BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangVaricella adalah suatu penyakit infeksi akut
primer oleh virus Varicella Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan
selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1
Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular.
Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang
rentan.2Pada anak sehat penyakit ini biasanya bersifat jinak,
jarang menimbulkan komplikasi dan hanya sedikit yang menderita
penyulit, tetapi pada status immunitas yang menurun, seperti bayi
baru lahir, immunodefisiensi, tumor ganas, dan orang dewasa yang
mendapat pengobatan immunosupresan sering menimbulkan komplikasi
bahkan menyebabkan kematian.3Penyebab penyakit varisela ini adalah
sejenis virus yang termasuk golongan Herpes Virus, yaitu Varicella
Zooster Virus (VZV). Pada kontak pertama virus ini menyebakan
penyakit cacar air atau chicken Pox, dan pada reaktivasi infeksi,
virus ini menyebabkan penyakit yang disebut sebagai herpes zooster
atau shingles. Pencegahan terhadap varisela dapat dilakukan dengan
pemberian immunisasi aktif maupun pasif, dengan demikian maka
penderita yang beresiko mendapatkan komplikasi saat menderita
penyakit varisela, atau menderita varisela yang cenderung berat
dapat diberi immunisasi untuk meningkatkan immunitasnya.Di Amerika
Serikat, sebelum diperkenalkan vaksin varisela terjadi epidemi
tahunan setiap musim dingin dan musim semi. Tercatat angka kejadian
sekitar 4 juta kasus, dan pada tahun 2000 menurun 71%-84% sejak
diperkenalkannya vaksin varisela. Angka kesakitan dan kematian
menurun terutama pada kelompok umur 1-4 tahun.7Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan di poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2012
ditemukan insidens varisela sebesar 2,68%. Varisela ditemukan
terbanyak pada kelompok umur dewasa muda yaitu 15 sampai 24 tahun,
yaitu 9 kasus (33,3%), kasus pada perempuan lebih banyak dibanding
lakilaki, dengan jumlah 16 kasus (59,3%), musim kejadian tersering
adalah musim panas yaitu bulan April sampai September, dengan
jumlah 15 kasus (55,6%), sumber penularan varisela tidak diketahui
(tidak ada data lengkap), dan terapi yang paling sering diberikan
adalah terapi kombinasi antara antivirus dan antibiotik (topikal
atau sistemik), dengan jumlah 15 kasus (55,6%).7
1.2. Tujuan1.2.1. Tujuan UmumTujuan umum referat ini
adalah:Memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang (RSMP).
1.2.2. Tujuan KhususTujuan khusus referat ini adalah:1.
Mengetahui definisi varicella.2. Mengetahui gejala dan tanda serta
penatalaksanaan pada varicella.1.3. ManfaatManfaat laporan kasus
ini adalah:a. Bagi institusi, diharapkan referat ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan.b. Bagi pembaca, diharapkan
referat ini dapat menambah pengetahuan mengenai varicella.c. Bagi
penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan dan pengetahuan mengenai varicella.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi VaricellaVarisela adalah suatu penyakit infeksi
akut primer menular, disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV),
yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai dengan adanya
vesikel-vesikel.4
2.2. Epidemiologi VaricellaVirus ini ditemukan pada tahun 1995
dengan manusia sebagai satu-satunya reservoir. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular
dengan attack rate 90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya
berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum lesi
kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul.5Sekitar 50% kasus
terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada
usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun. 11.000 kasus diperlukan perawatan
di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya. Perinatal
varicela dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit
varicela pada 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah
melahirkan. Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem imununitas
pada neonatus. Kongenital varicella ditandai dengan hipoplasia
ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefali.5
2.3. Etiologi VaricellaVarisela disebabkan oleh Varicella Zoster
Virus (VZV). Virus ini termasuk dalam kelompok Herpes Virus. Virus
ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus
disebut capsid yang berbentuk ikosahedral, terdiri dari protein dan
DNA berantai ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100
juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan ini bersifat infeksius.
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita.
