Top Banner
URGENSI EKSAMINASI PUBLIK TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN GUNA MEWUJUDKAN PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Zulkarnain . Abstrak: Penegakan hukum memiliki tujuan utama untuk memberikan keadilan kepada masyarakat, namun tidak jarang putusan pengadilan mengandung banyak kontroversi dan menyimpang jauh dari rasa keadilan. Oleh karena itu, maka terhadapnya perlu dilakukan eksaminasi untuk mengetahui kesalahan dan kebenaran secara formal atau materiil dari putusan tersebut. Eksaminasi tersebut bisa dilakukan secara internal examination atau bisa juga lewat partisipasi publik melalui eksaminasi yang bersifat external/public examination. Eksaminasi Publik yang menguji kebenaran putusan pengadilan yang inkracht van gewisjde secara akademik-ilmiah merupakan hal yang sangat urgen dalam mewujudkan lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa. Sifatnya yang eksternal, menjadikan eksaminasi publik lebih terjamin netralitas dan keluhurannya dalam menunjang tegaknya supremasi hukum yang berkeadilan. Kata-kata kunci: putusan pengadilan, eksaminasi publik, peradilan berwibawa Pada akhir tahun 2002, perdebatan mengenai eksaminasi publik menjadi marak setelah Indonesia Corruption Watch (ICW) memfasilitasi kalangan Perguruan Tinggi untuk melembagakan eksaminasi yang dilakukan oleh publik ini. Hal itu tidak lepas dari prihatinnya kalangan Perguruan Tinggi dan masyarakat . Zulkarnain adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang dan Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Brawijaya 1
23

URGENSI EKSAMINASI

Feb 28, 2023

Download

Documents

Iwan Nugroho
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: URGENSI EKSAMINASI

URGENSI EKSAMINASI PUBLIKTERHADAP PUTUSAN PENGADILAN GUNA MEWUJUDKAN

PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Zulkarnain.

Abstrak: Penegakan hukum memiliki tujuan utama untukmemberikan keadilan kepada masyarakat, namun tidakjarang putusan pengadilan mengandung banyak kontroversidan menyimpang jauh dari rasa keadilan. Oleh karenaitu, maka terhadapnya perlu dilakukan eksaminasi untukmengetahui kesalahan dan kebenaran secara formal ataumateriil dari putusan tersebut. Eksaminasi tersebutbisa dilakukan secara internal examination atau bisa jugalewat partisipasi publik melalui eksaminasi yangbersifat external/public examination. Eksaminasi Publik yangmenguji kebenaran putusan pengadilan yang inkracht vangewisjde secara akademik-ilmiah merupakan hal yang sangaturgen dalam mewujudkan lembaga peradilan yang bersihdan berwibawa. Sifatnya yang eksternal, menjadikaneksaminasi publik lebih terjamin netralitas dankeluhurannya dalam menunjang tegaknya supremasi hukumyang berkeadilan.

Kata-kata kunci:putusan pengadilan, eksaminasi publik,peradilan berwibawa

Pada akhir tahun 2002, perdebatan mengenai eksaminasi publik

menjadi marak setelah Indonesia Corruption Watch (ICW)

memfasilitasi kalangan Perguruan Tinggi untuk melembagakan

eksaminasi yang dilakukan oleh publik ini. Hal itu tidak lepas

dari prihatinnya kalangan Perguruan Tinggi dan masyarakat

. Zulkarnain adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang dan MahasiswaProgram Pascasarjana Universitas Brawijaya

1

Page 2: URGENSI EKSAMINASI

terhadap banyaknya putusan pengadilan yang kian menjauhkan

diri dari rasa keadilan. Di Malang yang juga difasilitasi oleh

ICW sudah dibentuk Lembaga Eksaminasi Publik yang

merepresentasikan perwakilan dari beberapa Perguruan Tinggi di

Jawa Timur.

Namun kehadiran Lembaga Eksaminasi Publik yang tergolong

baru tersebut masih belum teruji kiprah dan perannya untuk

ikut mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa. Selain

itu, belum bisa dikonklusikan bagaimana respon dari pihak

yudikatif terhadap keberadaan lembaga yang notabene mengontrol

diri dan lembaganya. Oleh karena itu keberadaan Lembaga

Eksaminasi Publik perlu dikaji dan dievaluasi terus menerus

sebagai bentuk support dalam mewujudkan cita-cita luhur

tersebut. Kajian secara mendalam terhadap keberadaan

eksaminasi publik ini pun masih langka (jika tidak mau

dikatakan tidak ada).

Sudah menjadi communis opinio, bahwa lembaga pengadilan

(rechtank atau court) dan peradilan (rechtspraak atau judiciary) di

Indonesia mulai dari tingkat pertama atau Pengadilan Negeri

(judex factie) sampai pada lembaga peradilan tingkat Mahkamah

Agung (judex jurist) sarat dengan penyimpangan-penyimpangan yang

secara akademis-ilmiah dan konstitusional bertentangan dengan

nurani hukum. Peradilan di sini adalah yang digunakan untuk

menunjuk pada fungsi, proses atau cara memberikan keadilan

seperti dilakukan oleh pengadilan, sehingga karena itu

pengertian pengadilan mencakup pengertian peradilan (Marbun,

1987: 38-39). Kondisi tersebut jelas terbukti dengan

2

Page 3: URGENSI EKSAMINASI

banyaknya praktek peradilan yang secara kasat mata ditunjukkan

oleh para penegak hukum itu sendiri.

