Top Banner

of 48

UNIMED-Master-728-071188830023 Bab II

Oct 04, 2015

Download

Documents

AiraNaim

UNIMED-Master-728-071188830023 Bab II
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB II

    KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL

    DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    A. Kerangka Teoritis 1.

    Hakikat Matematika

    Matematika sebagai suatu "ilmu" memiliki objek dasar yang berupa fakta,

    konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi obyek-obyek

    lain misalnya pola-pola, struktur-struktur dalam matematika. Dalam pembelajaran

    matematika perlu diusahakan perkembangan kognitif siswa, dengan mengkonkritkan

    objek matematika yang abstrak menjadi real agar mudah dipahami oleh siswa. Di

    dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika , pada dasamya

    pembelajaran matematika bertujuan untuk : menata nalar, membentuk sikap siswa

    dan menumbuhkan kemampuan menggunakan/menerapkan matematika. Hal ini

    berarti bahwa dalam proses pembelajaran tidaklah cukup bila hanya memberi tekanan

    pada terampil menghitung dan dapat menyelesaikan soal. Pembelajaran matematika

    berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bemalar melalui kegiatan

    penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan pola pikir, dan

    model matematika sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram

    dalam menjelaskan gagasan.

    Pelajaran matematika terdiri atas bagian-bagian matematika yang bertujuan

    untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa

    serta terpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Hal ini berarti

    bahwa matematika tidak terpisahkan dengan ilmu lainnya. Depdikbud (1994) ada dua

    ciri penting dan matematika yaitu : (1) memiliki obyek kejadian yang abstrak, (2)

    berpola pikir deduktif dan konsisten. Keabstrakan matematika diawali dan kesulitan

    guru dan siswa dalam memahami makna. Sedangkan berpikir deduktif atau berfikir

    dari yang umum ke yang khusus, juga merupakan cam berpikir dan yang abstrak ke

    yang konkrit. Menurut Yuyun (1998) matematika adalah bahasa yang

    13

  • melambangkan serangkaian makna dan pernyataan yang ingin kita sampaikan.

    Lambang-lambang matematika bersifat artifisial , yaitu lambang tersebut akan

    mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Makna dan sesuatu

    lambang memegang peran kunci dalam pelajaran matematika. Guru memegang

    peranan penting dalam transfer makna kepada siswa. Guru yang kurang jelas

    mentransfer makna, siswa akan kesulitan dalam belajar matematika.

    Untuk menjelaskan tentang hakikat matematika , dalam The World Book

    Encyclopedia dikemukakan bahwa matematika merupakan salah satu cabang ilmu

    pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Ilmu ini membantu manusia

    dalam mengembangkan berbagai studi yang penting, dan mempunyai kekuatan untuk

    memecahkan teka-teki serta masalah yang dihadapi manusia. Dalam kamus

    matematikanya dikatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai

    bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah

    banyak dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis dan geometri.

    Selanjutnya Johnson dan Rising (dalam Ruseffendi 1991) dalam bukunya mengatakan

    bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang

    logis, yang menggunakan bahasa dengan istilah yang didefenisikan dengan cermat,

    jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol

    mengenai ide dari pada mengenai bunyi.

    Gagne (dalam Nasution 2004) mengatakan bahwa matematika memiliki

    cakupan objek yang sangat luas yang bersifat langsung yang terdiri dari fakta,

    konsep, skill dan prinsip, serta yang bersfat talc langsung, seperti transfer belajar,

    kemampuan inkuiri, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan

    penghargaan terhadap struktur matematika. Cornelius (dalam Mujiono 2006)

    mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya belajar matematika bagi siswa,

    antara lain : (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang

    studi memerlukan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang

    kuat singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam

    berbagai cars, (5) meningkatkan kreativitas, (6) memberikan kepuasan terhadap

    usaha memecahkan masalah yang menantang.

    14

  • Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa matematika merupakan ilmu

    pengetahuan yang memiliki cakupan yang lugs dan kompleks, mencakup fakta, skill

    dan prinsip, transfer belajar, kemampuan inkuiri, kemampuan memecahkan masalah,

    dan lain sebagainya. Matematika sangat dibutuhkan dalam memecahkan berbagai

    persoalan yang dihadapinya, menggunakan pola pikir yang sistematis dan terstruktur

    (rasional), cermat, jelas dan akurat. Kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan

    dan alternatif pemecahan masalah secara rasional ini dapat dimiliki oleh siswa dengan

    kemampuan pengetahuan dan keterampilan matematika yang memadai guna

    memperoleh hasil belajar matematika yang optimal.

    2. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik

    a. Hakikat Pendekatan Pembelajaran

    Pada dasamya pendekatan pembelajaran sangat diperlukan dalam upaya

    menciptakan suasana yang kondusif sebagai pendukung kegiatan belajar mengajar.

    Menurut Gagne (dalam Nasution, 2004) menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran

    merupakan serangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga terjadi proses

    belajar. Peristiwa-peristiwa itu mempengaruhi siswa karena berupa interaksi antara

    siswa dan lingkungan belajar yang biasanya diatur oleh guru dengan tujuan mencapai

    sasaran pembelajaran yang dimaksud. Dengan demikian terdapat peristiwa yang

    direncanakan oleh guru untuk mengaktitkan dan mendorong siswa agar mereka dapat

    belajar dengan baik.

    Pendekatan pembelajarar_ adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang

    biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berhubungan dengan

    sesuatu. Oleh karena itu pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu lagi

    dibuktikan kebenarannya. Pendekatan Pembelajaran berfungsi untuk mendiskripsikan

    apa yang akan dilakukan dalam pemecahan suatu masalah. Pendekatan pembelajaran

    dapat berwujud cars pandang, filsafat atau kepercayaan yang diyakini akan

    kebenarannya (Sianturi,2008). Istilah pendekatan berbeda dengan metode dan teknik.

    Menurut Hidayat (1996) ketiga konsep ini bersifat hierarkis. Metode adalah rencana

    penyajian bahan materi yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan

    pendekatan tertentu, sedangkan teknik adalah cara-cara dan alat-alat yang digunakan

    15

  • seorang guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran di dalam kelas. Teknik

    merupakan daya upaya, usaha-usaha , atau cara-cara yang digunakan oleh seseorang

    guru dalam mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pengajaran pada waktu

    itu. Jadi teknik merupakan kelanjutan dari metode, sedangkan arahnya harus sesuai

    dengan pendekatan, kemudian menentukan metode yang cocok dengan tujuan

    pembelajaran, baru kemudian memikirkan daya upaya untuk menyampaikan bahan

    itu kepada siswa.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan bersifat aksiomatis,

    metode bersifat procedural, dan teknik bersifat implementasional. Suatu pendekatan

    akan menghasilkan beberapa metode dan suatu metode akan menghasilkan beberapa

    teknik, seperti yang digambarkan oleh Hubbard (dalam Gulo. W.; 2002) pada gambar

    berikut.

    Gam bar 2.1.: Hubungan Pendekatan, Metode dan Teknik.

    Ketiga konsep pada gambar di atas membangun suatu strategi pembelajaran

    yang saling bertautan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

    Menurut Edwar Anthony (dalam Hidayat 1986), strategi mempunyai dua pengertian,

    yaitu pengertian luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian yang luas , Strategi

    meliputi pendekatan, metode dan teknik, sedangkan strategi dalam pengertian yang

    sempit adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan.

    16

    ect.

    Technique 1

    Approach

  • Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di

    kelas pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk mengembangkan kreativitas

    siswa. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting

    dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan bukan hanya sekedar

    menyampaikan informasi atau pengetahuan belaka kepada siswa, akan tetapi

    melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang kompleks agar hasil yang diinginkan

    dalam pencapaian tujuan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Penggunaan

    pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran pada dasamya akan

    meningkatkan hasil tujuan belajar yang ditentukan sebelumnya. Jika pendekatan

    pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka akan

    berakibat terjadinya ketidaksesuaian dalam proses belajar mengajar yang efektif. Di

    dalam pembelajaran matematika dikenal Pendekatan Matematika Realistik (PMR),

    pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat interalctif dan kontekstual.

    b. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

    Pendekatan Matematika Realistik merupakan pembelajaran kontekstual.

    Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan nama

    beragam. Di Negara Belanda disebut dengan istilah Realistic Mathematics Education

    (RME). Di Amerika disebut dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL)

    (Kusnandar, 2007). Dalam bahasa Indonesia oleh Soedjadi RME, diartikan sebagai

    Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dan secara operasional sering

    disebut Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Inti dari pendekatan ini adalah

    mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik

    untuk mengaitkan pengetahuan, yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari

    siswa.

    Teori Realistik Mathematics Education (_tME) atau Pendekatan Matematika

    Realistik (PMR) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun

    1970 oleh Institut Freudhenthal.

    17

  • Realistic mathematics education is a theory in mathematics education. It stresses

    the idea that mathematics is a human activity and mathematics must be connected to

    reality, real to the learner using real-world context as a source of concept

    development and as an area application, through process of mathematization both

    horizontal and vertical (Gravemeijer, 1994).

