UMPATAN BAHASA SUMBA BARAT DALAM TUTURAN BERBAHASA INDONESIA DI MASYARAKAT LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Disusun Oleh Valentina Idi Roswita Wuwur NIM: 094114013 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UMPATAN BAHASA SUMBA BARAT
DALAM TUTURAN BERBAHASA INDONESIA
DI MASYARAKAT LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Disusun Oleh
Valentina Idi Roswita Wuwur
NIM: 094114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat dan tuntunan-Nya, tugas akhir ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana sastra pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, banyak pihak telah memberikan
bantuan, baik secara moril maupun materil kepada penulis. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku pembimbing I dalam
penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, dan nasihat yang
telah diberikan kepada saya.
2. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum. selaku pembimbing II sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik angkatan 2009. Terima kasih atas perhatian dan
nasihat yang telah ibu berikan selama ini, baik dalam hal perkuliahan
maupun hal-hal yang menyangkut masa depan penulis.
3. Bapak dan Ibu dosen Sastra Indonesia, Drs. Hery Antono, M.Hum.,
S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., Dr. Yoseph
Yapi Taum, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., dan Drs. F.X. Santosa,
M.S., terima kasih atas tuntunan dan kesempatan yang diberikan kepada
saya untuk menimba ilmu dari Bapak dan Ibu sekalian selama saya
menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK Wuwur, Valentina Idi Roswita, 2013, “Umpatan dalam Tuturan Berbahasa
Indonesia di Masyarakat Sumba Barat.” Skripsi Strata I (SI). Program studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian tentang umpatan dalam tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat. Terdapat dua permasalahan yang dipecahkan dalam penelitian ini, yakni (i) apa saja jenis umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat berdasarkan referennya dan (ii) apa maksud umpatan tersebut jika ditinjau dari konteks kehidupan masyarakat Sumba Barat?
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat berdasarkan referennya, dan mendeskripsikan maksud umpatan tersebut berdasarkan konteks kehidupan masyarakat Sumba Barat. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data. Objek penelitian ini adalah umpatan. Objek penelitian berada dalam data berupa tuturan. Data diperoleh melalui dua sumber, yakni sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis berupa Kamus Bahasa Daerah Sumba Barat, dan sumber lisan berasal dari pengamatan penulis terhadap beberapa penutur langsung bahasa Sumba Barat. Tahap kedua adalah analisis data. Metode yang digunakan adalah metode padan, yaitu metode yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode formal dan metode informal. Hasil penelitian disajikan dengan metode formal, yaitu menggunakan tabel. Penyajian hasil analisis data secara informal, yaitu penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, yaitu kata-kata yang bersifat denotatif dan bukan kata yang bersifat konotatif.
Hasil penelitian ini adalah deskripsi jenis umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat dan maksud umpatan berdasarkan konteks kehidupan masyarakat Sumba Barat. Jenis umpatan berdasarkan referen terbagi menjadi empat, yaitu jenis umpatan yang memiliki referen berupa manusia, jenis umpatan yang memiliki referen hewan, jenis umpatan yang memiliki referen berupa tumbuhan, dan jenis umpatan yang memiliki referen berupa benda mati. Jika dikaitkan dengan konteks kehidupan masyarakat Sumba Barat, terdapat empat maksud yang terkandung di dalam umpatan-umpatan tersebut, yaitu umpatan yang bermaksud bercanda, umpatan yang bermaksud menyindir, umpatan yang bermaksud marah, dan umpatan yang bermaksud menghina.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Wuwur, Valentina Idi Roswita, 2013, “Curse in Indonesian Utterance in West Sumba Society.” An Undergraduate Thesis (SI). Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This thesis is a result of a research of curses in Indonesian utterance in
West Sumba society. There are two problems that will be solved in this research. They are (i) what are the kinds of curse in Indonesian utterance in West Sumba society based on the references, and (ii) what are the meaning of the curses in the context of West Sumba society’s life?
