UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) PERIODE 2015-2019 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun oleh : Syifa Ruhani 11161130000008 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020
126
Embed
UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPAYA INDIA DALAM MERESPON
PENINGKATAN AKTIVITAS TIONGKOK DI
TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL)
PERIODE 2015-2019
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh :
Syifa Ruhani
11161130000008
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Syifa Ruhani
NIM : 11161130000008
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) PERIODE 2015-2019.
Dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 19 Juni 2020
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
M. Adian Firnas, M.Si Irfan R. Hutagalung, LLM
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) PERIODE 2015-2019
Oleh
Syifa Ruhani
11161130000008
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07 Juli 2020. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, M.A. Eva Mushoffa, M.A.
NIP. 198507022019031105 NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 07 Juli 2020.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
M. Adian Firnas, M.Si.
NIP.
M. Adian Firnas, M.Si. Irfan Hutagalung, LLM.
NIP.
NIP.
Penguji I, Penguji II,
v
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis upaya-upaya yang
dilakukan oleh India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di
kawasan Teluk Bengal (Bay of Bengal) periode 2015-2019. Masalah penelitian
ini diawali dari jejak Tiongkok yang semakin meluas di Samudera Hindia,
terutama di kawasan Teluk Bengal. Meningkatnya aktivitas Tiongkok di
kawasan ini mencakup di bidang pertahanan dan ekonomi seperti kegiatan
kapal-kapal angkatan lautnya (People’s Liberation Army Navy), pembangunan
jaringan pangkalan militer luar negeri, kegiatan ekonomi dan diplomatik
Tiongkok dengan sejumlah negara yang berada di kawasan Samudera Hindia
dan pesisir Teluk Bengal. Perkembangan aktivitas Tiongkok di kawasan
tersebut tidak menyenangkan bagi India dan telah menganggu kepentingannya.
Samudera Hindia merupakan jalur komunikasi laut yang paling penting di
dunia, sementara Teluk Bengal merupakan bagian dari rute perdagangan
tersibuk. Kawasan ini menjadi pusat strategis dan ekonomi yang muncul di
kawasan Indo-Pasifik, sehingga terjadi peningkatan kepentingan dan
keterlibatan pemain ekstra-litoral di Teluk Bengal.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa upaya India dalam merespon
peningkatan aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Kepentingan dan
keterlibatan Tiongkok yang terus berkembang di kawasan tersebut
menimbulkan kecurigaan serta menciptakan dilema keamanan (security
dilemma) bagi India. Dalam perspektif India, Belt and Road Initiative (BRI),
pembangunan pangkalan angkatan laut serta menguatnya ikatan Tiongkok
dengan negara-negara di Samudera Hindia dan pesisir Teluk dipandang
sebagai pengepungan (encirclement) terhadap India. Dengan menggunakan
teori Balance of Threat, India melakukan balancing sebagai bentuk upaya
dalam merespon perluasan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan deskriptif
analitis. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur yang bersumber dari
beberapa data sekunder seperti buku, laporan, jurnal, artikel dan sumber yang
valid lainnya.
Kata Kunci: India, Tiongkok, Teluk Bengal, Balance of Threat, security
dilemma.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji serta syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Upaya India dalam
merespon Peningkatan Aktivitas Tiongkok di Teluk Bengal (Bay of
Bengal) periode 2015-2019”. Shalawat dan salam senantiasa tak lupa penulis
haturkan kepada junjugan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk menyelesaikan program sarjana
(strata satu/S1) Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses
pengerjaan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan kali
ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, berkat kehendak dan ridho-Nya penulis mendapatkan
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
2. Teruntuk diri sendiri, rasa senang, bangga dan bahagia terhadap
diri sendiri yang telah bertahan selama proses penyusunan skripsi
dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.
3. Kedua orangtua penulis yang tiada henti memberikan do’a dan
dukungan yang tak terhingga baik secara moral maupun materil.
vii
4. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Irfan R. Hutagalung, LLM,
yang telah membimbing, memberikan arahan, masukan serta
dukungan dalam proses penulisan skripsi, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Bapak Adian Firnas M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan
bimbingan selama perkuliahan dan berkenan untuk menyetujui
permohonan penyusunan skripsi.
6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional yang
telah memberikan ilmu dan wawasan terkait perkuliahan selama
masa perkuliahan.
7. Kiki dan Nike, sahabat penulis sejak SMP dan SMA, walaupun
jarang bertemu tapi terima kasih telah menjadi tempat cerita dan
berusaha untuk memotivasi serta menghibur penulis.
penelitian, serta sistematika penulisan. Pembahasan pada bab ini bertujuan
untuk mengetahui maksud, tujuan, dan metode yang digunakan untuk
penelitian ini.
Bab II: Dinamika Hubungan Bilateral India – Tiongkok
Pada bab ini akan berfokus pada pembahasan hubungan bilateral India
dan Tiongkok disertai dengan dinamika yang terjadi diantara kedua negara.
Sebelum pada bab-bab selanjutnya, bagian ini penting dibahas untuk
28 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2009)
20
memberikan gambaran umum mengenai hubungan bilateral India dan
Tiongkok. Sehingga dari penjelasan tersebut, mampu mendapat alasan dari
rasa insecure India akibat perluasan pengaruh Tiongkok di kawasan Samudera
Hindia terutama Teluk Bengal, mengingat India juga memiliki kepentingan
strategis dan nasional di dalamnya.
Bab III: Peningkatan Aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal
Bab ini akan memberikan gambaran mengenai peningkatan aktivitas
Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Tujuan bab ini adalah ingin mengetahui
aktifitas Tiongkok kawasan tersebut yang saat ini menjadi arena persaingan
selanjutnya setelah Laut Cina Selatan. Pada kawasan Teluk Bengal, terdapat
pulau-pulau milik India seperti Andaman dan Nicobar, serta kota pesisir
Visakhapatnam. Sehingga, kehadiran Tiongkok di kawasan Teluk Bengal telah
memancing pemerintah India untuk berupaya melindungi status quo serta
kepentingan strategisnya.
Bab IV: Respon India terhadap peningkatan aktivitas Tiongkok di
Teluk Bengal (Bay of Bengal)
Bab ini akan berisikan analisa upaya India dalam merespon
peningkatan aktifitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Kapal-kapal
Tiongkok yang melakukan patroli di kawasan tersebut serta hubungan soft-
diplomacy Tiongkok dengan negara-negara di kawasan yang membuat India
khawatir, sehingga mendorong India untuk melakukan serangkaian upaya
guna menghadapi ancaman terburuk. Analisa ini bertujuan untuk menjawab
21
pertanyaan mengenai upaya yang dilakukan India dalam merespon kehadiran
Tiongkok sekaligus mengamankan kawasan Teluk Bengal.
Bab V: Penutup
Pada bab ini akan berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, yang
nantinya akan menjelaskan hasil inti dari penelitian yang sedang lakukan.
22
BAB II
DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDIA – TIONGKOK
Dalam bab ini dipaparkan hubungan diplomatik India – Tiongkok,
serta menganalisis dinamika hubungan keduanya yang mengalami pasang
surut sejak 1950. Bab ini juga akan membahas konflik yang terjadi antara India
– Tiongkok terutama mengenai sengketa wilayah di perbatasan kedua negara.