    Dalam teori pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik adalah suatu

    teori yang menekankan ide, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan

    matematika harus dihubungkan kepada realitas siswa dengan mengunakan konteks

    dunia nyata sebagai suatu sumber pengembangan konsep dan sebagai suatu tempat

    pembuktian melalui proses matematika horizontal dan vertikal.

    Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang guru

    terhadap proses pembelajaran, atau jalan/cara yang ditempuh oleh guru dan siswa

    dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan

    (Semiawan, 2006). Ada dua macam pendekatan yaitu : pendekatan yang berpusat

    pada guru (teacher-center approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa

    (student-center approaches).

    Teori PMR mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa

    matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merripakan aktifitas

    manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan

    kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktifitas manusia berarti manusia

    hams diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan

    bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui

    penjelajahan berbagai situasi dan persoalan "realistik". Realistik dalam hal ini

    dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan

    oleh siswa (Sletenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh

    prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali

    menggunakan konsep matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformulasikan oleh

    Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Contoh matematisasi

    horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasian masalah dalam

    cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah

    matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan

    dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunan model-model

    yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini perlu

    i s

  • mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai

    yang sama.

    Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam

    pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu : mekanistik,

    emperistik, strukturalitik, dan relistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan

    tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dan pengalaman sendiri (diawali

    dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Pendekatan emperistik adalah suatu

    pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa

    dapat menemukan melalui matematisasi horizontal. Pendekatan strukturalistik

    merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran

    penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep

    dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan

    yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui

    aktifitas matematisasi horizontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan

    mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

    Dalam pandangan psikologi modern setiap pembelajaran menuntut keterlibatan

    intelektual-emosional siswa melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk

    mengembangkan pengetahuan,tindakan ,serta pengalaman langsung dalam rangka

    membentuk keterampilan (motorik ,kognitif dan social), penghayatan serta

    internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap (Wina Sanjaya, 2007), hal ini

    menunjukkan proses pembelajaran diarahkan berpusat kepada siswa ( siswa sebagai

    subjek dalam proses pembelajaran). Salah satu faktor yang menentukan hasil belajar

    siswa adalah pendekatan pembelajaran. Untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai

    dengan tujuan pembelajaran dibutuhkan kemampuan dalam memilih pendekatan

    pembelajaran yang tepat, sebab pendekatan pembelajaran merupakan hal penting yang

    harus diperhatikan dalam suatu proses belajar mengajar.

    Pendekatan pembelajaran yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan metode,

    media dan sumber belajar lainnya yang dianggap relevan dalam menyampaikan

    informasi, dan membimbing siswa agar terlibat secara optimal, sehingga siswa dapat

    memperoleh pengalaman belajar dalam rangka menumbuh kembangkan

    19

  • kemampuannya., seperti mental, emosional dan sosial serta keterampilan atau

    kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan demikian pemilihan pendekatan

    pembelajaran yang sesuai dapat membangkitkan dan mendorong timbulnya aktifitas

    siswa untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi

    pelajaran tertentu. Salah satu contoh pendekatan pembelajaran interaktif adalah

    Pendekatan Matematika Realistik. PMR pertama kali dikembangkan oleh Institut

    Freudenthal di negeri Belanda. Turmudi dan Dasari (2000) serta Sabandar dan

    Turmudi (2001) mencatat bahwa sekurang-kurangnya pendekatan matematika

    realistik telah mengubah image siswa tentang matematika.

    b.1 Karakteristik PMR

    Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam PMR yaitu:

    (a) Guided Reinvention and Progressive mathematization (Penemuan terbimbing dan

    Bermatematika secara progressif, (b) Didactical Phenomenology (fenomena

    Pembelajaran), (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri). Sesuai

    dengan ketiga prinsip di atas, proses pembelajaran matematika berdasarkan PMR

    perlu memperlihatkan lima karakteristik yaitu: (a) menggunakan masalah

    kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi

    siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). (Gravemeijer, 1994; Armanto,

    2002). Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan

    pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika

    melalui pemberian suatu masalah konsektuaL

    6.1.1. Menggunakan Masalah Kontekstual.

    Dalam PMR pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata),

    sehinggga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara

    langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dan situasi nyata

    dinyatakan oleh De Lange (dalam Asep 2006) sebagai matematisasi konseptual.

    Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih

    komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke

    bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk

    menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu

    2 0

  • diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday

    experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000).

    Proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan pengetahuan

    siswa sebagai sarana untuk memahami konsep-konsep matematika melalui penyajian

    suatu masalah kontekstual. Menurut Figuiredo (Haji, 2005) ciri-ciri konteks dalam

    RME adalah (a) dapat dibayangkan, (b) berhubungan dengan dunia siswa (c) tidak

    terpisah dari proses pemecahan soal, (d) dimulai dengan pengetahuan informal siswa

    dan terorganisasi secara matematis. Zulkardi (2008) menjelaskan tentang peran soal

    kontekstual dalam pembelajaran matematika. Menurutnya, pembelajaran matematika

    akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa jika guru menghadirkan masalahmasalah

    kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah yang sudah dikenal, dekat dengan

    kehidupan riil sehari-hari siswa. Masalah konstekstual dapat digunakan sebagai titik

    awal pembelajaran matematika dalam membantu siswa mengembangkan pengertian

    terhadap konsep matematika yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai cumber

    aplikasi matematika. Masalah kontekstual dapat digali dari (1) Situasi personal siswa;

    situasi yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, baik di rumah dengan

    keluarga, dengan teman sepermainan, dan sebagainya. (2) Situasi sekolah/akademik;

    situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan

    yang berkait dengan proses pembelajaran. (3) Situasi masyarakat; situasi yang terkai t

    dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal. (4) Situasi

    saintifik/matematika; situasi yang berkaitan dengan fenomena substansi secara

    saintifik atau berkaitan dengan matematika itu sendiri

    b.1.2. Menggunakan Model

    Soejadi (2001) mengemukakan bahwa PMR pada dasarnya adalah

    pemamfaatan rLalita dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses

    pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara

    lebih baik dari masa yang lalu. Realita merupakan hal-hal nyata atau konlcrit yang

    dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang

    dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik di

    lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.

    21

  • Pada waktu siswa menghadapi permasalahan kontekstual, siswa akan menggunakan

    strategi pemecahan masalah untuk mengubah permasalahan kontekstual menjadi

    permasalahan matematik, representasi inilah yang disebut pemodelan.

    Pemodelan adalah strategi pemecahan masalah yang dihadapi siswa dengan

    cara mengubah permasalahan kontektual menjadi permasalahan matematika. Dalam

    proses pemodelan siswa diharapkan dapat menemukan hubungan antara bagian-

    bagian masalah kontekstual dan mentransfemya ke dalam model matematika melalui

    penskemaan, perumusan serta pemvisualisasian (Saragih 2007). Istilah model

    berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh

    siswa sendiri (self developed models). Peranan self developed models merupakan

    jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika

    informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam

    menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia

    nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi

    model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser

    menjadi model for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model

    matematika formal. Jan de Lange (dalam Asep 2006) menyatakan model skematis

    proses pembelajaran yang merupakan proses pengembangan ide-ide dan konsep-

    konsep yang dimulai dari dunia nyata yang disebut dengan matematika konseptual,

    dapat digambarkan sebagai berikut:

    Dunia nyata

    Matematisasi dalam aplikasi Matematika dalam refleksi

    Abstraksi dan formalisasi

    Gambar 2.2.: Matematisasi konseptual Jan de Lange

    Dalam mengembangkan model, siswa memulainya dengan cam memformulasikan

    masalah kontekstual dalam bentuk informal (model of), selanjtunya melalui proses

    refleksi dan generalisasi siswa dikondisikan untuk mengarah ke model yang lebih

    2 2

  • umum yang disebut dengan model for (model formal). Menurut Ruseffendi (1988) ada

    tiga macam model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran yaitu model

    konkrit, model diagram dan model abstrak atau simbol.

    6.1.3. Menggunakan Kontribusi dan Produksi Siswa.

    Kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa

    sendiri, dimana siswa dituntut untuk dapat memproduksi dan mengkontruksi sendiri

    model secara bebas melalui bimbingan guru. Guru membimbing siswa sampai mampu

    merefleksilcan bagian-bagian penting dalam belajar yang akhimya mampu

    mengkontruksi model dari informal sampai ke bentuk formal. Streeland (1991)

    menekankan bahwa dengan pembuatan "produksi bebas" siswa terdorong untuk

    melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.

    Srategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual

    merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk

    mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

    b.I.4. Interaktif.

    Interaksi antara siswa dengan guru, sesama siswa atau sebaliknya merupakan

    bagian penting dalam PMR. Jenis interaksi yang terjadi dapat berbentuk negosiasi

    secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, pembenaran, setuju atau tidak

    setuju, pertanyaan atau refleksi, dan evaluasi sesama siswa dan guru. Melalui

    interaksi ini siswa diharapkan dapat membangun dan mengembangkan pengetahuan

    matematikanya.

    6.1.5. Keterkaitan (Intertwinment).

    Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam

    pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan

    berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya

    diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar dan

    geometri tetapi juga bidang lain. Keterkaitan adalah salah sate ciri pembelajaran

    dengan PMR. Konsep yang dipelajari siswa dengan prinsip-prinsip belajar mengajar

    matematika realistik hams merupakan jalinan dengan konsep atau materi lain baik

    23

  • dalam matematika itu sendiri maupun dengan yang lain, sehingga matematika bukanlah

    suatu pengetahuan yang bercerai berai melainkan merupakan suatu ilmu yang utuh dan

    terpadu. Hal ini dimaksudkan agar proses pemahaman siswa terhadap konsep dapat

    dilakukan secara bermakna dan holistik.

    b.2 Langkah-langkah PMR

    Menurut Rahayu (2005) pembelajaran dengan pendekatan PMRI mempunyai 5

    (lima) tahapan yang perlu dilalui oleh siswa, yaitu: penyelesaian masalah, penalaran,

    komunikasi, kepercayaan diri, dan representasi (pemodelan).

    Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal dengan menggunakan langkah-langkah sendiri. Dan yang patut dihargai ialah bahwa

    penggunaan langkah ini tidak berlaku baku/sama seperti yang dipakai pada buku

    atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang

    ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang

    dipakai oleh buku atau oleh guru.

    Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan

    tiap soal.

    Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasilcan jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah (menolak)

    jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri.

    Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang diperolehnya kepada kawan-

    kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan seandainya jawaban yang

    dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa diharapkan mau

    menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik secara lisan

    maupun secara tertulis.

    Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau lambang-lambang

    matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia hadapi.

    Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk

    representasi yang dipilihnya.

    Pelajaran matematika dengan pendekatan PMR sangat komprehensif. Artinya,

    penyajian materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika siswa

    mengerjakan suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal yang

    sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri barn dengan materi lama yang

    pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan suatu soal

    2 4

  • sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia sedang

    dihadapinya. Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral. Artinya,

    pelajaran matematika dapat dihubungkan langsung dengan pelajaran lain.

    b.3 Sintaks PMR

    Sintaks Pendekatan Matematika Realistik dapat dirumuskan seperti yang tercantum pada

    table berikut :

    Tabel 2.1 : Sintaks Pendekatan Matematika Realistik

    No Fase Aktivitas

    1 Pengantar Mengorganisasi kelas untuk belajar, kerja

    individual atau kerja kelompok

    Menyampaikan kepada siswa tentang apa

    yang akan mereka lakukan, menyelesaikan

    masalah, melalcukan aktivitas, melanjutkan

    mempelajari suatu topik, atau mengerjakan

    tugas (proyek)

    Menentukan masalah atau aktifitas. Jika perlu

    siswa diminta untuk mencatat pekerjaan

    mereka

    2 Aktivitas atau

    pemecahan masalah

    Siswa dilibatkan dalam berpikir matematika

    melalui pengalaman belajamya pada saat

    melakukan manipulasi, pengembangan model-

    model, situasi, skema dan simbol-simbol,

    eksperimen dan pemecahan masalah. Saat

    siswa mengerjakan tugas , guru berkeliling

    diantara siswa mengamati dan mendengar serta

    bertanya dan memberi komentar. Siswa atau

    guru dapat memberikan pertanyaan open-ended

    sebelum diskusi kelas.

    3 Saling membagi dan

    berdiskusi (sharing)

    Siswa melaporkan penyelesaian masalah

    mereka sendiri atau kelompok atau hash

    aktivitas atau mendiskusikan jawaban dan

    mempersentasikannya di depan kelas

    2 5

  • Guru mem impin diskusi menyampaikan

    pertanyaan apakah, mengapa,dan bagaimana

    siswa mencapai tujuan pelajaran. Pertanyaan

    akan memungkinkan siswa untuk untuk

    memnggunakan berpikir tingkat tinggi dan

    menghubungkan model

    4 Meringkas Siswa memeriksa kembali apa yang telah

    mereka lakukan atau pelajari

    Siswa mendemonstrasikan belajar (seperti

    memunculkan masalah kontekstual,

    menyelesaikan masalah yang diajukan guru,

    saling bertukar ide antar siswa, atau membuat

    laporan tertulis apa yang telah mereka

    pelajari).

    5 Menilai belajar Unit

    materi

    Sebelum ,selama dan setelah pengajaran

    digunakan berbagai penilaian seperti

    observasi, wawancara, portofolio, jurnal

    siswa, atau buku catatan harian, melengkapi

    tugas, kontribusi kelompok, proyek, kuis dan

    tes

    Penilaian ditekankan pada aktivitas siswa dan

    hasil tes pada akhir pokok bahasan.

    Dari sintak di atas bahwa pengajaran PMR terpusat kepada siswa, bukan lagi

    kepada guru. Guru diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran dengan

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kontekstual. Dalam hal ini

    diberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya,

    mengkontruksi konsep-konsep, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan

    strategi pemecahan masalah. Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

    matematika realistik guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator.

    2 6

  • b.4 Implementasi PMR Dalam Kegiatan Belajar Mengajar

    Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemamfaatan realita

    dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran

    matematika. Soejadi (2001) menjelaskan bahwa realita merupakan hal-hal yang

    nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat

    membayangkan, sedang yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan

    tempat siswa berada baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang

    dapat dipahami peserta didik. Dalam PMR siswa diajak untuk akK bebas

    mengeluarkan ide, dan mereka juga diharapkan untuk sharing ide-idenya artinya

    mereka bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Dalam PMR proses

    pembelajaran berlangsung secara interaktif, dan siswa menjadi fokus dari semua

    aktifitas di kelas. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yaitu membantu merka

    membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing mereka mengambil keputusan

    tentang ide mana yang lebih balk buat mereka. Tabel berikut ini merupakan

    implementasi PMR dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

    Tabel 2.2 : Implementasi PMR dalam Kegiatan Belajar Mengajar.

    Aktifitas Guru Aktifitas Siswa

    Guru menciptakan suasana yang kondusif

    untuk belajar, membagi kelompok

    diskusi siswa

    Siswa mempersiapkan diri belajar,

    membentuk kelompok diskusi

    Guru memotivasi siswa, dengan

    mengutarakan hal-hal yang menarik yang

    ditemui dalam kehidupan yang

    berhubungan dengan materi pelajaran

    Memperhatikan dan menyimak yang

    disampaikan guru

    Guni memberi pelajaran soal kontekstual Siswa secara individu atau kelompok kecil mengerjakan soal dengan strategi informal

    Guru merespon secara positif jawaban

    siswa dan memberi kesempatan untuk

    memikirkan strategi yang paling efektif

    Siswa secara sendiri-sendiri atau

    berkelompok menyelesaikan masalah tersebut

    Guru mengarahkan siswa pada masalah

    kontekstual dan selanjutnya meminta

    siswa mengerjakan masalah dengan

    menggunakan pengalaman mereka

    sambil menghampiri mereka dan member

    bantuan seperlunya.

    Beberapa siswa mengerjakan soal di

    papan tulis, melalui diskusi kelas,

    jawaban siswa dikonfrontasikan

    Guru mengenalkan istilah konsep Siswa merumuskan bentuk matematika

    formal

    Guru mmemberi tugas di rumah yaitu

    mengerjakan soal atau membuat soal

    ceritera beserta jawabannya yang sesuai

    dengan metematika formal

    Siswa mengerjakan tugas rumah dan

    menyerahkannya kepada guru untuk pertemuan berikutnya.

    2 7

  • Ada lima karakteristik dalam pembelajaran matematika berdasarkan

    pendekatan realistik (Turmudi 2003) yaitu: I) Didominasi masalah kontekstual, 2)

    Pengembangan model-model, situasi, skema dan symbol-simbol. 3) Produksi dan

    konstruksi siswa; 4). Interalctif dalam pembelajaran; 5). Intertwining (membuat

    jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan. Fase-fase di dalam proses pembelajaran

    matematika dengan pendekatan matematika relistik dan tingkah laku guru adalah

    sebagai berikut:

    Tabel 2.3 : Fase-fase Model Pembelajaran Realistik

    Fase-fase Tingkah Laku Guru

    Memahami masalah

    kontekstual

    Guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta

    siswa untuk memahami masalah tersebut.

    Karakteristik fase ini adalah menggunakan masalah

    sebagai starting point untuk menuju ke matematika

    formal sampai pada pembentukan konsep.

    Menjelaskan masalah

    kontekstual

    Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberi petunjuk atau berupa saran seperlunya

    terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa.

    Penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Karakteristik fase ini adalah interaksi antara siswa dan

    guru

    Menyelesaikan masalah kontekstual

    Guru memotivasi siswa dengan member petunjuk

    pernyatan atau saran dan siswa bekerja secara

    individual dengan cara mereka sendiri. Karakteristik

    fase ini adalah menggunakan model

    Membandingkan dan

    mendiskusikan jawaban

    Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada

    siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan

    jawaban soal secara berkelompok, kemudian

    didiskusikan secara menyeluruh di dalam kelas.

