BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran molekul melalui eksitasi elektron dari keadaan energi dasar ke keadaan energy tereksitasi dengan adanya energi (E) atau panjang gelombang (λ) yang sesuai. Energi yang diperlukan berasal dari sumber radiasi dari lampu hidrogen atau lampu deutreum untuk UV atau lampu tungsten untuk visible. Daerah pengukuran (region) panjang gelombang : Ultraviolet (UV) : 200 - 380 nm Sinar tampak (Vis) : 380 - 780 nm Metode spektrofotometri UV – Vis terutama untuk analisis kuantitatif berpedoman pada hukum Lambert-Beer dengan rumus : A = - Log T dan A = b.c Dimana, A = absoban = ekstingsi spesifik T = Transmittan b = tebal lapisan / larutan c = konsentrasi Untuk analisis kualitatif, metode spektrofotometri UV- vis sebagai data penunjang. 1.2 Rumusan Masalah - Bagaimana menentukan validasi (akurasi dan presisi) pada penetapan kadar asam salisilat menggunakan metode spektrofotometri visibel. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran molekul melalui eksitasi elektron dari keadaan energi dasar
ke keadaan energy tereksitasi dengan adanya energi (E) atau panjang gelombang
(λ) yang sesuai. Energi yang diperlukan berasal dari sumber radiasi dari lampu
hidrogen atau lampu deutreum untuk UV atau lampu tungsten untuk visible.
Daerah pengukuran (region) panjang gelombang :
Ultraviolet (UV) : 200 - 380 nm
Sinar tampak (Vis) : 380 - 780 nm
Metode spektrofotometri UV – Vis terutama untuk analisis kuantitatif
berpedoman pada hukum Lambert-Beer dengan rumus :
A = - Log T dan A = b.c
Dimana, A = absoban = ekstingsi spesifik
T = Transmittan
b = tebal lapisan / larutan
c = konsentrasi
Untuk analisis kualitatif, metode spektrofotometri UV-vis sebagai data penunjang.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana menentukan validasi (akurasi dan presisi) pada penetapan kadar
asam salisilat menggunakan metode spektrofotometri visibel.
1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan dan menjelaskan :
1. Metode spektrofotometri UV-Vis
2. Tahapan pengukuran analisis
3. Mengetahui komponen spektrofotometri UV-vis
4. Fungsi masing-masing komponen instrumen spektrofotometer UV – vis
5. Penetapan kadar asam salisilat dengan metode spektrofotometer UV – vis
6. Validasi metode dan kalibrasi alat/instrument
7. Pengolahan data dan menyimpulkan hasil percobaan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisi farmasi meliputi sperktrofotometri ultraviolet,
vahay tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,
daerah infra merah dekat 780-3000 nm, daerah infra merah 2,5-40 µm atau
4000-250 cm-1 (Ditjen POM,1995).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak siabsorbsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom yang
mengandung electron-n, menyebabkan transisi electron di orbital treluarnya dari
tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit
yang mengabsorbsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Satiadarma,2004).
Hal-hal yang harus diperhatikan pada analisis spektrofotometri ultraviolet :
a. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan
baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berupa garis lurus
2
c. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,6. anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai
absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal
(Ginandjar dan Rohman, 2007).
2.2 Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya
monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu
dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus
terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dpat ditulis dalam persamaan :
A = a.b.c g/liter atau A = ε.b.C mol/liter
Dimana : A = serapan (tanpa dimensi)
a = absorptivitas (g-1 cm-1 )
b = ketebalan sel (cm)
C = Konsentrasi (g.l-1 )
ε = absorptivitas molar (M-1 cm-1 )
Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari
ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik
untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.
2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet
- Analisis kualitatif
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minumum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan (Satiadarma,
2002).
3
- Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif secara spektrofotometri dapat dilakukan dengan
metode regresi dan pendekatan.
1. Metode Regresi
Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan
persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi
standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan
5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan yang
linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva
kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.
2. Metode Pendekatan
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan
standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi
sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As.Cb/Ab dimana
As = serapan sampel, Ab = serapan standar, Cb = konsentrasi standar, dan C =
konsentrasi sampel (Holme dan Peck, 1983)
2.4 Instrumen Spektrofotometri
Menurut konfigurasinya, spektrofotometri visibel dibagi dalam:
1. Single Beam
2. Double Beam
3. Multi Channel
1. Single Beam
4
2. Double Beam
3. Multi Channel
- Komponen Instrumentasi Spektrofotometer Visibel
a. Sumber radiasi, lampu deuterium/hidrogen digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 200-380 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang
antara 380-780 nm)
b. Monokromator : digunakan untuk merubah sinar polikromatik menjadi sinar
monokromatik. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
5
c. Kuvet : pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex
dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus
menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
d. Detektor : Peranan detektor adalah merubah sinyal kimia menjadi sinyal lisrik.
e. Suatu amplifier yang berfungsi mengukur sinyal listrik dengan kekuatan
beberapa kali besaran.
f. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Khopkar,
1990; Rohman, 2007; Day and Underwood, 1981)
2.5 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Validasi perlu dilakukan oleh laboratorium terhadap :
Metode non standar
Metode yang dikembangkan sendiri
Metode standar yang digunakan diluar lingkup yang dimaksud
Metode standar yang dimodifikasi
Metode standar untuk menegaskan dan mengkonfirmasikan bahwa metode
tersebut sesuai dengan penggunaannya
Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah: (www.google.com)
1. Accuracy (Ketepatan)
2. Precision (Ketelitian)
3. Selektivitas
4. Linieritas dan rentang
5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quatification)
6. Ketangguhan metode (ruggedness)
7. Kekuatan (Robustness)
6
Didalam praktikum kali ini, kinerja yang akan diuji adalah keselektifan
seperti uji akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian). Dua hal ini merupakan hal
yang paling minimal harus dilakukan dalam verifikasi sebuah metode. Suatu
metoda yang presisi (teliti) belum menjadi jaminan bahwa metode tersebut
dikatakan tepat (akurat). Begitu juga sebaliknya, suatu metode yang tepat (akurat)
belum tentu presisi.
Hubungan antara akurasi dan presisi dalam uji metode dapat terjadi dalam
empat hal:
Akurasi dan presisi sama-sama rendah
Presisi tinggi, akurasi rendah
Presisi rendah, akurasi tinggi
Akurasi dan Presisi tinggi.
1. Akurasi
Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang
diperoleh dengan prosedur tersebut dari harga sebenarnya, seringkali dinyatakan
dalam persen perolehan kembali analit pada penentuan kadar sampel yang
mengandung analit dalam jumlah diketahui. Akurasi merupakan ukuran ketepatan
prosedur analisis.
Cara penentuan:Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu :1. metode simulasi (spiked-placebo recovery). Dalam metode simulasi,
sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia CRM atau
SRM) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan
dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
2. metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode
penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi.
7
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil
yang diharapkan).
Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh kembali dinyatakan sebagai
rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. % Perolehan
kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat,
cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya
80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis
dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat
sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau
karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder
pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.
2. Presisi
Presisi dari suatu metode adalah derajat kesesuian diantara masing-masing
hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan
yang diambil dari satu sanpel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar
atau deviasi standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat diartikan pula sebagai
derajat reprodusibilitas atau keterulangan dari prosedur analisis.
3. Selektivitas Atau Spesifisitas Suatu Metode
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali
dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang
dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan
terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang
mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau
8
pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan
tadi.
Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya.
Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh,
maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang
mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu
dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti
kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry.
Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas.
Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan
melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis
regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari
hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan
matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus
dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara
hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan
rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang
dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r
pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1
bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis
9
terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah
simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat
lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur.
5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quatification)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas
deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter
pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel
yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan batas deteksi
suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan
instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas
tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran
bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur
respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan
formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan
Q = (k x Sb)/Sl
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx).
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x.)
a. Batas deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoD = (3 Sy/x)/ Sl
b. Batas kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoQ = (10 Sy/x)/Sl
10
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui
penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko
ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko
sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon. Simpangan baku blanko
juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak
derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak
derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan
seperti tersebut di atas. Lomit deteksi adalah nilai parameter auji batas, yaitu
konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi.
6. Ketangguhan metode (ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll.
Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan
ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot
sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda
menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi
menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama.
Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari
variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan
penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan
metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada
kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.
7. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan
metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan
efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk
menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi)
11
perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan
perubahan temperatur kolom (± 2 - 3° C).
Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium.
Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil
bila diganti atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C.
Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan
analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan.
2.6. Sumber Kesalahan Dalam Analisis
Faktor yang memepengaruhi presisi dan bias di atas dapat diakibatkan oleh
kesalahan yang terjadi karena berbagai penyebab. Menurut Miller & Miller (2001)
tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kesalahan serius (Gross error)
Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus
diulangi. Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan,
peralatan yang memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi
dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data
tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat
rendah dan lain lain.
2. Kesalahan acak (Random error)
Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil
dari suatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara
individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada
tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini
bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian
dan konsentrasi dalam bekerja.
3. Kesalahan sistematik (Systematic error)
Kesalahan sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua
hasil data salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standarisasi prosedur
b. Standarisasi bahan
c. Kalibrasi instrumen
12
Secara umum, faktor yang menjadi sumber kesalahan dalam pengukuran
sehingga menimbulkan variasi hasil, antara lain adalah:
1. Perbedaan yang terdapat pada obyek yang diukur.
Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Obyek yang akan dianalisis diperlakukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh ukuran kualitas yang homogen
b. Mengggunakan tekhnik sampling dengan baik dan benar
2. Perbedaan situasi pada saat pengukuran
Perbedaan ini dapat diatasi dengan cara mengenali persamaan dan
perbedaan suatu obyek yang terdapat pada situasi yang sama. Dengan demikian
sifat-sifat dari obyek dapat diprediksikan.
3. Perbedaan alat dan instrumentasi yang digunakan
Cara yang digunakan untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan
alat pengatur yang terkontrol dan telah terkalibrasi.
4. Perbedaan penyelenggaraan/administrasi
Kendala ini diatasi dengan menyelesaikan permasalahannon-teknis dengan
baik sehingga keadaan peneliti selalu siap untuk sehingga melakukan kerja.
5. Perbedaan pembacaan hasil pengukuran
Kesalahan ini dapat diatasi dengan selalu berupaya untuk mengenali alat atau
instrumentasi yang akan digunakan terlebih dahulu.
Dari lima faktor penyebab kesalahan dalam bidang analitik maka peralatan
dan instrumentasi sangat berpengaruh. Peralatan pada dasarnya harus
dikendalikan oleh pemakainya. Untuk peralatan mekanis yang baru relatif semua
sistem sudah berjalan dengan optimal, sebaliknya untuk alat yang sudah berumur
akan banyak menimbulkan ketidak optimuman karena komponen aus, korosi dan
sebagainya. Demikian juga peralatan elektrik, pencatatan harus selalu dikalibrasi
dan dicek ulang akurasinya. Untuk peralatan yang menggunakan sensor atau
detektor maka perawatan dan kalibrasi akan berperan penting.
13
2.7. Prosedur Asli
Ditimbang seksama lebih kurang 0,200 gram asam salisilat, larutkan
dalam 10 ml metanol dalam bekerglas. Pindahkan ke dalam labu ukur 100,0 ml
secara kuantitatif, tambahkan metanol sampai garis tanda, kemudian dikocok ad
homogen. Dari larutan tersebut dibuat berbagai kadar dengan pengenceran,
ditambahkan pereaksi larutan Fe3+ sampai diperoleh warna merah ungu
maksimum baru ditambahkan metanol sampai volume tertentu. Larutan diukur
pada panjang gelombang maksimum di daerah visibel, dengan metanol + pereaksi
larutan Fe3+ sebagai blanko. Hitung kadar asam salisilat dalam sampel
(AOAC,2000).
14
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Prinsip Reaksi
Reaksi :
asam salisilat FeCl3 Ferri salisilat
(tdk berwarna) (kuning) (ungu)
3.2 Alat dan Bahan
Alat
• Spektrofotometer UV-Vis : 1
• Lampu Tungsten : 1
• Kuvet : 1
• Timbangan Analitik : 1
• Labu Ukur 25,0 ml ; 50,0 ml : 12 ; 4
• Beaker glass 100 ml ; 150 ml : 1 ; 1
• Pipet volum 2,0 ml : 1
• Pipet volum 3,0 ml : 1
• Pipet volum 4,0 ml : 1
• Pipet volum 5,0 ml : 1
• Pipet ukur 10,0 ml : 1
Bahan
- Asam salisilat pharmaceutical grade
- FeCl3 pro analisis
- Metanol pro analisis
- Aquadest
15
3 + Fe3+ Fe3 + 3 H+
3.3 Cara Kerja
1. Pembuatan Baku Induk I ( BI1)
Ditimbang asam salisilat sebanyak ± 125 mg ( 129,2 mg )
Massukan ke dalam labu ukur 50,0 ml, larutkan dengan metanol
Tambahkan metanol ad garis tanda ( 2584 ppm )
2. Pembuatan Baku Induk II ( BI1)
Dipipet 5,0 ml dari larutan baku induk I
Masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml
Tambahkan metanol ad garis tanda ( 258,4 ml )
3. Pembuatan Larutan Baku Kerja
1. Dipipet 1,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen+ metanol ad 25,0
ml, kocok ad homogen (10,34 ppm)
2. Dipipet 2,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad
25,0 ml, kocok ad homogen (20,67 ppm)
3. Dipipet 3,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad
25,0 ml, kocok ad homogen (31,01 ppm)
4. Dipipet 4,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad
25,0 ml, kocok ad homogen (41,34 ppm)
5. Dipipet 5,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad
25,0 ml, kocok ad homogen (51,68 ppm)
4. Pembuatan Larutan Blanko
Dipipet 3,0 ml larutan FeCl3 0,5 % dimasukkan kedalam labu 25,0 ml lalu
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen.
5. Preparasi Larutan Sampel
Ditimbang saksama ±300 mg sampel padat asam salisilat, larutkan ke dalam
metanol, masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml, kemudian ditambahkan
metanol sampai garis tanda, lalu saring ( sampel induk A). Dipipet 3,0 ml
16
larutan sampel induk masukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml, tambahkan 3,0
ml larutan FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen. Kemudian tambahkan metanol
ad garis tanda dan kocok homogen→sampel B.
6. Validasi
Validasi I
1. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
2. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
3. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
Validasi II
1. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
2. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
3. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad
homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.
7. Lakukan pengukuran absorban pada panjang gelombang maksimum.
17
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
1. Penimbangan baku induk Asam Salisilat 125 mg (range : 112,5 mg–137,5 mg)