4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis
Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)
Elaeis melanococca (Elaeis oleivera)
Varietas : Elaeis gueneensis dura
Elaeis gueneensis tenera
Elaeis gueneensis pisifera
(Sastrosayono, 2003)
Dewasa ini perkebunan kelapa sawit telah menyebar di 22 propinsi, yang
pada tahun 2010 luasnya mencapai 8,3 juta Ha, yang sekitar 41% merupakan
perkebunan rakyat (Ditjenbun, 2012). Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit
akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit. Dalam
proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah terbesar yaitu sekitar
23% tandan buah segar (TBS). Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah
selulosa dan lignin, sehingga limbah ini disebut sebagai limbah lignoselulosa
(Widiastuti dan Tri, 2007). Dalam satu ton kelapa sawit, terdapat 230-250 kg
tandan kosong kelapa sawit, 130-150 serat, 65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan
160-200 kg minyak mentah (Fauzi, 2005).
5
Gambar 2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit
Contoh gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas
30 ton/jam akan menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m
3/hari
sehingga hasil perpaduan kedua limbah tersebut akan diolah menghasilkan
kompos TKKS sebesar 70 ton/hari. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah
sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya
pengolahan limbah yang cukup besar (PPKS, 2008).
Berdasarkan data dari Dirjenbun, potensi limbah TKKS ini sangatlah
besar seperti yang ditunjukkan dalam grafik di bawah ini.
Gambar 2.2 Perkiraan jumlah TKKS Indonesia sejak tahun 2000-2009 berdasarkan data
produksi CPO Indonesia
Tandan kosong kelapa sawit mengandung serat yang tinggi. Kandungan
utama TKS adalah selulosa dan lignin. Selulosa dalam TKKS dapat mencapai 54-
60%, sedangkan kandungan lignin mencapai 22-27% (Hambali, 2007).
6
Tabel. 2.1. Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit
Parameter Nilai, %
Lignin 17-20
Alfa-selulosa 43-44
Pentosan 27
Hemiselulosa 34
Abu 0,7-4,0
Silika 0,2
Sumber: Dian Anggraini & Han Roliadi, 2011
Dua bagian tandan kosong kelapa sawit yang banyak mengandung
selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung tandan kosong sawit yang agak
runcing dan agak keras. (Hasibuan, 2010).
2.2 Pulp
Pulp atau bubur kertas merupakan serat berwarna putih yang diperoleh
melalui proses penyisihan lignin dari biomassa. (Jalaluddin, 2005). Pulp dapat
diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, selulosa asetat dan turunan
selulosa yang lain. Sebagai bahan baku pulp dipakai bahan baku jerami dan
merang dan meningkat menjadi bahan baku bambu, ampas, tebu, pohon kapas,
serat dan jenis rumput rumputan.
Syarat syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni :
Berserat
Kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %
Kadar ligninnya kurang dari 25 %
Kadar air maksimal 10 %
Memiliki kadar abu yang kecil
(Harsini dan Susilowati, 2010).
7
2.2.1 Pengelompokan Pulp
Menurut komposisinya pulp dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Pulp kayu (wood pulp)
Pulp kayu adalah pulp yang berbahan baku kayu, pulp kayu dibedakan
menjadi :
- Pulp kayu lunak (soft wood pulp)
Jenis kayu lunak yang umum digunakan berupa jenis kayu berdaun jarum
(Needle Leaf) seperti Pinus Merkusi, Agatis Loranthifolia, dan Albizza
Folcata.
- Pulp kayu keras (hard wood pulp)
Pada umumnya serat ini terdapat pada jenis kayu berdaun lebar (Long
Leaf) seperti kayu Oak.
2. Pulp bukan kayu (non wood pulp)
Pada saat ini pulp non kayu yang dihasilkan digunakan untuk
memproduksi kertas meliputi : percetakan dan kertas tulis, linerboard,
medium berkerut, kertas koran, tisu, dan dokumen khusus. Pulp non kayu
yang umum digunakan biasanya merupakan kombinasi antara pulp non
kayu dengan pulp kayu lunak kraft atau sulfit yang ditambahkan untuk
menaikkan kekuatan kertas. Karekteristik bahan non kayu mempunyai
sifat fisik yang lebih baik daripada kayu lunak dan dapat digunakan di
dalam jumlah yang lebih rendah bila digunakan sebagai pelengkap sebagai
bahan pengganti bahan kayu lunak. Sumber serat non kayu meliputi:
- Limbah pertanian dan industri hasil pertanian seperti jerami padi,
gandum, batang jagung, dan limbah kelapa sawit.
- Tanaman yang tumbuh alami seperti alang alang, dan rumput
rumputan.
- Tanaman yang diolah, seperti serat daun, dan serat dari batang.
3. Pulp kertas bekas
(Harsini dan Susilowati, 2010)
8
2.2.2 Pembuatan Pulp
Ada 3 macam proses pembuatan pulp, yaitu proses mekanis, proses
semi-kimia dan proses kimia. Pada proses mekanis tidak digunakan bahan-bahan
kimia. Bahan baku digiling dengan mesin sehingga selulosa terpisah dari zat-zat
lain. Pada proses semi-kimia dilakukan seperti proses mekanis tetapi dibantu
dengan bahan kimia untuk lebih melunakkan sehingga serat-serat selulosa mudah
terpisah dan tidak rusak. Pada proses kimia bahan baku dimasak dengan bahan
kimia tertentu untuk menghilangkan zat lain yang tidak perlu dari serat-serat
selulosa. Dengan proses ini, dapat diperoleh selulosa yang murni dan tidak rusak.
Ada beberapa metoda pembuatan pulp dengan proses kimia, yaitu:
a. Metoda proses basa : proses soda dan proses sulfat
b. Metoda proses asam : proses sulfit
Beberapa proses pembuatan kimia antara lain:
a. Proses Sulfat (proses Kraft)
Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki
kekuatan lebih tinggi daripada proses mekanis dan semikimia, akan tetapi
rendemen yang dihasilkan lebih kecil di antara keduanya karena
komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral)
(Anonim, 2012). Proses ini adalah proses yang paling banyak digunakan
oleh pabrikkertas di dunia. Kelebihan proses kraft terletak pada
kemampuannya mengolah sernua jenis kayu, mampu menghasilkan sifat
kekuatan pulp yang tinggi, dan sistem pendauran bahan kimianya yang
sudah sangat baik. Namun ada sejumlah kelemahan rnendasar pada proses
ini, yaitu antara lain bau busuk yang bahkan tetap dirniliki oleh pabrik
termodern sekalipun. Masalah serius lainnya berhubungan dengan
kapasitas ekonomis pabrik. Pabrik kraft baru harus memiliki kapasitas
produksi 1000 ton per hari atau lebih agar bisa beroperasi secara
ekonomis, dan sudah tentu hal ini mensyaratkan investasi modal yang
besar. Di beberapa negara, seperti Jerman misalnya, pertimbangan
keselamatan menjadi alasan untuk melarang penggunaan sistem pembakar
pendauran bahan kimia jenis Tomlinson karena ketakutan kemungkinan
9
akan adanya ledakan senyawaan berbau dari proses kraft ini. Pabrik
pemutihan pulp kraft telah pula menjadi target para pencinta lingkungan
karena penggunam khlorin, khlorin dioksida atau persenyawaan
mengandung khlor laimya. Penggantian urutan pemutihan tanpa kehadiran
senyawa berkhlor tidaklah mudah untuk m emutihkan pulp kraft, karena
lignin tinggal dalam pulp kraft sangat sulit untuk dihilangkan oleh
senyawa lain. Kalaupun digunakan urutan pemutihan tanpa senyawa ber-
khlor, maka derajat putih yang diperoleh tidak setinggi pulp yang
diputihkan dengan senyawa ber-khlor. (Wistara, 2010).
b. Proses Soda
Proses soda umumnya digunakan untuk bahan baku dari limbah pertanian
seperti merang, katebon, bagase serta kayu lunak. Merupakan proses
pemasakan dengan metode proses basa. Larutan perebus yang digunakan
adalah NaOH. Proses ini sangat cocok digunakan untuk bahan baku non
kayu. Pada proses Soda proses lebih menguntungkan dari segi teknis dan
ekonomis dibandingkan dengan menggunakan proses lain, karena tidak
membuat limbah yang begitu berbahaya di lingkungan sekitar (Sugesty
dan Tjahjono, 1997 dalam Harsini dan Susilowati, 2010).
c. Proses Sulfit
Merupakan proses pemasakan dengan metode asam. Bahan baku dalam
proses ini adalah kayu lunak. Pulp yang dihasilkan berwarna keruh, tetapi
mudah dipucatkan. Kerugian yang timbul adalah larutan pemasak
menggunakan bahan dasar kation Calsium, yang akan mempersulit dalam
mengambilnya. Calsium akan menyebabkan kerak pada alat alat
pemasak (Harsini dan Susilowati, 2010).
d. Proses Nitrat
Penggunaan asam nitrat sebagai larutan pemasak telah mendapatkan
perhatian dalam beberapa tahun dan terus dikembangkan. Pada proses ini
bahan baku direbus dengan HNO3 dalam pemanas air. Bahan yang sudah
diolah direbus lagi dengan NaOH 2 % berat selama 45 menit untuk
melarutkan lignin yang rusak.
10
Pada kenyataannya proses pulping secara konvensional tersebut memiliki
beberapa kelemahan, terutama terhadap randemen pemasakan yang rendah, biaya
produksi tinggi, laju delignifikasi rendah dan pencemaran lingkungan karena
adanya limbah larutan pemasak.
2.3 Proses Organosolv
Prinsip dari proses organosolv adalah melakukan fraksional biomassa
menjadi komponen utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) tanpa
banyak merusak atau mengubahnya dan dapat diolah menjadi lebih lanjut menjadi
produk yang dapat dipasarkan. Kelebihan dari proses organosolv adalah
berdampak kecil bagi lingkungan yaitu tidak menimbulkan pencemaran seperti
gas-gas yang disebabkan oleh belerang. Cairan pemasak (pelarut organik) dapat
digunakan kembali setelah dimurnikan terlebih dahulu dan produk samping
mempunyai daya jual seperti glukosa, heksosa, fulfural, adhesive, serta bahan-
bahan kimia (Jalaluddin dan Samsul, 2005).
Proses organosolv memiliki beberapa keuntungan seperti dapat
beroperasi secara ekonomis dengan adanya daur ulang larutan pemasak, dampak
terhadap lingkungan rendah karena proses ini tidak mengandung sulfur,
memberikan produk-produk sampingan karena mudahnya pemisahan lignin
sebagai bahan padat dan karbohidrat sebagai bahan gula. Beberapa kelemahan
dari proses organosolv ini adalah pencucian pulp tidak dapat menggunakan air,
bahan kimia yang bersifat menguap (volatil) sehingga mudah terbakar bila
digester mengalami kebocoran, serta tidak cocok untuk proses pulping dengan
campuran dari beberapa jenis kayu (Aziz dan Sarkanen, 1989).
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan
pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai
macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini
adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan
bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan
proses organocell (menggunakan metanol) (Prades, 2009).
11
Pelarut organik berfungsi untuk melarutkan lignin, memudahkan dalam
pemisahan serat dan menjadikan proses delignifikasi dapat berlangsung lebih
merata (Tahyu, 1996).
Lebih besarnya randemen pada proses organosolv dapat ditinjau dari
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti pada penelitian Harsini dan Susilowati
(2010) pada pembuatan pulp dari kulit buah kakao dimana randemen pulp yang
diperoleh 69,82% dan pada penelitian Jalaluddin dan Samsul Rizal (2005) pada
pembuatan pulp dari jerami padi dengan randemen 91,484%. Randemen ini lebih
tinggi dibandingkan randemen pulp dengan metode Kraft pada pembuatan pulp
TKKS oleh Anggraini dan Han Roliadi (2011) yaitu hanya 60,17%.
2.4 Selulosa dan Hemiselulosa
2.4.1 Selulosa
Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa.
Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan tersebar di
alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu,
tekstil dan kertas. Sumber utama selulosa ialah kayu. Umumnya kayu
mengandung sekitar 50% selulosa, bersama dengan penyusun lainnya, seperti
lignin. Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pencernaan kayu dengan larutan
belerang dioksida dan hidrogen sulfit (bisulfit) dalam air pada proses sulfit, atau
larutan natrium hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat
(proses Kraft). Pada kedua proses ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh
selulosa. Sumber lain selulosa ialah kapas yang hampir seluruhnya memang
selulosa. Ekstraksi dilakukan dengan mereaksikannya dengan larutan natrium
hidroksida di bawah tekanan, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelantangan
dengan gas klor atau kalsium hipoklorit (Cowd, 1991).
Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel
bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa terdiri
atas rantai panjang unit-unit glukosa yang terikat dengan ikatan 1-4-glukosida
(Sukarta, 2008).
12
Glukosan yang memiliki bobot molekul 50.000-500.000 ini terdapat
dalam dinding sel tanaman dan memberikan kekuatan pada dinding sel tanaman
tersebut. Jerami, kapas, rami, kertas saring dan beberapa jenis kayu-kayuan
mengandung banyak selulosa. Struktur kimia selulosa berupa rantai yang tidak
bercabang dan tersusun atas satuan-satuan -D-glukopiranosa, dengan ikatan
glikosida 1,4. Analisis Sinar-X membuktikan bahwa selulosa berupa rantai-rantai
panjang sejajar yang terikat menjadi satu oleh ikatan hidrogen. Hal ini yang
menyebabkan selulosa berbentuk serat-serat panjang (Sumardjo, 2008).
Gambar 2.3. Struktur Kimia Selulosa
Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi
hingga organisme primitif seperti lumut dan rumput laut. Selulosa tidak larut
dalam air maupun zat pelarut organik dan mempunyai daya tarik yang tinggi.
Selulosa merupakan bahan dasar dari banyak produksi teknologi kertas, dan serat.
Sifat serat selulosa adalah :
Memiliki kekuatan tarik yang tinggi
Mampu membentuk jaringan.
Tidak mudah larut dalam air, alkali dan pelarut organik
Relatif tidak berwarna.
Memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat
(Harsini dan Susilowati, 2010).
Selulosa berperan besar dalam memberikan kekuatan tarik sedangkan
lignin memberi kekuatan tekan dan mencegah pelipatan mikrofibril. Selulosa dan
lignin diikat dengan hemiselulosa.
Gugus fungsional dari gugus selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus
hidroksil selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Struktur
rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di
13
dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama
membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly cristalline) dimana setiap
rantai selulosa diikat bersama-sama oleh ikatan hidrogen (Dewi, 2011).
Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai
kelarutan yang besar dalam air, karena banyak kandungan gugus hidroksil yang
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara
pelarut-terlarut. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan
hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah
kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antar
gugus hidroksil yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab
kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. (Cowd, 1991).
2.4.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari unit D-
glukosa, D-manosa, L-arabiosa dan D-xilosa. Hemiselulosa pada kayu berkisar
antara 20-30%. Dilihat dari strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai
potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH yang
terikat dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada
selulosa dan hemiselulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben
tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat menjerap zat
yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. (Sukarta, 2008).
Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah
mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya
jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam
pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam. Perbedaan hemiselulosa
dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut
dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa juga bukan
merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan
menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa akan
menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya. adanya hemiselulosa
mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama
14
proses mekanis dalam air. Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel
dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang
dan tanaman lainnya. Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat,
mudah mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam
alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan
antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal. Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak,
dan pada saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah
menjadi berserabut.(Oktarina, I., 2009).
Gambar 2.4 Struktur Kimia Hemiselulosa
2.5 Lignin
Lignin, suatu konstituen utama kayu, merupakan polimer fenol yang
rumit yang mempunyai kemiripan superfisial dengan damar-damar fenol sintesis.
Kayu hampir seluruhnya terdiri dari tiga bahan: polisakarida, selulosa dan
hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan semen yang mengikat fibril-fibril
selulosa bersama-sama dan benyak memberikan stabilitas dimensi kayu.
Menduduki sekitar 25% sampai 30% kayu, lignin merupakan polimer yang sangat
melimpah yang mesti mencapai potensinya berkaitan dengan aplikasi-aplikasoi
polimer. Saat ini sebagian besar lignin yang diproduksi dalam operasi-operasi
pembuburan kayu dibakar sebgai bahan bakar pada tempat pembuburan.
Struktur lignin bervariasi menurut sumbernya., tetapi suatu pendekatan
dari segmen lignin kayu lunak mengilustasikan kompleksitasnya. Berat molekul
lignin natif diperkirakan sangat tinggi, tetapi karena proses dari pemisahan
15
selulosa tak terelakkan lagi menyebabkan degradasi, untuk menyatakan sampai
tingkat berapa tingginya adalah hal yang tidak mungkin. Karena lignin
mengandung sejumlah besar cincin-cincin benzena aktif, lignin yang terdegradasi
cepat bereaksi dengan formaldehida, yang telah menyebabkan pengembangan
komersial terbatas dalam bidang bahan-bahan perekat kayu lapis. Sulfonat-
sulfonat lignin yang diperoleh dari pembuburan kayu juga dipakai sebagai bahan
perekat, asphalt extender dan oil-well drillin mud additives.reaksi dengan
propilena oksida, misalnya menghasilkan turunan-turunan hidroksipropil yang
telah dikonversi ke poliuretana termoset (Stevens, 2001).
Gambar 2.5. Struktur Lignin
2.5.1 Delignifikasi
Delignifikasi pada proses organosolv disebabkan oleh terputusnya ikatan eter,
yaitu -aril eter dan aril gliserol--aril eter dalam molekul lignin. Hidrolisis -aril
eter bereaksi cepat dengan energi aktivasi 19 kkal/mol. Sedangkan untuk
memutuskan ikatan aril gliserol--aril eter energi aktivasinya 36 kkal/mol
(Sarkanen, 1990 dalam Tahyu, 1996).
Casey (1980) dalam Oktaveni (2009) mengatakan, suhu, tekanan dan
konsentrasi larutan pemasak selama proses pulping merupakan faktor-faktor yang
akan mempengaruhi kecepatan reaksi pelarutan lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Selulosa tidak akan rusak saat proses pelarutan lignin jika konsentrasi larutan
16
pemasak yang digunakan rendah dan suhu yang yang digunakan sesuai.
Pemakaian suhu di atas 180oC menyebabkan degradasi selulosa lebih tinggi,
dimana pada suhu ini lignin telah habis terlarut dan sisa bahan pemasak akan
mendegradasi selulosa.
2.6 Bilangan Kappa
Pulp terurai direaksikan dengan sejumlah larutan kalium permanganat
(KMnO4). Jumlah pulp yang direaksikan akan mengkonsumsi 50 % Kalium
Permanganat pada akhir reaksi. Reaksi dilanjutkan dengan menambahkan larutan
Kalium Iodida (KI) dan iod yang bebas dititrasi dengan larutan Natrium
Thiosulfat (Na2S2O3). Angka yang dihasilkan dikoreksi secara tepat dengan 50 %
konsumsi sisa Kalium Permanganat (Balitbang Industri, 2008).
Bilangan kappa merupakan indikator kandungan lignin sisa di dalam
pulp. Di samping itu dapat menunjukkan tingkat kematangan pulp. Pulp dengan
bilangan kappa tinggi menunjukkan bahwa kandungan lignin sisa di dalamnya
masih relatif tinggi, tingkat kematangan rendah dan delignifikasinya rendah.
Dalam pembuatan pulp diharapkan bilangan kappa yang dihasilkan serendah
mungkin, sehingga bahan kimia pemutih yang diperlukan lebih sedikit untuk
menghasilkan pulp putih.
Pada analisis bilangan kappa terjadi reaksi sebagai berikut :
Oksidasi : MnO4- + 8 H
+ + 5 e Mn2+ + 4H2O x 2 Reduksi : 2I
- I2 + 2 e x 5 +
2 MnO4- + 16 H
+ + 10 e 2 Mn2+ + 8 H2O
10I- 5 I2 + 10 e +
2 MnO4- + 16 H
+ + 10I
- 2 Mn2+ + 8 H2O + 5 I2