BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urtikaria atau dikenal dengan istilah hives dan dalam istilah
awam lebih dikenal dengan istilah kaligata atau biduran.adalah
reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi dipermukaan
kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subjektif
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Secara umum urtikaria
dibagi menjadi bentuk akut dan kronis, berdasarkan durasi penyakit
dan bukan dari bercak tunggal. Disebut akut apabila serangan
berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung selama 4 minggu
tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut digolongkan
sebagai urtikaria kronik.Urtikaria akut lebih sering terjadi pada
anak muda, umunya laki-laki lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering terjadi wanita
usia pertengahan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita
oleh penderita atopik1,2,3
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan Laporan kasus ini antara lain.
1. Memberikan informasi tentang Urtikaria Akut
2. Memberikan informasi tentang Penangan dan perawatan pasien
dengan Urtikaria Akut
1.3 Manfaat
1. Mengetahui tentang Urtikaria Akut
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang Penangan dan
perawatan pasien dengan Urtikaria Akut
3. Mengetahui protokol dalam tatalaksana pasien dengan Urtikaria
Akut
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Urtikaria Sinonimnya : Hives, Nettle Rash, Cnidosis, Biduran1,2,
merupakan suatu reaksi vaskuler di kulit maupun membran mukosa yang
timbul mendadak akibat berbagai macam sebab dengan gambaran lesi
yang eritem, edema, dan sering disertai rasa gatal.2 Biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, dapat berlangsung antara 30 menit sampai dengan 36
jam,3 berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan pasien biasanya gatal,
rasa tersengat atau tertusuk.1
Gambar 2.1 Gambaran klinis urtikaria : eritem, edema, dan sering
disertai rasa gatal. 4, 6
2.2Epidemiologi
Urtikaria sering dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada
usia dewasa dibandingkan dengan yang lebih muda. Sheldon (1951)
menyatakan bahwa usia rata-rata pasien urtikaria adalah 35 tahun
dan jarang dijumpai pada usia kurang dari 10 tahun atau lebih dari
60 tahun.1 Secara imunologik, dari data yang dikumpulkan sejak
tahun 1987, urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan
alergi pada kulit yang paling sering dikemukakan oleh pasien.2
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan
orang normal. Tidak terdapat perbedaan frekuensi jenis kelamin baik
laki-laki maupun perempuan. Umur, ras, pekerjaan, letak geografis,
dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang
dipengaruhi IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang paling sering
menimbulkan urtikaria.1
2.3Etiopatogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi transudasi cairan yang
menyebabkan pengumpulan cairan setempat. Hal ini menimbulkan
gambaran klinis edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler terjadi akibat pelepasan mediator
(histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis
(SRSA), dan prostaglandin) oleh sel mast dan atau basofil. Selain
itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik
(kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin) di dalam sel
mast.
Pada penelitian mengenai urtikaria, ternyata hampir 80% kejadian
tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebabnya bermacam-macam dan
telah dapat digolongkan menjadi faktor imunologik, nonimunologik,
genetik,dan faktor pemberat atau modulasi.
Gambar 2.2 Diagram skematik dari aktivitas sel mast kutis oleh
Imunoglobulin G (IgG) Antireseptor antibodi, diikuti dengan
aktivasi sistem komplemen mengeluarkan C5a dan tambahan dari sel
mast
Faktor imunologik lebih berperan dalam urtikaria akut
dibandingkan kronik. Biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast
dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan IgE, maka akan terjadi degranulasi sel
sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini jelas terlihat
pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik
maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilaktosin (C3a,
C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya akibat
venom atau toksin bakteri.
Ikatan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilaktosin. Urtikaria akibat kontak dapat terjadi setelah
pemakaian bahan anti serangga, kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter.
Pada faktor nonimunologik siklik AMP memegang peranan penting
pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin
dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin,
dan beberapa antibiotik berperan dalam keadaan ini. Bahan
kolinergik, seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik
langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator.
Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan
pemijatan, dapat secara langsung merangsang sel mast. Beberapa
keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang
langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas.
Pada beberapa kasus faktor genetik berperan penting dalam
timbulnya lesi urtikaria, misalnya pada angioneurotic edema
herediter dimana terdapat defisiensi alfa-2 glikoprotein yang
menghambat aktivasi komponen pertama dari komplemen.
Beberapa faktor lain yang juga dapat berperan menyebabkan
urtikaria adalah alkohol, panas, demam, latihan fisik, stres
emosional, dan hormonal. Pemyakit autoimun dapat pula merangsang
timbulnya urtikaria.
Gambar 2.3Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang
Menimbulkan Urtikaria(1)
2.4Klasifikasi
Dikenal ada dua bentuk urtikaria, yaitu urtikaria akut dan
kronik. Disebut akut jika gejala berlangsung kurang dari 6 minggu
atau berlangsung selama 4 minggu tetapi berlangsung setiap hari.
Jenis urtikaria ini biasanya mengenai kelompok dewasa muda dan
penyebabnya mudah diketahui. Suatu jenis urtikaria dinyatakan
sebagai urtikaria kronik jika berlangsung lebih dari 6 minggu dan
biasanya mengenai kelompok usia pertengahan dan cenderung kambuh
berulang.1,2
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut
bentuknya, yaitu urtikaria papular jika berbentuk papul, gutata
jika besarnya sebesar tetesan air, dan girata jika ukurannya lebih
besar dari gutata. Terdapat pula yang anular maupun arsinar.
Menurut luas dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan menjadi
lokal, generalisata, dan angioedema jika urtika mengenai lapisan
kulit yang lebih dalam dari dermis, dapat di submukosa atau
subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, dan organ
kardiovaskuler. Ada pula yang menggolongkan urtikaria berdasarkan
penyebabnya, yaitu :
1. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik
1. Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I)
Pada atopi
Antigen spesifik (polen, obat, venom)
1. Berhubungan dengan komplemen
Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)
Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
Defisiensi C1esterase inhibitor (genetik)
1. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak)
1. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik
1. Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator
(misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras).
1. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat
(aspirin, OAINS, golongan azodyes).
1. Trauma fisik, misalnya demografis, rangsang suhu, sinar, dan
bahan kolinergik.
1. Urtikaria idiopatik; tidak jelas penyebab dan
mekanismenya.1,2
2.5Gambaran Klinis
Keluhan subyektif biasanya berupa rasa gatal, panas, dan
tertusuk. Keluhan ini timbul 30 menit sampai dengan 36 jam atau
mungkin lebih lama. Secara klinis tampak eritema dan edema setempat
dengan batas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Besarnya dapat lentikuler, numuler, sampai plakat.
Demografisme berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang
terkena goresan benda tumpul. Pada urtika akibat tekanan urtikaria
timbul pada tempat yang tertekan.
Gambar 2.4 Pendekatan klinis pada pasien dengan urtikaria
Urtikaria akibat penyinaran biasanya timbul pada gelombang
285-320 nm dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran dan
klinis berbentuk urtikaria papuler. Hal ini harus dibuktikan dengan
tes foto tempel. Sejumlah urtikaria kronis disebabkan faktor fisik
seperti dingin, panas, tekanan, dan penyinaran.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh,
emosi, makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya
sangat gatal, ukuran urtika bervariasi dari beberapa millimeter
sampai numuler dan konfluen membentuk plakat.
2.6Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ.
Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan
urtikaria dingin.
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorokan, dan usap vagina
untuk menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi lokal.
Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes
intradermal dapat digunakan untuk mencari allergen inhalan,
makanan, dermatofita, dan kandida.
Tes eliminasi makanan dengan menghentikan sama sekali konsumsi
bahan makanan yang dicurigai menimbulkan urtikaria dan mencobanya
kembali satu persatu.
Pemeriksaan histopatologik tidak selalu diperlukan tetapi dapat
membantu penegakkan diagnosis.
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto
tempel.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis
urtikaria kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test).
Tes dengan air hangat.1,2,5,7
2.7Diagnosis Banding
1) Purpura anakfilaktoid
Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura
anakfilaktoid atau purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis
yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kesil sistemik yang
ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis, nyeri abdomen atau perdarahan GI, dan
kadang-kadang nefritis atau hematuria.
Tanda dari penyakit ini adalah ruam dimulai dengan makulopapul
merah muda yang awalnya melebar pada penekanan dan berkembang
menjadi peteki atau purpura, dimana karakteristik klinisnya adalah
purpura yang dapat dipalpasi dan berkembang dari merah ke ungu
hingga kecoklatan sebelum akhirnya memudar. Lesi cenderung untuk
timbul pada interval yang bervariasi dari beberapa hari hingga 3-4
bulan. Kurang dari 10% pada anak-anak, dapat timbul kembali ruam
yang mungkin tidak sembuh hingga akhir tahun, dan bisa juga muncul
setelah beberapa tahun.(15)
Gambar 2.6 Purpura anafilaktoid berupa makulopapul berwarna
kemerahan(9)
2) Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui
penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema
dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil
dibadan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. Gejala
kontitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh
gatal ringan, lesi pertama (Herald Patch) umumnya di badan,
soliter, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm.
Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus dipinggir. Lamanya
beberapa hari hingga beberapa minggu. (1)
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi
gambaran yang khas dengan lesi pertama hanya lebih kecil,
susunannya sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon cemara
terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam beberapa hari.
Tempat predileksinya pada badan, lengan atas bagian proksimal dan
paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.
(1)
Gambar 2.7 Pitiriasis rosea dengan eritema dan skuama
halus(9)
3) Erythema Multiforme
Secara klinis Erythema Multiforme lesinya berbentuk mulai dari
mokula, papul atau lesi urtika. Yang umumnya pertama kali menyebar
di daerah ekstremitas bagian bawah. Lesi dapat juga terdapat pada
telapak tangan dan punggung. Kebanyakan dari Erythema Multiforme
menyerang usia muda.(9)
Dari gambaran klinisnya kemungkinan pemicunya bermacam-macam
namun diperkirakan faktor utamanya adalah alergi, yaitu antara lain
disebabkan oleh HLA (Human Leukocyte Agent). Pengobatan simtomatik
dapat kita berikan untuk bentuk papul, sedangkan untuk kasus yang
berat dapat kita gunakan kortikosteroid, prednisolone dosis awal
30-60 mg/hari yang diturunkan selama 1-4 minggu.(9)
Gambar 2.8 Erythema multiforme yang terdapat pada tangan(9)
2.8Penatalaksanaan
Pengobatan urtikaria yang paling baik adalah dengan mencari dan
menghilangkan faktor penyebab timbulnya urtikaria. Apabila
penyebabnya tidak diketahui, sebaiknya faktor-faktor yang dapat
memperburuk keadaan dihindari, seperti alkohol, aspirin, latihan
fisik, dan stres emosional. Terdapat tiga jenis pengobatan
medikametosa yang cukup baik untuk mengontrol gejala pada
urtikaria, yaitu :
1. Agen simpatomimetik (epinefrin dan efedrin)
Memiliki efek yang berlawanan dengan histamin, yaitu menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah kulit superfisial dan permukaan
mukosa. Umumnya obat ini digunakan untuk urtikaria akut yang dapat
dikombinasikan dengan antihistamin.
1. Antihistamin
Antihistamin diklasifikasikan menjadi anti H1 dan H2 menurut
kemampuan menghambat aksi spesifik reseptor histamin dalam respon
jaringan. Pemberian anti H1 merupakan pilihan utama pada hamper
semua urtikaria, terutama urtikaria kronis. Antihistamin generasi
pertama diklasifikasikan menjadi 6 kelompok berdasar struktur
kimianya, yaitu etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin,
fenotiazin, dan tambahan hidroksizin hidroklorid siproheptadin.
Anti H1 ini tergolong efektif untuk mengatasi gejala urtikaria,
tetapi menimbulkan efek samping berupa sedasi. Efek sedasi terutama
disebabkan oleh golongan amino alkil ether dan fenotiazin. Efek
depresi terhadap susunan saraf pusat terjadi bila AH1 dikonsumsi
bersamaan dengan alkohol. Efek terhadap SSP meliputi dizziness,
tinnitus, inkoordinasi, dan diplopia.
Pada umumnya efek pemakaian antihistamin ini terlihat dalam
waktu 15-30 menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya
pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi antara 3-6 jam.
Saat ini telah dikembangkan AH1 generasi kedua yang efek sedasinya
rendah, seperti derivate terfenadin, astemizole, cetirizin, dan
loratadin. Apabila penggunaan satu macam obat antihistamin tidak
efektif, maka obat lain dari kelas farmakologi yang berbeda dapat
digunakan. Jika masih gagal, maka dapat dikombinasikan 2 obat dari
kelas yang berbeda.
1. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat dilakukan pada urtikaria yang
akut dan berat, tetapi sebisa mungkin diminimalisasi penggunaannya
karena efek samping kortikosteroid lebih besar dibandingkan dengan
keuntungan terapinya.
Gambar 2.9 Bagan algoritma tatalaksana urtikaria kronis
idiopatik
Pada gigitan serangga akut dapat diberikan infus dengan plasma
fresh frozen yang obyektif dengan pemberian plasma yang mengandung
C1esterase inhibitor, C2, dan C4. Hal yang terpenting adalah segera
melakukan tindakan mengatasi edema larings. Pengobatan dengan
antienzim, misalnya antiplasmin dimaksudkan untuk menekan aktivitas
plasmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen-antibodi.
Preparat yang biasanya digunakan adalah ipsilon dan trasilol.
Pada pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya dilakukan pada
urtikaria dingin dengan melakukan sensitisasi air pada suhu 100 C
(1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu dan
serbuk sari desensitasi mula-mula dengan allergen dosis kecil 1
minggu dua kali kemudian dosis dinaikkan dan dijarangkan
perlahan-lahan sampai batas yang dapat ditoleransi oleh pasien.
Eliminasi diet dapat dilakukan pada pasien yang sensitive terhadap
makanan tertentu. Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara
simtomatik, misalnya antipruritus dalam bedak atau bedak kocok.
2.9Prognosis
Urtikaria akut prognosinya lebih baik jika dibandingkan dengan
urtikaria kronis karena penyebabnya dapat diketahui sehingga dapat
lebih cepat diatasi.1
BAB 3. LAPORAN KASUS
Urtikaria Akut
3.1IDENTITAS PENDERITA
Nama: Nn. D
Umur: 21 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Agama: Islam
Pekerjaan: Mahasiswi
Alamat: Bagorejo, Gumuk Mas, Jemer
Tanggal pemeriksaan : 5 Agustus 2014
3.2ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Kemerahan yang gatal pada lengan dan menjalar ke kaki dan
wajah.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang wanita mengeluhkan kulit kemerahan yang gatal,
mula-mula muncul di lengan atas dan kemudian menjalar ke kaki dan
bagian wajah, sekitar mata sebelah kiri. Gatal kemerahan ini muncul
kurang lebih satu hari yang lalu. Kemerahan yang terjadi pada kulit
pasien awalnya seperti bintik-bintik seperti terkena gigitan
serangga (nyamuk) yang kemudian meluas. Rasa gatal yang dirasakan
pasien disertai rasa panas dan tidak disertai rasa nyeri. Bengkak
yang tadinya muncul juga dirasakan pasien mulai mengempis. Dua hari
sebelumnya pasien mengaku meminum antibiotik (Amoxicillin) setengah
tablet dan vitamin B dua tablet yang ternyata telah kadaluarsa.
Tidak didapatkan riwayat demam setelah minum obat dan menurut
pasien, pasien tidak minum obat tertentu selama dua bulan
terakhir.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa: disangkal
Riwayat alergi obat: disangkal
Riwayat alergi makanan: disangkal
Riwayat asma: disangkal
Riwayat bersin-bersin pagi hari : (+) kadang-kadang pasien
bersin-bersin pada pagi hari terutama jika cuaca dingin
Riwayat atopi: pasien mengaku pernah menderita ekzema saat
berusia sekitar 15 tahun
1. RiwayatKeluarga
Riwayat sakit serupa: disangkal
Riwayat alergi obat: disangkal
Riwayat alergi makanan: disangkal
Riwayat asma: disangkal
Riwayat DM: disangkal
1. RiwayatKebiasaan
Pasien merupakan seorang mahasiswi. Selama ini pasien mengaku
tidak menderita penyakit serupa tetapi pernah menderita ekzema dan
memiliki kulit yang cenderung kering. Pasien mandi dua kali sehari
dengan sabun antiseptik dan jarang menggunakan sunblock jika
berkegiatan outdoor.
Pasien makan tiga kali sehari, dengan nasi dan sayur serta lauk
pauk seperti telur, ayam, tempe dan tahu. Pasien tidak pernah
mengalami gatal atupun kelainan lain setelah mengkonsumsi makanan
tersebut.
Selama ini pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dalam
jangka waktu panjang maupun kontak dengan bahan-bahan tertentu
dalam waktu lama maupun bahan tertentu yang menyebabkan
gatal-gatal.
1. RiwayatEkonomi
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penderita hidup
dengan orang tuanya. Kebutuhan sehari-hari dicukupi oleh orang
tuanya.
3.3PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum: cukup
Kesadaran: AVPU
Tanda-tanda vital:
Nadi: 78 x/menit
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Respiratori rate: 18 x / menit
Temperature: 36,2
1. Kepala/ leher: anemis/icteric/sianosis/dipsneu: - / - / - /
-
1. Thorax
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak teraba
P: bebas jantung ICS IV parasternal dekstra sampai ICS V
midclavicular line sinistra
A: S1 S2 tunggal, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (+)
Pulmo:
I: Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan
gerak
P: fremitus (+/+)
P: sonor
A: vestibular +/+, ronkhi -/- wheezing -/-
1. Ekstremitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas, dan tidak ada oedem di
keempat ekstremitas
1. Status dermatologis
Regio antebrachii dekstra dan sinistra : tampak patch eritema
dengan batas tegas, hilang dengan penekanan, tes diaskopi (+)
Regio orbita sinistra dan fasialis sinistra : edema setempat
disertai eritema.
3.4PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.
3.5DIAGNOSIS BANDING
Gigitan serangga
Erupsi obat
DermatitisKontak Alergi
3.6DIAGNOSIS
Urtikaria akut
3.7TERAPI
Non medikamentosa:
Mandi dengan air suam-suam kuku atau dingin dengan sabun yang
lembut, hindari mandi dengan air panas
Hindari pakaian yang mengiritasi (kasar, bahan wool, dll).
Melindungi kulit dari trauma
Menggunakan pelindung daerah lesi agar tidak teriritasi
Hindari faktor pencetus seperti stres psikis, kekeringan kulit,
trauma mekanis (menggaruk), fisis dan kimia
Medikamentosa :
Histrine 1 x 10 mg selama 7 hari
Mometason cream (topikal)
3.8PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Ad kosmetikam: dubia ad bonam
19
BAB IV
KESIMPULAN
Urtikaria atau dikenal juga dengan hives adalah kondisi kelainan
kulit yang berupa reaksivaskuler terhadap berbagai macam sebab,
biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi,yang mempunyai
karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit
edema atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secra cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan
menghilang secara perlahan-lahan. (1,2,3)
Terdapat bermacam-macam penyebab urtikaria, dantaranya : obat,
makanan, gigitan serangga, inhalan, kontaktan, trauma fisik,
infeksi, dan infestasi parasit, genetik dan penyakit
sistemik.Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinisyang
teliti serta pembantu diagnosis yang meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan histopatologik.Pengobatan yang paling
ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari
penyebab yang dicurigai.Terdapat pengobatan lini 1, 2, 3 yang telah
disebutkan di atas. (1,5,8)
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah S, ed Djuanda A, Hamzah M: Urtikaria dalam Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 22:169-176,
2007.
1. Adi S, ed Harahap M: Urtikaria dalam Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta: Penerbit Hipokrates 15:200-205, 2000.
1. Kaplan A P, ed Wolff K, Goldsmith L A, Katz S I, Gilchrest B
A, Paller A S, Leffell D J: Uricaria and Angioedema in Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 7th ed. The McGraw-Hill Companies
37: 330-343, 2008.
1. Anonim: Color Atlas of Skin Disease in Handbook of Skin
Diseases 12: 40, 2008.
1. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M: Diagnosis of Skin
Disorders in Clinical Dermatology 4th ed. Blacwell Publishing 3:
41-43, 2008.
1. Gober L M, and Saini S S, ed Gaspari A A, Tyring S K:
Allergic Urticaria in Clinical and Basic Immunodermatology.
Springer 27: 459-477, 2008.
1. Ber A, ed Grant-Kels J M: Perivascular Dermatitis in Color
Atlas of Dermatopathology. New York, London, Informa Healthcare 2:
5-6, 2007.
1. Grattan C E H, and Black A K, ed Burns T, Breathnach S, Cox
N, Griffiths C: Urticaria and Mastocytosis in Rooks Text Book of
Dermatology 7th ed. Blackwell Science 47: 2315-2351, 2004.