Top Banner

of 13

UNIMED Undergraduate 22531 5. BAB II

Oct 16, 2015

Download

Documents

Siti Hanna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kelapa Sawit

    Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Palmales

    Famili : Palmaceae

    Genus : Elaeis

    Spesies : Elaeis guineensis

    Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)

    Elaeis melanococca (Elaeis oleivera)

    Varietas : Elaeis gueneensis dura

    Elaeis gueneensis tenera

    Elaeis gueneensis pisifera

    (Sastrosayono, 2003)

    Dewasa ini perkebunan kelapa sawit telah menyebar di 22 propinsi, yang

    pada tahun 2010 luasnya mencapai 8,3 juta Ha, yang sekitar 41% merupakan

    perkebunan rakyat (Ditjenbun, 2012). Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit

    akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit. Dalam

    proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah terbesar yaitu sekitar

    23% tandan buah segar (TBS). Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah

    selulosa dan lignin, sehingga limbah ini disebut sebagai limbah lignoselulosa

    (Widiastuti dan Tri, 2007). Dalam satu ton kelapa sawit, terdapat 230-250 kg

    tandan kosong kelapa sawit, 130-150 serat, 65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan

    160-200 kg minyak mentah (Fauzi, 2005).

  • 5

    Gambar 2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit

    Contoh gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas

    30 ton/jam akan menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m

    3/hari

    sehingga hasil perpaduan kedua limbah tersebut akan diolah menghasilkan

    kompos TKKS sebesar 70 ton/hari. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah

    sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya

    pengolahan limbah yang cukup besar (PPKS, 2008).

    Berdasarkan data dari Dirjenbun, potensi limbah TKKS ini sangatlah

    besar seperti yang ditunjukkan dalam grafik di bawah ini.

    Gambar 2.2 Perkiraan jumlah TKKS Indonesia sejak tahun 2000-2009 berdasarkan data

    produksi CPO Indonesia

    Tandan kosong kelapa sawit mengandung serat yang tinggi. Kandungan

    utama TKS adalah selulosa dan lignin. Selulosa dalam TKKS dapat mencapai 54-

    60%, sedangkan kandungan lignin mencapai 22-27% (Hambali, 2007).

  • 6

    Tabel. 2.1. Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit

    Parameter Nilai, %

    Lignin 17-20

    Alfa-selulosa 43-44

    Pentosan 27

    Hemiselulosa 34

    Abu 0,7-4,0

    Silika 0,2

    Sumber: Dian Anggraini & Han Roliadi, 2011

    Dua bagian tandan kosong kelapa sawit yang banyak mengandung

    selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung tandan kosong sawit yang agak

    runcing dan agak keras. (Hasibuan, 2010).

    2.2 Pulp

    Pulp atau bubur kertas merupakan serat berwarna putih yang diperoleh

    melalui proses penyisihan lignin dari biomassa. (Jalaluddin, 2005). Pulp dapat

    diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, selulosa asetat dan turunan

    selulosa yang lain. Sebagai bahan baku pulp dipakai bahan baku jerami dan

    merang dan meningkat menjadi bahan baku bambu, ampas, tebu, pohon kapas,

    serat dan jenis rumput rumputan.

    Syarat syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni :

    Berserat

    Kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %

    Kadar ligninnya kurang dari 25 %

    Kadar air maksimal 10 %

    Memiliki kadar abu yang kecil

    (Harsini dan Susilowati, 2010).

  • 7

    2.2.1 Pengelompokan Pulp

    Menurut komposisinya pulp dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:

    1. Pulp kayu (wood pulp)

    Pulp kayu adalah pulp yang berbahan baku kayu, pulp kayu dibedakan

    menjadi :

    - Pulp kayu lunak (soft wood pulp)

    Jenis kayu lunak yang umum digunakan berupa jenis kayu berdaun jarum

    (Needle Leaf) seperti Pinus Merkusi, Agatis Loranthifolia, dan Albizza

    Folcata.

    - Pulp kayu keras (hard wood pulp)

    Pada umumnya serat ini terdapat pada jenis kayu berdaun lebar (Long

    Leaf) seperti kayu Oak.

    2. Pulp bukan kayu (non wood pulp)

    Pada saat ini pulp non kayu yang dihasilkan digunakan untuk

    memproduksi kertas meliputi : percetakan dan kertas tulis, linerboard,

    medium berkerut, kertas koran, tisu, dan dokumen khusus. Pulp non kayu

    yang umum digunakan biasanya merupakan kombinasi antara pulp non

    kayu dengan pulp kayu lunak kraft atau sulfit yang ditambahkan untuk

    menaikkan kekuatan kertas. Karekteristik bahan non kayu mempunyai

    sifat fisik yang lebih baik daripada kayu lunak dan dapat digunakan di

    dalam jumlah yang lebih rendah bila digunakan sebagai pelengkap sebagai

    bahan pengganti bahan kayu lunak. Sumber serat non kayu meliputi:

    - Limbah pertanian dan industri hasil pertanian seperti jerami padi,

    gandum, batang jagung, dan limbah kelapa sawit.

    - Tanaman yang tumbuh alami seperti alang alang, dan rumput

    rumputan.

    - Tanaman yang diolah, seperti serat daun, dan serat dari batang.

    3. Pulp kertas bekas

    (Harsini dan Susilowati, 2010)

  • 8

    2.2.2 Pembuatan Pulp

    Ada 3 macam proses pembuatan pulp, yaitu proses mekanis, proses

    semi-kimia dan proses kimia. Pada proses mekanis tidak digunakan bahan-bahan

    kimia. Bahan baku digiling dengan mesin sehingga selulosa terpisah dari zat-zat

    lain. Pada proses semi-kimia dilakukan seperti proses mekanis tetapi dibantu

    dengan bahan kimia untuk lebih melunakkan sehingga serat-serat selulosa mudah

    terpisah dan tidak rusak. Pada proses kimia bahan baku dimasak dengan bahan

    kimia tertentu untuk menghilangkan zat lain yang tidak perlu dari serat-serat

    selulosa. Dengan proses ini, dapat diperoleh selulosa yang murni dan tidak rusak.

    Ada beberapa metoda pembuatan pulp dengan proses kimia, yaitu:

    a. Metoda proses basa : proses soda dan proses sulfat

    b. Metoda proses asam : proses sulfit

    Beberapa proses pembuatan kimia antara lain:

    a. Proses Sulfat (proses Kraft)

    Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki

    kekuatan lebih tinggi daripada proses mekanis dan semikimia, akan tetapi

    rendemen yang dihasilkan lebih kecil di antara keduanya karena

    komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral)

    (Anonim, 2012). Proses ini adalah proses yang paling banyak digunakan

    oleh pabrikkertas di dunia. Kelebihan proses kraft terletak pada

    kemampuannya mengolah sernua jenis kayu, mampu menghasilkan sifat

    kekuatan pulp yang tinggi, dan sistem pendauran bahan kimianya yang

    sudah sangat baik. Namun ada sejumlah kelemahan rnendasar pada proses

    ini, yaitu antara lain bau busuk yang bahkan tetap dirniliki oleh pabrik

    termodern sekalipun. Masalah serius lainnya berhubungan dengan

    kapasitas ekonomis pabrik. Pabrik kraft baru harus memiliki kapasitas

    produksi 1000 ton per hari atau lebih agar bisa beroperasi secara

    ekonomis, dan sudah tentu hal ini mensyaratkan investasi modal yang

    besar. Di beberapa negara, seperti Jerman misalnya, pertimbangan

    keselamatan menjadi alasan untuk melarang penggunaan sistem pembakar

    pendauran bahan kimia jenis Tomlinson karena ketakutan kemungkinan

  • 9

    akan adanya ledakan senyawaan berbau dari proses kraft ini. Pabrik

    pemutihan pulp kraft telah pula menjadi target para pencinta lingkungan

    karena penggunam khlorin, khlorin dioksida atau persenyawaan

    mengandung khlor laimya. Penggantian urutan pemutihan tanpa kehadiran

    senyawa berkhlor tidaklah mudah untuk m emutihkan pulp kraft, karena

    lignin tinggal dalam pulp kraft sangat sulit untuk dihilangkan oleh

    senyawa lain. Kalaupun digunakan urutan pemutihan tanpa senyawa ber-

    khlor, maka derajat putih yang diperoleh tidak setinggi pulp yang

    diputihkan dengan senyawa ber-khlor. (Wistara, 2010).

    b. Proses Soda

    Proses soda umumnya digunakan untuk bahan baku dari limbah pertanian

    seperti merang, katebon, bagase serta kayu lunak. Merupakan proses

    pemasakan dengan metode proses basa. Larutan perebus yang digunakan

    adalah NaOH. Proses ini sangat cocok digunakan untuk bahan baku non

    kayu. Pada proses Soda proses lebih menguntungkan dari segi teknis dan

    ekonomis dibandingkan dengan menggunakan proses lain, karena tidak

    membuat limbah yang begitu berbahaya di lingkungan sekitar (Sugesty

    dan Tjahjono, 1997 dalam Harsini dan Susilowati, 2010).

    c. Proses Sulfit

    Merupakan proses pemasakan dengan metode asam. Bahan baku dalam

    proses ini adalah kayu lunak. Pulp yang dihasilkan berwarna keruh, tetapi

    mudah dipucatkan. Kerugian yang timbul adalah larutan pemasak

    menggunakan bahan dasar kation Calsium, yang akan mempersulit dalam

    mengambilnya. Calsium akan menyebabkan kerak pada alat alat

    pemasak (Harsini dan Susilowati, 2010).

    d. Proses Nitrat

    Penggunaan asam nitrat sebagai larutan pemasak telah mendapatkan

    perhatian dalam beberapa tahun dan terus dikembangkan. Pada proses ini

    bahan baku direbus dengan HNO3 dalam pemanas air. Bahan yang sudah

    diolah direbus lagi dengan NaOH 2 % berat selama 45 menit untuk

    melarutkan lignin yang rusak.

  • 10

    Pada kenyataannya proses pulping secara konvensional tersebut memiliki

    beberapa kelemahan, terutama terhadap randemen pemasakan yang rendah, biaya

    produksi tinggi, laju delignifikasi rendah dan pencemaran lingkungan karena

    adanya limbah larutan pemasak.

    2.3 Proses Organosolv

    Prinsip dari proses organosolv adalah melakukan fraksional biomassa

    menjadi komponen utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) tanpa

    banyak merusak atau mengubahnya dan dapat diolah menjadi lebih lanjut menjadi

    produk yang dapat dipasarkan. Kelebihan dari proses organosolv adalah

    berdampak kecil bagi lingkungan yaitu tidak menimbulkan pencemaran seperti

    gas-gas yang disebabkan oleh belerang. Cairan pemasak (pelarut organik) dapat

    digunakan kembali setelah dimurnikan terlebih dahulu dan produk samping

    mempunyai daya jual seperti glukosa, heksosa, fulfural, adhesive, serta bahan-

    bahan kimia (Jalaluddin dan Samsul, 2005).

    Proses organosolv memiliki beberapa keuntungan seperti dapat

    beroperasi secara ekonomis dengan adanya daur ulang larutan pemasak, dampak

    terhadap lingkungan rendah karena proses ini tidak mengandung sulfur,

    memberikan produk-produk sampingan karena mudahnya pemisahan lignin

    sebagai bahan padat dan karbohidrat sebagai bahan gula. Beberapa kelemahan

    dari proses organosolv ini adalah pencucian pulp tidak dapat menggunakan air,

    bahan kimia yang bersifat menguap (volatil) sehingga mudah terbakar bila

    digester mengalami kebocoran, serta tidak cocok untuk proses pulping dengan

    campuran dari beberapa jenis kayu (Aziz dan Sarkanen, 1989).

    Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan

    pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai

    macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini

    adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan

    bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan

    proses organocell (menggunakan metanol) (Prades, 2009).

  • 11

    Pelarut organik berfungsi untuk melarutkan lignin, memudahkan dalam

    pemisahan serat dan menjadikan proses delignifikasi dapat berlangsung lebih

    merata (Tahyu, 1996).

    Lebih besarnya randemen pada proses organosolv dapat ditinjau dari

    penelitian-penelitian sebelumnya, seperti pada penelitian Harsini dan Susilowati

    (2010) pada pembuatan pulp dari kulit buah kakao dimana randemen pulp yang

    diperoleh 69,82% dan pada penelitian Jalaluddin dan Samsul Rizal (2005) pada

    pembuatan pulp dari jerami padi dengan randemen 91,484%. Randemen ini lebih

    tinggi dibandingkan randemen pulp dengan metode Kraft pada pembuatan pulp

    TKKS oleh Anggraini dan Han Roliadi (2011) yaitu hanya 60,17%.

    2.4 Selulosa dan Hemiselulosa

    2.4.1 Selulosa

    Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa.

    Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan tersebar di

    alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu,

    tekstil dan kertas. Sumber utama selulosa ialah kayu. Umumnya kayu

    mengandung sekitar 50% selulosa, bersama dengan penyusun lainnya, seperti

    lignin. Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pencernaan kayu dengan larutan

    belerang dioksida dan hidrogen sulfit (bisulfit) dalam air pada proses sulfit, atau

    larutan natrium hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat

    (proses Kraft). Pada kedua proses ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh

    selulosa. Sumber lain selulosa ialah kapas yang hampir seluruhnya memang

    selulosa. Ekstraksi dilakukan dengan mereaksikannya dengan larutan natrium

    hidroksida di bawah tekanan, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelantangan

    dengan gas klor atau kalsium hipoklorit (Cowd, 1991).

    Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel

    bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa terdiri

    atas rantai panjang unit-unit glukosa yang terikat dengan ikatan 1-4-glukosida

    (Sukarta, 2008).

  • 12

    Glukosan yang memiliki bobot molekul 50.000-500.000 ini terdapat

    dalam dinding sel tanaman dan memberikan kekuatan pada dinding sel tanaman

    tersebut. Jerami, kapas, rami, kertas saring dan beberapa jenis kayu-kayuan

    mengandung banyak selulosa. Struktur kimia selulosa berupa rantai yang tidak

    bercabang dan tersusun atas satuan-satuan -D-glukopiranosa, dengan ikatan

    glikosida 1,4. Analisis Sinar-X membuktikan bahwa selulosa berupa rantai-rantai

    panjang sejajar yang terikat menjadi satu oleh ikatan hidrogen. Hal ini yang

    menyebabkan selulosa berbentuk serat-serat panjang (Sumardjo, 2008).

    Gambar 2.3. Struktur Kimia Selulosa

    Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi

    hingga organisme primitif seperti lumut dan rumput laut. Selulosa tidak larut

    dalam air maupun zat pelarut organik dan mempunyai daya tarik yang tinggi.

    Selulosa merupakan bahan dasar dari banyak produksi teknologi kertas, dan serat.

    Sifat serat selulosa adalah :

    Memiliki kekuatan tarik yang tinggi

    Mampu membentuk jaringan.

    Tidak mudah larut dalam air, alkali dan pelarut organik

    Relatif tidak berwarna.

    Memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat

    (Harsini dan Susilowati, 2010).

    Selulosa berperan besar dalam memberikan kekuatan tarik sedangkan

    lignin memberi kekuatan tekan dan mencegah pelipatan mikrofibril. Selulosa dan

    lignin diikat dengan hemiselulosa.

    Gugus fungsional dari gugus selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus

    hidroksil selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Struktur

    rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di

  • 13

    dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama

    membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly cristalline) dimana setiap

    rantai selulosa diikat bersama-sama oleh ikatan hidrogen (Dewi, 2011).

    Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai

    kelarutan yang besar dalam air, karena banyak kandungan gugus hidroksil yang

    dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara

    pelarut-terlarut. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan

    hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah

    kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antar

    gugus hidroksil yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab

    kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. (Cowd, 1991).

    2.4.2 Hemiselulosa

    Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari unit D-

    glukosa, D-manosa, L-arabiosa dan D-xilosa. Hemiselulosa pada kayu berkisar

    antara 20-30%. Dilihat dari strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai

    potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH yang

    terikat dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada

    selulosa dan hemiselulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben

    tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat menjerap zat

    yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. (Sukarta, 2008).

    Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah

    mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya

    jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam

    pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam. Perbedaan hemiselulosa

    dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut

    dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa juga bukan

    merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan

    menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa akan

    menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya. adanya hemiselulosa

    mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama

  • 14

    proses mekanis dalam air. Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel

    dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang

    dan tanaman lainnya. Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat,

    mudah mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam

    alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan

    antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat

    tunggal. Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak,

    dan pada saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah

    menjadi berserabut.(Oktarina, I., 2009).

    Gambar 2.4 Struktur Kimia Hemiselulosa

    2.5 Lignin

    Lignin, suatu konstituen utama kayu, merupakan polimer fenol yang

    rumit yang mempunyai kemiripan superfisial dengan damar-damar fenol sintesis.

    Kayu hampir seluruhnya terdiri dari tiga bahan: polisakarida, selulosa dan

    hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan semen yang mengikat fibril-fibril

    selulosa bersama-sama dan benyak memberikan stabilitas dimensi kayu.

    Menduduki sekitar 25% sampai 30% kayu, lignin merupakan polimer yang sangat

    melimpah yang mesti mencapai potensinya berkaitan dengan aplikasi-aplikasoi

    polimer. Saat ini sebagian besar lignin yang diproduksi dalam operasi-operasi

    pembuburan kayu dibakar sebgai bahan bakar pada tempat pembuburan.

    Struktur lignin bervariasi menurut sumbernya., tetapi suatu pendekatan

    dari segmen lignin kayu lunak mengilustasikan kompleksitasnya. Berat molekul

    lignin natif diperkirakan sangat tinggi, tetapi karena proses dari pemisahan

  • 15

    selulosa tak terelakkan lagi menyebabkan degradasi, untuk menyatakan sampai

    tingkat berapa tingginya adalah hal yang tidak mungkin. Karena lignin

    mengandung sejumlah besar cincin-cincin benzena aktif, lignin yang terdegradasi

    cepat bereaksi dengan formaldehida, yang telah menyebabkan pengembangan

    komersial terbatas dalam bidang bahan-bahan perekat kayu lapis. Sulfonat-

    sulfonat lignin yang diperoleh dari pembuburan kayu juga dipakai sebagai bahan

    perekat, asphalt extender dan oil-well drillin mud additives.reaksi dengan

    propilena oksida, misalnya menghasilkan turunan-turunan hidroksipropil yang

    telah dikonversi ke poliuretana termoset (Stevens, 2001).

    Gambar 2.5. Struktur Lignin

    2.5.1 Delignifikasi

    Delignifikasi pada proses organosolv disebabkan oleh terputusnya ikatan eter,

    yaitu -aril eter dan aril gliserol--aril eter dalam molekul lignin. Hidrolisis -aril

    eter bereaksi cepat dengan energi aktivasi 19 kkal/mol. Sedangkan untuk

    memutuskan ikatan aril gliserol--aril eter energi aktivasinya 36 kkal/mol

    (Sarkanen, 1990 dalam Tahyu, 1996).

    Casey (1980) dalam Oktaveni (2009) mengatakan, suhu, tekanan dan

    konsentrasi larutan pemasak selama proses pulping merupakan faktor-faktor yang

    akan mempengaruhi kecepatan reaksi pelarutan lignin, selulosa dan hemiselulosa.

    Selulosa tidak akan rusak saat proses pelarutan lignin jika konsentrasi larutan

  • 16

    pemasak yang digunakan rendah dan suhu yang yang digunakan sesuai.

    Pemakaian suhu di atas 180oC menyebabkan degradasi selulosa lebih tinggi,

    dimana pada suhu ini lignin telah habis terlarut dan sisa bahan pemasak akan

    mendegradasi selulosa.

    2.6 Bilangan Kappa

    Pulp terurai direaksikan dengan sejumlah larutan kalium permanganat

    (KMnO4). Jumlah pulp yang direaksikan akan mengkonsumsi 50 % Kalium

    Permanganat pada akhir reaksi. Reaksi dilanjutkan dengan menambahkan larutan

    Kalium Iodida (KI) dan iod yang bebas dititrasi dengan larutan Natrium

    Thiosulfat (Na2S2O3). Angka yang dihasilkan dikoreksi secara tepat dengan 50 %

    konsumsi sisa Kalium Permanganat (Balitbang Industri, 2008).

    Bilangan kappa merupakan indikator kandungan lignin sisa di dalam

    pulp. Di samping itu dapat menunjukkan tingkat kematangan pulp. Pulp dengan

    bilangan kappa tinggi menunjukkan bahwa kandungan lignin sisa di dalamnya

    masih relatif tinggi, tingkat kematangan rendah dan delignifikasinya rendah.

    Dalam pembuatan pulp diharapkan bilangan kappa yang dihasilkan serendah

    mungkin, sehingga bahan kimia pemutih yang diperlukan lebih sedikit untuk

    menghasilkan pulp putih.

    Pada analisis bilangan kappa terjadi reaksi sebagai berikut :

    Oksidasi : MnO4- + 8 H

    + + 5 e Mn2+ + 4H2O x 2 Reduksi : 2I

    - I2 + 2 e x 5 +

    2 MnO4- + 16 H

    + + 10 e 2 Mn2+ + 8 H2O

    10I- 5 I2 + 10 e +

    2 MnO4- + 16 H

    + + 10I

    - 2 Mn2+ + 8 H2O + 5 I2