BAB II
KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Teoritis 1.
Hakikat Matematika
Matematika sebagai suatu "ilmu" memiliki objek dasar yang berupa fakta,
konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi obyek-obyek
lain misalnya pola-pola, struktur-struktur dalam matematika. Dalam pembelajaran
matematika perlu diusahakan perkembangan kognitif siswa, dengan mengkonkritkan
objek matematika yang abstrak menjadi real agar mudah dipahami oleh siswa. Di
dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika , pada dasamya
pembelajaran matematika bertujuan untuk : menata nalar, membentuk sikap siswa
dan menumbuhkan kemampuan menggunakan/menerapkan matematika. Hal ini
berarti bahwa dalam proses pembelajaran tidaklah cukup bila hanya memberi tekanan
pada terampil menghitung dan dapat menyelesaikan soal. Pembelajaran matematika
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bemalar melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan pola pikir, dan
model matematika sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram
dalam menjelaskan gagasan.
Pelajaran matematika terdiri atas bagian-bagian matematika yang bertujuan
untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa
serta terpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Hal ini berarti
bahwa matematika tidak terpisahkan dengan ilmu lainnya. Depdikbud (1994) ada dua
ciri penting dan matematika yaitu : (1) memiliki obyek kejadian yang abstrak, (2)
berpola pikir deduktif dan konsisten. Keabstrakan matematika diawali dan kesulitan
guru dan siswa dalam memahami makna. Sedangkan berpikir deduktif atau berfikir
dari yang umum ke yang khusus, juga merupakan cam berpikir dan yang abstrak ke
yang konkrit. Menurut Yuyun (1998) matematika adalah bahasa yang
13
melambangkan serangkaian makna dan pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat artifisial , yaitu lambang tersebut akan
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Makna dan sesuatu
lambang memegang peran kunci dalam pelajaran matematika. Guru memegang
peranan penting dalam transfer makna kepada siswa. Guru yang kurang jelas
mentransfer makna, siswa akan kesulitan dalam belajar matematika.
Untuk menjelaskan tentang hakikat matematika , dalam The World Book
Encyclopedia dikemukakan bahwa matematika merupakan salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Ilmu ini membantu manusia
dalam mengembangkan berbagai studi yang penting, dan mempunyai kekuatan untuk
memecahkan teka-teki serta masalah yang dihadapi manusia. Dalam kamus
matematikanya dikatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah
banyak dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis dan geometri.
Selanjutnya Johnson dan Rising (dalam Ruseffendi 1991) dalam bukunya mengatakan
bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang
logis, yang menggunakan bahasa dengan istilah yang didefenisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide dari pada mengenai bunyi.
Gagne (dalam Nasution 2004) mengatakan bahwa matematika memiliki
cakupan objek yang sangat luas yang bersifat langsung yang terdiri dari fakta,
konsep, skill dan prinsip, serta yang bersfat talc langsung, seperti transfer belajar,
kemampuan inkuiri, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan
penghargaan terhadap struktur matematika. Cornelius (dalam Mujiono 2006)
mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya belajar matematika bagi siswa,
antara lain : (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang
studi memerlukan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang
kuat singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cars, (5) meningkatkan kreativitas, (6) memberikan kepuasan terhadap
usaha memecahkan masalah yang menantang.
14
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang memiliki cakupan yang lugs dan kompleks, mencakup fakta, skill
dan prinsip, transfer belajar, kemampuan inkuiri, kemampuan memecahkan masalah,
dan lain sebagainya. Matematika sangat dibutuhkan dalam memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya, menggunakan pola pikir yang sistematis dan terstruktur
(rasional), cermat, jelas dan akurat. Kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan
dan alternatif pemecahan masalah secara rasional ini dapat dimiliki oleh siswa dengan
kemampuan pengetahuan dan keterampilan matematika yang memadai guna
memperoleh hasil belajar matematika yang optimal.
2. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik
a. Hakikat Pendekatan Pembelajaran
Pada dasamya pendekatan pembelajaran sangat diperlukan dalam upaya
menciptakan suasana yang kondusif sebagai pendukung kegiatan belajar mengajar.
Menurut Gagne (dalam Nasution, 2004) menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran
merupakan serangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga terjadi proses
belajar. Peristiwa-peristiwa itu mempengaruhi siswa karena berupa interaksi antara
siswa dan lingkungan belajar yang biasanya diatur oleh guru dengan tujuan mencapai
sasaran pembelajaran yang dimaksud. Dengan demikian terdapat peristiwa yang
direncanakan oleh guru untuk mengaktitkan dan mendorong siswa agar mereka dapat
belajar dengan baik.
Pendekatan pembelajarar_ adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang
biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berhubungan dengan
sesuatu. Oleh karena itu pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu lagi
dibuktikan kebenarannya. Pendekatan Pembelajaran berfungsi untuk mendiskripsikan
apa yang akan dilakukan dalam pemecahan suatu masalah. Pendekatan pembelajaran
dapat berwujud cars pandang, filsafat atau kepercayaan yang diyakini akan
kebenarannya (Sianturi,2008). Istilah pendekatan berbeda dengan metode dan teknik.
Menurut Hidayat (1996) ketiga konsep ini bersifat hierarkis. Metode adalah rencana
penyajian bahan materi yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan
pendekatan tertentu, sedangkan teknik adalah cara-cara dan alat-alat yang digunakan
15
seorang guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran di dalam kelas. Teknik
merupakan daya upaya, usaha-usaha , atau cara-cara yang digunakan oleh seseorang
guru dalam mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pengajaran pada waktu
itu. Jadi teknik merupakan kelanjutan dari metode, sedangkan arahnya harus sesuai
dengan pendekatan, kemudian menentukan metode yang cocok dengan tujuan
pembelajaran, baru kemudian memikirkan daya upaya untuk menyampaikan bahan
itu kepada siswa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan bersifat aksiomatis,
metode bersifat procedural, dan teknik bersifat implementasional. Suatu pendekatan
akan menghasilkan beberapa metode dan suatu metode akan menghasilkan beberapa
teknik, seperti yang digambarkan oleh Hubbard (dalam Gulo. W.; 2002) pada gambar
berikut.
Gam bar 2.1.: Hubungan Pendekatan, Metode dan Teknik.
Ketiga konsep pada gambar di atas membangun suatu strategi pembelajaran
yang saling bertautan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut Edwar Anthony (dalam Hidayat 1986), strategi mempunyai dua pengertian,
yaitu pengertian luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian yang luas , Strategi
meliputi pendekatan, metode dan teknik, sedangkan strategi dalam pengertian yang
sempit adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan.
16
ect.
Technique 1
Approach
Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di
kelas pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk mengembangkan kreativitas
siswa. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan bukan hanya sekedar
menyampaikan informasi atau pengetahuan belaka kepada siswa, akan tetapi
melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang kompleks agar hasil yang diinginkan
dalam pencapaian tujuan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Penggunaan
pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran pada dasamya akan
meningkatkan hasil tujuan belajar yang ditentukan sebelumnya. Jika pendekatan
pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka akan
berakibat terjadinya ketidaksesuaian dalam proses belajar mengajar yang efektif. Di
dalam pembelajaran matematika dikenal Pendekatan Matematika Realistik (PMR),
pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat interalctif dan kontekstual.
b. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
Pendekatan Matematika Realistik merupakan pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan nama
beragam. Di Negara Belanda disebut dengan istilah Realistic Mathematics Education
(RME). Di Amerika disebut dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL)
(Kusnandar, 2007). Dalam bahasa Indonesia oleh Soedjadi RME, diartikan sebagai
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dan secara operasional sering
disebut Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Inti dari pendekatan ini adalah
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik
untuk mengaitkan pengetahuan, yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
Teori Realistik Mathematics Education (_tME) atau Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun
1970 oleh Institut Freudhenthal.
17
Realistic mathematics education is a theory in mathematics education. It stresses
the idea that mathematics is a human activity and mathematics must be connected to
reality, real to the learner using real-world context as a source of concept
development and as an area application, through process of mathematization both
horizontal and vertical (Gravemeijer, 1994).