Sejak India mendapatkan kemerdekaannya pada 15 Agustus 1947 dan
Tiongkok muncul sebagai negara komunis yang kemudian dikenal dengan
People Republic of China (PRC) pada 1 Oktober 1949, India menjadi negara
non-komunis pertama yang membangun hubungan diplomatik dengan
Tiongkok.29
A. Hubungan Bilateral India–Tiongkok tahun 1950-1962
India dan Tiongkok keduanya berada pada tahap yang sama-sama
merencanakan pembangunan nasional sejak awal 1950-an, seiring dengan
kemerdekaan India pada 1947 dan Tiongkok pada 1949. Sesaat setelah India
dan Tiongkok menjadi negara merdeka, hubungan bilateral diantara keduanya
dibangun atas niat baik (goodwill).30 Pada tahun-tahun awal pasca
kemerdekaan, India dengan mencoba untuk menjalin persahabatan dengan
29 M.L. Sali, India-China Border Dispute: A Case Study of the Eastern Sector (New
Delhi: APH Publishing Cooperation, 1998) 30 Adriana Erthal Abdenur, “Trans-Himalayas: From the Silk Road to World War II,”
dalam India China: Rethinking Borders and Security, ed. L. H. M. Ling, dkk. (Michigan:
University of Michigan Press, 2016)
23
Tiongkok. Setelah membangun hubungan diplomatik, kemudian keduanya
berbagi kesamaan perhatian dan tantangan.31 Pada awal periode ini, India-
Tiongkok menekankan pada hubungan yang hangat dan ramah, kemudian
munculnya gangguan dalam hubungan keduanya yang menyebabkan
pecahnya perang pada 1962. Maka dari itu, periode ini penting bagi hubungan
antara India–Tiongkok.32
Dengan perbedaan sistem politik, India adalah negara demokrasi,
sedangkan Tiongkok merupakan negara komunis, namun kedua negara
memiliki kesamaan seperti: pusat dari politik dan budaya, menanggung
kehancuran kekuasaan serta kejayaan sebelumnya pada masa kolonialisme.
Kedua negara telah menghapus pengaruh kolonial dan menghadapi tantangan
domestik dan pembangunan sosial yang sama. Maka India-Tiongkok semangat
untuk membangun solidaritas diantara keduanya, dengan asumsi bahwa tidak
ada negara yang sama-sama mengalami kesulitan muncul sebagai antagonis
terhadap satu sama lain.33
Selama tahun 1950-an, hubungan India–Tiongkok digambarkan
dengan slogan “Hindi Chini Bhai-Bhai” yang diartikan Indians and Chinese
31 Arvind Kumar, “Future of India-China Relations: Challenges and Prospects,”
UNISCI Discussion Papers (Oktober 2010) 32 Hu Xiaowen, “The 1950s in China-India Relations,” dalam Routledge Handbook
of China-India Relations, ed. Kanti Bajpai, dkk. (New York: Routledge, 2020) 33 Markus B. Liegl, China’s Use of Military Force in Foreign Affairs: The Dragon
Strikes (New York: Routledge, 2018)
24
are brothers.34 Pada 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru mencetuskan
hubungan kerjasama dengan Tiongkok melalui the Five Principles of Peaceful
Coexistence atau Panchsheel Agreement. Perjanjian ini memuat sebanyak lima
poin antara lain: 1) mutual respect for each other’s territorial integrity and
sovereignty; 2) mutual non-aggression; 3) non-interference in each other’s
domestic affairs; 4) equality and benefit; 5) peaceful coexistence.35
Dalam periode ini, baik kepala negara India maupun Tiongkok,
keduanya saling berkunjung satu sama lain. Hal ini menandai bahwa hubungan
diplomatik kedua negara resmi dibangun pada 1 April 1950.36 Hubungan
keduanya terlihat ketika India menganjurkan keikutsertaan Tiongkok dalam
Dewan Keamanan PBB serta membujuk negara-negara lain untuk turut
mendukung pengajuan Tiongkok untuk mendapatkan kursi di Dewan
Keamanan PBB. Pada tahun yang sama, kedua negara menandatangani
perjanjian kerjasama dalam Tibetan Trade and Intercourse.37 Dengan adanya
kerjasama serta perjanjian tersebut, hubungan yang terjalin diantara keduanya
mampu menutupi perbedaan diantara kedua negara. Maka dapat dikatakan
34 Andrew Small, The China-Pakistan Axis: Asia’s New Geopolitics (New York:
Oxford University Press, 2015) 35 Aldo D. Abitol, “Causes of the 1962 Sino-Indian War: A Systems Level
Approach,” Josef Korbel Journal of Advanced International Studies (Summer 2009) 36 Amardeep Athwal, China–India Relations: Contemporary dynamics (New York:
Routledge, 2008) 37 Anton Harder, “Not at the Cost of China: New Evidence Regarding US Proposals
to Nehru for Joining the United Nations Security Council,” Working Paper Cold War
International History Project (2015)
25
bahwa India–Tiongkok pada tahun 1950-an berada dalam fase bulan madu
(honeymoon phase).38
Terlepas dari peresmian hubungan bilateral India – Tiongkok melalui
perjanjian Panscheel tahun 1954, sengketa perbatasan antara kedua negara
tetap menjadi masalah yang sulit untuk diselesaikan. Secara bersamaan,
Tiongkok mengeluarkan peta baru yang mengklaim NEFA (Arunachal
Pradesh) dan Aksai Chin sebagai bagian dari wilayah Tiongkok.39 Perdana
Menteri Zhou Enlai merespon bahwa garis McMahon merupakan produk dari
kebijakan agresi Inggris atas Tibet dan pemerintah Tiongkok tidak pernah
mengakui garis tersebut.40
Gambar II.1 Peta Sengketa Perbatasan India dan Tiongkok
38 “Chronicle of Sino-Indian relations,” China.org.cn tersedia di
10 Oktober 1962, Tiongkok menyebarkan pasukannya ke sektor Barat dan
Timur untuk menyerang India.46
Pada 24 Oktober 1962, ketika perang masih berlangsung, Perdana
Menteri Enlai mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Nehru. Dalam surat
tersebut, Perdana Menteri Enlai mengungkapkan perhatian dan
kekhawatirannya terhadap perang yang tengah berlangsung yang berdampak
bagi hubungan diplomatik kedua negara dan mengusulkan gencatan senjata
dan menawarkan negosiasi untuk menyelesaikan konflik sengketa. Selain itu,
Zhou Enlai juga menyarankan kedua pihak baik India maupun Tiongkok untuk
menarik pasukannya, Tiongkok akan menarik orang-orangnya dari daerah
Arunachal Pradesh.47
Pada 1 Desember 1962, pasukan Tiongkok mundur sekitar 20 km dari
garis kontrol (Line of Actual Control). Menurut pihak Tiongkok, tindakan ini
merupakan cerminan upaya Tiongkok untuk menyelesaikan perselisihan
secara damai dan memulihkan hubungan persahabatan.48 Kemudian pada 10-
12 Desember 1962, negara-negara Gerakan Non-Blok (Myanmar, Indonesia,
46 Swakshyar Saurav Talukdar, ”Sino-Indian Border Relationship from 1914-1962,”
International Journal of Humanities & Social Science Studies 2, no. 2 (September 2015) 47 Prabhash K. Dutta, ”This day in 1962: India-China war started with synchronized
attack on Ladakh, Arunachal,” India Today tersedia di
Kamboja, Mesir, Ghana, dan Sri Lanka) melakukan pertemuan di Kolombo
(Colombo Conference) untuk mencoba menengahi India dan Tiongkok.
Namun pada pertemuan tersebut, Tiongkok menolak proposal
sedangkan India menerimanya. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak
dapat mencapai kesepakatan sehingga proses negosiasi pun gagal.49 Perang
India–Tiongkok 1962 mengakibatkan memburuknya hubungan dan membuat
India mengambil sikap tegas dan penuh curiga terhadap Tiongkok.
India muncul dengan sikap yang agresif ketika menyangkut dengan
perbatasan. Pada 1967, terjadi benturan antara pasukan militer India dan
Tiongkok di Sikkim. Saat itu, India mulai mendirikan pagar kawat berduri
untuk membentuk penghalang dan mengurangi ketegangan. Namun pihak
Tiongkok memandangnya sebagai penyitaan wilayah Tiongkok yang
menimbulkan protes dan mendorong terjadinya penyerangan.50 Pasukan
militer Tiongkok menembaki pasukan militer India di wilayah Nathu La,
kemudian dibalas oleh pihak India dengan menghancurkan tenda dan bunker
yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa di pihak Tiongkok.51
49 S. K. Shah, “India and Its Neighbours: Renewed Threats and New Directions
(Delhi: Alpha Editions, 2017) 50 M. Taylor Fravel, Strong Borders Secure Nation: Cooperation and Conflict in
China’s Territorial Disputes (New Jersey: Princeton University Press, 2008) 51 Rishika Chauhan, “Differences not disputes: India’s view of the border war after
1962,” dalam Routledge Handbook of China-India Relations (New York: Routledge, 2020)
30
Namun, tampaknya hubungan India dan Tiongkok memasuki fase baru
pada 1969. Saat itu, Perdana Menteri Indira Gandhi melakukan konferensi pers
yang mengatakan bahwa pemerintah India siap untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan sengketa dengan Tiongkok dengan mengatakan akan berusaha
kerasa untuk menemukan jalan keluar walaupun situasinya sulit dan mustahil,
hal tersebut akan terjadi apabila kedua negara mempertimbangan kepentingan
nasional masing-masing.52ˆ
Namun, proses normalisasi hubungan India – Tiongkok berlangsung
lambat karena Tiongkok tidak menanggapi tawaran Perdana Menteri Indira
Gandhi untuk memulai dialog, sehingga hubungan bilateral India – Tiongkok
mengalami kebuntuan.