Banyaknya putusan pengadilan yang kontroversial dan

menyimpang dari substansi hukum telah memporak-porandakan

sistem hukum yang ada di negara hukum Indonesia ini. Seperti

yang dikemukakan Marbun (1997: 9) manakala negara hukum

diibaratkan sebatang pohon nan rindang dan indah, maka

pengadilan adalah akarnya. Akar itulah yang menopang bagi

tegak dan tumbuh suburnya pohon negara hukum. Jika pengadilan

sebagai pilar utama dari sistem hukum rapuh, maka tumbanglah

pohon negara hukum itu.

Putusan pengadilan yang kontroversial tidak lepas dari

adanya praktek-praktek ‘jahat’ dari penegak hukum yang justru

lebih jahat dari kejahatan yang diadili. Persoalan tersebut

menjadi sangat kompleks ketika begitu banyak aspek-aspek non-

yuridis yang dimasukkan pada proses peradilan dengan cara

memasukkan variabel status sosial, kemampuan ekonomi, visi

politik dan variabel yang lain dengan tujuan untuk melakukan

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau tujuan lain yang

bertentangan dengan hukum. Sehingga hal tersebut mengkaburkan

makna hukum yang semestinya mengedepankan keadilan bagi semua

(justice for all).

Dari hasil penelitian Tim ICW (2002: 117) menyimpulkan:

“Maraknya korupsi di peradilan pidana, mulai dari tahappenyelidikan sampai eksekusi menunjukkan bahwa institusiperadilan masih belum berubah. Reformasi yang salah satuamanatnya adalah pembersihan Korupsi, Kolusi danNepotisme, tidak mendapat sambutan di lingkunganperadilan. Karenanya wajar apabila dikatakan bahwa

3

Page 4: URGENSI EKSAMINASI

peradilan pidana tidak disebut dengan integrated criminal justicesystem akan tetapi integrated corruption system. Apabiladiterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bukanlah sistemperadilan pidana terpadu melainkan sistem korupsiterpadu.”

Tentu saja suatu proses penegakan hukum yang tidak benar

pasti akan menghasilkan produk hukum yang juga tidak benar.

Proses peradilan yang tidak dilakukan secara baik dan benar

akan melahirkan keputusan yang tidak benar pula baik secara

prosedural maupun secara substantif.

Namun celakanya, apapun kesalahan dan keburukan dari

putusan pengadilan yang sudah ditetapkan, haruslah dianggap

benar kendatipun secara formal dan materiil putusan tersebut

sangat bertentangan dengan undang-undang. Asas hukum res judicata

pro veritate habetur, yang memiliki maksud bahwa suatu putusan

pengadilan haruslah dianggap benar sampai ada putusan

pengadilan yang lebih tinggi menyatakan putusan tersebut

salah. Artinya, buruknya suatu putusan pengadilan harus

diterima sebagai kenyataan hukum yang absah.

Eksistensi Lembaga Eksaminasi

Dalam proses penegakan hukum di lembaga peradilan, ada

banyak tingkatan pengadilan, yaitu mulai dari pengadilan

tingkat pertama (Pengadilan Negeri), pengadilan tingkat

banding (Pengadilan Tinggi), dan pengadilan tingkat kasasi

(Mahkamah Agung), bahkan masih ada proses Peninjauan Kembali

apabila putusan kasasi Mahkamah Agung dipandang ada

kekurangan. Namun tidak jarang putusan pengadilan yang sudah

4

Page 5: URGENSI EKSAMINASI

memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) yang masih

jauh dari rasa keadilan. Sehingga masih diperlukan upaya

lanjut yang berupa pengujian atau eksaminasi terhadap putusan

pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap

tersebut.

Eksaminasi berasal dari bahasa Inggris examination yang

berarti ujian atau pemeriksaan. Apabila dihubungkan dengan

konteks eksaminasi terhadap produk peradilan (putusan

pengadilan), maka eksaminasi berarti melakukan pengujian atau

pemeriksaan terhadap produk-produk tersebut. Eksaminasi sering

juga disebut dengan legal annotation yaitu pemberian catatan-

catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan

jaksa, yang pada dasarnya prosesnya hampir sama dengan

eksaminasi (Anonim, 2002:10). Sedangkan Lembaga Eksaminasi

Publik adalah lembaga baru yang berkembang di kalangan

masyarakat Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat

sebagai bentuk partisipasi publik dalam turut mewujudkan

peradilan yang bersih dan berwibawa.

Putusan-putusan pengadilan yang dieksaminasi atau diuji

adalah putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum

tetap (inkracht van gewisjde) yang dianggap mengandung; (1)

kontroversi, (2) memiliki social impact yang tinggi, dan (3)

menjadi perhatian dunia internasional (international image).

Dalam sejarah perkembangan peradilan di Indonesia,

pengujian terhadap keputusan pengadilan dilakukan oleh

internal lembaga peradilan itu sendiri melalui wadah Lembaga

Eksaminasi yang dibentuk berdasarkan Surat Edaran Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA) Nomor 1 tahun 1967

5

Page 6: URGENSI EKSAMINASI

(Laica Marzuki, 2002: 2). Namun dengan lahirnya Orde Baru

dengan produk hukumnya yang berupa Undang-undang Nomor 14

tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, keberadaan

Lembaga Eksaminasi tidak lagi dipertahankan. Bahkan kekuasaan

kehakiman yang merdeka dirubah sedemikian rupa menjadi

kekuasaan negara yang merdeka di bawah kekuasaan presiden.