Dalam teori pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik adalah suatu
teori yang menekankan ide, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan
matematika harus dihubungkan kepada realitas siswa dengan mengunakan konteks
dunia nyata sebagai suatu sumber pengembangan konsep dan sebagai suatu tempat
pembuktian melalui proses matematika horizontal dan vertikal.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang guru
terhadap proses pembelajaran, atau jalan/cara yang ditempuh oleh guru dan siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan
(Semiawan, 2006). Ada dua macam pendekatan yaitu : pendekatan yang berpusat
pada guru (teacher-center approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa
(student-center approaches).
Teori PMR mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa
matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merripakan aktifitas
manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan
kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktifitas manusia berarti manusia
hams diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui
penjelajahan berbagai situasi dan persoalan "realistik". Realistik dalam hal ini
dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan
oleh siswa (Sletenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh
prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali
menggunakan konsep matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformulasikan oleh
Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Contoh matematisasi
horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasian masalah dalam
cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah
matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan
dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunan model-model
yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini perlu
i s
mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai
yang sama.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam
pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu : mekanistik,
emperistik, strukturalitik, dan relistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan
tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dan pengalaman sendiri (diawali
dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Pendekatan emperistik adalah suatu
pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa
dapat menemukan melalui matematisasi horizontal. Pendekatan strukturalistik
merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran
penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep
dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan
yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui
aktifitas matematisasi horizontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan
mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Dalam pandangan psikologi modern setiap pembelajaran menuntut keterlibatan
intelektual-emosional siswa melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk
mengembangkan pengetahuan,tindakan ,serta pengalaman langsung dalam rangka
membentuk keterampilan (motorik ,kognitif dan social), penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap (Wina Sanjaya, 2007), hal ini
menunjukkan proses pembelajaran diarahkan berpusat kepada siswa ( siswa sebagai
subjek dalam proses pembelajaran). Salah satu faktor yang menentukan hasil belajar
siswa adalah pendekatan pembelajaran. Untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran dibutuhkan kemampuan dalam memilih pendekatan
pembelajaran yang tepat, sebab pendekatan pembelajaran merupakan hal penting yang
harus diperhatikan dalam suatu proses belajar mengajar.
Pendekatan pembelajaran yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan metode,
media dan sumber belajar lainnya yang dianggap relevan dalam menyampaikan
informasi, dan membimbing siswa agar terlibat secara optimal, sehingga siswa dapat
memperoleh pengalaman belajar dalam rangka menumbuh kembangkan
19
kemampuannya., seperti mental, emosional dan sosial serta keterampilan atau
kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan demikian pemilihan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dapat membangkitkan dan mendorong timbulnya aktifitas
siswa untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran tertentu. Salah satu contoh pendekatan pembelajaran interaktif adalah
Pendekatan Matematika Realistik. PMR pertama kali dikembangkan oleh Institut
Freudenthal di negeri Belanda. Turmudi dan Dasari (2000) serta Sabandar dan
Turmudi (2001) mencatat bahwa sekurang-kurangnya pendekatan matematika
realistik telah mengubah image siswa tentang matematika.
b.1 Karakteristik PMR
Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam PMR yaitu:
(a) Guided Reinvention and Progressive mathematization (Penemuan terbimbing dan
Bermatematika secara progressif, (b) Didactical Phenomenology (fenomena
Pembelajaran), (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri). Sesuai
dengan ketiga prinsip di atas, proses pembelajaran matematika berdasarkan PMR
perlu memperlihatkan lima karakteristik yaitu: (a) menggunakan masalah
kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi
siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). (Gravemeijer, 1994; Armanto,
2002). Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan
pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika
melalui pemberian suatu masalah konsektuaL
6.1.1. Menggunakan Masalah Kontekstual.
Dalam PMR pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata),
sehinggga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara
langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dan situasi nyata
dinyatakan oleh De Lange (dalam Asep 2006) sebagai matematisasi konseptual.
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih
komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke
bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk
menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu
2 0
diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday
experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000).
Proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan pengetahuan
siswa sebagai sarana untuk memahami konsep-konsep matematika melalui penyajian
suatu masalah kontekstual. Menurut Figuiredo (Haji, 2005) ciri-ciri konteks dalam
RME adalah (a) dapat dibayangkan, (b) berhubungan dengan dunia siswa (c) tidak
terpisah dari proses pemecahan soal, (d) dimulai dengan pengetahuan informal siswa
dan terorganisasi secara matematis. Zulkardi (2008) menjelaskan tentang peran soal
kontekstual dalam pembelajaran matematika. Menurutnya, pembelajaran matematika
akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa jika guru menghadirkan masalahmasalah
kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah yang sudah dikenal, dekat dengan
kehidupan riil sehari-hari siswa. Masalah konstekstual dapat digunakan sebagai titik
awal pembelajaran matematika dalam membantu siswa mengembangkan pengertian
terhadap konsep matematika yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai cumber
aplikasi matematika. Masalah kontekstual dapat digali dari (1) Situasi personal siswa;
situasi yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, baik di rumah dengan
keluarga, dengan teman sepermainan, dan sebagainya. (2) Situasi sekolah/akademik;
situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan
yang berkait dengan proses pembelajaran. (3) Situasi masyarakat; situasi yang terkai t
dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal. (4) Situasi
saintifik/matematika; situasi yang berkaitan dengan fenomena substansi secara
saintifik atau berkaitan dengan matematika itu sendiri
b.1.2. Menggunakan Model
Soejadi (2001) mengemukakan bahwa PMR pada dasarnya adalah
pemamfaatan rLalita dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara
lebih baik dari masa yang lalu. Realita merupakan hal-hal nyata atau konlcrit yang
dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang
dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik di
lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
21
Pada waktu siswa menghadapi permasalahan kontekstual, siswa akan menggunakan
strategi pemecahan masalah untuk mengubah permasalahan kontekstual menjadi
permasalahan matematik, representasi inilah yang disebut pemodelan.
Pemodelan adalah strategi pemecahan masalah yang dihadapi siswa dengan
cara mengubah permasalahan kontektual menjadi permasalahan matematika. Dalam
proses pemodelan siswa diharapkan dapat menemukan hubungan antara bagian-
bagian masalah kontekstual dan mentransfemya ke dalam model matematika melalui
penskemaan, perumusan serta pemvisualisasian (Saragih 2007). Istilah model
berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed models). Peranan self developed models merupakan
jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika
informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia
nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi
model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser
menjadi model for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model
matematika formal. Jan de Lange (dalam Asep 2006) menyatakan model skematis
proses pembelajaran yang merupakan proses pengembangan ide-ide dan konsep-
konsep yang dimulai dari dunia nyata yang disebut dengan matematika konseptual,
dapat digambarkan sebagai berikut:
Dunia nyata
Matematisasi dalam aplikasi Matematika dalam refleksi
Abstraksi dan formalisasi
Gambar 2.2.: Matematisasi konseptual Jan de Lange
Dalam mengembangkan model, siswa memulainya dengan cam memformulasikan
masalah kontekstual dalam bentuk informal (model of), selanjtunya melalui proses
refleksi dan generalisasi siswa dikondisikan untuk mengarah ke model yang lebih
2 2
umum yang disebut dengan model for (model formal). Menurut Ruseffendi (1988) ada
tiga macam model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran yaitu model
konkrit, model diagram dan model abstrak atau simbol.
6.1.3. Menggunakan Kontribusi dan Produksi Siswa.
Kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa
sendiri, dimana siswa dituntut untuk dapat memproduksi dan mengkontruksi sendiri
model secara bebas melalui bimbingan guru. Guru membimbing siswa sampai mampu
merefleksilcan bagian-bagian penting dalam belajar yang akhimya mampu
mengkontruksi model dari informal sampai ke bentuk formal. Streeland (1991)
menekankan bahwa dengan pembuatan "produksi bebas" siswa terdorong untuk
melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Srategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual
merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk
mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
b.I.4. Interaktif.
Interaksi antara siswa dengan guru, sesama siswa atau sebaliknya merupakan
bagian penting dalam PMR. Jenis interaksi yang terjadi dapat berbentuk negosiasi
secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, pembenaran, setuju atau tidak
setuju, pertanyaan atau refleksi, dan evaluasi sesama siswa dan guru. Melalui
interaksi ini siswa diharapkan dapat membangun dan mengembangkan pengetahuan
matematikanya.