This research aims to describe the kinds of curses in Indonesian utterance in West Sumba society based on the references, and to describe the meaning of the curses based on the context of West Sumba society’s life. There are three steps that will be used in this research. The first step is collecting data. This research consists of curses as the object of the research. The objects are in an utterance data. The data are taken from two sources, written and spoken sources. The written source is Dictionary of West Sumba, and the spoken source is the writer’s observation on the direct speakers of West Sumba language. The second step is analyzing data. The method that is used is equal method, the method which the determiner is outside, free, and it is not part of the pertinent language. The determiner is the fact that is showed by the language or the language reference (Sudayanto, 1993:13-14). The third step is the presentation of the result of analysis data. The analysis data in this research is presented using two methods, formal and informal method. The result of the research presented in formal method is using some symbols, signs, abbreviations, etc. The informal presentation of the result of presentation is using common words, which are denotative and non connotative.
This research produces two results, the description of the kinds of curses in Indonesian utterance in West Sumba society and the meaning of the curses based on the context of West Sumba society’s life. The kinds of the curses based on the references divided into four kinds, the curses which have human as the reference, which are divided into four small parts, human’s name, greetings, parts of human body, and position. The next curse based on the reference is the curse with animal reference, plants reference, and unanimated things. If they are related to the context of West Sumba society’s life, there are four meanings consisted the curses. The meanings are to joke, to tease, to show anger, and to insult.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI HALAMAN
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………… iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………….. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………… v
KATA PENGANTAR…………………………………………………... vi
ABSTRAK………………………………………………………………. viii
ABSTRACK……………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………….… x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……….……………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…….……………………………………. 6
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………….. 6
1.4 Manfaat Hasil Penelitian……………………………………... 7
1.5 Tinjauan Pustaka……………………………………………… 8
1.6 Kerangka Teori……………………………………………….. 12
1.6.1.Pengertian Umpatan…………………………………… 12
1.6.2. Teori Semantik………………………………………… 14
1.6.2.1 Referen . ………………………………………………. 14
1.6.2.2 Maksud ………………………………………………. 16
1.7 Metode Penelitian…………………………………………….. 16
1.7.1. Pengumpulan Data……………………………………. 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1.7.2. Analisis Data………………………………………….. 17
1.7.3. Penyajian Hasil Analisis Data…………….………….. 19
1.8 Sistematika Penelitian………………………………………... 19
BAB II JENIS UMPATAN BAHASA SUMBA BARAT
DALAM TUTURAN BERBAHASA INDONESIA
DI MASYARAKAT LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT
BERDASARKAN REFERENNYA
2.0 Dasar Kehidupan Masyarakat Sumba Barat…………………… 21
2.1 Umpatan yang Menunjuk Referen Manusia……………….….. 22
2.1.1. Umpatan yang Menunjuk Referen Manusia Berupa
Nama Manusia………………………………………………. 23
2.1.2 Umpatan yang Menunjuk Referen Manusia Berupa
Sapaan……………………………………………………..…. 23
2.1.3 Umpatan yang Menunjuk Referen Manusia Berupa
Bagian Tubuh Manusia…………………………………..…… 24
2.1.4. Umpatan yang Menunjuk Referen Manusia Berupa
Jabatan………………………………………………………… 27
2.1 Umpatan yang Menunjuk Referen Hewan………………….… 27
2.2 Umpatan yang Menunjuk Referen Tumbuhan……..…………. 28
2.3 Umpatan yang Menunjuk Referen Benda Mati……………….. 29
BAB III MAKSUD UMPATAN DITINJAU DARI KONTEKS KEHIDUPAN
MASYARAKAT LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT
3.0 Pengantar……………………………………………………. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
3.1 Umpatan yang Bermaksud Bercanda………………………….. 34
3.2 Umpatan yang Bermaksud Menyindir………………………… 38
3.3 Umpatan yang Bermaksud Marah…………………………….. 42
3.4 Umpatan yang Bermaksud Menghina………………………... 46
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………….………………………… 52
3.2 Saran………………………………………………………….. 52
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..... 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tugas akhir ini membahas umpatan bahasa Sumba Barat dalam tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat. Umpatan atau
makian adalah ungkapan perasaan tertentu yang timbulnya disebabkan oleh
dorongan yang bersifat kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal yang bersifat
kebahasaan berupa kata-kata yang diucapkan oleh seseorang yang dirasa tidak
berkenan pada diri pengumpat. Sebagai tanggapan atas tindakan itu, si pengumpat
melampiaskan perasaannya melalui pelbagai umpatan. Sementara itu, hal yang
bersifat nonkebahasaan biasanya menyangkut perbuatan seseorang atau peristiwa
tertentu. Perbuatan tertentu misalnya pemukulan dan peristiwa tertentu seperti
penyesalan mengakibatkan seseorang marah, mengkal, atau kecewa. Dalam
suasana seperti itu, biasanya orang terbawa luapan perasaannya yang tidak
terkendali, luapan perasaan yang menegangkan saraf. Pada saat itulah, perasaan
sering terungkap melalui kata-kata yang tergolong kasar. Salah satu
pengungkapan tersebut adalah dengan mencaci maki penyebabnya.
