Top Banner
MAKALAH KIMIA FARMASI II “ANALISIS KUANTITATIF VITAMIN “ DISUSUN OLEH : KELAS A KELOMPOK 3 A.NURFADILAWATI S ALWIDAH LESTARI ERNATA M. PAEMBONAN INDAH FULGARINI T KRISTIANI NUR FAUZIAH KASIM Analisis Kuantitatif Vitamin 1
53

Vitamin

Dec 26, 2015

Download

Documents

NurFauziahKasim

Analisis Kualitatif Vitamin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Vitamin

MAKALAH KIMIA FARMASI II

“ANALISIS KUANTITATIF VITAMIN “

DISUSUN OLEH :KELAS A

KELOMPOK 3

A.NURFADILAWATI S

ALWIDAH LESTARI

ERNATA M. PAEMBONAN

INDAH FULGARINI T

KRISTIANI

NUR FAUZIAH KASIM

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKESMAKASSAR

Analisis Kuantitatif Vitamin 1

Page 2: Vitamin

JURUSAN FARMASI

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-

Nya kita masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga kita

sanjung sajikan selawat beriringkan salam kepada nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW

yang membawa kita dari alam kebodohan hingga alam yang penuh pengetahuan yang seperti

kita sarakan pada saat ini.

Tak lupa kami ucapkan dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberi

dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini

masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu Kami sangat mengharapkan kritikan dan saran

yang membangun motivasi. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan teman-teman. Amin.

Makassar, 19 April 2013

Penulis

Analisis Kuantitatif Vitamin 2

Page 3: Vitamin

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................4

C. TUJUAN..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. VITAMIN A.....................................................................................................6

B. VITAMIN D....................................................................................................11

C. VITAMIN E....................................................................................................12

D. VITAMIN B1...................................................................................................15

E. VITAMIN B2...................................................................................................18

F. VITAMIN B6...................................................................................................21

G. VITAMIN B12..................................................................................................23

H. VITAMIN C....................................................................................................24

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN...............................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................35

Analisis Kuantitatif Vitamin 3

Page 4: Vitamin

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin. Setiap orang

punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak-anak, orang tua, orang yang menderita

penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah yang lebih tinggi akan beberapa

vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.

Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam pemeliharaan

kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin

adalah zat organic maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.

Vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan dibutuhkan untuk

metabolisme tubuh manusia. Vitamin tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, tetapi

diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus vitamin adalah sebagai kofaktor

(elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai

macam fungsi tubuh lainnya, termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan

syaraf dan sistem kekebalan tubuh dan pembekuan darah.

Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin karena bahan-bahan makanan

mengandung vitamin yang cukup untuk mencegah timbulnya gangguan yang hebat

terhadap kesehatan. Bahan makanan yang disajikan oleh alam mengandung berbagai

vitamin dan bila dimakan secara bersama-sama akan saling melengkapi satu sama lain.

Oleh karena itu konsumsi jenis bahan makanan yang monoton dalam waktu lama dapat

menimbulkan terjadinya kekurangan vitamin.

Dalam makalah ini akan di bahas analisis kuantitatif dari vitamin yang larut

dalam lemak dan air.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana rumus struktur, metode analisis, dan interaksi obat vitamin yang larut

dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) ?

2. Bagaimana rumus struktur, metode analisis, dan interaksi obat vitamin yang larut

dalam air (vitamin B dan C) ?

Analisis Kuantitatif Vitamin 4

Page 5: Vitamin

C. TUJUAN

1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami rumus struktur, metode analisis, dan

interaksi obat vitamin A, D, E, dan K secara kuantitatif.

2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami rumus struktur, metode analisis, dan

interaksi obat vitamin B dan C secara kuantitatif.

Analisis Kuantitatif Vitamin 5

Page 6: Vitamin

BAB II

PEMBAHASAN

A. VITAMIN A

Vitamin A mempunyai struktur kimia sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Struktur Vitamin A

Tabel 2.1. Vitamin bentuk vitamin A

Senyawa Gugus R λ maks E1 cm1 % BM

Vitamin A H 324,5 nm 1841 286,44

Vitamin A asetat CH3CO 326 nm 1534 328,48

Vitamin A palmitat C15H31CO 326 nm 961 524,44

Vitamin A alkohol atau akseroftol mudah dioksidasi oleh udara atau oleh

senyawa oksidator lainnya dan peka terhadap sinar, sedangkan ester vitamin A relatif

lebih stabil terhadap oksidasi.

Potensi sediaan vitamin A dihitung dari hasil pengukuran spektrum ultraviolet

dan dinyatakan dalam satuan internasional (SI) . Tiap SI setara dengan 0,344 µg trans

vitamin A asetat atau 0,3 µg trans vitamin A.

METODE ANALISIS VITAMIN A

1. Metode spektrofotometri

Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A asetat mempunyai

absorbansi maksimal pada panjang gelombanh antara 325 sampai 328 nm dalam

berbagai pelarut. Larutan vitamin A dalam isopropanol absorbansinya diukur

λmaks dan pada dua titik, yakni satu sebelah kanan λmaks dan satunya lagi pada

sebelah kiri λmaks. Absorbsi pada λmaks dikoreksi terhadap senyawa pengganggu

dengan menggunakan formula koreksi karena senyawa – senyawa ini akan ikut

menyerap pada daerah UV. Beberapa pengganggu, terutama pada minyak ikan

Analisis Kuantitatif Vitamin 6

Page 7: Vitamin

adalah vitamin A2, kitol, anhidro vitamin A, dan asam polien. Pada vitamin A

sintetik senyawa pengganggunya adalah senyawa-senyawa anatara (intermediet).

Untuk mengkoreksi pembacaan pada absorbansi maksimum, Morton dan

Stubbs mengemukakan koreksi geometrik. Jika larutan vitamin A menyerap lurus

pada daerah panjang gelombang 325-328 nm maka koreksi geometrik dapat

digunakan. Koreksi digunakan untuk mengkoreksi senyawa penganggu yang

mempunyai absorbansi tetap, akan tetapi kesalahan yang besar akan terjadi apabila

formula koreksi ini digunakan terhadap penganggu yang tidak lurus.

Cara penetapan vitamin A secara spektrofotometri

Penetapan dilakukan secepat mungkin, terlindung dari cahaya, dan terlindung

dari senyawa oksidator. Sebelum dilakukan penetapan kadar, skala

spektrofotometer diperiksa terlebih dahulu. Sebagai pedoman dapat digunakan

garis raksa pada 313,16 nm dan 334,5 nm serta garis hidrogen pada 379,7 nm dan

486,1 nm . ketetapan absobansi yang telah dikoreksi lebih rendha jika

dibandingkan dengan absorbansi yang diamati langsung dan dgunakan dalam

perhitungan. Karena itu pengukuran absorbansi membutuhkan perhatian khusus

dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua kali penetapan.

a. Akseroftol dalam bentuk ester.

Zat yang tidak segera larut dalam sikloheksan dimurnikan dengan cara

penyaringan atau cara lain yang tidak menggunakan cara penyabunan. Jika

cara pemurnian. Tersebut tidak dilakukan, maka penetapan dilakukan menurut

cara yang tertera dalam aakseroftol lain.

Cara penetapan kadar akseroftol murni adalah sebagai berikut : sejumalh

sampel atau sampel yang sudah dimurnikan ditimabng secara saksam lalu

dilarutkan dalam siklohesan secukupnya hingga diperoleh larutan yang

mengandung antara 9 SI sampai 15 SI tiap mL dan ditetapkan panjang

gelombang yang tertera dalam daftar berikut dan dihitung sebagai absorbansi

relatif terhadap absorbansi pada λ 328 nm.

Panjang gelombang Absorbansi relatif

300 nm 0,550

316 nm 0,907

328 nm 1,000

340 nm 0,811

360 nm 0,299

Analisis Kuantitatif Vitamin 7

Page 8: Vitamin

Jika panjang gelombang maksimal terletak antara 326 nm dan 329 nm,

dan absorbansi relatif yang terbaca tidak berbeda lebih dari 0,02 dari harga

yang tertera dalam daftar, maka potensi (dalam SI) tiap zat yang diperiksa

dihitung dengan rumus

A328 X 19.000

Jika panjang gelombang absorbansi maksimal terletak antara 326 nm dan

329 nm, tetapi absorbansi relatif yang terbaca berbeda lebih dasar 0,02 dari

harga yang tertera dalam daftar, maka dihitung harga absorbansi pada 328 nm

yg dikoreksi dengan rumus

A328 nm (kor) = 3,52 ( 2A328 nm - A316 nm - A340 nm)

Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi [A328 nm (kor) ] terletak dalam

batas ± 3 % dari harga absorbansi yang belum dikoreksi maka perhitungan

dilakukan dengan menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi

Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak antara 85 % sampai 97

% dari harga yang belu dikoreksi maka perhitungan dilakukan

menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi

Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak lebih kecil dari 85 %

dan lebih besar dari 103 % dari harga yang belum dikoreksi atau jika

panjang gelombang absorbansi maksimal tidak terletak antara 326 nm

sampai 329 nm, maka penetapan kadar dilakukan menurut cara yang

tertera pada akseroftol lain.

b. Akseroftol lain

Cara penentuan Akseroftol lain: sejumlah zat yang ditimbang secara

saksama, (mengandung tidak kurang dari 500 SI akseroftol dan tidak lebih dari 1

gram lemak), dicampur dengan 30 mL etanol mutlak dan 3 mL kalium hidorksida

50 %. Campuran direfluks selama 30 menit sambil mengalirkan gas nitrogen bebas

oksigen kedalamnya, lalu didinginkan dengan cepat dan ditmabh 30 mL air.

