43
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pemeriksaan
(Ballinger, 2003) Vertebrae lumbalis adalah bagian kelompok
pembentuk tulang yang terdiri dari 5 ruas tulang belakang.
Corpusnya berukuran cukup besar, padat, berat dan lebih lebar dari
vertebrae lainnya dan processus transversusnya agak panjang dan
tipis processusnya lebar dan pipih letaknya tepat pada daerah
pinggang.
(Syaiffuddin, 2006) Vertebrae lumbalis merupakan vertebrae yang
terbesar ukurannya karena harus menyangga berat dada, kepala dan
anggota badan atas, bagian-bagian ruas tulang belakang terdiri dari
: vertebrae cervikalis 7 ruas, vertebrae thorakalis 12 ruas,
vertebrae lumbalis 5 ruas, vertebrae sacrum 5 ruas dan vertebrae
coccygeus 5 ruas.
Fungsi ruas tulang belakang : menahan kepala dan alatalat tubuh
lain, melindungi alat halus yang ada didalamnya, tempat melekatnya
tulang iga dan tulang panggul, menentukan sikap tubuh.
(1)Spondylolisthesis adalah perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus
serta penonjolan kesemua arch dari anulus fibroses. Anulus
mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik ter adi pada
pinggir tulang corpus vertebrae, membentuk osteofit atau spurs atau
taji. Dengan penyempitan rongga vertebrae, sendi intervertebrae
dapat mengalami subluksasi dan penyempitan foramina intervertebrae,
yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit (Arif Mansjoer,
2000).
Secara singkat, spondylolisthesis adalah kondisi dimana telah
terjadi degenerasi pads sendi intervertebral yaitu antara diskus
dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligament flavum).
Pada pemeriksaan vertebrae lumbalis dengan sangkaan
spondylolisthesis ini dapat dilihat dari hasil foto rontgen dengan
diagnosa awal spondylolisthesis dan dapat menyimpulkan bahwa ada
tidaknya pada vertebrae lumbalis.
Dari latar belakang masalah tersebut diatas penulis akan
menguraikan salah satu kelainan vertebrae lumbalis sesuai dengan
judul karya tulis Radiografi Vertebrae Lumbo-sacral Dengan Sangkaan
Spondylolisthesis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan?
1. Ruang Lingkup Penulisan
Pada penulisan ini akan diuraikan hal-hal yang mendukung
penulisan, diantaranya yaitu radiografi Vertebrae Lumbo-sacral
dengan sangkaan spondylolisthesis dengan melakukan proyeksi antero
posterior dan proyeksi lateral. Dengan menggunakan film high speed,
dikombinasikan dengan intensifying screen yang fast screen, serta
pesawat rontgen General x-ray unit dengan kapasitas 200 mA.
Pencucian film dilakukan dikamar gelap dengan menggunakan automatic
processing sehingga akan lebih efisien dibandingkan manual
processing.
1. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang dan pembatasan masalah diatas
penulis merumuskan masalah yang timbul pada pemeriksaan radiografi
vertebrae lumbosacral dengan sangkaan spondylolisthesis yaitu :
Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran
radiografi Vertebrae Lumbo-sacral pada penderita spondylolisthesis
yang optimal?
1. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dari pemeriksaan radiografi Vertebrae Lumbo-sacral adalah
untuk mendapatkan gambaran radiografi dari Vertebrae Lumbo-sacral
dengan kelainan yang terjadi pada Vertebrae Lumbo-sacral, yang
berguna :
1. Untuk Penulis
Untuk menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan
secara teori dari praktek klinik beberapa bulan di rumah sakit.
1. Untuk Spesialis Radiologi
Untuk memberikan informasi dari hasil radiografi yang optimal,
dokter spesialis radiologi dapat menegakkan diagnosa yang tepat dan
akurat.
1. Untuk Pasien
Dengan diagnosa yang tepat dan akurat pasien dapat mengetahui
penyakit yang dideritanya dan pengobatan selanjutnya.
1. Untuk Dokter Pengirim
Dengan diagnosa yang tepat dan akurat, maka dokter pengirim
dapat menentukan tindakan medis selanjutnya.
E. Metode Penulisan
1. Studi Kepustakaan
Dengan membaca dan mempelajari buku-buku referensi kepustakaan
dan diktat yang berhubungan dengan karya tulis tersebut.
1. Pengalaman Belajar
Dengan menerapkan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun
praktek yang didapat selama mengikuti perkuliahan.
1. Wawancara
Melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien
maupun keluarga yang berhubungan dengan penyakitnya, disamping itu
penulis juga mengadakan konsultasi pada radiografer, dokter
spesialis radiologi dan juga bagian lain yang berhubungan dengan
karya tulis ilmiah ini.
F. Isi Penulisan
Sistematika dari penulisan karya tulis ini dibagi lima bab,
dimana setiap bab membahas hal-hal sebagai berikut :
BAB I:PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, ruang lingkup penulisan,
rumusan masalah, tujuan pemeriksaan, metode penulisan dan isi
penulisan.
BAB II:TINJAUAN TEORITIS
Berisikan uraian tentang konsep dasar yang meliputi anatomi,
fisiologi dan patologi, teknik radiografi, teknik pesawat
radiologi, fisika, radiodiagnostik, perlengkapan radiografi,
proteksi radiasi dan processing x-ray film.
BAB III: LAPORAN PEMERIKSAAN
Berisikan identitas pasien, pelaksanaan pemeriksaan dan evaluasi
gambar.
BAB IV:PEMBAHASAN MASALAH
Berisikan rumusan masalah, penyebab masalah dan upaya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah.
BAB V:KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian Konsep
1. Pengertian Pemeriksaan
Radiografi vertebrae lumbo-sacral merupakan pemeriksaan terhadap
tulang pinggang yang terdiri dari 5 untuk ruas tulang vertebrae
lumbal dan 5 ruas vertebrae sacrum dengan menggunakan sinar-X dan
film dengan tujuan untuk memperlihatkan anatomi dan kelainan
kelainan yang terjadi pada vertebrae lumbo-sacral dari beberapa
aspek (Ballinger, 2003).
1. Anatomi
Menurut Syaifuddin (2002), Anatomi adalah ilmu yang mempelajari
tentang bentuk dan susunan tubuh, baik secara keseluruhan maupun
sebagian serta hubungan alat tubuh yang satu dengan yang lain.
Columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah
struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang
disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas
tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang
rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 67
cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 bush diantaranya adalah
tulang-tulang terpisah dari 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2
tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra cervical atau ruas
tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5
vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau
ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang
tungging. (Evelyn, 1999).
Gambar 1.1 Anatomi Columna Vertebrae aspek Antero Posterior
(Ballinger, 2003)
Keterangan gambar :
1. Processus spinosus
1. Pediculus arcus
1. Processus costarius
1. Corpusvertebrae
a. Vertebrae Lumbalis
Vertebralis lumbal atau ruas tulang pinggang adalah yang
terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebrae lainnya
dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal,
dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang
dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari
coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblique.
Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital
plane.
Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4
(empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung
ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal
melengkung ke depan, dan daerah pelvis lelengkung ke
belakang.(Syaifuddin, 2002).
(Gambar 1.2. Anatomi Lumbal dilihat dari aspek Lateral)
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen
anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior
yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus
transversus, prosesus spinosus dan prosesus artikularis.
Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus
intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang
lain oleh ligamentum. Foramina vertebralis lumbalis berbentuk
segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra
thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra cervikalis. Bagian bawah
dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu,
foramen vertebra lumbal lima hanya berisi kauda equina dan
selaput-selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada
vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil
daripada, yang terdapat pada vertebra thorakalis. Prosesus spinosus
berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah
bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya
dengan cara meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior
merupakan fasies artikularis yang cekung dan menghadap
posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung
dan menghadap ke anterolateralis.
b. Vertebrae Sacrum
Vertebrae Sacrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan
terletak pada bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara
kedua tulang inominata, (atau tulang koxa) dan membentuk bagian
belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari sacrum terletak di
atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk
sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum
membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran
tulang belakang) dan memang lanjutan dari padanya. Dinding kanalis
sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus
spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior
dari sacrum.
Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat
gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima,
vertebra sakralis.
Pada ujung gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang
kecil untuk dilewati urat-urat saraf, lubang-lubang ini disebut
foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di
sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi
sakro-iliaka kanan dan kiri (Evelyn, 1999).
c. Vertebrae cocygeous
Vertebrae cocygeous atau tulang tungging terdiri atas empat atau
lima vertebrae yang rudimenter yang bergabung menjadi satu. Di atas
cocygeous bersendi dengan sacrum.
1. Fisiologi
Anatomi fisiologi adalah ilmu dalam bidang kesehatan/ kedokeran
yang mempelajari didalamnya anatomi dan fisiologi metabolisme
tubuh, anatomi dan fisiologi sistem saraf, anatomi dan fisiologi
sistem digestif, anatomi dan fisiologi payudara, otak panggul, dan
bagian tubuh lainnya. Ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasai
oleh mahasiswa bidang kedokteran khususnya keperawatan serta
kebidanan.
Columna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan.
Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstremitas atas dan
batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi
medula spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di
canalis vertebralis. Fungsi ketiga dari columna vertebralis adalah
untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari
otototot (Pearce, 2010).
Vertebra lumbo-sacral merupakan bagian dari tulang
belakang/columna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang
dinamakan ruas tulang belakang. Tulang belakang gunanya adalah
untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi
sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyarnbung otak
yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat
tulang-tulang panggul bergantung.
2. Patologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis
antara lain:
1. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung
melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
1. Nucleus pulposus kehilangan cairan.
1. Tinggi discus berkurang.
Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada
diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan
gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis
berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan
mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari
annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan
menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada
selaput meningeal, durameter dare spinal cord membentuk suatu
selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflainasi
karena jarak discus membatasi canalis intervertebral.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait
dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada
margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan
kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan
mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
3. Etiologi
Spondylolisthesis lumbal muncul karma proses penuaan atau
perubahan degeneratif. Spondylolisthesis lumbal banyak pada usia
3045 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih
banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor
resiko yang dapat menyebabkan spondylolisthesis lumbal adalah,
(Rothschild, 2009):
1. Kebiasaan postur yang jelek.
1. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan
yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang.
1. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi
degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and
David E. Fish, 2009):
1. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis
deformans atau spondylolisthesis meningkat secara linear sekitar 0%
- 72% antara usia 39 70 tahun. Begitu pula, degenerasi discus
terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70
tahun.
1. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi discus juga
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbal, indeks
massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat,
membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh
tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat
meningkatkan kemungkinan spondylolisthesis dan keparahan
spondylolisthesis.
1. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi
osteofit dan degenerasi discus. Penelitian Spector and MacGregor
menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada
osteoarthritis berkaitan dengan factorherediter. Kedua penelitian
tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif
yang menunjukkan bahwa sekitar 1/2 (47 66%) spondylolisthesis
berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2
10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
1. Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan
bahwa perubahan degeneratif pada discus berkaitan dengan beban
mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam
proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa
pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya
adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan
pada vertebra lumbal.
1. Teknik Radiografi
Teknik radiografi adalah ilmu yang mempelajari tata cara
pemotretan suatu objek untuk memperlihatkan gambaran radiografi
dari organ yang diperiksa dan memberikan informasi yang komplit dan
akurat yang dicatat dalam media film.
1. Proyeksi Antero Posterior
Tujuan Pemeriksaan:Untuk memperlihatkan secara umum vertebrae
lumbo-sacral dari sisi antero - posterior
Posisi Pasien :Supine (tidur terlentang) di atas meja
pemeriksaan, garis tengah tubuh sejajar dengan garis tengah meja
pemeriksaan.
Posisi Objek :Mid sagital plane dari tubuh diatur tepat pada mid
line table, kedua tangan diletakkan diatas dada. Letakkan objek
pada pertengahan film, kaset diletakkan horizontal dengan memakai
grid
Gambar 1.3. Proyeksi Antero Posterior Lumbal (Ballinger,
1999).
Focus Film Distance : 90 cm (Clark, 1993)
Central Ray: disudutkan 30 derajat sampai 35 derajat
cranialy
Central Point: menembus pada tengah anterior superior iliac
spine
Kaset: 18 cmx 24 cm mengguanakan grid (Bontrager, 2001).
Kondisi Penyinaran: 70 kv, 66 mAs (Clark, 1973).
Gambar 1.4. Kriteria gambar proyeksi antero-posterior
(Ballinger, 1999)
Kriteria Gambar:Tampak gambaran lumbal V, processus transversus,
processus spinosus, sacroiliac joint, sendi Lumbal V dan Sacrum I,
dan discus intervertebralis space.
2. Proyeksi Lateral
Tujuan:Untuk memperlihatkan gambaran vertebrae lumbo- scaral
dari sisi lateral.
Posisi Pasien :Pasien tidur miring diatas meja pemeriksaan.
Posisi Objek :Letakkan tangan pasien diatas kepala, lutut
ditekuk untuk kenyamanan pasien.
Gambar 1.5. Proyeksi Lateral Lumbal (Ballinger, 1999)
Focus Film Distance : 90 cm
Central Ray : Vertikal dan tegak lurus film
Central Point:Pada lumbal III
Kondisi Penyinaran:85 kV, 50 mAs (Clark, 1973)
Gambar 1.6. Kriteria gambar proyeksi Lateral (Ballinger,
1999)
Kriteria Gambar :Tampak sendi antara lumbal V dan Sacrum I
diskus intervertebralis space, foramen inter vertebral, crest of
ilium.
C. Teknik Pesawat Rontgen
Menurut (Meredith, 1972) Pesawat rontgen adalah salah satu
peralatan instalasi radiologi yang mempunyai peranan penting untuk
dapat memproduksi sinar-x dan dapat memberikan gambaran objek pada
film rontgen setelah melalui proses secara kimiawi di ruang
processing film atau kamar gelap.
Teknik pesawat rontgen adalah bagaimana tata cara penggunaan
pesawat rontgen tersebut untuk kelancaran jalannya pemeriksaan
dengan hasil gambaran radiografi yang optimal.
Secara garis besar komponen pesawat rontgen dapat di bagi atas
beberapa bagian:
1. Tabung Pesawat Rontgen
Teknik pesawat rontgen adalah tata cara penggunaan pesawat
rontgen untuk kelancaran jalannya pemeriksaan dengan hasil gambaran
radiografi yang optimal.
Menurut Rasad ( 2005 ), Pesawat rontgen adalah pengetahuan
tentang teknik yang dapat menggunakan sinar-x. Dimana pada bagian
medis digunakan sebagai alat untuk mendiagnosa dan mengobati (
terapi ) suatu penyakit.
Tabung sinar-x ini merupakan suatu alat yang meproduksi sinar
sinar-x, dimana pada tabung ini elektron diproduksi, diarahkan dan
dipercepat dengan kecepatan tinggi kemudian menubruk target ( bahan
), sehingga menghasilkan panas 99% dan sinar-x 1%.
2. Transformator Tegangan Tinggi (HTT)
Menurut Meredith ( 1972 ), Transformator tegangan tinggi adalah
sumber tegangan tinggi yang digunakan untuk menggerakkan dengan
cepat elektron-elektron melalui tabung sinar-x, yang berfungsi
untuk mengubah tegangan jala sampai beribu-ribu volt yang
diperlukan utnuk memproduksi sinar-x. Trafo step-up merupakan alat
untuk menaikkan besarnya tegangan.
Pada pesawat yang memiliki transformator tegangan tinggi, alat
ini dihubungkan melalui kabel tegangan tinggi ke tabung
rontgen.
Menurut Meredith ( 1972 ), Trafo mempunyai 2 jenis kumparan,
primer dan sekunder. Kumparan primer mengambil tegangan dalam
bentuk arus sangat tinggi ( 200 Ampere atau lebih pada satu daya).
Bila arus sangat tinggi mengalir, tahanan kawat yang dilaluinya
harus sekecil mungkin, jadi kawat kumparan primer harus pendek dan
tebal.
Kumparan sekunder menyediakan kV dan mA untuk tabung sinar-x,
memberikan daya dalam bentuk arus lemah pada tegangan sangat
tinggi. Karena membawakan arus sangat lemah, tahanan dapat lebih
besar dengan tidak memerlukan banyak tegangan untuk mengirim arus
melalui dan terlalu banyak daya hilang. Dengan demikian kumparan
sekunder dibuat dari kawat panjang dan tipis.
3. Meja Kontrol (control table)
Menurut Suhartono ( 2004 ), Meja control adalah bagian dari unit
pesawat rontgen yang digunakan untuk menentukan besarnya keluaran
sinar-x yang dibutuhkan untuk setiap kali eksposi. Meja control
pesawat rontgen diagnostik berbeda-beda pada masing-masing pesawat,
tetapi pada prinsip penggunaannya hampir sama pada setiap pesawat
rontgen. Adapun bagian-bagian dari meja control yaitu : kilo
Voltage (kV) meter radiografi menunjukkan kepada radiografer kilo
voltage yang diperoleh dari bermacam-macam posisi dari selector kV.
Selector kV radiografi alat untuk memilih kV yang akan digunakan
dalam pembuatan gambar radiografi, mili Ampere (mA) meterradiografi
mencatat arus yang melalui tabung sinar-x, jadi mengukur arus yang
mengalir dalam rangkain arus sekunder trafo tegangan tinggi.mA
selector radiografi yaitu alat untuk memilih mA yang digunakan
untuk pembuatan gambar radiografi.second radiografi menunjukkan
lamanya proses terjadinya sinar-x pada tabung rontgen. Tombol
eksposi radiografi (hand-switch) alat untuk melakukan eksposi.
4. Meja Pemeriksaan
Meja pemeriksaan ialah suatu peralatan yang digunakan untuk
penderita atau pasien yang akan diperiksa. Meja pemeriksaan
berfungsi untuk menempatkan penderita di ruangan pemeriksaan dan
terpisah dari ruangan meja kontrol. Meja pemeriksaan merupakan meja
yang di desain khusus untuk pemeriksaan radiografi dan fluoroscopy
(berkapasitas, relative besar). Meja pemeriksaan dilengkapi dengan
grid bergerak (bucky).
D. Fisika Radiodiagnostik dan Proteksi Radiasi
1. Fisika Radiodiagnostik
Fisika radiodiagnostik adalah ilmu yang mempelajari tentang
gejala gejala dengan menggunakan sinar-x yang dihasilkan dari
tabung rontgen untuk menegakkan diagnosa. Dalam radiografivertebrae
lumbosacral sangkaan spondylolisthesis memerlukan ketajaman dan
detail gambar yang tinggi, sehingga dapat memperlihatkan gambaran
tulang-tulang vertebrae dengan jaringan disekitarnya.
Gambar radiografi dikatakan tajam apabila garis antara
bagian-bagian yang membentuk gambar dapat dilihat dengan jelas.
Ketajaman juga ditentukan oleh jenis film dan interaksi atau kontak
antara tabir penguat dan film.
a. Ketajaman gambar
Menurut Meredith, (1972) Ketajaman gambar adalah nilai citra
radiografi mampu memperlihatkan batas yang tegas bagian-bagian
objek yang difoto sehingga struktur organ terlihat dengan baik.
Agar diperoleh ketajaman yang lebih baik maka tabir penguat harus
mempunyai syaratsyarat yaitu:
1). Ukuran kristal yang kecil
2). Lapisan pelindung setipis mungkin
3). Lapisan posfor
4). Harus memiliki cat pewarna.
Adapun beberapa hal untuk mempengaruhi ketajaman yaitu:
1). Ukuran bidang fokus
Semakin kecil bidang fokus maka semakin tinggi ketajaman
gambar
2). Faktor jarak
Pengaruh jarak terhadap ketajaman yaitu:
1. Focus film distance semakin besar maka foto akan semakin
tajam
1. Objek film distance semakin kecil, maka foto yang akan di
hasilkan semakin tajam.
1. Faktor Pergerakan
Untuk mendapatkan gambaran yang tajam dari objek bergerak maka
yang dapat dilakukan adalah memperkecil jarak focus ke film dan
mempersingkat waktu ekspose. (Meredith,1972).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktajaman gambar
adalah:
a. Ketidaktajaman geometrik (Unsharpness Geometric)
Ukuran bintik fokus dan jarak objek ke film menentukan besarnya
ketidaktajaman,hal ini dapat diperkecil. Ketidaktajaman geometri
bertambah apabila :
1). Ukuran bintik fokus objek (FOD) bertambah.
2). Jarak Fokus Film (FFD) berkurang.
3). Jarak Objek Film (OFD) bertambah.
b. Ketidaktajaman akibat pergerakan (Unsharpness movement)
Ketidakjamanan ini terjadi pada saat penyinaran, pergerakan bisa
terjadi pada tabung sinar-x, objek yang akan diperiksa, serta
kaset. Untuk mengurangi ketidaktajaman akibat pergerakan maka
diperlukan waktu penyinaran yang singkat.
c. Ketidaktajaman fotografi (unsharpness fotografi)
Yaitu ketidaktajaman yang disebabkan karena struktur film dari
intensifying screen.
2. Proteksi Radiasi
(Akhadi, 2000) Merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau
teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan
dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seorang atau
sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan
yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
Tujuan dari keselamatan radiasi ini adalah mencegah terjadinya
efek detetininistik yang membahayakan dan mengurangi terjadinya
efek stokastik serendah mungkin. Program proteksi radiasi
dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin terjadinya kecelakaan
radiasi pada personil, pasien maupun masyarakat umum. Program
proteksi radiasi ini betujuan untuk melindungi pekerja radiasi
serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat
penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi lain.
Menurut Rasad (2005), faktor utama dalam proteksi radiasi yaitu
:
1. Faktor waktu
Besar dosis radiasi yang diterima seseorang bergantung pada lama
(waktunya) pada medan radiasi. Semakin singkat pada medan radiasi
semakin kecil dosis radiasi yang diterima. (berbanding dengan
waktu)
1. Faktor jarak
Besar dosis radiasi yang diterima seseorang bergantung pada
jaraknya terhadap sumber radiasi. Semakin jauh jarak terhadap
sumber radiasi semakin kecil dosis radiasi yang diterima
seseorang.
1. Faktor penahan radiasi (prisai)
Besar dosis radiasi yang diterima seseorang bergantung pada
nomor atom dan tebal prisai. Semakin tinggi nomor atom dan tebal
prisai semakin kecil dosis radiasi yang diterima.
Alat-alat proteksi radiasi yang dapat digunakan adalah:
1. Diafragma cahaya
2. Pelindung gonad
3. Apron timbal
4. Sarung tangan timbal
Cara perlindungan (proteksi radiasi) yang dapat dilakukan
yaitu:
1. Terhadap pasien ;
1. Pemeriksaan sinar-x hanya atas permintaan dokter.
1. Ukuran lapangan penyinaran sesuai kebutuhan klinis.
1. Jarak fokus objek jangan terlalu dekat
1. Tidak terjadi pengulangan foto
1. Mengatur waktu exposi sesuai dengan objek
1. Terhadap personil :
1. Personil berlindung dibelakang prisai (selding) pada saat
expose
1. Menggunakan alat pengukur radiasi seperti film base
1. Mentaati peraturan proteksi radiasi
1. Bekerja dengan hati-hati dan teliti agar tidak terjadi
pengulangan foto
1. Terhadap masyarakat umum :
1. Menutupi pintu ruang pemeriksaan saat pemeriksaan
berlangsung.
1. Dinding pintu ruangan pemeriksaan dilapisi Pb sesuai dengan
petunjuk aman proteksi radiasi.
1. Tidak mengarahkan tube sinar-x ke arah ruang tunggu.
(Akhadi,1980).
3. Perlengkapan Radiografi
(Rasad, 2005) Beberapa perlengkapan yang digunakan dalam
pemeriksaan radiografi lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis yaitu sebagai berikut :
a. Film Rontgen
Fungsinya untuk mencatat bayangan setelah interaksi sinar-x
dengan bahan. Adapun lapisan-lapisan yang terdapat pada film
rontgen adalah : Supercoat (lapisan pelindung), berfungsi untuk
melindungi emulsi film terhadap tekanan mekanik, terbuat dari
gelatin.
1). Lapisan emulsi film, terbuat dari campuran perak bromida dan
gelatin dan berfungsi sebagai pencatat.
2). Substratum (lapisan perekat), berfungsi sebagai perekat
antara emulsi dengan alas film.
3). Film base (lapisan dasar), berfungsi sebagai penunjang
terbuat dari Polyester.
Gambar 1.7. Lapisan film rontgen (Meredith, 1972)
Keterangan gambar:
1. Film Base
1. Emulsi Film
1. Substratum
1. Supercoat
Jenis-jenis film menurut pasangan penggunaan intensifying
screen, terdiri dari :
1. Screen film : Film yang dalam penggunaannya selalu
menggunakan intensifying screen.
1. Non-Screen Film : Film yang penggunaannya tanpa intensifying
screen.
Adapun jenis film menurut kecepatannya terdiri dari :
1. High speed, yaitu film rontgen yang mempunyai butir-butir
AgBr kasar dan menghasilkan detail yang rendah.
1. Medium speed, yaitu film rontgen yang mempunyai butir-butir
AgBr sedang dan menghasilkan detail yang sedang.
1. Low speed, yaitu film rontgen yang mempunyai butir-butir AgBr
halus dan menghasilkan detail yang tinggi.
Pada radiografi lumbo-sacral dengan sangkaan spondylolisthesis
sebaiknya menggunakan film dengan kecepatan high speed dikarenakan
objek yang difoto membutuhkan kondisi yang tinggi.
b. Kaset
kaset adalah suatu tabung tahan cahaya yang berisikan dua buah
intensifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film rontgen
diantara keduanya dengan mudah. (Rasad, 2005).
Fungsi kaset :
1. Sebagai tempat film rontgen dan melindungi film dari
cahaya.
1. Melindungi intensifying screen dari tekanan mekanik dan bahan
kimia.
1. Menjaga agar hubungan antara film rontgen dengan intensifying
screen tetap rapat.
Gambar 1.8. Gambar kaset (Longmore, 1942)
Keterangan gambar
1. Tutup kaset
1. Lembaran intensifying screen depan
1. Film rontgen
1. Lembaran intensifying screen belakang
1. Lapisan tekanan kaset busa
1. Alas kaset berlapis timbal
c. Intensifying Screen (IS)
Rasad (2005), Intensifying screen adalah alat yang terbuat dari
kardus (card board) khusus yang mengandung lapisan tipis emulsi
fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai dan banyak dipergunakan
adalah kalsium tungstan. Fungsi intensifying screen adalah merubah
sinar-X menjadi cahaya tampak.
Gambar 1.9. Lapisan intensifying screen
Menurut kecepatannya intensifying screen dapat dibagi atas 3
jenis, antara lain:
1. Fast Screen yaitu screen dengan kecepatan tinggi yang
mempunyai butir-butir kristal posfor yang kasar sehingga
menghasilkan ketajaman foto yang tinggi.
1. Medium Screen yaitu jenis screen dengan kecepatan sedang,
yang mempunyai butir-butir kristal posfor sedang, sehingga
menghasilkan ketajaman foto yang sedang.
1. Slow Screen yaitu jenis screen dengan kecepatan rendah, yang
mempunyai butir-butir kristal posfor yang halus sehingga
menghasilkan ketajaman foto yang tinggi.
Pada radiografi lumbo-sacral dengan sangkaan sondylolisthesis
sebaiknya menggunakan intensifying screen dengan kecepatan fast
screen di karenakan dapat menghasilkan ketajaman foto yang
tinggi.
d. Marker
(Rasad, 2005) Marker merupakan tanda atau kode yang digunakan
untuk:
1. Identifikasi pasien (nama pasien, jenis kelamin, umur,
tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan, nama rumah sakit)
1. Tanda letak anatomi
1. R = tanda anatomi sebelah kanan
1. L = tanda, anatomi sebelah kiri
e. Grid
Grid adalah alat untuk mengurangi radiasi atau mengeliminasi
radiasi hambur agar tidak sampai ke film rontgen. Grid terdiri dari
lajur-lajur lapisan tipis timbal yang disusun tegak diantara bahan
yang tembus radiasi, misalnya: plastik, kayu, bakelit.
Macam-macam grid ditinjau dari gerakannya:
1. Stationary grid (lysolm)
1. Moving grid (bucky)
Jenis grid dalam penggunaannya berada dibawah meja pemeriksaan
yang dapat dipindah-pindahkan.
Jenis grid ditinjau dari susunan garis-garis pb:
a). Grid linear yaitu jalur (lempengan) yang satu dengan yang
lain sejajar.
b). Focused grid jalur pb berangsur tambah miring dari pusat
ketepi, disusun sedemikian rupa mengikuti arah sinar.
c). Pseudo focused grid yaitu jarak antara jalur diletakkan satu
ketepi sama tetapi tebal berbeda (semakin ketepi semakin
tipis).
d). Crossed grid yaitu dua grid diletakkan satu diatas yang lain
(bersilang), crossed grid sebagian pusat sinar-x terns ditengah
grid dan tegak lures. (Rasad, 2005).
f. Processing X-Ray Film (Proses Pencucian Film Sinar-X)
(Chesney 1990), processing X-ray film adalah teknik pengolahan
film yang tepat agar gambaran yang dihasilkan baik, jadi baik dan
tidaknya hasil film rontgen juga ditentukan oleh teknik pengolahan
film dalam kamar gelap.
(Rasad, 2005) kamar gelap adalah suatu area atau tempat
dilakukannya pengolahan film sebelum dan sesudah eksposi. Kamar
gelap juga berfungsi untuk menyimpan film rontgen memasukkan film
kedalam kaset dan tempat mengeluarkan film dari kaset.
Secara umum, kamar gelap memiliki persyaratan antara lain :
1. Ukuran kamar gelap harus memadai dan proporsional dengan
kapasitas dan beban kerja.
1. Terlindung dari radiasi, sinar matahari, dan bahan-bahan
kimia lain selain larutan untuk pengolahan foto.
1. Sirkulasi dan suhu udara yang baik sekitar 18-20C.
1. Persediaan air yang bersih dan mengalir.
1. Kelengkapan alat-alat kamar gelap yang memadai.
1. Dinding dan lantai yang tahan kropos.
1. Lokasi mudah dijangkau dari semua ruangan.
Kamar gelap terdiri atas :
1. Daerah basah meliputi bak yang berisi air yang mengalir,
tanki pembangkit (developer), tanki penetap (fixer), rinsing,
washing
1. Daerah kering meliputi lemari untuk menyimpan film sinar-x,
kaset-kaset, dan hunger.
Proses pencucian film rontgen menurut cara kerjanya dibedakan
menjadi dua macam yaitu
1. Proses Pencucian Secara Manual
Manual processing yaitu proses pencucian dengan tenaga manusia
yang melalui beberapa proses dan prosesnya memerlukan waktu yang
lama. Manual proses bekerja pada suhu 18-20C.
Adapun proses secara manual adalah film yang diekspose dibawa
kekamar gelap, film dikeluarkan dari dalam kaset dan diletakkan
pada sebuah hunger terdapat klip untuk menjepit film agar tidak
jatuh/lepas dari hunger.
Proses pencucian secara manual mempunyai beberapa tahap:
1. Developer (tahap pembangkitan)
1. Fungsinya membangkitkan bayangan laten menjadi bayangan
tampak
1. Rinsing (pembilas pertama)
Fungsinya untuk membersihkan sisa-sisa cairan developer yang
melekat pada film
1. Fixer (tahap penetapan)
Fungsinya menetapkan bayangan yang ada pada film dan melarutkan
butir-butir AgBr yang tidak dikenai ekspose.
1. Washing (tahap pencucian)
Fungsinya menghilangkan sisa larutan fixer yang masih melekat
pada film.
1. Drying (tahap pengeringan)
Keuntungan dari manual processing adalah :
1. Cairan atau larutan processing dapat digunakan
berulang-ulang
1. Harga bahan-bahan processing lebih murah
1. Dapat mengontrol atau menentukan kehitaman film sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan
Kerugian dari manual processing adalah :
1. Memperkuat terjadinya kerusakan pada film, misalnya : goresan
pada hunger
1. Memerlukan ruangan yang lebih luas
1. Proses pencucian lebih lama
2. Proses Pencucian Film Secara Automatic
Proses pengolahan film yang dilakukan dengan menggunakan mesin
yang disebut processor. Processor yaitu: suatu alat elektromekanik
(komponen mekanis yang berdaya listrik seperti motor) yang dapat
mengangkut film, agitasi dan pengaturan suhu processor bahkan dapat
mengganti larutan secara automatic cairan lebih segar yang turut
mendukung proses pencucian film lebih cepat. Selain itu cepatnya
proses pencucian film tersebut dipengaruhi oleh suhu yang tinggi
yaitu 40C (McKinney, 1992 ).
(Chesney 1990), pencucian automatic menggunakan mesin yang
diberi istilah processor, yaitu suatu alat elektromekanik (komponen
listrik dan komponen mekanis yang berdaya listrik seperti motor)
yang memberikan transportasi film, agitasi dan pengaturan suhu.
Processor bahkan mengganti larutan yang dipakai secara otomatis.
Didalamnya terdapat tiga tangki yang merupakan bagian basah.
Tangki-tangki tersebut berisi larutan developer, fixer dan tangki
pencucian, disini bagian berikutnya adalah dryer yang juga terdapat
didalamnya. Teknik film secara sederhana dimasukkan film melalui
feed tray, yang mensejajarkan film sepanjang satu sisi, film
ditarik kedalam processor oleh roller dan dikeringkan secara
otomatis oleh dryer sehingga film kering pada saat keluar.
Gambar 1.10. Automatic processing (Chesney, 1990)
Keterangan gambar :
1. Jalan masuknya film
1. Developer
1. Fixer
1. Washing
1. Dryer
1. Keluarnya film
BAB III
LAPORAN PEMERIKSAAN
1. Identitas Pasien
Penulis menerima surat permintaan dari dokter pengirim. Penulis
melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan, dengan data-data sebagai berikut :
Nama: Ny.MP
Umur: 78 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Alamat: Desa Kuta Buluh Kec. Kuta Buluh
Diagnosa sementara: Spondylolisthesis
1. Pelaksanaan pemeriksaan
1. Membaca surat pemintaan foto, terutama diagnosa, sementara
dari dokter sipengirim yang meminta foto vertebrae lumbalis.
1. Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan secara radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis, tidak diperlukan persiapan khusus, yang
dilakukan agar pasien dapat bekerja sama dalam melakukan
pemeriksaan. Demikian juga dengan benda-benda logam yang akan
mengganggu gambaran radiologi.
1. Persiapan alat
1. Pesawat Rontgen
Sebelum tindakan radiografi dilakukan, terlebih dahulu pesawat
rontgen dihidupkan. Pesawat yang digunakan pada RSUP Adam Malik
Medan dengan data-data sebagai berikut:
Merk pesawat: Wandong
Type pesawat: F 52-8C
Kapasitas pesawat : 500 mA
Pealayanan pesawat : Radiografi
Waktu eksposi : 0,02 detik 5 detik
Jumlah tube: 1 buah
Gambar 1.11. Pesawat Rontgen RSUP Haji Adam Malik
b. Perlengkapan pemeriksaan
1. Kaset ukuran 30 x 40 cm
1. Film rontgen ukuran 30 x 40 cm
1. Intensifying screen jenis fast screen
1. Marker R yang berfungsi untuk mengetahui letak anatomi dari
objek yang akan difoto.
c. Dalam pemeriksaan vertebrae lumbo-sacral ini tidak ada
persiapan khusus pada pasien, disuruh membuka baju dan menanggalkan
hal-hal yang dapat mengganggu pemotoan.
C. Teknik Pemeriksaan
Setelah peralatan-peralatan dipersiapkan maka penulis melakukan
pemeriksaan. Adapun proyeksi yang akan dilakuan disini adalah
sesuai dengan pemeriksaan yang penulis lakukan terhadap pasien
yaitu proyeksi Antero-Posterior dan Lateral.
a. Proyeksi Antero-Posterior (AP)
Tujuan Pemeriksaan:untuk memperlihatkan gambaran vertebrae
lumbo-sacral dari sisi Antero-posterior.
Posisi pasien:Supine (tidur terlentang di atas, meja
pemeriksaan)
Posisi Objek: Tempatkan mid sagital plane tubuh pada pertengahan
kaset, sendi bahu, sendi pinggul ditatur tepat pada pertengahan
meja pemeriksaan, kedua lengan atas dan lengan bawah lurus
disamping tubuh. Dengan batas atas vertebrae thoracal XII dan batas
bawah os sacrum. Kaset horizontal di atas bucky
Pengaturan sinar:Focus Film Distance = 90cm
Central Ray: vertical dan tegak lurus kaset.
Central Point: pada lumbal III
Ukuran Film: 30cm x 40cm
Faktor eksposi: 70 kV, 50 mAs
Gambar 1.12. Anatomi rontgen lumbo-sacral proyeksi
Antero-posterior
Kriteria gambar:Tidak tampak lesi litih/ blastik maupun fraktu,
tampak osteophit pada vertebra lumbal 1-5, tidak tampak penyempitan
diskus intervertrebralis, jaringan lunak kesan tenang.
b. Proyeksi Lateral
Tujuan pemeriksaan:Untuk memeperlihatkan gambaran vertebrae
lumbalis dari sisi lateral (samping ).
Posisi Pasien:Supine (tidur terlentang di atas meja
pemeriksaan).
Posisi Objek:Dari posisi terlentang, pasien dimiringkan ke salah
satu sisi sebelah kanan. Tempatkan mid axillary plane dari tubuh
pada garis tengah meja pemeriksaan, letakkan tangan pasien diatas
kepala, dan lutut ditekuk untuk kenyamanan pasien. Letakkan lumbal
pada pertengahan film, kaset diletakkan horizontal di atas
bucky.
Pengaturan sinar:Focus Film Distance = 90cm.
Central Ray:vertical tegak lurus kaset
Central Point:Lumbal III
Ukuran Film: 30cm x 40 cm
Faktor eksposi: 80 kV, 50mAs
Gambar 1.13. Anatomi rontgen lumbo-sacral proyeksi lateral
Kriteria gambar:Tak tampak penyempitan discus intervertebralis,
tampak ostefit pada seluruh corpus vertebrae lumbalis.
BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH
A. Rumusan Masalah
Setelah penulis membahas tinjauan teoritis dan melakukan
radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis, penulis ini akan mencoba membahas masalah yang
dihadapi yaitu : "Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mendapatkan
gambaran radiografi Vertebrae Lumbo-sacral pada penderita
spondylolisthesis yang optimal?"
Untuk mendapatkan gambaran radiografi yang optimal pada
pemeriksaan vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis adalah :
1. Dari Aspek Anatomi
Dari aspek anatomi maka hasil gambaran yang dihasilkan dari
pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis adalah :
1. Proyeksi AP : harus memperlihatkan gambaran lumbal V dan
sacrum I, processus transversus, processus spinousus, sacroiliacs
joint, body lumbal, dan discus intervertebralis space. (Ballinger,
2003)
1. Proyeksi Lateral : tampak batas atas lumbal V, batas bawah os
sacrum, body Lumbal, discus intervertebralis space, foramen
intervertebral, crest ilium, persendian lumbo sacral. (Ballinger,
2003)
1. Dari Aspek Proyeksi
(39)Untuk mendapatkan gambaran yang optimal dari pemeriksaan
radiografi vertebrae lumbalis dengan sangkaan spondylolisthesis
menggunakan proyeksi AP dan Lateral karena dengan proyeksi ini
sudah dapat memperlihatkan ada tidaknya spondylolisthesis.
1. Dari Aspek Fisika
Pemeriksaan vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis membutuhkan ketajaman dan detail sehingga dapat
memperlihatkan diagnosa yang tepat dan jelas.
1. Jenis Film
Dalam melakukan pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral
dengan sangkaan spondylolisthesis, penulis menggunakan film high
speed dikombinasikan dengan intensifying jenis fast screen.
1. Dari Aspek Proteksi Radiasi
Luas lapangan penyinaran yang digunakan sesuai dengan kebutuhan
pemeriksaan saja serta menggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
radiasi hambur sekaligus sebagai tindakan proteksi radiasi baik
bagi pasien maupun personil. Luas lapangan penyinaran juga
mempengaruhi kualitas gambar radiografi. (Akhadi, 1997)
B. Penyebab Masalah
Dalam pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal dan dapat menunjukkan kelainan-kelainan yang ada namun
masih terdapat kelainan-kelainan yang ditimbulkan yaitu :
1. Lebarnya lapangan penyinaran dalam pembuatan foto vertebrae
lumbo-sacral mengakibatkan kurang tajamnya hasil gambaran.
1. Pengaturan posisi objek yang kurang tepat, sehingga gambaran
yang dihasilkan tidak simetris.
C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang
timbul dalam rumusan masalah tersebut adalah :
1. Sebaiknya penggunaan luas lapangan penyinaran disesuaikan
kebutuhan dan besar objek, sehingga hasil gambaran akan lebih
tajam.
1. Dari segi pasien
Sebaiknya radiografer harus lebih berhatihati dalam bekerja, dan
mengetahui dengan pasti mengenai objek yang akan difoto serta
mengetahui diagnosanya, hal ini bertujuan agar proyeksi pemotretan
dan kondisi pemotretan tepat sehingga dapat mengurangi resiko
pengulangan foto.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan pemeriksaan secara radiografi terhadap
vertebrae lumbosacral dengan sangkaan spondylolisthesis dalam
bentuk karya tulis maka penulis dapat memberikan beberapa
kesimpulan dan saran seperti dibawah ini :
A. Kesimpulan
1. Pada pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis dalam pelaksanaannya membutuhkan
kerjasama yang baik antara radiografer dengan pasien maupun
keluarga pasien.
1. Pada pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis penulis menggunakan proyeksi lateral
dimana proyeksi tersebut sudah dapat memberikan informasi
diagnostik yang optimal.
1. Pada pemeriksaan vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis film yang digunakan sesuai dengan objek yang akan
di foto jenis green sensitive dengan kecepatan high speed yang
dikombinasikan dengan intensifying screen jenis fast screen,
sehingga dapat menghasilkan kontras yang tinggi.
1. Pada pemeriksaan vertebrae lumbo-sacral dengan sangkaan
spondylolisthesis pencucian film dilakukan dengan menggunakan
automatic processing.
(42)
B. Saran
1. Pada pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis dalam penyampaian informasi, sebaiknya
radiografer menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien
maupun keluarga pasien agar kerjasama diantara keduanya dapat
terjalin dengan baik dan untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan.
1. Pada pemeriksaan radiografi vertebrae lumbo-sacral dengan
sangkaan spondylolisthesis hanya menggunakan proyeksi
Antero-posterior. Bilamana proyeksi ini belum dapat memeperlihatkan
kelainan yang terdapat pada lumbal diantaranya spondylolisthesis,
maka sebaiknya digunakan proyeksi Lateral untuk membantu menegakkan
diagnosa.
1. Untuk mendapatkan gambaran radiografi vertebrae lumbo-sacral
dengan sangkaan spondylolisthesis yang optimal sebaiknya
disesuaikan dengan temperature cairan serta umur cairan developer
dan cairan fixer untuk menghindari terjadinya pengulangan foto.
1. Untuk mengurangi goresan-goresan roller pada film sebaiknya
automatic processing dibersihkan secara berkala.
Daftar Pustaka
Akhadi, Mukhlis (1997), Dasar - Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta
: Rineka Cipta
Bailinger, W. Philip, (1995), Merills Atlas of Radiographic
positions Mosby : Volume I, Eighty Editions
Chesney M.D. dkk (1970), Radiographic Photography Third Edition,
London : Ninth Edition The United Birmingham
Clark, K. C. (1973), Positioning in Radiography, Volume One
Ninth Edition, London : Life Limited
Mansjoer, Arif (2000) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga
Mckinney, William E. J. (1982), Radiographic Processing And
Qualty Control, Philadelphia : J. B. Lippincot Company
Meredith. W. jand. Massey. J. B, (1972), Fundamental Physics
Radiologi, Edisi I Bristol
Pearce Eveelyn C, (2008), Anatomi dan Fisiologi untuk Fisiologi
dan Paramedis, Cetakan ke XXXI, Jakarta : PT Gramedia
Rasad, Syahrizal (2005), Radiologi Diagnostik, Edisi 2. Jakarta
: Gaya Baru
Sloane, Ethel, (2005), Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula,
Jakarta : EGC
Syaifuddin, (1992), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi
2, Jakarta : EGC
1