Virus ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari
fibroblas paru embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop
elektron. Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel
raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan
inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion
bodies).5
2.4. PatogenesisMasa inkubasi varisela berkisar antara 11 -20
hari, masa ini bisa lebih pendek atau lebih panjang. lnfeksi
varisela dimulai dengan masuknya virus ke mukosa saluran
pernafasan, yang ditularkan melalui vekresi pernafasan atau melalui
kontak langsung. lnokulasi diikuti dengan masa inkubasi, di mana
pada saat tersebut penyebaran virus terjadi secara subklinis. Virus
masuk melalui mukosa saluran pemafasan dan diduga berkembang biak
pada jaringan kelenjar regional. Empat sampai enam hari setelah
infeksi, diduga viremia ringan terjad, diikuti dengan virus
menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan
kemungkinan organ lain. Lebih kurang 10 -12 hari setelah infeksi
terjadi viremia kedua di mana pada saat tersebut virus bisa
mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit
yang terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi
papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari.
Vesicula biasanya terletak pada epidermis.6
2.5. Manifestasi KlinisVarisela terdiri atas 2 stadium yaitu
stadium prodormal dan stadium erupsi. Stadium Prodormal timbul
10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan merasakan
demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri
kepala anoreksia, dan malaise. Stadium erupsi 1-2 hari kemudian
timbuh ruam-ruam kulit dew drops on rose petals tersebar pada
wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat badan dan
ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup,
jarang pada telapak tangan dan telapak kaki. Penyebarannya bersifat
sentrifugal (dari pusat). Total lesi yang ditemukan dapat mencapai
50-500 buah. Makula kemudian berubah menjadi papulla, vesikel,
pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai rasa gatal. Perubahan ini
hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga varisella secara khas
dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk papula, vesikel, dan
krusta dalam waktu yang bersamaan yang disebut polimorf. Vesikel
akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap pada
stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang
lebih dalam.Gambaran vesikel khas, bulat, berdinding tipis, tidak
umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar eritematous,
terlihat seperti tetesan air mata/embun tear drops. Cairan dalam
vesikel kecil mula-mula jernih, kemudian vesikel berubah menjadi
besar dan keruh akibat sebukan sel radang polimorfonuklear lalu
menjadi pustula. Kemudian terjadi absorpsi dari cairan dan lesi
mulai mengering dimulai dari bagian tengah dan akhirnya terbentuk
krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu tergantung pada dalamnya
kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna
merah muda, dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur hilang.
Lesi-lesi pada membran mukosa (hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, saluran kemih, vagina dan konjungtiva) tidak
langsung membentuk krusta, vesikel-vesikel akan pecah dan membentuk
luka yang terbuka, kemudian sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit
terbatas terjadi pada jaringan epidermis dan tidak menembus membran
basalis, maka penyembuhan kira-kira 7-10 hari terjadi tanpa
meninggalkan jaringan parut, Penyulit berupa infeksi sekunder dapat
terjadi ditandai dengan demam yang berlanjut dengan suhu badan yang
tinggi (39-40,5 oC) mungkin akan terbentuk jaringan
parut.1,2,3,5,6
Gambar 1. Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster
Gambar 2. Lesi dengan spektrum luas
2.6. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan varicella dapat dilakukan
beberapa test, yaitu: 81. Tzanck smearPreparat diambil dari
discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan hematocylin-eosin, giemsas wrights, toulidine blue atau
papanicopalaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleatid giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya 84%,
dimana test ini tidak dapat membedakan antara varicella zoster dan
herpses simpleks virus.
Gambar 3. Sel raksasa berinti banyak
2. Direct Fluorescent Assay (DFA)Preparat diambil dari scraping
dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta, dimana
pemeriksaan ini kurang sensitif. Hasil pemeriksaan ini lebih cepat
dan membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan
antigen virus varicella zoster, dimana test ini dapat membedakan
antara varicella zoster dan herpses simpleks virus.3. Polymerase
Chain Reaction (PCR)Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan
sensitif. Metode ini dapat digunakan dalam berbagai jenis preparat
seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta
dapat jugan digunakan sebagai preparat. Sensitifitasnya berkisar
97-100%, dimana test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus
varicella zoster.
4. Biopsi kulitHasil pemeriksaan hispatologis ditemukan adanya
vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan
acantholysis. Pada dermis bagian atas ditemukan adanya lympocytic
infiltrate.