Berikut ini contoh kata atau frasa umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat:
(1) Umpatan yang Merujuk Referen Manusia
(1a) Nene moyang: Memangnya ko punya nene moyang yang buat ini?
‘Memangnya nenek moyangmu yang membuat ini’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
(1b) Bili gila: Heh Bili gila, barenti makan!
‘Hei Bili gila, berhenti makan!’
(1c) Mortana: Dasar ko memang manusia mortana.
‘Dasar kau memang manusia setan.’
(2) Umpatan yang Merujuk Referen Hewan
(2a) Bongga law: Bongga law di sebela yang buat dia menangis.
‘Bongga law di sebelah yang membuatnya menangis’
(2b) Manu beddi: Itu tua satu su macam manu beddi.
‘Si tua itu sudah seperti burung yang gatal.’
(2c) Karabbo mai: Macam karabbo mai saja kau ini.
‘Sudah seperti kerbau betina saja kau ini.’
(3) Umpatan yang Merujuk Referen Tumbuhan
(3a) Karokko rara: Suda otak karokko rara, masih saja buat ulah.
‘Sudah otak seperti karokko rara, masih saja berbuat ulah’
(3b) Rauta ka’bala: Rauta ka’bala ada duduk di sana.
‘Rauta ka’bala sedang duduk di sana.’
(3c) Kapoke naga: Ko pu modem macam kapoke naga saja.
‘Rupamu itu sudah seperti buah nagka yang kempes.’
(4) Umpatan yang Merujuk Referen Benda mati
(4a) Muka cobe: Muka cobe tapi gaya di atas langit.
‘Muka seperti cobe tetapi gayanya di atas langit’
(4b) Taripleks: Laki-laki taripleks baru sa lewat
‘Laki-laki yang seperti tripleks itu baru saja lewat.’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
(4c) Watu loko: Watu loko sudah itu barang-barang.
‘Sia-sia saja barang-barang itu.’
Frasa nene moyang, Bili gila, dan mortana pada contoh (1a), (1b), dan (1c)
adalah frasa atau kata yang sering digunakan oleh masyarakat Sumba Barat untuk
mengumpat orang lain. Referen umpatan tersebut adalah manusia. Tuturan (1a)
bermaksud mengumpat orang dengan memakai referen berupa nama kekerabatan,
yakni nene moyang. Contoh (1b) mengandung umpatan yang berarti nama seorang
yang tidak waras, yang terkenal di Sumba Barat. Nama Bili gila tersebut dipakai
untuk mengumpat orang yang memiliki sifat atau kelakuan seperti Bili gila itu.
Mortana dalam contoh (1c) berarti ‘tuan tanah’, mor dari mori ‘tuan, penjaga,
penunggu’ dan tana yang berarti ‘tanah’. Dalam masyarakat Sumba Barat,
penunggu sebuah tempat (biasanya tidak kelihatan, berupa roh) sering disebut
setan. Oleh karena itu, ‘tuan tanah’ disebut setan.
Pada contoh (2) terdapat umpatan yang memiliki referen berupa hewan,
yaitu (2a) bongga law, (2b) manu beddi, dan (2c) karabbo mai. Contoh (2a)
memuat umpatan bongga yang berarti ‘anjing’. Law adalah kata yang biasa
digunakan untuk mengumpat kaum lelaki. Oleh karena itu, bongga law digunakan
untuk mengumpat kaum laki-laki. Contoh (2b) mengandung frasa manu beddi
yang berarti manu ‘burung’, beddi ‘gatal, centil, suka menggoda.’ Frasa ini sering
digunakan untuk mengumpat orang yang memiliki sifat demikian. Contoh (2c)
Karabbo mai berarti ‘kerbau betina’. Frasa tersebut sering digunakan untuk
mengumpat anak gadis yang memiliki sifat layaknya kerbau betina, pemalas,
berbadan besar, dan cenderung lamban dalam beraktivitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Frasa Karokko rara, rauta ka’bala, dan kapoke naga yang terdapat dalam
contoh (3a), (3b), dan (3c) merupakan umpatan yang menunjuk referen berupa
tumbuhan. Contoh (3a) mengandung frasa karokko rara yang berarti ‘labu
merah’. Labu merah sering digunakan oleh masyarakat Sumba Barat untuk
mengumpat orang yang berotak kosong, sama seperti labu merah, kosong di
bagian tengah. Contoh (3b) mengandung umpatan yang berarti ‘rumput belalang’,
rauta ‘rumput’ dan ka’bala ‘belalang’. Umpatan itu biasa digunakan untuk
mengumpat orang yang berbulu badan lebat seperti rumput belalang. Dalam
contoh (3c) kapoke naga berarti buah nangka yang gugur, tidak sampai dewasa.
Buah nangka seperti itu biasanya kempes dan mengkerut sebelum gugur. Umpatan
tersebut digunakan untuk mengumpat orang yang dianggap memiliki rupa seperti
kapoke naga.
Contoh (4) mengandung umpatan yang memiliki referen berupa benda
mati, yaitu (4a) muka cobe, (4b) taripleks,dan (4c) watu loko. Contoh (4a)
digunakan untuk mengumpat orang yang dianggap memiliki rupa seperti cobek:
hitam, kasar, dan abstrak. Contoh (4b) dipakai untuk mengumpat orang yang
memiliki kondisi fisik seperti tripleks, panjang, tipis, dan lunglai. Contoh (4c)
digunakan untuk mengumpat sesuatu hal yang dianggap sia-sia. Arti watu loko
adalah ‘batu kali’. Batu kali jarang sekali digunakan dalam kebutuhan hidup orang
Sumba Barat, oleh karena itu, sesuatu yang sia-sia atau tidak berguna sering
disebut dengan batu kali atau watu loko.
Ternyata umpatan yang digunakan dalam tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat berasal dari bahasa Sumba Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Umpatan-umpatan itu digunakan oleh penutur dalam berbahasa Indonesia.
Pemilihan topik mengenai umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat ini didasari banyaknya temuan penulis
mengenai pemakaian satuan bahasa tertentu yang digunakan untuk mengumpat
dalam tuturan masyarakat Sumba Barat. Penulis sebagai penutur tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat, bermaksud
mendeskripsikan jenis kata atau frasa yang biasa digunakan untuk mengumpat
dalam masyarakat Sumba Barat berdasarkan referennya dan mendeskripsikan
maksud dari umpatan tersebut jika ditinjau dari konteks kehidupan masyarakat
Loli, Kabupaten Sumba Barat. Selain itu, melalui topik ini, penulis
menggambarkan kepribadian khas masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat.
Kepribadian khas yang dimaksud adalah kepribadian khas dalam kehidupan sosial
masyarakat Loli. Dalam kesehariannya, masyarakat Lilo berpegang teguh pada
ajaran Marapu. Salah satu ajaran Marapu adalah bersikap jujur dan tidak munafik.
Oleh karena itu, masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat selalu mengungkapkan
perasaan mereka secara terang-terangan, karena apabila ditutupi, dianggap
munafik, berbohong, dan melanggar ajaran Marapu. Kaitannya dengan umpatan,
masyarakat Loli sering menggunakan umpatan untuk mengekspresikan dan
mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain.
Kurangnya kajian dan penelitian mengenai tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Sumba Barat juga menjadi salah satu alasan penulis memilih topik ini.
Sumber pengetahuan dan informasi mengenai tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat masih sangat minim. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan informasi mengenai tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat. Sumbangan tersebut dapat
digunakan oleh masyarakat Sumba Barat itu sendiri maupun masyarakat luar
Sumba Barat yang ingin mempelajari tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat
Sumba Barat.
I.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dipecahkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa saja jenis umpatan bahasa Sumba Barat dalam tuturan berbahasa
Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat berdasarkan
referennya?
1.2.2 Apa maksud umpatan tersebut jika ditinjau dari konteks kehidupan
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat?
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan umpatan bahasa
Sumba Barat dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten
Sumba Barat Tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan jenis umpatan bahasa Sumba Barat dalam tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat
berdasarkan referennnya
1.3.2 Mendeskripsikan maksud umpatan berdasarkan konteks kehidupan
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
I.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah deskripsi jenis-jenis umpatan bahasa Sumba
Barat dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Loli, Kabupaten Sumba
Barat berdasarkan referennya dan deskripsi maksud umpatan tersebut berdasarkan
konteks kehidupan masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat. Hasil penelitian ini
memiliki manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretisnya adalah
menyumbangkan hal baru dalam ilmu semantik, yaitu jenis-jenis umpatan bahasa
Sumba Barat dalam tuturan berbahasa Indonesia di masyarakat Loili, Kabupaten
Sumba Barat berdasarkan referennya. Terdapat kata atau frasa dalam tuturan
berbahasa Indonesia di masyarakat Loli yang mempunyai referen tertentu sering
digunakan sebagai umpatan. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan
sumbangan teoretis dalam ilmu pragmatik, yaitu jenis-jenis maksud yang
terkandung dalam umpatan berdasarkan konteks kehidupan masyarakat Loli,
Kabupaten Sumba Barat. Penggunaan umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia
di masyarakat ini mengandung maksud tertentu.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan
pemahaman masyarakat Sumba Barat mengenai referen yang digunakan untuk
mengumpat dan maksud apa yang terkandung di dalam referen tersebut. Selain
itu, masyarakat non Sumba Barat juga dapat mengetahui perihal umpatan yang
ada di dalam masyarakat Sumba Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
I.5 Tinjauan Pustaka
Perihal umpatan pernah dibahas oleh Siswoyo (2001), Purnama (2008),
Mardhikai (2012), dan Puspitasari (2013). Siswoyo (2001), dalam tugas akhirnya
meneliti pemakaian kata makian yang ada di sekitar mahasiswa Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Hasil analisis
penelitiannya menunjukkan bahwa pemakaian kata makian tidak hanya digunakan
pada saat marah. Sembilan puluh persen dari keseluruhan jumlah data menyatakan
makian juga digunakan pada situasi santai atau akrab. Selain itu, makian juga
bertujuan untuk menghina, meremehkan, mengungkapkan kekecewaan,
kekaguman, keheranan, dan pujian. Bentuk- bentuk makian yang ditemukan
dalam penelitian tersebut ada dua, yakni makian berbentuk kata dan makian yang
berbentuk frasa. Referen makiannya berupa benda, binatang, kekerabatan,
makhluk halus, organ tubuh, aktivitas, pekerjaan, diskriminasi, jenis kelamin,
keadaan, dan usia. Penelitian tersebut juga menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemakaian kata makian oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya universitas Diponegoro. Faktor-faktor
tersebut, di antaranya, faktor usia, status sosial, jenis kelamin, dan kedekatan
emosi.
Purnama (2008) meneliti tentang makian dalam bahasa Melayu
Palembang: studi tentang bentuk, referen, dan konteks sosiokulturalnya. Menurut
Purnama, makian lazim digunakan oleh penutur sebagai sarana pengungkap
emosi, di mana makian tersebut terdapat dalam bahasa sehari-hari. Makian dalam
bahasa Melayu Palembang digolongkan menjadi tiga, yakni berdasarkan bentuk,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
referen, dan konteks sosiokultural. Pertama, bentuk makian dalam bahasa Melayu
Palembang.
Bentuk makian dalam bahasa Melayu Palembang ini dibagi menjadi tiga,
yaitu makian berbentuk kata, makian berbentuk frasa, dan makian berbentuk
klausa. Makian yang berbentuk kata, seperti kampang ‘anak haram’, burit
‘pantat’, bengak ‘bodoh’, pilat ‘kotoran pada kelamin pria’, tai ‘hasil sisa
metabolisme’. Makian yang berbentuk frasa dalam bahasa Melayu Palembang
dibentuk dengan dua cara, yakni dasar + (makian), dan woi + (makian). Terdapat
keunikan dalam makian berbentuk frasa ini, yaitu adanya pemakaian suku atau
etnis tertentu yang sering digunakan oleh masyarakat untuk memaki. Hal itu
disebabkan ketidakterimaan masyarakat Palembang terhadap suku atau etnis
tersebut. Etnis atau suku yang dimaksudkan adalah Cina, Batak, dan Jawa. Pada
makian berbentuk klausa, makian dibentuk dengan menambahkan pronomina di
belakang makian.