Hingga pada 1981, kunjungan Huang Hua ke India dilihat sebagai
langkah progresif dalam rangka normalisasi hubungan bilateral kedua negara.
Pertemuan antara Perdana Menteri Indira Gandhi dan Menteri Huang Hua
membuahkan hasil dimana kedua belah pihak sepakat untuk melakukan
diskusi mengenai solusi masalah perbatasan serta langkah-langkah untuk
mempromosikan hubungan bilateral.53 Pada 1988, Perdana Menteri Rajiv
Gandhi melakukan kunjungan ke Tiongkok. Kunjungannya tersebut menandai
52 Sita Ramachandran, Decision Making in Foreign Policy (New Delhi: Northern
Book Centre, 1996) 53 Zhang Li, “China-India Relations: Strategic Engagement and Challenges,”Center
for Asian Studies IFRI (September 2010)
31
awal yang baru dari hubungan bilateral India–Tiongkok setelah 1954 pada
masa Perdana Menteri Nehru atau menjadi turning point dalam sejarah
hubungan kedua negara.
C. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 1988-2005
Dalam periode ini, dapat dilihat sebagai periode rapprochement yang
dimulai ketika Perdana Menteri Rajiv Gandhi berkunjung ke Beijing dan
berpuncak pada kesepakatan kemitraan strategis antara India – Tiongkok.54
Kunjungan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Rajiv Gandhi ke Tiongkok
pada 1988 menjadi sebuah langkah bagi India untuk menormalisasikan
hubungannya dengan Tiongkok setelah kurang lebih selama 30 tahun memiliki
hubungan yang cenderung konfrontatif. Pada pertemuan tersebut, India dan
Tiongkok sepakat untuk memperluas hubungan bilateral di berbagai bidang.
Selama kunjungan, pihak India telah menandatangani beberapa
perjanjian bilateral seperti perjanjian kerjasama ilmu pengetahuan dan
teknologi, pembentukan hubungan penerbangan sipil, pertukaran budaya.55
Pada Desember 1988, India dan Tiongkok memutuskan untuk membentuk
Joint Working Group (JWP) guna memastikan perdamaian dan ketenangan di
54 S. Kalyanaraman dan Erik H. Ribeiro, “The China-India Doklam Crisis, Its
Regional Implications and Structural Factor,” Boletim de Conjuntura Nerint 2, no. 7 (2017) 55India: Foreign Policy and Government Guide Vol. 1, (Washington DC:
International Bussiness Publications, 2011)
32
daerah perbatasan, serta membuat rekomendasi untuk solusi mengenai
perbatasan.56
Setelah lebih dari 30 tahun mengalami ketegangan dan kebuntuan pada
wilayah perbatasan, pembicaraan tingkat tinggi dilakukan untuk membangun
kepercayaan (confidence-building measures). Pada September 1993, Perdana
Menteri Narasimha Rao dan Perdana Menteri Li Peng menandatangani
Agreement on the Maintenance of Peace and Tranquility along the Line of
Actual Control in the India-China Border Areas (MPTA). Perjanjian ini dibuat
berdasarkan pada perjanjian Panscheel (the Five Principles of Peaceful
Coexistence) dengan tujuan untuk menjaga perdamaian dan ketenangan di
daerah sepanjang garis kontrol.57
Kemudian, perjanjian selanjutnya ditandatangani oleh Presiden Jiang
Zemin ketika berkunjung ke New Delhi pada November 1996. India dan
Tiongkok menandatangani Agreement on Confidence Building Measures in
the Military Field along the Line of Actual Control in the China-India Border
Areas guna membangun rasa saling percaya antara kedua negara. Perjanjian
tersebut menegaskan kembali komitmen MPTA 1993 untuk mencari solusi
56 Keshav Mishra, Rapprochement Across the Himalays: Emerging India-China
Relations in Post Cold War Period (Delhi: Kalpaz Publications, 2004) 57 V.P. Malhotra, Security and Defence Related Treaties of India (New Delhi: Vij
Books India, 2010)
33
damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dan untuk mengamati garis
kontrol.58
Pada Mei 1998, India melakukan uji coba nuklir. Dalam surat Perdana
Menteri Vajpayee kepada Presiden Bill Clinton, beliau menyebutkan beberapa
alasan melakukan uji coba nuklir, antara lain: 1) Tiongkok sebagai an overt
nuclear weapon, serta telah menyerang India pada 1962; 2) Tiongkok telah
memberikan bantuan kepada Pakistan untuk menjadi negara nuklir rahasia; 3)
Selama 10 tahun terakhir India telah menjadi korban dari militansi Pakistan.59
Senjata nuklir yang dikembangkan oleh India dimaksudkan sebagai
bentuk deterrence dari Tiongkok dan Pakistan. Menteri Pertahanan India
George Fernandes menambahkan, potensi ancaman India bukanlah Pakistan
melainkan Tiongkok. Menurutnya, India harus menyadari bahwa kegiatan
militer dan aliansi Tiongkok (Pakistan, Myanmar dan Tibet) telah mengelilingi
India.60 Beijing mengutuk dan mengecam tindakan serta ambisi India, di sisi
lain juga mengkhawatirkan dampaknya bagi keamanan regional. Tiongkok
menanggapi uji coba nuklir India melalui pernyataan bahwa Tiongkok
58 U.S. – China Security Review Commission, Report to Congress of the U.S.—China
Security Review Commission: The National Security Implications of the Economic
Relationship between the United States and China (Washington DC: U.S. – China Security
Review Commission, 2002) 59 Ramesh Takur, ”China’s role in India-Pakistan nuclear equation,” Australian
Strategic Policy Institute tersedia di https://www.aspistrategist.org.au/chinas-role-in-the-
india-pakistan-nuclear-equation/ (diakses pada 9 Maret 2020) 60 John F. Burns, “India’s New Defence Chief Sees Chinese Military Threat,” The
New York Times tersedia di https://www.nytimes.com/1998/05/05/world/india-s-new-
defense-chief-sees-chinese-military-threat.html (diakses pada 9 Maret 2020)
tidak ada perkembangan (stand-off) dari dialog mengenai sengketa
perbatasan.74
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, akhir dari masa
imperialisme Inggris menyisakan ketidakpastian teritorial atau perbatasan bagi
India dan Tiongkok. Pada periode pasca awal kemerdekaan merupakan
periode optimisme singkat dimana India dan Tiongkok menjalin hubungan
bilateral. Namun, optimisme ini kemudian memudar sehingga membawa
keduanya terjebak dalam politik Perang Dingin.
Memasuki periode pasca Perang Dingin, India mulai meliberalisasi
ekonominya seiring dengan peningkatan kerjasama perdagangan bilateral
antara India dan Tiongkok. Namun masalah perbatasan, bagaimanapun, masih
tetap belum terselesaikan dan uji coba nuklir serta hubungan Pakistan-
Tiongkok terus menjadi gangguan besar bagi hubungan diplomatik kedua
negara.