2.7. DiagnosisVaricella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan
gambaran klinis yaitu penampilan dan perubahan pada karakteristik
dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varicella 2-3 minggu sebelumnya.Varicella khas ditandai dengan
erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau
bahkantanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala
konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan
penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa.
Penularannya berlangsung cepat. Disamping itu untuk menentukan
diagnosa pasti dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.
2.8. Diagnosis BandingVaricella dapat dibedakan dengan beberapa
kelainan kulit, antara lain harus dibedakan dengan variola. Pada
variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi monomorf, dan
penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni
telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.Bedakan juga dengan
herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri, biasanya
unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului
oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan
rasa nyeri, perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan
(unilateral) dan berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom
dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang berkelompok
di atas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat
yang meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut
(Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam (Zoster oticus).
Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi
resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan
manifestasi ekstrakutan.Dermatitis herpetiform : biasanya simetris
terdiri dari papula vesikuler yang eritematosus, serta ada riwayat
penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan pigmentasi.Impetigo
: lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja.
Impetigo tidak menyerang mukosa mulut.Skabies : pada skabies
terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara jari-jari
kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes
Scabiei.1,2,9
2.9. KomplikasiKomplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi.
Komplikasi lebih sering terjadi pada orang dewasa, berupa
ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah
(beberapa macam purpura).1,2Pada anak sehat, varicella merupakan
penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi. Angka mortalitas
pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada
neonatus dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang
biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta
hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis,
atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal
tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi
sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang
menghasilkan toksin eksfoliatif.9Pneumonia varicella hanya terdapat
sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder
dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan
pada anak dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak
dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang
ditemukan.3Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa
jarang terjadi dan responsif terhadap antibiotik yang tepat.
Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan
berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan
leukopenia.3Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya.
Infeksi yang menyebar luas dan varicella pneumonia dapat
mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian maupun
keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan
pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur
atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat, tetapi
varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial
meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang
tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan
infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat menyebabkan
abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang
terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada
varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu
kemudian.9Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata
meningkat pada pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini
replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas mengakibatkan
terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam
yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan
vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada
pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid
mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis,
encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat
keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah dan
seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella
malignansi.9Komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis,
ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan
saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan
kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan
obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella
dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan
gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah
laku.3 Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang
dari 1 diantara 1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma
Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver) yang
khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari
15-40% pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella,
khususnya pada penderita yang diterapi dengan aspirin saat demam,
dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum
terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis
lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus,
tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan
kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia
serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak kasus
ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada cairan
cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara
langsung pada sistem saraf pusat.5Anak dengan sistem imunologis
yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di atas, sedangtkan
anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia,
anak yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid
(penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang varicella pada
penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.3
2.10. PenatalaksanaanTidak ada terapi spesifik terhadap
varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan antipiretik dan
analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik
lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa
gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal
diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika
timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep
dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella
zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella,
diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting
pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.
1,2,3Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus.
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir,
valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet
terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang
terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir
monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus
dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali
lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.Pada anak
normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat
diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral.
Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang
bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan
antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya
dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma
Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi
sekunder bakterial.Anti virus pada anak dengan pengobatan dini
varicella dengan pemberian acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul
ruam) pada anak imunokompeten neonatus 500 mg intravena setiap 8
jam selama 10 hari dan anak berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20
mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam,
dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi
apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam
cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella
merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat
klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan
pengobatan acyclovir secara rutin.2.11. Pencegahan1. Pencegahan
Pasif dengan AntibodiVaricella zoster immunoglobulin (VZIG) adalah
antibodi IgG terhadap VZV dengan dosis pemberian satu vial untuk 10
kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG profilaksis
diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak
imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung
dengan penderita varicella, neonatal yang terekspose oleh ibu yang
terinfeksi varicella, setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 96 jam. Antibodi yang diberikan setelah timbulnya gejala tidak
dapat mengurangi keparahan yang terjadi. 2. Profilaksis dengan
Terapi AntiviralUji efikasi profilaksis asiklovir memberikan hasil
yang cukup baik pada penderita transplantasi sumsum tulang yang
beresiko tinggi terkena infeksi VZV. Namun secara klinis,
profilaksis asiklovir sebagai pencegahan infeksi VZV jarang
dipergunakan, karena terapi VZV akan lebih efektif apabila simptom
telah muncul.
