USULAN PENELITIAN PENGARUH SUHU SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK NANOKAPSUL KAROTENOID DARI Spirulina platensis DENGAN ENKAPSULAN GUM ARAB DAN WPC Disusun oleh: RAKHMAT HIDAYAT 12/331597/PN/12701 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
USULAN PENELITIAN
PENGARUH SUHU SPRAY DRYING TERHADAP
KARAKTERISTIK NANOKAPSUL KAROTENOID DARI Spirulina
platensis DENGAN ENKAPSULAN GUM ARAB DAN WPC
Disusun oleh:
RAKHMAT HIDAYAT12/331597/PN/12701
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Karotenoid merupakan pigmen yang paling umum terdapat di alam dan
disintesis oleh semua organisme fotosintetik dan fungi (Vilchez et al., 2011). Sumber
karoten yang paling penting berasal dari tumbuhan. Senyawa β-karoten memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga banyak dimafaatkan untuk fortifikasi pada
bahan pangan. Pada tumbuhan dan algae, Salah satu sumber karotenoid yang diperoleh
dari kelompok alga adalah Spirulina platensis. Karotenoid memberikan konstribusi
yang besar bagi berbagai sektor kehidupan terutama sebagai sumber vitamin A yang
bermanfaat bagi organ visual, pewarna makaan, bahan aditif pada makanan, penambah
sel darah merah, antioksidan, antibakteria, meningkatkan imunitas, serta pengganti sel-
sel yang rusak (Ndiha dan Limantara, 2009).
Spirulina platensis merupakan mikroalga bersifat multiseluler yang termasuk
dalam golongan cyanobacterium mikroskopik berfilamen, memiliki lebar spiral antara
26-36 μm dan panjang spiralnya antara 43-57 μm. S. platensis merupakan salah satu
mikroalgae penghasil karotenoid. S. platensis mengakumulasi β-karoten lebih dari 0,8-
1,0% berat keringnya (Fretes, 2012). Kandungan β-karoten pada S. platensis yaitu
23000 IU per 10 gram, nilai tersebut lebih tinggi daripada β-karoten wortel, brokoli dan
pepaya, yang masing-masing nilainya per ½ cup setara dengan 100 gram yaitu 7250 IU,
3229 IU dan 8867 IU (Henrikson, 2000).
Senyawa karotenoid dari S. platensis dapat diperoleh dengan cara ekstraksi.
Menurut Wahyu dan Yanuar (2010), ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari
bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak subtansi yang dinginkan tanpa melarutkan mineral lain. Dalam
penelitiannya, Wahyu dan Yanuar (2010) melakukan ekstraksi karotenoid dari S.
platensis menggunakan pelarut n-hexan dengan sampel berbentuk flakes dan bubuk.
Kadar optimum ekstraksi karoten untuk sampel flakes diperoleh pada kondisi
temperatur 47,1°C selama 3,5 jam, sedangkan untuk sampel bubuk diperoleh pada
kondisi temperatur 51,9°C selama 3,4 jam.
Karotenoid mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak,
mudah diisomerisasi dan dioksidasi, menyerap cahaya, meredam oksigen singlet,
memblok reaksi radikal bebas dan dapat berikatan dengan permukaan hidrofobik
karotenoid berada dalam lemak bersama-sama dengan klorofil. (Dutta et al., 2005).
Rendahnya stabilitas karotenoid terhadap panas, oksigen dan cahaya, menuntut adanya
suatu usaha untuk melindunginya, salah satunya yaitu dengan enkapsulasi. Enkapsulasi
merupakan sebuah proses, dimana bahan aktif pada material inti dikemas dalam sebuah
dinding untuk membentuk kapsul. Saat ini, sudah berkembang beberapa teknologi
enkapsulasi yaitu dengan mikroenkapsulasi dan nanoenkapsulasi. Menurut Ezhilarasi
(2012) mikrokapsul adalah partikel dengan diameter antara 3 sampai 800 μm,
sedangkan nanokapsul adalah partikel koloid dengan ukuran diameter mulai dari 10
sampai 1.000 nm. Dibandingkan dengan teknik mikroenkapsulasi, maka
nanoenkapsulasi produk pangan akan memberikan beberapa keunggulan, diantaranya
dalam hal peningkatan rasa, warna, tekstur, flavor, konsistensi produk, absorpsifitas dan
ketersediaan komponen bioaktif (Greiner, 2009). Partikel dengan ukuran nano
memungkinkan terjadinya distribusi yang lebih baik pada produk serta dapat
memperluas permukaan kontak partikel dengan bahan. Selain itu, nanoenkapsulasi
memungkinkan bahan aktif untuk lepas secara berkala melalui lapisan enkapsulan,
sehingga hal ini juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan aktif (Won et al.,
2008).
Pemilihan enkapsulan untuk mendapatkan ukuran nano sangat menentukan
keberhasilan nanoenkapsulasi. Alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan penyalut
atau enkapsulan adalah gum arab dan konsentrat protein whey. Gum arab bersifat tidak
larut dalam minyak dan pelarut organik yang memiliki sifat unik, namun larut dalam air
pada konsentrasi mencapai 40-50% (Yogaswara, 2008). Gum arab merupakan sebuah
zat pengelmusi yang dapat menjadi stabilizer yang baik untuk emulsi minyak dalam air.
Penggunaan konsentrat protein whey berfungsi sebagai emulsifier dan pembentukan
film sedangkan gum arab sebagai karbohidrat berfungsi sebagai filler dan pembentuk
matriks. Gum arab dan konsentrat protein whey dalam hal ini berfungsi sebagai
emulsifier dan pembentuk film, sehingga harapannya dengan menggunakan kombinasi
antara gum arab dengan konsentrat protein whey mampu menghasilkan sifat emulsi dan
enkapsulasi bahan inti dengan lebih baik. Gardjito et al. (2006) menyatakan bahwa
kombinasi enkapsulan konsentrat protein whey : gum arab (1:2) untuk mikrokapsul β-
karoten dari buah labu kuning menghasilkan dinding mikrokapsul yang lebih tebal dan
rapat dibandingkan kombinasi enkapsulan konsentrat protein whey : maltodekstrin.
Artinya, gum arab memiliki potensi yang besar dalam membentuk dinding yang lebih
tebal dan rapat. Salah satu metode nanoenkapsulasi yang sering digunakan yaitu dengan
spray drying.
Keuntungan spray dryer antara lain adalah kelarutan bahan kering yang
dihasilkan sangat baik karena partikelnya yang halus, mudah terdispersi dalam air,
kontak dengan panas sangat singkat dan mudah untuk mengoperasikannya (Sutejo,
1999). Suhu spray drying dapat mempengaruhi struktur nanokapsul. Ketidaksesuaian
antara bahan pengkapsul dan suhu spray drying dapat mengakibatkan adanya retakan
pada dinding kapsul yang dapat mengakibatkan kebocoran dan menurunkan retensi
bahan aktif. Beberapa penelitian dengan karotenoid menyebutkan suhu inlet dan outlet
80-60°C yang digunakan Gardjito et al. (2006) untuk mikroenkapsulasi β-karoten dari
buah labu kuning dengan enkapsulan whey dan karbobidrat, suhu 90-50°C yang
digunakan Hidayah et al. (2012) untuk mikroenkapsulasi Spirulina platensis dengan
pati tapioka termodifikasi, dan suhu 175-95°C yang digunakan loksuwan (2007) untuk
mikroenkapsulai β-karoten murni dengan menggunakan pati tapioka termodifikasi, pati
tapioka murni, dan maltodekstrin.
Dengan mengimplementasikan kondisi nanoenkapsulasi yang sesuai, produk
nanokapsul akan mempunyai sifat dan fungsi seperti yang diinginkan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu spray drying terhadap karakteristik
nanokapsul karotenoid dari Spirulina platensis dengan enkapsulan gum arab dan
konsentrat protein whey.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh suhu inlet dan outlet terhadap karakteristik nanokapsul
karotenoid dari Spirulina platensis dengan enkapsulan gum arab dan WPC
2. Mendapatkan produk nanokapsul karotenoid dari Spirulina platensis yang
memiliki retensi yang tinggi
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
dan pengetahuan mengenai pengaruh suhu spray drying terhadap karakteristik
nanokapsul karotenoid dari Spirulina platensis yang dienkapsulasi dengan gum arab dan
WPC serta Mendapatkan produk nanokapsul karotenoid dari Spirulina platensis yang
memiliki retensi yang tinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karotenoid
Karotenoid merupakan pigmen organik yang terdapat secara alami pada
khromoplast dari tanaman, organisme photosintesis seperti alga (Spirulina plantesis,
Dunaliella sp) serta beberapa tipe dari jamur dan bakteri (Wahyu dan Yanuar, 2010).
Karotenoid memegang dua peranan penting pada tanaman dan alga yaitu untuk
menyerap energi cahaya yang akan digunakan dalam proses fotosintesisi dan
melindungi klorofil dari fotodamage (Armstrong G.A., Hearst J.E., 1996). Pada
organisme fotosintesis, khususnya tanaman, karotenoid memegang peranan yang sangat
penting dalam reaksi utama fotosintesis karena berpartisipasi dalam proses transfer
energi, atau melindungi reaksi utama dari auto-oxidation. Pada organisme non-
fotosintesis, khususnya manusia karotenoid berhubungan dengan mekanisme
pencegahan oksidasi (Cogdell et al., 2000).
Sifat-sifat dari karotenoid yaitu karotenoid dapat rusak jika disimpan pada
tempat yang terdapat oksigen. Perawatan yang baik harus dilakukan untuk memastikan
bahwa sample yang digunakan seperti untuk investigasi bebas dari peroksida dan
produk degradasi lainnya. Karotenoid radikal dan ion radikal stabil dengan adanya
delokalisasi dari elektron yang tidak berpasangan sepanjang rantai polyene dan
mempunyai sifat khusus yang berkaitan dengan fungsi dari karotenoid. Misalnya pada
fotosintesis dan anti-oksidan atau pro-oksidan (Wahyu dan Yanuar, 2010).
Sifat fisik dan kimia dari karotenoid dipengaruhi oleh interaksi dengan molekul
lainya, seperti lemak dan protein. Karotenoid dapat mempengaruhi struktur, sifat matrik
dari molekul yang berada disekitarnya. Karotenoid merupakan senyawa kimia yang
sangat hidrophobik, sehingga akan diasosiasikan dengan lemak atau struktur hirophobic
atau membran. Molekul hidrophobic sering dilokasikan ke membran alami dan
merupakan bagian integral struktur membran komplek, karena hidrophobik yang sangat
tinggi, karotenoid menunjukan kecenderungan untuk mengalami aggregrasi dan
kristalisasi. Aggregation mengubah sifat dari karotenoid seperti penyerapan cahaya dan
kereaktifan kimia (Wahyu dan Yanuar, 2010).
Karotenoid merupakan kelompok pigmen alami yang penting dan menyuplai
70% kebutuhan manusia akan vitamin A. Karotenoid memberikan konstribusi yang
besar bagi berbagai sektor kehidupan terutama sebagai sumber vitamin A yang
bermanfaat bagi organ visual, pewarna makaan, bahan aditif pada makanan, penambah
sel darah merah, antioksidan, antibakteria, meningkatkan imunitas, serta pengganti sel-
sel yang rusak (Ndiha dan Limantara, 2009).
Karotenoid menunjukan aktivitas biologis sebagai anti-oksidan, mempengaruhi
pertumbuhan regulasi sel, memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh. Anti-
oksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi radikal bebas. Pada
manusia reaksi oksidasi didorong oleh spesies oksigen reaktif, yang tidak dinonaktifkan
oleh karotenoid maka akan menyebabkan kerusakan protein dan mutasi DNA dan pada
akhirnya akan menyebabkan penyakit kardiovaskular, beberapa jenis kanker, penyakit
degenaratif, dan penuaan. Karoteoid mampu menyerap energi eksitasi singlet oksigen
radikal ke dalam rantai, sehingga melindungi jaringan dari kerusakan kimiawi (Rao dan
Rao, 2007).
B. Spirulina platensis Sebagai Sumber Karotenoid
Spirulina platensis merupakan mikroalga bersifat multiseluler yang termasuk
dalam golongan cyanobacterium mikroskopik berfilamen, memiliki lebar spiral antara
26-36 μm dan panjang spiralnya antara 43-57 μm (Yudiati et al., 2011). Menurut
Babadzhanov et al. (2004) Spirulina secara alami hidup di perairan tawar hingga
salinitas tinggi (salinitas 15-30 ppt). Mikroalga jenis ini termasuk mikroalga yang
mudah untuk dibudidayakan, karena budidayanya dapat dilakukan di dalam maupun di
luar ruangan, dan pemanenannya mudah dilakukan. Morfologi Spirulina platensis dapat
dilihat pada gambar 1. Klasifikasi Spirulina platensis Menurut Kabinawa (2006) adalah
sebagai berikut:
Devisi : Chyanophyta
Kelas : Chyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis
Gambar 1. Morfologi Spirulina platensis (Tsuki, 2003)
Spirulina platensis mengandung β-karoten, klorofil-α dan pigmen fikosianin
yang merupakan pewarna alami dan mempunyai aktivitas antioksidan tinggi (Yudiati et
al., 2011). Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai dapat juga menurunkan ke-
jadian penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, dan
osteoporosis. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan juga dapat
meningkatkan status imunologis dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif
akibat penuaan. Oleh sebab itu, kecukupan asupan antioksidan secara optimal
diperlukan pada semua kelompok umur. Antioksidan juga merupakan senyawa yang
dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
reaktif yang dapat me-nghambat kerusakan sel (Winarsi, 2007). Komposisi nutrisi dari
Spirulina platensis bergantung pada kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Komposisi
nutrisi Spirulina platensis bubuk komersial yang dibudidayakan di air tawar dapat
dilihat pada tabel 1 dan Spirulina plantesis kering bentuk flakes (A) dan bentuk serbuk
(B) dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Spirulina plantesis kering bentuk flakes (A) dan bentuk serbuk (B) (Wahyu