BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Aalam (IPA) dirasakan masih kurang karena masih banyak peserta didik yang menganggap materti pelajaran IPA sebagai materi yang sulit diingat, dipahami serta sebagai hapalan. Paradigma ini tidak terlepas dari pengamalan belajar yang dirasakan oleh peserta didik saat belajar IPA. Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke salah satu sekolah melihat proses pembelajaran yang berlangsung ternyata pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Dalam pembelajaran ini informasi secara langsung diberikan oleh guru kepada siswa menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih bersifat teacher-centre sehingga guru yang mendominasi proses pembelajaran. Kontruksi pengetahuan peserta didik melalui pembelajaran seperti ini cenderung rendah. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan menurut Marsetio (dalam Triyanto, 2014) 1
62
Embed
karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../uploads/2017/01/Bab-I-III.docx · Web viewPembelajaran yang dilakukan di kelas hanya ceramah dan melatihkan soal-soal. Setiono (2010)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran Ilmu
Pengetahuan Aalam (IPA) dirasakan masih kurang karena masih banyak
peserta didik yang menganggap materti pelajaran IPA sebagai materi yang
sulit diingat, dipahami serta sebagai hapalan. Paradigma ini tidak terlepas
dari pengamalan belajar yang dirasakan oleh peserta didik saat belajar IPA.
Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke salah satu sekolah melihat
proses pembelajaran yang berlangsung ternyata pembelajaran masih
menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Dalam pembelajaran
ini informasi secara langsung diberikan oleh guru kepada siswa
menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih bersifat teacher-centre
sehingga guru yang mendominasi proses pembelajaran. Kontruksi
pengetahuan peserta didik melalui pembelajaran seperti ini cenderung
rendah. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan
konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak
terbentuk. Sedangkan menurut Marsetio (dalam Triyanto, 2014) menyatakan
bahwa pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang juga sebagai proses,
sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa pembelajaran IPA tidak
terlepas dari ketiga unsur tersebut. Peserta didik harus memiliki ketiga unsur
ini. Produk ilmiah merupakan sebuah hasil dari proses ilmiah dan sikap
ilmiah yang dilakukan. Proses ilmiah dipandang sebagai suatu rangkaian
yang digunakan dalam pembelajaran IPA guna menghasilkan produk dan
sikap ilmiah. Salah satu proses ilmiah merupakan kemampuan berpikir
kritis. Dengan kemampuan berpikir kritis dihrapkan peserta didik memiliki
produk ilmiah dan sikap ilmiah yang baik. Kemampuan berpikir kritis
sangat penting untuk dimiliki oleh peserta didik karena di dalamnya terdapat
1
2
aktivitas mental dalam pengambilan suatu keputusan untuk memcahkan
masalah. Permasalah tidak hanya terdapat dalam pelajaran saja namun
dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang kita hadapi.
Melalui kemampuan berpikir kritis peserta didik diharapkan dapat mengolah
segala bentuk informasi dengan baik sehingga didapatkan sebuah
kesimpulan dan tindakan yang tepat.
Hasil wawancara dengan salah satu guru IPA bahwa proses
pembelajaran IPA selalu dilakukan di kelas. Pembelajaran tidak pernah
dilakukan di luar kelas seperti memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai
media belajar. Pembelajaran yang dilakukan di kelas hanya ceramah dan
melatihkan soal-soal. Setiono (2010) menyatakan bahwa pendidikan IPA di
sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai
pendekatan, metode, dan model pembelajaran diterapkan di sekolah, hal ini
bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien
sehingga mampu menciptakan siswa yang berkulitas.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah, dalam pembelajaran di kelas
guru belum menerapkan pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) yang terdiri dari mata pelajaran kimia, fisika dan biologi.
Materi pembelajaran masih disajikan secara terpisah belum dipadukan
antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya sehingga
penguasaan konsep peserta didik belum komprehensif. Disamping belum
terciptanya pengintegrasian pembelajaran IPA, materi yang disajikanpun
masih bersifat text book belum menyajikan materi-materi yang terjadi dalam
kehidupan peserta didik, sehingga esensi dari materi yang diajarkan belum
dapat sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menghadapi segala permasalahan di atas diperlukan pendekatan
pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir peserta
didik dan pengintegrasian pelajaran IPA di sekolah. Pendekatan
pembelajaran SSI diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir
3
kritis peserta didik, karena dalam pembelajaran SSI integrasi dilakukan
terhadap konsep-konsep sains yang memiliki dampak pada kehidupan
masyarakat. Melaui pendekatan pembelajaran ini peserta didik dapat dengan
leluasa mengkonstruksi pengertahuannya secara mandiri yang difasilitasi
oleh guru. Selain kemampuan berpikir, peserta didik dapat juga
mengembangkan nilai, moral dan etika melalui pembelajaran berbasis
masalah ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh latifah dan susilo (2015)
bahwa pendekatan pembelajaran SSI dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah peserta didik lebih baik setelah diterapkan pendekatan
pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan
pembelajaran SSI berperan dalam kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh subiantoro dkk (2013) menyatakan bahwa
pembelajaran SSI dapat meningkatkan reflective judgment peserta didik.
Sedangkan dalam penelitian Guiterez (2015) pembelajaran SSI dapat
meningkatkan keterampilan mengambil keputusan. Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan bahwa pembelajaran SSI tidak hanya berfokus pada
pengembangan kemampuan berpikir tetapi juga berpengaruh terhadap sikap
peserta didik.
Dalam penelitian ini materi yang dipilih yaitu tentang konsep
pemanasan global (Global Warming) dengan isu yang diangkat yaitu isu
kekeringan yang terjadi di Sukabumi. Global warming merupakan isu yang
sedang booming saat ini dan dialami dampaknya oleh masyarakat global
termasuk di Sukabumi. Penggunaan materi global warming dalam
pembelajaran SSI sudah dilakukan oleh Nuangchalerm (2010) namun dalam
penelitian ini menggunakan isu yang berbeda. Isu ini sangat sesuai untuk
digunakan karena melibatkan konsep-konsep biologi dan permasalahan
sosial di dalamnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian
sebagai upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
4
berpikir kritis peserta didik melalui pendekatan pembelajaran SSI dengan
poster dan grup penelitian) diamati agar menjadi metode yang paling
efektif dalam meningkatkan kesuksesan akademik siswa dan dalam
mengembangkan keputusan mereka terhadap bioetika dan
bioteknologi. Yacizi & Altiparmak (dalam Gutierez, 2015) menyatakan
bahwa melalui presentasi fiksi ilmiah, siswa membayangkan dan
membuat konstruksi baru selama diskusi etika sehingga mereka dapat
memahami kedua isu secara teoritis dan eksperimen dengan siskap
positif .
Dari beberapa metode pembelajaran SSI yang telah dikemukakan
oleh para ahli, dalam penelititan ini metode pembelajaran SSI yang
digunakan yaitu diskusi. Metode ini digunakan karena memberikan
kesempatan yang leluasa kepada siswa untuk saling menganalisis
masalah, bertanya, memberikan umpan balik, menyampaikan ide, serta
berargumentasi berdasarkan fakta dan pengetahuan baik yang sudah
dimiliki maupun mencari sendiri. Metode ini bersifat student-centre
sehingga akan melatih keterampilan berfikir siswa dengan saling
bertukar informasi. Guru membimbing siswa selama berdiskusi untuk
menjawab permasalah yang ada.
Pendekatan pembelajaran SSI bisa dipadukan dengan model
pembelajaran berbasis masalah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Agung (2012) menggunakan model pembelajaran Problem-based
Learning yang dipadukan dengan pendekatan SSI. Dalam penelitian ini
juga model yang digunakan yaitu model pembelajaran Problem-based
Learning karena model ini sangat sesuai jika dipadukan dengan
9
pendekatan SSI. Untuk sintak-sintak pembelajaran mengadaptasi sintak
dari Problem-based Learning namun untuk permasalahan yang
digunakan dalam penelitian ini mengikuti isu-isu sosioscientific.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran PBL dengan Pendekatan SSI
Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI
1 Orientasi peserta didik kepada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan isu sosiosaintifik, menjelaskan logistik yg dibutuhkan serta memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
2 Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Kategori perbedaan pendapat yang masuk akal
3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Komunikasi yang bersifat baik atau sifat-sifat penting untuk terlibat dalam perbedaan pendapat yang masuk akal
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
Ide dan pengalaman yang bersifat naratif yang dapat menjelaskan perbedaan pendapat paling baik
8
Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI
5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja
2. Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Scriven & Paul (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis adalah
proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi
yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan
tindakan.
Menurut Ennis (2011), berpikir kritis adalah berpikir secara
beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Menurut Muhfahroyin
(2009), berpikir kritis adalah suatu proses yang melibatkan operasi
mental seperti deduksi induksi, klasifikasi, evaluasi, dan penalaran.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa berpikir
kritis adalah proses pelibatan aktivitas mental dalam menerima,
mengolah, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang
didapatkan untuk kemudian membuat suatu keputusan atau tindakan.
Dengan berpikir kritis maka siswa dituntut untuk mengolah informasi
yang didapatkan dengan berbagai sudut pemikiran sebelum menghasilkan
suatu keputusan atau tindakan.
Menurut Ennis (dalam Muhfahroyin, 2009) terdapat dua belas
indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima aspek, seperti
pada Tabel 2.1 berikut.
9
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No.
Aspek Indikator
1. Memberikan penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan Menganalisis pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan
tentang suatu penjelasan2. Membangun
keterampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Menginduksi dan mempertimbangkna induksi
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi
Mengindetifikasi asumsi5. Mengatur strategi dan
taktik Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain
Sumber: Ennis (Muhfahroyin, 2009)
Menurut Ennis (1993) kemampuan berpikir kritis dapat diukur
dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan melalui aspek dan
indikator berpikir kritis. Instrumen berpikir kritis dapat bertujuan untuk
mengukur satu aspek atau lebih dari satu aspek berpikir kritis.
Dalam penelitian ini tidak akan digunakan semua indikator karena
waktu penelitian yang terbatas namun hanya menggunakan 5 indikator
berpikir kritis yang berasal dari 2 aspek. Indikator-indikator tersebut
yaitu (1) memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis peretanyaan, (3)
bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, (4)
mempertimbangkna apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, serta (5)
mengobsaervasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
8
3. Analisis Materi
Materi fenomena gunung api pada penelitian ini terfokus pada isu
erupsi gunung merapi yang terdapat di Jawa Tengah. Materi ini mencakup
kompetensi inti dan komnpetensi dasar yang ada pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam kelas VII. Seperti dijabarkan pada tabel sebagi berikut:
Tabel 2.3 Penjabaran Kompetensi inti dan Kompetensi dasar
pembelajaran Socioscientific Issues
Kompetensi Inti Kompetensi DasarKI.3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
3.10 Mendeskripsikan tentang penyebabterjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem.
KI.4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
4.13 Menyajikan data dan informasi tentang pemanasan global dan memberikan usulan penanggulangan masalah.
Bahan kajian dalam penelitian ini adalah materi pemanasan global.
Isu yang digunakan dalam materi ini yaitu isu kekeringan yang terjadi di
Sukabumi, Jawa barat. Isu ini sesuai dengan pembelajaran SSI karena
bersifat lokal dan merupakan permasalahan yang dapat dilihat bahkan
dirasakan dalam kehidupan siswa. Isu ini menyajikan hubungan antara
konsep biologi yakni pemanasan global dengan kehidupan yang ada di
masyarakat. Adapun isi materi pembelajaran yang akan digunakan dalam
penelitian ini yakni sebagi berikut.
a. Pemanasan Global
Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18°C (1.33 ± 0.32°F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
9
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-
20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah
kaca (Wahono dkk, 2014).
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi (turunnya air dari atmosfer,
misal hujan, salju). Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan
punahnya berbagai jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan
negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas
rumah kaca (Wahono dkk, 2014).
Protokol Kyoto adalah kesepakatan internasional Konvensi
Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC atau
FCCC), yang ditujukan untuk melawan pemanasan global.
UNFCCC adalah perjanjian lingkungan hidup internasional dengan
tujuan mencapai “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik
yang berbahaya dengan sistem iklim.” Protokol Kyoto awalnya
diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan
mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Pada April 2010, 191
negara telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto
(Wahono dkk, 2014).
8
b. Mekanisme dan Penyebab Pemanasan Global
Penyebab dari pemanasan global yaitu gas rumah kaca memalui
efek rumah kaca seperti yang disajikan pada Gambar 2.1.
Sumber: http://campaign-pelangi.or.id
Gambar 2.1 Efek Rumah Kaca (green house)
Atmosfer bumi terdiri atas bermacam-macam gas dengan fungsi
yang berbeda-beda. Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan
bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”.
Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di
atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi
menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah
kaca tetap hangat. Dengan begitu, tanaman di dalamnya pun akan
dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang
cukup. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah
karbon dioksida (CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO) dari
pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin
ruangan (CFC). Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan
global yang berbeda-beda (Wahono dkk, 2014).
Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari
CO. Contoh sebuah molekul metan menghasilkan efek pemanasan
9
23 kali dari molekul CO2. Molekul NO menghasilkan efek
pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO. Gas-gas lain seperti
chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek
pemanasan hingga ribuan kali dari CO2 (Wahono dkk, 2014).
Tabel 2.4 Jenis-jenis gas rumah kaca dan sumbernya
Gas Rumah Kaca Sumber
Karbohidrat (CO2) Pembakaran bahan bakar fosil
di sektor energi, industri,
transportasi, deforestasi, dan
pertanian.
Metana (CH4) Pertanian, perubahan tata
lahan, pembakaran biomassa,
tempat pembuangan akhir
sampah.
Nitroksida (N2O) Pembakaran bahan bakar
fosil, industri, pertanian.
Hidrofluorokarbon (HFC) Industri manufaktur, industri
pendingin (freon),
penggunaan aerosol.
Perfluorokarbon (PFC) Industri manufaktur, industri