Indikasi and Kontraindikasi Vaksin Varicella:a. Indikasi: Usia
12 bulan-13 tahun. Diberikan satu dosis Usia 13 tahun hingga
dewasa. Dua dosis, interval 4-8 minggu Infeksi limfoblastik
leukemia akut dalam masa remisi dan HIV dengan CD4 >25%,
diberikan vaksin dalam 2 dosis dengan jarak 3 bulan.b.
Kontraindikasi: Kongenital imunodefisiensi Leukemia, limpoma, atau
keganasan lain Infeksi HIV simptomatik Kortikosteroid dosis tinggi
Kehamilan Alergi neomisin Asam salisilat lebih dari 6 mingguVaksin
ini dapat menginduksi proteksi hingga lebih dari 95% terhadap
terjadinya penularan.41,42 Studi imunologis menunjukan bahwa
pemberian vaksin varicella hidup yang dilemahkan dapat meningkatkan
serokonversi (sekitar 95%), sama baiknya seperti pemberian antibodi
VZIG setelah 1 tahun. Vaksin ini dapat meningkatkan limfosit T yang
mengenali VZV antigen atau protein virus. Sirkulasi T limfosit yang
spesifik terhadap VZV dapat muncul pada darah perifer sekitar 2
hingga 6 minggu setelah pemberian varicella vaksin. Imunisasi
dengan vaksin varicella juga dapat meningkatkan sitotoksik T sel
yang dapat melisis VZV protein. Proliferasi limfosit T terhadap
antigen VZV dapat terus terjaga hingga 6 tahun pada anak dengan
imunitas yang baik dan telah diberikan vaksin varicella.5
2.12. PrognosisDengan perawatan yang teliti dan memperhatikan
higiene memberi prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul
sangat sedikit.6 Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian
2-3 per 100.000 kasus dengan case fatality rate pada anak berumur
1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian per 100.000 kasus). Pada bayi
rata-rata resiko kematian adalah sekitar 4 kali lebih besar dan
pada dewasa sekitar 25 kali lebih besar. Rata-rata 100 kematian
terjadi di USA sebelum ditemukannya vaksin varicella, komplikasi
yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain: pneumonia,
komplikasi SSP, infeksi sekunder, dan perdarahan.5
BAB IIIKESIMPULAN
1. Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh.2. Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah
paparan, dengan kisaran 10 sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan
gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise,
dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula
eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana
vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi
krusta.3. Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian
menyebar secara sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas bagian
atas.4. Pada anak-anak jarang memberi komplikasi dan pengobatan
dengan acyclovir memberikan hasil yang baik.5. Vaksinasi merupakan
cara pencegahan yang baik, terutama pada anak dengan resiko
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin; edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
Hal.115-116.2. Harahap Marwali. 2000. Varisela. Dalam: Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. H.94-96.3. Hassan Rusepno,
Alatas Husein. 2007. Varisela (cacar air,chicken pox). Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: Infomedika. Hal. 637-640.4.
Straus SE, Oxman MN. 2004. Varicella and herpes. New York : Mc.
Grawhill inc. Hal 24275. Kurniawan Martin, Dessy Norberta, dan
Tatang Matheus. 2009. Varicela Zoster Pada Anak.
(file:///C:/Documents%20and%20Settings/Windows%20XP/My%20Documents/Downloads/83-89-1-PB.pdf,
Diakses 5 Juli 2015).6. P.Lubis Chairuddin. 2003. Varisela Pada
Anak Gejala Klinis, Pencegahan, dan Pengbatan
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2004/1/anak-chairuddin4.pdf,
Diakses 5 Juli 2015).7. Christa C. Sondakh, Renate T. Kandou, Grace
M. Kapantow. 2015. Profil Varisela di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015.8.
Herper J. 2000. Varicella (Chicken Pox). Pediatric Dermatology.
Volume 1. Blackwell Science. Hal. 336-39.9. Siregar RS. 2004.
Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC. Hal 88-84.
8