Hubungan India-Tiongkok akan tetap rapuh dan rentan akibat
kesalahan persepsi, ketegangan di wilayah sengketa, serta masalah perbatasan
yang belum terselesaikan. Hal-hal tersebut dapat dipastikan hubungan antara
74 Ajai K. Rai, India’s Nuclear Diplomacy After Pokhran II (New Delhi: Dorling
Kindersley, 2009)
40
India dan Tiongkok akan terus meningkat yang ditandai dengan kompetisi dan
persaingan daripada kerjasama di masa mendatang.75
Sengketa antara India-Tiongkok tetap menjadi batu sandungan
(stumbling block) yang telah memperburuk hubungan bilateral. Tiongkok
tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyelesaikan permasalahannya dengan
India. Dilihat dari hubungan bilateral India-Tiongkok dalam sektor ekonomi
yang semakin meningkat, banyak yang berharap bahwa kondisi ini mampu
menciptakan suatu kesepakatan, sehingga dengan terbentuknya suatu
kesepakatan akan menghilangkan batu sandungan dalam hubungan bilateral.
Namun, terlepas dari pembicaraan bilateral yang selama ini
berlangsung, kedua negara tidak juga menemukan titik terang. Bagi Tiongkok,
sengketa perbatasan menjadi penting karena memungkinkan Beijing untuk
menarik perhatian New Delhi jika diperlukan, Beijing mampu menimbulkan
krisis keamanan bagi New Delhi dengan menempatkan pasukan di wilayah
sengketa.76
75 J. Mohan Malik, “India-China Relations,” Berkshire Encyclopedia of China
tersedia di https://apcss.org/wp-content/uploads/2011/03/India-China_Relations.pdf 76 Thomas Kellogg, “The China-India Border Standoff: What Does Beijing Want?,”
Foreign Policy tersedia di https://foreignpolicy.com/2017/09/01/the-china-india-border-
standoff-what-does-beijing-want/ (diakses pada 12 Maret 2020)
narasi untuk menggambarkan kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar
dan membantu Tiongkok mendapatkan kembali statusnya sebagai salah satu
peradaban terkemuka di dunia.81
Pemimpin Tiongkok saat ini menekankan perlunya “menentang
hegemoni”. Hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan modernisasi
militer Tiongkok, para pemimpin Tiongkok menjadi semakin yakin akan
kemampuannya untuk berurusan dengan Barat, menyelesaikan masalah
sengketa perbatasan dengan caranya sendiri, serta bersedia untuk lebih proaktif
dibandingkan bereaksi secara pasif untuk melindungi kepentingan nasional
daripada mengkompromikannya.82
Terjadinya peningkatan kekuatan Tiongkok (ekonomi dan militer),
mengungkapkan kesadaran Beijing yang semakin besar mengenai dirinya
sebagai regional power. Untuk memastikan lingkungan yang damai, Tiongkok
melihat hubungan dengan negara-negara tetangga sebagai prioritas utama
dalam urusan luar negeri peripheral diplomacy.83 Sejak memasuki era
81 Michael A. Peters, “The path of Chinese modernity: Philosophical and historical
narratives of the Chinese Dream,” dalam The Chinese Dream: Educating the Future: An
Educational Philosophy and Theory Chinese Educational Philosophy Reader Volume VII, ed.
Michael A. Peters (New York: Routledge, 2020) 82 Suisheng Zhao, “Chinese Foreign Policy as a Rising Power to find its Rightful
Place,” Perceptions 18, no. 1 (2013) 83 Gang Lin, “China’s ‘Good Neighbor’ Diplomacy: A Wolf in Sheep’s Clothing?,”
Asia Program Special Report (2005)
44
kepemimpinan Xi Jinping, kebijakan luar negeri Tiongkok berubah menjadi
lebih tegas, percaya diri, dan campuran elemen soft power dan hard power.84
Presiden Xi menekankan pada strategi untuk pencapaian dalam
membentuk lingkungan yang lebih menguntungkan Tiongkok. Beijing juga
beralih dari fokus pada great power diplomacy ke peripheral diplomacy,
pergeseran ini secara bertahap mengubah kebijakan luar negeri Tiongkok.
Sejak Xi Jinping memimpin, ia telah melakukan inisiatif dalam rangka
memperluas pengaruh dan memulihkan citra Tiongkok di kawasan tersebut.85
Dengan melakukan peningkatan hubungan dengan negara-negara
tetangga melalui peripheral diplomacy, maka akan memperkuat posisi
strategis Tiongkok dan membantu memperluas pengaruh globalnya. Dalam
Peripheral Diplomacy Work Conference pada Oktober 2013 di Beijing,
Presiden Xi menyampaikan tujuan dari peripheral diplomacy untuk
meningkatkan pengaruh strategis, ekonomi dan politiknya di kawasan Asia
Selatan, untuk memastikan perkembangan ekonomi di Tibet dan Xinjiang,
mengurangi ketidakstabilan politik, menahan pengaruh India yang sedang
84 Robert D. Blackwill dan Kurt M. Campbell, “Xi Jinping on the Global
Stage,”Council Special Report (New York: Council on Foreign Relations, 2016) 85 Vinay Kaura, “China’s South Asia Policy Under Xi Jinping: India’s Strategic
Concern,” Central European Journal of International and Security Studies 12, no. 2 (2018)
45
berkembang, mengurangi kekuatan dari Amerika Serikat dan Jepang demi
kepentingan Tiongkok dan mempromosikan integrasi ekonomi.86
Belt and Road Initiative (BRI) menjadi bagian penting dari peripheral
diplomacy Tiongkok. Proyek ini menggambarkan pentingnya negara-negara
tetangga bagi Beijing karena baik jalur laut dan jalur darat dari Belt and Road
Initiative (BRI) ini harus melalui negara-negara tetangga terlebih dahulu.87
Presiden Xi mengatakan bahwa negara-negara tetangga memiliki nilai
strategis yang sangat signifikan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa tujuan
akhir dari peripheral diplomacy Tiongkok adalah sebagai strategi untuk
mencapai global leadership.88
Dalam Buku Putih Tiongkok 2015 dijabarkan impian Tiongkok dan
menetap tugas bagi militernya yakni: “to safeguard China’s security and
interests in new domains; to safeguard the security of China’s overseas
interests”.89 Hal ini menunjukkan bahwa militer Tiongkok akan melihat arena
di seluruh dunia, mengembangkan kemampuan proyeksi kekuatan dan
86 Vinay Kaura, “China’s South Asia Policy Under Xi Jinping: India Strategic
Concerns,” hal. 12 87 Yan Xuetong, “Diplomacy Should Focus on Neighbors,” Carniegie-Tsinghua
tersedia di https://carnegietsinghua.org/2015/01/27/diplomacy-should-focus-on-neighbors-
pub-58831 (diakses pada 16 Maret 2020) 88 Jayadeva Ranade, “China’s New Policy of Peripheral Diplomacy,” CCAS tersedia
di https://ccasindia.org/article_details.php?aid=14 (diakses pada 16 Maret 2020) 89 The State Council Information Office of the People’s Republic of China, China’s
Military Strategy 2015, tersedia di https://jamestown.org/wp-
content/uploads/2016/07/China%E2%80%99s-Military-Strategy-2015.pdf (diakses pada 17
angkatan lautnya beralih dari “offshore waters defense” ke kombinasi antara
“offshore waters defense” dan “open seas protection” dan membangun
gabungan, multi-functional and efficient marine combat force structure.90 Jika
ditafsirkan, sebagai berikut: bahwa setelah mengamankan pertahanan di Laut
Cina Selatan, sekarang saatnya untuk melindungi kepentingan Tiongkok di
Samudera Hindia.91
Dalam Buku Putih Tiongkok 2015 juga disebutkan bahwa, “The
traditional mentality that land outweighs sea must be abandoned, and great
importance has to be attached to managing the seas and oceans and protecting
maritime rights and interests.” Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
keamanan maritim telah menjadi fokus utama Tiongkok dan oleh karenanya
Tiongkok memprioritaskan modernisasi angkatan lautnya.92
B. Strategi Tiongkok melalui String of Pearls
String of Pearls digambarkan sebagai manifestasi dari meningkatnya
pengaruh geopolitik Tiongkok melalui upaya untuk meningkatkan akses ke
pelabuhan dan lapangan udara, membangun kemitraan strategis, serta
90 Adarsha Verma, “Chinese Ambitions in the Indian Ocean Region” dalam East Asia
Strategic Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, ed. M.S. Prathibha (New Delhi:
Pentagon Press, 2018) 91 Brewster, India and China at Sea: Competition for Naval Dominance in the Indian
Ocean 92 Abanti Bhattacharya, “Emerging Foreign Policy Trends Under Xi Jinping,” dalam
East Asia Strategic Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, ed. M.S. Prathibha
(New Delhi: Pentagon Press, 2018)
47
modernisasi pasukan militer yang membentang dari Laut Cina Selatan melalui
Selat Malaka, melintasi Samudera Hindia, kemudian menuju Teluk Arab.93
Strategi ini dimotivasi oleh permintaan Tiongkok akan energi yang terus
meningkat serta kebutuhan untuk mendapatkan akses di sepanjang jalur
komunikasi laut yang akan menghubungkan Tiongkok ke Timur Tengah.94
Kekuatan terbesar dan kerentanan terbesarnya adalah ekonomi, maka
dari itu ekonomi menjadi inti dari kebijakan dan strategi Tiongkok. Untuk
mempertahankan pertumbuhan ekonomi, Tiongkok bergantung pada sumber
energi eksternal dan bahan baku. Dalam rangka mengamankan garis
komunikasi laut untuk kebutuhan energi dan bahan baku merupakan motivasi
utama Tiongkok dibalik “String of Pearls”.95
Gambar III.1 Peta “String of Pearls” Tiongkok
93 Christopher J. Pehrson, “String of Pearls: Meeting the Challenge of China’s Rising
Power Across the Asian Littoral,” Carlisle Papers in Security Strategy (Pennsylvania:
Strategic Studies Institute, 2006) 94 Jing-dong Yuan, “Sino-Indian Relations: Peaceful Coexistence or Pending
Rivalry,” dalam The Ashgate Research Companion to Chinese Foreign Policy, ed. Emilian
Kavalski (Farnham: Ashgate Publishing, 2012) 95 Christopher J. Pehrson, “String of Pearls: Meeting the Challenge of China’s Rising
Power Across the Asian Littoral”
48
Istilah “String of Pearls” pertama kali dimunculkan dalam sebuah
laporan Booz Allen Hamilton pada 2004 yang mengacu pada peningkatan
aktivitas Tiongkok di kawasan Samudera Hindia.96 String of Pearls Tiongkok
terdiri dari proyek pembangunan pelabuhan dan lapangan terbang, hubungan
diplomatik hingga modernisasi kekuatan. Istilah “Pearls” mencakup wilayah
dari selatan Tiongkok kemudian membentang melalui Laut Cina Selatan ke
Selat Malaka, Samudera Hindia dan di sepanjang pantai Laut Arab dan Teluk
Persia.97 Mengutip dari laporan Booz Allen Hamilton yang berjudul “Energy
Futures in Asia” dituliskan bahwa:
“China is building strategic relationships along the sea lanes from the
Middle East to the South China Sea in ways that suggest defensive and
offensive positioning to protect China’s energy interests, but also to
serve broad security objectives,”98
Dapat dikatakan bahwa dalam mengejar strategi String of Pearls,
Tiongkok berusaha membangun atau meningkatkan pangkalan angkatan laut
di beberapa negara seperti Bangladesh, Myanmar, Kamboja dan kawasan Laut
Cina Selatan untuk mencegah potensi gangguan pasokan energinya dari
potensi ancaman.99 Melalui strategi String of Pearls, Tiongkok tengah
96 Selina Ho, ”Seeing the forest for the trees: China’s shifting perceptions of India,”
dalam Handbook on China and Developing Countries, ed. Carla P. Freeman (Cheltenham:
Edward Elgar Publishing, 2015) 97 Vivian Yang, “Is China’s String of Pearls Real?” Foreign Policy in Focus tersedia
di https://fpif.org/is_chinas_string_of_pearls_real/ (diakses pada 18 Maret 2020) 98 “String of Pearls military plan to protect China’s oil: US report,” Space War
tersedia di https://www.spacewar.com/2005/050118111727.edxbwxn8.html (diakses pada 17
Secara geografis, Teluk Bengal terletak di wilayah Timur Laut
Samudera Hindia, dengan luas sebesar 2.2 juta km2 yang menjadikan Teluk
Bengal sebagai teluk terbesar di dunia. Beberapa negara yang berada di
sepanjang Teluk Bengal seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar,
Thailand, Malaysia dan Indonesia adalah area penting dari hubungan
sekeliling (peripheral) Tiongkok. India, Myanmar dan Vietnam merupakan
tetangga darat Tiongkok, sedangkan Indonesia dan Malaysia merupakan
tetangga maritim Tiongkok.104
Teluk Bengal merupakan pusat kegiatan ekonomi vital yang
menghubungkan kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur.
Tumbuhnya kepentingan ekonomi telah menjadikan wilayah ini sebagai pusat
fokus global yang semakin penting105 karena dikelilingi oleh beberapa negara
yang memiliki populasi yang besar dan dilewati oleh beberapa rute
perdagangan penting di dunia. Dengan demikian, saat ini Teluk Bengal
menjadi arena penting dalam persaingan ekonomi dan strategis di kawasan
Indo-Pasifik.106 Seperti yang ditulis oleh Robert Kaplan bahwa, “The Bay of
104 Cuiping Zhu, “The Strategic Game in Indo-Pacific Region and Its Impact on
China’s Security,” dalam Annual Report on the Development of the Indian Ocean Region
(2018), ed. Cuiping Zhu (Singapura: Springer Nature, 2019) 105 Safiqul Islam, “The Strategies of China And India in the Bay of Bengal Region:
Revisiting Strategic Competition,” Yonsei Journal of International Studies 10, no. 1 (2018) 106 David Brewster, “The Bay of Bengal: the Indo-Pasific’s new zone of
competition,” ASPI The Strategist tersedia di https://www.aspistrategist.org.au/the-bay-of-
bengal-the-indo-pacifics-new-zone-of-competition/ (diakses pada 28 Maret 2020)
Bengal is returning to the centre of history, no one interested in geopolitics
can afford to ignore the Bay of Bengal any longer,”107
Teluk Bengal sendiri merupakan salah satu dari beberapa pelabuhan
utama yang termasuk dalam jalur pengiriman laut Maritime Silk Road atau
sebagai pelengkap untuk proyek Belt and Road Initiative (BRI).108 Hal ini
merupakan bagian dari strategi Tiongkok untuk mengubah Yunnan menjadi
pintu gerbang untuk terlibat dengan Samudera Hindia dan basis manufaktur
Tiongkok yang berhadapan dengan Asia Tengah dan Asia Tenggara.109
Motivasi Tiongkok memperkuat pijakannya di Teluk Bengal adalah
mengurangi ketergantungannya dengan Selat Malaka, jalur perdagangan yang
sempit dan sibuk serta merupakan salah satu jalur air paling penting di
dunia.110 Maka dari itu, Tiongkok membangun hubungan dengan negara-
negara yang berada di wilayah tersebut seperti Sri Lanka, Bangladesh, dan
Myanmar melalui investasi di bidang infrastruktur dan pertahanan, yang pada
akhirnya membuat negara-negara ini bergantung pada Tiongkok.
107 Robert D. Kaplan, “The Critical Bay of Bengal,” Stratfor Worldviewtersedia di
https://worldview.stratfor.com/article/critical-bay-bengal (diakses pada 28 Maret 2020) 108 Chongwei Zheng, dkk. 21st Century Maritime Silk Road: A Peaceful Way Forward
(Singapura: Springer Nature, 2018) 109 David Brewster, “The Challenge of Building the Bay of Bengal as an
Interconnected Region,” dalam Twenty Years of BIMSTEC: Promoting Regional Cooperation
and Integration in Bay of Bengal Region, ed. Prabir De (New York: Routledge, 2020) 110 Udayan Das, “The dynamics of the Bay of Bengal will determine Asian
geopolitics in the future,” The Telegraph tersedia di
Tiongkok serta Sri Lanka dan kawasan Asia Selatan. Keempat, kebijakan
Tiongkok terhadap Asia Selatan merupakan bagian dari tekadnya untuk
mencegah kebangkitan India di kawasan.113
Tiongkok juga menyewa pelabuhan Hambantota untuk jangka waktu
99 tahun, yang kini tengah dibangun oleh beberapa perusahaan Tiongkok dan
didanai oleh Tiongkok. Berjarak sekitar 10 hingga 12 mil dari jalur Samudera
Hindia yang menghubungkan Terusan Suez dan Selat Malaka, menjadikan
pelabuhan Hambantota berada di posisi yang strategis.114
Selaras dengan pendapat seorang shipping analyst Bloomberg
Intelligence, Rahul Kapoor bahwa, “Hambantota is a great example of the
Chinese quest for global maritime dominance. For the foreseeable future, it
remains a strategic push over commercial viability.”115 Akuisisi pelabuhan
Hambantota yang dilakukan oleh Tiongkok memudahkan Beijing memantau
kapal-kapalnya yang digunakan sebagai transporter guna memenuhi
113 S. Y. Surendra Kumar, “China’s Strategic Engagement with Sri Lanka:
Implications for India,” Contemporary Chinese Political Economy and Strategic Relations:
An International Journal 3, no. 3 (2017) 114 Peter Fuhrman, “China-owned port in Sri Lanka could alter trade routes,”
Financial Times tersedia di https://www.ft.com/content/f0d88070-9f99-11e7-9a86-
4d5a475ba4c5 (diakses pada 28 Maret 2020) 115 “Inside China’s US$1 billion port in Sri Lanka where ships don’t want to stop,” The
Straits Times tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/inside-chinas-us1-billion-port-in-sri-lanka-where-ships-dont-want-to-stop (diakses pada 28 Maret 2020)
121 Profulla C. Sarker, “One Belt One Road Project is a Driving Force for Holistic
Development of Eurasian Region: Challenges to Bangladesh,” dalam Silk Road to Belt Road:
Reinventing the Past and Shaping the Future (Singapura: Springer Nature, 2019) 122 “Tapping potential of connectivity through BCIM-EC,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/02/18/tapping-potential-of-connectivity-
through-bcim-ec/ (diakses pada 30 Maret 2020) 123 “On the Road: China’s Belt and Road Initiative is reshaping South-east Asia,”
dalam The Report: Myanmar 2018 (Jakarta: Oxford Business Group, 2018)
mengkonsolidasikan serangkaian koridor ekonomi darat yang mencakup
BCIM-EC, CPEC, dan Maritime Silk Road (MSR).131
Baik CPEC dan BCIM-EC, keduanya penting karena akan membawa
barang-barang melalui negara-negara di Asia Tengah kemudian melewati
Bangladesh dan Myanmar. CPEC menyediakan jalur kearah Laut Arab,
sedangkan BCIM-EC akan menyediakan jalur ke Teluk Bengal. Kedua koridor
ekonomi ini kedepannya akan melayani kepentingan Tiongkok dalam mencari
rute alternatif untuk mengangkut pasokan energi yang dibutuhkan serta
produk-produk untuk melayani pasar.132
Terletak diantara Asia Tenggara dan Asia Selatan, serta berada
ditengah rute laut yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Selat
Malaka, menjadikan Teluk Bengal semakin penting bagi geopolitik India dan
Tiongkok.133 Teluk Bengal (Bay of Bengal) kini menjadi arena persaingan
ekonomi dan strategis utama di Indo-Pasifik. Tiongkok berhasil
mengembangkan hubungan ekonomi dengan negara-negara di Samudera
131 Mohammad Aminul Karim dan Faria Islam, “Bangladesh–China–India–Myanmar
(BCIM) Economic Corridor: Challenges and Prospects,” The Korean Journal of Defense
Analysis 30, no. 2 (2018) 132 R. Sheshadri Vasan, “Implications of OBOR on Maritime Security and Security
in Indian Ocean,” dalam Sino-Indian Relations: Contemporary Perspectives, ed. R. Sidda
Goud dan Manisha Mookherjee (New Delhi: Allied Publishers, 2016) 133 Udayan Das, “Bay of Bengal: India’s Centerpiece and Springboard,”
62
Hindia dan beberapa negara di sepanjang kawasan Teluk Bengal utama seperti
Myanmar dan Bangladesh.134
Dengan intensitas yang meningkat antara Tiongkok dengan negara-
negara pesisir Teluk Bengal memberikan ruang yang semakin sempit bagi
India.135 Operasi kapal-kapal milik Tiongkok yang terus berkembang di
kawasan ini telah memicu keresahan bagi keamanan India. Angkatan Laut
Tiongkok yang beroperasi lebih sering di wilayah perairan Samudera Hindia
dan Teluk Bengal menjadi sebuah tantangan bagi India hingga pada akhirnya
menimbulkan perasaan akan pengepungan (encirclement) oleh Tiongkok.
Maka dari itu, dalam bab selanjutnya akan dibahas dan dianalisa bagaimana
upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di kedua wilayah
perairan tersebut, terutama di kawasan Teluk Bengal.
D. Dampak dari peningkatan aktivitas Tiongkok bagi India
New Delhi telah lama mengkhawatirkan keterlibatan aktif Tiongkok di
Samudera Hindia dan dikelilingi oleh apa yang disebut dengan istilah “String
of Pearls”. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan
anggaran pertahanan terbesar kedua, Tiongkok memiliki motivasi dan sarana
134 David Brewster, “The Rise of the Bengal Tigers: The Growing Strategic
Importance of the Bay of Bengal,” Journal of Defence Studies 9, no. 2 (2015) 135 Udayan Das, “Jostling in the Bay of Bengal,” Deccan Herald tersedia di
untuk memperoleh pangkalan militer asing.136 Dengan akses yang didapat di
pelabuhan Gwadar, Tiongkok telah menumbuhkan keresahan bagi New Delhi
karena mengingat dirinya berurusan dengan aliansi Sino-Pakistan. Aktivitas
Tiongkok berupa proyek-proyek infrastruktur di kawasan akan memberikan
tempat kepada militer Tiongkok untuk mengakses Teluk Bengal.137
Penyebaran kapal-kapal Tiongkok di wilayah perairan Samudera
Hindia (Pelabuhan Gwadar) dan Teluk Bengal (Myanmar) merupakan awal
dari pengaruh agresifnya di kawasan yang menciptakan kekhawatiran bagi
India tentang kemungkinan strategi Beijing untuk membentuk pos-pos
angkatan laut sebagai tulang punggung dari proyeksi kekuatan angkatan laut
Tiongkok di wilayah tersebut. Menjalin hubungan diplomatik dengan negara-
negara pesisir yang memiliki posisi strategis dan memberikan dukungan baik
secara operasional dan strategis telah menimbulkan persepsi tentang
pengepungan (encirclement) bagi India.138
Selain pelabuhan Gwadar, Tiongkok pun mendapat akses pelabuhan
Hambantota. B. Raman, pejabat senior pemerintah India memberikan
pandangannya mengenai proyek pelabuhan Hambantota dengan mengatakan,
136 Sarath, “Indian Ocean Region – Strategic Importance,” ArcGIS StoryMaps
tersedia di https://storymaps.arcgis.com/stories/f0552ba1c62c48c48470b12fecabb0c2
(diakses pada 21 April 2020) 137 “China’ String of Pearls’ Strategy Resulted in India’s 1st Loss at the Indian
Ocean,” Eurasian Times tersedia di https://eurasiantimes.com/india-aptly-countering-chinas-
string-of-pearls-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 21 April 2020) 138 Daniele Ermito, “China’s maritime strategy and India’s security dilemma,” Global
Risk Insight tersedia di https://globalriskinsights.com/2016/03/china-maritime-strategy-and-
india-security-dilemma/ (diakses pada 21 April 2020)
Bab ini akan memaparkan serangkaian upaya yang ditempuh oleh India
dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di wilayah perairan
Samudera Hindia dan Teluk Bengal dalam periode 2015-2019. Setelah pada
bab sebelumnya dijelaskan mengenai sejumlah aktivitas Tiongkok yang
semakin berkembang di kawasan tersebut dengan melihat dari sisi ekonomi
dan pertahanan. Dengan demikian, bab ini menjadi jawaban dari pertanyaan
penelitian yang dikemukakan. Penelitian ini menggunakan teori Balance of
Threat serta konsep security dilemma untuk menjawab pertanyaan penelitian
terkait bagaimana upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas
Tiongkok di kawasan Teluk Bengal.
Saat ini, Teluk Bengal merupakan pusat kegiatan ekonomi yang
menghubungkan Asia Tenggara, Selatan dan Timur. Berkembangnya
kepentingan ekonomi telah menjadikan Teluk Bengal sebagai pusat fokus
global yang semakin penting. Teluk Bengal merupakan bagian integral dari
66
keamanan dan ekonomi bagi India dan Tiongkok. Maka dari itu, kedua negara
berlomba untuk mendapatkan pengaruh dalam ruang yang sama.142
Dalam konteks India-Tiongkok, security dilemma menjadi sumber
dinamika politik regional dalam hubungan Tiongkok yang strategis dengan
negara-negara di Asia Selatan, terutama para tetangga India seperti Sri Lanka,
Nepal, Pakistan dan Myanmar.143 Dilema keamanan dalam konteks India-
Tiongkok pertama kali terletak pada perbedaan potensi kekuatan kedua negara.
Selain itu, jika dilihat dari luas teritorial, ekonomi yang berkembang pesat,
serta potensi kemampuan militer yang lebih besar, tentu saja membuat New
Delhi untuk tetap waspada terhadap kekuatan Tiongkok (lihat Grafik IV.1 dan
Grafik IV.2).144
Tiongkok menghabiskan sekitar 1,9 persen dari Produk Domestik
Bruto (PDB) untuk pertahanan dengan perkiraan 215 miliar dolar. Namun
SIPRI menekankan bahwa data Tiongkok mengenai pengeluaran militer tidak
dapat dijadikan acuan dan sulit untuk diverifikasi. Di sisi lain, pada 2015,
142 MD Safiqul Islam, “The Strategies Of China And India In The Bay Of Bengal
Region: Revisiting Strategic Competition,” Yonsei Journal of International Studies 10, no. 1
(2018) 143 Radhika Chhabra, “The new phase of Sino-Indian cooperation under the security
dilemma,” ORF tersedia di https://www.orfonline.org/expert-speak/the-new-phase-of-sino-
indian-cooperation-under-the-security-dilemma-48196/ (diakses pada 21 April 2020) 144 Yogesh Joshi dan Anit Mukherjee, “From Denial to Punishment: The Security
Dilemma and Changes in India’s Military Strategy towards China,” Asian Security 15, no. 1
anggaran militer India berada pada angka 51,3 miliar dolar dan menjadikannya
pembelanja militer terbesar keenam di dunia.145
Berdasarkan laporan Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI), India berada di posisi kelima dalam anggaran pertahanan terbesar di
dunia di bawah Amerika Serikat, Tiongkok, Arab Saudi dan Rusia. Sementara
itu, Tiongkok sebagai pembelanja militer terbesar di Asia dengan
mengehabiskan 228 miliar dolar.146 Hingga pada 2019, berdasarkan laporan
SIPRI, baik Tiongkok dan India keduanya menempati posisi kedua dan ketiga
pembelanja terbesar di dunia. Anggaran pertahanan Tiongkok mencapai 261
miliar dolar, sedangkan India mengeluarkan 71,1 miliar dolar.147
Grafik IV.1 Pengeluaran Anggaran Militer India dan Tiongkok
145 Franz-Stefan Gady, “Asia’s Military Spending Fueled by Heightened Tensions
with China,” The Diplomat tersedia di https://thediplomat.com/2016/04/asias-military-
spending-fueled-by-heightened-tensions-with-china/ (diakses pada 21 April 2020) 146 “India’s military expenditures fifth largest in the world in 2017: report,” Scroll.in
tersedia di https://scroll.in/latest/877678/indias-military-expenditure-fifth-largest-in-the-
world-in-2017-report (diakses pada 21 April 2020) 147 “India, China among top three military spenders in 2019: SIPRI report,” The
Hindu tersedia di https://www.thehindu.com/news/national/india-china-among-top-three-
military-spenders-in-2019-sipri-report/article31445560.ece (diakses pada 21 April 2020)
Grafik IV.2 Perbandingan Kekuatan Militer antara India dan Tiongkok
Peningkatan kekuatan dan pengaruh Tiongkok di Samudera Hindia
telah meningkatkan ketegangan hubungannya dengan India. Sejalan dengan
pernyataan James Clapper, direktur intelijen Amerika Serikat bahwa India
semakin khawatir mengenai postur militer Tiongkok yang semakin agresif di
wilayah perbatasan dan juga di kawasan Samudera Hindia.148
Melalui Buku Putih 2019, Beijing menekankan perlindungan atas
“maritime rights and interests” dan menjaga “overseas interests”.
Kepentingan-kepentingan tersebut membutuhkan tindakan di Samudera
Hindia, terutama penyediaan peralatan militer bagi sekutu dan membangun
pangkalan militer serta pelabuhan komersial.149
Jika dilihat dari teori Balance of Threat, selain dari kemampuan militer,
perlu dilihat aggregate power antara India dan Tiongkok dari sisi populasi dan
148 “India strengthening its military against China: US,” The Economic Times tersedia
di https://economictimes.indiatimes.com/news/politics-and-nation/india-strengthening-its-
military-against-china-us/articleshow/11924175.cms?from=mdr (dikases pada 23 April 2020) 149 Julian Weber, “China’s Expansion in the Indian Ocean calls European
engagement,” Merics tersedia di https://www.merics.org/en/blog/chinas-expansion-indian-
ocean-calls-european-engagement (diakses pada 23 April 2020)
dolar. Nilai ekspor keseluruhan India mencapai 330 miliar dolar dan impor
sebesar 514 miliar dolar pada 2018.153
Baik India dan Tiongkok, keduanya merupakan negara-negara dengan
konsumsi energi terbesar di dunia. Pada 2013, India menjadi negara dengan
konsumsi energi gas dan minyak terbesar keempat setelah Amerika Serikat,
Tiongkok dan Jepang.154 Guna mempertahankan kestabilan ekonominya,
keduanya bergantung pada sumber daya energi yang diangkut dari perairan
Samudera Hindia. India hampir mengimpor sekitar 80 persen energi dari
Timur Tengah, sementara sumber daya energi yang diimpor Tiongkok
melewati Selat Malaka dari Samudera Hindia sekitar 84 persen.
Ketergantungan yang meningkat akan pasokan energi dalam rangka
mempertahankan pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan nilai strategis
lautan terutama Samudera Hindia155 dan memposisikan kedua negara sebagai
pesaing utama dalam mendominasi kawasan.156
Secara geografis, Tiongkok tidak dekat dengan Samudera Hindia.
Namun dengan serangkaian pelabuhan yang tergabung dalam “string of
153 Vasundhara Rastogi, “India’s Export and Import Trends 2018-19,” India Briefing
tersedia di https://www.india-briefing.com/news/indias-export-import-trends-2018-19-
18958.html/ (diakses pada 23 April 2020) 154 Sujata Ashwarya Cheema dan Suruchi Aggarwal, “China and India in the Persian
Gulf and Other Energy Theathers: Cooperation or Conflict?” dalam China in Indian Ocean
Region (New Delhi: Allied Publishers, 2015) 155 Eleanor Albert, “Competition in the Indian Ocean,” CFR tersedia di
https://www.cfr.org/backgrounder/competition-indian-ocean (diakses pada 23 April 2020) 156 Theodore Karasik, “Why all eyes should be on the Indian Ocean,” Al-Arabiya
tersedia di https://english.alarabiya.net/en/views/news/world/2014/01/09/Why-all-eyes-
should-be-on-the-Indian-Ocean (diakses pada 23 April 2020)
mengalami perkembangan. Selain itu, gagasan Tiongkok untuk menjadi
fleksibel, inklusif dan terbuka dapat dikatakan sebagai tujuan untuk
keberlangsungan kebijakan luar negerinya yang mempromosikan konektivitas.
Gagasan ini menakuti negara-negara sekitar yang mengkhawatirkan keamanan
mereka sendiri, termasuk India.162
Pengaruh Tiongkok juga tumbuh di negara-negara kecil di Samudera
Hindia seperti Maladewa dan Mauritius, kedua negara diketahui telah lama
memiliki hubungan dekat dengan India.163 Dengan demikian, Tiongkok yang
saat ini jejaknya semakin sering terlihat di wilayah Samudera Hindia dan
daerah sekitarnya telah menjadi sumber utama potensi konflik dan security
dilemma.164
A. Upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di
Samudera Hindia dan Teluk Bengal
Sebagai perairan terbesar ketiga di dunia dan melayani ekonomi
terbesar di Asia, Samudera Hindia dianggap sebagai jalur komunikasi yang
penting secara strategis di dunia. Lebih dari 80 persen dari perdagangan lintas
laut dunia melalui chokepoints yang berada di kawasan ini. Selain itu,
162 China’s One Belt One Road: Challenge to India’s Security,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/02/28/chinas-one-belt-one-road-challenge-to-
indias-security/ (diakses pada 25 April 2020) 163 David Brewster, “Beyond the String of Pearls: Is there really a Sino-Indian
Security Dilemma in the Indian Ocean?,” Journal of the Indian Ocean Region 10, no. 2 (2014) 164 Cuiping Zhu, India’s Ocean: Can India and China Coexist? hal. 34 (Singapura:
dipimpin oleh India melalui pendekatan multilateral untuk menjaga
perdamaian dan stabilitas di kawasan.170
Perdana Menteri Modi beranggapan bahwa India tidak dapat mengatur
Tiongkok sebelum memperkuat hubungannya dengan negara-negara
tetangganya. Kebijakan ini memiliki signifikansi strategis dalam implikasinya
untuk memeriksa dan menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di perbatasan
India-Tiongkok.171 Menurut salah satu media Amerika Serikat, The National
Interest, kebijakan “Neighborhood First” merupakan upaya India untuk
menentang Tiongkok dan mempertahankan pengaruh regional yang kuat.172
Terdapat beberapa alasan bagi India mengapa kebijakan
“Neighborhood First” dianggap penting. Pertama, India merupakan pusat
geografis di Asia Selatan, yang berbatasan dengan hampir seluruh negara di
kawasan ini. Kedua, mayoritas negara-negara Asia Selatan adalah bekas
jajahan Inggris. Setelah merdeka, India mengambil alih sebagian besar wilayah
koloni Inggris dan juga ingin memiliki pengaruh dan kemimpinan yang luas
seperti yang dimiliki Inggris. Ketiga, India memiliki banyak kesamaan dengan
negara-negara Asia Selatan dalam hal budaya, bahasa, agama dan adat istiadat.
170 Monish Tourangbam, “Modi 2.0 and India’s neighborhood first policy: Walking
the Talk?,” South Asian Voices tersedia di https://southasianvoices.org/modi-2-0-and-indias-
neighborhood-first-policy-walking-the-talk/ (diakses pada 28 April 2020) 171 “India: The Foreign and Security Policy under the Modi Government,” East Asian
Strategic Review (2015) 172 “This is How India Plans to keep its Neighbors away from China’s Influence,”
The National Interest tersedia di https://nationalinterest.org/blog/buzz/how-india-plans-keep-
its-neighbors-away-chinas-influence-80411 (diakses pada 28 April 2020)
angkatan laut di Samudera Hindia untuk memperkuat pertahanan pesisir dan
menunjukkan tekad untuk melindungi jalur komunikasi laut.175
New Delhi berupaya untuk mengimbangi ancaman Tiongkok di
kawasan, maka dibutuhkan strategi untuk membentuk lingkungan maritim
yang menguntungkan dan menjaga keamanan maritim.176 Maka dari itu, India
telah menyusun six-fold strategy yang meliputi: 1) meningkatkan anggaran
173 “India’s neighborhood first Policy aims at Centripental ties,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/10/04/indias-neighbourhood-first-policy-
aims-at-centripetal-ties/ (diakses pada 28 April 2020) 174 Nirmala Ganapathy, “India increases its presence in Indian Ocean, with an eye on
China,” The Strait Times tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/india-
increases-its-presence-in-indian-ocean-with-an-eye-on-china (diakses pada 28 April 2020) 175 Ministry of Defence, “Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy,”
(New Delhi: Indian Navy, 2015) 176 Shishir Upadhyaya, ” Expansion of Chinese maritime power in the Indian Ocean:
Samudera Hindia terutama dalam melawan perluasan angkatan laut
Tiongkok.186
India berencana untuk mempercepat modernisasi tentara, angkatan laut
dan angkatan udara dengan membeli berbagai senjata seperti rudal, jet tempur,
kapal selam dan kapal perang dalam beberapa tahun kedepan.187 Aset yang
dimiliki oleh Angkatan Laut India antara lain 140 kapal perang dengan 56
kapal perang dan 6 kapal selam yang sedang diproduksi. India berencana untuk
meningkatkan kemampuan angkatan lautnya dengan 212 kapal perang dan 458
pesawat Angkatan Laut yang saat ini hanya memiliki 138 kapal perang dan
235 pesawat.188 Selain itu, India juga melakukan perjanjian dengan Rusia
untuk membeli dua kapal frigate senilai 950 juta dolar pada 2018.189
Kemampuan Angkatan Laut India terus mengalami perkembangan,
kapal selam nuklir India INS Arihant telah menyelesaikan patroli pertamanya
pada 2018. INS Arihant merupakan kapal selam yang dibangun sendiri oleh
India. Kapal selam lainnya yang sedang dibuat oleh India adalah INS Arighat.
186 Joshy M. Paul, “The Quad: A Soft Balancing Mechanism in Asia,” South Asian
Voices tersedia di https://southasianvoices.org/soft-balancing-asia/ (diakses pada 30 April
2020) 187 “India firms up USD 130 billion plan to enhance military capabilities,” India
Today tersedia di https://www.indiatoday.in/india/story/plan-to-enhance-military-capability-
government-of-inda-investment-1597702-2019-09-11 (diakses pada 30 April 2020) 188 Beenesh Ansari, “Expansion of Indian Naval Forces in the Indian Ocean,” Modern
Diplomacy tersedia di https://moderndiplomacy.eu/2019/10/30/expansion-of-indian-naval-
forces-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 30 April 2020) 189 Manu Pubby, “India inks $950 million deal for Russian frigates,” Economic Times
tersedia di https://m.economictimes.com/news/defence/india-inks-950-million-deal-for-
russian-frigates/articleshow/66408319.cms (diakses pada 30 April 2020)
termasuk pada strategi limited hard-balancing.205 Maka dari itu, berdasarkan
teori balance of threat, India melakukan balancing dengan Amerika Serikat
untuk menghadapi ancaman dari Tiongkok.206 Keduanya terlibat dalam
Quadrilateral Security Dialogue atau disebut “the Quad” yang juga mencakup
Jepang dan Australia.
Lahirnya “the Quad” dipicu oleh kecurigaan yang tumbuh akan
peningkatan militer dan ekonomi Tiongkok yang berkembang pesat.207 The
Quad memiliki potensi untuk menjadi penyeimbang yang efektif untuk
menghambat munculnya hegemoni regional dan global Tiongkok. Hal ini
memungkinkan India, Australia, Jepang dan Amerika Serikat untuk
mengadopsi strategi soft-balancing terhadap Tiongkok.208
Hubungan antara India dan Jepang yang mengalami peningkatan,
didorong oleh bagaimana kedua negara melihat ekspansi dan keagresifan
Tiongkok di Asia selama dekade terakhir.209 Dari sudut pandang Jepang, India
memainkan peran penting dalam keamanan Samudera Hindia. Dalam konteks
ini, Jepang memiliki harapan mengenai India untuk menyeimbangkan
205 T.V. Paul, The China-India Rivalry in the Globalization Era (Washington DC:
Georgetown University Press, 2018) hal. 10 206 David Scott, Handbook of India’s International Relations (New York: Routledge,
2011) 207 Cary Huang, “US, Japan, India, Australia.. is Quad the first step to an Asian
Nato?,” SCMP tersedia di https://www.scmp.com/week-asia/opinion/article/2121474/us-
japan-india-australia-quad-first-step-asian-nato (diakses pada 1 Mei 2020) 208 Joshy M. Paul, “The Quad: A Soft Balancing Mechanism in Asia,” 209 Scott W. Harold, dkk. The Thickening Web of Asian Security Cooperation:
Deepening Defense Ties Among U.S. Allies and Partners in the Indo-Pacific (California: