Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN ABS TRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI DENGAN BIDAN DI WILAYAH KERJA PUS KES MAS KALIPARE KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG Penelitian Diskriptif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang (1) Sisilia Ira Novita, (2) Eli Inayanti (1) Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya (2) Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan Kemitraan dukun dengan bidan adalah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan dukun bayi pada peran yang terbatas. Masalah dalam penelitian ini adalah masih tingginya profesi sebagai dukun bayi sehingga tingkat pertolongan persalinan dukun masih tinggi dan tingkat kematian bayi baru lahir dan kesakitan ibu nifas masih ada. Hal ini didukung dengan rendahnya tingkat pendidikan dukun bayi, adanya keinginan mencari pekerjaan tambahan, tingkat pendapatan yang rendah, sehingga jarak yang dekat dengan rumah bidan tidak berpengaruh tetapi jarak yang jauh dengan rumah ibu bersalin tidak membuat dukun bayi patah semangat untuk melakukan pertolongan persalinan, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah semua dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Sampel diambil secara total sample. Variabel penelitian meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dukun bayi dengan bidan dan ibu bersalin. Responden yang digunakan sebanyak 15 orang. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (100%) responden mempunyai pendidikan rendah, sebagian besar (73,3%) bekerja sebagai tani, mayoritas (100%) berpendapatan rendah, jarak rumah dukun bayi dengan bidan sebagian besar (66,7%) bejarak cukup dekat, jarak rumah dukun bayi dengan ibu bersalin setengahnya (46,7%) berjarak jauh dan kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jarak rumah dukun bayi dapat mempengaruhi dukun bayi dalam bermitra dengan bidan. Saran peneliti adalah pemberian pelatihan atau penyuluhan tentang bahaya dan resiko persalinan pada dukun bayi, dan pendekatan bidan dengan dukun bayi yang lebih kooperatif dengan kerjasama yang saling menguntungkan tanpa merugikan pihak dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang masih perlu dan ditingkatkan lagi. Kata kunci :Kemitraan, Dukun bayi, dan Bidan.
37
Embed
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
ABSTRAK
KEMITRAAN DUKUN BAYI DENGAN BIDAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KALIPARE KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG
Penelitian Diskriptif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare
Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang
(1)Sisilia Ira Novita, (2)Eli Inayanti
(1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya (2)Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan
Kemitraan dukun dengan bidan adalah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan dukun bayi pada peran yang terbatas. Masalah
dalam penelitian ini adalah masih tingginya profesi sebagai dukun bayi sehingga tingkat pertolongan persalinan dukun
masih tinggi dan tingkat kematian bayi baru lahir dan kesakitan ibu nifas masih ada. Hal ini didukung dengan
rendahnya tingkat pendidikan dukun bayi, adanya keinginan mencari pekerjaan tambahan, tingkat pendapatan yang
rendah, sehingga jarak yang dekat dengan rumah bidan tidak berpengaruh tetapi jarak yang jauh dengan rumah ibu bersalin tidak membuat dukun bayi patah semangat untuk melakukan pertolongan persalinan, oleh sebab itu peneliti
ingin mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan
Kalipare Kabupaten Malang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah kerja
Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah semua dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan
Kalipare Kabupaten Malang. Sampel diambil secara total sample. Variabel penelitian meliputi : pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, jarak rumah dukun bayi dengan bidan dan ibu bersalin. Responden yang digunakan sebanyak 15 orang.
Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (100%) responden mempunyai pendidikan rendah, sebagian besar (73,3%) bekerja sebagai tani, mayoritas (100%) berpendapatan rendah, jarak rumah dukun bayi dengan bidan sebagian
besar (66,7%) bejarak cukup dekat, jarak rumah dukun bayi dengan ibu bersalin setengahnya (46,7%) berjarak jauh dan
kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jarak rumah dukun bayi
dapat mempengaruhi dukun bayi dalam bermitra dengan bidan. Saran peneliti adalah pemberian pelatihan atau penyuluhan tentang bahaya dan resiko persalinan pada dukun bayi, dan pendekatan bidan dengan dukun bayi yang
lebih kooperatif dengan kerjasama yang saling menguntungkan tanpa merugikan pihak dukun bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang masih perlu dan ditingkatkan lagi.
Kata kunci :Kemitraan, Dukun bayi, dan Bidan.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
PENDAHULUAN
Salah satu prioritas utama dalam pembangunan
sektor kesehatan di Indonesia adalah menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu. Safe Motherhood di
Indonesia menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian ibu antara lain
kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun
bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi
resiko tinggi pada ibu(2). Menurut Manuaba(6), bahwa
Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan bahwa pertolongan persalinan oleh
dukun masih dominan sekitar 80%. Demikian juga
diseluruh dunia pertolongan persalinan oleh dukun
masih tinggi sekitar 70% sampai 80%.
Upaya meminimalisasi dan menurunkan tingkat kesakitan dan kematian ibu hamil, bayi dan balita, maka
semua persalinan yang ditangani oleh dukun bayi, harus
ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih, tidak
termasuk hal-hal yang berhubungan dengan adat dan
kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara dukun dengan bidan(4).
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah
yaitu membangun kemitraan yang efektif melalui
kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra
lainnya(8). Dari keseluruhan persalinan di Jawa Timur
diketahui hanya 117.865 (30,16%) yang ditolong oleh
tenaga kesehatan dan 253.128 (64,78%) ditolong oleh
dukun terlatih dan selebihnya oleh dukun yang tidak
terlatih(9). Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di dapatkan ± 15 dukun bayi di 2 Kelurahan
Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan
Kalipare Kabupaten Malang. Dari ± 15 dukun bayi
yang ada hanya 1 dukun bayi yang sudah bermitra
secara penuh dan tidak melakukan pertolongan persalinan, sedangkan yang lainnya masih tetap
melakukan pertolongan persalinan meskipun sebagian
dari dukun bayi tersebut ± 3 dukun bayi sudah
mendapatkan pembinaan.
Satu dari dua kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten
Malang dalam 3 bulan terakhir didapatkan masalah
akibat pertolongan persalinan dukun bayi yang sering
ditemukan sewaktu kontrol ke petugas kesehatan yaitu
adanya luka robekan perinium yang tidak mendapatkan panjahitan, keadaan umum ibu yang lemas, pusing
karena perdarahan dan didapatkan 1 kematian bayi baru
lahir karena kesalahan dalam pemotongan talipusat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kemitraan dukun
dengan petugas kesehatan terutama bidan sangat diperlukan.
Untuk mendukung program Pemerintah dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi
tersebut maka dukun bayi dapat bersama-sama dengan
tenaga kesehatan melaksanakan upaya keselamatan ibu dengan melakukan kerjasama yaitu bermitra dalam
setiap persalinan dengan melakukan rujukan kepetugas
kesehatan terutama bidan(8). Kemitraan dukun dengan
bidan adalah bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan dengan berlandaskan rasa saling memahami struktur masing-masing, saling memahami
kapasitas masing-masing, saling menghubungi, saling mendekati, saling terbuka dan membantu, saling
mendorong dan mendukung, dan saling menghargai(8).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.
TINJAUAN PUSTAKA (3)Dukun bayi adalah suatu profesi yang umumnya
merupakan sebuah ilmu turun – temurun berdasarkan penetahuan dan pengalaman seseorang saja tanpa didasari
ilmu praktik yang jelas.
Berdasarkan kenyataan dewasa ini bahwa dukun
bayi masih sangat berperan dalam pertolongan persalinan
di masyarakat(5), karena : 1. Dukun tinggal dekat dan membaur dengan warga
setempat dan mudah dihubungi,
2. Dalam melakukan pekerjaannya tampil dan bersikap
tidak formal, dan memiliki hubungan dekat dengan
warga, 3. Secara psikologis sentuhan-sentuhan tangannya
kepada para pasienya dianggap mampu
meminimalkan gangguan fisik atau sakit mereka
pada saat bersalin,
4. Mampu tampil menurut peran dan fungsinya yang memberi keuntungan kepada warga masyarakat, serta
tetap diyakini keberhasilan,
5. Kedekatan antara masyarakat atau dalam hal ini ibu
hamil dengan para dukun bayi karena mereka tidak hanya membantu proses persalinan, tetapi juga
biasanya merawat ibu maupun bayi pasca
melahirkan, seperti mencucikan baju sang ibu setelah
melahirkan, memijat ibu dan bayi, dan sebagainya,
6. Menetapkan tarif biaya secara tidak lugas dan biasanya hanya menerima pembayaran berdasarkan
kemauan dan kemampuan ekonomi para keluarga
yang di layaninya, atau bisa juga dengan bahan
pokok.
(1)Pelatihan dukun ini merupakan pedoman dalam rangka melatih dan membina dukun bayi. Beberapa hal yang
mampu dilaksanakan dukun, yaitu : perawatan kehamilan,
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KMS
DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PO SYANDU KENCAT KELURAHAN BANCARAN BANGKALAN
THE CO LERATIO N BETWEEN THE MO NSTER THE MO THER BACKGRO UND O F
KNO WLADGE IN HEALTH SO CIETY AND NO URISHING CHILDREN UNDER FIVE YEARS O LD IN PO SYANDU BANCARAN VILLAGE BANGKALAN
(1)lLatifah Indriayani,
(2)Erda Restya Agustin
(1)Mahasiswa STIKES Insan Se Agung Bangkalan (2)
Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan
Indikasi pertumbuhan fisik anak dapat diamati dari status gizi dan dapat pula di identifikasi dari berat badan anak (< 5 tahun). Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari grafik pada KMS. Hal itu sangat isensial untuk mencapai sumber daya
manusia yang berkualitas di masa depan dengan mengembangkan tingkat pengetahuan ibu balita. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia adalah kesehatan, sedangkan tingkat kesehatan seseorang pada hakikatnya dipengaruhi oleh keadaan gizi, khususnya pada awal dan kehidupan, yang dikenal sebagai mas bayi.
Desain penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan menggunakan pedekatan cross sectional. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian ibu di posyandu Kencat Kelurahan Bancaran Bangkalan, dengan jumlah populasi 36 orang dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Variabel independent yang digunakan adalah pengetahuan ibu tentang KMS dan variabel dependentnya adalah status gizi balita.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu tentang KMS dengan status gizi balita posyandu Kencat
Kelurahan Bancaran Bangkalan dengan nilai p=0,005 dan nilai r = 0,461 Dengan demikian maka sebaliknya tenaga kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat khususnya tentang KMS karena masih adanya balita yang berstatus gizi buruk kurang/buruk diperlukan agar
petugas kesehatan beserta kader-kadernya memberikan contoh nyata makanan yang dapat menambah status gizi pada balita dan juga memberikan motivasi supaya ilmu yang diperoleh dapat diterapkan (diaplikasikan) pada kondisi yang nyata.
Kata Kunci : Pengetahuan, Status Gizi, KMS.
ABSTRACT
THE CO LERATIO N BETWEEN THE MO THER BACKGRO UND O F KNO WLEGDE IN HEALTH IN SO CIETY AND NO URISHING CHILDREN UNDER FIVE YEARS
O LDIN PO SYANDU BANCARAN VILLAGE VILLAGE BANGKALAN
LATIFAH INDRIANI
The growth of the weight children under five years old indicates that very have enough nourishing. It can be showed a graph they come to the posyandu. We know tahat the quality of Indonesian men power in the future depend on the nourishing children under
five yaers old. So, it very important to increase the mother background of knowledge in health especially in nourishing children. Because the nourishing baby can influence the health of human being when they are adult. The researcher want to reseachthe correlation between the background of knowledge in health society and nourishing children under five yers old.
The researcher uses analytical reseach in this case by using cross sectional. We observed the mother who came to the posyandu Kencat bancaran village as population sampling. The amount of population 36 mother. We took the population sampling in random. We used a variable independent for knowledge of mother in health society and nourishing status.