Dicabutnya lembaga eksaminasi internal serasa semakin

menambah kepincangan proses penegakan hukum. Namun masyarakat

tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya karena seluruh saluran

ke arah partisipasi publik ditutup rapat-rapat demi amannya

kekuasaan Orde Baru.

Idealnya, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan, sebagaimana dituangkan pada hasil amandemen UUD

1945 pasal 24 ayat (1) memang merupakan cita-cita hukum untuk

menjamin netralitas peradilan dalam mengadili suatu perkara.

Namun hal itu tidak bisa dijadikan tameng untuk selamanya

mengenyampingkan dan menjauhkan diri dari partisipasi publik

dalam rangka bersama-sama membangun sistem hukum yang terbuka

dan partisipatif.

Dalam konteks menuju kepada terwujudnya penyelenggaraan

negara yang bersih dan bebas KKN, keterlibatan masyarakat

sangat terbuka lebar. Dalam pasal 8 ayat (1) UU No. 28 tahun

1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dinyatakan bahwa “Peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggungjawab

masyarakat untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih.” Lebih

lanjut dalam pasal 9 ayat (1) juga dinyatakan bahwa “Peran serta

6

Page 7: URGENSI EKSAMINASI

masyarakat diwujudkan dalam bentuk: (a) mencari, memperoleh dan memberikan

imformasi tentang penyelenggaraan negara; (b) hak untuk memperoleh pelayanan

yang sama dan adil dari penyelenggara negara; (c) hak menyampaikan saran dan

pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan penyelenggara negara;

dan (d) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang

pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi dan saksi ahli sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.”

Partisipasi publik dalam rangka turut serta mewujudkan

penegakan supremasi hukum tidaklah hanya sebatas pada

ketentuan di atas. Masih banyak ranah publik yang bisa

dimanfaatkan. Salah satunya adalah ikut memberikan

pertimbangan hukum melalui kajian akademik demi pengembangan

ilmu pengetahuan hukum. Kajian akademik tersebut bisa berupa

pengujian atau eksaminasi (legal annotation) terhadap putusan

pengadilan yang diduga banyak penyimpangan hukumnya. Sehingga

secara akademis bisa menjadi rekomendasi bagi penegak hukum di

kemudian hari untuk memperbaiki kinerjanya. Namun bukan

berarti hanya terhadap putusan yang kontroversial saja yang

perlu dieksaminasi, tetapi terhadap putusan yang sudah

dianggap baik dan benar juga bisa dilakukan eksaminasi untuk

mendukung kebenarannya sehingga bisa menjadi acuan

(jurisprudence) bagi penegak hukum di masa mendatang.

Diaktifkannya kembali Lembaga Eksaminasi oleh Mahkamah

Agung walupun dengan wajah lain yaitu Tim Klarifikasi terkait

dengan hasil Peninjauan Kembali (PK) kasus Tommy Soeharto,

setidaknya sedikit membawa angin segar bagi terciptanya sistem

hukum yang kokoh. Namun sampai detik ini pun, Tim Klarifikasi

tersebut belum menyampaikan hasil kajiannya kepada publik (Ali

7

Page 8: URGENSI EKSAMINASI

Aspandi, 2002: 101-102). Sehingga manfaat dari eksaminasi

internal tersebut belum bisa dirasakan, dan evaluasi terhadap

hasil eksaminasi internal lembaga peradilan juga belum bisa

dilakukan.

Untuk turut serta dalam mewujudkan supremasi hukum

melalui pembaharuan sistem peradilan yang terbuka dan

partisipatif, maka terdapat space yang bisa dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk melakukan eksternal control terhadap proses

peradilan, yaitu dengan melakukan eksaminasi publik terhadap

putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Memang hasil dari eksaminasi publik ini tidak akan bisa

merubah keputusan yang sudah ditetapkan oleh majelis hakim,

akan tetapi hasil eksaminasi tersebut bisa menjadi cambuk bagi

hakim-hakim di masa mendatang untuk memperbaiki kinerjanya.

Perlu diketahui, bahwa putusan pengadilan yang terdahulu

seringkali dijadikan acuan (menjadi yurisprudensi) oleh hakim

berikutnya dalam memutus perkara yang sama atau serupa.

Kewenangan Lembaga Pengadilan dalam Memeriksa dan Memutus

Suatu Perkara

Sebagaimana dituangkan dalam Pasal 84 ayat (1) Undang

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) bahwa Pengadilan Negeri berwenang

mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan

dalam daerah hukumnya. Kemudian dalam Pasal 87 dinyatakan

bahwa Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang

diputus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang

dimintakan banding. Sedangkan Mahkamah Agung disebutkan dalam

8

Page 9: URGENSI EKSAMINASI

Pasal 88 bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili semua

perkara pidana yang dimintakan kasasi. Sudah pasti bahwa apa

yang dimaksud dengan kata ‘mengadili’ adalah kewenangan untuk

memeriksa dan memutus suatu perkara pidana yang diajukan untuk

diadili kepadanya sesuai hukum yang berlaku dan sesuai dengan

rasa keadilan.

