menentukan estimasi interval
batubara (kedalaman dan ketebalan) dari hasil pembacaan electrical
logging.
Foto Rangkaian kegiatan pengukuran Electric Logging
2.2Deskripsi Sampel Batuan
Selain perekaman data secara komputerisasi seperti yang
dijelaskan sebelumnya, maka dalam tahapan perekaman data juga
dilakukan secara manual. Dimana dalam hal ini, perekaman data
secara manual tersebut berupa pendeskripsian pada conto (sampel
batuan). Perekaman data dengan sistem manual ini dilakukan secara
langsung di lapangan. Adapun data-data yang direkam meliputi
pendeskripsian sampel cutting pada open hole (pilot hole) drilling
dan pendeskripsian sampel core/inti batuan (batubara dan
nonbatubara) pada actual hole drilling. Pendeskripsian sampel
cutting dan sampel core/inti batuan tersebut dilakukan sesuai
aturan standar yang ditentukan oleh perusahaan.
2.2.1 Deskripsi Cutting
Pada pemboran open hole akan menghasilkan hancuran batuan dan
lumpur yang terbawa keluar permukaan oleh air yang keluar dari
lubang bor. Keluarnya air dari lubang bor tersebut dikarenakan
adanya tekanan dari pompa air yang dialirkan menuju lubang bor
sehingga kepingan-kepingan batuan terangkat ke permukaan. Apabila
sampel cutting telah keluar, mekudian sampel cutting dimasukkan ke
dalam kantong sampel cutting dan selanjutnya merupakan tanggung
jawab wellsite geologist untuk melakukan pendeskripsian secara
detail dan lengkap pada setiap perubahan litologi.
Cutting Batubara
Cutting Batupasir
Foto Conto Cutting Batubara dan Batupasir
Cutting MudstoneCutting Soil
Foto Conto Cutting Mudstone dan Soil
Pendeskripsian cutting yang dilakukan wellsite geologist
didasarkan atas parameter yang telah ditentukan atau berdasarkan
standar yang ditentukan oleh perusahaan. Adapun parameter
pendeskripsian yang biasa dilakukan oleh wellsite geologist pada
tahap eksplorasi, yaitu ::
Nama batuan.
Warna (color).
Ukuran butir (grain size). Mineral penyusun
Kandungan mineral lain (pirite, resin, ferogeneous nodule,
batubara)
Berdasarkan parameter tersebut, seorang wellsite geologist dapat
melakukan pendeskripsian cutting dengan baik dan benar. Berikut ini
merupakan contoh pendeskripsian cutting :
A. Soil
1) Color (warna): Brown, Reddish brown, Yellowish brown
2) Features (kenampakan) : Sandy, Muddy
B. Sandstone
1) Color (warna): Grey, dark grey, light grey
2) Grain size (ukuran butir) : Very fine grain/sangat
halus(1/16-1/8 mm)
Fine grain / halus(1/8-1/4 mm)
Medium grain / sedang(1/4-1/2 mm)
Coarse grain / kasar(1/2-1 mm)
Very coarse grain / sangat kasar (1-2 mm)
3) Hardness (kekerasan): Hard, medium hard, soft (informasi dari
driller)
4) Mineral: Quarts, calcite, jasper, mafic mineral and
felsik
mineral
C. Mudstone
1) Color (warna): grey, dark grey, light grey
2) Hardness (kekerasan) : hard, medium hard, soft
2.2.2 Deskripsi Inti/Core Batuan
Proses perekaman data dengan cara pendeskripsian conto batuan
yang berupa hancuran/cutting memiliki kekurangan - kekurangan,
sedangkan data yang dibutuhkan haruslah memiliki keakuratan dan
ketelitian yang baik. Oleh sebab itu, dalam tahapan eksplorasi
pemboran dilakukan perekaman atau pengambilan data inti/core batuan
yang bertujuan untuk mendapatkan data yang lebih akuran dan teliti.
Dalam proses perekaman dan pengambilan inti/core batuan, wellsite
geologist bertanggungjwab dan bertugas untuk melakukan pengawasan
selama proses tersebut (proses coring) berlangsung dan juga yang
paling utama, yaitu seorang wellsite geologist bertugas pula untuk
memerikan atau mendeskripsi conto inti/core batuan yang akan
diambil/direkam, baik conto inti batubara maupun nonbatubara yang
berada di atas dan di bawah batubara tersebut secara geologi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang wellsite
geologist bertugas dalam memerikan inti/core batuan pada setiap run
atau pada setiap penangkapan atau pengambilan inti/core batuan yang
kemudian dicatat dalam log bore. Dalam proses pendeskripsian,
digunakan parameter dan standar dalam memerikan inti batuan sesuai
ketentuan dan kebutuhan perusahaanyang telah diatur sebelumnya.
Adapun parameter yang digunakan seorang wellsite geologist dalam
mendeskripsi inti/core batuan, yaitu :
Untuk deskripsi core non batubara :
a) Nama batuan.
b) Warna (color)
c) Ukuran butir ( grain size)
d) Kekuatan (hardness), terbagi dari firm, friable,
slightly.
e) Struktur sediment (sediment structure)
f) Kemiringan lapisan batuan (dip).
g) Rekahan (cleat), terbagi atas rekahan vertikal and rekahan
horizontal.
h) Kandungan fosil (fossil containt)
i) Kondisi core (solid, broken, very broken)
j) Fragment/mineral penyusun
k) Kandungan mineral lain (pyrite, resin, ferogeneous nodule,
batubara). Untuk deskripsi core batubara :
a) Warna (color).
b) Kilap ( brightness/luster).
c) Warna gores (streak).
d) Pecahan (fracture).
e) Kondisi core (solid, broken, very broken/powder).
f) Kandungan mineral lain (pirite, resin).
g) Sifat fisik lain : clay band, bone coal, weathered,
clinker/burn.
Berdasarkan parameter tersebut, seorang wellsite geologist dapat
melakukan pendeskripsian inti/core batuan dengan baik dan benar.
Berikut ini merupakan contoh pendeskripsian inti/core batuan :
A. Coal
1) Color: Black, Brownish black.
2) Streak: Black, Brownish black, Brown.
3) Brightness: Bright, bright with minor dull, bright and dull,
dull with
numerous bright, dull with minor bright, dull.
4) Fracture: Flattty, flatty-subconcoidal,
subconcoidal-concoidal,
concoidal
5) Another features : Ferrogeneous nodule, sand nodule, clay
nodule, bone coal,
clay band
6) Core condition : Solid, broken, very broken/powder.
7) Mineral containt : Pyrite, resin).
B R IG H T N E S SC O A L D E S C R IP T IO N
90 to 1 0 0 %B rig h t C o a l (V itrin ite )
70 to 9 0 %B rig h t w ith m in o r d u ll b a n d s
50 to 7 0 %B rig h t a n d d u ll
30 to 5 0 %D ull w ith n u m e ro u s b rig h t b a n d s
10 to 3 0 %D ull w ith m in o t b rig h t b a n d s
0 to 1 0 %D ull C o a l (In e rtin ite )
Gambar Standart Of Coal Brightness
B. Sandstone
1) Color
2) Grain size
3) Shape of size
4) Sorting
5) Sediment structure
6) Mineral
7) Sifat
8) Another features
: Grey, Dark grey, Light grey, Yellowish, dan lainnya.
: Fine sand (1/64 - 1/16 mm)
Medium sand (1/16 - 1/2 mm)
Coarse sand (1/2 - 2 mm)
: Rounded, Subrounded, Subangular, Angular.
: Good, terpilah buruk
: Graded Bedding, paralel laminasi, wave laminasi, slump
structur, convolute, load cast
: Quartz, Calsite, Jasper, Pyrite, dan lainnya.
: Carbonaceous
: Coal string, coal fragmen, ferrogeneous nodules, plant
remains, clay nodules, burrowed, bioturbation
C. Mudstone
1) Colour: Grey, Dark grey, Light grey, Yellowish grey.
2) Hardness: Soft, Hard
Berdasarkan hasil deskripsi cutting dan deskripsi inti/core
(batuan batubara) yang dilakukan wellsite geologist, nantinya akan
diperoleh kedalaman dan ketebalan lapisan seam batubara yang
dicari. Hasil deskripsi tersebut dibandingkan dan dikorelasikan
dengan data kedalaman serta ketebalan yang diperoleh dari hasil
perekaman electrical logging. Sehingga pada akhirnya dapat
diperoleh akurasi data kedalaman dan ketebalan lapisan seam
batubara yang dicari.
Setelah pendeskripsian inti/core batuan, seorang wellsite
geologist akan melakukan pengukuran panjang inti/core batuan yang
nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai recovery. Penentuan
nilai recovery merupakan salah satu tugas penting dari wellsite
geologist. Hal ini dikarenakan, nilai recovery merupakan salah satu
dasar atau parameter penting dalam penentuan apakah proses pemboran
dan data hasil pemboran dapat digunakan atau tidak dalam proses
evaluasi lanjut. Penentuan nilai recovery yang dilakukan pada
kegiatan pemboran eksplorasi meliputi perhitungan core recovery dan
coal recovery. Core recovery merupakan nilai perbandingan antara
panjang coring yang dilakukan dengan panjang inti/core batuan yang
diperoleh dalam sekali proses coring (satu run), Sedangkan Coal
recovery merupakan nilai perbandingan antara panjang core batubara
yang diperoleh dengan tebal batubara berdasarkan hasil perekaman
electrical logging. Standar penilaian yang digunakan untuk nilai
recovery berkisar antara 90 - 110 %. Berikut ini merupakan cara
perhitungan core dan coal recovery :
Core Recovery
Panjang core yang diperoleh
Core recovery =X100%
Panjang coring yang dilakukan
Contoh : Coring yang dilakukan = 150 cm
Core yang diperoleh= 120 cm
120
Core Recovery=x 100 % = 80 %
150
Coal Recovery
Panjang core batubara yang diperoleh
Coal recovery =X100%
Tebal batubara berdasarkan E-Log
Contoh : Core batubara yang diperoleh= 190 cm
Tebal batubara berdasarkan E-Log = 200 cm
190
Core Recovery=x 100 % = 95 %
200
Pada suatu eksplorasi pemboran batubara kadangkala nilai
recovery tidak mencapai 90 - 110 % atau tidak memenuhi standar yang
telah ditentukan karena adanya core yang hilang (core lost) yang
dapat disebabkan oleh kelalaian operator bor (driller) atau karena
kondisi fisik batuan yang rapuh (britlle) dan lapuk. Nilai recovery
yang kurang dari 90 % atau lebih dari 110% dapat menyebabkan data
kurang akurat.
2.3.Pengambilan Sampel Batuan (Sampling)
Selain perekaman data dengan menggunakan metode electrical
logging dan deskripsi conto batuan, seorang wellsite geologist juga
bertanggungjawab dan bertugas mengambil sampel batuan (proses
sampling). Sampel atau conto batuan yang diambil nantinya akan
dianalisis secara kimia dan fisika di laboratorium dengan tujuan
untuk mengetahui kadar air, nilai kalori, kadar sulfur, kadar gas,
kadar volatil, dan unsur lainnya yang terdapat dalam batubara yang
berpengaruh terhadap kualitas batubara.
Dalam proses pengambilan sampel batuan, seorang wellsite
geologist harus dilengkapi dengan beberapa peralatan yang nantinya
akan membantu dalam proses pengambilan sampel batuan. Adapun
peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengambilan sampel batuan
antara lain, yaitu :
Plastik wrap, digunakan untuk membungkus sampel batubara supaya
terhindar
dari kontaminasi dan cahaya matahari langsung.
Core box, digunakan untuk menyimpan inti/core batubara setelah
dilepaskan dari
split.
Alat tulis menulis.
Kartu sampel, digunakan sebagai keterangan di dalam plastik
sampel. Plastik sampel, digunakan untuk menyimpan sampel batubara.
Meteran, digunakan untuk mengukur inti/core.
Cutter, digunakan dalam proses deskripsi untuk memeriksa keadaan
batubara. Tali ikat, digunakan untuk mengikat plastik sampel.
Kamera digital, digunakan untuk perekaman gambar/foto sampel
batubara.
Sebelum seorang wellsite geologist melakukan proses pengambilan
sampel batubara, terlebih dahulu dilakukan proses perekaman
gambar/foto sampel batubara dengan menggunakan alat berupa kamera
digital. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran keadaan sampel
batuan di lapangan yang mencakup batuan pengapit, top dan bottom
batubara serta lapisan pengotor (parting) pada sampel batubara.
Adapun hal - hal yang harus diperhatikan dalam proses pengambilan
foto/gambar batubara yang menjadi tugas dan tanggung jawab wellsite
geologist antara lain, yaitu :
1) Arah kamera tidak melawan arah sinar matahari.
2) Core box berada di tempat yang cukup terang.
3) Core batubara tidak terbungkus plastik wrap.
4) Core batubara dalam keadaan tersusun rapih, roof dan floor
diketahui.
5) Papan keterangan telah ditulisi lokasi area, nomor titik bor,
tanggal pemotretan,
nama seam, dan interval/kedalaman seam batubara.
6) Meletakkan pembanding dan keterangan lain di core box untuk
bagian core yang
ditonjolkan (posisi batas roof dan floor, parting, bone coal,
core loss, dll).
7) Memastikan kembali hasil pemotretan sesuai dengan standar
yang berlaku.
Foto sampel batubara yang valid/jelas
Foto sampel batubara yang tidak valid/jelas
Setelah proses perekaman gambar/foto sampel batubara dilakukan
dengan benar sesuai ketentuan yang ada, maka seorang wellsite
geologist dapat melakukan proses pengambilan/sampling batubara.
Seorang wellsite geologist bertanggungjawab mengikuti prosedur
sampling atau intruksi kerja yang telah diberikan, sehingga
nantinya tidak terjadi kesalahan dalam proses sampling. Adapun
prosedur- prosedur atau tugas wellsite geologist dalam proses
sampling batubara antara lain, yaitu :
a) Tentukan roof dan floor batubara, parting, bone coal, dengan
cara melihat warna,
menggores permukaan core menggunakan cutter, dan membandingkan
panjang
dan kodisi core dengan E-logging.
b) Ukur ketebalan batubara, parting, bone coal, dan lakukan
pembagian ply by ply
sample berdasarkan ketentuan atau sistematika sample yang
ada.
c) Tuliskan pada kartu sample : nomor sampel, lokasi pemboran,
interval sample,
nomor bag, remark (misal : sample lapuk, broken core, powder,
bone coal, clay
band, parting ikut disampel, core loss, dll). Masukan kartu
sample ke dalam plastic.
Contoh penulisan kartu sample
PT. PANGEA COALPT. PANGEA COAL
Sample No: 0 1Sample No: 0 2
Bore Hole: DDL - 0 5 - 2 1Bore Hole: DDL - 0 5 - 2 1
Location: LatiLocation: Lati
Sample Interval: 1 2 . 2 5 - 1 2 . 5 0Sample Interval: 1 2 . 5 0
- 1 4 . 5 0
Sample Thickness: 0 , 2 5 mSample Thickness: 2 . 0 0 m
Bag: 1 of 4Bag: 2 of 4
Remark:Remark: Bag 1
PT. PANGEA COALPT. PANGEA COAL
Sample No: 0 2Sample No: 0 3
Bore Hole: DDL - 0 5 - 2 1Bore Hole: DDL - 0 5 - 2 1
Location: LatiLocation: Lati
Sample Interval: 1 2 . 5 0 - 1 4 . 5 0Sample Interval: 1 4 . 5 0
- 1 4 . 7 5
Sample Thickness: 2 . 0 0 mSample Thickness: 0 . 2 5 m
Bag: 3 of 4Bag: 4 of 4
Remark: Bag 2Remark:
Gambar. Contoh penulisan kartu sampel
d) Tuliskan pada kantong sampel : nomor sample, interval sample,
tebal sample, dan
urutan bag dari total jumlah bag.
e) Masukkan sampel batubara dan kartu sampel ke dalam kantong
sampel yang
sesuai, ikat masing2 kantong sample dengan kuat.
f) Satukan dan ikat semua kantong sample yang berisi ply by ply
sample dari satu
seam tersebut menjadi satu kesatuan.
Foto. Contoh batubara yang sudah di sampling ply by ply
Kita ketahui bahwa wilayah eksplorasi/site batubara terdiri dari
beberapa daerah dengan kondisi geologi yang berbeda-beda. Kondisi
tersebut menyebabkan metode pengambilan/sampling batubara di setiap
site memiliki metode sampling yang berbeda-beda yang disesuaikan
dengan kebutuhan data yang akan diambil. Berikut merupakan metode
pengambilan sampel batubara di daerah/site ekplorasi yang berbeda.
Pangea Area
Lati Area
Seam dengan ketebalan kurang dari 0,75
meter maka hanya dijadikan 1 (satu)
ply saja
Seam dengan ketebalan 0,75-2 meter,
maka dijadikan 3 ply
0.25 m _ ply 1 _ 1 bag
Sisa _ ply 2
Maybe more than 1 bag
0.25 m _ ply 3 _ 1 bag
3 Tahap Pelaporan Data
Seam dengan ketebalan 2 - 3,5 dijadikan
5 (lima) ply
0.25 m _ ply 1 _ 1 bag
0.50 m _ ply 2 _ 1 bag
Sisa _ ply 3
Maybe more than 1 bag
0.50 m _ ply 4 _ 1 bag
0.25 m _ ply 5 _ 1 bag
Setelah melakukan beberapa tahapan dari seluruh rangkaian
tahapan eksplorasi, maka tahapan akhir yang harus dilaksanakan oleh
seorang wellsite geologist, yaitu tahapan pelaporan data. Tahap ini
meliputi pelaporan dari seluruh rangkaian tahapan eksplorasi, mulai
dari tahap pemboran sampai dengan tahap pengambilan/perekaman data.
Tahap pelaporan data ini nantinya akan menghasilkan suatu laporan
yang mencakup seluruh rangkaian pemboran eksplorasi pada suatu
titik/lokasi bor. Dimana laporan tersebut selanjutnya diserahkan
kepada supervisor lapangan yang bertanggung jawab atas keseluruhan
pemboran di area tersebut. Seorang wellsite geologist
bertanggungjawab penuh akan kesempurnaan dan kelengkapan laporan
yang akan dibuat. Oleh karena itu,
tahapan-tahapan sebelumnya, berupa tahap pemboran dan tahap
pengambilan data, harus dilaksanakan dengan baik.
Adapun jenis laporan yang menjadi tanggung jawab seorang
wellsite geologist untuk dikerjakan dan diselesaikan antara lain,
yaitu :
1) Laporan Harian (Daily Report)
Laporan harian ini merupakan laporan yang dikerjakan seorang
wellsite geologist setiap harinya setelah selesai bertugas pada
titik bor yang diawasinya. Secara umum laporan ini berisi seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan proses atau aktivitas pemboran.
Hal-hal yang harus dilaporkan dalam menulis laporan harian di
antaranya yaitu :
Nomor titik bor yang diawasi.
Tanggal dan waktu shift kerja, biasanya terdiri dari dua shift
yaitu shift siang dan
malam.
Seam target pada lokasi/titik bor yang diawasi.
Nama operator bor (driller) yang bertugas di lokasi/titik bor
yang diawasi. Unit mesin bor yang digunakan.
Waktu dimulainya (start) pemboran dan waktu dihentikannya
(finish) pemboran
pada hari tersebut.
Kedalaman penetrasi pemboran pada proses open hole.
Interval dan tebal coring (apabila pada hari tersebut dilakukan
proses coring). Perhitung coal recovery pada setian run.
Interval dan tebal non coring.
Daftar nomor penyemplingan(apabila pada hari tersebut
melakukan
penyemplingan)
Setiap kegiatan lainnya yang terjadi yang berhubungan dengan
proses pemboran,
seperti break time (istirahat), adanya masalah (trouble), adanya
kecelakaan kerja
(accident), dan lainnya.
Wellsite geologist yang bertugas yang disertakan dengan
paraf.
2) Laporan Akhir Pemboran
Laporan akhir pemboran dibuat apabila kegiatan di suatu titik
pemboran telah selesai dilakukan. Pembuatan laporan akhir ini
merupakan gabungan dari laporan-laporan harian yang telah dibuat.
Laporan akhir pemboran ini terdiri dari log bore secara keseluruhan
dan berita acara pemboran
A. Log Bore
Log bore ini berisi deskripsi hasil pemboran secara keseluruhan,
baik dari pilot hole maupun dari actual hole. Laporan log bore ini
dikerjakan pada buku log bore yang tersedia dengan skala 1 : 1000.
Dari laporan log bore ini diperoleh ketebalan dan kedalaman
batubara serta kenampakan fisik lapisan batubara dan juga litologi
yang mengapit batubara.
B. Berita Acara Pemboran
Pelaporan ini merupakan pelaporan paling akhir yang menandakan
suatu titik/lokasi bor telah selesai.
Hal-hal yang harus dicatat dalam berita acara pemboran yaitu :
Hari, tanggal, dan waktu pemboran.
Lokasi dan nomor titik bor.
Total kedalaman pemboran.
Interval batubara, terdiri dari kedalaman dan ketebalan
batubara. Total meteran coring.
Total core recovery.
Total meteran non coring. Pemakaian polymer.
Waktu selesai melakukan pillot hole
Waktu start dan finish melakukan electric logging.
Menulis nama wellsite yang disertakan dengan tanda tangan yang
diketahui oleh
seorang coordinator site
Tabel Diagram alir pemrosesan data (data processing)