    Karakteristik fase ini adalah menggunakan kontribusi

    siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang satu

    dengan yang lain

    Menyimpulkan Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan

    suatu konsep atau prosedur.

    b.5 Penilaian (Assesment) dalam PMR

    Pembelajaran yang efektif menghendaki dilaksanakan penilaian untuk menentukan '

    apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai. Ada dua metode

    yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh

    murid dalam proses belajar yaitu metode tes dan observasi. Ranah penilaian pada PMR

    meliputi kognitif, psikomotor dan afektif. Aspek kognitif menekankan pada

    2 8

  • penguasaan materi, misalnya dapat menghitung volume kubus dan mampu

    menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kubus dalam kehidupan sehari-hari.

    Pada aspek psikomotor menekankan pada penilaian keterampilan, misalnya dapat

    mempresentasikan hasil pekerjaan/diskusi di depan kelas. Sedangkan aspek afektif

    menekankan penilaian sikap, respon siswa terhadap pembelajaran misalnya

    berpartisifasi aktif dalam diskusi kelas, memperhatikan secara seksama presentasi,

    ikut serta dalam menyimpulkan hasil diskusi dan aktif menyelesaikan tugas rumah.

    Penilaian kognitif diperoleh melalui tes uraian atau tes objektif dan fortofolio;

    penilaian afektif dapat diperoleh melalui: angket, wawancara, dan lembaran observasi.

    Sedangkan penilaian psikomotor dapat diperoleh tes tertulis (menggambar, melukis),

    tes identifikasi, tes simulasi dan tes petik kerja.

    3. Pendekatan Ekspositori

    a. Konsep Pendekatan Ekspositori.

    Pendekatan ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada

    proses penyampaian materi secara verbal dan seorang guru kepada sekelompok siswa

    dengan maksud agar siswa dapat menguasai mated pelajaran secara optimal (Wina

    Sanjaya, 2007). Roy Killen (dalam Wina Sanjaya, 2007) menamakan pendekatan

    ekspositori ini dengan istilah pembelajaran langsung (direct instruction). Dalam

    Strategi ini mated pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut

    untuk menemukan mated itu. Mated pelajaran seakan- akan sudah jadi. Oleh karena

    pendekatan ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur maka sering juga

    dinamakan istilah strategi "Chalk and talk". Lebih lanjut Wina Sanjaya menyatakan

    pendekatan ekspositori dapat disamakan dengan metode ceramah.

    Beberapa karakteristik strategi pembelajaran ekspositori:

    Pertama, Pendekatan ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan mated

    .pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam

    melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan

    ceramah

    2 9

  • Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah

    jadi , seperti tidak menuntut siswa untuk berpikir Mang.

    Ketiga , tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri .

    Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya

    dengan benar dengan cam dapat mengungkapkan kembali materi yang telah

    diuraikan.

    Pendekatan ekspositori merupakan bentuk clad pendekatan pembelajaran

    yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian,

    sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui

    pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan

    harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.

    Fokus utama strategi ini adatah kemapuan akademik (academic achievement) siswa.

    Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi ekspositori.

    b. Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Ekspositori

    Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dan efektif tidaknya

    suatu strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

    Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah

    tujuan apa yang hams dicapai. Dalam pendekatan ekspositori terdapat beberapa

    prinsip yang hams diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di

    bawah ini.

    b. 1. Berorientasi pada Tujuan

    Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam

    pendekatan ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses

    penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan itulah yang hams

    menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum

    strategi ini diterapkan terlebih dahulu, guru hams merumuskan tujuan pembelajaran

    secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran hams

    dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada

    kompetensi yang hams dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami,

    3 0

  • karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas

    penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi pembelajaran ekspositori

    tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya

    kemampuan untuk mengalisis, mensintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi

    sesuatu namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu

    dirumuskan; justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan

    strategi ekspositori.

    b.2. Prinsip Komunikasi

    Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk

    pada proses penyampaian dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau

    sekelompok orang (penerima pesan) . Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini

    adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang

    ingin dicapai. Dalam proses komunisasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa

    berfungsi sebagai penerima pesan.

    Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan

    pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem

    komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh

    penerima pesan secara utuh; dan sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak

    efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang

    disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan

    (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses kumunikasi. Akibat gangguan

    (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak

    dapat tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu

    strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip

    komunikasi merupdkan prisip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya,

    bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap

    gangguan bisa mengganggu proses komunikasi.

    31

  • b.3. Prinsip Kesiapan

    Dalam teori belajar koneksionisme, "kesiapan" merupakan salah satu hukum

    belajar. Ind Dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap indivudu akan merespons

    dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan;

    sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespons setiap stimulus yang

    muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat kita tank dan

    hukum belajar ini adalah, agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang

    kita berikan, terlebih dahulu kita hams memposisikan mereka dalam keadaan siap baik

    secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajiican

    materi pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Seperti halnya kerja

    sebuah komputer, setiap data yang dimasukkan akan dapat disimpan dalam memori

    manakala sudah tersedia file untuk menyimpan data. Setiap data tidak mungkin dapat

    disimpan manakala belum tersedia filenya. Oleh karena itu, sebelum kita

    menyampaikan informasi terlebih dahulu kita yakinkan apakah dalam otak anak sudah

    tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang akan disampaikan atau belum,

    kalau seandainya belum maka terlebih dahulu kita harus sediakan dahulu file yang

    akan menampung setiap informasi yang akan kita sampaikan.

    b.4. Prinsip Berkelanjutan

    Proses pembelajaran ekspositosi harus dapat mendorong siswa untuk mau

    mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada

    saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah

    manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi

    ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan

    menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.

    32

  • Secara garis besar langlcah-langkah ekspositori ( Wina Sanjaya 2007) adalah:

    Persiapan (Prepation).

    Guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematika dan rapi.

    Pertautan (apersepsi) bahan terdahulu.

    Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa

    kepada materi yang akan diajarkan.

    Penyajian (presentation).

    Guru memberikan bahan dengan memberikan ceramah dan menyuruh siswa membaca I

    memperhatikan bahan yang tercantum dalam buku teks.

    Evaluasi

    Guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari dan siswa

    disuruh mengerjakan soal-soal yang terdapat di dalam buku teks, setelah selesai siswa

    mengerjakan dalam catatannya, kemudian siswa disuruh secara acak dan bergiliran

    mengerjakannya di papan tulis.

    4. Motivasi Belajar

    a. Hakikat Motivasi Belajar

    Menurut Ivor (1991) motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri

    seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Motivasi pada

    dasarnya merupakan penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan

    sesuatu yang diluar diri. Semakin kuat atau semakin dekat hubungan tersebut, maka

    motivasi juga semakin tinggi. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi terhadap

    sesuatu dapat ditafsirkan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa is lebih

    menyukai sesuatu itu daripada hal lainnya, serta dapat pula dimanifestasikan melalui

    partisipasinya dalam aktifitas atau kegiatan.

    33

  • ... motivation can be defined as the dynamically changing cumulative arousal in

    aperson that initiates, directs, coordinates, amplifies, terminates, and evaluates the

    cognitive and motor processes whereby initial wishes and desires are selected,

    prioritized, operationalised and (successfully or unsuccessfully) acted out (Dornyei,

    2001)

    Motivasi adalah perubahan dinamis yang ada dalam diri seseorang cesara kumulatif

    yang memulai, mengarahkan, yang mengkoodinasikan, yang mengarahkan, yang

    mengkoordinasikan, yang memperkuat, yang membatasi, dan yang mengevaluasi proses

    kognitif dan motorik dengan jalan permulaan yang diharapkan dipilih, diperioritaskan,

    dioperasikan dan dilaksanakan.

    Lebih lanjut Siagian (2001) mengatakan: hal yang memotivasi semangat

    bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun

    non materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannnya. Jika kebutuhan dan

    kepuasan semakin terpenuhi , maka semangat bekerjanya akan semakin baik pula.

    Skinner (dalam Siagian, 2001) mengemukaka- n bahwa minat merupakan motif yang

    menunjukkan arah perhatian individu terhadap objek yang menarik dan

    menyenangkan. Dan pendapat Skinner ini , indikator yang menunjukkan adanya

    motivasi seseorang terhadap suatu objek itu adalah perhatian dan kesenangan. Ini

    berarti biala seseorang berminat pada sesuatu , maka is akan memberikan perhatian

    dan menyenangi objek yang dimaksud dalam permintaan. Demikian juga halnya

    dalam belajar, agar memperoleh hal yang diinginkan harus ada motivasi. Bila

    motivasi belajar tingi kegiatan belajarpun cenderung meningkat dalam arti

    pembelajaran akan aktif dan sungguh-sungguh belajar untuk mencapai tujuan sudah

    merupakan kebutuhan baginya.

    Viktor H.Vroom (dalam Siagian, 2001) mengatakan, bahwa kekuatan yang

    memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung

    dan hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dan hasil

    pekerjaan itu. Jika seseorang ingin berhasil dalam belajar, maka is harus alctif belajar,

    dan untuk keaktifannya, motivasi harus ditimbulkan dan dikembangkan. Dari pendapat

    di atas dapat disimpulkan keaktifan belajar didukung oleh aktivitas, semangat dan

    motivasi diri siswa dalam belajar. Hurlock (1990) mengatakan seseorang yang ingin

    terhadap sebuah kegiatan, baik permainan, maupun pekerjaan, akan berusaha lebih

    keras untuk belajar dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai motivasi rendah.

    Jika kita mengharapkan mengharapkan hasil belajar

    3 4

  • siswa optimal, maka rangsangan belajar harus diatur supaya bersesuaian dengan

    motivasinya. Ini merupakan saatnya siswa dibelajarkan, yaitu saat mereka siap belajar

    karena mereka mempunyai motivasi terhadap keuntungan dan kepuasan pribadi yang

    dapat diperoteh lewat pengalaman belajar. Dengan demikian motivasi berhubungan

    dengan keaktifan dalam belajar. Hal ini berarti jika motivasi seseorang tinggi untuk

    belajar, maka ia cenderung aktif untuk belajar dan akan menguasai materi pelajaran dan

    jika kemudian diuji. Sebaliknya, jika motivasinya rendah maka dapat dipastikan hasil

    belajarnya cenderung rendah, dan apabila hal ini terjadi, motivasi siswa perlu

    dibangkitkan dalam setiap kegiatan belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu

    aspek psikis seseorang dalam menyenangi, mempersoalkan, berbuat, menanggapi,

    menerima atau menolak suatu objek atau aktifitas dalam belajar. Motivasi belajar

    seseorang dapat dilihat dari perhatian, kemauan, tanggungjawab, kesenangan,

    keuletan, kemandirian, ketabahan dan menyukai tantangan, serta keinginan terhadap

    suatu pelajaran atau melakukan kegiatan dalam belajar.

    b. Pentingnya Motivasi dalam Belajar.

    Dalam proses pembelajaran ,motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang

    sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh

    kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar

    sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya.

    Dengan demikian siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan

    kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya

    dorongan atau motivasi belajarnya.

    Menurut Dick dan Carey (dalam Dimyati ; Mujiono, 2006) seorang guru

    hendaknya mampu mengenal dan mengetahui karakteristik siswa , sebab pemahaman

    yang baik terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

    proses belajar siswa. Apabila guru telah mengetahui karakteristik peserta didiknya,

    maka selanjutnya guru dapat menyesuaikan model, strategi atau tehnik pembelajaran

    yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Salah satu karakteristik siswa adalah

    motivasi belajar siswa. Adanya motivasi yang kuat di dalam din seorang siswa akan

    3 5

  • menimbulkan daya kreativitas yang sangat bermamfaat bagi dirinya dalam berfikir

    kreatif, struktur kognitif siswa akan mampu untuk mencema pengetahuan yang

    dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya,dan kemudian struktur kognitif dan

    pengalaman belajar yang telah dimiliki tersebut akan berasimilasi dan berakomodasi

    dengan pengetahuan yang baru,sehingga terjadi adaptasi dalam pembelajaran untuk

    mencapai hasil belajar yang lebih maksimal.

    Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam

    belajar. Oleh sebab itu guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk

    memperoleh hasil belajar yang optimal guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi

    belajar siswa

    Ada beberapa petunjuk untuk membangkitkan motivasi belajar siswa (Wina

    Sanjaya, 2007) yaitu:

    memperjelas tujuan yang ingin dicapai.

    membangkitkan minat siswa.

    ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.

    berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.

    berikan penilaian.

    berilah komentar terhadap pekerjaan siswa.

    ciptakan persaingan dan kerjasama.

    c. Jenis dan Sifat Motivasi.

    Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Dimyati; Mujiono, 2006) yaitu

    motivasi primer dan motivasi sekunder. Motivasi primer adalah motivasi yang

    didasarkan pada motif-n otif dasar. Motif dasar ini berasal dari biologis atau jasmani

    manusia. Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari misalnya: agar dapat

    ,bekerja dengan baik orang hams belajar bekerja. Menurut Monks (dalam Wina

    Sanjaya, 2007) motivasi dibedakan menjadi motivasi intriksik (yang berasal dari

    dalam din siswa) dan motivasi ekstrinsik (dorongan dari luar dirinya). Motivasi

    ekstrinsik membuat siswa yang belajar ikut-ikutan menjadi belajar dengan penuh

    3 6

  • semangat. Selanjutnya siswa menyadari pentingnya belajar dan is belajar bersungguh-

    sungguh dan penuh semangat. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik "dapat berubah"

    menjadi motivasi intrinsik, yaitu pada saat siswa menyadari pentingnya belajar, dan is

    belajar sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain (Dimyati; Mujiono, 2006).

    d. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

    Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan

    kondisi fsiologis dan psikologis siswa . Menurut Dimyati (2006) beberapa faktor yang

    mempengaruhi motivasi belajar siswa:

    Cita-cita atau Aspirasi Siswa

    Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan

    belajar berjalan, makan, berebut permainan, dapat membaca, dapat menyanyi

    dan lain-lain. Timbulnya cita-cita dibarengi perkembangan akal, moral,

    kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan serta perkembangan kepribadian

    yang ditunjang oleh semangat yang tinggi.

    Kemampuan Siswa

    Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan

    mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi untuk melaksanakan

    tugas-tugas perkembangan

    Kondisi Siswa

    Kondisi yang meliputi kondisi jasmani dan rohani akan mempengaruhi motivasi

    belajar.

    Kondisi Lingkungan Siswa.

    Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,

    lingkungan sekolah, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.

    Kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, keteniban

    pergaulan, lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah perlu

    ditingkatkan kualitasnya sehingga semangat dan motivasi belajar dapat

    diperkuat.

    3 7

  • Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran

    Lingkungan siswa, pengalaman siswa, media elektronik, guru merupakan unsur-

    unsur dinamis yang dapat memotivasi belajar siswa.

    Upaya Guru Dalam Membelajarkan Siswa

    Guru sebagai pendidik professional dituntut selalu memotivasi siswa untuk

    belajar melalui hal-hal : (1) menyelenggarakan tertib belajar di sekolah (2)

    membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu

    dan pemeliharaan fasilitas sekolah (3) membina belajar tertib pergaulan (4)

    membina belajar tertib lingkungan sekolah. Upaya pembelajaran tersebut

    meliputi (5) pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib

    belajar, (ii) pemanfaatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna, dan

    (iii) mendidik cinta belajar.

    e. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar

    Guru sebagai pengajar dan pendidik akan menghadapi banyak siswa dengan

    bermacam-macam motivasi belajar. Oleh karena itu pecan guru cukup banyak untuk

    meningkatkat belajar siswa :

    Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar

    Kehadiran siswa di kelas merupakan awal motivasi belajar. Dalam upaya

    pembelajaran guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat

    membelajarkan atau mengajarkan bahan pelajaran dipersyaratkan: (1) guru

    telah mempelajari bahan pelajaran, (2) guru telah memahami bagian-bagian

    yang mudah, sedang dan sukar, (3) guru telah menguasai cara-cara

    mempelajari bahan, dan (4) guru telah memahami sifat bahan pelajaran

    tersebut.

    Upaya pembelajaran tersebut hams mengaju kepada prinsip belajar : (1).

    Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar; oleh karena

    itu, guru perlu menjelaskan tujuan belajar secara hirearkis (2). Belajar menjadi

    bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantang (3)

    belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala

    3 8

  • kemampuan mental siswa dalam pro'ram kegiatan tertentu (4) sesuai dengan

    perkembangan jiwa siswa (5) belajar menjadi menantang bila siswa

    memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan

    dikemudian hari.

    Pendekatan Pembelajaran

    Pendekatan pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk

    mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

    tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Pemilihan pendekatan

    pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pelajaran, media pembelajaran

    dan karakteristik siswa.

    Pendekatan pembelajaran digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah

    ditetapkan. Dengan demikian pendekatan dalam rangkaian system

    pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan

    implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru

    menggunakan metode pembelajaran , karena suatu strategi pembelajaran

    hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode

    pembelajaran (Wina Sanjaya, 2007).

    Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran

    matematika dengan pendekatan matematika realistik, dan motivasi belajar siswa saling

    berhubungan, dan memberikan pengaruh dalam peningkatan kemampuan pemodelan

    mtematika siswa.

    f. Motivasi Belajar Siswa dan Pengaruhnya Terhadap Hash Belajar

    Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam did siswa yang

    menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar dan

    memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek

    belajar itu dapat tercapai; Sardiman (2005). Motivasi belajar yang tinggi akan

    menimbulkan minat siswa untuk belajar, dengan kata lain motivasi siswa juga

    mempengaruhi hasil belajar seseorang. Berdasarkan uraian dalam kerangka teori yang

    3 9

  • menyatakan bahwa motivasi sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, dalam

    anti jika motivasi belajar siswa tinggi maka hasil belajar cenderung akan tinggi pula,

    sebaliknya jika motivasi siswa rendah maka hasil belajamya akan cenderung rendah.

    Jika seseorang ingin berhasil dalam belajar , maka is hams aktif belajar do keaktifan

    dalam motivasi hams ditimbulkan. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi

    tentu is akan lebih mencurahkan perhatiaannya dan kemauan lebih kuat dan lebih aktif

    dalam belajar, dan berusaha keras memperoleh hasil yang lebih baik dari kegiatan

    belajamya secara maksimal. Motivasi belajar seseorang dapat dilihat dari kemampuan

    awal siswa, minat siswa, perhatian, retensi transfer, kemauan, keinginan dan sikap

    terhadap suatu pelajaran.

    Motivasi dipandang berperan dalam belajar, karena motivasi mengandung

    nilai-nilai: (1) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan siswa ,

    belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal. (2)

    Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai

    dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. (3)

    Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk

    berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna

    membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. (4) Berhasil atau gagalnya

    dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam prosese pembelajaran

    berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.

    Penggunaan azas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses

    belajar dan pembelajaran. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut

    menentukan pembelajaran yang efektif. Siswa yang termotivasi dalam belajamya

    dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku yang menyangkut minat, ketajaman,

    perhatian, konsentrasi, ketekunan, cenderung giat berusaha, tampak gigih tidak

    menyerah, giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya untuk

    memecahkan masalahnya dan sebaliknya motivasi rendah menampakkan

    keengganan, cepat bosan, acuh tak acuh, mudah putus-asa, perhatiannya tidak

    tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas , sering meninggalkan pelajaran,

    (Ahmadi ; Supriono, 2004).

    4 0

  • 5 Hakikat Hasil Belajar Matematika

    Gagne (dalam Nasution, 2004) menyatakan bahwa belajar merupakan proses

    perubahan tingkah laku seseorang sebagai akibat pengalaman belajar. Sejalan dengan

    pendapat tersebut Suryasubrata, S (1993) menyebutkan bahwa belajar adalah kegiatan

    mengamati, membaca menirukan, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan untuk

    mencapai tujuan tertentu. Menurut Djamarah (2002) belajar adalah proses perubahan

    tingkah laku berkat pengalaman dan latihan, artinya tujuan kegiatan adalah perubahan

    tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap,

    bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Perubahan perilaku sebagai

    akibat pengalaman tergantung kepada interaksi antar indipidu dengan lingkungannya,

    Kemampuan orang untuk belajar merupakan cirri penting yang membedakan jenisnya

    dengan jenis-jenis mahluk yang lain dan membedakan antara satu individu dengan

    individu yang lain. Perubahan perilaku tersebut menyangkut pengetahuan,

    keterampilan maupun sikap. Lebih lanjut Djamarah (2002) mengemukakan bahwa

    belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perobahan

    tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

    lingkungannya menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

    Pembelajaran mencapai puncaknya pada hasil belajar atau unjuk kerja siswa,

    hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar adalah

    kemampuan/kapabilitas (capability) yang diperoleh oleh siswa setelah melalui kegiatan

    belajar. Belajar itu sendoiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha

    untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam

    kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut

    pembelajaran/instruksional, siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila tujuantujuan

    pembelajaran dapat dicapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Romizowski (1981) hasil

    belajar merupakan keluaran (out puts) dari suatu system pemprosesan masukan (in

    puts), masukan dari sistem tersebut berupa bermacam informasi sedang keluaran adalah

    tingkah laku atau kinerja (performance), sehingga dinyatakan bahwa perubahan tingkah

    laku merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. Gagne dan Briggs (1997)

    menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :

    1) keterampilan intelektual, 2) strategi kognitif, 3) informasi

    41

  • verbal, 4) kemampuan motorik, 5) sikap. Sedangkan Romizwski (1981) berpendapat

    bahwa hasil belajar diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan.

    Pengetahuan dikelompokkan pada empat kategori, yaitu : a) fakta, b) konsep, c)

    prosedur, dan d) prinsip. Fakta merupakan pengetahuan tentang objek nyata atau

    merupakan asosiasi dan kenyataan-kenyataan dengan informasi verbal dan suatu

    objek, peristiwa atau manusia. Konsep merupakan pengetahuan tentang seperangkat

    objek atau defenisi. Prosedur merupakan pengetahuan tentang tindakan demi

    tindakan yang bersifat linear dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan prinsip

    adalah merupakan pernyataan mengenai hubungan dua konsep atau lebih, hubungan

    itu bersifat kausalitas, korelasi atau aksiomatis. Ketrampilan dikelompokkan ke

    dalam empat kategori, yaitu: a) keterampilan kognitif, b) akting, c) reacting, dan d)

    interaksi. Keterampilan kognitf berkaitan dengan keterampilan seseorang dengan

    menggunakan pikiran dalam menghadapi sesuatu, seperti dalam mengambil

    keputusan atau memecahkan masalah.

    Hasil belajar matematika merupakan gambaran dari tingkat kesanggupan

    kognitif, yang oleh Romizowski (1981) diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan

    keterampilan. Dalam bentuk pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur, dan

    prinsip. Konsep, prosedur dan prinsip merupakan bidang kajian matematika. Konsep,

    prosedur dan prinsip akan berarti dan bermakna bagi siswa bila dihubungkan dengan

    fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bentuk keterampilan yang

    menggambarkan tingkat kemampuan kognitif adalah keterampilan siswa

    menggunakan pikiran guna menghadapi sesuatu seperti pengambilan keputusan dan

    pemecahan masalah. Dalam hal ini Gagne dan Briggs (1979) menyebutkan dengan

    istilah keterampilan intelektual dan strategi kognitif. Salah satu strategi kognitif

    adalah kemampuan pemodelan matematika siswa dalam pemecahan kontekstual.

    Hasil belajar secara hakikatnya adalah perobahan tingkah laku sebagai hasil

    belajar dalam pengertian mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.

    Menurut Sujanna (1992) belajar ada tiga macam yaitu mampu dan kebiasaan,

    pengetahuan dan pengertian dan sikap serta cita-cita. Sedangkan menurut taksonomi

    Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dick (2001) yaitu basil penilaian belajar

    kognitif dibagi atas enam tingkatan yaitu : (a) ingatan, yaitu mengacu kepada

    4 2

  • kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dan yang

    sederhana sampai pada teori-teori yang sukar, (b) pemahaman, yaitu mengacu

    kepada kemampuan memahami makna materi, (c) penerapan, yaitu mengacu kepada

    kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada

    situasi yang barn dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip, (d) analisis, yaitu

    mengacu kepada kemampuan menguraikan materi kedalam komponen-komponen

    atau faktor penyebabnya, (e) evaluasi, yaitu mengacu kepada kemampuan

    memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu, dan (f)

    kreativitas, yaitu mengacu kepada kemampuan memadulcan konsep atau komponen-

    komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk yang barn. Hasil

    belajar menurut Dick,W dan Carey.L (2001) adalah kemampuan-kemampuan yang

    dimiliki oleh siswa sebagai kegiatan pembelajaran. Hasil belajar dalam hal ini

    dibedakan atas lima macam, yaitu : pengetahuan, keterampilan, intelektual,

    keterampilan motorilc dan sikap.

    Matematika adalah kegiatan manusia (as a human activity) dan sekaligus

    matematika adalah sebagai alat (as atool) menuntut siswa melakukan aktifitas

    matematika. Melakukan pengamatan, mengerjakan matematika, memikirkan kembali ,

    membentuk, membandingkan, menyusun kembali, mengurutkan, dan berbagai macam

    aktifitas matematika, baik itu memikirkan permasalahan yang berkaitan dengan

    kehidupan sehari-hari maupun masalah yang tidak terkait secara langsung, keduanya

    bisa merupakan konteks, sebagai titik tolak pembelajaran matematika. Seperti

    penerapan konsep "lingkaran" yang berhubungan dengan kehidupan seharihari

    merupakan konteks yang diberikan agar siswa dapat mengenal matematika melalui

    aktifitas sehari-hari. Dengan aktifitas seperti di atas diharapkan siswa akan memperoleh

    gambaran bagaimana hubungan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari

    sehingga matematika tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang menakutkan,

    melainkan pelajaran yang menyenangkan.

    4 3

  • 6. Kemampuan Pemodelan Matematika Siswa.

    a. Pengertian Model dan Pemodelan Matematika

    Model dapat diartikan sebagai tampilan gambar, gratis, prosedur kerja yang

    teratur dan sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan

    berupa saran (Dewi, 2008). Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu

    pemodelan menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori

    seperti belajar, pembelajaranpsikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya.

    Selanjutnya Zarlis (2008) menyatakan model adalah representasi dari suatu objek,

    benda atau ide-ide dalam bentuk lain dari entitasnya. Model berisi informasi-

    informasi tentang suatu system yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari sistem

    yang sebenamya. Model dapat berupa tiruan dari suatu benda, system atau peristiwa

    sesungguhnya yang hanya mengandung informasi-informasi yang dipandang penting

    untuk ditelaah. Lebih lanjut ( Zarlis, 2008) mengatakan: model matematika dari suatu

    masalah adalah rumusan masalah dalam bentuk persamaan atau fungsi matematika.