Dalam upaya mewujudkan keadilan, Menurut Bismar Siregar

(1995: 34-35) bahwa penegak hukum bukan sekadar berperan

memantapkan kepastian hukum, melainkan juga keadilan. Bismar

Siregar lebih tegas mengatakan ketika memutus suatu perkara

bahwa hukum adalah sarana sedangkan keadilan adalah tujuannya.

Jika sarana harus dikorbankan demi tercapainya tujuan, maka

akan saya korbankan sarana itu. Jika demi keadilan harus

mengorbankan kepastian hukum, maka keadilanlah yang harus

diutamakan. Oleh karena itu dalam kaitan dengan ini, peran

hakim bersifat spiritual, bukan lahiriah. Karenanya, tidak

salah jika dalam Penjelasan Umum Undang Undang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman dengan tegas dicantumkan peran dan

tanggung jawab hakim dalam mewujudkan keadilan. Pada

hakikatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan

tugas-tugas badan penegak hukum sangat bergantung pada diri

manusia-manusia pelaksananya, in caso para hakim, untuk itu

ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang

hakim, yaitu; jujur, merdeka, berani mengambil keputusan dan

bebas dari pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar.

Dalam Algemeene Bepallingen van Wetgeving (AB) pasal 20 yang

dikutip oleh Mr. R. Tresna (1978:108) juga disyaratkan bahwa

“Hakim harus memberikan keputusan menurut undang-undang. Terkecuali dalam

9

Page 10: URGENSI EKSAMINASI

apa yang ditetapkan pada pasal 11, maka ia tidak sekali-kali diperkenankan

mengeluarkan pendapatnya tentang nilai dari maksud atau tentang adilnya sesuatu

undang-undang.”

Lebih lanjut Tresna (ibid.: 142) mengemukakan bahwa untuk

menyelenggarakan peradilan yang utama (suatu peradilan yang

dicita-citakan yaitu: bersih dari kecurangan, mencerminkan

keadilan, mengedepankan kepentingan masyarakat, mandiri dan

merdeka, serta bebas dari kepentingan-kepentingan pribadi),

diperlukan bentukan-bentukan pengadilan yang kokoh, rapi dan

dijalankan oleh petugas-petugas yang sengaja diangkat untuk

itu. Namun meski diangkat oleh pemerintah, kekuasaan peradilan

harus terpisah dari kekuasaan pelaksana perundang-undangan

(pemerintah) dan kepentingan di luar kepentingan hukum.

Dimasukkannya kepentingan-kepentingan non-hukum seperti

variabel status sosial, kemampuan ekonomi, visi politik dan

variabel yang lain ke dalam proses penegakan hukum menjadi

persoalan penegakan hukum yang semakin kompeks yang kemudian

mengalahkan atau mengkaburkan kepentingan hukum dan keadilan

(Mudzakkir, 2003: 1-2).

Kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus perkara

pidana berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa memang menjadi

sebuah kewenangan yang mandiri dan merdeka dari lembaga

peradilan yang memegang kekuasaan kehakiman. Namun tanggung

jawab untuk menegakkan hukum sesuai peruntukannya bukan saja

menjadi tanggung jawab hakim. Karena seperti yang dikemukakan

Wisnubroto (1997: 65) semua aparat penegak hukum berkewajiban

berkewajiban untuk mewujudkan cita hukum secara utuh yaitu

keadilan (gerechttigheid/equality), kegunaan menurut tujuan

10

Page 11: URGENSI EKSAMINASI

(zweckmaessigkeit/utility), dan kepastian hukum (rechtsicherheit/certainty),

namun harus diakui bahwa hakim mempunyai posisi yang lebih

istimewa. Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan yang

bersifat abstrak, bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai

wakil Tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan,

buktinya hakim adalah satu-satunya penegak hukum yang berani

mengatasnamakan Tuhan pada setiap putusannya.

Penyimpangan Pelaksanaan Kewenangan Peradilan, Telah

Melahirkan Keputusan Kontroversial yang Perlu di Eksaminasi

Dalam pelaksanaan kewenangan di atas, dalam prakteknya

tidak jarang bahkan sebagian besar dari putusan pengadilan

tidak mengedepankan rasa keadilan bagi masyarakat, sehingga

dalam banyak kasus putusan pengadilan sesungguhnya tidak lebih

dari sebuah akumulasi dari proses ketidakadilan. Celakanya

ketika keputusan itu dimintakan banding atau kasasi yang

diharapkan lebih mencerminkan rasa keadilan, justru Pengadilan

Tinggi atau Mahkamah Agung dalam putusannya banyak yang

mengambil alih putusan-putusan tingkat pertama begitu saja

untuk dikuatkan atau ditolak tanpa alasan dan pertimbangan

hukum yang jelas. Kalaupun ada pertimbangan, tetap saja

putusan itu tidak bergeser dan tidak representatif mewakili

rasa keadilan (Eka Iskandar, 2003: 2).

