USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR I. Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi secara signifikan mengalami penurunan tajam sejak penemuan dan penggunaan antibiotik secara luas di bidang kesehatan pada tahun 1943 (Farida et al ., 2008). Pemberian antibiotik merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi (Hadi et al ., 2006). Sebagian besar dari total anggaran obat di negara berkembang dialokasikan untuk antibiotik (WHO, 2001). Hal ini memicu penggunaan antibiotik secara berlebihan dan irasional. Penggunaan antibiotik yang irasional meningkat hingga 50% -100% (Gaash, 2008; Filho et al ., 2004). Akibatnya, dalam kurun waktu 3 dekade terjadi masalah resistensi antibiotik yang saat ini menjadi pendemik global dan salah satu kecemasan dunia terbesar (Odili et al ., 2010). Resistensi adalah suatu keadaan bakteri tidak dapat dipengaruhi oleh antibiotik. Bila suatu antibiotik digunakan secara luas di tempat-tempat pelayanan Judul : Perilaku Swamedikasi Antibiotik Masyarakat Kota Bandung Tahun 2014: Studi Survey Di Fasilitas Kesehatan Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik Dan Cibeunying Nama/NPM : Annisa Noor Insany / 260110110088 Pembimbing : 1. Ivan Surya Pradipta, M. Sc., Apt. 2. Dika Pramita D., M. Farm., Apt.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR
I. Latar Belakang
Angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi secara signifikan
mengalami penurunan tajam sejak penemuan dan penggunaan antibiotik secara
luas di bidang kesehatan pada tahun 1943 (Farida et al., 2008). Pemberian
antibiotik merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi
(Hadi et al., 2006).
Sebagian besar dari total anggaran obat di negara berkembang
dialokasikan untuk antibiotik (WHO, 2001). Hal ini memicu penggunaan
antibiotik secara berlebihan dan irasional. Penggunaan antibiotik yang irasional
meningkat hingga 50% -100% (Gaash, 2008; Filho et al., 2004). Akibatnya,
dalam kurun waktu 3 dekade terjadi masalah resistensi antibiotik yang saat ini
menjadi pendemik global dan salah satu kecemasan dunia terbesar (Odili et al.,
2010). Resistensi adalah suatu keadaan bakteri tidak dapat dipengaruhi oleh
antibiotik. Bila suatu antibiotik digunakan secara luas di tempat-tempat pelayanan
Judul : Perilaku Swamedikasi Antibiotik Masyarakat Kota
Bandung Tahun 2014: Studi Survey Di Fasilitas
Kesehatan Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik Dan
Cibeunying
Nama/NPM : Annisa Noor Insany / 260110110088
Pembimbing : 1. Ivan Surya Pradipta, M. Sc., Apt.
2. Dika Pramita D., M. Farm., Apt.
kesehatan dalam dosis yang tidak akurat dan waktu yang lama, maka akan
merangsang pertumbuhan bakteri yang resisten (Sastramihardja, 2002).
Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
konsumsi antibiotik dengan resistensi antibiotik. Hasilnya sangat bervariasi
dipengaruhi oleh perbedaan pola peresepan antibiotik dan profil resistensi di
setiap negara (Lai et al., 2011). Beberapa diantaranya melaporkan adanya
linieritas tingkat konsumsi dan ketidaktepatan antibiotik dengan kejadian
resistensi antibiotik (Hsueh et al., 2005; Kotwani et al., 2011; Lai et al., 2011).
Tingginya resistensi antibiotik sangat di pengaruhi oleh tingginya resistensi di
sektor komunitas (Kotwani et al., 2012; Lim et al., 2014).
Di Indonesia, antibiotik diresepkan kep40ada 84% pasien di rumah sakit
dan sekitar 46% diantaranya tidak diperlukan (Hadi et al., 2008). Hasil studi
penggunaan antibiotik di seluruh puskesmas di Kota Bandung selama 3 tahun
menunjukkan rata-rata setiap kunjungan, pasien mendapatkan sebanyak 24 dosis
harian antibiotik (Pradipta et al., 2012). Studi yang dilakukan terhadap 28
puskesmas di Kota Bandung pada periode Juni 2011-Juni 2013 menunjukkan
tingkat penggunaan antibiotik sebesar 40,61%, rata-rata waktu konsultasi dengan
dokter dan tenaga farmasi hanya 2,95 menit dan tingkat pengetahuan pasien
terhadap obat yang diterimanya hanya sebesar 65,79% (Pradipta et al., 2013). Di
sektor apotek Kota Bandung, studi menunjukkan tidak terkendalinya penggunaan
antibiotik, dimana pasien dapat membeli antibiotik tanpa menggunakan resep
dokter (Tarigan, 2011). Apotek merupakan outlet yang paling popular untuk
mendapatkan antibiotik tanpa resep dokter (Widayati et al., 2011). Hasil tersebut
menunjukkan tingginya penggunaan antibiotik di sektor komunitas sehingga
berpeluang meningkatkan ketidakrasionalan penggunaan antibiotik yang akan
berdampak pada resistensi dan peningkatan morbiditas, mortalitas dan biaya.
Resistensi antibiotik juga semakin meningkat dengan terjadinya
fenomena swamedikasi antibiotik yang terjadi baik negara berkembang maupun
negara maju dengan prevalensi 3%-75% (Calva et al., 1996; Richman et al.,
2001; Hadi, et al., 2008; Sawair, et al.,2009; Skliros, et al., 2010). Swamedikasi
diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan dan mengonsumsi obat tanpa
diagnosis dokter, resep atau pengawasan terapi tenaga kesehatan (Zafar et al.,
2008). Swamedikasi antibiotik adalah fenomena global yang terus meningkat.
Padahal, antibiotik tidak termasuk dalam daftar obat yang diperbolehkan untuk
swamedikasi. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti penjualan antibiotik
secara bebas tanpa pengawasan, keadaan ekonomi dan waktu yang mendesak,
pengaruh keluarga dan teman, tingkat pengetahuan masayarakat dan lain
sebagainya (Rowe et al., 2005; Barros et al., 2009). Studi yang dilakukan oleh
Widayati et al (2011) menunjukkan prevalensi swamedikasi antibiotik di kota
Yogyakarta, Indonesia adalah sebesar 7,3%.
Untuk mengurangi tingginya prevalensi tersebut, diperlukan suatu model
intervensi untuk merubah perilaku swamedikasi antibiotik masyarakat.
Pemahaman terhadap faktor yang mempengaruhi perilaku swamedikasi antibiotik
sangat diperlukan utnutk menciptakan dan mengembangkan model intervensi
yang efektif dan efeisien. Model intervensi tersebut hendaknya disesuaikan
dengan karaktersitik sosiodemografik dan perilaku masyarakat setempat. Adanya
suatu model intervensi dalam meningkatkan penggunaan antibiotik yang rasional
dapat memberikan suatu framework bagi apoteker dalam meningkatkan
rasionalitas penggunaan obat khususnya antibiotik di sektor komunitas sehingga
dapat menurunkan angka resistensi antibiotik, morbiditas , mortalitas dan beban
biaya.
Teori Health Belief Model (HBM) merupakan teori yang paling umum
digunakan dalam pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku kesehatan. Teori
ini telah diperkenalkan sejak tahun 1950-an. Teori ini memaparkan bahawa
perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu ancaman
(dipengaruhi oleh persepsi kerentanan penyakit dan keparahan penyakit), harapan
(dipengaruhi oleh persepsi keuntungan terhadap suatu tindakan dan hambatan
untuk melakukan kegiatan tersebut), pencetus tindakan (dipengaruhi oleh media,
orang lain dan faktor lain), sosiodemografi dan penilaian diri (dipengaruhi
persepsi terhadap kesanggupan diri untuk melakukan tindakan) (Champion et al.,
2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan suatu studi mengenai
perilaku swamedikasi antibiotik sebagai acuan dalam menciptakan model
intervensi yang efektif dan efisien melalui pendekatan teori Health Belief Model
(HBM).
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran perilaku swamedikasi antibiotik masyarakat Kota
Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik dan Cibeunying?
2. Bagaimanakah persepsi masyarakat Kota Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK)
Arcamanik dan Cibeunying terhadap perilaku swamedikasi antibiotik
berdasarkan pendekatan teori Health Belief Model (HBM)?
III. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui gambaran perilaku Swamedikasi Antibiotik (SMA) masyarakat
Kota Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik dan Cibeunying.
2. Mengetahui persepsi Masyarakat Kota Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK)
Arcamanik dan Cibeunying terhadap perilaku swamedikasi antibiotik
berdasarkan pendekatan teori Health Belief Model (HBM).
IV. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa aspek manfaat, antara lain :
1. Aspek Teoritis
a. Memberikan informasi ilmiah mengenai gambaran perilaku swamedikasi
antibiotik masyarakat Kota Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK)
Arcamanik dan Cibeunying.
b. Memberikan informasi ilmiah mengenai persepsi masyarakat Kota
Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik dan Cibeunying terhadap
perilaku swamedikasi antibiotik berdasarkan pendekatan teori Health
Belief Model (HBM).
c. Memberikan informasi ilmiah untuk dijadikan dasar acuan dalam
mengembangkan metode intervensi yang efektif dan efisien untuk
memperbaiki perilaku swamedikasi antibiotik masyarakat Kota Bandung,
Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik dan Cibeunying.
V. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai
berikut:
5.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi obeservasional-deskriptif dengan
pengambilan data secara survey. Data yang diperlukan diambil dengan metode
wawancara terpimpin dengan kuesioner kepada pengunjung fasilitas kesehatan,
yaitu puskesmas dan Apotek Kimia Farma terpilih.
5.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Berikut ini adalah populasi dan sampel yang digunakan dalam
penelitian:
5.2.1 Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Bandung.
5.2.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota
Bandung, Sub Wilayah Kota (SWK) Arcamanik dan Cibeunying.
5.2.3 Sampel penelitian
Berdasarkan Nasir (2011), apabila ukuran suatu populasi diketahui
dengan pasti, maka besaran sampel dihitung dengan menggunakan Rumus Slovin:
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
ditolerir, pada penelitian ini yaitu sebesar 5%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2012), populasi
penduduk kota Bandung berjumlah 2.455.517 jiwa, dengan laju pertumbuhan
sebesar 1,26% tiap tahunnya. Oleh karena itu, diperkirakan populasi penduduk
Kota Bandung sebesar 2.517.786 jiwa pada tahun 2014. Jika dimasukkan ke
dalam rumus Slovin, maka akan didapatkan besaran sampel sejumlah 399,93
orang, atau 400 orang dengan pembulatan. Untuk menghindari bias dan
ketidaklengkapan data, diasumsikan jumlah sampel yang diambil ialah sebanyak
500 orang.
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
proporsional cluster sampling. Dengan membagi proporsi sampel yang sama di
tiap Sub Wilayah Kota (SWK) dan berpatokan pada pecahan sampling yang juga
sama. Penduduk SWK Arcamanik dan Cibeunying diperkirakan berjumlah
652.751 jiwa pada tahun 2014, atau sekitar 25, 93% dari populasi. Jadi, sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 130 orang.
5.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Berikut ini akan dijabarkan mengenai kriteria inklusi dan ekslusi dalam
penelitian ini.
5.3.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Kota Bandung, SWK Arcamanik dan Cibeunying yang
berkunjung ke fasilitas kesehatan terpilih.
2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
3. Berusia ≥ 18 tahun.
4. Pernah menggunakan antibiotik, baik dari resep dokter ataupun swamedikasi.
5. Dapat menyebutkan salah satu jenis antibiotik yang pernah digunakan.
5.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Responden yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan (Dokter/ Dokter gigi/
Apoteker/ Perawat/ Bidan).
2. Responden yang memiliki keterbatasan dalam komunikasi.
3. Responden yang informasi yang dicantumkannya tidak lengkap.
5.4 Kerangka Konsep
Penelitian ini mendeskripsikan pengaruh antara variabel bebas, yaitu teori
Health Belief Model (HBM), terhadap variabel terikat, yaitu perilaku swamedikasi
antibiotik. Beberapa faktor sosiodemografi juga diketahui dapat memengaruhi
pola swamedikasi antibiotik pada seseorang. Penelitian ini merupakan penelitian
pendahuluan untuk merancang suatu model intervensi yang efektif dan efisien
dalam merubah perilaku swamedikasi antibiotik masyarakat Kota Bandung.
Tahap Awal Tahap Lanjutan
Gambar 5.1 Kerangka Konsep Penelitian
5.4 Alur Penelitian
1. Mengajukan permohonan izin etik penelitian ke Fakultas Kedokteran Unpad.
2. Memproses perizinan penelitian, meliputi perizinan Dinas Kesehatan Kota
Bandung dan fasilitas kesehatan terpilih.
3. Penetapan populasi dan sampel penelitian.
4. Penyusunan dan validasi instrumen penelitian (kuesioner).
Kuesioner disusun berdasarkan variabel-variabel Health Belief Model (HBM).
Kuesioner terdiri dari 4 bagian, yaitu:
Bagian A: Pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku swamedikasi antibiotik.
Bagian B: Pertanyaan untuk mengetahui aspek pengetahuan responden terkait
antibiotik.
Bagian C: Pertanyaan untuk mengetahui persepsi responden terkait
swamedikasi antibiotik.
Bagian D: Data sosiodemografi responden.
5. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner
Dilakukan pada minimal 20 orang yang tidak termasuk responden dan
dilakukan di luar lokasi penelitian, tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan
responden di lokasi penelitian (Notoatmodjo, 2010).
6. Pengambilan data.
Pengambilan data penelitian dilakukan dengan metode wawancara bebas
terpimpin menggunakan instrumen (kuesioner) yang telah divalidasi. Teknik
randomisasi dilakukan pada pemilihan subyek penelitian di tiap-tiap fasilitas
kesehatan untuk menjamin validitas generalisasi terhadap populasi. Adapun
langkah-langkah wawancara bebas terpimpin yang dilakukan antara lain:
a. Mengidentifikasi calon subyek penelitian,
b. Memperkenalkan diri,
c. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
d. Menyampaikan jaminan kerahasiaan data yang diisikan oleh subyek
penelitian,
e. Menanyakan kesediaan, jika tidak bersedia mengucapkan terimakasih atas
waktu yang diberikan,
f. Jika bersedia, Responden mengisi informed consent sebagai tanda
kesediaan menjadi subjek penelitian kemudian memulai wawancara
berdasarkan kuesioner yang telah divalidasi,
g. Memberikan kesempatan bertanya jika terdapat hal yang belum diketahui
h. Mengucapkan terimakasih atas waktu yang diberikan,
i. Memberikan tanda mata atas waktu yang telah diberikan.
7. Pengolahan data dan penyajian data akhir dalam bentuk tabel dan grafik.
8. Intrepretasi hasil penelitan
VI. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di fasilitas- fasilitas kesehatan terpilih di Kota
Bandung, SWK Arcamanik dan Cibeunying, yang meliputi 12 puskesmas dan 4
Apotek Kimia Farma. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran. Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2014 sampai dengan
selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Barros, A. R. R., R. H. Griep and L. Rotenberg. 2009. Self-medication among nursing workers from public hospital. Enfermegem. 17(6): 1015-1022.
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2012. Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Kelurahan serta Rata-Rata Penduduk per
Kelurahan Tahun 2012. Bandung: Badan Pusat Statistik.
Calva, J. dan R. Bojalil. 1996. Antibiotic use in a periurban community in
Mexico: a household and drugstore survey. Soc Sci Med. 42(8): 1121-1128.
Champion, V. L. and C.S. Skinner. 2008. Models of Individual Behavior. In: K. Glanz, B. K. Rimer and K. Viswanath (Editors). Health Behavior and
Health Education. 4th edition. John willey: USA. 41-67.
Farida, H., Herawati, M.M. Hapsari, H. Notoatmodjo dan Hardian. 2008. Penggunaan antibiotik secara bijak untuk mengurangi resistensi antibiotik, studi intervensi di bagian kesehatan anak RS Dr. Kariadi. Sari Pediatri.
10(1): 25-29.
Filho,L., I. Antonio, M.F. Lima-Costa and E. Uca. 2004. Bambui Project: a
qualitative approach to self medication. Cad SaudePublica. 20: 9.
Gaash, B. 2008. Irrational use of antibiotics. Indian Journal of Practicing Doctor. 5(1): 25-29
Hadi, U., E.P Kolopaking, W. Gardjito, I.C. Gyssens and P.J. van den Broek. 2006. Antimicrobial resistance and antibiotic use in low-income and developing countries. Folia Medica Indonesia. 43(3): 183-195.
Hadi, U., D.O. Duerink, E. S. Lestari, N. J. Nagelkerke, S. Werter, M. Keuter, E.
Suwandojo, E. Rahardjo, B. Pvd, I. C. Gyssens. 2008. Survey of antibiotic use of individuals visiting public healthcare facilities in Indonesia. Int J Infect Dis. 12 :622-629.
Hsueh, P. R., W.H. Chen and K.T. Luh. 2005. Relationships between
antimicrobial use and antimicrobial resistance in gram-negative bacteria causing nosocomial infections from 1991-2003 at A University Hospital in Taiwan [Abstrak]. Int J Antimicrob Agents. 26 (6): 436-72. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16280243 [Diakses 9 November 2014].
Kotwani, A and K. Holloway. 2011. Trends in antibiotic use among outpatients in New Delhi, india. BMC Infectious Disease. 11(99): 1-9.
and resistance of gram-negative bacteria causing healthcare-associated infections at a University Hospital in Tiwan from 2000-2009. J Antimicrob Chemother. 66: 1374-1382.
Lim, C.J., M. Kwong, R.L. Stuart, K.L. Buising, N.D. Friedman, N. Bennett, A.C. Cheng, A.Y. Peleg, C. Marshall and D.CM. Kong. 2014. Antimicrobial
stewardship in residential aged care facilities: need and readiness assessment. BMC Infectious Disease. 14: 410.
Nasir, A., A. Muhith, M. E. Ideputri. 2011. Buku Ajar: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Nuha Medika.
Odili, V. U., A. I. Akpe, M. E. Arigbe-Osula and P. O Igbinaduwa. 2010. Pattern
of antibiotic prescription at the general practice clinic of the University of Benin teaching hospital. ISSN:0975-8585. 1(4): 1-10.
Pradipta, I. S. 2012. Laporan Penelitian Hibah Fakultas Farmasi Unpad Tahun 2012: Pola Penggunaan Antibiotik di seluruh Puskesmas Kota Bandung periode 2010-2012. Jatinangor: Fakultas Farmasi Unpad.
Pradipta, I. S. 2013. Laporan Penelitian Hibah Fakultas Farmasi Unpad Tahun
2012: Studi Penggunaan obat melalui fasilitas kesehatan : Studi penilalian pada puskesmas Kota Bandung. Jatinangor: Fakultas Farmasi Unpad.
Richman, P.B., G. Garra, B. Eskin, A. H. Nashed and R. Cody. 2001. Oral antibiotic use without consulting a physician: a survey of ED patients. Am
J Emerg Med. 19(1): 57-60.
Rowe, A.K., D. de Savigny and C.F. Lanata. 2005. How can we achieve and maintain high-quality performance of health workers in low-resource settings?. The Lancet. 366(9490): 1026-1035.
Sastramihardja, H.S. 2002. Buku Pedoman Kuliah Farmakologi Klinik,
Farmakologi III. Jilid I Edisi 2. Bandung : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 135.
Sawair F.A., Z.H. Baqain, A. A. Karaky and R. A. Eid. 2009. Assessment of self-medication of antibiotics in a Jordanian population. Med Princ Pract. 18(1): 21-25.
Skliros, E., P. Merkouris. A.Papazafiropuolou, A. Gikas. G. Matzouranis, C.
Papafragos, I. Tsakanikas. I. Zarbala, A. Vasibosis, P. Stamataki, et al.
2010. Selfmedication with antibiotics in rural population in Greece: a
Tarigan, E. S. 2011. Profil penggunaan antibiotik di seluruh Apotek Kimia Farma
Bandung selama periode 2008-2010 [Skripsi]. Jatinangor: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
Widayati, A., S. Suryawati, C. de Crespigny and J. Hiller. 2011. Self medication with antibiotics in Yogyakarta City Indonesia: a cross sectional population-based survey. BMC Research Notes. 4: 491.
World Health Organization (WHO). 2001. Interventions and strategies to improve the use of antimicrobials in developing countries [Review]. Management
Sciences for Health Arlington, VA, United States of America. 7.
Zafar, S.N., R. Syed, S. Waqar, A.J. Zubairi, T. Vaqar, M. Shaikh, W. Yousaf, S. Shahid and S. Saleem. 2008. Self-medication amongst Universisty Student of Karachi: Prevalence, Knowledge and Attitude. J Pak Med Association