Larutan dipindah ke dalam corong pisah dan dilakukan ekstraksi tiga kali, tiap kali

dengan 50 mL eter. Larutan digojong selama satu menit dan dibiarkan memisah.

Lapisan air dibuang. Lapisan eter dicuci 4 kali, tiap kali dengan 50 mL air. Pada 2

kali pencucian pertama dilakukan secara hati-hati untuk mencegah emulsi. Sari eter

diuapkan hingga tersisa kurang lebih 5 mL. Sari eter habis. Residu eter dilakukan

Analisis Kuantitatif Vitamin 8

Page 9: Vitamin

dalam isopropanol secukupnya hingga diperoleh larutan yang mengandung 9 SI

sampai 15 SI akseroftol tiap mL. Absorbansi larutan diukur λ 300 nm, 310 nm, 325

nm dan 334 nm. Selanjutnya dilakukan penentuan panjang gelomb ang maksimal.

Perhitungan potensial dilakukan sebagai berikut:

Jika maksimal gelombang maksimal antar 323 nm dan 327 nm dan

perbandingan absorbansi pada 300 nm terhadap absorbansi pada 327 nm tidak

lebih dari 0,73, maka absorbansi yang telah dikoreksi [A328 nm (kor)] dihitung

dengan rumus.

A325 nm (kor) = 6,815 A325 nm - 2,555 A310 nm – 4,26 A334 nm

Potensi dalam SI tiap zat yang diperiksa dihitung dengan rumus

A325 nm (kor) x 18.000

Jika absorbansi yang telah dikoreksi terletk dalama batas ± 3 % dari harga

absorbansi yang belum dikoreksi, perhitungan dilakukan dengan menggunakan

harga absorbansi yang belum dikoreksi

Jika panjang gelombang absorbansi maksimal tidak terletak antara 325 nm dan

327 nm atau jika perbandingan absorbansi pada 300 nm terhadap absorbansi

pada 327 nm lebih dari 0,73 maka tidak tersabunkan dari zat yang diperiksa

harus dimurnikan dengan cara kromatografi.

Pemilihan dan penggunana pelarut

Jika larutan akseroftol terkena sinar matahari maka spektrum absorbsinya

menyimpang. Pada mulanya absorbansi pada panjang gelombang maksimal naik

kemudian turun secara cepat. Pada waktu yang sama perbandingan absorbansi pada

kedua sisi panjang gelombang maksimal naik dengan cepat dengan kenaikan yang

lebih besar pada panjang gelombang yang lebih rendah. Karena sinar menyebabkan

kenaikan absorbansi maka koreksi geometri menjadi lebih penting.

Pemilihan pelarut biasanya merupakan pemilihan pribadi tetapi

dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Pergantian dari satu pelarut ke pelarut

lain harus dihindari karena akseroftol yang tertinggi sebagai lapisan tipis pada labu

akan mudah terurai oleh sinar matahari.

Sikloheksan lebih disukai karena perbedaan spektrum diantara neo dan all

trans akseroftol pada daerah 310 – 355 nm kurang tegas dibandingkan dengan

penggunaan pelarut isopropanol atau petroleum eter. Sifat petroleum eter yang

mudah menguap serta kehilangan pelarut karena penguapan selama pengukuran

dapar dihindari dengan menggunakan kubet tertutup.

Analisis Kuantitatif Vitamin 9

Page 10: Vitamin

2. Metode Kolorimetri

a. Metode Carr-Price

Metode ini berdasarkan atas reaksi akseroftol dengan antimon triklorida

anhidrat dalam kloroform yang mengahsilkan warna biru. Reaksi ini terjadi

antara antimon triklorid dengan rantai tidak jenuh dari akseroftol. Karoten,

asam poliena dan beberapa sneyawa dalam minyak ikan menghasilkan warna

biru juga. Warna yang terjadi intensitasnya cepat mecapai maksimum tetapi

juga cepat pucat. Pembacaan biasanya dilakukan dalam waktu 10 sampai 15

detik setelah sampel ditambah pereaksi.

b. Pengubahan akseroftol menjadi anhidroakseroftol.

Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol dengan bantuan

sejumlah kecil asam organik kuat. Pada metode budowski dan bondi,

akseroftol diubah menjadi anhidroakseroftol dalam pelarut benzen dengan

katalisator asam toluen-p-sulfonat pada temperatur kamar. Kenaikan

absorbansi pada 399 nm merupakan hasil dehidrasi yang brbanding langsung

dengan jumlah akseroftol yang terkandung. Reaksi ini dapat dihentikan dengan

penambahan alkali. Pengukuran absorbansi pada 358 nm, 377 nm, dan 399 nm

dalam benzen merupakan cara yang baik untuk mengetahui kemurnian

akserofotol yakni dengan melihat bahwa A399 nm/ A377 nm sebesar 0,868 dan A358

nm/ A377 nm sebesar 0,692.

Larutan katalisator dibuat dengan melarutkan 15 mg asam toluen-p-

sulfonat monohidrat dalam 100 mL. Benzen yang telah didestilasi lalu

direfluks sampai larut. Digunakan kalsium klorida pada ujung pendingin balik.

Kurang lebih 10 mL benzen didestilasi untuk menghilangkan air dan larutan

dijaga terhadap kelembapan udara dan didiamkan sampai dingin lalu ditambah

benzen anhidrat sampai 100 mL. Larutan diaktidkan sebelum digunakan

dengan melakukan destilasi ulang.

Cara analisis: sebanyak 1,0 mL larutan sampel dalam benzen dicampur

dengan 4 mL larutan katalisator. Setelah 1 menit, larutan dinetralkan dengan 5

mL natrium hidroksida 0,5 N, dan digojog selama 1 menit. Kedua larutan

dipisahkan dengan pemusingan dari larutan jenuh benzen diukur pada 399 nm

terhadap blanko yang berdiri atas 1 mL sampel dalam benzen yang diencerkan

dengan 4 mL benzen. Tiap mL larutan sampel setara dengan A/0,0122 satuan.

0,0122 adalah kenaikan daya resap sesuai dengan 1 satuan akseroftol.

Analisis Kuantitatif Vitamin 10

Page 11: Vitamin

c. Metode kromatografi

Aktivitas isomer vitamin A cukup berbeda sehingga untuk pemisahan

dikembangkan dengan kolom microbore. Sampel (1,0- 10,0 g) dihomogenkan.

Sebanyak 30 mL air ditambahkna ke dalam sampel (jika sampelnya padat).

Saponifikasi dilakukan dengan campur 40 mL sampel yang telah

dihomogenkan dengan 12 mL larutan KOH 60%; 80 mL etanol mutlak; 0,5

mL ter-butilhidroksi toluen-etanolik 1%; dan 0,5 g asam askorbat untuk

menghindari terjadinya oksidasi. Sampel diaduk pada suhu kamar selama 16

jam. Setelah selesai saponifikasi, solut diencerkan sampai 250 mL dengan air

dan etanol untuk memperoleh suatu rasio etanol: air (1:1 v/v). Sebanyak 20

mL aliquot ditambahkan ke dalam catridge Kiselguhr dan setelah 20 menit

diekstraksi dengan 50mL petroleum eter ringan. Eluat selanjutnya diuapkan

dan dilarutkan kembali dengan 2-50 mL isooktana( tergantung pada

konsentrasi vitamin A dalam sampel mula-mula). Isomer geometri retinol

(vitamin A) dipisahkan dengan kolom pengaman ( 7 x 2 mm i.d) dan kolom

analisis (10 cm x 0,2 cm i.d) yang keduanya berisi silika gel dengan ukuran

partikel 3 mikron. Sebagai eluen adalah heksan yang mengandung 1-oktanol

dalam konsentrasi rendah. Karena panjang gelombang absorbsi maksimum

isomer-isomer ini berbeda maka digunakan detektor Photodiode array (PAD).

Metode ini telah sukses memisahkan 7 isomer vitamin A yakni: 11-cis-; 11,13-

di-cis-; 13-cis-; 9,13-di-cis-; 9-cis-; 7-cis; dan semua trans-retinol dengan

waktu retensi relatif terhadap trans-retinol masing-masing sebesar 0,510;

0,568; 0,672; 0,740; 0,877; 0,924; dan 1,000.

B. VITAMIN D

Dari beberapa vitamin D, 2 diantaranya dianggap yang paling penting yaitu D2

(ergo kalsiferol) dan vitamin D3 (kole kalsiferol). Struktur kedua vitamin ini sangat

mirip dalam bahan nabati, sementara vitamin D3 banyak terdapat dalam minyak ikan

hati.

Analisis Kuantitatif Vitamin 11

Page 12: Vitamin

Gambar 2.2. struktur vitamin D2 dan D3

Dalam AOAC, analisis kuantitatif vitamin D dalam minyak yang mengandung ≥

100.000 SI kolekalsiferol atau vitamin D3/g , dalam resin yang mengandung ≥

20.000.000 SI kolekalsiferol/gram, dan dalam serbuk atau dispersi cair yang

mengandung ≥ 25.000 SI kolekalsiferol/g dilakukan dengan menggunakan metode

kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom kromatografi Lichrosorb Si 60 (ukuran

partikel 5µm) menggunakan detektor UV 254 nm ( sensitifitas detektor 0,128 AUFS).

Fase gerak: n-heksana; n-amil alkohol (977:3 v/v). Kecepatan alir fase gerak 2

mL/menit (1 atmosfer), sementara volume injeksi µl.

C. VITAMIN E

Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Keaktifan

vitamin E dalam beberapa senyawa tokoferol berbeda. Dikenal α-; β-; γ dan δ-

tokoferol. α-tokoferol menujukkan keaktifan vitamin E yang paling tinggi. Struktur

kimia tokoferol adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3. Struktur kimia tokoferol

Gugus R Susunan Berat molekul

Alfa-tokoferol H C29H50O2 430,72

Alfa-tokoferol asetat CH3CO C31H52O3 472,76

Alfa-tokoferol alam memutar memutar bidang polarisasi ke kanan, sedang alfa-

tokoferol buatan adalah resemik (DL). Tokoferol lainnya (beta,gama, dan belta) kurang

penting karena potensi hayatinya rendah. Berbagai bentuk alfa-tokoferol telah diketahui

potensinya yakni :

1 mg L-α-tokoferol asetat 1 SI

Analisis Kuantitatif Vitamin 12

Page 13: Vitamin

1 mg (D-L) -α-tokoferol 1,1 SI

1 mg D-α-tokoferol asetat 1,36 SI

1 mg D-α-tokoferol 1,49 SI

Tokoferol bebas cepat dioksidasi oleh udara dan sinar, karenanya dalam

perdagangan digunakna tokoferol ester yang stabil.

METODE ANALISIS VITAMIN E (TOKOFEROL)

1. Metode Serimetri

Metode serimetri berdasarkan atas sifat mereduksi tokoferol setelah

tokoferol asetat dihidrolisis dengan asam. Tokoferol tidak stabil dalam larutan

basa.

Cara penetapan kadar tokoferol asetat murni: lebih kurang 250 mg tokoferol

astetat yang ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam labu coklat kuning dasar

bulat 100 mL dan dilarutkan dalam 25 mL etanol mutlak. Larutan ditambahkan 20

mL larutan asam sulfat 15% v/v dalam etanol 95%, lalu direfluks selama 3 jam dan

didinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar coklat kuning 200 mL dan

diencerkan dengan etanol mutlak secukupnya hingga 200 mL. Sebanyak 50,0 mL

larutan yang diukur secara saksama ditambah 50 mL larutan asam sulfat 1,5% v/v

dalam etanol 95% dan 20 mL air. Sambil dicampur baik-baik,larutan dititrasi

dengan serium (IV) sulfat 0,01 N menggunakan indikator 2 tetes difenilamin.

Titrasi dilakukan terlindung dari cahaya langsung, sebaiknya ditempat gelap,

dengan tetesan diatur tiap 10 detik. Dilakukan juga titrasi blanko. Tiap mL serium

(IV) sulfat 0,01 N setara dengan 2,3638 mg tokoferol asetat.

2. Metode Spektrofotometri

Alfa-tokoferol dalam etanol 95% menunjukkan absorbansi maksimum pada

292 nm dan minumum pada 257 nm. Jika digunakan pelarut sikloheksan maka

alfa-tokoferol menunjukkan absorbansi maksimum pada 298 nm dan minimum

pada 257 nm.

Alfa-tokoferol asetat dalam etanol 95% menunjukkan absorbansi

maksimum pertama pada 284 nm dan kedua pada 279 nm serta absorbansi

minimum di 281 nm. Dalam sikloheksan, alfa-tokoferol menunjukkan absorbansi

minimum ketiga pada 288 nm dengan minimum pada 286 nm.

Untuk penetapan kadar alfa-tokoferol dalam etanol digunakan panjang

gelombang 292 nm atau 298 nm dalam sikloheksan. Sementara itu, untuk alfa-

Analisis Kuantitatif Vitamin 13

Page 14: Vitamin

tokoferol asetat panjang gelombang 284 nm dapat digunakan untuk kedua pelarut

tersebut.

3. Metode Kolorimetri

Daun AOAC (1995), penetapan kadar vitamin E dalam makanan baik

dalam bentuk kering maupun basah dilakukan secara kolorimetri. Prinsipnya: alfa-

tokoferol diekstraksi dari sampel dengan palrut organik. Residu lemak disabunkan,

α-tokoferol diisolasi dengan kromatografi lapis tipis, dan ditetapkan kadarnya

secara kolorimetri.

INTERAKSI OBAT VITAMIN YANG LARUT DALAM LEMAK

Vitamin A, D, E, K – Minyak mineral (pencahar)

Akibatnya : penyerapan vitamin berkurang.

Vitamin A dan D – Kolestiramin (Ceumid, Questran)

Akibatnya : penyerapan vitamin A dan D berkurang. Kolestiramin digunakan pada

pasien yang kadar kolesterolnya tinggi dalam darah.

Vitamin D – Fenitoin (Dilantin)

Akibatnya : efek vitamin D berkuramg. Fenitoin adalah antikonvulsan yang

digunakan untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan.

Vitamin E – Antikoagulan

Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan

darah dan mencegah pembekuan darah. Akibatnya : resiko perdarahan meningkat

Vitamin K – Antikoagulan

Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan

darah dan mencegah pembekuan. Vitamin K meningkatkan efek pembekuan darah.

Akibatnya : darah mungkin membeku pada saat pasien diobati dengan

antikoagulan. Pasien tersebut harus menghindari makanan kaya vitamin K seperti

hati, sayuran berdaun (asparangus, kol, kembang kol kangkung, slada, bayam, sawi

hijau, seledri air). Penambahan vitamin K haruslah dengan resep dokter.

Vitamin A dan B1 (Tiamin) – Antasida

Akibatnya : penyerapan vitamin berkurang.

Besi – Antasida

Akibatnya : penyerapan besi berkurang

Besi, kalsium, seng – Antibiotika tetrasiklin

Efek tetrasiklin dapat berkurang. Tetrasiklin adalah antibiotic yang digunakan

untuk melawan infeksi. Akibatnya : infeksi mungkin tidak terkendali dengan baik.

Analisis Kuantitatif Vitamin 14

Page 15: Vitamin

D. VITAMIN B1

Dalam makanan, vitamin B1 (Thiamin HCl) dapat ditemukan dalam bentuk bebas

atau dalam bentuk kompleks dengan protein atau kompleks protein-fosfat.

Gambar 2.4. Struktur kimia vitamin B1 (tiamin HCl)

Tiamin hidroklorid dalam keadaan kering cukup stabil dan pada pemanasan

100S C, akan tetapi jika pH larutannya di atas 5,5 akan cepat terhidrolisa. Satu gram

tiamin hidroklorida kristal setara dengan 333,000 SI. Tiamin mononitrat padat lebih

stabil daripada tiamin hidroklorida.

METODE ANALISA VITAMIN B1

1. Metode Spektrofluorometri

Tiamin dalam makanan dan dalam sediaan farmasi harus disari lebih dahulu

secara kuantitatif yang biasanya dengan mendidihkannya dalam asam encer

kemudian tiamin dibebaskan dari persenyawaan kompleks dengan enzim fosfatese.

Untuk sampel yang mengandung protein diperlukan enzim proteolitik seperti

pepsin. Tiamin bebas perlu dimurnikan dari senyawa pengganggu dengan

mengalirkannya melalui zeolit (suatu penukar ion anorganik) sehingga tiamin akan

tertinggal dalam zeolit, sedangkan senyawa lain seperti reduktor, asam dan

senyawa yang netral akan keluar dari kolom. Kemudian tiamin dielusi dari zeoit

dengan kalium klorida yang diasamkan.

Tiamin dioksida oleh kalium heksasianoferat (III) atau kalium feri sianida

menghasilkan tiokrom, suatu senyawa berfluorosensi biru.

2. Metode Kolorimetri

Dalam metode ini adalah reaksi antara tiamin dengan 6-amino-timol yang

telah didiazotasi. Hasil peruraian tiamin tidak menghasilkan warna dengna pereaksi

ini. Dektrosa, laktosa, maltosa, sukrosa, tepung, kasein, gelatin, pepton, urea,

gliserofosfat dan logam berat, dengan kadar 100 kali besar dari tiamin tetap tidak

mengganggu. Sedangkan riboflavin, asam nikotinat, nikotinamid, piridoksin, asam

Analisis Kuantitatif Vitamin 15

Page 16: Vitamin

pantotenat, guanin, adenin, triptopan, tirosin, dan histidin yang terdapat dengan

kadar 20 kali lebih besar daripada kadar tiamin yang mengganggu.

Pereaksi 6-aminotimol dibuat dengan melarutkan 50mg 6-aminotimol dalam

50ml asam klorida 0,35% dan mengencerkannya dengan air secukupnya hingga

100ml.

Cara uji tiamin murni dengan pereaksi 6-aminotimol: sejumlah 5,0 pereaksi 6-

aminotimol didinginkan dengan es, ditambah 2,0 ml natrium nitrit 0,1%, lalu

dicampur dan didiamkan selama 1 menit. Larutan selanjutnya ditambah 5,0 ml

natrium hidroksida 20% dan diencerkan dengan air secukupnya sampai 20,0 ml.

Sejumlah 1,0 pereaksi ini ditambah 1,0 larutan sampel. Setelah 5 menit, larutan

diencerkan untuk mendapatkan absorbansi yang sesuai. Digunakan larutan blanko.

Jika larutan sampel telah berwarna atau keruh, dilakukan penetapan seperti di

atas kemudian warna yang terjadi disari dengan campuran pelarut yang terdiri atas

90 ml toluem redestilasi dan 10 ml n-butanol. Lapisan pelarut organik dipisahkan

dan ditambah sedikit natrium sulfat anhidrat untuk mengeringkan pelarut lalu

diukur absorbansinya.

3. Metode Alkalimetri

Adanya hidroklorida pada tiamin hidroklorida dapat dititrasi dengan natrium

hidroksida 0,1 N menggunakan indikator brom timol biru.

Cara penetapan kadar tiamin hidroklorida dengan metode alkalimetri: lebih

kurang 500 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam air

bebas CO2 lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator brom timol

biru. Tiap ml NaOH 0,1 N setara dengan 33,70 mg tiamin hidroklorida.

Berat ekuivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara alkalimetri

adalah sama dengan berat molekulnya (BM). Hal ini disebabkan karena tiap 1 mol

tiamin hidroklorida bereaksi dengan 1 mol NaOH.

Kadar Tiamin HCl=V NaOH × N × NaOH × BE

mg sampel×100 %

4. Metode Titrasi Bebas Air (TBA)

Tiamin hidroklorida dalam asam asetat glasial dapat dititrasi dengan asam

perklorat dengan sebelumnya ditambah raksa (II) asetat berlebihan. Kedua atom

nitrogen dalam tiamin hidroklorida tertitrasi sehingga berat ekivalennya setengah

dari berat molekulnya. Sebagai indikator dapat digunakan p-naftol benzen, merah

kuinaldin, atau dengan kristal violet.

Analisis Kuantitatif Vitamin 16

Page 17: Vitamin

Prosedur uji tiamin dengan metode TBA: lebih kurang 250 mg tiamin

hidroklorida yang ditimbang saksama ditambah 10 ml asam asetat glasial, 10 ml

raksa (II) asetat 5% dalam asam asetat glasial, dan ditambah 20 ml dioksan.

Selanjutnya larutan dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator 3

tetes kristal violet sampai warna biru. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan

16,86

Berat ekivalen (BE) tiamin hidrolorida pada penetapan secara titrasi bebas air

adalah setengah dari berat molekulnya (MB/2). Hal ini disebabkan karena tiap 1

mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 2 mol HClO4.

kadar Tiamin HCl=V HCLO4 × N HCLO 4× BE

mg sampel×100 %

5. Metode Argentometri

Adanya klorida dalam tiamin hidroklorida dapat ditetapkan secara

argentometri dengan menggunakan metode Volhard. Pada penetapan dengan

metode Volhard suasananya harus asam maka akan terjadi reaksi antara perak

nitrat dengan basa membentuk Ag(OH) yang pada tahap selanjutnya akan

membentuk endapan putih Ag2O, akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi

dengan sampel tetapi juga bereaksi dengan basa.

Prosedur uji : lebih kurang 100 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang

saksama dilarutklan dalam 20 mL air. Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer

dan ditambahkan 10mL perak nitrat 0,1N, Endapan yang terjadi disaring dan dicuci

dengan air sampai tidak mengandung klorida. Filtrate selanjutnya dititrasi dengan

larutan baku ammonium tiosianat 0,1N menggunakan indicator besi (III)

ammonium sulfat. Tiap mL perak nitrat 0,1N setara dengan 16,86 mg tiamin

hidroklorida.

Berat Ekuivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara argentometri

adalah setengah dari berat molekulnya (BM/2). Hal ini disebabkan karena tiap 1

moltiamin hidroklorida (yang mengandung 2 Cl-) bereaksi dengan 2 mol AgNO3.

6. Metode Gravimetri

Tiamin dalam tablet vitamin B1 dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara

gravimetric dengan cara mengendapkan larutan tiamin menggunakan asam

silikowolframat.

Prosedur uji tiamin dengan metode gravimetric: sejumlah tertentu tablet yang

telah ditimbang secara saksama dan setara denngan lebih kurang 50 mg tiamin

Analisis Kuantitatif Vitamin 17

Page 18: Vitamin

hidroklorida, diencerkan dengan air secukupnya hingga 50 mL lalu ditambah 2 mL

asam klorida pekat dan dipanadkan hingga mendidih. Pada larutan yang telah

mendidih ini selanjutnya ditambah dengan cepat tetes demi tetes 4 mL asam

silikowolframat yang baru disaring lalu dididihkan selama 4 menit. Larutan

disaring melalui kaca masir lalu dicuci dengna 50 mL campuran mendidih yang

terdiri atas 1 bagian volume asam klorida pekat dan 19 bagian air yang

mengandung asam silikowolframat 0,2 % b/v, kemudian dicuci 2 kali tiap kali

dengna 5 mL aseton. Sisa dikeringkan pada suhu 105 C selama satu jam lalu

didinginkan selama 10 menit dan dibiarkan dalam eksikator di atas larutan asam

sulfat 38% lalu ditimbang. Tiap gram sisa setara dengan 192,9 mg tiamin

hidroklorida.

E. VITAMIN B2

Vitamin B2 disebut juga riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribose

dan juga karena ada hubungan dengan kelompok flavin. Riboflavin larut dalam air dan

member warna flouresen kuning-kehijauan. Riboflavin sangat mudah rusak oleh cahaya

tampak dan ultraviolet, akan tetapi tahan terhadap panas, oksidator, asam dan

sebaliknya sangat sensitive terhadap basa.

Gambar 2.5. Struktur vitamin B2 (Riboflavin)

Kelarutan riboflavin dalam air bervariasi dari 1 bagian riboflavin dalam 3000

bagian air sampai 1 bagian riboflavin dalam 15.000 bagian air. Variasi ini disebabkan

oleh variasi bentuk kristalnya.

Riboflavin dalam larutan buffer pH 4,0 menunjukkan panjang gelombang

maksimal pada 267 nm, 375 nm, dan 444 nm dengan harga 1 %

E 1 cm masing-masing

sebesar 850, 274, dan 320.

Pada waktu penetapan kadar, riboflavin harus terhindar dari cahaya. Penyinaran

dengan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak terhadap larutan riboflavin dalam basa

Analisis Kuantitatif Vitamin 18

Page 19: Vitamin

menghasilkan lumiflavin, sedangkan larutan riboflavin dalam suasana netral atau asam

menghasilkan lumikrom yang berflouresensi biru. Reduktor seperti natrium hidrosulfit

mereduksi riboflavin menjadi leukoflavin. Reaksi ini bersifat reversible.

METODE ANALISIS VITAMIN B2 (RIBOFLAVIN)

1. Metode Spektrofluorometri

Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang bebas dari

senyawa berwarna yang mengganggu atau senyawa pengganggu lain dan

mengandung riboflavin lebih dari 0,1%.

Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang tidak

mengandung senyawa berfluoresensi atau senyawa berwarna yang larut dalam air

atau dalam asam encer. Pengukuran harus dilakukan secepat mungkin karena

riboflavin terurai oleh sinar ultraviolet. Beberapa senyawa pengganggu dapat

dioksidasi dengan penambahan kalium permanganat. Kemudian, kelebihan

permanganat dapat dihilangkan dengan penambahan hydrogen peroksida.

Larutan sampel: sejumlah serbuk yang ditimbang saksama dan setara dengan

lebih kurang 2,5 mg riboflavin dimasukkan ke dalam labu 250 mL lali

ditambahkan 1 mL asam asetat 32,5% dan air secukupnya hingga 200 mL. larutan

dipanaskan di atas penangas air sambil sering dikocok hingga riboflavin larut, lalu

didinginkan hingga suhu 20C. larutan ditambah air secukupnya hingga 250 mL

dan dicampur baik-baik. Sebanyak 10,0 mL larutan diencerkan dengan air

secukupnya hingga 1000 mL dan dicampur baik-baik.

Larutan riboflavin baku persediaan I, dibuat dengan melarutkan 50 mg

riboflavin yang telah dikeringkan pada suhu 105°C selama 2 jam dalam asetat 0,02

N secukunya hingga 500 ml. Jika perlu larutan dihangatkan diatas penangas air.

Larutan disimpan dibawah lapisan toluene dalam lemari pendingin.

Larutan riboflavin baku persediaan II , dibuat dengan cara menambah 10,0ml

larutan riboflavin baku persedian I dengan asam asetat 0,02 N secukupnya hingga

100ml. larutan disimpan dibawah lapisan toluene dalam lemari pendingin.

Larutan riboflavin baku, dibuat dengan mengencerkan 10,0 ml larutan

riboflavin baku persediaan II dengan air secukupnya hinggan 1ooml. Tiap ml

larutan ini setara dengan 1µg riboflavin. Larutan riboflavin baku tidak boleh

disimpan sebagai persediaan.

Cara penetapan riboflavin secara fluorometri: (selama percobaan larutan

riboflavin diindungi terhadap cahaya). Kedalam dua tabung dimasukkan masing-

Analisis Kuantitatif Vitamin 19

Page 20: Vitamin

masing 10ml larutan. Pada tabung pertama ditambah 1ml larutan riboflavin baku

lalu dicampur. Pada tabung kedua ditambah 1ml air lalu dicampur. Kedalam

masing-masing tabung ditambah 1 ml asam asetat glacial lalu diacampur. Kedalam

kedua tabung selanjutnya ditambah 0,5ml larutan kalium permanganate 4%b/v

sambil diaduk dan dibiarkan selama 2 menit lalu ditambah 0,25ml hydrogen

peroksida 27,5%. Warna permanganate harus hilang dalam waktu 10 detik. Kedua

tabung dikocok kuat-kuat hingga kelebihan oksigen keluar. Jika setelah pembusaan

berhenti ada gelembung gas pada dinding, maka dihilangkan dengan memiringkan

tabung perlahan-lahan. Larutan dalam tabung pertama selanjutnya diukur

fluoresensinya (pembacaan A) demikian juga dalam tabung kedua (pembacaan B).

pada tabung pertama ditambah 20 mg natrium bisulfit, dicampur, lalu diukur

fluoresensinya dalam waktu lima detik setelah pencampuran. Dilakukan percobaan

yang sama dalam tabung kedua (pembacaan rata-rata kedua tabung adalah

pembacaan C).

Kadar (dalam mg riboflavin) dihitung dengan menggunakan rumus:

2,5 ×B−CA−B

2. Metode Spektrofotometri

Larutan riboflavin dalam dapar pH 4,0 menunjukan absorbansi maksimum (λ

max) pada 444 nm dengan E1 cm1 %¿ 320. Cara ini digunakan untuk menetapkan

kemurnian riboflavin atau untuk penetapan riboflavin dengan kadar ebih besar dari

90%. Penetapan riboflavin dilakukan dengan cara terlindung dari cahaya.

Cara penetapan riboflavin tunggal secara spektrofotometri: lebih kurang

100mg riboflavin yang ditimbang saksama dilarutkan dengan pemanasan dalam

campuran 2ml asam asetat glacial dan 150ml air. Larutkan selanjutnya diencerkan

dengan air, didinginkan, ditambah air secukupnya hingga 1000ml. pad 10,0 ml

larutan ditambah 3,5ml natrium asetat 0,1M kemudian ditambah air secukupnya

hingga 100ml. larutan akhir diukur absorbansinya dengan kuvet 1cm pada panjang

gelombang 444nm. Kadar riboflavin dihitung dengan menggunakan riboflavin

baku sebagai pembanding.

F. VITAMIN B6

Analisis Kuantitatif Vitamin 20

Page 21: Vitamin

Di alam, vitamin B6 terdapat sebagai campuran piridoksin, piridoksal, dan

piridoksamin dengan perbandingan yang bervariasi. Rumus bangun ketiga senyawa

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Piridoksin HCl Piridoksal Piridoksamin HCl

BM=205,65 BM=203,63 BM=241,12

Gambar 2.6. Struktur kimia piridoksin HCl, piridoksal HCl, dan piridoksamin HCl.

Penetapan kadar secara mikrobiologi atau secara hayati dari ketiga senyawa

tersebut menunjukan tanggapan yang selektif. Sedangkan metode fisika dan kimia tidak

dapat membedakan ketiga senyawa tersebut. Metode fisika dan kimia hanya cocok

untuk piridoksin murni dan persediaannya.

METODE ANALISIS VITAMIN B6

1. Metode spektrofotometri

Pada daerah ultraviolet, piridoksin, piridokamin, dan piridoksal menunjukan

daerah penyerapan yang karakteristik walaupun tidak ada maksimum untuk

ketiganya. Kadar vitamin B6 jumlah dalam larutan Buffer pH 6,75 dapat ditetapkan

pada panjang gelombang 325 nm. Pada panjang gelombang ini, piridoksin dan

piridoksamin menunjukan absorbansi maksimum, sedangkan piridoksal

menunjukan absorbansi maksimum pada 316nm. Kurva penyerapan piridoksin

sendiri berubah dengan berubahnya pH larutan. Larutan piridoksin dalam asam

klorida 0,1N menunjukan satu absorbansi maksimum pada 291 nm, sedang dalam

larutan netral atau larutan alkali menunjukan dua absorbansi maksimum.

Tabel 2.2. Panjang gelombang maksimal piridoksin dalam berbagai pelarut serta nilai E1 cm1 %

Pelarut Maks E1 cm1 %

Asam klorida 0,1 N 291nm 430

Dapar fosfat pH 7 254nm 180

324nm 350

Natrium Hidroksida 0,1 N 244nm 326

309nm 338

Analisis Kuantitatif Vitamin 21

Page 22: Vitamin

Cara penetapan kadar piridksin dalam tablet tunggal secara

spektrofototmetri:sebanyak 20 tablet ditimbang dan diserbuk. Pada sejumlah

serbuk yang ditimbang saksama yang setara dengan lebih kurang 25mg piridoksin

hidroklorida,ditambah 50ml asam klorida 0,1 N,sambil sekali-kali diaduk. Larutan

diencerkan dengan asam klorida 0,1N secukupnya hingga 100ml. larutan dikur

absorbansinya menggunakan kuvet dengan ketebalan 1 cm pada panjang

gelombang maksimum (lebih kurang 291nm). Kadar piridoksin hidroklorida

dihitung terhadap piridoksin hidroklorida baku.

Pada penggunaan meode ini harus tidak ada senyawa pengganggu.

2. Metode kolorimetri

Metode ini pertama kali diketengahkan oleh Seudi yang mendasarkan pada

reaksi fenol dengan 2,6-dikloro-p-benzokuin-4-klorimina dengan menghasilkan

warna biru yang dapat disari dengan pelarut organic. Reaksi ini merupakan reaksi

umum untuk senyawa fenol yang berkedudukan para terhadap gugus hidroksil

fenol tidak tersubstitusi. Metode ini menunjukan kepekaan yang rendah jika sampel

mengandung kurang dari 0,1 mg dan peruraian dapat terjadi sebelum warna

berkembang mencapai maksimum.

3. Metode titrasi Bebas Air

Piridoksin hidroklorida dapat ditetapkan secara titrasi bebas air setelah

ditambah raksa (II) asetat. Cara penetapan kadar piridoksin hidroklorida dengan

titrasi bebas air: lebih kurang 300mg piridoksin hidroklorida yang ditimbang

saksama,dilarutkan dalam 40ml asam asetat glacial lalu dititrasi dengan asam

perklorat 0,1N menggunakan indicator 3 tetes Kristal violet sampai biru hijau. Tiap

ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,56 mg piridoksin hidroklorida.

4. Metode Kromatografi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detector fluoresen telah

digunakan secara luas untuk analisis kuantitatif vitamin B6 dalam ayam dan bahan

makanan lainnya.

Sampel yang telah digerus (2,5g sampel jika kandungan vitamin B6 lebih

besar daripada 2,0 µg/g dan sebanyak 5 g jika kandungan vitamin B6-nya lebih

rendah) dicampur dengan 25ml larutan natrium asetat 0,05M; 2,5ml larutan asam

glioksalat 1M; 400µl larutan besi (II) sulfat (36,56 mg fero sulfat yang dilarutkan

dalam 10ml natrium asetat 0,05M); dan 20 mg fosfatase asam. Campuran digoyang

terus-menerus pada suhu 37°C selama semalam. Setelah selesai inkubasi,

Analisis Kuantitatif Vitamin 22

Page 23: Vitamin

campuran didinginkan dan diencerkan sampai 50ml dengan air mendidih lalu

disaring atau disentrifugasi. Sebanyak 5,0 ml aliquot dicampur dengan 4,5ml

larutan natrium brohidrida 0,1M lalu dokocok dan selanjutnya ditambah dengan

0,5 ml asam asetat glacial. Larutan selanjutnya disaring dan digunakan untuk

analisis dengan KCKT. Pemisahan dilakukan dengan kolom oktadesil silan (250 X

4,6µm i.d; ukuran partikel 5 mikron) yang dihubungkan dengan kolom pengaman

oktadesil silan (4Xmm X 4mm i.d; ukuran partikel 10 mikron). Eluen dihantarkan

secara isokratik yang tersusun atas; asetonitril-kalium dihidrogen fosfat 0,05M atau

natrium oktan sulfonat 0,03 M; pH diatur 2,5 dengan asam ortofosfat. Kecepatan

alir fase gerak 1 ml/menit dengan panjang gelombang eksitasi dan emisi detector

masing-masing sebesar 290 dan 395 nm.

G. VITAMIN B12

Sianokobolamin C63H88O14N14PCo, merupakan senyawa kompleks dengan

kordinat kobalt berberat molekul 1355,4. Kristalnya cepat menyerap lembab udara.

Sianokobolamin bersifat netral dan mengandung gugus sian. Gugus ini dapat diganti

dengan berbagai ion untuk menghasilkan senyawa baru seperti klorokobalamin dan

hidroksokobalamin. Bila sianokobalamin dihidrolisis dengan asam maka akan

menghasilkan 5,6-dimetilbenzimidazol.

METODE PENETAPAN KADAR VITAMIN B12 (SIANOKOBALAMIN)

1. Metode spektrofotometri

Sianokobalamin dalam air menunjukan absorbansi maksimum ( maks) pada

278±1nm,361nm dan 550 ± 2nm. Metode spektrofotometri tidak spesifik untuk

sianokobalamina karena senyawa berwarna merah dan pseudosianokobalamin

menunjukan spectra absorbansi yang serupa. Metode yang paling sederhana adalah

dengan menetapkan pada 550 nm, tetapi metode ini hanya dapat digunakan

terhadap sianokobalamin yang bebas senyawa pengganggu. Metode yang lebih

peka ialah dengan melakukan penetapan pada panjang gelombang 361 nm.

Cara penetapan kadar sianokobalamin secara spektrofotometri: lebih kurang 2

mg sianokobalamin yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam air secukupnya

hingga 50 mL. Larutan diukur absorbansinya dengan kuvet 1 cm pada panjang

gelombang 361 nm. Nilai E1%1 cm pada 361 nm adalah 207.

2. Metode Kromatografi

Analisis Kuantitatif Vitamin 23

Page 24: Vitamin

Metode KCKT telah sukses digunakan untuk pemisahan dan analisis

kuantitatif vitamin B1, B2, dan campuran-campurannya dalam berbagai macam

bahan makanan. Berbagai macam isomer vitamin B12 (sianokobalamin) yang ada

dalam berbagai macam susu juga telah dipisahkan dengan menggunakan metode

KCKT fasse terbalik.

Sianokabalamin diekstraksi dari sampel dengan mencampur 25 mL susu

dengan 2-4 mL HCl 0,1 M pH 4,6. Campuran dipanaskan pada suhu 1200C selama

10 menit dan selanjutnya disaring. pH filtrate diatur 5,5 dengan natrium hidroksida

0,1 M dan diencerkan dengan aquades sampai 50 mL. Sianokabalamin selanjutnya

dipekatkan pada cartridge oktadesil silan yang telah dikondisikan dengan 2 mL

asetonitril dan dicuci dengan 6 mL aquades. Filtrat selanjutnya dilewatkan melalui

cartridge dan selanjutnya cartridge dicuci dengan 12 mL air. Sianokobalamin

dielusi dengan asetonitril: air (1:1 v/v) dan dipisahkan dengan kolom oktil silica.

Elusi gradient dimulai dengan asetonitril: larutan ammonium fosfat pH 3,0 (5:95)

lalu konsentrasi asetonitril ditingkkatkan sampai 30% selama 16 menit.

Konsentrasi vitamin B12 selanjutnya ditentukan dengan metode radioassay.

H. VITAMIN C

Rumus bangun asam askorbat (berat molekul 176,13) atau vitamin C dapat

digambarkan sebagai berikut:

Asam askorbat dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam larutan

cepat dioksidasi oleh udara. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh beberapa logam,

terutama tembaga. Asam askorbat jika terkena sinar lambat laun akan berubah menjadi

coklat.

METODE ANALISIS VITAMIN C

1. Metode Iodimetri

Analisis Kuantitatif Vitamin 24

Page 25: Vitamin

Dasar dari metode ini adalah sifat mereduksi asam askorbat. Metode

iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0,1 N) dapat digunakan

terhadap asam askorbat murni atau larutannya.

Cara penetapan kadar vitamin C secara iodimetri: lebih kurang 400 mg

asam askorbat yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam campuran yang terdiri

atas 100 mL air bebas karbon dioksida dan 25 mL asam sulfat encer. Larutan

dititrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indicator kanji smapai

terbentuk warna biru tetap. Tiap mL iodium setara dengan 8,806 mg asam

askorbat.

Metode ini dapat juga digunakan untuk pemeriksaan harian terhadap sediaan

vitamin C yang tidak mengandung senyawa mereduksi lainnya. Larutan baku lain

yang dapat digunakan berdasarkan sifat mereduksi asam askorbat adalah serium

(IV) ammonium sulfat atau kalium iodat.

2. Metode 2,6-diklorofenolindofenol (DCIP)

Metode 2,6-diklorofenolindofenol (DCIP) ini berdasarkan atas sifat

mereduksi asam askorbat terhadap zat warna 2,6-diklorofenolindofenol. Asam

askorbat akan mereduksi indikator warna 2,6-diklorofenol-indofenol membentuk

larutan yang tidak berwarna. Pada titik akhir titrasi, kelebihan zat warna yang tidak

tereduksi akan berwarna merah muda dalam larutan asam.

Hasil penetapan dengan metode ini mendekati hasil penetapan dengan metode

hayati. Walaupun demikian, metode ini tidak spesifik karena bebrapa senyawa

mereduksi lainnya dapat mengganggu penetapan. Senyawa pengganggu tersebut

adalah senyawa sulfhidril, tiosulfat, bentuk tereduksi dari turunan asam akontianat,

riboflavin, dan senyawa besi (II) organik.

Pelarut terbaik untuk asam askorbat adalah asam metafosfat dan asam oksalat

karena senyawa ini mencegah pengaruh tembaga.

Suatu cara untuk menghilangkan pengaruh senyawa pengganggu adalah :

Semua asam askorbat diubah menjadi asam dehidroaskorbatt dengan

menambahkan norit kedalam larutan asam askorbat atau dengan menggunakan

aksidase asam Askorbat.

Jumlah senyawa mereduksi yang masih ada ditetapkan.

Asam dehidroaskorbat direduksi menjadi asam askorbat dengan penambahan

hydrogen sulfide pada pH 4-7

Asam askorbat dititrasi dengan diklorofenol indofenol.

Analisis Kuantitatif Vitamin 25

Page 26: Vitamin

Dengan menggunakan cara tersebut di atas maka metode DCIP menjadi lebih

spesifik. Asam dehidroaskorbat tidak bereaksi dengan diklorofenolindofenol.

Metode ini digunakan untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan vitamin

dan jus. Metode ini tidak dipakai untuk penetapan kadar larutan jus yang sangat

berwarna atau Karen adanya besi(II) (Fe2+), stano (Sn2+), tembag(I) (Cu+), SO2,

sulfit, atau tiosulfat.

Berikut adalah carqqa penetapan vitamin C dengan metode 2,6

diklorofenolindofenol :

Bahan yang digunakan :

a) Larutan Pengekstraksi

Larutan asam metafosfat-asam asetat dibuat dengan melarutkan 15 g asam

metafosfat (HPO3) dalam 40 mL asam asetat dan 200 mL aquades dengan

penggojongan lalu mengencerkannya sampai 500 mL. larutan disaring

cepat dan disimpan dalam refrigerator (HPO3 akan berubah secara

perlahan-lahan menjadi H3PO4, tapi jika disimpan dalam refrigerator

larutan akan tahan 7-120 hari)

Larutan asam metafosfat-asam Asetat-asam sulfat, dibuat dengan cara

melakukan seperti (a), kecuali penggunaan H2SO4 0,3 N untuk mengganti

air.

b) Larutan baku asam askorbat – 1 mg/mL, dibuat dengan menimbang secara

saksama 50 mg asam askorbat baku yang telah disimpan dalam desikator dan

dihindarkan dari pengaruh cahaya sampai batas tanda dengan larutan asam

metafosfat-asam asetat saesegera mungkin saebelum digunakan.

c) Larutan baku diklorofenol –indofenol (DCIP), dibuat dengan melarutkan 50

mg garam Na 2,6-diklorofenol indofenol yang telah disimpan dalam desikator

melalui “soda lime” dalam 50 mL air yang telah ditambahkan 42 mg natrium

bikarbonat , lalu digojog kuat. Jika zat warna telah larut maka larutan

diencewrkan dengan 200 mL air lalu disaring dan dihindarkan dari pengaruh

cahayas dan disimpan dalam refrigerator.

d) Indicator pH timol dengan 10,75% ml NaOH 0,02 N dengan penghangatan.

Larutan diencerkan dengan H2o sampai 250 mL.

Prosedur uji vitamin C dalam minuman dengan metode DCIP

a) Pembakuan Larutan Baku DCIP dengan Larutan Baku Vitamin C

Analisis Kuantitatif Vitamin 26

Page 27: Vitamin

Masing-masing 2,0 mL larutan baku asam askorbat dipindahkan ke

dalam 3 labu Erlenmeyer dan masing-masing labu Erlenmeyer ditambah

5 mL larutan HPO3- CH3COOH.

Larutan dititrasi cepat dengan larutan DCIP dari buret 50 mL sampai

muncul warna merah mudah dalam waktu ≥ 5 detik. Dihitung volume

rata-rata larutan baku DCIP yang digunakan untuk titrasi.

Dilakukan juga 3 kali titrasi blanko yang terdiri atas 5,0 mL larutan

HPO3- CH3COOH dan 2 mL H2O. di hitung untuk titrasi blanko

(misalkan Y)

Banyaknya volume X di kurangi dengan volume Y. dihitung kesetaran

mg vitamin C tiap mL buku DCIP. (pembakuan DCIP sepereti diatas,

dilakukan setiap kali mau membakukan DCIP dengan baku asam

askorbat yang di buat baru.

b) Uji Pendahuluan Adanya Senbyawa Basa Dalam Jumlah Cukup Besar

Sejumlah sampel dari kapsul, tablet, atau sediaan padat lainnya digerus

lalu ditambahkan 2 mL larutan HPO3-CH3COOH. pH larutan diuji dengan

meneteskan indicator pH timol biru. Jika pH >1,2 menunjukan adanya

senyawa yang bersifat basa dalam jumlah yang cukup besar.

Untuk sediaan cair, sejumlah sampel diencerkan dengan 2 kali larutan

HPO3-CH3COOH sebelum diuji dengan indicator pH timol biru.

c) Penyiapan Larutan Sampel

i. Untuk sampel kering yang tidak mengandung senyawa basa dalam jumlah

cukup tinggi.

Sampel diserbukkan dengan pengerusan lemah, lalu ditambahkan

larutan HPO-CH3COOH. Larutan diencerkan dengan HPO3-

CH3COOH sampai volume yang terukur. Larutan ini dengan V mL.

Digunakan 10 mL larutan pengekstraksi /g sampel kering (Larutan

akhir diusahakan mengandung 10 - 100 mg asam askorbat/100 mL).

ii. Untuk sampel kering yang mengandung senyawa basa dalam jumlah

cukup tinggi.

Sampel diserbukkan dengan penggerusan lemah, lalu ditambah

larutan HPO-CH3COOH-H2SO4 untuk mengatur pH 1,2. Larutan

diencerkan dengan HPO-CH3COOH sampai volume yang gterukur.

Volume ini ditandai dengan V mL.

Analisis Kuantitatif Vitamin 27

Page 28: Vitamin

Digunakan 10 mL larutan pengestraksi/g sampel kering. (Larutan

akhir diusahakan mengandung 10-100 mg asam askorbat/100 mL)

iii. Untuk sampel cair

Diambil sejumlah sampel yang mengandung 100 mg asam askorbaT.

Jika sampel mengandung senyawa basa dalam jumlah yang cukup

tinggi maka pH-nya diatur 1,2 dengam menambahkan larutan HPO3-

CH3COOH-H2SO4.

Larutan diencerkan dengan HPO3-CH3COOH sampai volume yang

terukur yang mengandung 10-100 mg asam askorbat/100 mL. volume

ditandai dengan V mL.

d) Penetapan Kadar

Diambil sejumlah volume aliquot sampel yang mengandung kurang lebih

2 mg asam askorbat. Jika volume aliquot sampel yang mengandung ± 2

mg asam askorbat <7 mL, lalu ditambah larutan HPO3-CH3COOH hingga

volumenya 7 mL.

Larutan dititrasi secara cepat dengan larutan DCIP dengan menggunakan

buret 50 mL sampai muncul warna merah muda dalam waktu ≥ 5 detik.

Dilakukan replikasi 3 kali lalu dihitung volume rata-rata larutan DCIP

yang digunakan untuk titrasi.

Dilakukan juga 3 kali titrasi blanko seperti titrasi sampel dengan banyak

mL aliquot sampel diganti dengan mL H2O dalam jumlah yang sama lalu

dihitung volume rata-rata larutan baku DCIP yang digunakan untuk titrasi

blanko.

e) Perhitungan

mg asam askorbat/g, tablet, mL = (X-B) xFE

x VY

X : Volume rata-rata DCIP untuk titrasi sampel

B : Volume rata-rata DCIP untuk titrasi blanko

F : Kesetaraan mg asam askorbat/mL DCIP

E : Jumlah g sampel, tablet, mL dsb yang diukur

V : Volume larutan uji awal yang diambil

Y : volume aliquot sampel yang dititrasi

3. Metode Kolorimetri 4-metoksi-2-nitroanilin

Analisis Kuantitatif Vitamin 28

Page 29: Vitamin

Asam askorbat dengan 4-metoksi-2-nitroanilin yang telah didiazotasi

mewmbentuk senyawa yang bewarna biru. Metode ini cukup spesifik untuk asam

askorbat karena asam dehidroaskorbat, asam 2,3-diketoglukonat, tiamin, riboflavin,

piridoksin, pantotenat, asam folat, niasin, niasinamid, vitamin A, vitamin D,

Vitamin E, fenol, gliserol, propilenglikol, dan tween tidak mengganggu penetapan .

Pereaksi 4-metoksi-2-nitroanilin dibuat dengan melarutkan 500 mg 4-

metoksi-2-nitroanilin dalam 126 mL asam asetat glacial lalu mengencerkannya

dengan asdam sulfat 10% sampai 250 mL.

Cara penetapan vitamin C dengan pereaksi 4-metoksi-2-nitroanilin ditambah 2

mL natrium nitrit 0,2%, diaduk hingga warna jingga hilang lalu ditambah 75 mL n-

butil alcohol dan dicampur. Larutan ini selanjutnya ditambahkan 0,5-2 mg asdam

askorbat 0,5 % dan dipindahkan ke dalam corong pisah. Selanjutnya larutan

ditambah 25 mL natrium hidroksida 10% dan 150 mL dietil eter, digojog baik-

baik, dan didiamkan hingga memisah. Lapisan bawah (lapisan air) dipisahkan.

Lapisan organic dicuci 3 kali, tiap kali dengan 15 mL natrium hidroksida 10%.

Lapisan air dan cairan hasil cucian dengan air diencerkan dengasn air hingga 200

mL. blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan pereaksi. Absorbansi

larutan diukur terhadap blanko pada 570 nm.

4. Metode Spektrofluorometri

Asam askorbat dalam larutan air netral menunjukkan absorbansi maksimum

pada 264 nm dengan nilai E1 cm = 579. Panjang gelombang maksimum ini akan

bergeser aleh adanya asam mineral. Asam askorbat dalam asam sulfat 0,01

mempunyai panjang gelombang maksimaL 254 nm dengan nilai E1cm.

5. Metode Spektrofluorometri

Suatu metode spektrofluorometri untuk menentukan kadar vitamin C yang

mendasarkan pada reaksi yang dikatalis oleh hemoglobin telah dikembangkan.

Ke dalam labu takar 25 mL, dimasukkan 0,1 mL hydrogen peroksida 1,0 X

10-3 M; 6,0 mL larutan buffer fosfat pH 10,4 yang mengandung NH3-NH4Cl 5,0 M;

sejumlah tertentu sampel yang mengandung asam askorbat 9X10-10 M dan 0,5 mL

hemoglobin 1,0 X 10-5 M. larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas tanda

sebelum dilakukan penggoyangan. Larutan selanjutnya diletakkan diatas penangas

air yang suhunya dijaga tetap pada suhu 250C selama 10 menit. Intensitas

fluoresensi larutan sampel (F) dan blanko (F0) diukur pada panjang gelombang

Analisis Kuantitatif Vitamin 29

Page 30: Vitamin

eksitasi 318 nm dan panjang gelombang emisi 422 nm. Selanjutnya dihitung selisih

F-Fo.

Sampel injeksi dfan tab let vitamin C dianalisis kandungan vitamiunnya

dengan metode diatas. Sebanyak 20 tablet ditimbang lallu berat rata-rata tablet

dihitung sebewlum digerusa menjadi serbuk. Sejumlah serbuk yang setara dengan

berat tablet rata-rata dilarutkan dalam air lalu disaring dan ditambahkan air lagi

hingga 25,0 mL. Sampel injeksi juga diencerkan sedemikian rupa hingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi yang sesuai.

Metode ini linier pada kisaran konsentrasi asam askorbat 9,0 X 10-10 sampai

3,6 X 10-8 M. batas deteksi (hasil perhitungan) 3,0 X 10 -10 M. simpangan baku

relatifd metode ini 1,6 % pada konsentrasi 7,0 X 10-9 M ( 11 kali replikasi).

Metode spektroflurometri lain untuk analisis kuantitatif vitamin adalah

berdasarkan pada reaksi antara asam askorbat (AA) dengan metilen biru (MB).

Intensitas fluoresensi MB diukur pada panjang gelombang eksitasi 664 nm dan

panjang gelombang emisi 682 nm. Konsentrasi MB menurun sebagai fungsi

penurunan intensitas fluorosensi MB karena terbentuk MB yang kurang bewarnas

(Leuco-MB) setelah terjadi reaksi antara AA dan MB. Reaksi ini merupakan reaksi

redoks, yang mana AA akan dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat sementara

MB akan direduksi menjadi Leuco-MB yang kurang bewarna.

Suatu hubungan linier diperoleh antara penurunan intensitas fluoresensi MB

dan konsentrasi AA pada kisaran 3,0 X 10-7 sampai 6,0 X 10-6 M. batas deteksi

metode ini 2,5 X 10-7 M. Metode ini telah sukses digunakan untuk menetapkan

kadar vitamin C dalam tablet supplement vitamin.

6. Metode Kromatografi

Suatu metode kramotografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) telah

dikembangkan untuk penentuan asam askorbat dalam minuman ringan dan jus apel

menggunakan tris (2,2-bipiridin rutewnium (II) atau (Ru(bpy)32+

elektroluminesense. Sampel disaring dan diencerkan sebelum dilakukan analisis

dengan KCKT dan tidak ada pra-perlakuan lain yang dilakukan. Pemisahan asam

askorbat dilakukan dengan menggunakan kolom oktadesilbsilan (ODS, C18)

menggunakan fase gewrak larutan buffer NaH2PO4-K2HPO4 (pH 6,5). Aliran fase

gerak 0,3 mL/menit. Asam askorbat yang terelusi dicampur dengan (Ru(bpy)32+ 0,5

mM dan dioksidasi pada 1,5 V (dengan elektroda Ag/AgCl). Adanya gangguan

Analisis Kuantitatif Vitamin 30

Page 31: Vitamin

asam sitrat dapat dihindari dengan menambah tetra-butilamonium-tetrafluoroborat

(Bu4NBF4) 10-4 M pada eluen.

INTERAKSI OBAT VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR

Vitamin C – Antikoagulan

Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan

darah dan mencegah pembekuan darah. Akibatnya: antikoagulan mungkin tidak

seefektif yang diharapkan. Warfarin dan Coumadin adalah antikoagulan yang

paling banyak digunakan.

Vitamin C –Asparin

Akibatnya :

Efek vitamin C menurun

Vitamin C takaran tinggi (lebih dari 2000 mg setiap harinya dapat meningkatkan

kadar darah aspirin mencapai konsentrasi toksik)

Vitamin C – Barbiturat

Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan efek barbiturate. Barbiturate digunakan

sebagai seditiva atau pil tidur.

Vitamin C – Pil KB

Akibatnya : Resiko hamil dapat meningkat jika digunakan vitamin C takaran tinggi

(1000 mg atau lebih setiap harinya) secara tidak teratur – Ini akibat pengikatan

kembali komponen hormone dari pil KB pada saat pemberian vitamin diberikan.

Perdarahan merupakan tanda terjadinya reaksi.

Catatan : Penggunaan vitamin dalam takaran sekitar 250-500 mg dapat mengurangi

interaksi tersebut.

Vitamin C – Kinidin

Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan masa kerja kinidin. Kinidin digunakan

untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan.

Vitamin C – Primidon (Mysoline)

Akibatnya : mungkin terjadi perpanjangan masa kerja primidon. Primidon adalah

antikonvulsan yang digunakan untuk mencegah kejang pada gangguan seperti ayan

Vitamin C – Uji glukosa air kemih

Akibatnya : mungkin terjadi kesalahn hasil uji ketika mengukur kadar gula dalam

air kemih penderita diabetes

Vitamin B2 (Riboflavin) – Asam borat

Analisis Kuantitatif Vitamin 31

Page 32: Vitamin

Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B2 dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan vitamin. Sumber asam borat : obat kumur, salep kulit,

supositoria wasir.

Vitamin B6 (Piridoksin) – Pil KB

Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.

Vitamin B6 (Piridoksin) – Estrogen (hormon wanita)

Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan.

Vitamin B6 (Piridoksin) – Hidralazin (Apresolin)

Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan. Hidralazin digunakan

untuk menanggulangi tekanan darah tinggi.

Vitamin B6 (Piridoksin) – Isoniazida

Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan. Isoniazida digunakan

untuk mengobati tuberculosis

Vitamin B6 (Piridoksin) – Levodopa (Dopar, Larodopa, Sinemet)

Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengendalikan tremor

karena penyakit Parkinson. Akibatnya : kondisi yang diobati mungkin tidak

terkendali de4ngan baik. Catatan : penggunaan sinemet akan mengurangi interaksi.

Vitamin B12 – Kalium klorida

Akibatnya : efek vitamin B12 dapat berkurang. Kepadea penderita tekanan darah

tinggi yang menggunakan diuretika sering diberikan tambahan kalium klorida

karena tubuh sering kehilangan kalium.

Asam folat (Vitamin B9) – Pil KB

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.

Asam folat (Vitamin B9) – Estrogen (hormon wanita)

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan.

Asam folat (Vitamin B9) – Fenitoin (Dilantin)

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan, tapi jangan terlalu

Analisis Kuantitatif Vitamin 32

Page 33: Vitamin

banyak – asam folat dalam jumlah banyak dapat menurunkan efek fenitoin.

Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk menegendalikan kejang pada

gangguan seperti ayan.

Asam folat (Vitamin B9) – Primidon (Mysoline)

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan. Primidon adalah

antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang seperti ayan.

Asam folat (Vitamin B9) – Sulfasalazin (Azulfidine)

Kombinasi ini dapat menghilangkan asam folat dari tubuh. Akibatnya : mungkin

terjadi kekurangan asam folat. Gunakan asam folat tambahan. Sulfasalazin

digunakan pada colitis ulseratif.

BAB III

PENUTUP

Analisis Kuantitatif Vitamin 33

Page 34: Vitamin

A. KESIMPULAN

Fungsi khusus vitamin adalah sebagai kofaktor (elemen pembantu) untuk reaksi

enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya,

termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan sistem kekebalan

tubuh dan pembekuan darah.

Vitamin, pada umunya, dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu vitamin

yang larut dalam lemak yakni vitamin A,D,E, dan vitamin K, serta vitamin yang larut

dalam air seperti vitamin B dan vitamin C yang masing-masing dapat dianalisis dengan

berbagai metode, seperti metode spektrofotometri, metode kolorimetri, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Hardkness, Richard, 1989, Interaksi Obat, ITB, Bandung.

Analisis Kuantitatif Vitamin 34

Page 35: Vitamin

Hoan Tjay, Tan., Rahardi, Kirana., 2007, Obat-Obat Penting Edisi Keenam, PT Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Gan Gunawan, Sulistia, 2007, Farmakologi dan Terapi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Sudjadi, dan Rohman, A., 2008, Analisis Kuantitatif Obat, Gadjah Mada University,

Yogyakarta.

Underewood, A.L., dan Day Ji, R.A., 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Surabaya.

Analisis Kuantitatif Vitamin 35