6.1.5. Keterkaitan (Intertwinment).
Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam
pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan
berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya
diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar dan
geometri tetapi juga bidang lain. Keterkaitan adalah salah sate ciri pembelajaran
dengan PMR. Konsep yang dipelajari siswa dengan prinsip-prinsip belajar mengajar
matematika realistik hams merupakan jalinan dengan konsep atau materi lain baik
23
dalam matematika itu sendiri maupun dengan yang lain, sehingga matematika bukanlah
suatu pengetahuan yang bercerai berai melainkan merupakan suatu ilmu yang utuh dan
terpadu. Hal ini dimaksudkan agar proses pemahaman siswa terhadap konsep dapat
dilakukan secara bermakna dan holistik.
b.2 Langkah-langkah PMR
Menurut Rahayu (2005) pembelajaran dengan pendekatan PMRI mempunyai 5
(lima) tahapan yang perlu dilalui oleh siswa, yaitu: penyelesaian masalah, penalaran,
komunikasi, kepercayaan diri, dan representasi (pemodelan).
Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal dengan menggunakan langkah-langkah sendiri. Dan yang patut dihargai ialah bahwa
penggunaan langkah ini tidak berlaku baku/sama seperti yang dipakai pada buku
atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang
ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang
dipakai oleh buku atau oleh guru.
Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan
tiap soal.
Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasilcan jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah (menolak)
jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri.
Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang diperolehnya kepada kawan-
kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan seandainya jawaban yang
dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa diharapkan mau
menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik secara lisan
maupun secara tertulis.
Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau lambang-lambang
matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia hadapi.
Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk
representasi yang dipilihnya.
Pelajaran matematika dengan pendekatan PMR sangat komprehensif. Artinya,
penyajian materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika siswa
mengerjakan suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal yang
sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri barn dengan materi lama yang
pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan suatu soal
2 4
sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia sedang
dihadapinya. Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral. Artinya,
pelajaran matematika dapat dihubungkan langsung dengan pelajaran lain.
b.3 Sintaks PMR
Sintaks Pendekatan Matematika Realistik dapat dirumuskan seperti yang tercantum pada
table berikut :
Tabel 2.1 : Sintaks Pendekatan Matematika Realistik
No Fase Aktivitas
1 Pengantar Mengorganisasi kelas untuk belajar, kerja
individual atau kerja kelompok
Menyampaikan kepada siswa tentang apa
yang akan mereka lakukan, menyelesaikan
masalah, melalcukan aktivitas, melanjutkan
mempelajari suatu topik, atau mengerjakan
tugas (proyek)
Menentukan masalah atau aktifitas. Jika perlu
siswa diminta untuk mencatat pekerjaan
mereka
2 Aktivitas atau
pemecahan masalah
Siswa dilibatkan dalam berpikir matematika
melalui pengalaman belajamya pada saat
melakukan manipulasi, pengembangan model-
model, situasi, skema dan simbol-simbol,
eksperimen dan pemecahan masalah. Saat
siswa mengerjakan tugas , guru berkeliling
diantara siswa mengamati dan mendengar serta
bertanya dan memberi komentar. Siswa atau
guru dapat memberikan pertanyaan open-ended
sebelum diskusi kelas.
3 Saling membagi dan
berdiskusi (sharing)
Siswa melaporkan penyelesaian masalah
mereka sendiri atau kelompok atau hash
aktivitas atau mendiskusikan jawaban dan
mempersentasikannya di depan kelas
2 5
Guru mem impin diskusi menyampaikan
pertanyaan apakah, mengapa,dan bagaimana
siswa mencapai tujuan pelajaran. Pertanyaan
akan memungkinkan siswa untuk untuk
memnggunakan berpikir tingkat tinggi dan
menghubungkan model
4 Meringkas Siswa memeriksa kembali apa yang telah
mereka lakukan atau pelajari
Siswa mendemonstrasikan belajar (seperti
memunculkan masalah kontekstual,
menyelesaikan masalah yang diajukan guru,
saling bertukar ide antar siswa, atau membuat
laporan tertulis apa yang telah mereka
pelajari).
5 Menilai belajar Unit
materi
Sebelum ,selama dan setelah pengajaran
digunakan berbagai penilaian seperti
observasi, wawancara, portofolio, jurnal
siswa, atau buku catatan harian, melengkapi
tugas, kontribusi kelompok, proyek, kuis dan
tes
Penilaian ditekankan pada aktivitas siswa dan
hasil tes pada akhir pokok bahasan.
Dari sintak di atas bahwa pengajaran PMR terpusat kepada siswa, bukan lagi
kepada guru. Guru diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kontekstual. Dalam hal ini
diberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya,
mengkontruksi konsep-konsep, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan
strategi pemecahan masalah. Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
matematika realistik guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator.
2 6
b.4 Implementasi PMR Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemamfaatan realita
dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika. Soejadi (2001) menjelaskan bahwa realita merupakan hal-hal yang
nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat
membayangkan, sedang yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat siswa berada baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang
dapat dipahami peserta didik. Dalam PMR siswa diajak untuk akK bebas
mengeluarkan ide, dan mereka juga diharapkan untuk sharing ide-idenya artinya
mereka bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Dalam PMR proses
pembelajaran berlangsung secara interaktif, dan siswa menjadi fokus dari semua
aktifitas di kelas. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yaitu membantu merka
membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing mereka mengambil keputusan
tentang ide mana yang lebih balk buat mereka. Tabel berikut ini merupakan
implementasi PMR dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Tabel 2.2 : Implementasi PMR dalam Kegiatan Belajar Mengajar.
Aktifitas Guru Aktifitas Siswa
Guru menciptakan suasana yang kondusif
untuk belajar, membagi kelompok
diskusi siswa
Siswa mempersiapkan diri belajar,
membentuk kelompok diskusi
Guru memotivasi siswa, dengan
mengutarakan hal-hal yang menarik yang
ditemui dalam kehidupan yang
berhubungan dengan materi pelajaran
Memperhatikan dan menyimak yang
disampaikan guru
Guni memberi pelajaran soal kontekstual Siswa secara individu atau kelompok kecil mengerjakan soal dengan strategi informal
Guru merespon secara positif jawaban
siswa dan memberi kesempatan untuk
memikirkan strategi yang paling efektif
Siswa secara sendiri-sendiri atau
berkelompok menyelesaikan masalah tersebut
Guru mengarahkan siswa pada masalah
kontekstual dan selanjutnya meminta
siswa mengerjakan masalah dengan
menggunakan pengalaman mereka
sambil menghampiri mereka dan member
bantuan seperlunya.
Beberapa siswa mengerjakan soal di
papan tulis, melalui diskusi kelas,
jawaban siswa dikonfrontasikan
Guru mengenalkan istilah konsep Siswa merumuskan bentuk matematika
formal
Guru mmemberi tugas di rumah yaitu
mengerjakan soal atau membuat soal
ceritera beserta jawabannya yang sesuai
dengan metematika formal
Siswa mengerjakan tugas rumah dan
menyerahkannya kepada guru untuk pertemuan berikutnya.
2 7
Ada lima karakteristik dalam pembelajaran matematika berdasarkan
pendekatan realistik (Turmudi 2003) yaitu: I) Didominasi masalah kontekstual, 2)
Pengembangan model-model, situasi, skema dan symbol-simbol. 3) Produksi dan
konstruksi siswa; 4). Interalctif dalam pembelajaran; 5). Intertwining (membuat
jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan. Fase-fase di dalam proses pembelajaran
matematika dengan pendekatan matematika relistik dan tingkah laku guru adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.3 : Fase-fase Model Pembelajaran Realistik
Fase-fase Tingkah Laku Guru
Memahami masalah
kontekstual
Guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta
siswa untuk memahami masalah tersebut.
Karakteristik fase ini adalah menggunakan masalah
sebagai starting point untuk menuju ke matematika
formal sampai pada pembentukan konsep.
Menjelaskan masalah
kontekstual
Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberi petunjuk atau berupa saran seperlunya
terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa.
Penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Karakteristik fase ini adalah interaksi antara siswa dan
guru
Menyelesaikan masalah kontekstual
Guru memotivasi siswa dengan member petunjuk
pernyatan atau saran dan siswa bekerja secara
individual dengan cara mereka sendiri. Karakteristik
fase ini adalah menggunakan model
Membandingkan dan
mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada
siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan
jawaban soal secara berkelompok, kemudian
didiskusikan secara menyeluruh di dalam kelas.
Karakteristik fase ini adalah menggunakan kontribusi
siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang satu
dengan yang lain
Menyimpulkan Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
suatu konsep atau prosedur.
b.5 Penilaian (Assesment) dalam PMR
Pembelajaran yang efektif menghendaki dilaksanakan penilaian untuk menentukan '
apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai. Ada dua metode
yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
murid dalam proses belajar yaitu metode tes dan observasi. Ranah penilaian pada PMR
meliputi kognitif, psikomotor dan afektif. Aspek kognitif menekankan pada
2 8
penguasaan materi, misalnya dapat menghitung volume kubus dan mampu
menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kubus dalam kehidupan sehari-hari.
Pada aspek psikomotor menekankan pada penilaian keterampilan, misalnya dapat
mempresentasikan hasil pekerjaan/diskusi di depan kelas. Sedangkan aspek afektif
menekankan penilaian sikap, respon siswa terhadap pembelajaran misalnya
berpartisifasi aktif dalam diskusi kelas, memperhatikan secara seksama presentasi,
ikut serta dalam menyimpulkan hasil diskusi dan aktif menyelesaikan tugas rumah.
Penilaian kognitif diperoleh melalui tes uraian atau tes objektif dan fortofolio;
penilaian afektif dapat diperoleh melalui: angket, wawancara, dan lembaran observasi.
Sedangkan penilaian psikomotor dapat diperoleh tes tertulis (menggambar, melukis),
tes identifikasi, tes simulasi dan tes petik kerja.
3. Pendekatan Ekspositori
a. Konsep Pendekatan Ekspositori.
Pendekatan ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyampaian materi secara verbal dan seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai mated pelajaran secara optimal (Wina
Sanjaya, 2007). Roy Killen (dalam Wina Sanjaya, 2007) menamakan pendekatan
ekspositori ini dengan istilah pembelajaran langsung (direct instruction). Dalam
Strategi ini mated pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut
untuk menemukan mated itu. Mated pelajaran seakan- akan sudah jadi. Oleh karena
pendekatan ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur maka sering juga
dinamakan istilah strategi "Chalk and talk". Lebih lanjut Wina Sanjaya menyatakan
pendekatan ekspositori dapat disamakan dengan metode ceramah.
Beberapa karakteristik strategi pembelajaran ekspositori:
Pertama, Pendekatan ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan mated
.pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam
melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan
ceramah
2 9
Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah
jadi , seperti tidak menuntut siswa untuk berpikir Mang.
Ketiga , tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri .
Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya
dengan benar dengan cam dapat mengungkapkan kembali materi yang telah
diuraikan.
Pendekatan ekspositori merupakan bentuk clad pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian,
sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui
pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan
harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.
Fokus utama strategi ini adatah kemapuan akademik (academic achievement) siswa.
Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi ekspositori.
b. Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Ekspositori
Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dan efektif tidaknya
suatu strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah
tujuan apa yang hams dicapai. Dalam pendekatan ekspositori terdapat beberapa
prinsip yang hams diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di
bawah ini.
b. 1. Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam
pendekatan ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses
penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan itulah yang hams
menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum
strategi ini diterapkan terlebih dahulu, guru hams merumuskan tujuan pembelajaran
secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran hams
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada
kompetensi yang hams dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami,
3 0
karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas
penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi pembelajaran ekspositori
tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya
kemampuan untuk mengalisis, mensintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi
sesuatu namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu
dirumuskan; justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan
strategi ekspositori.
b.2. Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk
pada proses penyampaian dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau
sekelompok orang (penerima pesan) . Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini
adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Dalam proses komunisasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa
berfungsi sebagai penerima pesan.
Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan
pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem
komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh
penerima pesan secara utuh; dan sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak
efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang
disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan
(noise) yang dapat menghambat kelancaran proses kumunikasi. Akibat gangguan
(noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak
dapat tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu
strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip
komunikasi merupdkan prisip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya,
bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap
gangguan bisa mengganggu proses komunikasi.
31
b.3. Prinsip Kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme, "kesiapan" merupakan salah satu hukum
belajar. Ind Dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap indivudu akan merespons
dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan;
sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespons setiap stimulus yang
muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat kita tank dan
hukum belajar ini adalah, agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang
kita berikan, terlebih dahulu kita hams memposisikan mereka dalam keadaan siap baik
secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajiican
materi pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Seperti halnya kerja
sebuah komputer, setiap data yang dimasukkan akan dapat disimpan dalam memori
manakala sudah tersedia file untuk menyimpan data. Setiap data tidak mungkin dapat
disimpan manakala belum tersedia filenya. Oleh karena itu, sebelum kita
menyampaikan informasi terlebih dahulu kita yakinkan apakah dalam otak anak sudah
tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang akan disampaikan atau belum,
kalau seandainya belum maka terlebih dahulu kita harus sediakan dahulu file yang
akan menampung setiap informasi yang akan kita sampaikan.
b.4. Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositosi harus dapat mendorong siswa untuk mau
mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada
saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah
manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan
menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.
32
Secara garis besar langlcah-langkah ekspositori ( Wina Sanjaya 2007) adalah:
Persiapan (Prepation).
Guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematika dan rapi.
Pertautan (apersepsi) bahan terdahulu.
Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa
kepada materi yang akan diajarkan.
Penyajian (presentation).
Guru memberikan bahan dengan memberikan ceramah dan menyuruh siswa membaca I
memperhatikan bahan yang tercantum dalam buku teks.
Evaluasi
Guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari dan siswa
disuruh mengerjakan soal-soal yang terdapat di dalam buku teks, setelah selesai siswa
mengerjakan dalam catatannya, kemudian siswa disuruh secara acak dan bergiliran
mengerjakannya di papan tulis.
4. Motivasi Belajar
a. Hakikat Motivasi Belajar
Menurut Ivor (1991) motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri
seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Motivasi pada
dasarnya merupakan penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu yang diluar diri. Semakin kuat atau semakin dekat hubungan tersebut, maka
motivasi juga semakin tinggi. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi terhadap
sesuatu dapat ditafsirkan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa is lebih
menyukai sesuatu itu daripada hal lainnya, serta dapat pula dimanifestasikan melalui
partisipasinya dalam aktifitas atau kegiatan.
33
... motivation can be defined as the dynamically changing cumulative arousal in
aperson that initiates, directs, coordinates, amplifies, terminates, and evaluates the
cognitive and motor processes whereby initial wishes and desires are selected,
prioritized, operationalised and (successfully or unsuccessfully) acted out (Dornyei,
2001)
Motivasi adalah perubahan dinamis yang ada dalam diri seseorang cesara kumulatif
yang memulai, mengarahkan, yang mengkoodinasikan, yang mengarahkan, yang
mengkoordinasikan, yang memperkuat, yang membatasi, dan yang mengevaluasi proses
kognitif dan motorik dengan jalan permulaan yang diharapkan dipilih, diperioritaskan,
dioperasikan dan dilaksanakan.
Lebih lanjut Siagian (2001) mengatakan: hal yang memotivasi semangat
bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun
non materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannnya. Jika kebutuhan dan
kepuasan semakin terpenuhi , maka semangat bekerjanya akan semakin baik pula.
Skinner (dalam Siagian, 2001) mengemukaka- n bahwa minat merupakan motif yang
menunjukkan arah perhatian individu terhadap objek yang menarik dan
menyenangkan. Dan pendapat Skinner ini , indikator yang menunjukkan adanya
motivasi seseorang terhadap suatu objek itu adalah perhatian dan kesenangan. Ini
berarti biala seseorang berminat pada sesuatu , maka is akan memberikan perhatian
dan menyenangi objek yang dimaksud dalam permintaan. Demikian juga halnya
dalam belajar, agar memperoleh hal yang diinginkan harus ada motivasi. Bila
motivasi belajar tingi kegiatan belajarpun cenderung meningkat dalam arti
pembelajaran akan aktif dan sungguh-sungguh belajar untuk mencapai tujuan sudah
merupakan kebutuhan baginya.
Viktor H.Vroom (dalam Siagian, 2001) mengatakan, bahwa kekuatan yang
memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung
dan hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dan hasil
pekerjaan itu. Jika seseorang ingin berhasil dalam belajar, maka is harus alctif belajar,
dan untuk keaktifannya, motivasi harus ditimbulkan dan dikembangkan. Dari pendapat
di atas dapat disimpulkan keaktifan belajar didukung oleh aktivitas, semangat dan
motivasi diri siswa dalam belajar. Hurlock (1990) mengatakan seseorang yang ingin
terhadap sebuah kegiatan, baik permainan, maupun pekerjaan, akan berusaha lebih
keras untuk belajar dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai motivasi rendah.
Jika kita mengharapkan mengharapkan hasil belajar
3 4
siswa optimal, maka rangsangan belajar harus diatur supaya bersesuaian dengan
motivasinya. Ini merupakan saatnya siswa dibelajarkan, yaitu saat mereka siap belajar
karena mereka mempunyai motivasi terhadap keuntungan dan kepuasan pribadi yang
dapat diperoteh lewat pengalaman belajar. Dengan demikian motivasi berhubungan
dengan keaktifan dalam belajar. Hal ini berarti jika motivasi seseorang tinggi untuk
belajar, maka ia cenderung aktif untuk belajar dan akan menguasai materi pelajaran dan
jika kemudian diuji. Sebaliknya, jika motivasinya rendah maka dapat dipastikan hasil
belajarnya cenderung rendah, dan apabila hal ini terjadi, motivasi siswa perlu
dibangkitkan dalam setiap kegiatan belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu
aspek psikis seseorang dalam menyenangi, mempersoalkan, berbuat, menanggapi,
menerima atau menolak suatu objek atau aktifitas dalam belajar. Motivasi belajar
seseorang dapat dilihat dari perhatian, kemauan, tanggungjawab, kesenangan,
keuletan, kemandirian, ketabahan dan menyukai tantangan, serta keinginan terhadap
suatu pelajaran atau melakukan kegiatan dalam belajar.
b. Pentingnya Motivasi dalam Belajar.
Dalam proses pembelajaran ,motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang
sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh
kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar
sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya.
Dengan demikian siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan
kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya
dorongan atau motivasi belajarnya.
Menurut Dick dan Carey (dalam Dimyati ; Mujiono, 2006) seorang guru
hendaknya mampu mengenal dan mengetahui karakteristik siswa , sebab pemahaman
yang baik terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
proses belajar siswa. Apabila guru telah mengetahui karakteristik peserta didiknya,
maka selanjutnya guru dapat menyesuaikan model, strategi atau tehnik pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Salah satu karakteristik siswa adalah
motivasi belajar siswa. Adanya motivasi yang kuat di dalam din seorang siswa akan
3 5
menimbulkan daya kreativitas yang sangat bermamfaat bagi dirinya dalam berfikir
kreatif, struktur kognitif siswa akan mampu untuk mencema pengetahuan yang
dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya,dan kemudian struktur kognitif dan
pengalaman belajar yang telah dimiliki tersebut akan berasimilasi dan berakomodasi
dengan pengetahuan yang baru,sehingga terjadi adaptasi dalam pembelajaran untuk
mencapai hasil belajar yang lebih maksimal.
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam
belajar. Oleh sebab itu guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi
belajar siswa
Ada beberapa petunjuk untuk membangkitkan motivasi belajar siswa (Wina
Sanjaya, 2007) yaitu:
memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
membangkitkan minat siswa.
ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
berikan penilaian.
berilah komentar terhadap pekerjaan siswa.
ciptakan persaingan dan kerjasama.
c. Jenis dan Sifat Motivasi.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Dimyati; Mujiono, 2006) yaitu
motivasi primer dan motivasi sekunder. Motivasi primer adalah motivasi yang
didasarkan pada motif-n otif dasar. Motif dasar ini berasal dari biologis atau jasmani
manusia. Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari misalnya: agar dapat
,bekerja dengan baik orang hams belajar bekerja. Menurut Monks (dalam Wina
Sanjaya, 2007) motivasi dibedakan menjadi motivasi intriksik (yang berasal dari
dalam din siswa) dan motivasi ekstrinsik (dorongan dari luar dirinya). Motivasi
ekstrinsik membuat siswa yang belajar ikut-ikutan menjadi belajar dengan penuh
3 6
semangat. Selanjutnya siswa menyadari pentingnya belajar dan is belajar bersungguh-
sungguh dan penuh semangat. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik "dapat berubah"
menjadi motivasi intrinsik, yaitu pada saat siswa menyadari pentingnya belajar, dan is
belajar sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain (Dimyati; Mujiono, 2006).
d. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan
kondisi fsiologis dan psikologis siswa . Menurut Dimyati (2006) beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa:
Cita-cita atau Aspirasi Siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan
belajar berjalan, makan, berebut permainan, dapat membaca, dapat menyanyi
dan lain-lain. Timbulnya cita-cita dibarengi perkembangan akal, moral,
kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan serta perkembangan kepribadian
yang ditunjang oleh semangat yang tinggi.
Kemampuan Siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan
mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi untuk melaksanakan
tugas-tugas perkembangan
Kondisi Siswa
Kondisi yang meliputi kondisi jasmani dan rohani akan mempengaruhi motivasi
belajar.
Kondisi Lingkungan Siswa.
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
lingkungan sekolah, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.
Kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, keteniban
pergaulan, lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah perlu
ditingkatkan kualitasnya sehingga semangat dan motivasi belajar dapat
diperkuat.
3 7
Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
Lingkungan siswa, pengalaman siswa, media elektronik, guru merupakan unsur-
unsur dinamis yang dapat memotivasi belajar siswa.
Upaya Guru Dalam Membelajarkan Siswa
Guru sebagai pendidik professional dituntut selalu memotivasi siswa untuk
belajar melalui hal-hal : (1) menyelenggarakan tertib belajar di sekolah (2)
membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu
dan pemeliharaan fasilitas sekolah (3) membina belajar tertib pergaulan (4)
membina belajar tertib lingkungan sekolah. Upaya pembelajaran tersebut
meliputi (5) pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib
belajar, (ii) pemanfaatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna, dan
(iii) mendidik cinta belajar.
e. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Guru sebagai pengajar dan pendidik akan menghadapi banyak siswa dengan
bermacam-macam motivasi belajar. Oleh karena itu pecan guru cukup banyak untuk
meningkatkat belajar siswa :
Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar
Kehadiran siswa di kelas merupakan awal motivasi belajar. Dalam upaya
pembelajaran guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat
membelajarkan atau mengajarkan bahan pelajaran dipersyaratkan: (1) guru
telah mempelajari bahan pelajaran, (2) guru telah memahami bagian-bagian
yang mudah, sedang dan sukar, (3) guru telah menguasai cara-cara
mempelajari bahan, dan (4) guru telah memahami sifat bahan pelajaran
tersebut.
Upaya pembelajaran tersebut hams mengaju kepada prinsip belajar : (1).
Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar; oleh karena
itu, guru perlu menjelaskan tujuan belajar secara hirearkis (2). Belajar menjadi
bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantang (3)
belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala
3 8
kemampuan mental siswa dalam pro'ram kegiatan tertentu (4) sesuai dengan
perkembangan jiwa siswa (5) belajar menjadi menantang bila siswa
memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan
dikemudian hari.
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Pemilihan pendekatan
pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pelajaran, media pembelajaran
dan karakteristik siswa.
Pendekatan pembelajaran digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Dengan demikian pendekatan dalam rangkaian system
pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan
implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru
menggunakan metode pembelajaran , karena suatu strategi pembelajaran
hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode
pembelajaran (Wina Sanjaya, 2007).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
matematika dengan pendekatan matematika realistik, dan motivasi belajar siswa saling
berhubungan, dan memberikan pengaruh dalam peningkatan kemampuan pemodelan
mtematika siswa.
f. Motivasi Belajar Siswa dan Pengaruhnya Terhadap Hash Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam did siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar dan
memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai; Sardiman (2005). Motivasi belajar yang tinggi akan
menimbulkan minat siswa untuk belajar, dengan kata lain motivasi siswa juga
mempengaruhi hasil belajar seseorang. Berdasarkan uraian dalam kerangka teori yang
3 9
menyatakan bahwa motivasi sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, dalam
anti jika motivasi belajar siswa tinggi maka hasil belajar cenderung akan tinggi pula,
sebaliknya jika motivasi siswa rendah maka hasil belajamya akan cenderung rendah.