Oleh kerena itu, Karni Ilyas (2000, 29) menyatakan bahwa

sebenarnya orang yang kalah berperkara di pengadilan tidak

perlu mengajukan banding atau kasasi, kalau saja sebuah

putusan hakim sudah sesuai dengan rasa keadilan dan hukum,

tidak keliru dan tidak memihak. Dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP

11

Page 12: URGENSI EKSAMINASI

diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim, dan

menurut ayat (2) Pasal itu, apabila ketentuan tersebut tidak

terpenuhi kecuali yang tersebut pada huruf g dan i, maka

putusan tersebut batal demi hukum (lihat Penjelasan Pasal 197

dalam Andi Hamzah, 1993: 240-241). Buat apa lagi ada lembaga

banding, kasasi atau peninjauan kembali, dan untuk apa pula

pencari keadilan bersusah payah membuang waktu, biaya dan

tenaga kalau keadilan yang dicarinya sudah didapatkan melalui

pengadilan tingkat pertama. Sama halnya dengan zaman dahulu

masyarakat Indonesia tidak perlu menjalani proses peradilan

yang berbelit-belit karena semua persoalan hukum cukup

diselesaikan secara bijak oleh kepala adatnya masing-masing.

Itulah fakta mengenai hakim dan peradilan di Indonesia

yang mendeklarasikan diri sebagai rechtstaat yang seharusnya

menjadi pengayom dan pelindung rasa keadilan masyarakat. Tidak

bisa dipungkiri, semakin perkembangan masyarakat semakin maju

pada reformasi ini, praktek ‘jahat’ aparat di lembaga

peradilan semakin berkembang pula. Bahkan Harian Kompas

tanggal 1 Desember 2001 membeberkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh ICW bekerjasama dengan YLBHI dan ICM di 6

(enam) wilayah peradilan di Indonesia (Jakarta, Surabaya,

Yogyakarta, Medan, Samarinda, dan Makassar) yang menemukan

tingkat korupsi dan kolusi di pengadilan sudah sedemikian

parah yang dilakukan secara sistematis, terorganisir,

konspiratif, sehingga menyerupai ‘mafia peradilan’. Tentu saja,

proses yang tidak adil tersebut akan melahirkan putusan yang

juga tidak mencerminkan keadilan.

12

Page 13: URGENSI EKSAMINASI

Beberapa contoh kasus kontroversial yang tidak

mencermikan rasa keadilan bisa diketengahkan untuk menjadi

bahan kajian. Seperti kasus putusan bebas terhadap Hutomo

Mandalaputra melalui Peninjauan Kembali (PK) No.

78/PK/PID/2000 yang telah membatalkan keputusan Mahkamah Agung

(MA) tanggal 22 September 2000 No. 1K/PID/2000, (Anonim, 2002:

5), kasus Arifin Wardiyanto yang diputus bersalah oleh

Pengadilan Negeri Yogyakarta, yang kemudian diputus tidak

bersalah (bebas) oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta, tetapi

kemudian putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan oleh Mahkamah

Agung melalui kasasi.

Di Malang, putusan lepas yang dijatuhkan oleh majelis

hakin di Pengadilan Negeri Malang terhadap Dakwaan Korupsi

Dana KUT yang besarnya Milyaran Rupiah, juga menjadi catatan

buruk bagi lembaga peradilan. Selain itu beberapa kasus yang

putusannya kontroversial adalah, kasus terbunuhnya Masrinah,

putusan pidana mati Sumiarsih dan lain-lain.

Urgensi Lembaga Eksaminasi Publik dalam Mewujudkan Lembaga

Peradilan yang Bersih dan Berwibawa

Terhadap putusan yang kontroversial itulah, perlu

dilakukan eksaminasi secara akademik-normatif untuk mendapat

suatu kepastian hukum masalah kebenaran dan kesalahan secara

hitam putih. Eksaminasi terhadap putusan pengadilan tersebut

bisa dilakukan oleh lembaga eksaminasi internal maupun oleh

lembaga eksaminasi eksternal.

Lembaga eksaminasi internal sudah dikenal pada tahun

1967, ketika Mahkamah Agung dijabat oleh Soerjadi, yang

13

Page 14: URGENSI EKSAMINASI

mengeluarkan SEMA No. 1 Tahun 1967 sebagaimana dikutip oleh

Laica Marzuki (2002: 2) berikut:

“Mengenai eksaminasi:1. Hendaknya dalam waktu singkat:

a. Masing-masing Ketua Pengadilan Tinggi menyerahkankepada Mahkamah Agung perkara-perkara untukdieksaminasi

b. Masing-masing Ketua Pengadilan Negeri menyerahkankepada Pengadilan Tinggi yang bersangkutan perkara-perkara untuk dieksaminasi.

c. Masing-masing Ketua Pengadilan Negerimengeksaminasi perkara-perkara yang telah diputusoleh para hakim dalam lingkungannya.

2. Masing-masing eksaminasi tersebut mengenai:a. Sekaligus 3 (tiga) perkara perdata dan 3 (tiga)

perkara pidana yang telam memperoleh kekuatan hukumtetap

b. Hingga kini telah diselesaikan sebagai hakimtunggal di sana dimuat pertimbangan-pertimbanganyang terperinci.

3. Eksaminasi dalam pokoknya mengandung penilaiantentang tanggapan hakim yang bersangkutan terhadapsurat tuduhan/surat gugat, pembuatan berita-beritaacara persidangan dan susunan serta isi putusan.

4. ....... sampai angka 6.”

Eksaminasi internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung

terhadap suatu putusan hakim yang dipandang kontroversial

merupakan wujud dari fungsi pengawasan (toeziende functie) Mahkamah

Agung yakni melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya

peradilan (rechtsgang) di semua lingkungan peradilan (rechtspraad)

yang dilakukan pengadilan-pengadilan diselenggarakan secara

seksama (nawnkewring) dan wajar (fair) dengan berpedoman kepada

asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Mahkamah Agung melakukan pengawasan terhadap tingkah laku dan

14

Page 15: URGENSI EKSAMINASI

perbuatan para pejabat pengadilan (nechterlijke ambtemaen) dalam

menjalankantugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok

kekuasaan kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa dan

menyelidiki serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya (MA, 1994:14).

Namun peran lembaga eksaminasi internal di atas dalam

sejarah perkembangan peradilan di Indonesia tidak berperan

sebagaimana mestinya. Bahkan selam Orde Baru berkuasa, lembaga

eksaminasi tersebut tidak lagi ada. Dan baru pada era

reformasi ini diaktifkan kembali oleh mahkamah agung dengan

nama baru yaitu, Tim Klarifikasi. Akan tetapi hal tersebut

hanya bersifat kasuistis terhadap perkara putusan bebas Tommy

Soeharto. Sehingga praktis peran lembaga eksaminasi internal

sampai sekarang belum terbukti.

Selain bisa dilakukan dengan eksaminasi internal, putusan

pengadilan yang diduga kontroversial itu bisa dilakukan oleh

lembaga eksaminasi eksternal yang pada akhir tahun 2002 mulai

digiatkan, yaitu Lembaga Eksaminasi Publik.

Eksaminasi publik ini menjadi penting, karena selama ini

pihak-pihak yang melakukan eksaminasi secara resmi dan

terorganisir sangat langka. Hal inilah yang menjadi salah satu

alasan mengapa eksaminasi putusan peradilan oleh masyarakat

perlu didorong dan ditumbuhkan, selain karena eksaminasi yang

dilakukan oleh Mahkamah Agung tidak dapat diketahui masyarakat

guna kajian ilmiah.

Eksaminasi publik terhadap suatu putusan hakim pada

hakikatnya merupakan social control terhadap substansi putusan

badan-badan peradilan. Sementara putusan badan-badan peradilan

15

Page 16: URGENSI EKSAMINASI

merupakan wujud rechtsprekende functie dalam melakukan amanah

kekuasaan kehakiman. Eksaminasi publik terhadap putusan hakim

merupakan eksternal control terhadap badan-bdan peradilan. Hasil

telaah eksaminasi publik tersebut merupakan masukan bagi

Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada

dibawahnya (Laica Marzuki, op.cit.: 1-2).

Pentingnya keberadaan Lembaga Eksaminasi Publik menurut

Silaban (2002: 2) bisa terlihat apabila terlebih dahulu

ditempuh dengan cara mensosialisasikan keberadaannya kepada

masyarakat, kemudian mengumumkan hasil eksaminasi tersebut

kepada publik sehingga menjadi bahan kajian ilmiah dan

evaluasi bagi masyarakat terhadap penegak hukum yang

bersangkutan. Lebih bermanfaat lagi apabila dilakukan secara

two way traffict communication dengan masyarakat memberi tanggapan

terhadap hasil eksaminasi. Sehingga hasil eksaminasi bisa

dilengkapi dengan pendapat umum yang menginginkan adanya

perbaikan di tubuh pelaksana peradilan.

Dalam modul eksaminasi yang dirumuskan oleh Workshop

Monitoring Peradilan (2002: 4), menyebutkan bahwa tujuan dari

eksaminasi yang dilakukan oleh Lembaga Eksaminasi Publik

antara lain: (a) melakukan analisis terhadap pertimbangan

hukum atas putusan majelis hakim, atau dakwaan serta jalannya

pengadilan. Harapannya dapat diketahui sejauh mana

pertimbangan hukum dimaksud sesuai atau bertentangan dengan

prinsip-prinsip hukumd, dengan prosedur hukum acara dan juga

dengan legal justice, moral justice dan social justice; (b) mendorong dan

memberdayakan partisipasi publik untuk terlibat lebih jauh di

dalam mempersoalkan proses suatu perkara dan putusan atas

16

Page 17: URGENSI EKSAMINASI

perkara itu yang dinilai kontroversial dan melukai rasa

keadilan rakyat; (c) mendorong dan mensosialisasikan lembaga

eksaminasi dengan membiasakan publik mengajukan penilaian dan

pengujian terhadap sesuatu proses peradilan dan putusan

lembaga pengadilan serta keputusan-keputusan lembaga penegak

hukum lainnya yang dirasakan dan dinilai bertentangan dengan

prinsip hukum dan rasa keadilan masayarakat; (d) mendorong

terciptanya independensi lembaga penegakan hukum, termasuk

Mahkamah Agung agar mempunyai akuntabilitas dan transparansi

kepada publik; dan (e) mendorong para hakim untuk meningkatkan

integritas moral, kredibilitas dan profesionalitasnya di dalam

memeriksa dan memutus suatu perkara agar tidak menjadi putusan

yang kontroversial, sehingga melukai rasa keadilan masyarakat.

Selanjutnya dalam Modul Eksaminasi tersebut dikemukakan,

bahwa manfaat dari eksaminasi publik ini antara lain: (a) bagi

mahasiswa (khususnya mahasiswa Fakultas Hukum), maka sebagai

sebuah studi, hasil eksaminasi akan bermanfaat sebagai

tambahan materi keilmuan yang selama ini hanya mengenal hukum

pada tataran law in book semata; (b) bagi Akademisi, eksaminasi

dapat menjadi ajang peningkatan kapasitas dan proses

pengabdian bagi para akademisi, yang sekaligus sebagai bahan

kuliah atau diskusi telaah kritis; (c) bagi Jaksa dan Hakim,

dengan eksaminasi dari publik, dapat dilihat profesionalitas

dan kredibilitas atas penguasaan hukumnya, kemampuan filosofis

dan pertimbangan hukum yang digunakan. Hasil dari eksaminasi

bisa menjadi rekomendasi untuk perbaikan kinerja aparat hukum

di masa mendatang dalam rangka mewujudkan lembaga peradilan

yang bersih dan berwibawa; dan (d) bagi publik pemantau

17

Page 18: URGENSI EKSAMINASI

peradilan, jika ditemukan adanya penyimpangan yang dilakukan

oleh Hakim atau Jaksa, maka lembaga-lembaga swadaya masyarakat

atau pemantau peradilan lainnya dapat menindak lanjuti untuk

melakukan ivestigasi sebagai upaya mwujudkan peradilan yang

bersih dan berwibawa.

Secara spesifik, Zaidun (2003: 6) mengemukakan pentingnya

eksaminasi publik yang terbuka dan pratisipatif yang membawa

implikasi luas bagi pendidikan hukum di Indonesia. Pertama,

karena sifatnya yang terbuka, memberi peluang bagi siapapun

yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum untuk ikut serta

dalam suatu proses eksaminasi publik. Selain itu, karena

sifatnya yang terbuka, maka proses eksaminasi sesungguhnya

dapat merupakan suatu gambaran nyata tentang proses

laboratorium hukum yang secara empirik prosesnya dapat diamati

dan diikuti oleh publik. Sehingga publik, termasuk lembaga

pendidikan hukum dapat memanfaatkan realitas proses tersebut

sebagai wahana pembelajaran. Kedua, karena sifatnya yang

partisipatif, maka secara langsung maupun tida langsung

mengundang para expertise di lembaga pendidikan hukum itu untuk

secara aktif melibatkan diri dalam proses eksaminasi putusan

peradilan.

Dari beberapa eksaminasi yang telah dilakukan oleh

Lembaga Eksaminasi Publik terhadap putusan peradilan, memang

ditemukan beberapa kekurangan dalam putusan tersebut baik

secara prosedural maupun dalam substansi hukumnya. Dari

sinilah, jelas bahwa keberadaan Lembaga Eksaminasi Publik

sangat diperlukan sebagai wujud partisipasi publik dalam

mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa. Namun peran

18

Page 19: URGENSI EKSAMINASI

eksaminasi publik pun tidak akan bisa mengubah citra buruk

penegakan hukum di Indonesia, apabila eksaminasi yang

dilakukan hanyalah mencari kesalahan secara hitam putih dari

setiap putusan yang dieksaminasi.

Oleh karena itu, eksaminasi publik hendaknya diarahkan

untuk terciptanya supremasi hukum yang mengedepankan tujuan

keadilan tanpa menyisihkan keberadaan hukum yang harus dijamin

kepastiannya. Melakukan eksaminasi terhadap proses hukum

dengan hanya melihat sisi keadilan yang ‘sangat subyektif’ dan

melupakan hukum sebagai suatu sistem asas yang terstruktur,

maka ‘sama saja’ dengan menggerogoti pilar-pilar hukum yang

pada gilirannya akan merobohkan sendi-sendi supremasi hukum.

Mengingat urgensi dari keberadaan lembaga eksaminasi di

atas (baik eksaminasi internal maupun eksaminasi publik) dalam

ikut mendorong terwujudnya lembaga peradilan yang berkeadilan,

bersih dan berwibawa, maka penulis merekomendasikan: perlunya

diaktifkan kembali Lembaga Eksaminasi di Mahkamah Agung.

Kepada publik (khususnya kalangan Perguruan Tinggi) untuk

menggalakkan kegiatan eksaminasi terhadap putusan pengadilan

yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagai kajian

akademik dan kajian yuridis yang bisa dipublikasikan guna

mewarnai perbaikan sistem peradilan di masa-masa mendatang.

Kesimpulan

Tujuan dari penegakan hukum adalah memberikan keadilan

kepada masyarakat, yang pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga

peradilan sebagai lembaga yang memiliki kompetensi

melaksanakan fungsi yudikasi. Implementasi dari kewenangan dan

19

Page 20: URGENSI EKSAMINASI

fungsi lembaga peradilan tersebut dituangkan dalam putusan

pengadilan yang memberi diktum terhadap suatu perkara yang

diadilinya.

Namun tidak jarang putusan pengadilan tersebut mengandung

banyak kontroversi dan menyimpah jauh dari keadilan sebagai

substansi dari tujuan penegakan hukum. Oleh karena itu, maka

terhadapnya perlu dilakukan pengujian (eksaminasi) untuk

mengetahui kesalahan dan kebenaran secara formal atau materiil

dari putusan tersebut. Eksaminasi tersebut bisa dilakukan

secara internal (internal examination) atau bisa juga lewat

partisipasi publik melalui eksaminasi yang bersifat eksternal

(external/public examination).

Eksaminasi Publik yang menguji kebenaran putusan pengadilan

yang inkracht van gewisjde secara akademik-ilmiah merupakan

terobosan maju dalam mewujudkan lembaga peradilan yang bersih

dan berwibawa. Karena sifatnya yang eksternal, maka eksaminasi

publik lebih terjamin netralitas dan keluhurannya dalam

menunjang tegaknya supremasi hukum yang berkeadilan.

Daftar Rujukan

Buku-buku:

Aspandi, Ali. 2002. Menggugat Sistem Hukum Peradilan Indonesia yangPenuh Ketidakpastian. Surabaya: LeKSHI dan Lutfansah Mediatama

Baringbing, RE. 2001. Catur Wangsa yang Bebas Kolusi: SimpulMewujudkan Supremasi Hukum. Jakarta: Pustaka KajianReformasi

Faisal, Sanapiah, 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar dan Aplikasi.Malang: YA3

20

Page 21: URGENSI EKSAMINASI

Hamzah, Andi. 1993. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: ArhikaMedia Cipta

Harahap, Yahya. 1993. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Jakarta: Pustaka Kartini

Ilyas, Karni. 2000. Catatan Hukum II. Jakarta: Pustaka SinarHarapan

Miles, M. B. dan M. Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:Penerbit UI Press

Siregar, Bismar. 1995. Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan. Jakarta:Gema Insani Press

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:Penerbit UI Press

Soetoprawiro, Koerniatmanto. 1994. Pemerintahan dan Peradilan diIndonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti

Tresna, R. 1978. Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. Jakarta:Pradnya Paramita

Winarta, Frans Hendra. 2000. Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi ManusiaBukan Belas Kasihan. Jakarta: Elex Media Komputindo

Wisnubroto, Aloysius. 1997. Hakim dan Peradilan di Indonesia: dalamBeberapa Aspek Kajian. Yogyakarta: Penerbitan UniversitasAtmajaya

Zakiyah, Wasingatu. (et.al). 2002. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan.Jakarta: Indonesia Corruption Watch

Makalah/Jurnal Ilmiah/Koran:

Anonim. 2002. Menerobos Kebuntuan Hukum di Indonesia dalamHitamputih. edisi 5 Tahun 2002

----------. 2002. Sekilas Tentang Eksaminasi Kasus Tommy dalamHitamputih. edisi 5 Tahun 2002

Firdaus, Kamal. 2002. Pola Praktek Mafia Peradilan makalahdalam Proceeding Workshop Monitoring Peradilan, diselenggarakanoleh ICW Jakarta, tanggal 1 – 2 Nopember 2002

Iskandar, S. Eka. 2003. Monitoring Peradilan Melalui EksaminasiPublik Putusan Peradilan yang Terbuka dan Partisipatifmakalah dalam Workshop Nasional Meningkatkan Kapasitas Eksaminasi

21

Page 22: URGENSI EKSAMINASI

Publik, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UniversitasBrawijaya Malang, tanggal 19 Pebruari 2003

Marbun, S.F. 1997. Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman dalamJurnal HUKUM No. 9 Vol. 4 – 1997. Yogyakarta: Fakultas HukumUniversitas Islam Indonesia

Marzuki, H.M. Laica. 2002. Monitoring Peradilan MelaluiEksaminasi Publik Putusan Peradilan yang Terbuka danPartisipatif makalah dalam Proceeding Workshop MonitoringPeradilan, diselenggarakan oleh ICW Jakarta, tanggal 1 – 2Nopember 2002

Mudzakkir. 2002. Eksaminasi: Pengalaman dan Catatan di MasaDatang makalah dalam Proceeding Workshop Monitoring Peradilan,diselenggarakan oleh ICW Jakarta, tanggal 1 – 2 Nopember2002

---------------. 2003. Eksaminasi Publik: Kasus ArifinWardiyanto makalah dalam Workshop Nasional Meningkatkan KapasitasEksaminasi Publik, diselenggarakan oleh Fakultas HukumUniversitas Brawijaya Malang, tanggal 19 Pebruari 2003

Silaban, M.H. 2002. Beberapa Catatan Mengenai Eksaminasi Publikmakalah dalam Proceeding Workshop Monitoring Peradilan,diselenggarakan oleh ICW Jakarta, tanggal 1 – 2 Nopember2002

Winarta, Frans Hendra. 2002. Monitoring Peradilan MelaluiEksaminasi Publik Putusan Peradilan yang Terbuka danPartisipatif makalah dalam Proceeding Workshop MonitoringPeradilan, diselenggarakan oleh ICW Jakarta, tanggal 1 – 2Nopember 2002

Zaidun, Muhammad. 2003. Monitoring Peradilan Melalui EksaminasiPublik terhadap Putusan Peradilan yang Terbuka danPartisipatif: Manfaatnya bagi Pengembangan Pendidikan Hukumdi Indonesia makalah dalam Workshop Nasional MeningkatkanKapasitas Eksaminasi Publik, diselenggarakan oleh Fakultas HukumUniversitas Brawijaya Malang, tanggal 19 Pebruari 2003

Zakiyah, Wasingatu. 2002. Eksaminasi Publik: Salah SatuPengawasan Lembaga Peradilan dalam Hitamputih. edisi 5 Tahun2002

Undang-undang:

22

Page 23: URGENSI EKSAMINASI

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945: Susunandalam Satu Naskah Sampai Perubahan Keempat. Surabaya: BinaPustaka Tama

Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang UndangHukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang PenyelenggaraanNegara yang Bersih dan Bebas KKN beserta PeraturanPelaksanaannya. Jakarta: Sinar Grafika

23