Page 1
APLIKASI TINDAKAN TERAPIBERCERITA
TERHADAPKUALITASTIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
PADAASUHAN KEPERAWATAN An.D DENGAN
VARICELLADI RUANG MELATI II
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
BELLINDA WAHYU RAHMADHANI
NIM : P 12 073
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
Page 2
i
APLIKASI TINDAKAN TERAPIBERCERITA
TERHADAPKUALITASTIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.D DENGAN
VARICELLADI RUANG MELATI II
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
BELLINDA WAHYU RAHMADHANI
NIM : P 12 073
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
Page 5
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini aku persembahkan untuk Ibu
dan Bapak, Ibu Sri Sudarini dan Bapak Sanyoto yang
selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi yang
tidak henti-hentinya demi kelancaran, kesuksesan dan
kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan
Saya persembahkan juga kepada Bayu Setiawan yang
selalu membantu, memberi dukungan, memberi semangat
dan motivasi dalam menyelesaikan tugas Karya Tulis
Ilmiah ini
Saya persembahkan juga kepada adik saya tercinta
Najib Suwendho Hasan yang membantu dalam
menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini
Page 7
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Aplikasi Tindakan Terapi Bercerita terhadap
Kualitas TidurAnak Usia Prasekolah pada Asuhan Keperawatan An.D dengan
Varicella di Ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”. Karya Tulis
Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu
syarat kelulusan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, dan petunjuk
dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah
2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program studi D
III Keperawatan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
4. Ibu Noor Fitriyani, S.Kep., Ns., selaku dosen penguji I yang membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
5. Ibu Amalia Senja, S.Kep., Ns., selaku dosen penguji II yang membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
Page 8
vii
6. Ibu Anastasia, S.Kepselaku pembimbing klinik yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
7. Semua dosen Pogram studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat
8. Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan studi kasus di Ruang Melati II
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2015
Penulis
Page 9
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 9
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 11
1. Varicella ........................................................................... 11
2. Anak usia prasekolah ....................................................... 36
3. Tidur ................................................................................. 39
4. Bercerita .......................................................................... 52
B. Kerangka Teori ....................................................................... 57
C. Kerangka Konsep ................................................................... 58
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ................................................................ 59
B. Tempat dan waktu .................................................................. 59
C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 59
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset.......................... 60
E. Alat ukur evaluasi ................................................................... 60
Page 10
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ......................................................................... 64
B. Pengkajian .............................................................................. 65
C. Perumusan masalah keperawatan ........................................... 72
D. Perencanaan ............................................................................ 74
E. Implementasi .......................................................................... 76
F. Evaluasi .................................................................................. 82
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 87
B. Perumusan masalah keperawatan ........................................... 94
C. Perencanaan ............................................................................ 99
D. Implementasi .......................................................................... 101
E. Evaluasi .................................................................................. 105
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 108
B. Saran ....................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Page 11
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Prosedur Tindakan .................................................................... 60
Tabel 3.2 Alat Ukur Kualitas Tidur CSHQ ............................................... 61
Tabel 4.1 Pengkajian Kualitas Tidur ......................................................... 70
Tabel 5.1 Pengkajian Kualitas Tidur pada Anak Usia Pra Sekolah ........... 97
Page 12
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pathway ................................................................................. 17
Gambar 2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 57
Gambar 2.3 Kerangka Konsep .................................................................. 58
Gambar 4.1 Genogram .............................................................................. 66
Page 13
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Jurnal Utama
Lampiran II Jurnal Pendukung
Lampiran III Asuhan Keperawatan
Lampiran V Log Book
Lampiran VI Pendelegasian Pasien
Lampiran VII Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran VIII Daftar Riwayat Hidup
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan
secara aerogen. Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2
sampai 3 pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas
(Ridha, 2014).Masa inkubasi virus varicella-zoster 11-12 hari atau 13-17
hari (Pudiastuti, 2011).
Cacar air atau varicella adalah penyakit akut menular dengan
karakteristik adanya macula, papula, vesikel pada kulit. Cacar air
walaupun namanya mirip dengan cacar, merupakan penyakit yang
berbeda. Cacar air, dalam bahasa medisnya disebut varicella, dan dalam
bahasa Inggris dinamai chiken pox. Penyakit ini dapat berakibat fatal,
terutama bila mengenai bayi atau lanjut usia. Bagi yang bisa sembuh pun,
penyakit ini akan memberikan bekas di kulit berupa bopeng-bopeng
(Pudiastuti, 2011).
Gejala yang muncul pada cacar air adalah sama dengan cacar, yaitu
sama-sama ada demam. Akan tetapi perbedaan terdapat pada gelembung
yang muncul kecil-kecil dan tidak serentak, yang dimulai dari bagian
tubuh penderita lalu menjalah ke anggota tubuh lainnya. Secara umum,
penyakit cacar air ini jauh lebih ringan dan tidak seberbahaya penyakit
Page 15
2
cacar (Pudiastuti, 2011). Gejala awal penderita akan merasa sedikit
demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas
untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri
sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah
kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan
di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota
gerak dan wajah (Ridha, 2014).
Varicella atau cacar air ditularkan melalui percikan ludah lalu masuk
ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Dari saluran
pernapasan ini virus akan menyebar ke seluruh tubuh bersama peredaran
darah dan getah bening (Prihaningtyas, 2014). Varicella ditularkan melalui
kontak langsung (cairan vesikel) dan droplet (Irianto, 2013). Virus cacar
air dapat menyebar melalui udara saat penderita bersih atau batuk. Selain
itu, bersentuhan dengan ruam cacar air pada penderita dapat menyebabkan
penularan virus tersebut. Tidak hanya berasal dari penderita cacar air,
virus cacar air dapat ditularkan oleh penderita herpes atau shingle
(Prihaningtyas, 2014). Virus penyebab cacar air sama dengan virus
penyebab herpes, yaitu varicella zoster virus.Seseorang yang belum
pernah mendapatkan vaksin cacar air atau terinfeksi cacar air berisiko
menderita cacar air di kemudian hari (Prihaningtyas, 2014).
Varicella atau Chikenpox merupakan penyakit yang banyak
ditemukan pada anak usia sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita
anak usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang
Page 16
3
sehat, meskipun morbiditas meningkat pada orang dewasa dan pada pasien
dengan immunocompromised. WHO (Word Health Organization) adalah
salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan
umum internasional. Menurutdata WHO (2010), di Amerika Serikat, balita
yang terserang penyakit varicella (cacar air) per tahun sekitar 200 ribu
orang. Setiap tahun diperkirakan sekitar 25%-45% ibu membawa anaknya
ke rumah sakit untuk berobat karena penyakit varicella dan sekitar 15%
balita mengalami penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit
varicella pada balita cukup tinggi yaitu sekitar 58 % pada tahun 2010
(Harahap, 2013).Di Amerika serikat sekitar 90% penduduk dewasa
mempunyai kekebalan terhadap varicella. Kekebalan varicella
berlangsung seumur hidup setelah seseorang terkena serangan penyakit ini
satu kali. Angka kematian penyakit ini relative rendah. Di Amerika Serikat
rata-rata kematian adalah 2 per 100.000 penduduk, tetapi bisa meningkat
sampai 30 per 100.000 pada orang dewasa. Kematian biasanya terjadi
karena adanya komplikasi. Mortalitas kasus dengan komplikasi cukup
tinggi yaitu 5-25% pada 15% penderita yang selamat akan mempunyai
sekuele yang menetap berupa kejang, retardasi mental dan kelainan atau
perubahan perilaku (Irianto, 2013)
Menurut data Depkes RI, 2010 balita yang terserang penyakit
varicella (cacar air) sekitar 750 ribu orang. Setiap tahun diperkirakan
sekitar 35%-40% ibu melaporkan anaknya untuk mendapatkan vaksin ke
rumah sakit karena penyakit varicella dan sekitar 20% balita mengalami
Page 17
4
penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita
cukup tinggi yaitu sekitar 69 % pada tahun 2010 (Harahap, 2013).Insidensi
varicella di Indonesia diperkirakan 3,1-3,5 juta setiap tahun. Meskipun
belum ada penelitian di Indonesia, namun kasus varicella yang dirawat di
beberapa rumah sakit besar di lima provinsi menunjukan angka yang
cukup tinggi, sekitar 607 kasus dilaporkan oleh rumah sakit tersebut
selama kurun waktu tahun 1994-1995. Infeksi ini menyerang semua usia
termasuk neonatus dengan puncak insidensi pada usia 5-9 tahun. Sembilan
puluh persen pasien varicella berusia kurang dari 10 tahun. sementara itu,
herpes zozter menyerang kelompok usia yang lebih dewasa. Di Indonesia,
dari data rumah sakit yang terbatas itu, sebagian besar penderita berusia 5-
44 tahun. Belum ada penjelasan yang memadai mengapa di Indonesia
terdapat perbedaan (Gatra, 2011).
Dinas Kesehatan Kota Semarang melaporkan, jumlah penderita
penyakit cacar air di wilayah Semarang mengalami peningkatan cukup
signifikan,pada musim kemarau ini.Penyakit cacar air saat ini memang
tengah marak, setidaknya selama tiga-empat bulan terakhir. Juni tahun
2011 hanya tercatat 106 kasus cacar air, dan pada Juli meningkat menjadi
129 kasus, dan jumlahnya terus menunjukkan peningkatan pada Agustus
2011 menjadi sebanyak 241 kasus.Untuk jumlah penderita penyakit yang
disebabkan infeksi virusvaricella-zoster itu pada September 2011 (Gatra,
2011)
Page 18
5
Penyakit varicella tidak banyak ditemukan di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta. Hanya sedikit yang terdata, pada tahun 2014 terdapat
pasien sebanyak 6 pasien yang di rawat inap, dan ada 7 pasien yang
dirawat jalan. Dan pada tahun 2015 tercatat dari bulan Januari hingga
April hanya terdapat 1 pasien yang dirawat inap dan 1 pasien yang dirawat
jalan. Infeksi varicella ini menyerang semua usia termasuk neonatus
dengan puncak insidensi pada usia 5-9 tahun. Sembilan puluh persen
pasien varicella berusia kurang dari 10 tahun (Irianto, 2013).
Masalah kesehatan yang sering dialami anak usia prasekolah (3-6
tahun) salah satunya disistem integumen. Masalah yang sering terjadi pada
sistem integumen adalah varicella (cacar air), eritema infeksiosa,
eksamtema, subitum, campak. Dampak dari penyakit varicella (cacar air)
timbul bintik-bintik ditubuhnya dan disertai rasa gatal sehingga keadaan
tersebut menyebabkan ketidaknyamanan anak dan mengganggu kualitas
tidur anak (Pijiastuti, 2013). Dalam membantu anak melakukan
pendinginan sebelum waktu tidur juga ikut andil dalam mengurangi
penolakan untuk pergi tidur. Salah satu pendekatan adalah menentukan
peraturan ritual yang menandakan kesiapan untuk tidur, seperti mandi dan
bercerita (Wong, 2009).
Menurut Prasasti (2005) dalam Yuniartini (2012), bercerita adalah
salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat sesuai
dengan perkembangan emosi anak-anak. Menurut Potter dan Perry (2005),
cerita membawa anak kealam fantasi, cerita sebagai pengantar tidur anak,
Page 19
6
cerita mengandung hiburan sehingga akan menimbulkan rasa tenang dan
membuat anak menjadi rileks. Cerita diberikan sebagai pereda ketegangan
sebelum tidur yang mempunyai merangsang batas otak atas yang
mengaktivasi kortek serebral. Aktivasi korteks serebral kemudian akan
menstimulasi penurunan RAS (Reticular Acytivating System). RAS
diyakini mengandung sel-sel khusus yang mempertahankan keadaan siaga
dan terjaga. Adanya penurunan stimulasi pada RAS, maka aktivasi RAS
akan semakin menurun pula. Kondisi inilah yang akan menyebabkan
terjadinya pelepasan serotonin dari sel BSR (Bulbar Synchroning Region)
yang akan menyebabkan individu menjadi tertidur (Yuniartini, 2012).
Bercerita adalah salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan
untuk memberikan informasi kepada orang lain dengan cara
menyampaikan berbagai macam ungkapan, berbagai perasaan sesuai
dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dan dibaca. Keterampilan
bercerita yang baik memerlukan pengetahuan, pengalaman serta
kemampuan berpikir yang memadai. Selain itu dalam bercerita juga
Page 20
7
diperlukan penguasaan beberapa keterampilan, yaitu ketepatan tatabahasa
sehingga hubungan antar kata dan kalimat menjadi jelas (Sari, 2014).
Gambaran kualitas tidur anak usia prasekolah sebelum diberikan
terapi bercerita didapatkan skor terbanyak adalah 21 yaitu sebanyak
delapan responden (38,1%), dengan skor terendah adalah 19 dan skor
tertinggi adalah 25 serta skor rata-rata sebesar 21,48. Perubahan skor
kualitas tidur anak usia prasekolah setelah diberikan terapi bercerita
didapatkan skor terbanyak adalah 28 yaitu sebanyak tujuh responden
(33,3%), dengan skor terendah adalah 25 dan skor tertinggi adalah 33 serta
skor rata-rata sebesar 28,67 (Yuniartini, 2012).
Berdasarkan observasi penulis di ruang melati II Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta penulis mendapatkan hasil bahwa anak-anak yang
mengalami hospitalisasi di ruang keperawatan mengalami gangguan pada
kualitas tidurnya karena penyakit yang dimiliki anak-anak tersebut.
Penulis melakukan pengkajian tanggal 17 Maret 2015pada An.D dan hasil
yang didapatkan di ruang melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
di dapatkan salah satu keperawatan pada An. D adalah gangguan pola
tidur, disini gangguan pola tidur muncul karena rasa gatal yang
ditimbulkan dari penyakit yang An. D derita yaitu varicella. Biasanya
reaksi anak terhadap penyakitnya yaitu dengan menggaruk-garuk
badannya yang terasa gatal. Karena sering merasakan gatal dan ingin
mengaruk-garuk tersebut menyebabkan anak terganggu dalam pola
tidurnya.
Page 21
8
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh
dengan stres, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stres bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik, rumah
sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian
putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien
anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan,
seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, sering kali dialami anak.
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi anak baik terhadap
anak maupun orang tua dan keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan
(Wong, 2009). Keadaan stres yang dialami anak akan menimbulkan reaksi
tubuh dalam menghantarkan rangsangan keatas melalui batang otak dan
akhirnya menuju puncak median hipotalamus. Selanjutnya hipotalamus
akan merangsang kelenjar hipofisis anterior
melepaskanAdrenocorticotropic Hormone (ACTH) yang berperan dalam
pelepasan kortisol secara cepat. Pelepasan kortisol menyebabkan
rangsangan susunan saraf pusat otak yang berakibat tubuh menjadi
waspada dan sulit tidur (Guyton, 2008).
Page 22
9
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan hasil penelitian dari Yuniartini, Widastra dan Utami
(2012),pada asuhan keperawatan varicella pada An. D dengan masalah
gangguan pola tidur. Keluarga pasien mengatakan An. D selalu
menggaruk-garuk badannya dan menyebabkan An. D sulit untuk tidur.
Maka dari itu penulis bermaksud untuk menyusun karya tulis ilmiah yang
berjudul: Aplikasi Tindakan Terapi Bercerita terhadap Kualitas Tidur
Anak Usia Prasekolah pada Asuhan Keperawatan An. D dengan Varicella
di Ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan terapi bercerita terhadap kualitas tidur anak usia
prasekolah pada asuhan keperawatan An. D dengan varicella di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An. D
dengan varicella
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. D
dengan varicella
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan An. D dengan
varicella
Page 23
10
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada An. D
dengan varicella
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An. D
dengan varicella
f. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi terapi bercerita terhadap
kualitas tidur An. D dengan varicella.
C. Manfaat Penulisan
1. Rumah Sakit
Sebagai bahan menambah refrensi untuk lebih meningkat mutu
pelayanan yang diberikan pada pasien dengan varicella terhadap
gangguan pola tidur selama menjalani perawatan di rumah sakit Dr.
Moewardi Surakarta
2. Bagi institusi akademik
Menjadi wacana dalam belajar mengajar terhadap pemberian asuhan
keperawatan pada pasien varicella terhadap gangguan pola tidur
3. Bagi ilmu keperawatan
Diharapkan dapat diaplikasikan dibidang ilmu keperawatan anak
tentang terapi bercerita
4. Bagi penulis
Penulis ini dapat mengetahui terapi bercerita terhadap kualitas tidur
anak usia prasekolah di ruangan perawatan anak
Page 24
11
5. Bagi orang tua
Orang tua dapat menerapkan terapi bercerita saat anak gelisah waktu
menjelang tidur
6. Bagi anak
Anak akan merasakan kenyamanan saat diberikan terapi bercerita,
dengan cerita yang disukai. Anak akan tidur dengan kondisi
berkualitas.
Page 25
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Varicella
a. Definisi
Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster.
Penyakit ini disebarkan secara aerogen. Waktu terekspos sampai
kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan, hal ini bisa ditandai
dengan badan yang terasa panas (Ridha, 2014).Varicella atau cacar
air adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh herpes
virus DNA, Varicella Zoster (Helen, 2007).