Berdasarkan referennya, makian dalam bahasa Melayu Palembang dibagi
menjadi sembilan, yaitu makian yang memiliki referen keadaan, makian yang
memiliki referen sifat, makian yang memiliki referen etnis, makian yang memiliki
referen binatang, makian yang memiliki referen makhluk halus, makian yang
memiliki referen benda, makian yang memiliki referen bagian tubuh, makian yang
memiliki referen aktifitas, dan makian yang memiliki referen profesi. Referen
keadaan yang dimaksud adalah keadaan mental, keadaan yang tidak sesuai dengan
norma agama dan adat, dan keadaan yang berhubungan dengan hal-hal buruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Makian yang memiliki referen sifat menunjuk pada sifat buruk yang
dimiliki mitra tutur. Makian yang memiliki referen etnis biasanya dikaitkan
dengan sifat etnis tertentu berdasarkan pandangan masyarakat Palembang.
Misalnya, sifat etnis Batak yang rakus, sifat etnis Cina yang pelit, dan etnis Jawa
yang suka bergaya. Referen binatang yang sering digunakan untuk memaki ialah
binatang yang dipandang tidak baik, misalnya buayo ‘buaya’, beruk ‘kera besar
berekor pendek dan kecil’, babi, dan anjing. Makhluk halus yang sering
digunakan oleh masyarakat Palembang untuk memaki adalah belis dan taun.
Kedua makhluk halus ini dianggap sebagai musuh umat beragama. Referen
berupa bagian tubuh, aktifitas, dan profesi, sering dikaitkan dengan hal yang
berbau seks. Misalnya pada referen bagian tubuh, masyarakat Palembang sering
menggunakan organ seksual untuk memaki, yaitu kontol, peler, pepek, memek,
tempek, puki, dan jembut. Aktifitas seksual juga sering digunakan untuk memaki,
yaitu kacok, ngentot, dan ngancit. Pada profesi, makian yang sering dipakai
adalah lonte dan lonte lanang (gigolo).
Pengkajian konteks sosiokultural makian bahasa Melayu Palembang mencakup
agama, adat, kondisi sosial, dan status sosial.
Mardhikai (2012) meneliti fenomena kata makian dalam film. Makian-
makian yang sering ditemukan dalam film, antara lain bajingan, bodoh, goblog,
tolol, babi, monyet, curut, tahi, pelacur, sundel, dasar perek, tua bangka,, dan
hidung pesek. Mardhikai juga memaparkan pendapat masyarakat mengenai
pemakaian makian di dalam film. Ada tiga pendapat, yakni, pemakaian kata
makian itu sudah biasa terjadi di kalangan masyarakat guna menumpahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
kekesalan, kejengkelan, atau kemarahan. Pendapat kedua, kata-kata seperti itu
(makian) tidak pantas untuk ditayangkan dan didengar oleh penonton film.
Pendapat ketiga menyatakan, jika menggunakan bahasa yang baik dan benar, film
tidak akan laku. Hal ini disebabkan dengan hadirnya kata-kata seperti itu, minat
penonton akan bertambah, khususnya bagi penonton yang berusia remaja.
Puspitasari (2013), meneliti “Makian dalam Bahasa Indonesia
(Suatu Kajian Bentuk dan Referensi pada Komik)”. Penelitian ini menyebutkan
bahwa pemakaian kata makian tidak hanya digunakan pada saat marah, tetapi juga
digunakan pada situasi santai atau akrab. Selain itu, kata makian memiliki tujuan
untuk menghina, meremehkan, mengungkapkan kekecewaan, keheranan, dan
simbol keakraban. Bentuk-bentuk makian yang ditemukan pada komik yang
diteliti, adalah makian berbentuk kata (dibagi menjadi dua, yakni makian bentuk
dasar yang berwujud kata-kata monomorfemik) dan makian bentuk kata jadian
atau turunan (berbentuk polimorfemik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu makian berafiks dan makian bentuk majemuk)), makian berbentuk frasa, dan
makian berbentuk klausa.