Jika seseorang ingin berhasil dalam belajar , maka is hams aktif belajar do keaktifan
dalam motivasi hams ditimbulkan. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi
tentu is akan lebih mencurahkan perhatiaannya dan kemauan lebih kuat dan lebih aktif
dalam belajar, dan berusaha keras memperoleh hasil yang lebih baik dari kegiatan
belajamya secara maksimal. Motivasi belajar seseorang dapat dilihat dari kemampuan
awal siswa, minat siswa, perhatian, retensi transfer, kemauan, keinginan dan sikap
terhadap suatu pelajaran.
Motivasi dipandang berperan dalam belajar, karena motivasi mengandung
nilai-nilai: (1) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan siswa ,
belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal. (2)
Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. (3)
Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk
berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna
membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. (4) Berhasil atau gagalnya
dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam prosese pembelajaran
berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
Penggunaan azas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses
belajar dan pembelajaran. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan pembelajaran yang efektif. Siswa yang termotivasi dalam belajamya
dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku yang menyangkut minat, ketajaman,
perhatian, konsentrasi, ketekunan, cenderung giat berusaha, tampak gigih tidak
menyerah, giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya untuk
memecahkan masalahnya dan sebaliknya motivasi rendah menampakkan
keengganan, cepat bosan, acuh tak acuh, mudah putus-asa, perhatiannya tidak
tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas , sering meninggalkan pelajaran,
(Ahmadi ; Supriono, 2004).
4 0
5 Hakikat Hasil Belajar Matematika
Gagne (dalam Nasution, 2004) menyatakan bahwa belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku seseorang sebagai akibat pengalaman belajar. Sejalan dengan
pendapat tersebut Suryasubrata, S (1993) menyebutkan bahwa belajar adalah kegiatan
mengamati, membaca menirukan, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Menurut Djamarah (2002) belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat pengalaman dan latihan, artinya tujuan kegiatan adalah perubahan
tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap,
bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Perubahan perilaku sebagai
akibat pengalaman tergantung kepada interaksi antar indipidu dengan lingkungannya,
Kemampuan orang untuk belajar merupakan cirri penting yang membedakan jenisnya
dengan jenis-jenis mahluk yang lain dan membedakan antara satu individu dengan
individu yang lain. Perubahan perilaku tersebut menyangkut pengetahuan,
keterampilan maupun sikap. Lebih lanjut Djamarah (2002) mengemukakan bahwa
belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perobahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Pembelajaran mencapai puncaknya pada hasil belajar atau unjuk kerja siswa,
hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar adalah
kemampuan/kapabilitas (capability) yang diperoleh oleh siswa setelah melalui kegiatan
belajar. Belajar itu sendoiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut
pembelajaran/instruksional, siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila tujuantujuan
pembelajaran dapat dicapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Romizowski (1981) hasil
belajar merupakan keluaran (out puts) dari suatu system pemprosesan masukan (in
puts), masukan dari sistem tersebut berupa bermacam informasi sedang keluaran adalah
tingkah laku atau kinerja (performance), sehingga dinyatakan bahwa perubahan tingkah
laku merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. Gagne dan Briggs (1997)
menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :
1) keterampilan intelektual, 2) strategi kognitif, 3) informasi
41
verbal, 4) kemampuan motorik, 5) sikap. Sedangkan Romizwski (1981) berpendapat
bahwa hasil belajar diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan dikelompokkan pada empat kategori, yaitu : a) fakta, b) konsep, c)
prosedur, dan d) prinsip. Fakta merupakan pengetahuan tentang objek nyata atau
merupakan asosiasi dan kenyataan-kenyataan dengan informasi verbal dan suatu
objek, peristiwa atau manusia. Konsep merupakan pengetahuan tentang seperangkat
objek atau defenisi. Prosedur merupakan pengetahuan tentang tindakan demi
tindakan yang bersifat linear dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan prinsip
adalah merupakan pernyataan mengenai hubungan dua konsep atau lebih, hubungan
itu bersifat kausalitas, korelasi atau aksiomatis. Ketrampilan dikelompokkan ke
dalam empat kategori, yaitu: a) keterampilan kognitif, b) akting, c) reacting, dan d)
interaksi. Keterampilan kognitf berkaitan dengan keterampilan seseorang dengan
menggunakan pikiran dalam menghadapi sesuatu, seperti dalam mengambil
keputusan atau memecahkan masalah.
Hasil belajar matematika merupakan gambaran dari tingkat kesanggupan
kognitif, yang oleh Romizowski (1981) diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan
keterampilan. Dalam bentuk pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur, dan
prinsip. Konsep, prosedur dan prinsip merupakan bidang kajian matematika. Konsep,
prosedur dan prinsip akan berarti dan bermakna bagi siswa bila dihubungkan dengan
fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bentuk keterampilan yang
menggambarkan tingkat kemampuan kognitif adalah keterampilan siswa
menggunakan pikiran guna menghadapi sesuatu seperti pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah. Dalam hal ini Gagne dan Briggs (1979) menyebutkan dengan
istilah keterampilan intelektual dan strategi kognitif. Salah satu strategi kognitif
adalah kemampuan pemodelan matematika siswa dalam pemecahan kontekstual.
Hasil belajar secara hakikatnya adalah perobahan tingkah laku sebagai hasil
belajar dalam pengertian mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Sujanna (1992) belajar ada tiga macam yaitu mampu dan kebiasaan,
pengetahuan dan pengertian dan sikap serta cita-cita. Sedangkan menurut taksonomi
Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dick (2001) yaitu basil penilaian belajar
kognitif dibagi atas enam tingkatan yaitu : (a) ingatan, yaitu mengacu kepada
4 2
kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dan yang
sederhana sampai pada teori-teori yang sukar, (b) pemahaman, yaitu mengacu
kepada kemampuan memahami makna materi, (c) penerapan, yaitu mengacu kepada
kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada
situasi yang barn dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip, (d) analisis, yaitu
mengacu kepada kemampuan menguraikan materi kedalam komponen-komponen
atau faktor penyebabnya, (e) evaluasi, yaitu mengacu kepada kemampuan
memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu, dan (f)
kreativitas, yaitu mengacu kepada kemampuan memadulcan konsep atau komponen-
komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk yang barn. Hasil
belajar menurut Dick,W dan Carey.L (2001) adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh siswa sebagai kegiatan pembelajaran. Hasil belajar dalam hal ini
dibedakan atas lima macam, yaitu : pengetahuan, keterampilan, intelektual,
keterampilan motorilc dan sikap.
Matematika adalah kegiatan manusia (as a human activity) dan sekaligus
matematika adalah sebagai alat (as atool) menuntut siswa melakukan aktifitas
matematika. Melakukan pengamatan, mengerjakan matematika, memikirkan kembali ,
membentuk, membandingkan, menyusun kembali, mengurutkan, dan berbagai macam
aktifitas matematika, baik itu memikirkan permasalahan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari maupun masalah yang tidak terkait secara langsung, keduanya
bisa merupakan konteks, sebagai titik tolak pembelajaran matematika. Seperti
penerapan konsep "lingkaran" yang berhubungan dengan kehidupan seharihari
merupakan konteks yang diberikan agar siswa dapat mengenal matematika melalui
aktifitas sehari-hari. Dengan aktifitas seperti di atas diharapkan siswa akan memperoleh
gambaran bagaimana hubungan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
sehingga matematika tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang menakutkan,
melainkan pelajaran yang menyenangkan.
4 3
6. Kemampuan Pemodelan Matematika Siswa.
a. Pengertian Model dan Pemodelan Matematika
Model dapat diartikan sebagai tampilan gambar, gratis, prosedur kerja yang
teratur dan sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan
berupa saran (Dewi, 2008). Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu
pemodelan menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori
seperti belajar, pembelajaranpsikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya.
Selanjutnya Zarlis (2008) menyatakan model adalah representasi dari suatu objek,
benda atau ide-ide dalam bentuk lain dari entitasnya. Model berisi informasi-
informasi tentang suatu system yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari sistem
yang sebenamya. Model dapat berupa tiruan dari suatu benda, system atau peristiwa
sesungguhnya yang hanya mengandung informasi-informasi yang dipandang penting
untuk ditelaah. Lebih lanjut ( Zarlis, 2008) mengatakan: model matematika dari suatu
masalah adalah rumusan masalah dalam bentuk persamaan atau fungsi matematika.
Sedangkan Pemodelan matematika dari suatu masalah adalah langkah-langkah yang
ditempuh untuk memperoleh dan memamfaatkan persamaan atau fungsi matematika
dari suatu masalah.
b. Fungsi dan Langkah-langkah Pemodelan Matematika
Pembelajaran matematika akan lebih berrnakna dan menarik bagi siswa jika
guru menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah
yang sudah dikenal, dekat dengan kehidupan riil sehari-h?ri siswa. Masalah
konstekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika dalam
membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap konsep matematika yang
dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber aplikasi matematika. Pemecahan
masalah merupakan kompetensi strategic yang ditujukan kepada siswa dalam
memahami, memilih pendekatan dan strategi, pemecahan, dan menyelesaikan model
untuk menyelesaikan masalah.
Proses pemodelan bertujuan untuk menyederhanakan suatu permasalahan agar
lebih mudah dimengerti oleh siswa. Secara garis besar langkah-langkah membuat
44
model (Zarlis, 2008) adalah sebagai berikut: 1) Pecahkan masalah melalui
penyederhanaan. 2) Nyatakan objek dengan pernyataan-pernyataan yang jelas, karena
objek akan sangat menentukan model. 3) Cari analog-analog dart sitem yang lain, atau
model yang sudah ada untuk mempermudah mengkontruksinya. 4) Tentukan
komponen-komponen yang dimasukkan ke dalam model 5) Tentukan mana variable,
parameter, dan konstanta, hubungan fungsional diantaranya, serta batasan dan fungsi-
fungsi kriterianya. 6) Untuk membuat model matematik, harus dipikirkan pula untuk
menyatakan masalah secara numerik jika ingin disimulasi dengan computer digital. 7)
Nyatakan dalam simbol-simbol. 8) Tuliskan persamaan matematiknya. 9) Bila model
terlalu rumit sederhanakanlah, sebaliknya bila terlalu sederhana sempurnakanlah.
Menurut Abdurahman (2003) ada tiga tahapan prinsip pengajaran matematika dad
konkret menuju ke abstrak yaitu : 1) Tahap konkret: dapat memanipulasi objek nyata
(benda Iangsung) dalam belajar contohnya melihat objek/benda yang berbentuk kubus
misalnya bak air, kotak perhiasan, peti, kotak kapur dan lain-lain. 2) Tahap
representasional yaitu suatu tahapan objek nyata diwakili oleh gambar atau simbol
grafis misalnya : 0 0 0 = empat kotak kapur berbentuk kubus , tahapan ini
disebut juga pemodelan, 3). Tahap abstrak yaitu tahap menggantikan gambar atau
simbol grafts contohnya: 0 0 0 0 (4) + 0 0 (3) = 7.
Lebih lanjut Marsigit (2007) mengatakan buku pembelajaran matematika SMP disusun
dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, tenyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pemyataan matematika.
.3. Memecahkan masalah yang meliruti kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menaksirkan solusi
yang diperoleh.
4 5
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa igin tahu, peratian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap Wet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
c. Syarat Model yang Baik
Model matematika banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah kontekstual.
Sesuatu model dapat dikatakan baik apabila model tersebut memenuhi dua syarat utama
yaitu : 1). Representatif : model mewakili dengan benar sesuatu yang diwakili, makin
mewakili model makin kompleks. 2). Dapat dipahami/dimanfaatican : model yang
dibuat hams dapat dimanfaatkan (dapat diselesaikan secara matematis), makin
sederhana makin mudah diselesaikan (Zarlis, 2008). Lebih lanjut Setiawan Hem ( 2008)
menyatakan ada dua jenis model yaitu :
Model Fisik
Realisasi fisik seperti apa adanya
Biasanya berukuran lebih kecil dan kontruksinya lebih sederhana
dibandingkan dengan prototype yang dimodelkan dan diwakili.
Model Konseptual
Realisasi fisik seperti apa adanya, tetapi merupakan saran atau usulan
pemyataan realisasi fisik.
Realisasi fisik dari saran adalah sebuah kalimat yang dinyatakan dalam
bahasasa yang sesuai.
Jika menggunakan bahasa matematika , kalimat tersebut disebut
persamaan
Untuk memahami kedua model tersebut di atas dapat diberikan contoh sebagai berikut
Sebuah bak penampungan air berbentuk balok dengan ukuran bagian dalamnya 60 cm x
40 cm x 90 cm . Jika bak tersebut telah terisi air -4 bagian dan kemudian diisi air
yang mengalir dengan debit 4 liter per menit. Berapa lamakah bak tersebut akan penuh
berisi air?
4 6
Masalah kontekstual tersebut dapat diselesaikan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Masalah tersebut disederhanakan dengan menyatakan objek yang
berhubungan dengan masalah yaitu bangun balok. Gambarkan
model fisiknya
Tentukan model konseptualnya :
a. Tentukan Volume balok yaitu 60 cm x 90 cm x 40 = 216000 cm3
b. Diobah satuannya 144000 cm3 = 216 dm
3 = 216 liter
c. Tentukan volume air yang tersisa = x 216
= 54 liter.
d. Volume air yang dibutuhkan sampai bak penuh = 216 54
= 162 liter
e. Lama waktu mengisi bak sampai penuh volume air yang dibutultkan debit aliran air
162 liter
4 liter/menit =
40,5 menit.
Dengan adanya pemodelan matematika tersebut maka siswa diharapkan dapat
menyelesaikan masalah kontekstual secara terstruktur langkah demi langkah, hal ini
menyebabkan belajar matematika akan lebih bermakna dan lebih mudah dipahami oleh
siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemodelan matematika
siswa.
4 7
B. Penelitian yang Relevan
Rahayu (2005): Sebagai akibat pembelajaran matematika dengan pendekatan
PMRI, perolehan nilai siswa pada ulangan umum bersama , lebih tinggi dari perolehan
nilai matematika siswa yang talc menggunakan pendekatan PMRI. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI ternyata
benar-benar membawa pengaruh besar dalam pengembangan pemahaman matematika
dalam diri anak pada umumya. Pemahaman ini dapat ditunjukkan ketika siswa
mengerjakan suatu soal, dengan menggunakan model sendiri yang dapat berbeda
dengan temam-temannya. Siswa selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal
yang sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri barn dengan materi lama
yang pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan
suatu soal sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia
sedang dihadapinya.
Turmudi dan Dasari (2000), serta Sabandar dan Turmudi (2001) mencatat bahwa
sekurang-kurangnya pendekatan matematika realistik telah mengubah image siswa
tentang matematika. Umumnya para siswa di beberapa SLTP di Bandung merasa
senang dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan matematika realistik. Dalam penelitian tersebut beberapa siswa
berkomentar"cara belajar seperti ini cukup bagus, enak ada diskusinya jadi yang
pintar bisa bagi-bagi dan ingin mencoba soal yang lain supaya bisa" ada juga yang
berkomentar "dalam mengerjakan soal sekalipun modelnya berbeda-beda akan tetapi
hasil alchirnya sama. Dengan pendekatan matematika realistik, matematika menjadi
terasa lebih mudah dipahami, tidak membosankan, mengasyikkan, lebih jelas dan
membuat soal lebih mudah dikerjakan. Lebih lanjut Turmudi (2001) dalam
penelitiannya tentang "Implementasi awal pembelajaran matematika dengan
pendekatan matematika realistik di SLTP Negeri 2 Bandung" mengatakan, dengan
.pendekatan matematika realistik siswa merasa cukup terbantu dalam menyelesaikan
soal, karena siswa dapat membanyangkan soal dengan mudah. Hal ini jarang
ditemukan bahwa siswa dapat membayangkan soal yang diberikan. Lebih jauh ia
mengatakan "karena dengan mengerti soal, maka kita dapat mengerjakan soal itu
4 8
dengan cepat". Ada juga siswa yang berkomentar: dengan pendekatan matematika
realistik belajamya lebih asyik karena materi yang diajarkan lebih mudah
dimengerti, lebih paham, lebih jelas, dan membuat soal lebih mudah dikerjakan.
Selanjutnya Turmudi dan Dasari (2000) serta Sabandar dan Turmudi ,K Spurlin dan
Dansereau (1980), menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan eksperimen
menemukan sendiri lebih efektif dan pada pengajaran dengan metode ceramah.
Bloom (1976) mengatakan, bahwa siswa yang memasuki tugas pelajaran dengan
semangat dan minat yang tinggi jelas mencapai hasil yang berbeda pada tingkat
yang lebih tinggi bila dibandingkan siswa yang memulai pelajarannya kurang
bergairah dan kurang berm inat.
Atkitson (dalam Panjaitan 2006) mengemukakan bahwa bagi pebelajar yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika, harus dibantu dengan
memberikan soal-soal yang lebih sederhana, agar pebelajar dapat memahami cara-cara
penyelesaian sesuai dengan langkah-langlcah yang dibutuhkan. Lebih lanjut Bell
(dalam Panjaitan 2006) mengemukakan bahwa dalam belajar matematika, siswa harus
mampu memahami soal-soal yang akan dikerjakan, mampu memahami apa yang
ditanya, memahami c,ara melakukan operasi untuk mencapai tujuan itu, serta mampu
melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan agar dapat memikirkan cam atau
prosedur penyelesaian yang mungkin. Dengan demikian untuk menyelesaika soal-soal
matematika dibutuhkan pemodelan matematika agar pemecahan masalah kontekstual
lebih mudah dan cepat.
Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa matematika modern lebih balk untuk
anak berkemampuan tinggi (pandai) tetapi lebih jelek untuk anak lemah, sedang back to
basic lebih baik untuk anak kemampuan rendah (lemah) dan lebih jelek untuk
nak kemampuan tinggi (pandai). Dalam pendekatan matematika realistik (PMR),
dimana pemodelan merupakan salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang
.sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi
siswa yang pandai (kemampuan tinggi) model konkrit mungkin tidak banyak
membantu malah mungkin membosankan dan bahkan dengan model abstrak atau tanpa
pemodelan dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan. Sebaliknya
4 9
bagi siswa kemampuan sedang dan rendah bagi mereka model konkrit sangat
bermamfaat sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan memvisualisasikan masalah
kontekstual dalam pemecahan masalah matematika.
C. Kerangka Konseptual
1. Perbedaan Pembelajaran Pendekatan Matematika Realistik dengan
Pendekatan Ekspositori Terhadap Kemampuan Pemodelan Matematika
Siswa.
Kemampuan pemodelan matematika adalah kemampuan yang dimiliki siswa
menyajikan masalah kontekstual (informal) menjadi bentuk abstrak (formal) dalam
bentuk tampilan gambar, grafts, prosedur kerja yang teratur dan sistematis, serta
mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan untuk menyelesaikan
permasalahan matematika. Pemodelan berfungsi untuk menjembatani pengetahuan
matematika nonformal dan matematika formal dari siswa. Siswa mengembangkan
model tersebut dengan menggunakan model matematika (formal dan nonformal) yang
telah diketahui dengan menyelesaikan soal kontekstual dari situasi real yang sudah
dikenal siswa sehingga ditemukan model dari (model of) dalam bentuk informal
kemudian diikuti dengan menemukan model dari (model for) dalam bebtuk formal
sehingga siswa mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan masalah kontekstual.
Salah satu kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah siswa sulit untuk
mengingat, memahami dan menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-
hari. Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi pelajaran perlu digunakan
pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga dapat membangkitkan semangat dan
gairah belajar siswa, serta merangsang saraf ingatan siswa dalam memori jangka
panjang, sehingga belajar matematika lebih bermalcna. Tujuan pendekatan
pembelajaran adalah menciptakan suatu bentuk pengajaran dengan kondisi tertentu
untuk membantu proses belajar mengajar demi terciptanya pengajaran secara efektif,
efisien dan penuh daya tarik. Penerapan pendekatan yang tepat akan meningkatkan
kemampuan pemodelan matematika siswa, sehingga kegagalan dalam proses belajar
mengajar dapat diperkecil.
50
Pada hakikatnya pendekatan matematika realistik (PMR) dan pendekatan
ekspositori adalah dua pendekatan yang memiliki perbedaan secara karakteristik
maupun dalam pelaksanaannya pengajaran dan peningkatan hasil belajar yang
dipandang dari prosedur pembelajaran. Pendekatan matematika realistik (PMR) pada
dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami siswa untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan
matematika secara lebih baik. Pembelajaran matematika realistik merupakan
pembelajaran hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa
dengan membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah
lingkungan tempat siswa berada baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat yang dapat dipahami siswa. Lingkungan ini disebut juga lingkungan
sehari-hari. Keunggulan PMR adalah dapat memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa tentang keterkaitan matematika pada umumnya bagi
manusia, dan memberi pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
keterkaitan bahwa matematika merupakan bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya bagi pakar dalam bidang tersebut.
Dalam proses pembelajaran PMR guru perlu mendengarkan secara sungguh-
sungguh interpretasi siswa sambil menaruh perhatian khusus terhadap keraguan,
kesulitan, dan kebingungan setiap siswa. Selain itu guru juga hams memperhatikan
perbedaan pendapat dalam kelas dan memberikan penghargaan kepada siswa.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran matematika relistik adalah sangat susah
mendorong siswa agar menemukan penyelesaian soal dan pencarian soal-soal
kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut PMR.
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan yang
menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, pendekatan
pembelajaran ini memperlihatkan lima karakteristik yaitu: (a) menggunakan masalah
kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi
siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). Dalam proses pembelajaran
dengan PMR, guru harus memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk
memahami konsep-konsep matematika melalui pemberian suatu masalah kontekstual.
Sementara itu pendekatan ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru
5 1
yang menekankan proses penyampaian materi secara verbal dan seorang guru kepada
sekelompok siswa. Pendekatan ekspositori disebut juga pembelajaran langsung (direct
instruction). Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru.
Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu sehingga dalam proses pembelajaran
siswa kurang diberdayakan, kurang berperan aktif dan komunikasi yang terjadi
bersifat satu arah. Dalam proses pendekatan pembelajaran ekspositori siswa hanya
dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan cara yang ditunjukkan guru, hingga
membuat siswa bersifat menunggu penjelasan dan guru atau guru mengajarkan materi
tertuju pada hasil pembelajaran saja, dan siswa kurang berani bertanya atau memberi
tanggapannya terhadap masalah dalam pembelajaran tersebut.
Peranan guru dalam pendekatan pembelajaran ekspositori adalah sebagai
pembimbing program, memberi penjelasan (ceramah) kepada siswa dan didiringi
dengan member tugas dan latihan yang akan dilcerjalcan siswa. Siswa memperoleh
pengetahuan dari guru , dan mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba
menemukan pengetahuan informasi, siswa hanya penerima pelajaran secara pasif.
Tugas guru seolah-olah memindahkan sesebahagian pengetahuan yang ada padanya.
Bentuk kegiatan pembelajaran ini berlangsung dengan menggunakan guru sebagai satu-
satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran. Dalam
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan ekspositori siswa mendengarkan ceramah
dan guru, mencatat dan mengerjakan tugas-tugas yang diberilcan guru.
Dalam pendekatan matematika realistik (PMR), pemodelan merupakan salah
satu karakteristik yang mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk
menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi siswa yang memiliki kemampuan
kognitif tinggi model konkret mungkin tidak banyak membantu malah mungkin
membosankan dan bahkan dengan model abstrak atau tanpa pemodelan
dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan. Tetapi untuk siswa yang
berkemampuan sedang dan rendah , bagi mereka model konkret sangat bermamfaat
sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan memvisualisasikan masalah kontekstual
dalam matematik (Setiawan, 2004). Dan uraian diatas dapat diduga bahwa
pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemodelan
5 2
matematika siswa secara signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan
ekspositori.
Secara umum perbedaan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dengan
Pendekatan Ekspositori dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.4 : Model Pedagogi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Ekspositori
1 Guru sebagai Fasilitator dan
motivator.
Guru Aktif memberikan penjelasan
/informasi kepada siswa. Guru berperan
menjadi penentu keberhasilan pembelajaran,
yaitu sebagai : penyusun program,pemberi
informasi yang benar, pemberi fasilitas
belajar yang baik, pembimbing siswa dalam
pemerolehan informasi yang benar, dan
penilai pemerolehan informasi.
2 Siswa dijadikan sebagai pusat
pembelajaran
Guru dijadikan sebagai pusat pembelajaran
3 Siswa diharapkan dapat
menemukan, merekontruksi