Varicella disebabkan oleh virus Herpes Varicella atau
disebut juga Varicella Zoster Virus (VZV). Varicella dikenal
dengan nama Chickenpox atau cacar air adalah penyakit primer
VZV, yang pada umumnya menyerang anak. Sedangkan herpes
zoster atau shingles merupakan suatu reaktivitas infeksi endogen
pada periode laten VZV, umumnya menyerang orang dewasa atau
anak yang menderita defisiensi imun. Varicella sebagai penyakit
virus pada anak sangat menular, lebih menular daripada perotitis,
tetapi kurang menular bila dibandingkan dengan campak
(Sumarmo 2002 dalam Nurarif dan Kusuma, 2013).
Page 26
13
b. Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) yang
termasuk 8 jenis Herpes Virus dari familyHerpesviridae. Virus ini
masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas bagian atas atau
orofaring dan menyebar ke pembuluh darah limfe (viremia
pertama). Satu minggu kemudian virus kembali menyebar melalui
pembuluh darah (viremia kedua) dan timbul gejala demam dan
malaise. Penyebaran ke seluruh tubuh terutama kulit dan mukosa.
Lesi kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan siklus viremia.
Pada keadaan normal siklus ini berakir setelah 3 hari akibat adanya
kekebalan hormonal dan selular spesifik (Nurarif dan Kusuma,
2013).
Menurut Helen, 2007 etiologi untuk varicella adalah:
1) Antenatal: embriopati varicella disebabkan oleh pemindahan
transplasenta selama infeksi ibu pada 2,2% janin jika
kehamilan berumur < 20 minggu.
2) Perinatal: varicella bayi baru lahir; keparahan tergantung pada
waktu infeksi ibu:
a) 21-5 hari sebelum pelahiran: varicella bayi baru lahir
tampak pada 4 hari pertama dan prognosisnya baik.
b) 5 hari sebelum pelahiran atau 2 hari sesudah pelahiran:
varicella bayi baru lahir dating pada hari 6-26, dapat
bersifat ringan atau berat (mortalitas 30%)
Page 27
14
3) Pascanatal: penularan melalui rute pernapsan; bayi kurang
bulan ada pada resiko yang lebih tinggi karena kekurangan
transfer IgG varicella melalui plasenta pada trimester III.
4) Masa kanak-kanak: virus masuk lewat saluran pernapasan dan
mengalami replikasi dalam kelenjar limfe regional. Setelah 4-6
hari terjadi viremia primer yang menyebarkan virus ke sel
retikuloendotelial terutama ke ginjal dan hati. Setelah 11-14
hari terjadi viremia sekunder ke visera dan kulit, yang
menimbulkan lesi kulit khas.
c. Manifestasi klinis
Gejala awal penderita akan merasa sedikit demam, pilek,
cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk
infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri
sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah
kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali
ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti
timbul di anggota gerak dan wajah (Ridha, 2014).
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi
cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak
nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting
ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng
(krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di
kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan
Page 28
15
akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi. Tetapi, jika lenting cacar air tersebut
dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga
akan mengering lebih lama, kondisi ini memudahkan infeksi
bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. Setelah mengering
bekas cacar air tadi akan menghilang bekas yang dalam. Terlebih
lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar
air akan lebih sulit hilang (Ridha, 2014).
Menurut Nurarif dan Kusuma 2013 stadium varicella dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Stadium prodromal
Gejala timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi dengan
timbulnya ruam kulit disertai demam, malaise. Pada anak lebih
besar-besar dan dewasa didahului oleh demam selama 2-3 hari
sebelumnya, mengigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri
punggung dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ruam kulit muncul dimuka dan kulit kepala, badan dan
ektremitas. Penyebaran lesi varicella menjadi krusta 8-12 jam
dan akan lepas dalam waktu 1-3 minggu tergantung kepada
dalamnya kelainan kulit.
Page 29
16
d. Patofisiologi
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
pernafasan bagian atas, orofaring atau konjungtiva. Siklus replikasi
virus pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph
nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah
sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah
infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi,
replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan
tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus
replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel
virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis
pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi kulit yang
khas (Lubis, 2008)
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan
kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah
timbulnya lesi di kulit. Pada herpes zoster, patogenesisnya belum
seluruhnya diketahui. Selama terjadi varicella, VZV berpindah
tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf
sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut
syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular
Page 30
17
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan
untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus.
Reaktivitas virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang
menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma,
penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk
kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada
saat terjadi reaktivitasi, virus akan kembali bermultiplikasi
sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris.
Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang
otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke kulit dan
kemudian akan timbul gejala klinis (Lubis, 2008)
Page 31
18
e. Pathway
Varicella Zoster Virus Varicella
(VZV)
Latency
Reactivation
Zozter (shingles) zoster sine herpete
Viremia (antbody virus)
Hepato / splenomegali demam akut aktifitaskomplemen
Mendesak rongga hipertemi pelepasanomatila
abdomen toksin
Mual, muntah permeabilitas dinding
kapiler meningkat
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebocoran plasma dari
kebutuhan tubuh endotel
Postherpetic neuralgia Ht meningkat penumpukan cairan
ekstra vaskuler +
Imun menurun rongga serosa
nyeri
Edema ektremitas
kurang pengetahuan resiko infeksi dari jaringan ikat
rongga timbul bula
kerusakan integritas
kulit
Gambar 2.1 Pathway
(Sumber: Nurarif dan Kusuma 2013)
Page 32
19
f. Penatalaksanaan
1) Medis
Upaya pencegahan dengan melakukan imunisasi bagi anak-
anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini dianjurkan
bagi orang di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai
kekebalan karena penyakit ini erat kaitannya dengan kekebalan
tubuh. Penyakit varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya
serangan berulang saat individu tersebut mengalami penurunan
daya tahan tubuh (Ridha, 2014).
Menurut Pudiastuti, 2011 pengobatan varicella dilakukan
dengan pemberian:
a) Paracetamol
b) Bedak salicyl 1% pada gelembung yang belum pecah
c) Salep klorampenikol 3% pada gelembung yang pecah
g. Komplikasi
1/50 kasus disertai oleh komplikasi, termasuk pneumonia varicella
dan ensefalitis ( Helen, 2007). Pada anak yang Imunokompelen,
biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga jarang dijumpai
komplikasi (Lubis, 2008).
Menurut Lubis, 2008 komplikasi yang dapat dijumpai pada
varicella yaitu :
Page 33
20
1) Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
a) Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-
anak yang berkisar antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut
menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan apabila
infeksi meluas dapat menimbulkan Impetigo, Furunkel,
Celulitisdan Erysepelas.
b) Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya
adalah streptococcus yang berasal dari garukan.
2) Soar
a) Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi
slaphylococcus atau Streptococcus yang berasal dari
garukan.
3) Pneumonia
a) Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang
dewasa, yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang
dewasa insiden varicella pnemunia sekitar 1:400 kasus.
4) Neurologik
a) Acute postinfeksius cerebellar ataxia
(1) Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3
minggu setelah timbulnya varicella. keadaan ini
dapat menetap selama 2 bulan.
(2) Manifestasinya berupa tidak dapat
memepertahankan posisi berdiri hingga tidak
Page 34
21
mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi
dan dysarthria.
(3) Insiden berkisar 1:4000 kasus varicella.
b) Encephalitis
(1) Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut
varicella yaitu beberapa hari setelah timbulnya
ruam, lethargy, drowsiness dan confusion adalah
gejala yang sering dijumpai.
(2) Beberapa anak mengalami sizure dan perkembangan
enchepalitis yang cepat dapat menimbulkan koma
yang dalam.
(3) Merupakan komplikasi yang serius dimana angka
kematian berkisar 5-20%
(4) Insiden berkisar 1,7/100.000 penderita.
5) Herpeszoster
a) Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya
herpes zoster
b) Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris
6) Reye syndrome
a) Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty
b) Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin,
tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara
luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan.
Page 35
22
h. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah kebutuhan kesehatan keperawatan klien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pengkajian
varicella menurut Lubis, 2008:
a) Aktivitas atau istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
b) Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan,
kekuatan, kecacatan
Tanda : ansietas, menangis, menyangkal, menarik
diri, marah
c) Makan atau cairan
Tanda : anorexia, mual atau muntah
d) Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas kebas
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang
(syok listrik), laserasi corneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan
Page 36
23
e) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan
udara, perubahan suhu. Suhu dapat terjadi
demam antara 38°C -39°C
f) Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan
proses trambus mikrovaskuler pada kulit
g) Data subyektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, keluhan nyeri
kepala, anorexia dan malese
h) Data obyektif
(1) Integumen
Kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan
pada kulit yang berisi cairan jernih. Pada kulit dan
membran mukosa, lesi dalam berbagai tahap
perkembangannya: mulai dari makula eritematosa yang
muncul selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan
cepat menjadi vesikel dan krusta yang dimulai pada
badan dan menyebar secara sentrifubal kemuka dan
ekstremitas. Lesi dapat pula terjadi pada mukosa,
palatum dan konjungtiva.
Page 37
24
(2) Metabolik : peningkatan suhu tubuh
(3) Psikologis : menarik diri
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan
pasti tentang masalah klien yang nyata atau potensial serta
penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan (Dermawan, 2012). Maka diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien dengan varicella menurut Ridha, 2014
yaitu:
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada
kulit
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya intake makanan
c) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
d) Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
e) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit
f) Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit
3) Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa
yang dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa
Page 38
25
yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan,
2012).
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada
kulit
Tujuan : menunjukkan pengendalian resiko
Kriteria hasil : menunjukkan tingkah laku atau teknik
untuk mencegah kerusakan kuit atau
meningkatkan kesembuhan
Menunjukkan kemajuan pada luka atau
penyembuhan lesi.
Intervensi :
Untuk intervensi yang dilakukan secara mandiri, antara
lain:
(1) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan
sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan
Rasional : menentukan garis dasar dimana
perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan
intervensi yang tepat.
(Ridha, 2014)
Page 39
26
(2) Pertahankan/intruksikan dengan hygiene kulit, misalnya
membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-
hati dan melakukan masase dengan menggunakan
losion atau krim
Rasional : mempertahankan kebersihan karena
kulit yang kering dapat menjadi barier
infeksi. Pembasuhan kulit kering
sebagai ganti menggaruk menurunkan
risiko trauma dermal pada kulit yang
kering/rapuh. Masase meningkatkan
sirkulasi kulit dan meningkatkan
kenyamanan.
(3) Ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan
Rasional : mengurangi stress pada titik tekanan,
meningkatkan aliran darah ke jaringan
dan meningkatkan proses kesembuhan.
(4) Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak berkerut
Rasional : friksi kulit disebabkan oleh kain yang
berkerut dan basah yang menyebabkan
iritasi dan potensial terhadap infeksi.
Page 40
27
(5) Dorong untuk ambulasi/turun dari tempat tidur jika
memungkinkan
Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dari
istirahat lama di tempat tidur.
(6) Gunting kuku secara teratur
Rasional : kuku yang panjang atau kasar
meningkatkan risiko kerusakan dermal.
Untuk intervensi yang dilakukan secara kolaborasi, antara
lain:
(7) Berikan matras atau tempat tidur
Rasional : menurunkan iskemia jaringan,
mengurangi tekanan pada kulit,
jaringan dan lesi.
(8) Gunakan/berikan obat-obat topikal/sistemik sesuai
indikasi
Rasional : digunakan pada perawatan lesi kulit.
(Ridha, 2014)
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya intake makanan
Tujuan : menunjukkan status gizi: asupan
makanan, cairan dan zat gizi adekuat
Page 41
28
Kriteria hasil : mempertahankan berat badan,
menjelaskan komponen keadekuatan
diet bergizi
Intervensi :
Untuk intervensi yang dilakukan secara mandiri, antara
lain:
(1) Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan
menelan.
Rasional : lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat
menyebabkan disfagia, penurunan
kemampuan pasien mengolah makanan
dan mengurangi keinginan untuk makan.
(2) Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi
tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alkohol.
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan mual/muntah, lesi
oral, pengeringan mukosa dan halitosis.
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan.
(3) Jadwalkan obat-obatan di antara makan
(jikamemungkinkan) dan batasi pemasukan cairan
dengan
Page 42
29
makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
Rasional : lambung yang penuh akan akan
mengurangi napsu makan dan pemasukan
makanan.
(4) Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
Rasional : dapat meningkatkan napsu makan dan
perasaan sehat.
(5) Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur
yang melelahkan saat mendekati waktu makan.
Rasional : mengurangi rasa lelah; meningkatkan
ketersediaan energi untuk aktivitas
makan.
(6) Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
Rasional : mempermudah proses menelan dan
mengurangi resiko aspirasi.
(7) Catat pemasukan kalori
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan terhadap
suplemen atau alternative metode
pemberian makanan.
Page 43
30
Untuk intervensi yang dilakukan secara kolaborasi, antara
lain:
(8) Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet atau gizi.
Rasional : menyediakan diet berdasarkan kebutuhan
individu dengan rute yang tepat.
(Ridha, 2014)
c) Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
Tujuan : menunjukkan tingkat nyeri
Kriteria hasil : menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
tampak rileks dan mampu tidur atau
istirahat dengan tepat
Intervensi :
Untuk intervensi yang dilakukan secara mandiri, antara
lain:
(1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala
1-10), frekuensi dan waktu. Menandai gejala nonverbal
Rasional : mengidikasikan kebutuhan untuk intervensi
dan juga tanda-tanda perkembangan atau
resolusi komplikasi
(2) Dorong pengungkapan perasaan
Rasional : dapat mengurangi ansietas dan rasa takut,
sehingga mengurangi persepsi akan
intensitas rasa sakit
Page 44
31
(3) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : memfokuskan kembali perhatian; mungkin
dapat meningkatkan kemampuan untuk
menanggulangi
(4) Lakukan tindakan paliatif
Rasional : meningkatkan relaksasi atau menurunkan
tegangan otot
(5) Instruksikan pasien atau dorong untuk menggunakan
visualisasi atau bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif, teknik napas dalam
Rasional : meningkatkan relaksasi dan sehat. Dapat
menurunkan kebutuhan narkotik analgesik
(depresan SSP) dimana telah terjadi proses
degenerative neuro atau motor. Mungkin
tidak berhasil jika muncul demensia,
meskipun minor.
Untuk intervensi yang dilakukan secara kolaborasi, antara
lain:
(6) Berikan analgesik atau antipiretik, analgesik narkotik.
Gunakan ADP (analgesik yang dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesin 24 jam dengan dosis prn
Rasional : memberikan penurunan nyeri atau tidak
nyaman; mengurangi demam. Obat yang
Page 45
32
dikontrol pasien atau berdasarkan waktu
24 jam mempertahankan kadar analgesia
darah tetap stabil, mencegah kekurangan
ataupun kelebihan obat-obatan.
(Ridha, 2014)
d) Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal (36,5-
37,5oC) parenteral, klien bebas dari
demam.
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, klien tidak demam,
pasien tampak nyaman.
Intervensi :
Untuk intervensi yang dilakukan secara mandiri, antara
lain:
(1) Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh
dan penyebabnya
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam
pasien
(2) Monitor TTV, suhu, tiap 4 jam sekali
Rasional : untuk acuan mengetahui kesadaran
umum pasien
Page 46
33
(3) Monitor intake dan output
Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangan
tubuh
(4) Anjurkan pasien banyak minum 2-2,5 liter/24 jam
Rasional : menurunkan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
(5) Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap
keringat
Rasional : untuk meningkatkan sirkulasi udara
Untuk intervensi yang dilakukan secara kolaborasi, antara
lain:
(6) Pemberian obat antipiretik
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh dengan
cara solusi kolaborasi dokter dengan
obat antipiretik
(Carpenito, 2000 dalam Maryatung, 2007)
e) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit
Tujuan : faktor resiko infeksi hilang
Kriteria hasil : terbebas dari tanda atau gejala infeksi
Page 47
34
menunjukkan hygiene pribadi yang
adekuat
menggambarkan faktor yang menunjang
penularan infeksi
Intervensi :
(1) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Rasional : isolasi luka atau linen dan mencuci tangan
adalah yang dibutuhkan untuk
mengalirkan luka, sementara isolasi atau
pembatasan pengunjung dibutuhkan
untuk melindungi pasien imuno-supresi.
Mengurangi risiko kemungkinan infeksi.