    Sedangkan Pemodelan matematika dari suatu masalah adalah langkah-langkah yang

    ditempuh untuk memperoleh dan memamfaatkan persamaan atau fungsi matematika

    dari suatu masalah.

    b. Fungsi dan Langkah-langkah Pemodelan Matematika

    Pembelajaran matematika akan lebih berrnakna dan menarik bagi siswa jika

    guru menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah

    yang sudah dikenal, dekat dengan kehidupan riil sehari-h?ri siswa. Masalah

    konstekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika dalam

    membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap konsep matematika yang

    dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber aplikasi matematika. Pemecahan

    masalah merupakan kompetensi strategic yang ditujukan kepada siswa dalam

    memahami, memilih pendekatan dan strategi, pemecahan, dan menyelesaikan model

    untuk menyelesaikan masalah.

    Proses pemodelan bertujuan untuk menyederhanakan suatu permasalahan agar

    lebih mudah dimengerti oleh siswa. Secara garis besar langkah-langkah membuat

    44

  • model (Zarlis, 2008) adalah sebagai berikut: 1) Pecahkan masalah melalui

    penyederhanaan. 2) Nyatakan objek dengan pernyataan-pernyataan yang jelas, karena

    objek akan sangat menentukan model. 3) Cari analog-analog dart sitem yang lain, atau

    model yang sudah ada untuk mempermudah mengkontruksinya. 4) Tentukan

    komponen-komponen yang dimasukkan ke dalam model 5) Tentukan mana variable,

    parameter, dan konstanta, hubungan fungsional diantaranya, serta batasan dan fungsi-

    fungsi kriterianya. 6) Untuk membuat model matematik, harus dipikirkan pula untuk

    menyatakan masalah secara numerik jika ingin disimulasi dengan computer digital. 7)

    Nyatakan dalam simbol-simbol. 8) Tuliskan persamaan matematiknya. 9) Bila model

    terlalu rumit sederhanakanlah, sebaliknya bila terlalu sederhana sempurnakanlah.

    Menurut Abdurahman (2003) ada tiga tahapan prinsip pengajaran matematika dad

    konkret menuju ke abstrak yaitu : 1) Tahap konkret: dapat memanipulasi objek nyata

    (benda Iangsung) dalam belajar contohnya melihat objek/benda yang berbentuk kubus

    misalnya bak air, kotak perhiasan, peti, kotak kapur dan lain-lain. 2) Tahap

    representasional yaitu suatu tahapan objek nyata diwakili oleh gambar atau simbol

    grafis misalnya : 0 0 0 = empat kotak kapur berbentuk kubus , tahapan ini

    disebut juga pemodelan, 3). Tahap abstrak yaitu tahap menggantikan gambar atau

    simbol grafts contohnya: 0 0 0 0 (4) + 0 0 (3) = 7.

    Lebih lanjut Marsigit (2007) mengatakan buku pembelajaran matematika SMP disusun

    dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

    1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

    mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

    dalam pemecahan masalah.

    2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

    dalam membuat generalisasi, tenyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

    pemyataan matematika.

    .3. Memecahkan masalah yang meliruti kemampuan memahami masalah,

    merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menaksirkan solusi

    yang diperoleh.

    4 5

  • 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

    untuk memperjelas keadaan atau masalah.

    5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

    memiliki rasa igin tahu, peratian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta

    sikap Wet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

    c. Syarat Model yang Baik

    Model matematika banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah kontekstual.

    Sesuatu model dapat dikatakan baik apabila model tersebut memenuhi dua syarat utama

    yaitu : 1). Representatif : model mewakili dengan benar sesuatu yang diwakili, makin

    mewakili model makin kompleks. 2). Dapat dipahami/dimanfaatican : model yang

    dibuat hams dapat dimanfaatkan (dapat diselesaikan secara matematis), makin

    sederhana makin mudah diselesaikan (Zarlis, 2008). Lebih lanjut Setiawan Hem ( 2008)

    menyatakan ada dua jenis model yaitu :

    Model Fisik

    Realisasi fisik seperti apa adanya

    Biasanya berukuran lebih kecil dan kontruksinya lebih sederhana

    dibandingkan dengan prototype yang dimodelkan dan diwakili.

    Model Konseptual

    Realisasi fisik seperti apa adanya, tetapi merupakan saran atau usulan

    pemyataan realisasi fisik.

    Realisasi fisik dari saran adalah sebuah kalimat yang dinyatakan dalam

    bahasasa yang sesuai.

    Jika menggunakan bahasa matematika , kalimat tersebut disebut

    persamaan

    Untuk memahami kedua model tersebut di atas dapat diberikan contoh sebagai berikut

    Sebuah bak penampungan air berbentuk balok dengan ukuran bagian dalamnya 60 cm x

    40 cm x 90 cm . Jika bak tersebut telah terisi air -4 bagian dan kemudian diisi air

    yang mengalir dengan debit 4 liter per menit. Berapa lamakah bak tersebut akan penuh

    berisi air?

    4 6

  • Masalah kontekstual tersebut dapat diselesaikan dengan langkah-langkah sebagai

    berikut:

    Masalah tersebut disederhanakan dengan menyatakan objek yang

    berhubungan dengan masalah yaitu bangun balok. Gambarkan

    model fisiknya

    Tentukan model konseptualnya :

    a. Tentukan Volume balok yaitu 60 cm x 90 cm x 40 = 216000 cm3

    b. Diobah satuannya 144000 cm3 = 216 dm

    3 = 216 liter

    c. Tentukan volume air yang tersisa = x 216

    = 54 liter.

    d. Volume air yang dibutuhkan sampai bak penuh = 216 54

    = 162 liter

    e. Lama waktu mengisi bak sampai penuh volume air yang dibutultkan debit aliran air

    162 liter

    4 liter/menit =

    40,5 menit.

    Dengan adanya pemodelan matematika tersebut maka siswa diharapkan dapat

    menyelesaikan masalah kontekstual secara terstruktur langkah demi langkah, hal ini

    menyebabkan belajar matematika akan lebih bermakna dan lebih mudah dipahami oleh

    siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemodelan matematika

    siswa.

    4 7

  • B. Penelitian yang Relevan

    Rahayu (2005): Sebagai akibat pembelajaran matematika dengan pendekatan

    PMRI, perolehan nilai siswa pada ulangan umum bersama , lebih tinggi dari perolehan

    nilai matematika siswa yang talc menggunakan pendekatan PMRI. Lebih lanjut ia

    mengatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI ternyata

    benar-benar membawa pengaruh besar dalam pengembangan pemahaman matematika

    dalam diri anak pada umumya. Pemahaman ini dapat ditunjukkan ketika siswa

    mengerjakan suatu soal, dengan menggunakan model sendiri yang dapat berbeda

    dengan temam-temannya. Siswa selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal

    yang sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri barn dengan materi lama

    yang pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan

    suatu soal sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia

    sedang dihadapinya.

    Turmudi dan Dasari (2000), serta Sabandar dan Turmudi (2001) mencatat bahwa

    sekurang-kurangnya pendekatan matematika realistik telah mengubah image siswa

    tentang matematika. Umumnya para siswa di beberapa SLTP di Bandung merasa

    senang dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan

    pendekatan matematika realistik. Dalam penelitian tersebut beberapa siswa

    berkomentar"cara belajar seperti ini cukup bagus, enak ada diskusinya jadi yang

    pintar bisa bagi-bagi dan ingin mencoba soal yang lain supaya bisa" ada juga yang

    berkomentar "dalam mengerjakan soal sekalipun modelnya berbeda-beda akan tetapi

    hasil alchirnya sama. Dengan pendekatan matematika realistik, matematika menjadi

    terasa lebih mudah dipahami, tidak membosankan, mengasyikkan, lebih jelas dan

    membuat soal lebih mudah dikerjakan. Lebih lanjut Turmudi (2001) dalam

    penelitiannya tentang "Implementasi awal pembelajaran matematika dengan

    pendekatan matematika realistik di SLTP Negeri 2 Bandung" mengatakan, dengan

    .pendekatan matematika realistik siswa merasa cukup terbantu dalam menyelesaikan

    soal, karena siswa dapat membanyangkan soal dengan mudah. Hal ini jarang

    ditemukan bahwa siswa dapat membayangkan soal yang diberikan. Lebih jauh ia

    mengatakan "karena dengan mengerti soal, maka kita dapat mengerjakan soal itu

    4 8

  • dengan cepat". Ada juga siswa yang berkomentar: dengan pendekatan matematika

    realistik belajamya lebih asyik karena materi yang diajarkan lebih mudah

    dimengerti, lebih paham, lebih jelas, dan membuat soal lebih mudah dikerjakan.

    Selanjutnya Turmudi dan Dasari (2000) serta Sabandar dan Turmudi ,K Spurlin dan

    Dansereau (1980), menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan eksperimen

    menemukan sendiri lebih efektif dan pada pengajaran dengan metode ceramah.

    Bloom (1976) mengatakan, bahwa siswa yang memasuki tugas pelajaran dengan

    semangat dan minat yang tinggi jelas mencapai hasil yang berbeda pada tingkat

    yang lebih tinggi bila dibandingkan siswa yang memulai pelajarannya kurang

    bergairah dan kurang berm inat.

    Atkitson (dalam Panjaitan 2006) mengemukakan bahwa bagi pebelajar yang

    mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika, harus dibantu dengan

    memberikan soal-soal yang lebih sederhana, agar pebelajar dapat memahami cara-cara

    penyelesaian sesuai dengan langkah-langlcah yang dibutuhkan. Lebih lanjut Bell

    (dalam Panjaitan 2006) mengemukakan bahwa dalam belajar matematika, siswa harus

    mampu memahami soal-soal yang akan dikerjakan, mampu memahami apa yang

    ditanya, memahami c,ara melakukan operasi untuk mencapai tujuan itu, serta mampu

    melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan agar dapat memikirkan cam atau

    prosedur penyelesaian yang mungkin. Dengan demikian untuk menyelesaika soal-soal

    matematika dibutuhkan pemodelan matematika agar pemecahan masalah kontekstual

    lebih mudah dan cepat.

    Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa matematika modern lebih balk untuk

    anak berkemampuan tinggi (pandai) tetapi lebih jelek untuk anak lemah, sedang back to

    basic lebih baik untuk anak kemampuan rendah (lemah) dan lebih jelek untuk

    nak kemampuan tinggi (pandai). Dalam pendekatan matematika realistik (PMR),

    dimana pemodelan merupakan salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang

    .sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi

    siswa yang pandai (kemampuan tinggi) model konkrit mungkin tidak banyak

    membantu malah mungkin membosankan dan bahkan dengan model abstrak atau tanpa

    pemodelan dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan. Sebaliknya

    4 9

  • bagi siswa kemampuan sedang dan rendah bagi mereka model konkrit sangat

    bermamfaat sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan memvisualisasikan masalah

    kontekstual dalam pemecahan masalah matematika.

    C. Kerangka Konseptual

    1. Perbedaan Pembelajaran Pendekatan Matematika Realistik dengan

    Pendekatan Ekspositori Terhadap Kemampuan Pemodelan Matematika

    Siswa.

    Kemampuan pemodelan matematika adalah kemampuan yang dimiliki siswa

    menyajikan masalah kontekstual (informal) menjadi bentuk abstrak (formal) dalam

    bentuk tampilan gambar, grafts, prosedur kerja yang teratur dan sistematis, serta

    mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan untuk menyelesaikan

    permasalahan matematika. Pemodelan berfungsi untuk menjembatani pengetahuan

    matematika nonformal dan matematika formal dari siswa. Siswa mengembangkan

    model tersebut dengan menggunakan model matematika (formal dan nonformal) yang

    telah diketahui dengan menyelesaikan soal kontekstual dari situasi real yang sudah

    dikenal siswa sehingga ditemukan model dari (model of) dalam bentuk informal

    kemudian diikuti dengan menemukan model dari (model for) dalam bebtuk formal

    sehingga siswa mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan masalah kontekstual.

    Salah satu kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah siswa sulit untuk

    mengingat, memahami dan menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-

    hari. Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi pelajaran perlu digunakan

    pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga dapat membangkitkan semangat dan

    gairah belajar siswa, serta merangsang saraf ingatan siswa dalam memori jangka

    panjang, sehingga belajar matematika lebih bermalcna. Tujuan pendekatan

    pembelajaran adalah menciptakan suatu bentuk pengajaran dengan kondisi tertentu

    untuk membantu proses belajar mengajar demi terciptanya pengajaran secara efektif,

    efisien dan penuh daya tarik. Penerapan pendekatan yang tepat akan meningkatkan

    kemampuan pemodelan matematika siswa, sehingga kegagalan dalam proses belajar

    mengajar dapat diperkecil.

    50

  • Pada hakikatnya pendekatan matematika realistik (PMR) dan pendekatan

    ekspositori adalah dua pendekatan yang memiliki perbedaan secara karakteristik

    maupun dalam pelaksanaannya pengajaran dan peningkatan hasil belajar yang

    dipandang dari prosedur pembelajaran. Pendekatan matematika realistik (PMR) pada

    dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami siswa untuk

    memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan

    matematika secara lebih baik. Pembelajaran matematika realistik merupakan

    pembelajaran hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa

    dengan membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah

    lingkungan tempat siswa berada baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun

    masyarakat yang dapat dipahami siswa. Lingkungan ini disebut juga lingkungan

    sehari-hari. Keunggulan PMR adalah dapat memberikan pengertian yang jelas dan

    operasional kepada siswa tentang keterkaitan matematika pada umumnya bagi

    manusia, dan memberi pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang

    keterkaitan bahwa matematika merupakan bidang kajian yang dikonstruksi dan

    dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya bagi pakar dalam bidang tersebut.

    Dalam proses pembelajaran PMR guru perlu mendengarkan secara sungguh-

    sungguh interpretasi siswa sambil menaruh perhatian khusus terhadap keraguan,

    kesulitan, dan kebingungan setiap siswa. Selain itu guru juga hams memperhatikan

    perbedaan pendapat dalam kelas dan memberikan penghargaan kepada siswa.

    Sedangkan kelemahan dari pembelajaran matematika relistik adalah sangat susah

    mendorong siswa agar menemukan penyelesaian soal dan pencarian soal-soal

    kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut PMR.

    Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan yang

    menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, pendekatan

    pembelajaran ini memperlihatkan lima karakteristik yaitu: (a) menggunakan masalah

    kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi

    siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). Dalam proses pembelajaran

    dengan PMR, guru harus memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk

    memahami konsep-konsep matematika melalui pemberian suatu masalah kontekstual.

    Sementara itu pendekatan ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru

    5 1

  • yang menekankan proses penyampaian materi secara verbal dan seorang guru kepada

    sekelompok siswa. Pendekatan ekspositori disebut juga pembelajaran langsung (direct

    instruction). Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru.

    Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu sehingga dalam proses pembelajaran

    siswa kurang diberdayakan, kurang berperan aktif dan komunikasi yang terjadi

    bersifat satu arah. Dalam proses pendekatan pembelajaran ekspositori siswa hanya

    dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan cara yang ditunjukkan guru, hingga

    membuat siswa bersifat menunggu penjelasan dan guru atau guru mengajarkan materi

    tertuju pada hasil pembelajaran saja, dan siswa kurang berani bertanya atau memberi

    tanggapannya terhadap masalah dalam pembelajaran tersebut.

    Peranan guru dalam pendekatan pembelajaran ekspositori adalah sebagai

    pembimbing program, memberi penjelasan (ceramah) kepada siswa dan didiringi

    dengan member tugas dan latihan yang akan dilcerjalcan siswa. Siswa memperoleh

    pengetahuan dari guru , dan mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba

    menemukan pengetahuan informasi, siswa hanya penerima pelajaran secara pasif.

    Tugas guru seolah-olah memindahkan sesebahagian pengetahuan yang ada padanya.

    Bentuk kegiatan pembelajaran ini berlangsung dengan menggunakan guru sebagai satu-

    satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran. Dalam

    kegiatan pembelajaran dengan pendekatan ekspositori siswa mendengarkan ceramah

    dan guru, mencatat dan mengerjakan tugas-tugas yang diberilcan guru.

    Dalam pendekatan matematika realistik (PMR), pemodelan merupakan salah

    satu karakteristik yang mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk

    menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi siswa yang memiliki kemampuan

    kognitif tinggi model konkret mungkin tidak banyak membantu malah mungkin

    membosankan dan bahkan dengan model abstrak atau tanpa pemodelan

    dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan. Tetapi untuk siswa yang

    berkemampuan sedang dan rendah , bagi mereka model konkret sangat bermamfaat

    sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan memvisualisasikan masalah kontekstual

    dalam matematik (Setiawan, 2004). Dan uraian diatas dapat diduga bahwa

    pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemodelan

    5 2

  • matematika siswa secara signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan

    ekspositori.

    Secara umum perbedaan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dengan

    Pendekatan Ekspositori dapat dilihat pada table berikut:

    Tabel 2.4 : Model Pedagogi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

    No Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Ekspositori

    1 Guru sebagai Fasilitator dan

    motivator.

    Guru Aktif memberikan penjelasan

    /informasi kepada siswa. Guru berperan

    menjadi penentu keberhasilan pembelajaran,

    yaitu sebagai : penyusun program,pemberi

    informasi yang benar, pemberi fasilitas

    belajar yang baik, pembimbing siswa dalam

    pemerolehan informasi yang benar, dan

    penilai pemerolehan informasi.

    2 Siswa dijadikan sebagai pusat

    pembelajaran

    Guru dijadikan sebagai pusat pembelajaran

    3 Siswa diharapkan dapat

    menemukan, merekontruksi