The result of research showed that correlation between the mother background of knowledge in health society and nourishing
status in posyandu Bancaran Bangkalan Village, p = 0,005 and r = 0,461. The researcher suggest that medicals give some campaigns, suggestion and motivation to the mother who visit Posyandu
abouth health society
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah atau dimensi, tingkat
sel, organ maupun individu yang bisa di ukur berat,
panjang ukuran tulang dan keseimbangan metabolisme(1). Proses pertumbuhan pada anak dapat
dipantau dengan alat yaitu dengan KMS (Kartu Menuju
Sehat). KMS sebagai sumber informasi dalam
pertumbuhan anak belum banyak diketahui orang tua
khususnya ibu. Situasi ini sangat meprihatinkan mengingat di dalam KMS tidak hanya memantau
pertumbuhan anak juga berisi tentang kesehatan ibu (
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana),
(1)Mahasiswa Prodi Keperawatan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan (2)Dosen Poltekkes DEPKES Surabaya, Prodi Kebidanan Bangkalan
ABSTRAK
Pemberian ASI merupakan cara pemenuhan gizi terbaik karena mengandung zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan bayi. Berdasarkan bukti ilmiah, pemberian ASI Eksklusif sampai 6 bulan menyebabkan pertumbuhan bayi
yang lebih baik. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1989-1999 di Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat menunjukkan bahwa bayi dengan berat badan normal dapat mengalami gangguan pertumbuhan. Hasil penelitian Anies
Irawati 2004 di Sukaraja, Bogor, membuktikan bahwa MP-ASI yang diberikan terlalu dini menyebabkan gangguan
pertambahan berat bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kenaikan berat badan bayi usia 1-6
bulan yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi MP-ASI dini di Posyandu Kelurahan Demangan Kecamatan
Bangkalan. Jenis penelitian ini adalah observasi analitik. Populasinya adalah ibu dan bayinya yang berusia 1-6 bulan sebanyak
46 orang, dan sampel sebanyak 41 orang menggunakan teknik area proportional random sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Data yang diperoleh diolah secara st atistik menggunakan rumus t
2 sampel bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 15 bayi (75%) yang diberi ASI eksklusif lebih banyak mengalami kenaikan berat badan normal dibanding bayi yang diberi MP-ASI dini yaitu hanya 11 bayi (52%) saja yang mengalami kenaikan
berat badan normal. Hasil analisa statistik dengan uji t 2 sampel bebas diperoleh p = 0,017 < α = 0,05. Berarti ada
perbedaan kenaikan berat badan bayi usia 1-6 bulan antara yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi MP-ASI dini.
Oleh karena itu pemberian ASI Eksklusif perlu ditingkatkan untuk pertumbuhan berat badan bayi yang lebih baik.
Kata Kunci : ASI Eksklusif, Berat Badan.
ABSTRACT
Breastfeeding is the best way of human diet because it contains nutrients in accordance with the
needs of the baby. Based on scientific evidence, 6 - month exclusive breastfeeding influences the better growth of
infants. The National Socioeconomic Survey (SUSENAS) 1989-1999 in Tanjungsari, Sumedang, West Java shows that babies of normal weight can suffer from stunted growth. The research of Anies Irawati 2004 in Sukaraja, Bogor,
proved that the breastfeeding and early giving of supplementary food caused the trouble of baby weight gain. The
purpose of this research is to know the difference of weight gain of babies aged 1-6 months who were exclus iv ely
breas tfed and those who were breas tfed and ear ly giv en the supplementary food in the Posyandu of
Demangan Village Bangkalan District. The study was analytic observation. The population is 46 mothers and their babies aged 1-6 months. The
sample consists of 41 people. It uses area proportional random sampling technique. Data collection methods are
direct observ ation and interviews. Data analysis method uses statistic formula t2 free sample.
The research result showed that 15 infants (75%) who were exclusively breastfed has gained more body
weight than babies who were breastfed and early given the supplementary food, that is only 11 infants (52%) who had normal weight gain. The result of statistical analysis with two independent samples t test is p = 0.017<α = 0.05. It
means that there are differences in weight gain among infants aged 1 -6 months who are exclusively breastfed
and those who are breastfed and early given the supplementary food. Therefore exclusive breastfeeding must be
increased for better growth of the baby's weight.
Keywords: Exclusive Breastfeeding, Weight Gain.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
PENDAHULUAN
ASI (Air Susu Ibu) merupakan satu-satunya
makanan dan minuman pertama dan terbaik yang
dibutuhkan serta diberikan sedini mungkin kepada bayi
setelah persalinan hingga ia berusia enam bulan. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu menyerap
nutrisi dengan baik. Sejak bayi dilahirkan nutrisi
memainkan peranan terpenting bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Riset medis mengatakan bahwa
ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6
bulan.
Evaluasi pada bukti-bukti yang telah ada
menunjukkan bahwa pada tingkat populasi dasar,
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara yang paling optimal dalam pemberian makanan kepada
bayi. Dengan cara menyusui yang benar, produk ASI
dinyatakan cukup sebagai makanan tunggal untuk
pertumbuhan bayi yang normal sampai 6 bulan. Dalam
jangka panjang pemberian ASI mencegah anak kelak menderita berbagai penyakit seperti kegemukan dan
Diabetes Mellitus. Setelah pemberian ASI eksklusif
selama enam bulan tersebut bukan berarti pemberian
ASI dihentikan, tetapi bayi memerlukan asupan
makanan tambahan yang dapat menunjang tumbuh kembangnya yang biasa disebut MP-ASI . Makanan
pendamping ASI harus memperhatikan angka kecukupan
gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok usia
dan tekstur makanan sesuai perkembangan usia bayi(3).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Departemen Kesehatan sudah lama mencanangkan
anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif kepada bayinya, tapi pelaksanaan anjuran
tersebut masih jauh dari harapan. Masih banyak ibu
yang memberikan ASI kepada bayinya secara tidak benar. Lebih dari 50% bayi di Indonesia sudah
mendapat MP-ASI pada umur kurang dari satu bulan.
Bahkan, pada umur 2-3 bulan, bayi ada yang sudah
mendapat makanan padat (4). Di propinsi Jawa Timur
terdapat 279.503 atau 40,77 % bayi yang diberi ASI eksklusif dari 685.642 bayi di 38 kabupaten/kota yang
ada di Jawa Timur (DINKES JATIM, 2007).
Sedangkan di Kabupaten Bangkalan sendiri, ibu
yang memberikan ASI secara eksklusif berjumlah 14,55%
di 22 kecamatan yang ada (DINKES Kabupaten Bangkalan, SKDN 2009). Merujuk pada wilayah yang
lebih kecil lagi yaitu Kelurahan, sebagai contoh yaitu
Kelurahan Demangan dimana wilayah ini terletak di jalan
utama kota dengan penduduknya yang kebanyakan
berpendidikan SMA dan perguruan tinggi dan komposisi penduduk yang seimbang yaitu antara jumlah penduduk
asli dan pendatang hampir sama. Berdasarkan data yang
diperoleh, cakupan ASI Eksklusif di wilayah ini
berjumlah 47,82% dari 46 bayi untuk usia 1-6 bulan,
sedangkan ibu-ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi-bayinya berjumlah 52,17%. Data diatas
menunjukkan masih tingginya angka pemberian MP-ASI
pada bayi usia kurang dari 6 bulan, sedangkan diketahui
bahwa rata-rata penduduk di wilayah tersebut memiliki
pengetahuan cukup sehingga secara otomatis mereka
sedikit banyak tahu akan pemberian dan manfaat nutrisi yang baik dan sesuai dengan usia anak mereka.
Faktor tingkat pendidikan ibu yang rendah,
wawasan dan pengetahuan yang terbatas, ASI belum
keluar pada hari pertama, dan adanya anggapan ibu bahwa
anaknya lapar dan akan tidur nyenyak jika diberi makan, merupakan beberapa faktor yang mendukung timbulnya
anggapan bahwa ASI saja tidak cukup sebagai makanan
bayi. Akibatnya, para ibu memberikan aneka bentuk
cairan sebagai makanan pendamping ASI sebelum
bayinya mencapai umur 4 bulan. Seringkali bayi yang mendapatkan ASI tidak segemuk dengan teman
seumurnya yang mengkonsumsi susu botol. Ini sebagian
disebabkan karena pada menyusu ASI, nafsu makan
bayilah yang mengatur jumlah susu yang diminum.
Sedangkan pada pemberian susu botol, bayi terkadang dipaksa untuk minum sampai botolnya kosong. Di
samping itu kalori ASI selalu terkendali. Susu yang
terakhir dihisap dalam satu kali menyusui, mengandung
lebih tinggi kalori daripada susu yang dihisap pada saat
awal, dan cenderung membuat bayi merasa kenyang(3). Memberikan makanan pendamping terlalu awal
(sebelum usia 6 bulan) berdampak kurang baik terhadap
kesehatan si kecil, makanan tidak akan dapat dicerna dengan
baik karena pada usia sebelum enam bulan sistem pencernaan
anak belum siap menerima makanan selain ASI yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, diare, kolik, dan lain
sebagainya(3). Hasil penelitian pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen
Kesehatan oleh Anies Irawati tahun 2004 lalu,
menyingkap tentang pengaruh makanan pendamping ASI yang diberikan terlalu dini terhadap tumbuh-kembang
bayi. Penelitian melibatkan 270 orang ibu hamil di
kawasan Sukaraja, Bogor, yang dipantau sampai bayinya
lahir dan berusia 4 bulan, dan membuktikan bahwa
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan terlalu dini menyebabkan gangguan pertambahan
berat dan panjang badan pada bayi. Sementara itu,
persentasi bayi ASI parsial yang mendapat ASI pada hari
pertama lebih banyak daripada persentasi bayi ASI
predominan. Keadaan ini tentu saja memerlukan penanganan
yang khusus, yaitu dengan pendekatan yang lebih
komunikatif sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
masyarakat(5). Salah satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat terutama para ibu dan calon ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan saat
yang tepat dalam pemberian MP-ASI pada bayi berupa
penyuluhan-penyuluhan. Dan untuk mencapai tumbuh
kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu: pertama
memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu
30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air
susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif
sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)
sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat
meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan
atau lebih. Dapat pula dilakukan perubahan perilaku
dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Melalui penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
didorong untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan
MP-ASI yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak
usia 6-24 bulan.
Secara keseluruhan, penelitian ini memiliki
tujuan umum yaitu diketahuinya perbedaan kenaikan berat badan antara bayi yang diberi ASI eksklusif
dengan yang diberi MP-ASI dini pada bayi usia 1-6
bulan di posyandu wilayah kerja Kelurahan Demangan
Kecamatan Bangkalan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar ASI Eksklusif
Makanan yang paling baik untuk bayi segera lahir adalah ASI. Secara alamiah, seorang ibu mampu
menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah
melahirkan. ASI adalah cairan biologis kompleks yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses
laktasi yang mengandung sel-sel darah putih, immunoglobulin, enzim, dan hormon, serta protein
spesifik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu
pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya(6).
Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru
sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian
air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal
(sebelum ASI lancar produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI, maka
sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi lahir (dalam
waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap
pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran
ASI selanjutnya(7). 1) Produksi ASI
Banyaknya ASI yang dihasilkan ibu
tergantung dari status gizi ibu, makanan tambahan
sewaktu hamil/menyusui, stres mental dan sebagainya.
Ketika bayi menghisap, beberapa hormon yang berbeda bekerja sama untuk menghasilkan air susu dan
melepaskannya untuk diisap bayi. Sekresi ASI diatur
oleh hormon prolaktin dan oksitosin.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
ASI : (1)Frekuensi Penyusuan, Pada bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 - 13 kali
perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan
berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.
Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan
paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. (2)Berat Lahir, Bayi berat lahir rendah
(BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang
lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (>
2500 gr). (3)Umur Kehamilan saat Melahirkan, Hal ini
disebabkan bayi yang lahir premature sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi
ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak
prematur. berat badan yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ. (4)Stress dan Penyakit
Akut, Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena
menghambat pengeluaran ASI. (5)Konsumsi Rokok,
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu hormone prolaktin dan oksitosin untuk
produksi ASI. M erokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan
oksitosin. (6)Konsumsi Alkohol, Meskipun minuman
alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa
lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI
namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin (Matheson, 1989). (7)Pil Kontrasepsi,
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan
progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi
ASI.
2) Komposisi ASI : (1)Kolostrum : ASI yang dihasilkan
pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir.
(2)ASI transisi : ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari ke sepuluh. (3) ASI mature : ASI yang
dihasilkan mulai hari kesepuluh sampai dengan
seterusnya(7).
3) Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu mencapai
keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini
dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap, yakni pada masa
kehamilan (antenatal), sewaktu ibu dalam persalinan
sampai keluar rumah sakit (perinatal), dan pada masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun
(postnatal)(8).
4) Pantauan Kecukupan ASI Untuk mengetahui kecukupan ASI dapat dilihat
dari : (1)Berat badan waktu lahir telah tercapai sekurang-
kurangnya akhir 2 minggu setelah lahir dan selama itu
tidak terjadi penurunan berat badan lebih 10 %. (2)Kurve
pertumbuhan berat badan memuaskan. (3)Bayi lebih banyak ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam sehari.
(4)Setiap kali menyusui, bayi menyusu dengan rakus,
kemudian melemah dan tertidur. (5)Payudara ibu terasa
lunak setelah menyusui(9).
5) Manfaat Pemberian ASI : Nutrien (zat gizi) yang sesuai
untuk bayi, Mengandung zat protektif, Mempunyai efek
psikologis yang menguntungkan, Menyebabkan
pertumbuhan yang baik, Mengurangi kejadian karies
dentis, Mengurangi kejadian maloklusi, ASI mengubah komposisinya selama setiap penyusuan dan selama
berminggu-minggu untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan bayi yang selalu berubah, Aman dan bersih,
Suhu ASI cocok untuk bayi, Mudah dicernadan tidak
pernah basi, ASI tidak membutuhkan sterilisasi alat atau persiapan.
6) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI :
(1)Perubahan sosial budaya: Ibu-ibu bekerja atau
kesibukan sosial lainnya, Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. (2)Faktor
psikologis :Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang
wanita, tekanan batin, rasa percaya diri ibu untuk mampu
menyusui ataupun memproduksi ASI. (3)Faktor fisik ibu
:Ibu sakit, seperti mastitis biasanya enggan menyusui bayinya karena payudaranya terasa nyeri bila digunakan
untuk menyusui bayinya, putting susu ibu kecil dan masuk
(inverted). (4)Faktor pengetahuan ibu tentang menyusui.
(5)Faktor dukungan keluarga. (6)Faktor ekonomi
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
keluarga. (7)Faktor kurangnya promosi ASI dari petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang
dinyatakan cukup sebagai makanan tunggal untuk pertumbuhan bayi yang normal sampai 6 bulan.
Rekomendasi pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan
didasarkan pada bukti ilmiah tercukupinya kebutuhan bayi
dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI
eksklusif serta menurunnya morbiditas bayi, dimana sebelum mencapai usia 6 bulan system pencernaan bayi
belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia
belum mampu mencerna makanan selain ASI(15).
Pemberian MP-ASI harus memenuhi beberapa
kriteria antara lain : 1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein
yang tinggi.
2. Memeiliki nilai suplementasi yang baik serta
mengandung vitamin dan mineral yang
cocok. 3. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi
dengan baik.
4. Harganya relatif murah.
5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan
yang tersedia secara lokal. 6. Bersifat padat gizi
7. Kandungan serat kasar atau bahan lainnya yang
sulit dicerna dalam jumlah sedikit.
Pemberian MP-ASI sebelum waktunya sama saja
dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Menurut Soetjiningsih (2004), pemberian
makanan pendamping ASI terlalu dini akan menyebabkan
bayi tidak dapat menghisap semua ASI sehingga
kebutuhan bayi akan ASI tidak optimal ditambah lagi
dengan rendahnya tingkat sanitasi dan higine dalam pemberian makanan pendamping ASI akan meningkatkan
resiko infeksi saluran pencernaan. Saat bayi berusia di
bawah 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk
menerima kandungan dari makanan, sehingga makanan
yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadinya alergi.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
Cara yang paling utama untuk mencegah alergi terhadap makanan adalah dengan menunda pemberian
makanan yang potensial menimbulkan alergi karena
bayi baru lahir lebih mudah tersensitasi terhadap
makanan dari pada bayi yang lebih tua(13). Selain itu
dengan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia enam bulan baru dilanjutkan dengan pemberian
makanan padat, karena pada usia ini bayi umumnya
tidak lagi mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI
sedangkan bayi terus membutuhkan banyak energi dan
zat gizi tambahan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya (16).
Semua permasalahan MP-ASI secara teoritis
sangatlah mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi
anak(14). Hal ini menyatakan bahwa tidak dapat
disangkal pemberian ASI Eksklusif jauh lebih baik dibandingkan dengan pemberian MP-ASI pada bayi
usia 1-6 bulan sehingga cenderung lebih banyak bayi
yang mengalami kenaikan berat badan normal. Untuk
itu perlu adanya promosi yang lebih maksimal
mengenai pentingnya ASI Eksklusif kepada semua lapisan masyarakat terutama ibu yang memiliki bayi
agar memberikan ASInya secara eksklusif untuk
membantu meningkatkan pertumbuhan bayi secara
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Indiarti, M.T. (2008). Asi, Susu Formula, &
Makanan Bayi. Jakarta : Elmatera Publishing. 2. Depkes RI. (1995). Pedoman Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita. Jakarta : Depkes RI.
3. Roesli, Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusif
Seri I. Jakarta : Trinibus Agriwidya.
4. Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta : EGC.
5. Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba
6. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
7. Baso, M. (2007). Studi Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi MP-ASI Pabrik (Blended Food)
dan Non Pabrik (Local Food) di Kabupaten Gowa.
8. Akre, James. (2004). Pemberian Makanan untuk
Bayi, Dasar-Dasar Fisiologis. Jakarta : Perinesia.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
HUBUNGAN ANTARA INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KONTRAKSI
UTERUS DAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POST PARTUM DI BPS AN-NUR PAMEKASAN
RELATIONSHIP BETWEEN EARLY WITH CONTRACTIONS BREASTFEEDING
INITIATIONUTERUS AND UTERINE INVOLUTION POST PARTUM ON
BPS IN AN-NUR PAMEKASAN
(1)Dewi Caprina Andriyani, (2)Bambang Heriyanto (1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya
(2)Dosen Poltekkes DEPKES Surabaya
ABSTRAK
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang penting bagi ibu setelah melahirkan.
Sebab pada masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik. Dengan perubahan fisik tersebut yang salah satunya penyusutan rahim atau involusi uteri, diharapkan bisa berlangsung normal. Involusi uteri akan lebih cepat dan
rahim segera kembali seperti semula dengan melakukan inisiasi menyusu dini, karena dengan inisiasi menyusu dini
akan merangsang kontraksi uterus. Tetapi masih banyaknya ibu post partum yang mengalami perdarahan baik
perdarahan primer maupun sekunder. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara inisiasi menyusu dini
dengan kontraksi uterus dan involusi uteri pada ibu post partum. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik observasional dengan jumlah sampel sebanyak 37 ibu
post partum, teknik sampling yang digunakan adalah sistematik random sampling sedangkan instrumen mengumpulkan
data dengan metode observasi.
Hasil Uji Statistik dengan Uji Fisher’s Exact Test diperoleh hasil p = 0,023 α = 0,05 dan p < α, dengan
demikian H0 ditolak berarti ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan. Sedangkan hasil kedua pada kontraksi uterus dengan involusi uteri dengan Uji Fisher’s Exact
Test diperoleh hasil p = 0,054, α = 0,05 dan p > α, jadi H0 diterima artinya tidak ada hubungan antara kontraksi uterus
dengan involusi uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa semakin cepat melakukan inisiasi menyusu dini maka kontraksi uterus
semakin keras, dan semakin keras kontraksi uterus involusi uteri akan semakin cepat kembali, namun semakin lembek kontraksi uterus maka tidak menunjukkan semakin lambatnya involusi uteri. Sehingga disarankan bagi ibu bersalin
meminta pada bidan saat proses persalinan menerapkan inisiasi menyusu dini.
Kata kunci : Inisiasi Menyusu Dini – Kontraksi Uterus – Involusi Uteri – Ibu Post Partum
ABSTRACT
Health recovery proccess of nifas is an important thing which is neccesary for mother after bearing. Cause
of at pregnancy time had make physically change. That change is the one thing from involusi uteri and expected can
take in normally time. Involusi uteri wiil be more faster and gracious will immediately return by doing milk initiation early, because with the milk initiation early will stimulate the uterus contraction. But still so many post partum mother
which bleeding like primary or secondary. The purpose of this analyse is to know the relationship among milk initiation
early with uterus contraction and involusi uteri to post partum mother.
This analyse was use observasional analitic. Total of sample is 37 post partum mother. Sampling technic
was use random sampling system and for collecting was use observation methode. The result of the statistic test with Fisher’s Exact Test has obtained p = 0,023 α = 0,05 and p < α with mean
H0 is rejected and so that means there was any relationship among milk initiation early with uterus contraction to post
partum mother. While second result of milk initiation early with involusi uteri the statistic test with Fisher’s Exact Test
has obtained p = 0,036 α = 0,05 and p < α with mean H0 is rejected and so that means there was any relationship among
milk initiation early with involusi uteri to post partum mother. Conclusion is the milk initiation early that faster uterus contractoin hence getting louder and involusi uteri
will be more quickly return like from the beginning. This matter because moment of mother ANC given important
counselling about milk initiation early so that more motivated to mother apply the milk initiation early. And suggested
for mother give of midwife to moment process copy to apply the milk initiation early.
Keyword : milk intiation early – uterus contraction – involusi uteri – post partum mother
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas
merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah
melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik. (Inayati, 2008).
Salah satu perubahan yang terjadi di dalam tubuh ibu
yaitu involusi atau penyusutan uterus yang secara
perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kilogram
selama masa kehamilan, dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil (Pusdiknakes,
2001). Proses involusi uterus terjadi karena adanya
autolysis, kontraksi dan atrofi. Aktifitas otot-otot yaitu
adanya kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak
lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta. Dan
involusi uterus akan lebih cepat dan rahim segera
kembali seperti semula dengan melakukan inisiasi
menyusu dini, karena dengan inisiasi menyusu dini juga
akan dapat merangsang kontraksi uterus. Dan juga terhindar dari bahaya nifas yang nantinya bisa
menyebabkan kematian (Cesillia, 2007). Hal ini
bermanfaat bukan hanya bagi ibu tapi juga bagi bayi
baru lahir. Hal utama dalam inisiasi menyusu dini
adalah memberikan kesempatan pada bayi dan ibunya segera berinteraksi setelah proses kelahiran (Kompas,
2007). Dan mulai menyusu 1 jam pertama setelah lahir
dapat menyelamatkan 1 juta bayi setiap tahunnya yaitu
dimulai dengan satu tindakan memberi dukungan
selama 1 jam (Roesli, 2008). Berbagai faktor penyebab mengapa involusi uteri
masih mengalami keterlambatan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan bidan Titik Yulianingsih Amd, Keb
yang menyatakan bahwa kasus yang paling banyak di
BPS An-Nur Pamekasan yaitu keterlambatan involusi uteri setelah melahirkan disebabkan oleh ibu-ibu yang
tidak mau melakukan inisiasi menyusu dini dan masih
banyaknya perdarahan pasca persalinan yang
diakibatkan oleh sering meregangnya uterus karena ibu
yang terlalu sering hamil dengan jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun serta kehamilan pada
wanita dengan usia kurang dari 20 tahun. Padahal
sebenarnya kalau ibu melakukan pemberian ASI sejak
dini dengan cara inisiasi menyusu dini dengan benar,
kejadian perdarahan pasca persalinan akibat kontraksi yang tidak bagus bisa dikurangi dan involusi uteri cepat
kembali pada keadaan sebelum hamil.
Risiko ibu pasca persalinan dapat ditekan dengan
melakukan inisiasi menyusu dini karena tingkat
menyusui di Indonesia masih rendah dan informasi yang benar masih belum tersampaikan. Untuk itu Sentra
Laktasi Indonesia (Serasi) mengampanyekan inisiasi
menyusu dini yang belum tersampaikan secara benar
tersebut (Roesli, 2008).
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus
dan involusi uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur
Pamekasan.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
ASI Dini adalah pemberian ASI dalam waktu 1 jam
setelah lahir (Depkes, 2002). Inisiasi Menyusu Dini
adalah membiarkan bayi untuk menyusui pada ibunya sesaat setelah dilahirkan (Cesillia, 2007). Inisiasi
Menyusu Dini (early initation) atau permulaan menyusui
dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah
lahir (Ambarwati, 2008).
Inisiasi yang benar adalah begitu lahir, setelah dipotong tali pusatnya, segera letakkan di dada ibunya.
Biarkan sampai ia bergerak dan mencari puting susu
ibunya hingga dapat. Kemudian biarkan minimal 30-40
menit, maksimal 1 jam (Rudhy, 2008).
Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the best crawl atau merangkak mencari
payudara (ambarwati, 2008). Hasil pengamatan
membenarkan bahwa segera menyusukan bayi setelah
bayi lahir memungkinkan bayi tidak akan kekurangan ASI
dan ibu tidak harus mengalami demam karena payudara bengkak (Purwanti, 2004).
Setelah lahir, ia menangis, dengan menangis
membuat sistem pernafasan, peredaran darah, perkemihan,
pencernaan dan syaraf mulai berfungsi secara normal
sehingga mampu beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. Bayi akan beradaptasi dengan lingkungan selama
setengah jam sampai satu jam kemudian bayi akan tidur
selama dua jam (Purwanti, 2004).
Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Menyusu Dini : 1. Faktor internal : 1) Ibu ; Sentuhan kulit dengan kulit
antara ibu dan janin mampu menghadirkan efek
psikologis yang dalam di antara ibu dan bayi,
2) Biomedik ; Faktor biomedik terdiri dari jumlah
kelahiran, kesehatan bayi dan kesehatan ibu ( selama hamil, melahirkan dan setelah melahirkan) dan status
merokok, 3) Obat Kimiawi ; Obat kimiawi yang
bertujuan menghilangkan rasa sakit persalinan seperti
metode Intrathecal Labor Analgesia (ILA), tidak bisa
disejalankan dengan IMD, karena ketika ibu dibius bayi yang dilahirkan ikut terbius sehingga tak bisa
berjuang menggapai puting ibu (Parameter, 2008)
2. Faktor eksternal : 1) Tenaga medis ; Begitu lahir,
bayi yang ditaruh di perut ibunya dalam 50 menit
akan bergerak ke arah payudara lalu mengisap puting susu dengan benar. Sebaliknya, dari kelompok bayi
yang segera dimandikan setelah dilahirkan, baru
kemudian dikembalikan kepada ibunya ternyata
50%-nya tidak bisa mengisap dengan benar
walaupun sudah didekatkan ke payudara. Namun, sosialisasi tentang inisiasi menyusui dini masih
kurang oleh tenaga medis dan belum dipraktekkan
serta kesalahan yang terjadi selama ini atas
pemisahan bayi yang baru lahir dengan ibunya
merupakan tindakan keliru (Mirna, 2008), 2) Dukungan tenaga Kesehatan ; Dukungan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dapat
membangkitkan rasa percaya diri ibu untuk membuat
keputusan menyusui bayinya (Kevyn’s, 2009),
3) Dukungan Saat ibu cemas dan kelelahan, ayah atau keluarga dapat berperan mengulurkan dukungan
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
dengan memberikan pujian dan dorongan. Percayalah, pujian seperti ini amat dibutuhkan
ketika si ibu merasa lelah dan patah semangat
(Senior, 2008). 4) Persalinan Dengan Tindakan, 5)
Sosial Budaya, 6 ) Sosial Ekonomi Konsep Dasar Kontraksi Uterus dan Involusi Uterus
1. Kontraksi Uterus
Uterus adalah organ yang sangat luar biasa dan
menjadi rumah janin selama dalam kandungan. Setelah melahirkan,,beratnya masih sekitar 0.7 kg (1 1/2 Ib).
Jika anda menekan bagian tengah perut, uterus terasa
sebesar buah grapefruit (sejenis jeruk) yang keras.
(Listyani, 2008)
Uterus adalah organ muskuler yang berbentuk seperti buah pir dan terletak diantara vesika urinaria dan
rectum. Uterus biasanya tertekuk ke ventral (antefleksi)
diatas vesica urinaria (Hariyanto, 2002)
kontraksi adalah serangkaian kontraksi rahim
yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks (rahim bagian bawah) dan vagina
(jalan lahir), sehingga janin keluar dari rahim ibu
(Administrator, 2008).
Rahim atau uterus merupakan jaringan otot yang
kuat terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rectum. Dinding belakang dan dinding depan rahim
dan bagian atas rahim tertutup peritonium. Sedangkan
bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya rahim disangga oleh
beberapa ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. (Admojo, 2008).
2. Involusi Uteri
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses terjadinya alat kandungan atau uterus dari jalan
kelahiran seperti sebelum hamil. (Ibrahim, 1996 : 54).
Involusi uterus adalah secara berangsur-angsur uterus
menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil (Rustam, 1998). Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera
setelah plesenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos
uterus (Ambarwati, 2008). Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di
garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan
bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Pada saat ini besar uterus kira – kira sama dengan besar
uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron
bertanggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa
prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel
– sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan
kadar hormon – hormon ini menyebabkan adanya
autolisis.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Involusi :
1. Paritas (Jumlah Anak)
Paritas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu sering terenggang maka elastisitas akan berkurang.
Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan semula
setelah terenggang memerlukan waktu yang lama (Reeder,
1997).
2. Usia
Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan terjadi perubahan
metabolisme yaitu terjadi peningkatan jumlah lemak,
penurunan otot dan penurunan penyerapan lemak, protein,
dan karbohidrat.
Dengan adanya penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan,
serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan
ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang
lebih baik. Involusi uterus terjadi karena proses autolisis,
dimana zat protein dinding rahim pecah, diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing. Bila proses ini
dihubungkan dengan penurunan penyerapan protein pada
proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi
uterus. Selain itu juga adanya penurunan regangan otot
dan peran jumlah lemak akan menjadi semakin lambat proses involusi uterus (Sweet, 1998).
3. Laktasi/Menyusui
Setelah ada persalinan pengaruh dari esterogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh
hormon hipofise kembali, antara lain prolaktin. Payudara
yang telah dipersiapkan pada masa kehamilan
terpengaruhi dengan akibat kelenjarnya berisi air susu.
(Prawirohardjo, 2007) Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Meyusu Dini,
Kontraksi Uterus dan Involusi Uteri :
Wanita yang mengalami persalinan dan yang
melakukan inisiasi menyusu dini akan meningkatkan
produksi prolaktin dan oksitosin sebagai respon terhadap stimulasi hisapan mulut bayi (sucking). Dengan
meningkatnya prolaktin, terjadi produksi air susu,
sementara oksitosin menyebabkan kontraksi mammae
yang membantu pengeluaran air susu. Oksitosin juga
berfungsi meningkatkan kontraksi uterus sehingga membantu involusi. Setelah tercapai tingkat kontraksi
tertentu, kadar prolaktin dan oksitosin kembali (feedback
negatif), sehingga produksi dan pengeluaran berhenti.
Produksi Asi dirangsang melalui “let down reflex”
yaitu rangsang putting – hipofisis – prolaktin – kelenjar susu. Demikian juga oksitosin akan keluar sebagai
hormon yang memompa mioepitel duktus mamaria. Pada
saat menyusui mungkin ibu merasakan ngilu atau
kontraksi di daerah uterus karena pengaruh oksitosin yang
meningkat juga terhadap uterus. Untuk itu proses menyusui membantu rahim anda untuk kembali ke ukuran
awal sebelum melahirkan.
Faktor yang mempengaruhi inisiasi menyusu dini
sendiri adalah faktor internal dan eksternal, faktor internal
terdiri dari ibu, obat kimiawi dan biomedik. Sedangkan
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
6
16.2%
31
83.8%
IMD Lambat
IMD Cepat
faktor eksternal yaitu pelayanan medis, dukungan tenaga kesehatan, dukungan suami, dan keluarga,
persalinan dengan tindakan, sosial budaya dan social
ekonomi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
kontraksi uterus yaitu hormon estrogen, hormon
oksitosin, hormon prostaglandin, hormon relaksin. Sedangkan faktor yang mempengaruhi involusi uteri
yaitu usia, paritas dan laktasi/menyusui.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis
penelitian analitik observasional adalah pengukuran
penelitian yang dilaksanakan dengan cara pengamatan
terhadap suatu objek yang dipantau dengan lembar
observasi. Populasinya adalah semua ibu post partum di
BPS An-Nur yang memenuhi kriteria yaitu ibu nifas
fisiologis, primi/multipara, dengan persalinan
pervaginam, bersedia untuk diteliti sebanyak 40 ibu
post partum dengan melakukan survey awal pada tanggal 12 Januari 2009, sampel memenuhi kriteria
penelitian yaitu sebanyak 37 ibu post partum.
Adapun besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut :
qPZaNd
qP
..1.
.. ZaN. n
22
2
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
P = Estimator proporsi populasi (0,5)
Q= 1 – P (0,5)
Za= Harga kurva normal yang tergantung dari alpha (a) (1,96)
N = Besar Populasi
d = Presisi / tingkat kepercayaan 5% (0,05)
dari rumus ini didapatkan jumlah sampel :
jadi, sampel dalam penelitian ini sebanyak 37 responden
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penyajian data yang ditampilkan meliputi data
umum dan data khusus. Data umum menampilkan umur,
paritas, dan laktasi. Sedangkan data khusus akan
menggambarkan data hasil observasi tentang inisiasi menyusu dini, kontraksi uterus dan involusi uteri ibu post
partum, dan hubungan antara inisiasi menyusu dini
dengan kontraksi uterus, serta hubungan antara kontraksi
uterus dengan involusi uteri pada ibu post partum. Untuk
mengetahui tingkat signifikan frekuensi antar variabel dan mengukur hubungan yang bermakna, akan di uji dengan
uji Chi Square.
Data ibu post partum tentang inisiasi menyusu dini
dengan kontraksi uterus
Data Khusus
Data ini menampilkan tentang inisiasi menyusu dini,
kontraksi uterus, dan involusi uteri pada ibu post partum,
hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi
uterus, serta hubungan antara kontraksi uterus dengan involusi uteri pada ibu post partum.
1. Data Ibu Post Partum tentang Inisiasi Menyusu Dini
Diagram 1. Distribusi frekuensi ibu post partum
berdasarkan inisiasi menyusu dini di BPS An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni
sampai 25 Agustus 2009.
Dari diagram dapat diketahui bahwa antara ibu post
partum dengan inisiasi menyusu dini cepat sebanyak 31 orang (83,8%) dan yang melakukan inisiasi menyusu dini
lambat sebanyak 6 orang (16,2%)
5,0.5,0)96,1()140.(0,05
5,0.5,0.1,9640. n
22
2
qPZaNd
qP
..1.
..N.Za n
22
2
53,8416.0,20,0025.39
0,2540.3,8416. n
0,96040,0975
38,416 n
37 n
36,3 n
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
IMD
Kontraksi Uterus Total
Lembek Keras
∑ % ∑ % ∑ %
IMD Lambat 2 33,3 4 66,7 6 100
IMD Cepat 0 0 31 100 31 100
Total 2 5,4 35 94,6 37 100
Kontraksi Uterus
Involusi Uteri Total
Lambat Cepat
∑ % ∑ % ∑ %
Lembek 1 50 1 50 2 100
Keras 0 0 35 100 35 100
Total 1 2,7 36 97,3 37 100
2
5.4%
35
94.6%
Kontraksi uterus lembek
Kontraksi uterus keras
1
2.7%
36
97.3%
Involusi uteri lambat
Involusi uteri cepat
2. Data Ibu Post Partum tentang Kontraksi Uterus
Diagram 2. Distribusi frekuensi ibu post partum
berdasarkan kontraksi uterus di BPS
An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni
sampai 25 Agustus 2009.
Dari diagram dapat diketahui bahwa antara ibu post
partum dengan kontraksi uterus keras sebanyak 35
orang (94,6%) dan ibu post partum dengan kontraksi uterus lembek sebanyak 2 orang (5,4%).
3. Data Ibu Post Partum tentang Involusi Uteri
Diagram 3. Distribusi frekuensi ibu post partum berdasarkan involusi uteri di BPS
An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni
sampai 25 Agustus 2009.
Dari diagram didapatkan bahwa sebanyak 36 orang (97,3%) dengan involusi uteri cepat sedangkan yang
mengalami involusi uteri lambat sebanyak 1 orang
(2,7%).
Tabel.1 Distribusi inisiasi menyusu dini dengan
kontraksi uterus pada ibu post partum
di BPS An-Nur Pamekasan pada tanggal
15 Juni sampai 25 Agustus 2009
Dari tabel di dapatkan bahwa ibu post partum yang melakukan inisiasi menyusu dini cepat dengan kontraksi
uterus keras sebanyak 100% Sedangkan dari ibu post
partum yang melakukan inisiasi menyusu dini lambat
dengan kontraksi uterus keras sebanyak 66,7% dan yang
kontraksi uterusnya lembek sebanyak 33,3%. Data ibu post partum tentang kontraksi uterus
dengan involusi uteri
Tabel.2 Distribusi kontraksi uterus dengan involusi
uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan pada tanggal 15 Juni sampai 25
Agustus 2009
Dari tabel di dapatkan bahwa ibu post partum yang
kontraksi uterusnya keras sebanyak 100% dengan involusi uteri cepat. Sedangkan ibu post partum yang kontraksi
uterusnya lembek sebesar 50% dengan involusi uteri cepat
dan yang involusi uterinya lambat sebanyak 50%.
Hubungan Antara Inisiasi Menyusu Dini Dengan
Kontraksi Uterus
Oleh karena syarat uji Chi Square belum terpenuhi
yaitu ada harga expected < 5, maka uji statistik yang dipilih adalah Fisher’s Exact Test. Dengan α = 0,05
didapatkan nilai p = 0,023 dan p < α, dengan demikian H0
ditolak yang berarti semakin cepat melakukan inisiasi
menyusu dini maka semakin keras kontraksi uterus.
Hubungan Antara Kontraksi Uterus Dengan Involusi
Uteri
Oleh karena syarat uji Chi Square belum terpenuhi
yaitu ada harga expected < 5, maka uji statistik yang dipilih adalah Fisher’s Exact Test. Dengan α = 0,05
didapatkan nilai p = 0,054 dan p > α, dengan demikian H0
diterima yang berarti bahwa kontraksi uterus tersebut
bukan satu-satunya penyebab terjadinya percepatan
involusi uteri. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
Inisiasi Menyusu Dini
Berdasarkan diagram 1 dari 37 ibu post partum,
sebanyak 31 ibu post partum (83,8%) dengan inisiasi
menyusu dini cepat dan yang melakukan inisiasi
menyusu dini lebih lambat sebanyak 6 ibu post partum (16,2%). Data tersebut menunjukkan bahwa ibu post
partum yang inisiasi menyusu dini cepat dengan waktu
antara 2 menit sampai 1 jam lebih banyak dari pada ibu
post partum yang inisiasi menyusu dini lebih lambat
yaitu dengan waktu lebih dari 1 jam. Menurut Purwanti (2004) Menyusui segera setelah bayi lahir merupakan
penentu untuk keberhasilan penerapan ASI eksklusif.
Sebelum setengah jam pertama, bayi harus disusukan
kepada ibunya. Aktivitas ini untuk merangsang hipofise
agar tetap mempertahankan hormon prolaktin sebelum hormon ini turun kadarnya dalam peredaran darah.
Segera setelah lahir, ia menangis, dengan menangis
membuat sistem pernafasan, peredaran darah,
perkemihan, pencernaan dan saraf mulai berfungsi
secara normal sehingga mampu beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. Bayi akan beradaptasi dengan
lingkungan selama setengah jam sampai satu jam
kemudian bayi akan tidur selama dua jam. Bayi akan
terbangun lagi kira-kira lima belas menit sampai
setengah jam dan bayi akan tidur lagi. Oleh karena itu penting untuk segera menyusukan bayi kepada ibu
sebelum setengah jam setelah persalinan untuk
menghindari bayi masuk jam tidur. Jika demikian bayi
akan malas bahkan tidak mau menghisap puting susu
ibu selama jam tidurnya. Bila ini terjadi, upaya merangsang pengeluaran ASI akan sangat terlambat dan
membuat produksi ASI tertekan.
Responden lebih dominan berhasil menerapkan
inisiasi menyusu dini lebih cepat dikarenakan setiap ibu
yang melakukan ANC mendapat penyuluhan yang diperlukan sesuai trimester. Pada trimester III ibu
diberikan penyuluhan tentang pentingnya menerapkan
inisiasi menyusu dini. Dengan adanya penyuluhan, ibu
akan termotivasi untuk menerapkan inisiasi menyusu
dini pada saat persalinan. Menurut Notoatmodjo yang dikutip dari Rodgers 1974 bahwa subyek mulai
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Selain itu, perilaku seseorang juga dipengaruhi
oleh umur. Menurut Nursalam (2001) mengutip pendapat Hunlock bahwa semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir. Hal ini sesuai dengan umur ibu post
partum yang banyak berumur 20-35 tahun bahwa
dengan usia dewasa lebih mudah menerima informasi dan lebih matang dalam menerapkan inisiasi menyusu
dini.
Kontraksi Uterus
Berdasarkan diagran 2 dapat diketahui bahwa
sebanyak 35 ibu post partum (94,6%) kontraksi
uterusnya keras dan yang mengalami kontraksi
uterusnya lembek sebanyak 2 ibu post partum (5,4%).
Dari data tersebut didapatkan lebih banyak ibu post
partum yang kontraksi uterusnya keras dari pada responden yang kontraksi uterusnya lembek.
Menurut Mochtar 1998, setelah bayi lahir uterus
yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi
akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh
darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot yang
membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat
tertutup sempurna. Sedangkan menurut Syaifuddin 2001,
pada kala empat normal fundus uteri berkontraksi teraba
keras sehingga mudah dilakukan perabaan dan berada dibawah pusat. Masase fundus juga perlu untuk
menumbuhkan kontraksi.
Responden lebih dominan dengan kontraksi
uterusnya keras dikarenakan setiap ibu yang bersalin
diajari cara melakukan masase fundus agar kontraksi uterus tetap keras. Selain itu, kontraksi uterus yang keras
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya yaitu
faktor hormonal seperti esterogen yang konsistensinya
akan meningkat pada saat persalinan. Disamping itu juga
dipengaruhi oleh hormon oksitosin, oksitosin dihasilkan oleh hipofisis ibu dan janin, suntikan oksitosin juga
diberikan pada ibu setelah pemotongan tali pusat sehingga
kontraksi uterus menjadi semakin keras, yang ditandai
dengan perasaan mulas pada ibu dan kadang perasaan
mulas tersebut juga mengganggu yang biasanya berlangsung 2 – 3 hari post partum. Hal ini banyak
dialami pada ibu post partum dengan multipara
dibandingkan pada ibu post partum dengan primipara.
Involusi Uteri
Berdasarkan diagram 3 dapat diketahui bahwa
sebanyak 36 ibu post partum (97,3%) dengan involusi
uterinya cepat dan yang mengalami involusi uterinya
lambat sebanyak 1 ibu post partum (2,7%). Dari data tersebut didapatkan lebih banyak ibu post partum yang
involusi uterinya cepat dari pada ibu post partum yang
involusi uterinya lambat.
Menurut Rustam (1998) Involusio uterus adalah
secara berangsur-angsur uterus menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Sehingga proses
involusio uteri sangat penting untuk mempercepat
pengecilan rahim dan tidak terjadi tanda-tanda bahaya
post partum.
Ibu post partum lebih dominan dengan involusi uterusnya cepat dikarenakan ibu sangat kooperatif pada
saat persalinan sehingga tanda-tanda bahaya nifas tidak
terjadi. Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap
percepatan involusi uteri yaitu dipengaruhi oleh faktor
usia ibu post partum. Ibu post partum sebagian besar dengan usia antara 20 – 35 tahun. Pada usia tersebut ibu
yang mengalami involusi uteri cepat lebih banyak karena
usia tersebut merupakan usia yang baik untuk
bereproduksi. Disamping faktor usia, involusi uteri yang
cepat juga dipengaruhi oleh paritas atau jumlah anak, meskipun jumlah anak ibu lebih banyak yang lebih dari 1,
tetapi jarak kehamilan dan persalinan bukan termasuk
golongan resiko tinggi. Sehingga ibu post partum tetap
mengalami involusi uteri yang lebih cepat. Dan involusi
uteri juga dipengaruhi oleh tenaga kesehatan yang membantu ibu tersebut saat bersalin dengan asuhan
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
sayang ibu. Ibu yang normal saat persalinan tanpa adanya sisa plasenta yang menyebabkan perdarahan
post partum merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi involusi uteri cepat.
Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Kontraksi Uterus
Berdasarkan tabel 1 ibu post partum dengan
inisiasi menyusu dini cepat dan kontraksi uterusnya
keras terdapat 31 ibu post partum (100%). Hal ini dikarenakan pengetahuan ibu akan pentingnya
menerapkan inisiasi menyusu dini yang disampaikan
oleh bidan saat memberikan penyuluhan selama hamil,
serta adanya dukungan dari keluarga terutama suami
sehingga ibu mau menerapkan inisiasi menyusu dini. Menurut Roesli (2000) ayah merupakan bagian yang
vital dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui.
Ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam
keberhasilan menyusui karena ayah akan turut
menentukan kelancaran reflek pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan
ibu. Selain itu menurut Purwanti (2004) dengan
memberikan ASI dalam waktu kurang dari setengah
jam pasca persalinan bayi mendapat terapi psikologis
berupa ketenangan dan kepuasan. Pelukan ibu membuat bayi mendapatkan rasa aman dan nyaman seperti di
dalam rahim ibu. Dengan isapan bayi yang benar,
oksitosin akan keluar lebih banyak sehingga rahim akan
terus berkontraksi. Dengan demikian perdarahan post
partum dapat dicegah yang dapat mengurangi angka anemi pada ibu post partum. Sedangkan ibu post
partum dengan inisiasi menyusu dini lambat tetapi
kontraksi uterusnya keras terdapat 4 ibu post partum
(66,7%). Meskipun ibu dalam menerapkan inisiasi
menyusu dini lebih dari 1 jam tetapi ibu tetap bersabar sampai akhirnya bayi bisa menemukan puting ibu
sendiri, karena ibu ingin menerapkan ASI eksklusif
pada bayinya. Menurut Roesli (2008) inisiasi menyusu
dini dapat melatih dan membiasakan bayi menghisap
payudara ibu yang nantinya berperan penting dalam mewujudkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama dan berlanjut dengan
pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun. Inisiasi
menyusu dini juga membantu bayi mendapatkan
kolostrum, sesuatu yang dibutuhkan dalam menyongsong kehidupan dunia. ibu post partum dengan
inisiasi menyusu dini lambat dan kontraksi uterusnya
lembek terdapat 2 ibu post partum (33,3%). Hal ini
karena bayi memerlukan waktu untuk menyesuaikan
dengan lingkungan luar dalam mencari dan merambat untuk menemukan puting susu ibunya, serta proses
persalinan yang berat yaitu persalinan lama. Meskipun
pada proses persalinan lama ibu tetap mencoba
menerapkan inisiasi menyusui dini, meskipun pada
kenyataannya kontraksi yang dialami ibu masih lembek.
Berdasarkan analisis tabulasi silang bahwa
semakin cepat melakukan inisiasi menyusu dini maka
kontraksi uterus semakin keras. Sedangkan berdasarkan
hasil Uji Fisher’s Exact Test diperoleh hasil p = 0,023 α = 0,05 dan p < α, dengan demikian H0 ditolak yang
berarti ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post partum. Hal ini sesuai teori
yang dikemukakan pada manajemen laktasi (Depkes,
2001) bahwa dengan menyusui merangsang reflek let-
down atau reflek oxitosin yang memperlancar otot rahim.
Dengan menerapkan inisiasi menyusu dini maka isapan bayi pada puting susu ibu terjadi secara dini pula.
Dengan adanya isapan bayi, puting akan terangsang dan
rangsangan ini oleh saraf diteruskan ke otak, selanjutnya
otak memerintahkan kelenjar hypofise bagian belakang
untuk mengeluarkan oksitosin. Hormon ini akan mempengaruhi otot-otot pada buah dada dan uterus
sehingga uterus berkontraksi lebih baik (Ibrahim, 1996).
Penyebab dari adanya hubungan antara inisiasi
menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post
partum di BPS An-Nur Pamekasan dikarenakan beberapa faktor yaitu faktor dari ibu sendiri. Kebanyak ibu sangat
ingin menyusui bayinya sesaat setelah melahirkan dengan
menerapkan inisiasi menyusu dini, ibu yang berhasil
menerapkan inisiasi menyusu dini lebih cepat akan segera
terjalin sentuhan kulit dengan kulit antara ibu dan janin. Sehingga mampu menghadirkan efek psikologis yang
dalam di antara ibu dan bayi, sehingga atas isapan bayi
pada puting ibu tersebut tanpa disadari ibu akan
merasakan nyeri atau kontraksi di daerah uterus. Karena
pengaruh oksitosin yang meningkat terhadap uterus.
Hubungan Kontraksi Uterus dengan Involusi Uteri
Berdasarkan tabel 2 ibu post partum dengan
kontraksi uterus keras dan involusi uterinya cepat terdapat 35 ibu post partum (100%). Hal ini dipengaruhi oleh usia
ibu yang kebanyakan berusia antara 20-35 tahun, karena
pada usia tersebut merupakan usia reproduksi.
Menurut Prawirohardjo 2007 bahwa Setelah ada
persalinan pengaruh dari esterogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon
hipofise kembali, antara lain prolaktin. Payudara yang
telah dipersiapkan pada masa kehamilan terpengaruhi
dengan akibat kelenjarnya berisi air susu. Dan Menurut
Ibrahim 1996, dengan isapan bayi, puting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf diteruskan ke otak kemudian
otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian belakang
mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot
polos sehingga berkontraksi lebih baik lagi. Dengan
demikian involusi uterus lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancar.
Sedangkan ibu post partum yang mengalami
kontraksi uterus lembek dengan involusi uteri cepat
sebanyak 1 ibu post partum (50%) dan ibu post partum
yang mengalami kontraksi uterus lembek dengan involusi uteri lambat sebanyak 1 ibu post partum (50%). Hal ini
dipengaruhi oleh usia yang lebih dari 35 tahun dan paritas
yang lebih dari 1 dengan jarak anak yang kurang dari 2
tahun. Menurut Sweet 1999, ibu yang usianya lebih tua
banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan terjadi perubahan metabolisme yaitu terjadi
peningkatan jumlah lemak, penurunan otot dan penurunan
penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat.
Dengan adanya penurunan regangan otot akan
mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang lebih baik. Involusi uterus terjadi karena proses
autolisis, dimana zat protein dinding rahim pecah,
diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing.
Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan
penyerapan protein pada proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. Selain itu juga
adanya penurunan regangan otot dan peran jumlah
lemak akan menjadi semakin lambat proses involusi
uterus.
Sedangkan menurut Reeder 1997, paritas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu
sering terenggang maka elastisitas akan berkurang.
Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan
semula setelah terenggang memerlukan waktu yang
lama. Sedangkan menurut Sweet 1998, Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca salin, dan biasanya ibu yang
paritasnya tinggi proses involusinya menjadi lebih
lambat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan uterusnya,
karena makin sering hamil uterus yang sering
mengalami regangan. Berdasarkan analisis tabulasi silang bahwa
semakin keras kontraksi uterus maka semakin cepat
involusi uteri, namun semakin lembek kontraksi uterus
maka involusi uteri tidak menunjukkan semakin
lambatnya involusi uteri. Hal ini ditunjang dengan hasil Uji Fisher’s Exact Test dengan α = 0,05 didapatkan
nilai p = 0,054 dan p > α, maka H0 diterima yang berarti
bahwa tidak ada hubungan antara kontraksi uterus
dengan involusi uteri pada ibu post partum. Hal ini
bahwa kontraksi itu bukan satu – satunya penyebab terjadinya percepatan involusi uteri.
Penyebab dari tidak adanya hubungan antara
kontraksi uterus dengan involusi uteri bisa disebabkan
oleh faktor – faktor lain. Faktor tersebut antara lain
faktor usia, ada beberapa ibu yang usianya lebih dari 35 tahun. Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi
oleh penuaan. Pada proses penuaan tersebut terjadi
perubahan metabolisme yang salah satunya terjadinya
penurunan otot. Hal tersebut akan mempengaruhi
pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan ibu
yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang
lebih baik. Faktor lain yang berpengaruh yaitu paritas
atau jumlah anak. Ada beberapa orang dengan paritas
lebih dari 1. Hal ini mempengaruhi otot – otot yang terlalu sering teregang maka elastisitas akan berkurang.
Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan
semula membutuhkan waktu yang lama. Hal ini
dipengaruhi oleh keadaan uterus ibu, karena semakin
sering meregang (hamil) uterus juga akan mengalami regangan.
Kesimpulan dan Saran Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada 37 ibu post partum dapat
disimpulkan sebagai berikut :
i. Ibu post partum sebagian besar melakukan inisiasi
menyusu dini cepat sebanyak 31 orang
(83,8%).
ii. ibu post partum sebagian besar mengalami kontraksi uterus keras sebanyak 35 orang (94,6%).
iii. ibu post partum sebagian besar mengalami
involusi uteri cepat sebanyak 36 orang (97,3%).
iv. Berdasarkan analisis tabulasi silang sebanyak 31
ibu post partum (100%) melakukan inisiasi menyusu dini cepat dengan kontraksi uterus keras
yang berarti bahwa semakin cepat melakukan
inisiasi menyusu dini maka kontraksi uterus
semakin keras. Sedangkan berdasarkan hasil uji
Fisher’s Exact Test bahwa ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uteri pada
ibu post partum.
v. Berdasarkan analisis tabulasi silang sebanyak 35
ibu post partum (100%) yang mengalami kontraksi
uterus keras dengan involusi uteri cepat yang berarti bahwa semakin keras kontraksi uterus
involusi uteri akan semakin cepat kembali, namun
semakin lembek kontraksi uterus maka involusi
uteri tidak menunjukkan semakin lambatnya
involusi uteri. Hal ini ditunjang dengan hasil uji Fisher’s Exact Test bahwa tidak ada hubungan
antara kontraksi uterus deangan involusi uteri pada
ibu post partum.
Saran Bagi Profesi Bidan
1. Bidan diharapkan dapat memberikan penyuluhan
mengenai pentingnya inisiasi menyusui dini pada
saat ibu hamil melakukan ANC, sehingga ibu
mengerti dan memahami tentang manfaat inisiasi menyusu dini.
2. Bidan diharapkan dapat menerapkan inisiasi
menyusu dini pada saat persalinan.
Bagi Masyarakat
1. Ibu hamil pada saat ANC diharapkan meminta penjelasan pada bidan mengenai bagaimana
memberikan ASI sedini mungkin dan cara penerapan
ASI eksklusif.
2. Khususnya bagi ibu bersalin meminta pada bidan
saat proses persalinan menerapkan inisiasi menyusu dini
DAFTAR PUSTAKA
1. Listyani, Ningsih. 2008. Mengenal Organ Reproduksi Wanita, www.google.com
2. Hariyanto, 2002. Susunan Organ Reproduksi
Kewanitaan, www.google.com
3. Administrator, 2008. Syarat Mendapatkan Manfaat,
www.google.com 4. Admojo, 2008. Bagian-bagian Dalam Pada Wanita,
www.google.com
5. Ambarwati, dkk, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas,
Jogjakarta : Mitra Cendikia Press
6. Reeder, Js. 1997. Maternity Nursing, Eighteenth Edition, New York : Lippincoth Philadelphia
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
PENDAHULUAN
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM ( GAKY ) ( Studi di Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang )
ANALYSIS OF FACTORS RELATED TO THE INCIDENT
DISRUPTION DUE TO LACK IODIZED
(GAKY) (Studies in the Village District True Camplong Sampang District)
(1)Moch.Choirin
(1)Dosen STIKES Insan Se Agung
ABSTRAK
Salah satu dari empat masalah gizi di Indonesia adalah Defisiensi Yodium. Kekurangan Yodium adalah
sekelompok symptons yang terjadi karena kekurangan unsur yodium secara terus menerus dan dalam waktu yang lama.
Iodine juga dibutuhkan oleh semua orang, terutama pada pertumbuhan janin, bayi dan teanager. Kekurangan Yodium akan menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu dan kecerdasan yang rendah sehingga kualitas sumber daya manusia
menjadi lebih buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor whici berhubungan dengan Kekurangan
Yodium di Desa Sejat Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Desa Sejati, Kecamatan Camplong Kabupaten
Sampang).
Ini adalah kasus kontrol penelitian survei analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasi adalah ibu-ibu yang anak-anaknya menderita Defisiensi Yodium (70 kasus) dan orang-orang yang anaknya tidak menderita Defisiensi
Yodium sebagai kelompok kontrol (70). Mereka akan diambil secara stratified random sampling proporsional.
pengumpulan data dalam bentuk questinaire, wawancara, observasi dan pengujian garam. Analisis data dilakukan uji
statistik regresi logistik.
Berdasarkan hasil penelitian 0,05, dapat conluded bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan dan makanan goitrogonic dikonsumsi oleh keluarga kelompok kasus dan kelompok kontrol. 94,3% keluarga tidak
memiliki pengetahuan tentang garam beryodium yang terkait dengan Yodium Kekurangan, sikap setuju 52,85%, dan
87,85 tindakan keluarga adalah kesalahan dalam menyimpan dan menggunakan garam yodium dan 53,6 keluarga
jarang mengkonsumsi zat goitronic. 68,2 orang-orang penting tidak memiliki pengetahuan tentang garam beryodium
yang terkait dengan Kekurangan Yodium. Sikap 90,9% orang Penting setuju, penjual garam 70% tidak memiliki pengetahuan tentang garam yodium 70% setuju untuk yodium garam. 51,42% keluarga di Desa Sejati mengkonsumsi
garam yodium sehari-hari. garam yodium 77,77% yang di Desa Sejati cukup baik dalam kualitas.
Saran: kesehatan Continuous advokasi dan penyuluhan tentang garam beryodium perlu ditingkatkan sehingga dapat
menurunkan prevalance Kekurangan Yodium di Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Desa Sejati,
KecamatanCamplongKabupatenSampang).
Kata Kunci: Faktor, Defisiensi Yodium kejadian. ABSTRACT
One of the four nutritional problems in Indonesia is Iodine Deficiency. Iodine Deficiency is a group of
symptons which occur because of lack of Iodine elements continuously and in a long period. Iodine is needed by
everyone, especially during the growth of fetus, baby and teanager. Iodine Deficiency will cause the physical growth
disturbed and intelligence low so human resource qualities become worse. This research is aimed at analyzing the
factors whici are related to Iodine Deficiency in Desa Sejat Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Sejati Village, Camplong Sub District Sampang Regency).
This is a survey analytic case control research with retrospective approach. The population are the mothers
whose children suffer from Iodine Deficiency (70 cases) and the ones whose children do not suffer from Iodine
Deficiency as a control group (70). They are taken in propositional stratified random sampling. Data collection is in
the forms of questinaire, interviews, observations and salt testing. Data analysis is done in the test of logistic regression statistics.
Based on the result of research 0.05, it can be conluded that there is no correlation between knowledge,
attitudes, acts and goitrogonic food consumed by the family of case group and that of control group. 94.3 % of the
families do not have knowledge on Iodine salts related to Iodine Deficiency, attitudes 52.85 % agrees, and acts 87.85
of families are mistakes in storing and using Iodine salts and 53.6 of families seldom consume goitronic zat. 68.2 important people do not have knowledge on Iodine salts related to Iodine Deficiency . Attitudes 90.9 % Important
people agree, 70% salt sellers do not have knowledge on Iodine salts 70% agree to Iodine salts. 51.42 % families in
Desa Sejati consume Iodine salts everyday. 77.77% Iodine salts which are in Desa Sejati are good enough in quality.
Suggestion: Continuous health advocating and conselling on Iodine salts need to be increased so that it can
decrease Iodine Deficiency prevalance in Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Sejati Village, Camplong Sub District Sampang Regency).
Key Words: Factors, Iodine Deficiency occurances.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
Latar Belakang
Tujuan Pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal serta berupaya untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh sebab itu
sebagai sasaran pembangunan masyarakat berhak
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Salah satu masalah kesehatan yang sampai
saat ini diprioritaskan oleh pemerintah adalah masalah pangan dan gizi, mengingat masalah pangan dan gizi
merupakan hal yang bersifat kompleks dan menyentuh
kebutuhan dasar serta menyangkut hak asasi manusia
sehingga memerlukan perhatian yang serius
penanganannya. Di Indonesia dan negara berkembang lainnya masalah gizi utama didominasi oleh masalah
Kurang Energi Protein (KEP), Anemi Gizi Besi (AGB),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan
Kurang Vitamin A (KVA). Status gizi masyarakat dapat
diamati dari prevalensi keempat masalah penting tersebut (Supariasa, 2001). GAKY merupakan masalah
yang serius mengingat dampak secara langsung maupun
tidak langsung sangat mempengaruhi kelangsungan
hidup dan kualitas sumber daya manusia yang
mencakup, aspek perkembangan kecerdasan, aspek perkembangan sosial, dan aspek perkembangan
ekonomi. Perkembangan selanjutnya istilah defisiensi
yodium yang dahulu diidentikkan dengan Gondok
Endemik dan Kretin diganti dengan istilah GAKY
(Djokomoeljanto, 1996).Dampak GAKY akan menghambat tujuan pembangunan nasional karena
berkaitan dengan penurunan kualitas sumber daya
manusia. Berdasarkan data UNDP tahun 2007 Human
Development Index (HDI) Indonesia berada pada urutan
108 dari 177 negara, termasuk pada negara dengan level medium Human Development Index. Dampak negatif
dari GAKY terhadap kelangsungan hidup manusia
dapat terjadi mulai dari dalam kandungan hingga pada
orang dewasa, jika dampak ini terjadi sejak masih
dalam kandungan maka akan berisiko antara lain terjadinya keguguran (abortus), lahir mati, cacat
bawaan,. Untuk mencegah hal itu terjadi maka upaya
pendidikan kesehatan mengenai masalah GAKY serta
pemberian keterampilan tentang cara untuk menguji
kualitas garam beryodium yang benar dapat dilakukan sedini mungkin antara lain pada kelompok Wanita Usia
Subur (WUS). Wanita Usia Subur (WUS) adalah salah
satu kelompok yang menjadi sasaran dalam upaya
penanggulangan masalah GAKY. WUS mempunyai
peranan penting dalam mempersiapkan calon generasi penerus yang berkualitas baik, oleh karena itu upaya
penanggulangan GAKY sebaiknya dilakukan pada
tahap ini sebelum WUS tersebut merencanakan
kehamilan atau memasuki tahap rumah tangga baru.
Upaya pencegahan GAKY pada kelompok WUS bertujuan untuk mencegah terjadinya defisiensi yodium
yang akan mengakibatkan masalah pada tumbuh
kembang WUS tersebut, juga untuk mencegah
timbulnya akibat yang merugikan khususnya kelahiran
bayi kretin.
Hasil pemetaan GAKY nasional pada tahun 1998 prevalensi gondok di Jawa Timur cukup tinggi, dari
37 kabupaten / kota yang ada semuanya termasuk daerah
endemik gondok, meskipun termasuk endemik ringan dan
sedang. Demikian juga hasil survei GAKY tahun 1999 di
Kabupaten Sampang menunjukkan bahwa dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Sampang prevalensi
TGR bervariasi dari yang terendah 1,6 % di Kecamatan
Sreseh sampai yang tertinggi 25,5 % di Kecamatan
Robatal. Namun setelah berselang 5 tahun terjadi suatu
perubahan yang cukup memprihatinkan, hal ini dapat dilihat hasil tahun 2004 menunjukkan bahwa rata – rata
prevalensi TGR kabupaten Sampang termasuk endemik
berat (32,1 % )
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
penanganan terhadap masalah ini agar dampak yang akan ditimbulkan tidak menjadi lebih parah lagi. Secara
geografis Kabupaten Sampang khususnya wilayah selatan
dan utara termasuk daerah pantai yang banyak
menghasilkan aneka ragam hasil laut yang seharusnya
kaya dengan kandungan yodium, Bahkan di wilayah selatan yakni di desa Sejati Kecamatan Camplong, selain
penduduknya banyak yang menjadi nelayan di desa
tersebut juga terdapat gudang dan pabrik garam, namun
data yang ada menunjukkan bahwa desa Sejati termasuk
daerah endemik berat dengan prevalensi TGR 36,7 %. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di Desa Sejati Kecamatan
Camplong Kabupaten Sampang.
Dari hasil Skrining yang dilakukan terhadap siswa kelas 2
sampai kelas 6 SDN dan Madrasah Ibtidaiyah Desa Sejati tanggal 3 sampai 10 Nopember 2007 terhadap 438 siswa
yang diperiksa terdapat 102 anak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid ( TGR 23,28 % ).
Batasan Masalah
Masalah penelitian dibatasi pada ” Analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY di Desa Sejati
Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang “
Tujuan umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah
menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY di kecamatan Camplong Kab.Sampang.
Tujuan khusus :
1. Menganalisis hubungan pengetahuan keluarga
tentang garam yodium dengan kejadian gaky
2. Menganalisis hubungan sikap keluarga tentang garam yodium dengan kejadian gaky
3. Menganalisis hubungan pola konsumsi garam
dalam keluarga dengan kejadian gaky
4. Menganalisis hubungan bahan makanan mengandung
zat goitrogenik yang sering dikonsumsi keluarga dengan kejadian gaky
5. Mendiskripsikan pengetahuan dan sikap penjual
garam tentang garam yodium dan gaky
6. Mendiskripsikan pengetahuan dan sikap tokoh
masyarakat tentang garam yodium dan gaky 7. Mendiskripsikan alur peredaran garam beryodium
sampai ke masyarakat
8. Mendiskripsikan kualitas garam yodium yang
beredar
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Termasuk penelitian dengan metode survei
analitik, Berdasarkan jenis pendekatannya termasuk
survey case Kontrol (retrospective). 2. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 1) ibu yang
anaknya menderita gaky yang berjumlah 102 anak. 2)
ibu yang anaknya tidak menderita gaky (sebagai
Kontrol) yang ada di Desa Sejati 3. Sampel dan besar sampel
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus :
2*
2
*
1
2*
2
*
2
*
1
*
11
*
2
*
22/1 )1()1()1(2
PP
PPPPZPPZn
2
2
)5,02328,0(
)5,0)(5,0()7672,0)(2328,0(28,13859,1n
2
2
2672,0
8379,03859,1
22672,0
93555,4
= 69,265
= 70
4. Teknik sampling Cara pengambilan sampel menggunakan probability /
acak dalam bentuk proporsional stratified random
sampling .
5. Variabel penelitian
a. Variabel bebas terdiri : 1) Pengetahuan keluarga / ibu
2) Sikap keluarga
3) Pola konsumsi garam
4) Konsumsi Zat goitrogenik
5) Pengetahuan tokoh masyarakat 6) Sikap tokoh masyarakat
7) Pengetahuan penjual garam
8) sikap penjual garam
9) Alur peredaran garam
10) Kualitas garam b. Variabel tergantung : Kejadian gaky
6. Prosedur pengambilan dan pengumpulan data
1) Untuk memperoleh gambaran pengetahuan , sikap
dan tidakan keluarga dalam penggunaan garam
beryodium serta makanan yang mengandung zat goitrogenik , dilakukan observasi, wawancara dan
penyebaran kuesioner terhadap ibu ibu rumah tangga
2) Untuk memperoleh gambaran pengetahuan dan
sikap tokoh masyarakat berkaitan dengan garam
beryodium dan kejadian gaky,dilakukan wawancara
dan pengisian kuesioner terhadap 10 tokoh informal dan 10 tokoh formal
3) Untuk memperoleh gambaran distribusi garam yodium
di tingkat penjual / warung di desa, dilakukan wawancara
terhadap seluruh warung / penjual garam yang ada di desa
Sejati. 4) Untuk mengetahui mutu garam yang ada dilakukan test
garam yang dikonsumsi keluarga di rumah
7. Analisis Data
Dengan menggunakan tabel distribusi silang dilanjutkan
dengan uji statistik Regresi logistik menggunakan program komputer SPSS 11.5 for Windows, dengan
ketentuan H1 diterima jika p hitung lebih kecil dari 0,05
%
8. Lokasi dan waktu penelitian .
a. Lokasi penelitian : penelitian dilaksanakan di Desa Sejati wilayah kerja Puskesmas camplong
kecamatan Camplong, Kab.Sampang
b. Waktu penelitian : penelitian dilaksanakan selama
1 bulan yaitu mulai bulan Pebruari 2008 sampai Maret
2008
Hasil Penelitian
1.Data pengetahuan responden
Tabel 3 Tabulasi silang antara pengetahuan responden
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
FAKTO R- FAKTO R YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN DINI
PADA REMAJA DI DESA BATANG-BATANG DAYA
KABUPATEN SUMENEP
(1) Eva Widhiana, (2) A’im Matun Nadhiroh (1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya
(2) Dosen STIKES Insan Unggul Surabaya
ABSTRAK
Indonesia masih banyak yang berpandangan bahwa lebih baik menikah muda, kemudian menjadi janda dari pada terlambat menikah, apabila seorang wanita terlambat menikah, hal itu merupakan suatu keadaan yang belum
diterima secara baik oleh anggota Masyarakat. Angka pernikahan usia dini di Pulau Garam (Madura) tergolong tinggi.
Berdasarkan data yang di dapat dari berbagai Kabupaten di Jawa Timur pernikahan usia dini terbanyak di Madura
sebanyak 23,2 % bahkan hampir merata di empat Kabupaten seperti Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan.
Pernikahan dini sering disebabkan oleh faktor sosial budaya dan pendidikan yang dikarenakan faktor ekonomi relatif rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja di Desa
Batang – batang Daya Kabupaten Sumenep (1)
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi
penelitian adalah remaja usia 17-21 tahun sebanyak 122 orang dengan besar sampel yang digunakan adalah 93
responden, teknik pengambilan sampelnya yaitu Simple Random Sampling. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik Ganda dengan taraf signifikasi 0,05
Dari hasil penelitian berdasarkan distribusi frekuensi didapatkan mayoritas usia remaja 17-18 tahun
sebanyak 55 orang (59,1%), mayorits pekerjaan orang tua wiraswasta sebanyak 69 orang (74,2%), pendidikan kurang
mayoritas sebanyak 59 responden (63,4%), sosial budaya yang mendukung mayoritas sebanyak 68 orang (73,1%),
sosial ekonomi kurang mayoritas sebanyak 66 (70,9%), pengetahuan kurang mayoritas sebanyak 65 orang (69,9%) dan yang melakukan pernikahan dini mayoritas sebanyak 62 orang (66,7%). Dari hasil uji Regresi Logistik Ganda
didapatkan hasil P<α maka H0 di tolak berarti ada pengaruh faktor pendidikan, sosial budaya terhadap pernikahan dini
pada remaja dan P>α maka H0 diterima berarti tidak ada pengaruh sosial ekonomi, pengetahuan terhadap pernikahan
dini pada remaja.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa ada pengaruh faktor pendidikan, sosial budaya, sosial ekonomi, pengetahuan terhadap pernikahan dini pada remaja di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.
Sebagai tenaga kesehatan kita dapat memberikan penyuluhan kepada keluarga dan remaja tentang pernikahan dini,
dampak pernikahan dini dari segi kesehatan reproduksi dan segi psikologi. Upaya penyelesaian berupa solusi tentunya
harus ada pendekatan antara tenaga kesehatan dan keluarga agar hasilnya dapat maksimal.
Kata Kunci : Pendidikan, Sosial Budaya, Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Pernikahan Dini.
ABSTRACT
Indonesia still many who believe that it is better to marry young, then became the widow of the late
marriage, late marriage when a woman, it is a situation that has not been well received by members of the Society. Figures for early marriage on the island of Salt (Madura) is high. Based on data obtained from various districts in East
Java early marriage ever as much as 23.2%, Madura, and even almost evenly in the four districts like Sumenep,
Pamekasan, Sampang and Bangkalan. Early marriage is often caused by socio-cultural and educational factors are
relatively low due to economic factors. The purpose of this study was to determine the factors that influence early marriage among adolescents in the village of Batang - Power trunk Sumenep
The design used in this study are cross sectional analytical approach. The study population is 17-21 year
olds as much as 122 people with a large sample used is 93 respondents, the sample loading technique that is Simple
Random Sampling. Data analysis using Multiple Logistic Regression test with significance level 0.05
From the results of research based on the frequency distribution is obtained the majority of adolescents aged 17-18 years as many as 55 people (59.1%), mayorits parents work as many as 69 people self-employed (74.2%), education is
less a majority of 59 respondents (63.4% ), social culture that supports the majority of as many as 68 people (73.1%),
social economics is less a majority of 66 (70.9%), knowledge about the majority of as many as 65 people (69.9%) and
who perform the majority of early marriages were 62 people (66.7%). From the Multiple Logistic Regression test
results found that the result P <α then reject H0 means no influence on educational factors, socio-culture of early marriage in adolescents and P> α then H0 accepted means no influence of socioeconomic, knowledge of early marriage
among adolescents.
Based on the analysis concluded that there is influence of educational factors, socio-cultural,
socioeconomic, knowledge of early marriage among adolescents in the village of Daya rods Sumenep. As health
workers we can provide counseling to families and adolescents about early marriage, early marriage impacts in terms of reproductive health and psychological aspects. Efforts completion of course there must be a solution approach between
health workers and family so the results can be maximized.
Keywords: Education, Social, Cultural, Social, Economic, Science, Early Marriage.
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
PENDAHULUAN Indonesia masih banyak yang berpandangan
bahwa lebih baik menikah muda, kemudian menjadi
janda dari pada terlambat menikah. Apabila seorang
wanita terlambat menikah, hal itu merupakan suatu
keadaan yang belum diterima secara baik oleh anggota masyarakat. Banyak di daerah pedesaan, pernikahan
sering kali dilakukan segera setelah anak perempuan
mandapat haid pertama. Padahal pernikahan usia muda
berarti mendorong remaja untuk melewati tahapan
tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental dan
sosial si pengantin (Walgito, 2004).
Pernikahan dini sering disebabkan oleh
pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan.
Sementara pernikahan dini banyak disebabkan oleh faktor sosial budaya dan kurangnya kesempatan
pendidikan yang dikarenakan faktor ekonomi relatif
rendah. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Jawa Timur
yang menjadi pemicu banyaknya warga Madura melakukan perkawinan diusia dini karena faktor
pendidikan. Kebanyakan mereka itu warga pedesaan
60% dari total jumlah penduduk Madura, dan yang
tertinggi di kabupaten Sumenep (Syarifuddin, 2009).
Pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan keadaan ekonomi yang kurang, faktor ekonomi
menjadi pendorong dilaksanakannnya pernikahan dini,
dengan melakukan pernikahan diharapkan status
ekonomi atau taraf hidup dapat terangkat menjadi lebih
baik serta kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Seharusnya pernikahan dini pada saat ini dihindari
mengingat dampak negatif dari pernikahan tersebut
yang tidak sedikit. Banyak pengalaman sosial
menyatakan bahwa banyak rumah tangga yang
bermasalah atau tidak dapat mendidik anak dengan baik karena ibu dan bapaknya masih belum cukup umur,
belum cukup umur disini berarti usia mereka dianggap
belum dewasa atau masih remaja (Kusumawati, 2005).
Pernikahan usia dini di bawah 15 tahun,
mempunyai risiko cukup tinggi bagi kesehatan perempuan, terutama pada saat hamil dan melahirkan.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah
Sakit Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa,
SpOG yang dikutip oleh Atriana mengatakan
perempuan yang menikah di usia dini memiliki banyak risiko, meskipun sudah mengalami menstruasi atau
haid. Rata-rata penderita infeksi kandungan dan kanker
mulut rahim adalah wanita yang menikah di usia dini
yaitu di bawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko
kebidanan hamil di bawah usia 19 tahun bisa berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahun ke
atas. Risiko lain hamil di usia muda juga rentan
terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan
premature di masa kehamilan. Secara psikis anak juga
belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan (Atriana, 2007) Tujaun penelitian ini untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini pada
remaja di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Remaja Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak (UU
No. 4/1979), menganggap semua orang di bawah usia 21
tahun dan belum menikah sebagai anak-anak. Oleh karena
itu, berhak mendapat perlakuan dan kemudahan-
kemudahan yang diperuntukkan bagi anak, misalnya; pendidikan, perlindungan dari orang tua, dan lain-lain
(Sarwono, 2006).
Remaja menurut WHO Tahun 1974 yang dikutip
oleh Sarwono (2006), memberikan definisi tentang remaja
yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan
sosial ekonomi.
Remaja atau istilah adolescence berasal dari kata
latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti
remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif demikian pula orang-orang
zaman purbakala, memandang masa puber dan masa
remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam
rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila
sudah mampu mengadakan reproduksi (Hurlock, 2002). Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa remaja (adolescence)
merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya
perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia
12 tahun atau 13-21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa,
maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja
berusaha untuk mencari identitas diri.
Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2002) adalah : 1) Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting
Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting,
namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Beberapa
periode yang lebih penting daripada beberapa periode
lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-
akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik
akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap
penting. Periode yang penting karena akibat fisik dan ada
lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama-sama penting.
2) Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah, dari
apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih
sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Apabila anak-anak beralih dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa, anak-anak harus “meninggalkan
segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan” dan juga
harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk
menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.
3) Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama
masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
dengan pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan perilaku juga menurun.
4) Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri,
namun masalah masa remaja sering menjadi masalah
yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu.
Pertama, sepanjang masa kanak-kanak sebagian
diselesaiakan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga
kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam
mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan
guru-guru.
5) Masa Remaja Sebagai Masa Mencari
Identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri
dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-
laki dan perempuan. Lambat laun mereka
mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan
menjadi sama dalam segala hal, seperti sebelumnya. 6) Masa Remaja Sebagai Usia Yang
Menimbulkan Ketakutan
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-
anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing
dan mengawasi kehidupan remaja muda yang takut
bertanggung jawab dan bersifat tidak simpatik terhadap
perilaku remaja yang normal.
7) Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca
berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan
sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya
sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temanya,
menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri
dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cira-
citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya
atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri.
8) Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan
stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan
bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah
cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa,
yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan
obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka
mengganggap bahwa perilaku ini akan memberikan
citra yang mereka inginkan.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian adalah keseluruhan dari
perencanaan untuk menjawab dan mengatasi beberapa
kesulitan yang kemungkinan timbul dalam penelitian. Desain penelitian yang digunakan yaitu penelitian
analitik dengan pendekatan “Cross Sectional” yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu
keadaan yang dikumpulkan secara sesaat untuk
mengetahui hubungan sebab dan akibat dari penelitian
(Nursalam, 2003).
Alat penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar
lebih mudah dan hasil lebih baik dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Nursalam, 2003).
Kriteria Sampling Kriteria inklusi adalah karakteristik umum penelitian dari
populasi target yang terjangkau yang akan di teliti
(nursalam, 2003). Untuk menentukan layak tidaknya
sampel yang akan diteliti maka ditentukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah sebagai berikut:
1. Remaja umur 17-21 tahun tahun di Desa Batang-
batang Daya Kabupaten Sumenep.
2. Remaja umur 17-21 tahun tahun yang bersedia
menjadi responden. 3. Remaja umur 17-21 tahun tahun yang bersedia
mengisi dan menandatangani formulir Informed
Consent
HASIL PENELITIAN
1. 1
1. Data umum
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Budaya di
Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009
Budaya Frekuensi Persentase
Mendukung
Tidak Mendukung
68
25
73,1
26,9
Total 93 100
2. Tabulasi pendidikan terhadap pernikahan dini
Tabel 2. Tabulasi silang Pendidikan terhadap
Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009
Pendidikan
Pernikahan Dini Jumlah
Ya Tidak
∑ % ∑ % ∑ %
Tinggi
Sedang
Rendah
0
10
52
0
29,4
88,1
0
24
7
0
70,6
11,9
0
34
59
100
100
100
Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010
JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN
Tabel 3. Tabulasi silang Pendidikan terhadap Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya
Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009
Pendidikan
Pernikahan Dini Jumlah
Ya Tidak
∑ % ∑ % ∑ %
Tinggi
Sedang Rendah
0
10 52
0
29,4 88,1
0
24 7
0
70,6 11,9
0
34 59
100
100 100
Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100
Tabel 4 Tabulasi silang Ekonomi terhadap
Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009
Ekonomi
Pernikahan Dini Jumlah
Ya Tidak
∑ % ∑ % ∑ %
Tinggi
Sedang Kurang
0
10 52
0
45,5 78,8
5
12 14
100
54,5 21,2
5
22 66
100
100 100
Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas
yang melakukan pernikahan dini sebanyak 62 responden (66,7%).
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 93
responden mayoritas pendidikan rendah yang
melakukan pernikahan dini sebanyak 52 responden
(88,1%). Berdasarkan uji Regresi Logistik Ganda diperoleh P=0,008, maka P< α jadi Ho ditolak berarti
ada pengaruh antara pendidikan remaja dengan
pernikahan dini di Desa Batang-batang Daya
Kabupaten Sumenep.
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 93 responden mayoritas pendidikan rendah yaitu sebanyak
52 responden (88,1%). Berdasarkan uji Regresi Logistik
Ganda diperoleh P=0,008, maka P< α jadi Ho ditolak
berarti ada pengaruh antara pendidikan remaja dengan
pernikahan dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 93
responden mayoritas ekonomi kurang yang melakukan
pernikahan dini sebanyak 52 responden (78,8%).
Berdasarkan uji Regresi Logistik Ganda diperoleh P=0,999, maka P>α jadi Ho diterima berarti tidak ada
pengaruh antara pendidikan remaja dengan pernikahan
dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa ekonomi bisa berpengaruh pada pernikahan dini menurut Cendi, dkk tetapi setelah dilakukan penelitian
kenyataannya tidak ada pengaruh ekonomi terhadap
pernikahan dini di Desa Batang-Batang Daya
Kabupaten Sumenep.
KESIMPULAN 1. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas memiliki
Pendidikan rendah yaitu sebanyak 59 orang (63,4%).
2. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas
mendukung budaya pernikahan dini yaitu sebanyak
68 orang (73,1%). 3. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas
ekonominya rendah yaitu sebanyak 66 orang
(70,9%).
4. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas memiliki
pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (69,9%).
5. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas yang
melakukan penikahan dini yaitu sebanyak 65 orang
(69,9%).
6. Ada pengaruh antara pendidikan dengan pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik Ganda
P=0,008.
7. Ada pengaruh antara budaya dengan pernikahan dini
dimana hasil uji Regresi Logistik Ganda P=0,033.
8. Tidak ada pengaruh antara ekonomi dengan pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik
Ganda P=0,999.
9. Tidak ada pengaruh antara pengetahuan dengan
pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik
Ganda P=0,995.
DAFTAR PUSTAKA
1. Atriana, A (2007) Dampak Pernikahan Dini (Pernikahan Dibawah Umur). Bersumber dari: http://www.dwp.or.id/dwp1.php?kas=12&noid=799 (Diakses 29 Juni 2009, jam 07.45 )
3. Nursalam (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi 4. Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Salemba 5. Medika 6. Sarwono, S. W. (2006), Psikologi Remaja. Edisi 7. Revisi 10. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 8. Syarifuddin (2009) Pernikahan Dini Ngetren di
Madura.Bersumberdari:http://seputarmadura.blogspot.com/2009/05/pernikahan- dini-ngetren-di-madura.htm l(Diakses 1 Juli 2009, jam 10.10)