(2) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik
untuk semua individu yang kontak dengan pasien
Rasional : mencegah kontaminasi silang,
menurunkan risiko infeksi
(3) Lakukan inspeksi terhadap luka
Rasional : mencatat tanda-tanda inflamasi/infeksi
lokal
(4) Gunakan sarung tangan atau pakaian pada waktu
merawat luka yang terbuka atau antisipasi dari kontak
langsung
Page 48
35
dengan sekresi ataupun eksresi
Rasional : mencegah penyebaran infeksi/kontaminasi
silang
(Ridha, 2014)
f) Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit
Tujuan : pasien menunjukkan tidur yang baik
Kriteria hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu
perasaan segar setelah tidur
terjaga dengan waktu yang sesuai
Untuk intervensi yang dilakukan secara mandiri, antara
lain:
(1) Berikan kesempatan untuk beristirahat atau tidur
sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan
aktivitas mental atau fisik pada sore hari
Rasional : karena aktivitas fisik dan mental yang
lama mengakibatkankan kelelahan
yang dapat meningkatkan
kebingungan, aktivitas yang terpogram
tanpa stimulasi berlebihan yang
meningkatkan waktu tidur
(2) Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Rasional : risiko gangguan sensori, meningkatkan
agitasi dan menghambat waktu istirahat
Page 49
36
(3) Evaluasi tingkat stress atau orientasi sesuai
perkembangan hari demi hari
Rasional : peningkatan kebingungan, disorientasi
dan tingkah laku yang tidak kooperatif
(sindrom sundowner) dapat melanggar
pola tidur yang mencapai tidur pulas
(4) Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan
pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur
Rasional : penguatan bahwa saatatnya tidur dan
mempertahankan kestabilan lingkungan
(5) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi
dan masase punggung
Rasional : meningkatkan relaksasi dengan perasaan
mengantuk
(6) Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan
berkemih sebelum tidur
Rasional : menurunkan kebutuhan akan bangun
untuk pergi ke kamar mandi atau
berkemih selama malam hari
(7) Putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih
Rasional : menurunkan stimulasi sensori dengan
menghambat suara-suara lain dari
Page 50
37
lingkungan sekitar yang akan
menghambat tidur nyenyak.
Untuk intervensi yang dilakukan secara kolaborasi, antara
lain:
(8) Beri obat sesuai indikasi
Rasional : mungkin efektif dalam menangani
pseudodimensia atau depresi,
meningkatkan kemampuan untuk tidur,
tetapi anti-kolinergik dapat
mencetuskan bingung dan
memperburuk kognitif dan efek
samping tertentu (seperti hipotensi
ortostatik) yang membatasi manfaat
yang maksimal
2. Anak usia prasekolah
Menurut Potter Perry 2005 Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi
hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toodler
(1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun),
hingga remaja (11-18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas
tentang anak usia prasekolah. Menurut Marjorie mengatakan bahwa
Page 51
38
anak prasekolah merupakan masa antusiasme, bertenaga, aktivitas,
kreativitas, otonomi, sosial tinggi dan idependen. Anak dari usia 1
sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas gender dan mulai
membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang didefenisikan secara
sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan
tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan
atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik
orangtua (Elfira, 2011).
Menurut Papalia dan Felman 2011 dalam Terri dan Susan 2014
anak-anak prasekolah, antara usia 3 dan 6 tahun, tumbuh lebih lambat
daripada tahun sebelumya, dan anak prasekolah yang sehat bertubuh
ramping dan tangkas, dengan postur tubuh tegak. Perkembangan
kognitif, bahasa, dan psikososial sangat penting selama periode
prasekolah. Seiring dengan peningkatan keterampilan kognitif,
pemikiran magis berlebihan.Sebagian besar tugas yang dimulai selama
periode todler dikuasai dan disempurnakan selama periode prasekolah,
terutama koordinasi motorik halus. Anak harus belajar untuk
menoleransi perpisahan dari orang tua, memiliki rentang perhatian
yang lebih panjang, dan terus belajar keterampilan yang akan
mengarah ada pada keberhasilan di kemudian hari pada periode usia
sekolah.
Anak prasekolah adalah pembelajaran yang ingin tahu dan sangat
antusias tentang mempelajari hal baru. Anak prasekolah merasakan
Page 52
39
sensasi pencapaian ketika berhasil dalam aktivitas, dan merasa bangga
pada pencapaian sesuatu membantu anak untuk menggunakan inisiatif.
Akan tetapi, ketika anak mendorong dirinya lebih lanjut melebihi
kemampuan yang dimilikinya saat ini, ia dapat merasa bersalah (Terri
dan Susan, 2014).
Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan
kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan permainan
yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan
membedakan, kemampuan berbahasa mengembangkan kecerdasan,
menumbuhkan sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik,
mengembangkan dalam mengontrol emosi, motorik kasar dan halus,
memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan
memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong-royong (Hidayat,
2008).
Pada masa anak prasekolah, anak sudah mulai berkenalan dengan
lingkungan di luar rumah. Ia mulai senang bermain di luar rumah dan
memiliki teman. Lingkungan tersebut harus dapat menciptakan suasana
bermain yang bersahabat bagi anak (Chils Friendly Enviroment). Pada
masa ini anak dipersipkan untuk sekolah, maka seluruh panca indera
dan penerima rangsangan serta proses memori anak harus sudah siap,
sehingga anak mampu belajar dengan baik. Orang-orang di
lingkungannya adalah orang nomer satu yang harus memberi dukungan
pada anak (Nirwana, 2011).
Page 53
40
Sehingga jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia
ini seperti benda-benda sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-
anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting dan air
(Hidayat, 2008).
3. Tidur
a. Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar pada setiap individu
yang melakukannya dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan mengalami penurunan atau bahkan tidak ada sama
sekali, dan individu tersebut dapat dibangunkan kembali dengan
indra atau rangsangan yang memadai. Individu yang dapat
melakukan tidur dengan kualitas dan kuantitas yang cukup akan
dapat kembali tenaganya menjadi lebih maksimal. Tidur diyakini
untuk menjaga kestabilan mental emosional, fisiologis, dan
kesehatan (Riyadi dan Widuri, 2015).
Menurut Potter dan Perry 2005 tidur merupakan suatu proses
berulang dan bersiklus yang menjadi kebutuhan dasar bagi setiap
individu dengan adanya penurunan status kesadaran, baik
kesadaran diri maupun kesadaran terhadap lingkungan, yang terjadi
selama periode tertentu. Menurt Allen 2009 mengatakan bahwa
tidur dikarakteristikan oleh penurunan kesadaran dan respon
terhadap stimulasi internal maupun eksternal, tetapi sering kali
Page 54
41
kejadian yang mengagetkan dapat membangunkan individu dari
tidur. Namun demikian, tidur bukanlah proses pasif, tetapi sebuah
keadaan di mana aktivitas otak diistirahatkan. Berdasarkan
beberapa pengertian tidur disimpulkan tidur merupakan suatu
proses yang menjadi kebutuhan dasar manusia yang memiliki
siklus tertentu diikuti dengan terjadinya penurunan kesadaran dan
kemampuan tubuh untuk merespon stimulus yang tidak begitu
penting (Wulandari, 2012).
b. Fisiologis Tidur
Tidur tidak bisa diartikan sebagai manifestasi deaktifasi dari
system saraf pusat. Karena pada individu yang mengalami
tidur,system saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi terhadap
neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Hal tersebut
dapat diketahui dengan pemeriksaan elektoenchepalogram (EEG),
yaitu alat yang dapat memperlihatkan fluktuasi energi (gelombang
otak) pada kertas grafik (Riyadi dan Widuri, 2015).
Saat tidur akan terjadi perubahan tingkat kesadaran yang
berfluktuasi, tingkat kesadaran pada setiap organ tubuh sangat
berbeda-beda. Misalnya hidung, organ ini mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selam tidur. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan beberapa kasus kebakaran yang sering sekali
tanpa disadari oleh penghuninya yang sedang tidur. Sementara
indra pendengaran dan rasa sakit, merupakan indra atau organ yang
Page 55
42
mengalami penurunan tingkat kesadaran yang paling kecil.
Sehingga dapat dijelaskan, mengapa orang yang sedang mengalami
nyeri/sakit maupun orang yang tidur dalam lingkungan yang bising
seringkali tidak dapat tidur dengan nyenyak (Riyadi dan Widuri,
2015).
Kepuasan terhadap kualitas tidur setiap orang sangat
dipengaruhi oleh peran irama sirkadian. Orang mengalami irama
siklus sebagai bagian dari kehidupannya setiap hari. Irama yang
paling dikenal adalah siklus 24-jam, siang malam yang lebih
dikenal dengan irama diurnal atau sirkadian. Irama sirkadian
mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku.
Fluktuasi, dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan
darah, sekresi hormone, kemampuan sensorik, dan suasana hati
sangat bergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam.
Irama sirkadian, termasuk siklus tidur bangun harian, dipengaruhi
oleh cahaya dan suhu serta faktor faktor eksternal seperti aktibitas
social dan rutinitas pekerjaan (Riyadi dan Widuri, 2015).
Semua orang mempunyai jam siklus yang sinkron dengan
siklus tidur mereka. Sebagian orang dapat tertidur pada pukul 7
malam, sementara yang lainnya tertidur tengah malam atau
menjelang dinihari. Orang yang berbeda juga berfungsi terbaik
pada waktu yang berbeda dalam satu hari. Jika siklus tidur bangun
seseorang berubah secara bermakna, maka akan menghasilkan
Page 56
43
kualitas tidur yang buruk. Sebaliknya dalam siklus tidur bangun
seperti tertidur pada siang hari (atau sebaliknya untuk orang yang
kerja malam hari) dapat menunjukan penyakit yang serius.
Kecemasan, kurang istirahat, mudah tersinggung, dan gangguan
penilaian adalah gejala umum dari gangguan dalam siklus tidur.
Jika siklus tidur bangun menjadi terganggu, maka fungsi fisiologis
lain dapat berubah juga, misalnya seseorang mungkin mengalami
penurunan nafsu makan dan akan kehilangan berat badan (Riyadi
dan Widuri, 2015).
c. Jenis-jenis tidur
Dalam tahapan tidur, EEG (elektroensefalogram), EMG
(elektromiogram), dan EOG (elektrookulogram) sinyal listrik
menunjukan perbedaan tingkat aktivitas yang berbeda dari otak,
otot, dan mata yang berhubungan dengantahap tidur yang berbeda
(Sleep Research Society, 1993). Tidur yang normal melibatkan dua
fase: pergerakan mata lambat (tidur nonrapid eye movement,
NREM) dan pergerakan mata cepat (tidur rapid eye movement,
REM). Selama NREM, individu yang tidur mengalami kemajuan
melalui empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal 90 menit.
Kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4 bertambah dalam. Tidur
yang dangkal merupakan karakteristik dari tahap 1 dan 2 dan
individu tersebut lebih mudah terbangun. Pada tahap 3 dan 4
melibatkan tidur yang dalam, disebut tidur gelombang rendah dan
Page 57
44
individu tersebut sulit terbangun. Tidur REM merupakan fase pada
akhir tiap silkus tidur 90 menit. Konsolisasi memori dan pemulihan
psikologis terjadi pada waktu ini. Faktor yang berbeda dapat
meningkatkan atau mengganggu terapi yang membantu siklus tidur
atau berusaha mengeliminasi factor yang mengganggu (Riyadi dan
Widuri, 2015).
Tidur REM merupakan tidur paradoksial atau tidur dalam
kondisi aktif, yang berartibersifat nyenyak sekali, namun gerakan
kedua bola matanya bersifat sangat aktif. tidur jenis ini ditandai
dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan
mata cepat (mata cenderung bergerakbolak-balik), sekresi lambung
meningkat, pada laki-laki mengalami ereksi penis, gerakan otot
tidak teratur, kecepatan jantung dan metabolisme meningkat.
Individu yang mengalami kehilangan tidur jenis ini, maka dia akan
menunjukan gejala-gejala: cenderung hiperaktif, bingung dan
curiga, nafsu makan bertambah, dan kurang mampu
mengendalikan diri dan emosinya (emosinya cenderung labil)
(Riyadi dan Widuri, 2015).
Tidur NREM adalah tidur yang nyaman dan dalam,
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang tidak
tidur (orang sadar). Individu yang dalam tidur jenis ini, tanda-
tandanya adalah: mimpi berkurang, gerakan bola mata lambat,
tekanan darah dan kecepatan pernapasan menurun, keadaan
Page 58
45
beristirahat , dan mengalami penurunan metabolism. individu yang
kehilangan tidur NREM akan menunjukan gejala-gejala: menarik
diri, apatis, dan respons menurun, merasa tidak enak badan,
ekspresi wajah kuyu, malas bicara, dan kantuk yang berlebihan
(Riyadi dan Widuri, 2015). 4 tahapan tidur NREM menurut Riyadi
dan Widuri, 2015:
1) Tahap I
Pada tahap ini adalah tahap transisi dari kondisi sadar menjadi
tidur, dengan ditandai individu merasa kabur dan rileks, seluruh
otot menjadi lemas, kelopak mata menutup, kedua bola mata
bergerak ke kanan-kiri, kecepatan jantung dan pernapasan
menurun secara jelas, pada EEG terjadi penurunan voltasi
gelombang gelombang alfa. Individu yang sedang dalam tidur
tahap I ini, dapat dibangunkan dengan mudah.
2) Tahap II
Tahap II adalah tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun, ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak,
suhu tubuh menurun, kecepatan jantung dan pernapasan turun
dengan jelas, dan tonus otot perlahan lahan berkurang. Pada
EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14-18
siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut dengan
gelombang tidur. Pada tahap ini berlangsung sekitar 10-15
menit.
Page 59
46
3) Tahap III
Tahap III ini, keadaan fisik makin lemah karena tonus otot
lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung dan pernapasan
berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi system saraf
parasimpatis, demikian pula pada proses tubuhnya. Pada EEG
memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 11-2
siklus/detik, dan individu dalam tidur tahap III ini sulit untuk
dibangunkan.
4) Tahap IV
Tahap IV adalah tidur yang individu sulit dibangunkan karena
individu berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena
keadaan fisiknya sudah menjadi lemah lunglai. Gambaran pada
EEG tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat
dengan frekuensi 1-2 siklus/detik. Denyut jantung dan
pernapasan menurun sekitar 20-30%, dan pada tahap ini dapat
terjadi mimpi. Individu yang telah tidur pada tahap ini dapat
memulihkan keadaan tubuhnya.
d. Fungsi Tidur
Secara pasti belum jelas kegunaan tidur (Hodgson, 1991)
menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk
periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM , fungsi biologis
menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa sehat
Page 60
47
sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut per menit atau lebih
rendah jika individu berada pada kondisi fisik yang maksimal.
Namun selama tidur laju denyut jantung turun sampai 60 denyut
per menit atau lebih rendah. Hal tersebut berarti dalam setiap menit
selama tidur atau 60 hingga 120 kali lebih sedikit dalam setiap jam.
Secara jelas, tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara
fungsi jantung (Riyadi dan Widuri, 2015).
Fungsi tidur pada aspek perilaku seringkali tidak diketahui
sampai individu mengalami suatu masalah akibat deprivasi tidur.
Kurangnya tidur REM dapat mengarah pada perasaan bingung dan
curiga. Tidak ada hubungan sebab dan akibat yang jelas
keberadaannya antara kehilangan tidur dan disfungsi tubuh yang
spesifik. Namun, berbagai fungsi tubuh seperti penampilan
motorik, memori dan keseimbangan dapat berubah ketika
kehilangan tidur yang memanjang (Riyadi dan Widuri, 2015).
e. Waktu dan pola tidur berdasarkan tingkat perkembangan
Kebutuhan tidur, durasi dan kualitas tidur pada setia
individu dari semua kelompok usia, sangat beragam. Individu
mungkin merasa lelah cukup tidur dengan 4 jam tidur, sementara
individu lainnya membutuhkan 8 jam tidur. Untuk anak usia
prasekolah pada anak usia prasekolah tidur sekitar 11-12 jam
semalam (sekitar 20% adalah tidur REM). Menurut Wong, 1995
dalam Riyadi dan Widuri, 2015 pada usia 5 tahun, anak prasekolah
Page 61
48
jarang tidur siang. Anak usia prasekolah biasanya mengalami
kesulitan untuk relaks atau diam setelah siangnya melakukan
kegiatan yang panjang. Mereka juga mempunyai ketakutan waktu
tidur, terjaga pada malam hari, biasanya juga karena mimpi buruk
(Riyadi dan Widuri, 2015).
f. Faktor yang mempengaruhi tidur
Menurut Rafknowledge 2004 dalam Wulandari 2012 tidur
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit fisik, obat-
obatan, lingkungan, gaya hidup, keadaan stres, dan jadwal kerja
ataushift. Individu dengan penyakit fisik tertentu mempengaruhi
kemampuan untuk tertidur. Penyakit arthritis menyebabkan nyeri
atau ketidaknyamanan sehingga akan menyulitkan individu untuk
tertidur atau sleep apnea yang membuat kesulitan bernapas
sehingga dapat membuat individu terbangun.
Menurut De Launer dan Ladner 2002 dalam Wulandari 2012
konsumsi obat yang memiliki efek samping tertentu dapat
mempengaruhi tidur. Obat diuretik berefek pada nokturia sehingga
individu sering terbangun di malam hari. Faktor lingkungan sekitar
kamar tidur dapat mempengaruhi tidur.Lingkungan sekitar kamar
yang bising, memiliki teman tidur yang mengalami masalah tidur,
dan kondisi kamar seperti suhu, cahaya, ukuran dan kenyamanan
tempat tidur. Menurut Rafknowledge 2004 dalam Wulandari 2012
mengatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol atau kafein
Page 62
49
membuat individu sulit tertidur. Selain itu, individu yang memiliki
jadwal kerja berubah-ubah, misalnya jadwal kerja (shift) yang
berubah setiap seminggu sekali dapat mengganggu pola tidur.
Keadaan hospitalisasi yang dialami anak usia
prasekolahmempengaruhi kemampuan anak untuk tidur atau tetap
tertidur. Menurut Mayoral 2006 dalam Wulandari 2012
menyatakan bahwa stres berat sangat lekat dengan jam tidur yang
rendah. Selain itu, stres berat sangat berpengaruh dan berhubungan
positif dengan mimpi buruk dan keluhan tidur. Potter & Perry 2005
dalam Wulandari, 2012 menyatakan bahwa stres emosional dapat
menyebabkan individu merasa tegang dan putus asa. Perasaan
tersebut menyebabkan individu menjadi sulit tidur, sering
terbangun saat tidur atau terlalu banyak tidur. Bila stres
berkepanjangandapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk.
g. Gangguan-gangguan tidur
Menurut Riyadi dan Widuri (2015) ada beberapa gangguan tidur,
diantara adalah:
1) Insomnia
Insomnia adalah suatu gejala yang dialami oleh seseorang yang
mengalami kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap
tertidur, sering terbangun dari tidur dan atau tidur singkat atau
tidur nonrestoratif. Pendapat lain mengatakan, bahwa seseorang
yang terbangun dari tidurnya dan merasa belum cukup tidur
Page 63
50
dikategorikan mengalami insomnia (Japardi, 2002). Insomnia
dapat menendakan adanya gangguan pada fisik ataupun
psikologis, bisa dibuktikan pada seseorang yang telah banyak
tidur dari yang disadarinya. Mereka mengeluh merasa
mengantuk berlebihan pada siang hari, kuantitas dan kualitas
tertidur tidak cukup. Dengan demikian, insomnia dapat
dikatakan sebagai ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas.
2) Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Sindrom kematian bayi
mendadak (sudden infant death syndrome, SIDS) dihipotensi
berhubungan dengan apnea, hipoksia dan aritmia jantung yang
disebabkan oleh abnormalitas dalam system saraf otonom yang
dimanifestasikan selama tidur (Gillis dan Flemons, 1994).
Belakangan ini, the American Academy of pediantrics
menghimbau agar bayi yang sehat ditempatkan pada posisi
miring atau telentang pada saat tidur karena adanya hubungan
antara posisi telungkup dengan terjadinya SIDS (Long dan
Barron, 1992).
Page 64
51
3) Somnambulisme
Somnambulisme adalah gangguan tingkah laku yang sangat
kompleks mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi
motorik,seperti membuka pintu,duduk di tempat tidur, berjalan
kaki, berbicara dan lain-lain. Somnambulisme ini lebih sering
terjadi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa (jawa:
nglindur). Seseorang yang mengalami ini, mempunyai resiko
terjadinya cedera.
4) Eunuresis
Eunuresis adalah kencing yang tidur disengaja pada saat tidur
(mengompol). Biasanya sering terjadi pada anak-anak ,namun
terjadi juga pada beberapa remaja terutama pada laki-laki.
Secara pasti penyebabnya belum diketahui, namun ada
beberapa faktor yang dapat dicurigai menyebabkan terjadinya
eunuresis, misalnya gangguan pada bladder, stress dan toilet
training yang kaku. Untuk mencegah maupun meminimalkan
terjadinya Eunuresis bisa diberikan beberapa tindakan seperti,
kurangi minum sebelum tidur, dibiasakan menggosokan
kandunga kemih sebelum tidur, hindari stres.
5) Narkolepsis
Narkolepsis merupakan serangan mengantuk yang mendadak
yang tidak terkendali, sehingga seseorang yang dalam kondisi
ini dapat tertidur pada setiap saat ketika serangan ngantuk
Page 65
52
dirasakan. Secara pasti penyebabnya belum diketahui, namun
ada dugaan akibat terjadinya kerusakan genetika sistem saraf
pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan. Obat-obat
agripnotik, yaitu sejenis obat yang membuat orang tidak dapat
tidur seperti amfetamin, dapat digunakan untuk mengendalikan
narkolepsi. Kondisi ini sangat berbahaya pada sesesorang yang
sedang mengendarai kendaraan, bekerja pada alat-alat yang
berputar ataupun berada di tepi jurang.
6) Night terrors
Mimpi buruk ini pada umumnya terjadi pada masa anak-anak
terutama usia 6 tahun atau lebih. Setelah tertidur beberapa saat,
anak tersebut langsung terjaga dengan tiba-tiba dan biasanya
menangis ataupun berteriak, pucat dan ketakutan.
7) Mendengkur
Adanya rintangan yang terdapat pada pengaliran udara di
hidung dan mulut, biasanya sebagai penyebab terjadi
mendengkur. Termasuk adanya pembengkakan pada amandel
(tonsillitis) dan adenoid juga merupakan faktor yang turut
menyumbang terjadinya mendengkur. Pada lansia, pangkal
lidahnya yang menyumbat saluran pernapasan. Otot-otot
dibagian belakang mulut mendengkur lalu bergetar ketika
dilewati udara pernapasan.
Page 66
53
4. Bercerita
a. Definisi Bercerita
Bercerita adalah media komunikasi yang lebih efektif
dilakukan anak yang belum mampu mengekspresikan perasaaan
secara verbal, baik anak antar anak, anak dengan orang lain,
termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit.
Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi
non verbal yang ditunjukan selama melakukan permainan atau
melalui interaksi yang ditunjukan anak dengan orang tua dan teman
kelompok bermainnya (Sari, 2014).Menurut Prasasti (2005) dalam
Yuniartini (2012) bercerita adalah salah satu terapi bermain yang
merupakan aktivitas yang sangat sesuai dengan perkembangan
emosi anak-anak.
Teknik bermain melalui bercerita dapat menyalurkan emosi
anak. Anak dapat dididik untuk menghayati kesedihan,
kemalangan, derita nestapa, anak juga dapat diajak untuk berbagi
kebahagian, kegembiraan, keuntungan dan keceriaan. Melalui
bercerita perasaan atau emosi dapat dilatih untuk merasakan dan
menghayati berbagai peran dalam hidup, dengan bercerita anak
melepaskan ketakutan, kecemasan, mengekspresikan kemarahan
dan permusuhan. Cerita yang digunakan adalah cerita dongeng
karena dapat dipahami sebagai cerita yang tidak masuk akal,
Page 67
54
namun dari sudut pandang ini cerita dongeng dapat dipandang
sebagai cerita fantasi dan bersifat sangat khayal (Sari, 2014).
Menurut Rowitz 1996 dalam (Wong, 2011) media dapat
memberi pengaruh besar pada perkembangan anak. Tidak
diragukan lagi bahwa media memberi anak suatu cara untuk
memperluas pengetahuan mereka tentang dunia tempat mereka
hidup dan berkontribusi untuk mempersempit perbedaan antar-
kelas. Namun, terdapat peningkatan kekhawatiran mengenai
pengaruh media pada perkembangan anak, karena anak masa kini
terpikat seperti pada beberapa dekade lalu.
Anak kecil menyukai cerita yang sangat imajinatif, terdapat
bukti bahwa mereka lebih menyukai cerita tentang hal-hal yang
dapat terjadi. Dengan kata lain, mereka lebih menyukai cerita yang
dibumbui dengan sedikit khayal ketimbang yang terjadi sebenarnya
atau tentang sesuatu yang jauh diluar jangkauan pengalamannya
sehingga dapat mereka pahami. Kebanyakan anak kecil lebih
menyukai cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Mereka
menyukai karakter ini karena kualitas pribadi atau humornya.
Karena mereka mampu mengidentifikasi diri dengan hewan,
mereka memperoleh kegembiraan yang besar dari mendengarkan
hal-hal yang dilakukan karakter itu (Hurlock, 2012)
Buku, koran, dan majalah adalah bentuk media massa paling
tua. Materi ini berkontribusi pada kompetensi anak dalam hampir
Page 68
55
setiap arah dan juga memberi kesenangan. Pengenalan dampak
materi bacaan yang digunakan di sekolah pada sistem nilai dan
proses sosial telah mendorong evaluasi ulang tentang isi buku
dalam hal biasanya presentasi antara model peran pria dan wanita,
gambaran situasi hidup yang tampak manis, dan sejarah yang tidak
jelas tentang kelompok minoritas (Wong, 2009).
Cerita dongeng, untuk generasi yang beraliran literature anak
muda, untuk waktu penghukuman yang penuh derita sebagai
seksis, sangat keras dalam isi, dan dugaan pada stereotip yang tidak
diinginkan, seperti ibu tiri yang kejam, orang kerdil, dan
karakteristik fisik yang tidak menarik yang berkaitan dengan iblis.
Dongeng kini diyakini dapat memberi media terbaik untuk
menjelaskan topik yang penting dan penuh teka-teki seperti
kematian, orang tua tiri, dan perasaan penuh gejolak emosi didalam
diri. Meskipun tidak memberi solusi, cerita dongeng
menghadapkan anak pada situasi emosi yang sulit dan memberi
tawaran untuk menghadapinya (Wong, 2011).
b. Manfaat Bercerita
Manfaat bercerita adalah membantu pembentukan pribadi
dan moral anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat menulis anak,
merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan
anak. Waktu penyajian dengan mempertimbangkan daya pikir,
Page 69
56
kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak,
maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut; usia 3-6
tahun waktu cerita hingga 7-15 menit, usia 6-8 tahun waktu cerita
hingga 15-25 menit dan Usia 8-12 tahun waktu cerita hingga >25
menit. Waktu bercerita menjadi dilakukan lebih panjang apabila
tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh
penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan
humoris (Sari, 2014).
Menurut Potter dan Perry (2005) cerita membawa anak
kealam fantasi, cerita sebagai pengantar tidur anak, cerita
mengandung hiburan sehingga akan menimbulkan rasa tenang dan
membuat anak menjadi rileks. Cerita diberikan sebagai pereda
ketegangan sebelum tidur yang mampu merangsang batas otak atas
yang mengaktivasi kortek serebral. Aktivasi korteks serebral
kemudian akan menstimulasi penurunan RAS (Reticular
Acytivating System). RAS diyakini mengandung sel-sel khusus
yang mempertahankan keadaan siaga dan terjaga. Adanya
penurunan stimulasi pada RAS, maka aktivasi RAS akan semakin
menurun pula. Kondisi inilah yang akan menyebabkan terjadinya
pelepasan serotonin dari sel BSR (Bulbar Synchroning Region)
yang akan menyebabkan individu menjadi tertidur (Yuniartini,
2012).
Page 70
57
c. Perkembangan komunikasi dan bahasa
Menurut Meggitt 2013 selama periode ini, kemampuasn
berkomunikasi dan berbahasa berkembang secara sangat cepat.
Anak-anak:
1) Mulai memakai lebih banyak kosa kata, mulai dari kata sifat,
kata kerja, kata benda, kalimat utuh, dan lain-lain.
2) Melakukan kesalahan dalam mengucapkan beberapa kata, serta
mulai berbicara mengikuti bahasa.
3) Beberapa tata bahasanya masih berantakan, namun kini lebih
cerewet serta sering melemparkan bermacam-macam
pertanyaan (apa, kenapa, bagaimana, siapa).
4) Suka membaca buku cerita yang rumit dan mempunyai buku
cerita favorit.
5) Memahami aktivitas dalam gambar yang ditujukkan.
Page 71
58
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi
tidur:
- Penyakit fisik (varicella)
- Obat-obatan
- Lingkungan
- Gaya hidup
- Keadaaan stress
- Jadwal kerja
Peningkatan
kualitas tidur
Gangguan tidur
Terapi bercerita
Page 72
59
C. Kerangka Konsep
terapi bercerita
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
gangguan
pola tidur
peningkatan
kualitas tidur
Page 73
60
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Anakusia prasekolah An.D dengan varicellayang dirawat di ruang melati
II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang mengalami gangguan
kualitas tidur.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat aplikasi riset
Penelitian ini dilakukan ruang melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta
2. Waktu aplikasi riset
Prosedur terapi bercerita diberikan satu kali setiap harinya selama tiga
hari berturut-turut sebelum tidur malam
C. Media dan Alat yang digunakan
1. Media yang digunakan
a) Buku cerita bergambar sesuai dengan tingkat perkembangan anak
b) Wayang-wayangan
Page 74
61
D. Prosedur Tindakan berdasarkan Aplikasi Riset
Tabel 3.1
Prosedur Tindakan
No Aspek Yang Dinilai
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien
B. Fase Kerja
1. Mengatur posisi pasien
2. Memilih tema bercerita
3. Pilihan bahasa yang akan dipakai
4. Mensituasikan dan mengkondisikan suasana dengan cerita
5. Mulai bercerita dan menggunakan alat peraga
C. Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
E. Alat Ukur Evaluasi
Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara observasi dan wawancara
terstruktur menggunakan kuisioner kualitas tidur anak yang diadopsi dari
The Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ). Untuk observasi dan
wawancara terstruktur dilakukan sebelum dan setelah pemberian terapi
bercerita.
Page 75
62
Tabel 3.2
Alat ukur kualitas tidur pada anak usia prasekolah
The Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ)
Waktu tidur
Ditulis waktu anak tidur: ____
No. 3 2 1
1 Anak pergi tidur pada waktu yang sama di
malam hari
( ) ( ) ( )
2 Anak tertidur dalam waktu 20 menit setelah
pergi tidur
( ) ( ) ( )
3 Anak tidur sendiri di tempat tidur sendiri ( ) ( ) ( )
4 Anak tidur di kamar orang tua atau kamar
saudara
( ) ( ) ( )
5 Anak membutuhkan orang tua dalam ruangan
tidur
( ) ( ) ( )
6 Anak rewel pada waktu tidur (teriak-teriak,
menolak untuk ditinggal di tempat tidur, dll)
( ) ( ) ( )
7 Anak takut tidur dalam gelap ( ) ( ) ( )
8 Anak takut tidur sendiri ( ) ( ) ( )
Perilaku tidur
Lama waktu tidur anak setiap hari: ____ jam dan ___ menit
(menggabungkan tidur malam dan tidur siang)
No. 3 2 1
9 Anak tidur terlalu sedikit ( ) ( ) ( )
10 Anak tidur dalam jumlah yang tepat ( ) ( ) ( )
11 Anak tidur sekitar jumlah yang sama setiap
hari
( ) ( ) ( )
12 Anak ngompol saat tidur di malam hari ( ) ( ) ( )
13 Anak mengigau saat tidur ( ) ( ) ( )
14 Anak gelisah dan bergerak banyak saat tidur ( ) ( ) ( )
15 Anak tidur sambil berjalan pada malam hari ( ) ( ) ( )
16 Anak berpindah ke tempat tidur orang lain
pada malam hari (orang tua, kakak, adik, dll)
( ) ( ) ( )
17 Anak mengerat gigi saat tidur ( ) ( ) ( )
18 Anak mendengkur keras ( ) ( ) ( )
19 Anak tampaknya berhenti bernapas saat tidur ( ) ( ) ( )
20 Anak mendengus dan atau terengah – engah
saat tidur
( ) ( ) ( )
21 Anak memiliki kesulitan tidur jauh dari
rumah (mengunjungi kerabat, berlibur)
( ) ( ) ( )
22 Anak terbangun pada malam menjerit,
berkeringat dan tidak dapat dihibur
( ) ( ) ( )
23 Anak terbangun dan khawatir dengan mimpi
yang menakutkan
( ) ( ) ( )
Page 76
63
Terbangun pada malam hari
No. 3 2 1
24 Anak terbangun sekali pada malam hari ( ) ( ) ( )
25 Anak terbangun lebih dari sekali pada malam
hari
( ) ( ) ( )
Bangun pagi
Ditulis saat anak bangun setiap pagi hari: ____
No. 3 2 1
26 Anak bangun dibangunkan atau bangun
sendiri
( ) ( ) ( )
27 Anak bangun dalam suasana hati yang
negative
( ) ( ) ( )
28 Orang tua atau saudara yang membangunkan
anak
( ) ( ) ( )
29 Anak memiliki kesulitan bangun tidur di pagi
hari
( ) ( ) ( )
30 Anak membutuhkan waktu lama untuk
terbangun di pagi hari
( ) ( ) ( )
Tidur siang
No. 3 2 1
31 Anak tampak lelah ( ) ( ) ( )
Setiap akhir minggu, anak banyak tidur atau sering tidur
(periksa semua dan lakukan)
No. 1
Tidak tidur
2
Tidur sangat
pulas
3
Tertidur
32 Menonton TV ( ) ( ) ( )
33 Saat dalam perjalanan ( ) ( ) ( )
Keterangan:
Menurut Silva (2013) bahwa untuk mengevaluasi kualitas tidur anak
menggunakanalat ukur evaluasi dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara terstruktur menggunakan kuisioner kualitas tidur anak yang
diadopsi dari The Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ).
Frekuensiperilakutiduryang terkaitdibagi 3 jenis
yaitu:biasanya(dinilai3poin), kadang-kadang (dinilai2poin) atau jarang
Page 77
64
sekali(dinilai1 poin). Alat ukur ini terdiri dari 33 poin dan 8 struktur
dominan. 8 struktur dominan tersebut antara lain:
a. Resistensi tidur / gangguan tidur (bedtime resistance) 1, 3, 4, 5, 6, 8
b. Kesulitan tidur (sleep onset delay) 2
c. Durasi tidur (sleep duration) 9, 10, 11
d. Kecemasan tidur (sleep anxiety) 5, 7, 8, 21
e. Terbangun di malam hari (night wakings) 16, 24, 25
f. Parasomnia (parasomnias) 12, 13, 14, 15, 17, 22, 23
g. Nafas tidak teratur saat tidur (sleep – disordered breathing) 18, 19,
20
h. Kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33
Page 78
65
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.D
dengan varicella, dilaksanakan pada tanggal 17-19 Maret 2015. Asuhan
keperawatan ini dimulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
A. Identitas Pasien
Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2015 pukul
10:00 WIB, pada An.D di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta di bangsal
Melati II adalah anak laki-laki berusia 5 tahun 11 bulan dengan metode
wawancara kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan
fisik dan melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut.
Pasien bernama An.D tinggal bersama kedua orang tuanya Tn.T dan
Ny.S di Kerjo, Karanganyar. Tn.T berumur 41 tahun dan Ny.S berumur 40
tahun An.D masuk di rumah sakit rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta pada
tanggal 02 Maret 2015 dan dari diagnosa dokter An.D menderita penyakit
Varicella dengan nomor RM 983xxx.
Penanggung jawab An.D adalah Tn.T yang merupakan ayah dari orang
tua An.D pendidikan terakhirnya sampai dengan SMA dan sekarang Tn.T
bekerja sebagai swasta.
Page 79
66
B. Pengkajian
Alasan An.D masuk rumah sakit. Ny.S ibu pasien mengatakan sejak
tanggal 02 Maret 2015 pukul 14:00 WIB pasien diantar orangtuanya datang
ke bangsal melati II karena akan dilakukan tindakan operasi. Pada tanggal 17
Maret 2015 An.D mengeluhkan badan terasa panas, gatal-gatal dan ibu An.D
mengatakan muncul ruam pertama pada tanggal 15 Maret 2015 di bagian
muka dan kaki. Ibu An.D juga mengatakan anaknya sering terbangun kalau
tidur karena mengeluhkan gatal-gatal dibadannya. An.D mendapatkan terapi
paracetamol dan cetirizine. Penyakit yang diderita sebelumnya sebelum
terkena varicella yaitu meningocele region nasal. Riwayat alergi, ibu pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai alergi obat dan makanan tertentu.
Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.D sudah diimunisasi secara lengkap,
yaitu hepatitis B, polio, campak, DPT, BCG. Riwayat kesehatan keluarga, ibu
pasien mengatakan pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasien
tinggal satu rumah dengan kakak nomer 2 dan kedua orangtuanya. Dalam
anggota keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan atau menular
lainnya.
Page 80
67
Genogram:
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan :
= laki - laki
= perempuan
= pasien
= tinggal serumah
= garis pernikahan
= garis keturunan / anak
Page 81
68
Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan
waktu lahir An.D 3.100 gram. Antropometri berat badan An.D sekarang 17
kg, panjang badan 107 cm, lingkar kepala 50 cm, lingkar lengan 20 cm.
Penilaian Zscore diperoleh Waz (berat badan menurut umur) adalah -1,5
(berat badan normal, gizi normal) dan Haz (tinggi badan menurut umur)
adalah -1,8 (normal). DDST yaitu belajar mengingat-ingat, membaca
majalah, bercerita, mengenal huruf dan simbol, mengunjungi perpustakaan.
Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan
An.D di rumah makan tiga kali sehari nasi, lauk-pauk, sayur, minum susu, teh
manis dan air putih dengan porsi satu porsi habis dan tidak ada keluhan.
Selama sakit ibu pasien mengatakan An.D di rumah makan tiga kali sehari
nasi, lauk-pauk, sayur, buah, minum susu, teh manis dan air putih dengan
porsi setengah porsi habis dan tidak ada keluhan.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.D BAB
satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna
kuning kecoklatan dan tidak keluhan. Ibu pasien mengatakan An.D BAK
tujuh sampai delapan kali sehari dengan pancaran kuat jumlah ±75 cc, berbau
amoniak berwarna kuning bening, perasaan setelah BAK lega tidak ada
keluhan dan total produksi urin ±525-600 cc dalam sehari. Ibu pasien
mengatakan selama sakit An.D BAB satu kali sehari dengan konsistensi
lunak berbentuk berbau khas berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan An.D BAK tujuh sampai delapan kali sehari
dengan pancaran kuat jumlah ±75 cc, berbau amoniak berwarna kuning
Page 82
69
bening, perasaan setelah BAK lega tidak ada keluhan dan total produksi urin
±525-600 cc dalam sehari.
Pada pemeriksaan fisik An.D didapatkan hasil keadaan umum pasien
composmentis. Dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil suhu tubuh 38,2oC, respirasi 24 kali permenit, nadi 117 kali
permenit. Data subjektif yang diperoleh, ibu pasien mengatakan pasien
anaknya selalu mengeluhkan badannya terasa panas, dan ibunya mengatakan
panasnya sudah ±3 hari. Data obyektif yang diperoleh, badan pasien terasa
hangat.
Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.D dari
pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.D
berbentuk mesocepal, kontrol kepala normal, kondisi rambut hitam agak tipis
kondisi kulit kepala bersih. Mata sklera tidak ikterik, pupil isokor normal
mengecil apabila diberi rangsangan cahaya, konjungtiva tidak enemis.
Telinga, kebersihan sedikit kotor, kesimetrisan simetris antara kanan kiri,
ketajaman pendengaran pendengaran tajam tidak ada gangguan pendengaran.
Hidung letak simetris, tidak ada penumpukan sekret, penciuman tidak
terganggu, adanya benjolan dipangkal hidung. Mulut, bibir simetris, tidak ada
sianosis, tidak ada stomatitis, tidak ada nyeri telan, ada caries. Leher, tidak
ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar gondok.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi bentuk dada simetris antara
kanan kiri palpasi vocal premitus sama antara kanan kiri perkusi sonor
auskultasi tidak terdapat suara nafas tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung
Page 83
70
ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak
auskultasi BS I-II murni. Pemeriksaan inspeksi abdomen perut terlihat datar
auskultasi bising usus 12 kali per menit, pada pemeriksaan perkusi terdengar
timpani, dan pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada benjolan dan tidak
ada nyeri tekan.
Genetalia An.D tidak ada kelainan pada genetalia, jenis kelamin laki-
laki. Anus An.D bersih, tidak ada infeksi, tidak ada hemoroid. Pada
pengkajian ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki kanan dan kiri
normal, aktivitas sendiri. Integumen An.D tugor kulit elastis warna kulit sawo
matang, teraba hangat, ada papula dan vesikle.
Pengkajian pola istirahat tidur, sebelum sakit ibu pasien mengatakan
anak tidur siang selama 2 jam dan tidur malam 9 jam dengan kondisi tidur
berkualitas, tidak sering terbangun dan tidak kesulitan untuk tidur. Selama
sakit, ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±1 jam dan tidur
malam ±7 jam dengan kondisi tidur sering terbangun karena merasakan gatal.
Nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13 (10),
keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep duration) 5
(7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 10 (4), terbangun dimalam hari (night
wakings) 6 (5), parasomnia (parasomnias) 13 (7), nafas tidak teratur saat
tidur (sleep-disordered breathing) 4 (3), kantuk di siang hari (daytime
sleepiness) 12 (10). Adapun pengkajian kualitas tidur pasien berdasarkan
CSHQ:
Page 84
71
Tabel 4.1
Pengkajian kualitas tidur
Waktu tidur
Ditulis waktu anak tidur: ____
No. 3 2 1
1 Anak pergi tidur pada waktu yang sama di
malam hari
( ) ( ) ( √ )
2 Anak tertidur dalam waktu 20 menit setelah
pergi tidur
( ) ( ) ( √ )
3 Anak tidur sendiri di tempat tidur sendiri ( ) ( √ ) ( )
4 Anak tidur di kamar orang tua atau kamar
saudara
( ) ( √ ) ( )
5 Anak membutuhkan orang tua dalam ruangan
tidur
( √ ) ( ) ( )
6 Anak rewel pada waktu tidur (teriak-teriak,
menolak untuk ditinggal di tempat tidur, dll)
( ) ( √ ) ( )
7 Anak takut tidur dalam gelap ( ) ( √ ) ( )
8 Anak takut tidur sendiri ( √ ) ( ) ( )
Perilaku tidur
Lama waktu tidur anak setiap hari: 8 jam dan 0 menit
(menggabungkan tidur malam dan tidur siang)
No. 3 2 1
9 Anak tidur terlalu sedikit ( ) ( √ ) ( )
10 Anak tidur dalam jumlah yang tepat ( ) ( √ ) ( )
11 Anak tidur sekitar jumlah yang sama setiap
hari
( ) ( ) ( √ )
12 Anak ngompol saat tidur di malam hari ( ) ( ) ( √ ) 13 Anak mengigau saat tidur ( ) ( √ ) ( )
14 Anak gelisah dan bergerak banyak saat tidur ( √ ) ( ) ( )
15 Anak tidur sambil berjalan pada malam hari ( ) ( ) ( √ ) 16 Anak berpindah ke tempat tidur orang lain
pada malam hari (orang tua, kakak, adik, dll)
( ) ( ) ( √ )
17 Anak mengerat gigi saat tidur ( ) ( √ ) ( )
18 Anak mendengkur keras ( ) ( ) ( √ ) 19 Anak tampaknya berhenti bernapas saat tidur ( ) ( ) ( √ )
20 Anak mendengus dan atau terengah – engah
saat tidur
( ) ( √ ) ( )
21 Anak memiliki kesulitan tidur jauh dari
rumah (mengunjungi kerabat, berlibur)
( ) ( √ ) ( )
22 Anak terbangun pada malam menjerit,
berkeringat dan tidak dapat dihibur
( ) ( √ ) ( )
23 Anak terbangun dan khawatir dengan mimpi
yang menakutkan
( ) ( √ ) ( )
Page 85
72
Terbangun pada malam hari
No. 3 2 1
24 Anak terbangun sekali pada malam hari ( ) ( √ ) ( )
25 Anak terbangun lebih dari sekali pada malam
hari
( √ ) ( ) ( )
Bangun pagi
Ditulis saat anak bangun setiap pagi hari: ____
No. 3 2 1
26 Anak bangun dibangunkan atau bangun
sendiri
( ) ( √ ) ( )
27 Anak bangun dalam suasana hati yang
negative
( ) ( √ ) ( )
28 Orang tua atau saudara yang membangunkan
anak
( ) ( √ ) ( )
29 Anak memiliki kesulitan bangun tidur di pagi
hari
( ) ( ) ( √ )
30 Anak membutuhkan waktu lama untuk
terbangun di pagi hari
( ) ( ) ( √ )
Tidur siang
No. 3 2 1
31 Anak tampak lelah ( ) ( √ ) ( )
Setiap akhir minggu, anak banyak tidur atau sering tidur
(periksa semua dan lakukan)
No. 1
Tidak tidur
2
Tidur sangat
pulas
3
Tertidur
32 Menonton TV ( √ ) ( ) ( )
33 Saat dalam perjalanan ( √ ) ( ) ( )
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 03 Maret 2015 didapatkan
hasil: hematologi rutin, hemoglobin 11,4 dengan satuan g/dl, normalnya 10,8-
12,8. Hematokrit 33 dengan satuan %, normalnya 31-43. Leukosit 8,1 dengan
satuan ribu/ul, normalnya 4,5-14,5. Trombosit 369 dengan satuan ribu/ul,
normalnya 150-450. Eritrosit 4,22 dengan satuan juta/ul, normalnya 3,70-
5,70. Golongan darah O. Hemostasis, PT 13,0 dengan satuan detik normalnya
10,0-15,0. APTT 35,3 dengan satuan detik normalnya 20,0-40,0. INR 1,000.
Kimia klinik, glukosa darah sewaktu 93 dengan satuan mg/dl normalnya 60-
100. Albumin 4,3 dengan satuan g/dl normalnya 3,8-5,4. Creatine 0,3 dengan
Page 86
73
satuan mg/dl normalnya 0,3-0,7. Ureum 19 dengan satuan mg/dl normalnya
<48. Elektrolit, natrium darah 136 dengan satuan mmol/L normalnya 132-
145. Kalium darah 3,7 dengan satuan mmol/L normalnya 3,1-5,1. Chlorida
darah 104 dengan satuan mmol/L normalnya 98-106. Serologis hepatitis
HBsAg nonreactive.
Terapi yang diperoleh An.D selama perawatan di rumah sakit Dr.
Moewardi adalah paracetamol diberikan 3x200 mg dengan golongan obat
analgetik, antipiretik kandungannya parasetamol, fungsinya antipiretik,
analgesik. Cetirizine diberikan 1x5 mg dengan golongan obat antialergi,
anafilaksi kandungannya setrizin HCl, fungsinya perennial rhinitis, seasonal
alergic rhinitis dan utrikaria kronik idiopati.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 17
Maret 2015 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan
diagnosa keperawatan ditandai dengan data subyektif An.D, ibu pasien
mengatakan anaknya selalu mengeluhkan badannya terasa panas, dan ibunya
mengatakan panasnya sudah ±3 hari. Data obyektif yang diperoleh, badan
pasien terasa hangat, suhu tubuh 38,2oC, respirasi 24 kali/menit, nadi 117
kali/menit. Maka penulis merumuskan prioritas masalah keperawatan
hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu.
Masalah keperawatan kedua adalah kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan imunologis. Yang ditandai dengan data
Page 87
74
subyektif ibu pasien mengatakan muncul ruam-ruam ditubuh anaknya. Anak
mengeluhkan gatal-gatal diseluruh badannya. Data obyektif terdapat papula,
terdapat vesikel, An.D tampak menggaruk-garuk badannya.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan penyakit varicella. Yang ditandai dengan data subyektif
ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±1 jam dan tidur malam
±7 jam dengan kondisi tidur sering terbangun karena merasakan gatal
dibadannya. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah perubahan
pola tidur dari 11 jam/hari menjadi 8 jam/hari, pasien tampak lemas, letih,
lesu dan kurang puas tidur, sering terbangun, nilai CSHQ resistensi
tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13 (10), keterlambatan tidur (sleep
onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep duration) 5 (7), kecemasan tidur (sleep
anxiety) 10 (4), terbangun dimalam hari (night wakings) 6 (5), parasomnia
(parasomnias) 13 (7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered
breathing) 4 (3), kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 12 (10).
Untuk memprioritaskan masalah keperawatan maka diagnosa
keperawatan yang diprioritaskan:
1. Hipertemi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit varicella
Page 88
75
D. Perencanaan
Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An.D yang
sedang dirawat di ruang melati II rumah sakit Dr. Moewardi sebagai berikut:
pada hari Selasa 17 Maret 2015 untuk diagnosa yang pertama hipertermi
berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu. Tujuan yang ingin
dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
hipertermi dapat teratasi atau berkurang dengan kriteria hasil suhu tubuh
dalam rentang normal 36-37oC, nadi dan respirasi dalam rentang normal
respirasi 24-40 kali/menit nadi 90-150 kali/menit, tidak ada perubahan warna
kulit dan pasien merasa nyaman. Intervensi yang pertama kaji tanda-tanda
vital pasien dengan rasional mengidentifikasi tanda-tanda vital pasien, beri
kompres air hangat dengan rasional kompres merupakan tehnik penurunan
suhu dengan meningkatkan efek efaporasi, anjurkan minum banyak dengan
rasional untuk mencegah dehidrasi, anjurkan memakai pakaian tipis dengan
rasional tingkatkan sirkulasi udara meningkatkan kehilangan panas melalui
radiasi, kolaborasi dengan dokter pemberian obat antipiretik dengan rasional
antipiretik bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh.
Pada hari Selasa 17 Maret 2015 untuk diagnosa ke dua kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis. Tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit
dapat teratasi atau berkurang dengan kriteria hasil tidak ada lesi pada kulit,
menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit, perfusi jaringan
baik. Intervensi yang pertama kaji kulit pasien dengan rasional menentukan
Page 89
76
perubahan status keadaan kulit, jaga kebersihan kulit dengan rasional
memberikan kenyamanan, anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar
dengan rasional untuk menghindari gesekan luka dengan pakaian, kolaborasi
dengan dokter oleskan lotion dan beri obat anafilaksi dengan rasional
memberikan kenyamanan, mengurangi rasa tidak nyaman.
Pada hari Selasa 17 Maret 2015 untuk diagnosa ke tiga gangguan pola
tidur berhubungan dengan penyakit varicella. Tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pola tidur dapat teratasi
dengan kriteria hasil pasien tampak segar, pasien tidur dengan kondisi
berkualitas, pasien tidur sesuai kebutuhan 11 jam/hari, nilai CSHQ resistensi
tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 10, keterlambatan tidur (sleep
onsetdelay) 3, durasi tidur (sleep duration) 7, kecemasan tidur (sleep
anxiety) 4, terbangun dimalam hari (night wakings) 5, parasomnia
(parasomnias) 7, nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3,
kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 10. Intervensi yang pertama
dilakukan kaji pola tidur pasien dengan rasional mengetahui pola tidur
pasien, kaji kualitas tidur dengan rasional mengetahui kualitas tidur pasien,
beri lingkungan yang nyaman dengan rasional agar pasien merasakan
kenyamanan, jelaskan ke orang tua pentingnya tidur yang adekuat dengan
rasional mengetahui pentingnya tidur, beri terapi bercerita dengan rasional
memberikan suasana hati yang nyaman untuk pasien.
Page 90
77
E. Implementasi
Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.D yang
sedang dirawat di ruang melati II rumah sakit Dr. Moewardi implementasi
dimulai pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2015 jam 14:00-21:00 WIB. Pada
jam 14:00 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kaji
tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan mengkaji tanda-tanda
vital pasien. Respon subyektif pasien mengatakan mau untuk diukur tanda-
tanda vitalnya dan respon obyektif suhu tubuh38,2oC, respirasi 24 kali/menit,
nadi 117 kali/menit. Jam 14:10 untuk diagnosa pertama dengan intervensi
yang dilegasikan beri kompres air hangat, implementasi yang dilakukan
memberi kompres air hangat. Respon subyektif pasien mengatakan mau
untuk diberikan kompres air hangat dan respon obyektif pasien tampak
tenang dan kooperatif. Jam 14:20 untuk diagnosa pertama dengan intervensi
yang dilegasikan anjurkan minum banyak, implementasi yang dilakukan
menganjurkan minum banyak. Respon subyektif ibu pasien mengatakan mau
memberikan minumdan respon obyektif pasien tampak sedikit-sedikit
minum. Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat antipiretik,
implementasi yang dilakukan mengkolaborasikan dengan dokter pemberian
obat antipiretik paracetamol 3x200 mg. Respon subyektif ibu pasien
mengatakan mau meminumkan obat untuk anaknyadan respon obyektif
pasien kooperatif.
Page 91
78
Implementasi pada hari Rabu 18 Maret 2015 pada jam 14:00 untuk
diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kaji tanda-tanda vital
pasien, implementasi yang dilakukan mengkaji tanda-tanda vital pasien.
Respon subyektif pasien mengatakan mau untuk diukur tanda-tanda vitalnya
dan respon obyektif suhu tubuh 37,5oC, respirasi 24 kali/menit, nadi105
kali/menit. Jam 14:10 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
dilegasikan beri kompres air hangat, implementasi yang dilakukan memberi
kompres air hangat. Respon subyektif pasien mengatakan mau untuk
diberikan kompres air hangat dan respon obyektif pasien tampak tenang dan
kooperatif. Jam 14:20 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
dilegasikan anjurkan minum banyak, implementasi yang dilakukan
mengedukasi minum banyak. Respon subyektif ibu pasien mengatakan mau
memberikan minumdan respon obyektif pasien tampak sedikit-sedikit
minum. Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
dilegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat antipiretik,
implementasi yang dilakukan mengkolaborasikan dengan dokter pemberian
obat antipiretik paracetamol 3x200 mg. Respon subyektif ibu pasien
mengatakan mau meminumkan obat untuk anaknyadan respon obyektif
pasien kooperatif.
Implementasi pada hari Kamis 19 Maret 2015 pada jam 14:00 untuk
diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kaji tanda-tanda vital
pasien, implementasi yang dilakukan mengkaji tanda-tanda vital pasien.
Respon subyektif pasien mengatakan mau untuk diukur tanda-tanda vitalnya
Page 92
79
dan respon obyektif suhu tubuh 36,5oC, respirasi 24 kali/menit, nadi100
kali/menit. Jam 14:10 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
dilegasikan beri kompres air hangat, implementasi yang dilakukan memberi
kompres air hangat. Respon subyektif pasien mengatakan mau untuk
diberikan kompres air hangat dan respon obyektif pasien tampak tenang dan
kooperatif. Jam 14:20 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
dilegasikan anjurkan minum banyak, implementasi yang dilakukan
mengedukasi minum banyak. Respon subyektif ibu pasien mengatakan mau
memberikan minumdan respon obyektif pasien tampak bentar-bentar minum.
Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang dilegasikan
kolaborasi dengan dokter pemberian obat antipiretik, implementasi yang
dilakukan mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat antipiretik
paracetamol 3x200 mg. Respon subyektif ibu pasien mengatakan mau
meminumkan obat untuk anaknyadan respon obyektif pasien kooperatif.
Implementasi pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2015 jam 14:40 untuk
diagnosa yang kedua dengan intervensi yang didelegasikan kaji kulit pasien,
implementasi yang dilakukanmengkaji kulit pasien. Respon subyektif pasien
mengatakan mau untuk dilihat kulitnya dan respon obyektif terdapat papula
dan vesikel. Jam 15:10 untuk diagnosa yang kedua dengan intervensi yang
didelegasikankolaborasi dengan dokter oleskan lotion dan beri obat
anafilaksi, implementasi yang dilakukan mengkolaborasi dengan dokter
oleskan lotion dan beri obat anafilaksi cetirizine 1x5 mg. Respon obyektif ibu
Page 93
80
pasien mengatakan mau meminumkan obat dan mengoleskan lotion untuk
anaknya dan respon obyektif pasien kooperatif.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 18 Maret 2015 jam 14:40 untuk
diagnosa yang kedua dengan intervensi yang didelegasikan kaji kulit pasien,
implementasi yang dilakukanmengkaji kulit pasien. Respon subyektif pasien
mengatakan mau untuk dilihat kulitnya dan respon obyektif terdapat papula
dan vesikle. Jam 15:10 untuk diagnosa yang kedua dengan intervensi yang
didelegasikankolaborasi dengan dokter oleskan lotion dan beri obat
anafilaksi, implementasi yang dilakukan mengkolaborasi dengan dokter
oleskan lotion dan beri obat anafilaksi cetirizine 1x5 mg. Respon obyektif ibu
pasien mengatakan mau meminumkan obat dan mengoleskan lotion untuk
anaknya dan respon obyektif pasien kooperatif.
Implementasi pada hari Kamis tanggal 19 Maret 2015 jam 14:40
untuk diagnosa yang kedua dengan intervensi yang didelegasikan kaji kulit
pasien, implementasi yang dilakukanmengkaji kulit pasien. Respon subyektif
pasien mengatakan mau untuk dilihat kulitnya dan respon obyektif terdapat
papula dan vesikel. Jam 15:10 untuk diagnosa yang kedua dengan intervensi
yang didelegasikankolaborasi dengan dokter oleskan lotion dan beri obat
anafilaksi, implementasi yang dilakukan mengkolaborasi dengan dokter
oleskan lotion dan beri obat anafilaksi cetirizine 1x5 mg. Respon subyektif
ibu pasien mengatakan mau meminumkan obat dan mengoleskan lotion untuk
anaknya dan respon obyektif pasien kooperatif.
Page 94
81
Implementasi pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2015 pada jam 15:20
untuk diagnosa yang ketiga dengan intervensi yang didelegasikan kaji pola
tidur pasien, implementasi yang dilakukanmengkaji pola tidur pasien. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidur tidur siang ±1 jam tidur
malam ±7 jam, dengan kondisi sering terbangun karena merasakan gatal-
gatal dibadannya dan respon obyektif pasien tampak lesu, letih dan lemah.
Pada jam 15:30 untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang didelegasikan
kaji kualitas tidur, implementasi yang dilakukan mengkaji kualitas tidur.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidur dengan kondisi sering
terbangun waktu tidur dan respon obyektif nilai CSHQ resistensi
tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13 (10), keterlambatan tidur (sleep
onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep duration) 5 (7), kecemasan tidur (sleep
anxiety) 10 (4), terbangun dimalam hari (night wakings) 6 (5), parasomnia
(parasomnias) 13 (7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered
breathing) 4 (3), kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 12 (10). Pada jam
20:00 untuk diagnosa yang ketiga dengan intervensi yang didelegasikan beri
terapi bercerita, implementasi yang dilakukan memberi terapi bercerita.
Respon subyektif pasien mengatakan mau diberikan terapi bercerita dan
respon obyektif pasien kooperatif dan tampak tenang.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 18 Maret 2015 jam 15:20 untuk
diagnosa yang ketiga dengan intervensi yang didelegasikan kaji pola tidur
pasien, implementasi yang dilakukanmengkaji pola tidur pasien. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidur tidur siang ±1 jam tidur
Page 95
82
malam ±8 jam, dengan kondisi sudah tidak sering terbangun dan respon
obyektif pasien tampak sayu, letih. Pada jam 15:30 untuk diagnosa ketiga
dengan intervensi yang didelegasikan kaji kualitas tidur, implementasi yang
dilakukan mengkaji kualitas tidur. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya tidur dengan kondisi sudah tidak sering terbangun dan respon
obyektif nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 11
(10), keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 2 (3), durasi tidur (sleep
duration) 6 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 8 (4), terbangun dimalam
hari (night wakings) 6 (5), parasomnia (parasomnias) 10 (7), nafas tidak
teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk di siang hari
(daytime sleepiness) 11 (10). Pada jam 20:00 untuk diagnosa yang ketiga
dengan intervensi yang didelegasikan beri terapi bercerita, implementasi yang
dilakukan memberi terapi bercerita. Respon subyektif pasien mengatakan
mau diberikan terapi bercerita dan respon obyektif pasien kooperatif dan
tampak tenang.
Implementasi pada hari Kamis tanggal 19 Maret 2015 jam 15:20
untuk diagnosa yang ketiga dengan intervensi yang didelegasikan kaji pola
tidur pasien, implementasi yang dilakukanmengkaji pola tidur pasien. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang ±2 jam tidur malam ±9
jam, dengan kondisi sudah tidak sering terbangun dan respon obyektif pasien
tampak segar. Pada jam 15:30 untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan kaji kualitas tidur, implementasi yang dilakukan mengkaji
kualitas tidur. Respon subyektif ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak
Page 96
83
sering terbangun dan respon obyektif nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan
tidur (bedtime resistance) 10 (10), keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 3
(3), durasi tidur (sleep duration) 7 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 5 (4),
terbangun dimalam hari (night wakings) 5 (5), parasomnia (parasomnias) 7
(7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk di
siang hari (daytime sleepiness) 10 (10). Pada jam 20:00 untuk diagnosa yang
ketiga dengan intervensi yang didelegasikan beri terapi bercerita,
implementasi yang dilakukan memberi terapi bercerita. Respon subyektif
pasien mengatakan mau diberikan terapi bercerita dan respon obyektif pasien
kooperatif dan tampak tenang.
F. Evaluasi
Catatan perkembangan pada An.D yang dirawat di ruang Melati II
rumah sakit Dr. Moewardi dimulai sejak hari Selasa tanggal 17 Maret 2015
jam 20:45 untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan penyakit.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif pasien mengatakan badannya terasa
panas. Data obyektif suhu tubuh38,2oC, respirasi 24 kali/menit, nadi 117
kali/menit. Analisismasalah hipertemia belum teratasi. Planninglanjutkan
intervensi kaji tanda-tanda vital pasien, beri kompres air hangat, anjurkan
minum banyak, kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik.
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Rabu tanggal 18 Maret
2015 jam 20:45 untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan
penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif pasien mengatakan
Page 97
84
badannya masih terasa agak panas. Data obyektif suhu tubuh37,5oC, respirasi
24 kali/menit, nadi105 kali/menit. Analisismasalah hipertemia belum teratasi.
Planninglanjutkan intervensi kaji tanda-tanda vital pasien, beri kompres air
hangat, edukasi minum banyak, kolaborasi dengan dokter pemberian
antipiretik.
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Kamis tanggal 19 Maret
2015 jam 20:45 untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan
penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif pasien mengatakan
badannya masih terasa agak panas. Data obyektif suhu tubuh 36,5oC,
respirasi 24 kali/menit, nadi 100 kali/menit. Analisis masalah hipertemia
teratasi. Planning hentikan intervensi.
Catatan perkembangan pada An.D hari selasa tanggal 17 Maret 2015
jam 20:50 untuk diagnosa keduakerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif
pasien mengatakan gatal-gatal dikulitnya. Data obyektif terdapat papula dan
vesikel. Analisismasalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.
Planninglanjutkan intervensi kaji kulit pasien, kolaborasi dengan dokter
pemberian anafilaksi.
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Rabu tanggal 18 Maret
2015 jam 20:50 untuk diagnosa keduakerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif
pasien mengatakan masih terasa gatal-gatal dikulitnya. Data obyektif terdapat
papula dan vesikel. Analisismasalah kerusakan integritas kulit belum
Page 98
85
teratasi.Planninglanjutkan intervensi kaji kulit pasien, kolaborasi dengan
dokter pemberian anafilaksi.
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Kamis tanggal 19 Maret
2015jam 20:50 untuk diagnosa keduakerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif
pasien mengatakan masih merasakan gatal-gatal dikulitnya, itu kadang-
kadang. Data obyektif terdapat papula dan vesikel. Analisismasalah
kerusakan integritas kulit belum teratasi. Planninglanjutkan intervensi kaji
kulit pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian anafilaksi.
Catatan perkembangan pada An.D hari selasa tanggal 17 Maret 2015
jam 20:55 untuk diagnosa ketigagangguan pola tidur berhubungan dengan
penyakit varicella. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan anaknya tidur siang selama ±1 jam dan tidur malam ±7 jam
dengan kondisi tidur sering terbangun. Data obyektif pasien tampak lemas,
letih, lesu, nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13
(10), keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep
duration) 5 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 10 (4), terbangun dimalam
hari (night wakings) 6 (5), parasomnia (parasomnias) 13 (7), nafas tidak
teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 4 (3), kantuk di siang hari
(daytime sleepiness) 12 (10). Analisismasalah gangguan pola tidur belum
teratasi. Planninglanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien, kaji kualitas
tidur, beri terapi bercerita.
Page 99
86
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Rabu tanggal 18 Maret
2015 jam 20:55 untuk diagnosa ketigagangguan pola tidur berhubungan
dengan penyakit varicella. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±1 jam dan tidur malam ±8
jam dengan kondisi sudah tidak sering terbangun. Data obyektif pasien
tampak sayu, lesu, nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime
resistance) 11 (10), keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 2 (3), durasi tidur
(sleep duration) 6 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 8 (4), terbangun
dimalam hari (night wakings) 6 (5), parasomnia (parasomnias) 10 (7), nafas
tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk di siang hari
(daytime sleepiness) 11 (10).Analisismasalah gangguan pola tidur belum
teratasi. Planninglanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien, kaji kualitas
tidur, beri terapi bercerita.
Catatan perkembangan pada An.D pada hari Kamis tanggal 19 Maret
2015 jam 20:55 untuk diagnosa ketigagangguan pola tidur berhubungan
dengan penyakit varicella. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±2 jam dan tidur malam ±9
jam dengan kondisi sudah tidak sering terbangun. Data obyektif pasien
tampak segar, nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime
resistance) 10 (10), keterlambatan tidur (sleep onsetdelay) 3 (3), durasi tidur
(sleep duration) 7 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 5 (4), terbangun
dimalam hari (night wakings) 5 (5), parasomnia (parasomnias) 7 (7), nafas
tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk di siang hari
Page 100
87
(daytime sleepiness) 10 (10).Analisismasalah gangguan pola tidur teratasi.
Planninghentikan intervensi.
Page 101
88
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “Aplikasi tindakan terapi
bercerita terhadap kualitas tidur anak usia prasekolah pada asuhan keperawatan
An.D dengan varicella di ruang melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Pembahasan pada bab ini terutama mambahas adanya kesesuaian maupun
kesengajaan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara
autoanamnesa dan alloanamnesa. Pengkajian adalah tahap awal dan dasar
dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling
menentukan bagi tahap berikutnya (Rohmah dan Walid, 2012). Teknik
pengumpulan data dilakukan secara anamnesis dan observasi. Anamnesis
adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung dengan klien
(autoanamnesis) maupun tak langsung (alloanamnesis) dengan keluarganya
untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien. Observasi adalah
tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku dan keadaan klien
(Rohmah dan Walid, 2012).
Page 102
89
Dalam pengkajian penulis terhadap An.D didapatkan data bahwa pasien
datang dengan keluhan utama panas. Berdasarkan hasil pengkajian pada
An.D dengan kasus varicella telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh
penulis. Varicella ialah adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara aerogen. Waktu
terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan, hal ini bisa
ditandai dengan badan yang terasa panas (Ridha, 2014).Infeksi cacar air
biasanya diawali dengan keluhan demam, biasanya demam tinggi
(Prihaningtyas, 2014).
Gejala yang muncul pada cacar air adalah sama dengan cacar, yaitu
sama-sama ada demam. Akan tetapi perbedaan terdapat pada gelembung
yang muncul kecil-kecil dan tidak serentak, yang dimulai dari bagian tubuh
penderita lalu menjalah ke anggota tubuh lainnya. Secara umum, penyakit
cacar air ini jauh lebih ringan dan tidak seberbahaya penyakit cacar
(Pudiastuti, 2011). Dan gejala awal penderita akan merasa sedikit demam,
pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk
infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit
kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit
yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut
atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah (Ridha, 2014).
Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala varicella yang dialami
An.D. dalam pengkajian keperawatan An. D di dapatkan data ibu pasien
Page 103
90
mengatakan sejak tanggal 02 Maret 2015 pukul 14:00 WIB pasien diantar
orangtuanya datang ke bangsal melati II karena akan dilakukan tindakan
operasi. Pada tanggal 17 Maret 2015 An. D mengeluhkan badan terasa panas,
gatal-gatal dan ibu An.D juga mengatakan muncul ruam pertama pada
tanggal 15 Maret 2015 di bagian muka dan kaki. Ibu An. D juga mengatakan
anaknya sering terbangun kalau tidur karena mengeluhkan gatal-gatal
dibadannya. An. D mendapatkan terapi paracetamol dan cetirizine. Penyakit
yang diderita sebelumnya sebelum terkena varicella yaitu meningocele
region nasal. Berdasarkan hasil dari pengkajian pada An.H dengan varicella
telah sesuai dengan teori dengan yang ditemukan oleh penulis.
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan tertentu.
Imunisasi yang didapatkan An. D sudah secara lengkap, yaitu hepatitis B,
polio, campak, DPT. Dalam anggota keluarga tidak ada yang memiliki
penyakit keturunan atau menular lainnya. Varicella atau cacar air ditularkan
melalui percikan ludah lalu masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernapasan. Dari saluran pernapasan ini virus akan menyebar ke seluruh
tubuh bersama peredaran darah dan getah bening (Prihaningtyas, 2014).
Varicella ditularkan melalui kontak langsung (cairan vesikel) dan droplet
(Irianto, 2013). Virus cacar air dapat menyebar melalui udara saat penderita
bersih atau batuk. Selain itu, bersentuhan dengan ruam cacar air pada
penderita dapat menyebabkan penularan virus tersebut. Tidak hanya berasal
dari penderita cacar air, virus cacar air dapat ditularkan oleh penderita
herpes/shingle (Prihaningtyas, 2014). Seseorang yang belum pernah
Page 104
91
mendapatkan vaksin cacar air atau terinfeksi cacar air berisiko menderita
cacar air atau terinfeksi cacar air berisiko menderita cacar air di kemudian
hari (Prihaningtyas, 2014). Tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua
yang terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa
varicella (cacar air) ditularkan melalui percikan ludah lalu masuk ke dalm
tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan ini virus
akan menyebar ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan getah bening.
Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan
waktu lahir An. D 3.100 gram. Antropometri berat badan An. D sekarang 17
kg, panjang badan 107 cm, lingkar kepala 50 cm, lingkar lengan 20 cm.
DDST yaitu belajar mengingat-ingat, membaca majalah, bercerita, mengenal
huruf dan simbol, mengunjungi perpustakaan. Penilaian Zscore diperoleh
Waz (berat badan menurut umur) adalah -1,5 (berat badan normal, gizi
normal) dan Haz (tinggi badan menurut umur) adalah -1,8 (normal), hasil
tersebut menunjukkan bahwa anak memiliki gizi yang normal.
Pada pengkajian An. D dalam pola nutrisi dan cairan. Nutrisi adalah
sejenis zat kimia organik atau anorganik yang terdapat dalam makanan dan
minuman yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya. Dalam
asupan makanan yang adekuat terdiri atas 6 zat nutrisi esensial (kelompok
nutrien) yang seimbang (Mubarak dan Chayatin, 2008). Pola nutrisi dan
cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan An. D di rumah makan
tiga kali sehari nasi, lauk-pauk, sayur, minum susu, teh manis dan air putih
dengan porsi satu porsi habis dan tidak ada keluhan. Selama sakit ibu pasien
Page 105
92
mengatakan An. D di rumah makan tiga kali sehari nasi, lauk-pauk, sayur,
buah, minum susu, teh manis dan air putih dengan porsi setengah porsi habis
dan tidak ada keluhan. Dari data pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perubahan yang terjadi pada pemenuhan nutrisi klien.
Pengkajian pola elimanasi, hal-hal yang perlu dikaji antara lain: pola
defekasi, perilaku defekasi, deskripsi fases, diet, cairan, jumlah dan jenis
minuman yang dikonsumsi (Mubarak, 2007). Pola eliminasi pasien, ibu
pasien mengatakan sebelum sakit An. D BAB satu kali sehari dengan
konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna kuning kecoklatan dan
tidak keluhan. Ibu pasien mengatakan An. D BAK tujuh sampai delapan kali
sehari dengan pancaran kuat jumlah ±75 cc, berbau amoniak berwarna
kuning bening, perasaan setelah BAK lega tidak ada keluhan dan total
produksi urin ±525-600 cc dalam sehari. Ibu pasien mengatakan selama sakit
An. D BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas
berwarna kuning kecoklatan dan tidak keluhan. Ibu pasien mengatakan An. D
BAK tujuh sampai delapan kali sehari dengan pancaran kuat jumlah ±75 cc,
berbau amoniak berwarna kuning bening, perasaan setelah BAK lega tidak
ada keluhan dan total produksi urin ±525-600 cc dalam sehari.
Pada pemeriksaan fisik An. D didapatkan hasil keadaan umum pasien
composmentis. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil suhu tubuh 38,2oC, respirasi 24 kali permenit, nadi 117 kali permenit.
Data subjektif yang diperoleh, ibu pasien mengatakan pasien anaknya selalu
mengeluhkan badannya terasa panas, dan ibunya mengatakan panasnya sudah
Page 106
93
±3 hari. Data obyektif yang diperoleh, badan pasien terasa hangat. Infeksi
cacar air biasanya diawali dengan keluhan demam, biasanya demam tinggi,
nyeri kepala, badan gatal-gatal (Prihaningtyas, 2012). Penyakit cacar air
disebarkan secara aerogen. Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam
tempo 2 sampai 3 pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas
(Ridha, 2014).
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh secara keseluruhan atau
hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang
bersangkutan (Mubarak, 2007). Dalam pengkajian fisik, hal yang perlu
diperhatikan oleh tenaga kesehatan adalah mencoba untuk melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh dimulai dari kepala sampai ujung kaki (head
to toe) (Mubarak, 2007). Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada
An. D dari pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala
An. D berbentuk mesocepal, kontrol kepala normal, kondisi rambut hitam
agak tipis kondisi kulit kepala bersih. Mata sklera tidak ikterik, pupil isokor
normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya, konjungtiva tidak enemis.
Telinga, kebersihan sedikit kotor, kesimetrisan simetris antara kanan kiri,
ketajaman pendengaran pendengaran tajam tidak ada gangguan pendengaran.
Hidung letak simetris, tidak ada penumpukan sekret, penciuman tidak
terganggu, adanya benjolan dipangkal hidung. Mulut, bibir simetris, tidak ada
sianosis, tidak ada stomatitis, tidak ada nyeri telan, ada caries. Leher, tidak
ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar gondok.
Page 107
94
Pada pemeriksaan dada dilakukan dengan metode dan langkah inspeksi,
palpasi perkusi dan auskultasi (Mubarak, 2007). Pada pemeriksaan dada,
paru-paru inspeksi bentuk dada simetris antara kanan kiri palpasi vocal
premitus sama antara kanan kiri perkusi sonor auskultasi tidak terdapat suara
nafas tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak
palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak auskultasi BS I-II murni.
Pemeriksaan inspeksi abdomen perut terlihat datar auskultasi bising usus 12
kali per menit, pada pemeriksaan perkusi terdengar timpani, dan pada
pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
Genetalia An. D tidak ada kelainan pada genetalia, jenis kelamin laki-
laki. Anus An. D bersih, tidak ada infeksi, tidak ada hemoroid. Pada
pengkajian ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki kanan dan kiri
normal, aktivitas sendiri. Integumen An. D tugor kulit elastis warna kulit
sawo matang, teraba hangat, ada papula dan vesikel. Menurut Irianto, 2013
satu sampai tiga hari kemudian akan muncul ruam atau macula kemerahan,
papula segera berubah menjadi vesikel yang khas berbentuk seperti tetesan
air. Vesikel akan menjadi pustule (cairan jernih berubah menjadi keruh) yang
pecah menjadi krusta dalam waktu sekitar 12 jam (Irianto, 2013).
Terapi yang diperoleh An. D selama perawatan di rumah sakit Dr.
Moewardi adalah paracetamol diberikan 3x200 mg dengan golongan obat
analgetik, antipiretik kandungannya parasetamol, fungsinya antipiretik,
analgesik. Cetirizine diberikan 1x5 mg dengan golongan obat antialergi,
anafilaksi kandungannya setrizin HCl, fungsinya perennial rhinitis, seasonal
Page 108
95
alergik rhinitis dan utrikaria kronik idiopati. Pengobatan gejala yang
menyertai varicella, jika gatal maka dapat diberikan obat anti-gatal atau
calmine lotion jika demam maka diberikan paracetamol (Prihaningtyas,
2014).
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau
potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal
mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah
perubahan. Ada juga pengertian lainnya yaitu penilaian klinis tentang respons
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab
(Rohmah dan Walid, 2012).
Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan yang lazim
muncul pada penyakit varicella adalah kerusakan integritas kulit,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut,
hipertemi, resiko infeksi dan gangguan pola tidur (Ridha, 2014).
Diagnosa keperawatan yang diambil penulis berdasarkan batasan
karakteristik sudah sesuai menurut Herdman (2001), dalam hipertemi antara
lain konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran
Page 109
96
normal, kejang takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat (Nugroho, 2011).
Diagnosa hipertemi berhubungan dengan ganguan pusat pengaturan suhu
muncul pada An. D berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 17 Maret 2015
didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa ibu pasien mengatakan
anaknya selalu mengeluhkan badannya terasa panas dan ibunya mengatakan
panasnya sudah 3 hari, badan pasien terasa panas, suhu tubuh 38,2oC,
respirasi 24 kali/menit, nadi 117 kali/menit, sehingga didapatkan masalah
keperawatan hipertemi berhubungan dengan ganguan pusat pengaturan suhu.
Hipertemi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
Batasan karakteristik dalam hipertemi antara lain konvulsi, kulit kemerahan,
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang takikardia, takipnea
dan kulit terasa hangat (Herdman, 2010). Untuk memprioritaskan diagnosa
keperawatan pada An. D, penulis menggunakan prioritas kebutuhan dasar
Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, rasa
mencintai, harga diri, serta aktualisasi diri. Diagnosa utama adalah hipertemi
berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu dikarenakan
perubahan suhu berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis seseorang, namun
dengan tindakan mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh
dan penyebabnya, monitor TTV dan suhu, anjurkan pasien banyak minum 2-
2,5 liter/24 jam, monitor intake dan output serta anjurkan untuk memakai
pakaian tipis dan menyerap keringat. Dengan tindakan tersebut maka suhu
tubuh pasien akan turun dan mencegah proses infeksi dengan cara kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat antipiretik.
Page 110
97
Diagnosa keperawatan kedua yang diambil penulis kerusakan integritas
kulit. Menurut Herdman, 2010 kerusakan integritas kulit adalah perubahan
atau gangguan epidermis dan atau dermis. Berdasarkan batasan karakteristik
sesuai menurut Ridha (2014), didapatkan batasan karakteristik kerusakan
integritas kulit yaitu adanya gangguan pada bagian tubuh, kerusakan lapisan
kulit (dermis), gangguan permukaan kulit (epidermis). Pada data diagnosa
kerusakan integritas kulit berdasarkan penurunan imunologis muncul pada
An. D berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 17 Maret 2015 didapatkan
hasil ibu pasien mengatakan muncul ruam-ruam ditubuh anaknya. Anak
mengeluhkan gatal-gatal diseluruh badannya. Ditubuh anaknya terdapat
papula, terdapat vesikel, An. D tampak menggaruk-garuk badannya.
Diagnosa kedua yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan imunologis. Kerusakan integritas kulit berpengaruh terhadap
kebutuhan dasar rasa aman dan nyaman pada klien, selanjutnya dilakukan
tindakan instruksi ke orang tua untuk selalu menjaga kebersihan kulit
anaknya, menjaga kulit agar tetap lembab, memberikan kenyamanan pada
anak dengan memakaikan pakaian pada anaknya yang tipis adan longgar.
Dengan tindakan tersebut diharapkan kebutuhan aman dan nyaman anak
terpenuhi, klien tidak rewel dan klien dapat istirahat dengan tenang.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan
penyakit varicella. Pada data pengkajian yang ditandai dengan data subyektif
ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±1 jam dan tidur malam
±7 jam dengan kondisi tidur sering terbangun karena merasakan gatal
Page 111
98
dibadannya. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah perubahan
pola tidur dari 11 jam/hari menjadi 8 jam/hari, pasien tampak lemas, letih,
lesu dan kurang puas tidur, sering terbangun, nilai CSHQ resistensi
tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13 (10), keterlambatan tidur (sleep
onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep duration) 5 (7), kecemasan tidur (sleep
anxiety) 10 (4), terbangun dimalam hari (night wakings) 6 (5), parasomnia
(parasomnias) 13 (7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered
breathing) 4 (3), kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 12 (10).
Tabel 5.1
Pengkajian kualitas tidur pada anak usia prasekolah
Hari 1 Hari 2 Hari 3
resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime
resistance) 13 11 10
keterlambatan tidur (sleep onset delay) 1 2 3
durasi tidur (sleep duration) 5 6 7
kecemasan tidur (sleep anxiety) 10 8 5
terbangun dimalam hari (night wakings) 6 6 5
parasomnia (parasomnias) 13 10 7
nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered
breathing) 4 3 3
kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 12 11 10
Kesimpulan:
Berdasarkan penilaian kualitas tidur menggunakan CSHQ anak setiap harinya
mengalami peningkatan kualitas tidur setelah diberikan terapi
bercerita.Kecemasan tidur (sleep anxiety) sampai hari ketiga belum teratasi
karena adanya kecemasan hospitalisasi yang dialami pasien.Peningkatan
kualitas tidur yang paling signifikan terdapat pada gangguan tidur
parasomnia.
Page 112
99
Ada perbedaan setelah diberikan terapi bercerita dan sebelum
diberikan terapi bercerita. Nilai CSHQ sebelum diberikan terapi bercerita
resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 13 (10), keterlambatan
tidur (sleep onsetdelay) 1 (3), durasi tidur (sleep duration) 5 (7), kecemasan
tidur (sleep anxiety) 10 (4), terbangun dimalam hari (night wakings) 6 (5),
parasomnia (parasomnias) 13 (7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-
disordered breathing) 4 (3), kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 12 (10).
Nilai CSHQ setelah diberikan terapi bercerita resistensi tidur/gangguan tidur
(bedtime resistance) 10 (10), keterlambatan tidur (sleep onset delay) 3 (3),
durasi tidur (sleep duration) 7 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 5 (4),
terbangun di malam hari (night wakings) 5 (5), parasomnia (parasomnias) 7
(7), nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk
di siang hari (daytime sleepiness) 10 (10). Terapi bercerita cukup efektif
dalam meningkatkan kualitas tidur anak sehingga dapat diterapkan secara
rutin pada anak yang mengalami gangguan tidur selama hospitalisasi
(Yuniartini, 2012).
Gangguan pola tidur berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis pada
klien, selanjutnya dilakukan dengan tindakan instruksikan agar orang tua
tetap menemani anaknya, gunakan komunikasi terapeutik, berikan terapi
bermain sesuai usia dan ciptakan suasana yang aman dan nyaman. Dengan
tindakan tersebut diharapkan kebutuhan fisologis anak dapat terpenuhi,
pasien tidak rewel dan ingin pulang dan klien dapat istirahat dengan tenang.
Page 113
100
Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
tidak muncul pada An.D karena tidak ditemui tanda-tandanya
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh seperti: penurunan
berat badan, penurunan asupan makanan, membran mukosa pucat (Herdman,
2010). Tanda awal dari penyakit cacar air yaitu demam, nyeri kepala, badan
pegal-pegal, nafsu makan menurun (Prihaningtyas, 2014). Tapi pada pasien
An.D, ibu An.D mengatakan nafsu makan anak tidak menurun.
Untuk diagnosa nyeri akut tidak ditemui pada pasien An.D karena tidak
ditemui tanda-tandanya. Tanda awal dari penyakit cacar air yaitu demam,
nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan menurun (Prihaningtyas,
2014). Dan pada pasien An.D tidak merasakan nyeri kepala.
Untuk diagnosa resiko infeksi, karena varicella disebabkan oleh virus
bukan bakteri (Prihaningtyas, 2014). Karena pada pasien varicella yang
disertai gejala superinfeksi dengan bakteri baru diberikan antibiotik
(Prihaningtyas, 2014). Pada pasien An.D tidak ditandai dengan gejala
superinfeksi, hanya ditandai dengan gatal-gatal dan muncul ruam pada kulit
seperti penderita cacar air biasanya.
Page 114
101
C. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan
menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara
menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah dan Walid,
2012).
Pada prioritas diagnosa pertama yaitu hipertemi berhubungan dengan
ganguan pusat pengaturan suhu, maka perawat melakukan perencanaan
keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal
dengan kriteria hasil pasien suhu tubuh 36-37oC. Nadi dan respirasi dalam
rentang normal, pasien merasa nyaman, tidak ada perubahan warna kulit.
Menurut Carpenito (2000) dalam Maryatung (2007), intervensi yang dapat
dilakukan untuk diagnosa hipertemi yaitu dengan kaji dan monitor suhu
badan untuk mengidentifikasi pola demam pasien. Kompres air hangat untuk
menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat,
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak, kolaborasi
pemberian obat, untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara solusi kolaborasi
dengan dokter dengan obat antipiretik. Anjurkan memakai pakaian tipis
untuk menurunkan suhu tubuh dan meningkatkan sirkulasi udara.
Pada diagnosa kedua yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai
Page 115
102
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi atau berkurang dengan kriteria hasil
tidak ada lesi kulit, menunjukkan dalam proses pemahaman dalam proses
perbaikan kulit, perfusi jaringan baik. Menurut Ridha (2014), kerusakan
integritas kulit yaitu adanya gangguan pada bagian tubuh, kerusakan lapisan
kulit (dermis), gangguan permukaan kulit (epidermis). Intervensi untuk
kerusakan integritas kulit kaji kulit setiap hari, pertahankan hygiene kulit,
gunting kuku secara teratur, kolaborasi penggunaan obat (Ridha, 2014).
Pada diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan
penyakit varicella. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola
tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien tampak segar, pasien tidur
dengan kondisi berkualitas, pasien tidur sesuai kebutuhan 11 jam/hari, nilai
CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 10, keterlambatan
tidur (sleep onsetdelay) 3, durasi tidur (sleep duration) 7, kecemasan tidur
(sleep anxiety) 4, terbangun dimalam hari (night wakings) 5, parasomnia
(parasomnias) 7, nafas tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing)
3, kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 10. Intervensi gangguan pola
tidur beri kesempatan untuk istirahat, evaluasi tingkat stress, buat jadwal
tidur secara teratur, kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (Ridha, 2014).
Page 116
103
D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan
Walid, 2012).
Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa
pertama yaitu hipertemi dilakukan selama tiga hari mulai 17-19 Maret 2015.
Tindakan yang dilakukan penulis adalah mengkaji tanda-tanda vital pasien
untuk mengidentifikasi tanda-tanda vital, memberikan kompres air hangat
untuk meningkatkan efek efaporasi pada tubuh klien, menganjurkan minum
banyak untuk mencegah dehidrasi, memberikan terapi obat paracetamol
3x200 mg. Penulis tidak melakukan tindakan untuk meningkatkan sirkulasi
udara serta tidak menganjurkan pemakaian pakaian yang tipis pada klien
karena pada saat anak demam klien sudah memakai pakaian yang tipis, dan
saat dikaji keluarga mengatakan bahwa sudah memahami mengenai
pemakaian pakaian tipis apabila anak sedang demam atau terjadi peningkatan
suhu tubuh. Tindakan keperawatan pada hipertemi secepatnya diberikan
antipiretik untuk mencegah jatuh ke status kejang, beri kompres air hangat
secara intensif, jangan diberi selimut tebal karena uap panas akan sulit untuk
dilepas (Ridha, 2014). Pengobatan gejala yang menyertai varicella, jika
demam maka diberikan paracetamol (Prihaningtyas, 2014).
Page 117
104
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kerusakan integritas kulit
klien, penulis melakukan tindakan mempertahankan keadaan kulit pasien
pada tanggal 17-19 Maret 2015 dengan mengkaji kulit pasien untuk
menentukan perubahan status keadaan kulit pasien, memberikan lotion untuk
memberikan kenyamanan, mengurangi rasa tidak nyaman. Penulis tidak
melakukan tindakan menjaga kebersihan kulit pasien, karena ibunya selalu
menjaga kebersihan kulit anaknya dengan mandi 2 kali sehari dan mengganti
pakaian setelah mandi. Penulis tidak menganjurkan pasien menggunakan
pakaian yang longgar, karena saat dikaji pasien menggunakan pakaian yang
longgar. Ibu pasien mengatakan bahwa sudah memahami mengenai
pentingnya menjaga kebersihan kulit dan menggunakan pakaian yang longgar
untuk anaknya. Pengobatan gejala yang menyertai varicella, jika gatal maka
dapat diberikan obat anti-gatal atau calmine lotion jika demam maka
diberikan paracetamol (Prihaningtyas, 2014).
Hal-hal yang perlu dianjurkan pada anak yang terkena cacar air edukasi
anak agar jangan menggaruk atau mengelupas bintil-bintil yang berisi air
karena dapat menimbulkan bekas yang lebih dalam dikulit, anjurkan anak
mandi seperti biasa agar kebersihan kulitnya terjaga dan mengurangi rasa
gatal. Dan jika anak gatal dapat diberikan obat antigatal atau calmine lotion.
Dan tidak disarankan memberikan antibiotik karena cacar air disebabkan oleh
virus, bukan bakteri. Jika disertai gejala superinfeksi dengan bakteri, baru
diberikan antibiotik sesuai anjuran dokter (Prihaningtyas, 2014).
Page 118
105
Pada diagnosa keperawatan ketiga yaitu gangguan pola tidur, penulis
melakukan tindakan agar pasien dapat tidur dengan kondisi yang berkualitas
pada tanggal 17-19 Maret 2015 dengan mengkaji pola tidur pasien untuk
mengetahui pola tidur pasien, mengkaji kualitas tidur untuk mengetahui nilai
kualitas tidur, memberi terapi bercerita untuk memberikan suasana hati yang
nyaman untuk pasien. Ada perbedaan antara jurnal dengan karya tulis ilmiah
ini. Pada jurnal terapi bercerita diberikan kepada anak yang menjalani
hospitalisasi dan mengalami sulit tidur karena ketidakmampuan anak untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing rumah sakit yang berbeda dengan
lingkungan sehari-hari yang biasa dialaminya. Sedangkan di karya tulis
ilmiah ini terapi bercerita diberikan kepada anak menjalani hospitalisasi dan
mengalami sulit tidur karena adanya penyakit yang diderita anak tersebut.
Menurut Indrawati dan Durianto (2007), cerita dongeng adalah cerita tentang
tokoh yang mengalami suka dan duka dalam kehidupan. Terapi bermain
bercerita merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan
konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa
dirinya sedang mengalami konflik. Melalui bermain anak dapat
mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap
mengembangkan kreatifitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap
berbagai sumber stress. Cerita membawa suasana yang akan membuat spirit,
sugesti dan juga sedikit hypnosis sehingga akan mendorong anak yang
sedang mengalami perawatan di rumah sakit untuk cepat sembuh dan juga
dapat mengurangi kecemasan (Katinawati, 2013).
Page 119
106
Menurut Prasasti (2005) dalam Yuniartini (2012), bercerita adalah salah
satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat sesuai dengan
perkembangan emosi anak-anak. Menurut Potter dan Perry (2005), cerita
membawa anak kealam fantasi, cerita sebagai pengantar tidur anak, cerita
mengandung hiburan sehingga akan menimbulkan rasa tenang dan membuat
anak menjadi rileks. Cerita diberikan sebagai pereda ketegangan sebelum
tidur yang mempunyai merangsang batas otak atas yang mengaktivasi kortek
serebral. Aktivasi korteks serebral kemudian akan menstimulasi penurunan
RAS (Reticular Acytivating System). RAS diyakini mengandung sel-sel
khusus yang mempertahankan keadaan siaga dan terjaga. Adanya penurunan
stimulasi pada RAS, maka aktivasi RAS akan semakin menurun pula.
Kondisi inilah yang akan menyebabkan terjadinya pelepasan serotonin dari
sel BSR (Bulbar Synchroning Region) yang akan menyebabkan individu
menjadi tertidur (Yuniartini, 2012).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilai dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Evaluasi keperawatan pada
An. D yang dirawat di ruang Melati II Rumah sakit Dr. Moewardi dimulai
sejak hari Selasa tanggal 17 Maret 2015 sampai hari Kamis 19 Maret 2015
untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat
pengaturan suhu. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif pasien mengatakan
Page 120
107
badannya masih terasa agak panas. Data obyektif suhu tubuh 36,5oC,
respirasi 24 kali/menit, nadi 100 kali/menit. Analisis masalah hipertemia
teratasi. Planning hentikan intervensi. Dengan kriteria hasil suhu dalam
rentang normal 36oC-37
oC, nadi dan respirasi dalam rentang normal, nadi
(normal: 90-150 kali/menit), respirasi (normal: 24-40 kali/menit), pasien
merasa nyaman, tidak ada perubahan warna kulit (Wilkinson, 2007). Hal ini
menyatakan masalah hipertemi sudah teratasi dan hentikan intervensi.
Catatan perkembangan pada An. D yang dirawat di ruang melati II
rumah sakit Dr. Moewardi dimulai sejak hari Selasa 17 Maret 2015 sampai
hari Kamis 19 Maret 2015 diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis didapatkan hasil evaluasi data subjektif pasien
mengatakan masih merasakan gatal-gatal dikulitnya, itu kadang-kadang. Data
objektif terdapat papula dan vesikel. Analisis masalah kerusakan integritas
kulit belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji kulit pasien,
kolaborasi dengan dokter pemberian anafilaksi. Masa inkubasi varicella
sekitar 11-21 hari, dengan rata-rata 13-17 hari (Irianto, 2013). Ruam tersebut
menyerupai bintil yang berisi air dan gatal, ruam cacar air biasanya menjadi
keropeng, mengering serta mengelupas sendiri dalam waktu 1-3 minggu
(Prihaningtyas, 2014). Sebab dari itu masalah kerusakan integritas belum
teratasi dalam waktu 3 hari dan masih melanjutkan intervensi.
Catatan perkembangan pada An.D yang dirawat di ruang melati II
Rumah Sakit Dr. Moewardi dimulai sejak hari Selasa 17 Maret 2015 sampai
Kamis 19 Maret 2015 diagnosa diagnosa gangguan pola tidur berhubungan
Page 121
108
dengan penyakit varicella. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan anaknya tidur siang selama ±2 jam dan tidur malam ±9
jam dengan kondisi sudah tidak sering terbangun. Data obyektif pasien
tampak segar, nilai CSHQ resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime
resistance) 10 (10), keterlambatan tidur (sleep onset delay) 3 (3), durasi tidur
(sleep duration) 7 (7), kecemasan tidur (sleep anxiety) 5 (4), terbangun di
malam hari (night wakings) 5 (5), parasomnia (parasomnias) 7 (7), nafas
tidak teratur saat tidur (sleep-disordered breathing) 3 (3), kantuk di siang
hari (daytime sleepiness) 10 (10).Analisismasalah gangguan pola tidur
teratasi. Planninghentikan intervensi. Dengan kriteria hasil nilai CSHQ
dalam rentang normal resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 10,
keterlambatan tidur (sleep onset delay) 3, durasi tidur (sleep duration) 7,
kecemasan tidur (sleep anxiety) 4, terbangun di malam hari (night wakings)
5, parasomnia (parasomnias) 7, nafas tidak teratur saat tidur (sleep-
disordered breathing) 3, kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 10 Silva
(2013). Untuk anak usia prasekolah waktu yang dibutuhkan untuk tidur
sekitar 11-12 jam semalam (Riyadi dan Widuri, 2015). Hal ini menyatakan
masalah gangguan pola tidur sudah teratasi dan hentikan intervensi.
Page 122
109
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan aplikasi tindakan terapi bercerita terhadap
kualitas tidur anak usia prasekolah pada asuhan keperawatan An.D dengan
varicella di ruang melati II di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
1. Pada pengkajian An.D dengan varicella didapatkan data subyektif
bahwa keluarga belum mengetahui penyebab dari varicella yang terjadi
pada anaknya, data obyektif keluarga pasien tampak menanyakan
penyebab dari varicella yang terjadi pada anaknya. Hal ini dikarenakan
tidak semua penderita varicella mengalami gangguan ataupun gejala
klinis yang signifikan.
2. Diagnosa keperawatan muncul pada pasien adalah hipertermi
berhubungan dengan gangguan pusat pengatur suhu, kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan penurunan imunologis dan gangguan pola
tidur berhubungan dengan penyakit varicella.
3. Pada diagnosa pertama yaitu hipertemi, intervensi utama yang dilakukan
adalah menormalkan suhu tubuh dalam batas normal, tindakan
keperawatan adalah kaji tanda-tanda vital, kompres air hangat,
menganjurkan memakai pakaian tipis, kolaborasi pemberian obat dan
tingkatkan sirkulasi udara. Pada diagnosa kedua yaitu kerusakan
integritas kulit, intervensi utama kaji keadaan kulit, kolaborasi dengan
Page 123
110
dokter oleskan lotion dan beri obat anafilaksi. Jaga kebersihan kulit,
anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar.Pada diagnosa ketiga
yaitu gangguan pola tidur, intervensi utama pasien tidur dengan kondisi
berkualitas, pasien tidur sesuai kebutuhan 11 jam/hari, nilai CSHQ
resistensi tidur/gangguan tidur (bedtime resistance) 10, keterlambatan
tidur (sleep onset delay) 3, durasi tidur (sleep duration) 7, kecemasan
tidur (sleep anxiety) 4, terbangun di malam hari (night wakings) 5,
parasomnia (parasomnias) 7, nafas tidak teratur saat tidur (sleep-
disoerdered breathing) 3, kantuk di siang hari (daytime sleepiness) 10.
Tindakan keperawatan adalah kaji pola tidur pasien,kaji kualitas tidur,
beri lingkungan yang nyaman, jelaskan keorang tua pentingnya tidur,
dan beri terapi bercerita.
4. Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan intervensi yang
sudah dibuat penulis. Terapi bercerita merupakan salah satu tindakan
untuk memberikan suasana hati yang nyaman untuk pasien dalam
meningkatkan kualitas tidur.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah
gangguan pola tidur sudah teratasi, pasien dapat tidur dengan nyenyak
dan tidak sering terbangun. Gangguan pola tidur pasien teratasi dengan
terapi bercerita dan intervensi dihentikan.
6. Pemberian terapi bercerita pada anak dengan varicella sangat efektif
diberikan pada waktu 3 hari secara berturut-turut terhadap kualitas tidur
anak usia prasekolah saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Page 124
111
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan varicella,
penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan
antara lain:
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan di
rumah sakit tetap memperhatikan aspek psikososial anak dengan
memberikan ruang khusus untuk bermain anak.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif pada
anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak tidak
takut terhadap tindakan keperawatan. Pelaksanaan terapi bercerita sangat
efektif dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas tidur anak usia
prasekolah saat menjalani perawatan di rumah sakit.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan selalu meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk
menghasilkan perawat-perawat yang lebih professional, inovatif,
terampil dan lebih berkualitas.
Page 125
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2012. Proses keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publishing. Jakarta
Elfira, Eqlima. 2011. Pengaruh Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita terhadap
Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak
di RSUP H.Adam Malik Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Medan
Gatra. 2011. Penderita Cacar Air Meningkat saat
Hujan.http://www.gatra.co/lifehealth/sehat-1/3144-penderita-cacar-air-meningkat-
saat-kemarau.html.1 April 2015 (18:30)
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Harahap, Nurliana. 2013. Penderita Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu dengan
Pencegahan Cacar Air (Varicella) di Poli Anak Rumah Sakit Haji Medan Tahun
2012. Jurnal Kesehatan
Helen Brough, Rola Alkurdi dan Ram Nataraja. Rukujan Cepat Pediatri dan Kesehatan
Anak. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
EGC. Jakarta
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika.
Jakarta
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development. Sixth Edition. McGraw-Hill, Inc.
Terjemahan Tjandrasa, Meitasari. 2012. Perkembangan Anak. Edisi Keenam. Jilid
1. Erlangga. Jakarta
Irianto, Koes. 2013. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. Alfabeta.
Bandung
Katinawati, Haryani, dkk. 2013. Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan
Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah (3 sampai 5 tahun) yang Menjalani
Hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Keperawatan Pediatri
Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara
Maryatung. 2007. Asuhan Keperawatan pada Anak S dengan Kejang Demam di Ruang
Luqman Rs. Roemani Semarang
Meggitt, Carolyn. 2012. Memahami Perkembangan Anak. PT Indeks.Jakarta
Page 126
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC.Jakarta
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Med Action
Publishing.Yogyakarta
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Bayi, Balita dan Anak. Nuha Medika.Yogyakarta
Pijiastuti, Agnes. 2013. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah (3-6 tahun). Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang
Prihaningtyas, Rendi Aji. 2014. Deteksi dan Cepat Obati 30+ Penyakit yang Sering
Menyerang Anak. Media Pressindo.Yogyakarta
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Waspadai Penyakit Anak. PT Indeks.Jakarta
Ridha, Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Belajar.Yogyakarta
Riyadi, Sujono dan Hesti Widuri. 2015.Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat
Diagnosa Nanda. Gosyen Publishing.Yogyakarta
Rohmah, Nikmatur dan Saiful Walid. 2012. Proses Keperawatan. Ar-Ruzz
Media.Yogyakarta
Sari, Weni Febrina. 2014. Pengaruh Terapi Bermain dengan Teknik Bercerita terhadap
Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Prasekolah di Ruang Rawat
Inap Anak di RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi. Jurnal Keperawatan
Silva, Filipe Gloria. 2013. Portuguese Children’s Sleep Habits Questionnaire-validation
and cross-cultural comparison. Jornal de Pediatria
Terri Kyle dan Susan Carman. 2014. Buku Praktik Keperawatan Pediatri. EGC.Jakarta
Wahyuni, Ira. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pola Tidur pada Anak yang
Menjalani Hospitalisasi di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Program Studi D III Kebidanan. Banda Aceh
Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Dignosa Keperawatan NIC NOC edisi 7.
EGC.Jakarta
Wong, Donna L. 2011. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik volume 1 edisi keenam.
EGC.Jakarta
Wulandari, Resti Putri. 2012. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa disalah Satu Fakultas Rumpun Science-Technology UI. Skripsi. Fakultas
Ilmu Keperawatan Program Sarjana Reguler. Depok
Page 127
Yuniartini, P.E, Widastra, M., Utami, K.C. 2012. Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Kualitas Tidur Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Ruangan
Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Keperawatan