Pada bentuk referensi, kata makian dalam komik berupa referen benda, referen
binatang, referen berupa kekerabatan, referen berupa makhluk halus, referen
berupa organ tubuh, referen berupa aktivitas, referen berupa profesi, dan referen
berupa keadaan.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian di atas, penulis memperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, umpatan memiliki referen berupa
manusia dan hewan. Umpatan dengan referen manusia ada empat, yaitu anggota
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tubuh manusia, keadaan fisik manusia, kekerabatan, dan keadaan mental manusia.
Kedua, sebagian besar orang menggunakan umpatan untuk mengekspresikan
emosi dan perasaan mereka. Hal baru yang ditemukan penulis dalam penelitian
mengenai umpatan bahasa Sumba Barat dalam tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat adalah ditemukannya beberapa referen
berupa tumbuhan dalam umpatan masyarakat Loli, Kabupaten Sumba Barat.
Selain itu, dalam kaitannya dengan konteks kehidupan masyarakat Loli,
Kabupaten Sumba Barat, penulis menemukan maksud untuk bercanda dalam
penggunaan umpatan.
I.6 Kerangka Teori
Landasan teori dalam penelitian ini memaparkan pengertian umpatan,
referen, maksud, dan kehidupan sosial masyarakat Sumba Barat.
1.6.1 Pengertian Umpatan
Kata umpatan atau makian merupakan ungkapan yang dapat dilihat
sebagai saluran dari emosi dan sikap penutur yang menggunakan kata-kata tabu
dalam cara yang nonteknis dan bersifat emotif (Ljung, dalam Yuwono, 2010).
Pengertian ini menunjukkan bahasa umpatan merupakan media untuk
mengekspresikan perasaan penutur.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, dkk., 2008:702), ”maki”
berarti mengeluarkan kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dan sebagainya)
sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel; ”memaki” berarti
mengucapkan kata-kata keji, tidak pantas, kurang adat untuk menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kemarahan atau kejengkelan; ”makian” berarti kata keji yang diucapkan karena
marah, dan sebagainya.
Menurut Purnama, (2008: 171), makian merupakan salah satu sarana yang
dibutuhkan oleh penutur untuk mengungkapkan emosi mencakup perasaan
ketidaksenangan. Makian kerap terdapat dalam bahasa Palembang sehari-hari
(Palembang Sari-sari), di mana penggunaan makian dalam bahasa Palembang
sehari-hari ini dikarenakan bahasa tersebut akrab digunakan dalam bertalimarga
(berkomunikasi). Purnama, dalam tulisannya, juga menyatakan bahwa terdapat
kemiripan antara makian masyarakat Palembang dengan makian yang dikenal
oleh masyarakat secara umum, misalnya kata makian jembut, kontol, bandit, babi,
dan kere.
Rosidin (2010: 27), mendefinisikan makian sebagai berikut. Makian
adalah saluran dari emosi dan sikap penutur yang diwujudkan dengan pemakaian
kata-kata tabu, kasar, kotor, cabul, tidak sopan, dan keji. Makian tersebut biasanya
merujuk pada hal-hal yang tabu atau dipandang sebagai sesuatu yang “sensitif”
dalam suatu lingkungan budaya atau masyarakat tertentu.
Makian kerap digunakan untuk menyinggung harga diri orang lain dan menyakiti
hati mitra tutur. Alasan makian diucapkan adalah karena adanya perasaan tidak
senang, marah, terkadang, dalam konteks tertentu, makian dapat digunakan
sebagai penanda keintiman atau kedekatan antara penutur dengan mitra tutur.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
umpatan merupakan tuturan yang digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan
perasaannya kepada mitra tuturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
1.6.2 Teori Semantik
Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambing-lambang atau
tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang
lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu,
semantik mencakup makna-makna kata, perkembangannya, dan perubahannya
(Tarigan, 1986:18). Ilmu semantik menyebutkan, terdapat tiga elemen bahasa,
yaitu bentuk, makna, dan referen. Bentuk-bentuk kebahasaan memiliki hubungan
dengan makna yang yang dinyatakan. Hubungan antara bentuk dan makna bersifat
arbitrer dan konvensional. Sifat arbitrer mengandung pengertian tidak ada
hubungan kausal, logis, alamiah, ataupun historis, dan sebagainya, antata bentuk
dan makna itu. Sementara itu, sifat konvensional menyarankan bahwa hubungan
antara bentuk dan kebahasaan dan maknanya terwujud atas dasar konvensi atau
kesepakatan bersama (Wijana, 2011: 4).
Bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan konsep dalam pikiran manusia
yang disebut makna (sense), dan konsep ini lazimnya berhubungan dengan
sesuatu atau hal yang ada di luar bahasa yang disebut referen (referent) (Wijana,
2011: 4).
1.6.2.1 Referen
Referen (referent) adalah objek atau hal yang ditunjuk: peristiwa, fakta di
dalam dunia pengalaman manusia (Djajasudarma, 1993: 24). Referen merupakan
salah satu bagian dari segitiga semiotik, selain simbol dan rujukan (Richards,
1923: 14). Referen tidak selalu sesuai dengan simbol, karena konsep sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
referen dapat dipahami jika sesuai dengan rujukan. Pemikiran atau referensi
sangat dipengaruhi oleh bahasa dan simbol (Martinet, 2010:78).
PEMIKIRAN ATAU REFERENSI
SIMBOL REFEREN
Simbol (kata, rangkaian kata, gambar, gerak, isyarat, dan semua representasi
gambar maupun bunyi imitatif) mengarahkan secara langsung, mengorganisasi,
merekam, dan mengkomunikasikan pemikiran atau referensi tersebut. Simbol-
simbol yang telah diproses di dalam pemikiran atau referensi tersebut kemudian
dikomunikasikan lagi dengan fakta dan kejadian. Fakta dan kejadian inilah yang
kemudian disebut referen.
Simbol dalam segitiga semiotik berfungsi untuk menggantikan referen,
karena simbol melakukan pentahbisan atau investitura. Ketika seseorang
memahami apa yang dikatakan, maka suatu simbol akan membuat kita melakukan
suatu tindakan referensi, dan sekaligus membuat kita mengambil suatu sikap yang
sesuai dengan lingkungan yang mirip atau mendekati tindakan dan sikap lokutor.
Selain menggantikan referean, simbol juga memiliki satu relasi tidak langsung.
Misalnya kata “anjing” tidak memiliki hubungan lain dengan “beberapa objek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
umum tertentu yang terdapat di jalanan” kecuali berkaitan dengan fakta yang
sering kita gunakan ketika merujuk pada suatu binatang. (Martinet, 2010: 79).
1.6.2.2 Maksud
Maksud merupakan suatu gejala luar ujaran, selain informasi. Informasi
dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Hanya bedanya kalau informasi
itu merupakan sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang
dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang
berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang yang berbicara itu mengujarkan
suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dinaksudkannya tidak
sama dengan maksud lahiriah ujaran itu sendiri (Chaer, 1990:35-36).
I.7 Metode Penelitian
Penelitian mengenai umpatan dalam tuturan berbahasa Indonesia di
masyarakat Sumba Barat ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) Pengumpulan
data, (ii) Analisis Data, dan (iii) Penyajian Hasil Analisis Data.
1.7.1 Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah umpatan. Objek ini berada dalam data berupa
tuturan. Data yang dikumpulkan adalah umpatan yang sering digunakan oleh
masyarakat Sumba Barat dalam bertutur. Data-data dalam penelitian ini diperoleh
melalui dua sumber, yakni sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis
berupa Kamus Bahasa Daerah Sumba Barat, dan sumber lisan berasal dari
beberapa penutur langsung bahasa Sumba Barat, yaitu Bapak Andreas Nono (54),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diunduh: 20 Maret 2013 Mertiret, Jeanne. 2010. Semiologi. Yogyakarta: Jalasutra Purnama, Hanu Lingga. 2008. “Makian dalam Bahasa Melayu Palembang: Studi
Tentang Bentuk, Referen, dan Konteks Sosiokulturalnya”. Dalam Jurnal Ilmiah Sintesis, Oktober 2008, hlm. 168-186.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Rosidin, Odin. 2010. “Kajian Bentuk Tinjauan Literatur”. Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia. URL: http://digital_133039-T27827-KajianbentukTinjauan literatur
Siswoyo, Intan Pusparini. 2010. “Pemakaian Kata Makian Mahasiswa Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro”. Skripsi pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro.
Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoes (Ed.). 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta:
Gramedia Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Udasmoro, Wening (Ed.). 2007. Petualangan Semiologi Roland Barthes.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi _______, Muhammad Rohmadi. 2011. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yuwono, Untung. 2007. Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI