TUGAS PBL BLOK GIJAL DAN SALURAN KEMIH SKENARIO 1 URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGING DISUSUN OLEH KELOMPOK A-14 Julian Pratama 1102008127 Muhammad Oky Firmansyah 1102008164 Dian Mardiani 1102009078 Edo Pramana Putra 1102009093 Ermi Atiyah 1102009100 Fatihah Iswatun Sahara 1102009109 Fuad Abdul Baqi 1102009118 Fitria Apriliani 1102009117 Heni Handayani 1102009131
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS PBL BLOK GIJAL DAN SALURAN KEMIH
SKENARIO 1
URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGING
DISUSUN OLEH
KELOMPOK A-14
Julian Pratama 1102008127
Muhammad Oky Firmansyah 1102008164
Dian Mardiani 1102009078
Edo Pramana Putra 1102009093
Ermi Atiyah 1102009100
Fatihah Iswatun Sahara 1102009109
Fuad Abdul Baqi 1102009118
Fitria Apriliani 1102009117
Heni Handayani 1102009131
Indah Triana Putri 1102009140
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI 2010
Urin seperti air cucian daging
Seorang anak perempuan usia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena sudah dua hari air
kencingnya berwarna seperti air cucian daging. Pada riwayat penyakit dahulu sering menderita
radang tenggorokan. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis wajah tampak
bengkak. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.
Hipotesis
F. Predisposisi
Infeksi
Kerusakan Ginjal
Gejala : Air kencing spt air cucian daging
P. Lab
ProteinuriaHematuria
Learning Objectives
I. Memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal dan saluran kemih
II. Memahami fisiologi ginjal, peran dan proses pembentukan urin serta aspek biokimia pada
urin dan komposisinya
III. Memahami tentang Glomerulonefritis
a) Definisi Glomerulonefritis
b) Etiologi Glomerulonefritis
c) Epidemiologi Glomerulonefritis
d) Klasifikasi Glomerulonefritis
e) Patofisiologi dan Patogenesis Glomerulonefritis
glomerolus dan kemudian bermuara ke dalam duktus koligens. Sel-sel epitel tubulus distal
pada sisi yang dekat ke glomerolus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat
sehingga disebut makula densa. Duktus koligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana
sel epitel dinding duktus koligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel lebih
terlihat tegas dan dinding sel pada apeks cenderung menggelembung menonjol ke lumen.
Tubulus Proksimal Tubulus Distal Duktus Koligens
Pembuluh darah masuk ke glomerolus melalui A.afferent, di dalam kapsula
Bowman A.afferent bercabang membentuk glomerolus kemudian menyatu kembali dan
keluar sebagai A.efferent. Daerah tempat masuknya pembuluh darah di kapsulal Bowman
disebut polus vaskularis. Sedangkan daerah tempat kapsula Bowman bersambungan
dengan tubulus proksimal disebut polus urinarius. Pada polus vaskularis korpus Malphigi
terdapat struktur khusus yang disebut dengan aparatus juksta glomerolus. Aparatus juksta
glomerolus terdiri atas sel jukstaglomerolus, makula densa dan sel mesangial ekstra
glomerolus (polkissen). Di luar glomerolus tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari
tunika muskularis dinding A.afferent berubah menjadi besar.
(Junqucra L.C et al, 2005)
II. Memahami fisiologi ginjal, peran dan proses pembentukan urin serta aspek biokimia pada
urin dan komposisinya
Fisiologi Ginjal
Fungsi spesifik ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.2. Mengatur jumlahdan konsentrasi sebagian besar ion CES3. Memelihara volume plasma yang sesuai 4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa5. Memelihara osmolaritas6. Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh7. Mengekskresikan banyak benda asing8. Mensekresikan eritropoietin 9. Mensekresikan renin 10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif
Ginjal membentuk urin ;
Dimulai dari sepasang ginjal yang merupakan organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen. Setiap ginjal dipasok darah oleh arteri renalis dan vena renalis. Kemudian ginjal mengolah plasma menjadi urin, menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Urin dialirkan ke pelvis renalis lalu ke ureter yang kemudian bermuara ke vesika urinaria (kandung kemih). Kandung kemih merupakan kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
Ureter wanita berbentuk lurus dan pendek yang berjalan langsung dari leher kandung kemih ke luar tubuh. Sedangkan ureter pria jauh lebih panjang dan melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh , melewati kelenjar prostat dan penis. Ureter pria memiliki fungsi ganda sebagai saluran untuk mengeluarkan urin melalui kandung kemih dan saluran semen dari organ reproduksi. Kelenjar prostat hanya ada pada pria yang terletak di bawah leher kandung kemih dan mengelilingi uretra. Hipertrofi prostat sering terjadi pada usia pertengahan sampai lanjut yang dapat menyumbat uretra secara parsial atau total.
Nefron adalah satuan fungsional ginjal
Ginjal terdiri dari satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang disebut nefron. Nefron merupakan satuan terkecil yang mampu membentuk urin. Fungsi utama ginjal adalah menghasilkan urin dan mempertahankan stabilitas komposisi CES.
Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus. Komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler berbentuk bola untuk tempat filtrasi air dan sebagian zat dalam darah. Dari arteri renalis yang kemudian terbagi-bagi menjadi pembuluh-pembuluh halus yaitu arteriol afferen yang menyalurkan darah ke kapiler glomerulus dan arteriola efferen tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus. Arteriola efferen adalah satu-satunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah kapiler. Komponen tubulus dari setiap nefron adalah suatu saluran berongga yang berisi cairan yang terbentuk oleh suatu lapisan sel epitel . komponen ini berawal dari kapsula bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Cairan yang telah difiltrasi mengalir ke tubulus proksimal (di dalam korteks) kemudian melewati lengkung henle (pars desendens terbenam di medula, pars ascendens kembali ke korteks) kemudian kembali ke glomerulus. Tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal yang mengalirkan isinya ke ductus atau tubulus pengumpul terbenam ke medula untuk mengosongkan cairan yang telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis ginjal.
3 proses dasar ginjal :
1. Filtrasi glomerulus Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi tubulus Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi tubulusSekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Mekanisme otoregulasi umpan balik Tubulo-Glomerulus Tekanan darah arteri
Tekanan yang mendorong ke dalam glomerulus
Tekanan kapiler glomerulus
GFR (glomerulo Filtration Rate)
Laju aliran cairan melalui tubulus
Stimulasi sel-sel makula densa untuk melepaskan zat-zat kimia vasoaktif
Pengeluaran zat-zat kimia yang menginduksi vasokonstriksi arteriol aferen
Aliran darah ke dlam glomerulus
Tekanan kapiler glomerulus ke normal
GFR ke normal
# Arteriol aferen vasokonstriksi ( aliran darah ke dalam glomerulus) tekanan darah kapiler glomerulus tekanan filtrasi netto GFR
# Arteriol aferen vasodilatasi ( aliran darah ke dalam glomerulus) tekanan darah kapiler glomerulus tekanan filtrasi netto GFR
Proses Pembentukan urin
Gbr. 1 dan 2 nephron, menunjukan proses pembentukan urin
Dalam pembentukan urine, terdapat 3 proses dasar :
Gambar 3 menunjukan gambaran alur jalan aliran yang telah melewati proses filtrasi(warna biru) dan yang kembali ke aliran darah seluruh tubuh(warna merah)
panggul, dan memebantu menunjang organ-organ panggul), dipersarafi oleh neuron motorik
yang secara terus-menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila di
inhibis, sehingga otot-otot kontraksi untuk mencegah keluarnya urin.
Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, kedua sfingter
menutup untuk mencegah tampungan urin keluar. Karena otot sfinter uretra eksternum
merupakan otot volunter, jadi bisa kita kendalikan untuk mencegah pengeluaran urinsewaktu
sfingter uretra internum terbuka (Sherwood, 2008)
Kandung kemih terisi korteks serebrum
Reseptor regang
Saraf parasimpatis neuron motorik
Sfingter uretra Kandung kemih eksterna membuka
saat neuron motorik inhibisi
kandung kemih kontrasi
sfingter uretra interna sfingter uretra eksterna terbuka secara mekanis tetap tertutup sewaktu sewaktu kandung kemih neuron motorik terangsangkontraksi
skema 1 menunjukan kontrol refleks dan volunter atas berkemih (Sherwood, 2008)
gambar 7 menunjukan komposisi urin
Kontrol refleks Kontrol volunter
III. Memahami tentang Glomerulonefritis
Definisi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah suatu kondisi penyakit dimana mekanisme kekebalan memicu
peradangan glomerulus serta proliferasi jaringan glomerulus yang dihasilkan ke membran basal,
mesangium, dan kerusakan endotelium kapiler (Papanagnou, 2008).
Glomerulonefritis adalah nefritis yang disertai peradangan lekungan kapiler dalam glomerulus
ginjal. Ini dapat terjadi dalam bentuk akut, subakut, dan kronik dan bisa sekunder terhadap
infeksi streptokokus hemolitikus. Tanda juga mendukung kemungkinan adanya mekanisme imun
atau autoimun (Dorland, 2002)
Etiologi Glomerulonefritis
Penyebab yang tepat infeksi ini tidak diketahui. Apa yang diketahui adalah bahwa infeksi
glomerulonefritis sering berikut infeksi lainnya, terutama pada saluran pernapasan bagian atas
seperti infeksi streptokokus. Glomerulonephritis biasanya terjadi pada anak-anak sekitar satu
sampai empat minggu setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan. Ada periode laten lima
hari sampai enam minggu antara infeksi dan timbulnya nefritis (radang ginjal)
Epidemiologi Glomerulonefritis
Dalam GN, ada laki-laki lebih mendapatkan kondisi dengan rasio 2:1. Hal ini terutama menimpa
anak-anak dan remaja muda, (5-15 tahun), sedangkan porsi yang lebih kecil, 10% terjadi pada
pasien di atas 40 tahun. Bagaimanapun dapat diperoleh pada setiap waktu dalam jangka hidup.
Statistik GN di Amerika Serikat akan mengungkapkan bahwa penyakit glomerular, ada 10-15%
representasi GN(Papanagnou, 2008). Immunoglobulin A (IgA) nefropati GN adalah penyebab
paling umum dari GN seluruh dunia. Meskipun telah ada penurunan kejadian GN
poststreptococal di sebagian besar negara-negara barat, masih jauh lebih umum di daerah seperti
Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan.
Klasifikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua:
Glomerulonefritis Akut ( GNA )
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Sering
ditemukan pada usia 3-7 tahun.
Glomerulusnefritis Kronik (GNK )
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak membaik atau timbul secara
spontan. Diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang
menetap.
Glomerulonefritis berdasarkan gambaran histologis
Glomerulonefritis Non-Proliferatif
Glomerulonefritis Lesi Minimal (GNLM)
GNLM merupakan salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom nefrotik dan
disebut pula sebagai nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan
IF menunjukan gambaran glomerulus yang normal. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron menunjukan hilangnya foot processes sel epitel viseral glomerulus.
Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (GSFS)
Secara klinis memberikan gambaran sindrom
nefrotik dengan gejala proteinuria masif, hipertensi,
hematuri, dan sering disertai gangguan fungsi
ginjal. Pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukan
sklerosis glomerulus yang mengenai bagian atau
segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerus terjadi
pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami kolaps. Kelainan ini
disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan komponen C3. Glomerulus yang lain
dapat normal atau membesar dan pada sebagian kasus ditemukan penambahan sel.
Glomerulonefritis Membranosa (GNMN)
GNMN atau nefropati membranosa
sering merupakan penyebab sindrom
nefrotik. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya tidak diketahui
sedangkan yang lain dikaitkan dengan
LES, infeksi hepatitis virus B atau C,
tumor ganas, atau akibat obat misalnya
preparat emas, penisilinamin, obat anti inflamasi non-steroid. Pemeriksaan
mikroskop IF ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada
dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan khusus tampak konfigurasi spike-
like pada MBG. Gambaran histopatologi pada mikroskop cahaya, IF dan
mikroskop elektronsangat tergantung pada stadium penyakitnya.
Glomerulonefritis Ploferatif
Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan menjadi GN
menjadi :
GN membranoproliferatif (GNMP)
GN mesangioproliferatif (GNMsP)
GN kresentik
Nefropati IgA dan nefropati IgM juga dikelompokkan dalam GN proliferatif .
Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP memperlihatkan proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi leukosit serta akumulasi matrik ekstraselular. Infiltarsi makrofag ditemukan
pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta double contour . Pada mikroskop IF
ditemukan endapan IgM, IgG, dan C3 pada dinding kapiler yang berbentuk granular.
(Sudoyo et all, 2009)
Patofisiologi dan Patogenesis Glomerulonefritis
Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.
Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrana basalis ginjal.
Patofisiologi
Pada dasarnya bukan sterptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma sterptococcal yang spesifik. Sehingga terbentuklah
suatu kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerolus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis
(komponen penyusun membrana basalis pada glomerolus memiliki kemiripan dengan
komponen penyusun streptococcus). Selanjutnya komplemen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endotel dan membrana basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti dengan sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler pada glomerolus
akan menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang
dibentuk oleh ginjal, sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks
komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerolus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. (IKA-UI, 1997)
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli penyebab infeksi pada
glomerolus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi
yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi
komplemenlah yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini
dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrana basalis
glomerolus itu sendiri, atau menembus membrana basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera
kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada
mesangium, sub endotel, dan epitel membranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi
terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM
atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuklah
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk kompleks
imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi
plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa proliferasi sel-sel mesangial dan matriks yang dapat
meluas diantara sel-sel endotel dan membrana basalis, serta menghambat fungsi filtrasi
simpai (kapsula Bowman) kapiler. Jika kompleks terutama terletak sub endotel atau sub
epitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan bulan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun sub epitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membrana basalis
glomerolus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membrana basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-
kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler berada di bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membrana basalis, tetapi
cenderung masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat
lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan
terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam
glomerolus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptococcus.
(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997)
Manifestasi Klinis Glomerulonefritis
Anamnesis
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau
pioderma. Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis :
1. Periode laten
a. Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul
gejala.
b. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6
minggu setelah infeksi kulit
c. Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya
merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GN.
2. Urin berwarna gelap
a. Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
b. Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran
basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
3. Edema periorbital
a. Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas saat
bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
b. Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti
dispneu dapat timbul.
c. Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
d. Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
4. Gejala nonspesifik
a. Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia muncul
pada 50% pasien.
b. 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
c. Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.
Pemeriksaan Fisik
Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau tanpa edema (paling
mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak sembab), pada kasus yang agak berat
dapat timbul gangguan fungsi ginjal biasanya berupa retensi natrium dan urin. Gejala lain
yang muncul tidak spesifik. Bila disertai dengan hipertensi, dapat timbul nyeri kepala.
Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN destruktif) dapat timbul proteinuria masif
(sindrom nefrotik), edema anasarka atau asites, dan berbagai gangguan fungsi ginjal yang berat.
1. Sindrom Nefritis Akut
a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa
klinis GN.
b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
2. Edema
a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter
b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan urin
menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan
terjadinya edema.
3. Hipertensi
a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.
b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke arah
lebih kronis atau bukan merupakan GN.
d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.
g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit
neurologis.
4. Oliguria
a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
5. Hematuria
a. Muncul secara umum pada semua pasien.
b. 30% gross hematuria.
6. Disfungsi ventrikel kiri
a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat
timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
b. Pada kasus yang jarang, GN dapat menunjukkan gejala perdarahan pulmonal.
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut
pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih
dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokokus
atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3
kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti adanya
infeksi streptokokus, hal tersebut belum bdapat memastikan bahwa
glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi streptokokus. Gejala
klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal
memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80% pada
pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase (anti-
NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah faringitis. Titer
antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan akan menurun
setelah beberapa bulan.
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan
konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GN. Pada
pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling
lama 30 hari setelah onset.
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan
GN akut sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami perubahan
cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis
metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga
hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria muncul
pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular. Terdapat
gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam.
Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi hari,
terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya menghilang dalam
waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat
muncul meskipun klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4,
biasanya menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range
dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk.
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia normositik
normokrom.
b) Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difus. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu
terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur.
Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptococcus.
Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20x