Top Banner
Gambaran Kondisi dan Penanganan pada Pasien dengan Ulkus Diabetikum di Rumah Sakit Imanuel Bulan Januari sampai Bulan Mei Tahun 2015 Nama : Jimmy NIM : 112014275
42

Ulkus Diabetikum

Dec 15, 2015

Download

Documents

Olivia Lie

rsi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ulkus Diabetikum

Gambaran Kondisi dan Penanganan pada Pasien dengan

Ulkus Diabetikum di Rumah Sakit Imanuel Bulan Januari

sampai Bulan Mei Tahun 2015

Nama : Jimmy

NIM : 112014275

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Imanuel Way Halim Bandar Lampung

Periode 27 April - 4 Juli 2015

Page 2: Ulkus Diabetikum

Gambaran Kondisi dan Penanganan pada Pasien dengan

Ulkus Diabetikum di Rumah Sakit Imanuel Bulan Januari

sampai Bulan Mei Tahun 2015

Jimmy

Coas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak

Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang

berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah.

Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai

komplikasi kronik yaitu neuropati perifer dan angiopati. Dengan adanya angiopati perifer dan

neuropati, trauma dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui profil penderita ulkus diabetik yang dirawat di bangsal Rumah Sakit

Imanuel Lampung. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 subjek yang memenuhi kriteria.

Berdasarkan distribusi jenis kelamin dan umur didapatkan 4 orang laki-laki (45 %) dan 7

orang perempuan (55 %). Kadar gula darah 475,36 mg/dL. Tindakan bedah amputasi

dilakukan pada 30% subjek. Pendekatan empiris dalam memilih antibiotik yang akan

digunakan pada penderita ulkus diabetik perlu ditinjau kembali.

Kata kunci: ulkus diabetikum, kondisi, penanganan.

Page 3: Ulkus Diabetikum

P endahuluan

Adanya perubahan pola hidup masyarakat pada saat ini membawa dampak

tersendiri bagi masalah kesehatan di Indonesia. Masalah kesehatan mulai beralih dari

penyakit infeksi ke penyakit degeneratif salah satunya adalah diabetes mellitus

(DM).1

DM merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah

melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.2,3

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2007, prevalensi

DM tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing – masing

11,1%), diikuti Riau (10,4%) dan NAD (8,5%). Menurut laporan United Kingdom

Prospective Diabetes Study (UKPDS), Komplikasi kronis DM di Indonesia terdiri

atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati

10%, dan nefropati 7,1%.3,4

Komplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh masyarakat salah satunya

adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik

DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian

jaringan setempat.1

Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sekitar 15%, dengan angka

amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetika merupakan sebab

perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80%. Penderita ulkus diabetika di

Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar Rp. 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta

perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita.1,4

Oleh karena tingginya prevalensi ulkus diabetika di Indonesia serta mahalnya

biaya perawatan ulkus diabetika, maka diperlukan pengetahuan mengenai faktor

risiko ulkus diabetika. Dengan mengetahui faktor risiko ulkus diabetika, diharapkan

dapat menurunkan prevalensi ulkus diabetika dengan melakukan tindakan

pencegahan terhadap faktor risiko yang diketahui. Untuk mengetahui faktor risiko

ulkus diabetika, dapat dilihat dari beberapa penelitian seperti penelitian prospective

yang menyatakan bahwa lama DM ≥ 10 tahun dan obesitas berhubungan dengan

terjadinya ulkus diabetika. Penelitian juga menyatakan bahwa merokok merupakan

faktor risiko terjadinya ulkus diabetika serta ketidakpatuhan diet juga merupakan

faktor risiko terjadinya ulkus diabetika.3,5

Page 4: Ulkus Diabetikum

Untuk mengetahui faktor risiko kadar glukosa darah terhadap kejadian ulkus

diabetika, maka kadar glukosa darah dibagi menjadi 2 yaitu kadar glukosa darah

buruk (GDS ≥ 200 mg/dL) dan kadar glukosa darah baik (GDS 80-200 mg/dL). Dari

hasil penelitian didapatkan penderita ulkus diabetika terbanyak dengan riwayat kadar

glukosa darah buruk (GDS ≥ 200 mg/dL) sejumlah 43 penderita (71,67%) sedangkan

penderita dengan riwayat kadar glukosa darah baik (GDS 80- 200 mg/dL) berjumlah

17 penderita (28,33%).2

Kadar glukosa buruk akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang,

baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.

Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan pola makan dan makanan siap saji

merupakan menu pilihan pertama bagi penduduk. Karena pengaruh makan yang

buruk dan pengobatan DM yang tidak terkontrol, mengakibatkan seringkali terjadi

peningkatan kadar glukosa darah pada penderita DM.4

Kerangka teori

Pengertian dan epidemiologi

Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari

dermis. Gangren diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh

penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis) karena adanya mikroemboli

aterotrombosis akibat penyakit vaskular perifer yang menyertai penderita diabetes

sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri.4

Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan

pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai

bawah pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus diabetik

yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah.4

keadaan ini juga memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.

Jumlah penderita DM di Amerika Serikat akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta

menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034, 15-25% akan mengalami ulkus di kaki

didalam hidup mereka.6

Patofisiologi ulkus kaki diabetik

Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki

diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar yaitu :

Page 5: Ulkus Diabetikum

Faktor kausatif

Neuropati perifir (sensorik, motorik, autonom) merupakan faktor kausatif utama

dan terpenting. Neuropati sensorik biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum

mengalami kehilangan sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap

trauma fisik dan termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya

sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi

kaki juga menghilang.3,7

Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan

penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas yang

khas seperti hammer toe dan hallux rigidus, sedangkan neuropati autonom atau

autosimpatektomi, ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan

pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit , hal ini

mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit , semuanya menjadikan kaki rentan

terhadap trauma yang minimal.7

Tekanan plantar kaki yang tinggi merupakan faktor kausatif kedua terpenting.

Keadaan ini berkaitan dengan dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi ( ankle,

subtalar, and first metatarsophalangeal joints ) dan deformitas kaki. Pada pasien

dengan neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun

berpeluan lebih besar untuk timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa

tekanan plantar tinggi.7

Trauma terutama trauma yang berulang juga meningkatkan peluang terjadinya

ulkus diabetik, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki, 11% karena cedera kaki

(kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi tinea pedis, dan 4% karena

kesalahan memotong kuku jari kaki akan menyebabkan ulkus pada penderita DM.7

Faktor kontributif

Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai pembuluh

darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan faktor

kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi pada pasien diabetes

dibanding dengan pasien non-diabetes.7

Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik, termasuk

diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi matrik

metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN.

Page 6: Ulkus Diabetikum

Disamping itu penderita diabetes memiliki angka onikomikosis dan infeksi tinea yang

lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi.7

Pada DM, ditandai dengan hiperglikemia berkelanjutan serta peningkatan

mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi

kronis, namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena

hiperglikemia sendiri menimbulkan ganggguan mekanisme pertahanan seluler.7

Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan luka, tetapi harus

sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat oleh interaksi sel-molekul.

Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis terganggu

sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.7

Ulkus kaki diabetik dibedakan atas 2 kelompok yaitu ulkus neuropatik dimana

kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba, keringat

berkurang, kulit kering dan retak dan ulkus neuroiskemik dimana kaki teraba lebih

dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa rambut, ada atrofi jaringan

subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain mungkin tidak ada karena neuropati.7

Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus berkepanjangan, maka

perlu mengetahui akar penyebabnya dengan mendapatkan data ulkus secara

menyeluruh yang akan bermanfaat didalam perencanan pengobatan, perlu dilakukan

penilaian-penilaian ulkus meliputi :7

1. Penilaian neuropati

Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan dengan

Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi vibrasi dengan

garpu tala 128 Hz

2. Penilaian struktur

Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan tulang

di plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot

foot.

3. Penilaian vaskuler

Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot, pemeriksaan

pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara sistematis. Iskemia berat

atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada

pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah ankle <50 mmHg (Ankle Brachial

Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan darah jari < 30mmHg.

Page 7: Ulkus Diabetikum

4. Penilaian ulkus

Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan sistematis. Inspeksi

harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau dalam,

apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus secara

akurat.

Klasifikasi dan derajat ulkus kaki diabetik

Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan derajat luas dan

berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan ikhtiar pengobatan

Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-

tanda seperti bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal,

adanya pus. Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam

terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), dan berat (disertai tanda-tanda sistemik atau

gangguan metabolik)7

Klasifikasi Wagner

Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi

Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,

belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses

Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi

osteomielitis, abses atau selulitis.

Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.

Grade V Gangren seluruh kaki.

Pengukuran area ulkus

Salah satu ketentuan paling dasar dari perbaikan ulkus adalah berkurangnya

ukuran ulkus dari waktu ke waktu. Dengan berkurangnya ukuran ulkus, bisa dipakai

untuk meramalkan penyembuhan ulkus, sehingga pengukuran luka merupakan

komponen penting dari keberhasilan penanganan ulkus.7

Beberapa metode untuk bisa menilai, meramalkan kesembuhan, dan

mengevaluasi pengobatan ulkus diabetik berdasarkan persentase pengurangan area

ulkus. Ulkus yang mencapai pengurangan area sebesar ≥15% pada minggu pertama

memiliki kemungkinan sembuh sebanyak 68%, atau jika pengurangan area ulkus

sebesar ≥ 60% pada minggu kempat, memiliki kemungkinan sembuh sebesar 77%.

Besarnya perubahan area ulkus pada awal minggu pertama pengobatan dapat

Page 8: Ulkus Diabetikum

memperkirakan kemungkinan sembuh pada minggu ke 16, serta dapat mengetahui

secara rasional untuk mengevaluasi kembali ulkus dan mengubah jenis terapi.

Sedangkan pengurangan area ulkus >50% dalam 4 minggu pengobatan diikuti

dengan kemungkinan peningkatan kesembuhan ulkus yang lebih besar. Kemungkinan

sembuh secara keseluruhan adalah 35% setelah 12 minggu, 41% setelah 16 minggu,

dan 73% setelah 1 tahun. Pengurangan area ulkus >50% dalam 4 minggu pengobatan

diikuti dengan kemungkinan peningkatan kesembuhan ulkus yang lebih besar.

Penghitungan persentase pengurangan area ulkus setelah 4 minggu, dapat dipakai

untuk memperkirakan kemungkinan sembuh, dan mengevaluasi kembali pengobatan

yang sudah dan akan diberikan.7

Identifikasi secara tepat dari tepi luka serta pengukuran luas luka merupakan hal

yang sulit. Ada beberapa tehnik pengukuran area atau volume ulkus seperti

planimetri, tehnik digital fotografi, ,pengukuran luka menggunakan penggaris yang

sederhana.7

Tehnik yang paling sederhana dan standar untuk menghitung area ulkus adalah

ukuran ulkus yang terpanjang dikalikan dengan ukuran ulkus terlebar. Keterbatasan

dari tehnik ini adalah interpretasi subyektif dan variasi diantara pengukur berbagai

variasi bentuk disamakan secara linear kedalam dimensi panjang kali lebar, padahal

penghitungan panjang kali lebar secara matematis hanya bisa diterapkan dan akurat

pada ulkus berbentuk bujursangkar atau segiempat.7

Hal ini menyebabkan terdapat kelebihan perhitungan sebesar 40% dari

perhitungan yang sebenarnya dibandingkan dengan tehnik planimetri. Metode

planimetri, memakai film transparan yang ditempelkan diatas ulkus, tepi ulkus

dijiplak pada film, film discan secara digital, jumlah kotak yang terisi dihitung secara

manual, selanjutnya dikalkulasi melalui komputer. Tehnik ini hasilnya lebih akurat

dibanding dengan tehnik standar memakai penggaris sederhana.7

Debridemen adalah suatu tindakan membuang material yang tidak hidup, benda

asing, dan jaringan tidak sehat yang sulit sembuh dari luka. Target utama penanganan

ulkus kaki diabetik adalah untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin, dan

menurunkan angka amputasi.7,8

Prinsip penanganannya meliputi pengelolaan komorbid, evaluasi status vaskuler

dan penanganannya secara tepat, penilaian faktor-faktor psikososial / gaya hidup,

penilaian dan evaluasi ulkus, penanganan luka / debridemen / wound bed preparation

Page 9: Ulkus Diabetikum

dan menghilangkan faktor tekanan / offloading.8

Kegagalan penyembuhan dari suatu ulkus, baik itu ulkus diabetik, ulkus vena,

maupun ulkus dekubitus, sehingga berkembang menjadi ulkus kronis, karena

eradikasi terhadap infeksi yang tidak adekuat dan kuman patogen oportunistik.

Analisa ulkus kronis dengan fluorosensi in situ menemukan mikrokoloni, suatu

struktur dasar dari biofilm bakteri.8

Adanya biofilm tersebut menumbuhkan peningkatan toleransi bakteri terhadap

pengobatan antibiotika, serta mekanisme proteksi terhadap fagositosis

polimorfonuklear (PMN), sehingga eradikasi dengan antibiotika dan aktivitas

antimikroba dari sistem imunitas tubuh menjadi tidak efektif.8

Debridemen merupakan komponen yang tak terpisahkan (integral) dan langkah

sangat penting dalam protokol penanganan ulkus kronis, semenjak bahwa

kesembuhan tidak akan terjadi pada jaringan yang mati, nekrotik, debris, atau

kolonisasi bakteri di daerah luka. Oleh karena itu fungsi dari debridemen adalah

membuang jaringan nekrotik, mengurangi tekanan, evaluasi adanya kantong-kantong

infeksi yang tersembunyi (tracking and tunneling), drainase, dekolonisasi bakteri, dan

hanya meninggalkan jaringan sehat untuk mendorong penyembuhan luka.8

Pada ulkus neuropatik, debridemen harus dilakukan terus menerus sampai

terdapat jaringan sehat, tetapi pada ulkus iskemik, debridemen harus dilakukan secara

hati-hati dan terbatas hanya drainase saja, bahkan idealnya debridement dilakukan

setelah atau bersama sama dengan revaskularisasi.8

Debridemen sebaiknya mampu memvisualisasikan semua luka, membuka semua

daerah yang terkena infeksi untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan spesimen

bakteri dari jaringan dalam, oleh karena itu pengetahuan anatomi kaki mutlak

diperlukan.8

Dasar pemikiran untuk debridement terlihat sangat masuk akal, tetapi bukti-bukti

untuk mendukung hal itu sangat sedikit, meskipun data-data menunjukkan semakin

sering debridement, semakin baik hasil penyembuhan luka. Debridement bedah

secara agresif dan berulang pada ulkus kaki diabetik memberi respon angka

perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan ulkus yang jarang dilakukan

debridement. Disamping itu ulkus yang diberikan recombinant human platelet-

derived growth factor (rhPDGF) secara topikal, angka penyembuhannya lebih besar

dibanding plasebo. Sehingga disimpulkan bahwa debridemen merupakan pengobatan

Page 10: Ulkus Diabetikum

vital di dalam penanganan ulkus kaki diabetik.8

Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi, perbaikan

inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis/vaskulogenesis, konstriksi

luka, dan reepitelialisasi, maka debridemen merupakan langkah penting dan

menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed

preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari suasana

luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat proses

penyembuhan luka.8

Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif

meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu di dasar

ulkus adalah optimal. Jumlah dan fisiologi jangka panjang mikrovaskuler yang

didorong oleh VEGF, terutama sekali ditentukan oleh lingkungan-mikro setempat

(host microenviroment), lingkungan ini merupakan elemen penting dari rantai proses

seluler yang menjembatani invasi seluler serta remodeling jaringan.8

VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF mencapai

puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu,

sehingga memunculkan hipotesis bahwa VEGF hanya dilepaskan selama perdarahan

luka berlangsung.8

Ada 5 jenis debridemen yaitu : bedah, ensimatik, autolitik, mekanik, dan

biologik, hanya debridemen bedah terbukti efektif pada uji-uji klinik. Debridemen

bedah yaitu debridemen secara tajam untuk membuang semua jaringan dan tulang

yang mati. Tujuannya adalah mengubah lingkungan penyembuhan luka kronis

menjadi penyembuhan luka akut.8

Debridemen ensimatik, menggunakan ensim proteolitik eksogen yang dibuat

secara spesifik seperti kolagenase, papain/urea dari pepaya, fibrinolisin/DNAse,

tripsin, kombinasi streptokinase-streptodornase. Debridemen autolitik, terjadi secara

alami pada ulkus yang sehat, lembab, dan perfusi yang adekuat. Debridemen

mekanik,dilakukan secara fisik dengan cara pembalutan basah-kering, irigasi dengan

tekanan, lavase, dan hidroterapi.8

Debridemen meliputi debridemen terhadap kalus, tepi ulkus, dan dasar ulkus.

Sistem skoring yang dipakai adalah 0 adalah debridemen diperlukan tetapi tidak

dikerjakan, skor 1 adalah debridemen diperlukan dan dikerjakan, skor 2 adalah

debridemen tidak diperlukan. Semakin rendah debridemen performance index ,

Page 11: Ulkus Diabetikum

semakin rendah insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem skoring ini dipakai dapat

untuk meramalkan hasil pengobatan.8

Preparasi dasar luka (wound bed preparation) sangat penting untuk penyembuhan

ulkus di kaki, meliputi pengendalian eksudat dan edema, mengurangi kolonisasi

bakteri, merangsang terbentuknya jaringan granulasi yang sehat, serta membuang

jaringan nekrotik.8

Sampai saat ini tidak ada sistem klasifikasi untuk preparasi dasar luka (wound

bed preparation). Sistem klasifikasi baru yaitu berdasarkan parameter seperti tepi

luka, dalam luka / jaringan granulasi, jumlah eksudat, adanya eschar, edema,

dermatitis disekitar luka, warna dasar luka, adanya kalus atau fibrotik disekitar luka.8

Ulkus kaki diabetik dengan Infeksi berat, memerlukan intervensi bedah untuk

mengendalikan infeksi yang bisa mengancam jiwa maupun kaki pasien. Ahli bedah

yang melakukan operasi pada ulkus kaki diabetik dengan infeksi berat hendaknya

memiliki pengetahuan tentang anatomi kaki.8

Patofisiologi terjadinya ulkus kaki diabetic dan infeksi, untuk mencegah

kegagalan operasi maupun amputasi. Jalur-jalur perluasan infeksi yang mengikuti

jalur anatomi harus dimengerti. Di daerah tumit, aponeurosis plantaris merupakan

fasia yang paling superficial.8

Di bagian sentral kaki, fasianya paling tebal dan melekat pada tuberositas

kalkanues, dari sini lalu meluas ke distal menyerupai kipas. Fasia plantaris

membentuk batas inferior dari 3 kompartemen plantaris yaitu kompartemen lateral,

sentral dan medial.8

Kompartemen lateral dibatasi oleh tulang metatarsal kelima dan septum

intermuskular lateral, mengandung semua otot-otot intrinsik jari kelima.

Kompartemen sentral dibatasi oleh septum intermuskular pada sisi medial dan

septum intermuskular kedua lateral yang berjalan dari kalkaneus ke kaput metatarsal

kelima, atapnya dibentuk oleh struktur tarsometatarsal, mengandung semua otot-otot

intrinsik jari kedua, ketiga, keempat.8

Kompartemen medial dibatasi oleh septum intermuskular lateral yang berjalan

longitudinal dari kalkaneus ke kaput metatarsal pertama, atapnya dibentuk oleh

permukaan inferior metatarsal pertama, mengandung semua otot-otot intrinsik jari

pertama. Kompartemen interoseus dibatasi oleh fasia interoseus dari metatarsal dan

mengandung otot-otot interoseus, kompartemen ini memegang peranan penting

Page 12: Ulkus Diabetikum

dalam perluasan infeksi dan perkembangan iskemia.8

Untuk melakukan debridement bedah yang adekuat, prosedur pembedahan yang

dianjurkan adalah :8

Tidak menggunakan tourniquet, supaya bisa menentukan viabilitas jaringan.

Pakai sarung tangan dua lapis.

Eksplorasi luka, termasuk membuang semua jaringan nekrotik, pus, membuka

sinus tract untuk menentukan batas jaringan sehat dan tidak sehat serta

kompartemen yang terkena. ― finger test ― bisa dikerjakan durante operasi

untuk menentukan luasnya jaringan yang mengalami infeksi. Tekan dengan ibu

jari sepanjang bidang jaringan anatomi, jika positif berarti terdapat necrotizing

fasciitis, dengan demikian dapat ditentukan mana jaringan yang akan di amputasi

atau di eksisi luas saja untuk mengendalikan infeksi secara adekuat.

insisi dan drainase terbatas hendaknya dihindarkan , karena akan meninggalkan

sumber infeksi

Semua jaringan dan tulang yang tidak hidup dan terinfeksi harus dibuang tanpa

memandang ukuran dan kuantitasnya. Tendon yang tampak dieksisi untuk

mencegah perluasan infeksi ( tracking infection).

Ambil jaringan dalam yang terinfeksi untuk pemeriksaan kultur dan tes

sensitivitas

Irigasi dengan larutan normal saline sebanyak 3 liter atau lebih untuk

mengurangi kolonisasi bakteri. Penambahan antibiotika pada larutan irigasi

belum diketahui manfaatnya.

Sarung tangan terluar dilepaskan untuk mengurangi kontaminasi setelah luka

diirigasi.

Luka ditutup dengan penutup luka yang lembab, lalu ditutup lagi dengan penutup

kering.

Pembalut luka diganti setiap hari, dimulai sejak 24-48 setelah debridement

pertama.

Redebridemen hendaknya dilakukan jika diperlukan.

Penyembuhan luka normal

Fisiologi respon seluler terhadap cedera jaringan kulit pada keadaan normal,

berlangsung melalui rangkaian fase-fase waktu dan ruang, sehingga integritas

Page 13: Ulkus Diabetikum

anatomi dan fungsional dari jaringan kembali secara normal. Adapun fase-fase

penyembuhan luka pada kondisi normal meliputi fase akut (hemostasis, inflamasi),

fase proliferatif (garanulasi, epitelialisasi), dan fase remodeling.8

Pada orang dewasa, penyembuhan luka yang optimal meliputi beberapa peristiwa

sebagai berikut yaitu8

1. Hemostasis yang cepat

2. Inflamasi yang tepat

3. Diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel-sel mesensimal ke tempat luka

4. Angiogenesis

5. Re-epitelialisasi ( pertumbuhan kembali jaringan epitel diatas permukaan luka )

6. Sintesis, cross-linking, dan alignment dari pada kolagen untuk memberi

7. kekuatan terhadap jaringan yang sembuh

Fase hemostasis

Fase pertama dari hemostasis dimulai segera setelah terjadi luka, dengan

kontriksi vaskuler dan pembentukan bekuan fibrin (fibrin clot). Bekuan dan jaringan

di sekitar luka melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors seperti

transforming growth factor (TGF)-β, platelet-derived growth factor (PDGF),

fibroblast growth factor (FGF), dan epidermal growth factor (EGF). Begitu

perdarahan bisa dikontrol, sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam luka (kemotaksis)

dan memicu fase inflamasi.9

Fase inflamasi ditandai oleh infiltrasi secara berurutan dari neutrofil, makrofag,

dan limfosit. Fungsi neutrofil adalah membersihkan mikroba serta debris seluler di

dalam luka, meskipun sel ini memproduksi substansi seperti protease dan reactive

oxygen species (ROS), yang dapat menyebabkan beberapa kerusakan.9

Makrofag mempunyai peranan penting di dalam penyembuhan luka. Pada luka

awal, makrofag melepaskan sitokin yang memicu respon inflamasi dengan cara

menarik dan mengaktifkan leukosit. Makrofag juga bertanggung jawab untuk

mendorong dan menghilangkan sel-sel apoptosis (termasuk neutrofil), dengan

demikian merupakan cara resolusi terhadap inflamasi. Sel-sel apoptosis melakukan

transisi fenotif untuk memperbaiki keadaan yang merangsang keratinosit, fibroblas,

dan angiogenesis untuk mendorong regenerasi jaringan.9

Dengan cara ini, makrofag mendorong transisi kearah fase proliferasi dari fase

penyembuhan. Limfosit T migrasi ke dalam luka mengikuti sel-sel inflamasi dan

Page 14: Ulkus Diabetikum

makrofag, dan mengalami puncaknya selama fase proliferatif lanjut / remodeling

awal. Peranan limfosit T tidak diketahui secara jelas.9

Beberapa penelitian menduga bahwa terlambatnya infiltrasi sel T yang diikuti

dengan penurunan konsentrasi sel T di dalam luka diikuti dengan gangguan

penyembuhan luka, sementara yang lain melaporkan bahwa sel sel CD4+ (sel sel T

helper) memiliki peranan positif di dalam penyembuhan luka, sedangkan sel sel CD

8+ ( sel sel T supresor-sitotoksik) memiliki peranan menghambat penyembuhan

luka.9

Fase proliferasi

Umumnya mengikuti dan tumpang tindih dengan fase inflamasi, ditandai oleh

proliferasi epitel dan migrasi diatas matrik di dalam luka (re-epitelialisasi). Di dalam

dermis, fibroblas dan sel sel endotel tampak lebih menonjol dan menopang

pertumbuhan kapiler, pembentukan kolagen, dan pembentukan jaringan granulasi.

Di dalam dasar luka, fibroblas memproduksi kolagen dan juga glikoaminoglikan serta

proteoglikan, yang merupakan komponen utama dari matrik ekstraseluler.9

Fase remodeling

Setelah proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler, penyembuhan luka

memasuki fase remodeling. Dalam fase ini terjadi regresi kapiler sehingga densitas

vaskuler dari luka kembali normal. Yang paling kritis dalam fase remodeling adalah

remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai arsitektur jaringan normal.9

Luka juga melakukan kontraksi yang di mediasi oleh contractile fibroblasts

(myofibroblasts) yang ada di dalam luka. Peranan stem sel di dalam penyembuhan

luka dan regenerasi jaringan, dengan fokus pada stem sel dewasa seperti epidermal

stem cells dan bone-marrow (BM)-derived cells (BMDCs).9

Epidermal stem cells yang berada di folikel rambaut dan bagian basal lapisan

epidermis, mengangkat keratinosit untuk migrasi ke dalam luka. Dua stem sel utama

yang berada di dalam sumsum tulang adalah hematopoietic SC (HSC) and

mesenchymal SC (MSC). BM-MSCs mampu untuk berdiferensiasi menjadi berbagai

jenis sel seperti adiposit, osteoblas, kondrosit, fibroblat, dan keratinosit. Endothelial

progenitor cells (EPCs) berasal dari HSC merupakan sel kunci dalam

neovaskularisasi. EPC dan BM-MSC, keduanya terlibat di dalam proses

penyembuhan luka.9

Page 15: Ulkus Diabetikum

Tabel. 1. Proses penyembuhan luka normal

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka. Secara umum faktor-

faktor tersebut dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu lokal dan sistemik. Faktor

lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi karakteristik luka itu sendiri,

sedangkan faktor sistemik adalah keadaan penyakit atau kesehatan dari individu yang

Page 16: Ulkus Diabetikum

mempengaruhi kemampuan untuk sembuh.10

Beberapa dari faktor-faktor ini adalah berkaitan, dan faktor-faktor sistemik

bekerja melalui efek lokal. Beberapa kondisi dan penyakit seperti sepsis, trauma,

penyakit hati menahun, sindroma nefrotik, luka bakar, luka terbuka menahun, dapat

mengganggu penyembuhan luka, karena terjadi penurunan kadar protein tubuh.

Protein memiliki peran penting dalam penyembuhan luka melalui pembentukan

kolagen.10

Penurunan kadar protein dapat dihitung dengan mengukur berbagai marker

penyimpanan protein seperti albumin, prealbumin, transferin, dan insulin growth

factor I. Namun pemeriksaan marker ini terbatas untuk mencerminkan status nutrisi

pasien terkini, sebagai contoh albumin memiliki waktu paruh 3 minggu, dan

malnutrisi protein dapat terjadi sebelum terjadi penurunan serum albumin.

Konsekuensi dari penurunan protein terhadap penyembuhan luka adalah terjadi

penurunan angiogenesis dan proliferasi fibroblas.10

Obesitas berpengaruh terhadap penyembuhan luka, terbukti pada percobaan

binatang dimana obesitas disertai dengan gangguan struktur dan fungsi kolagen,

gangguan deposisi kolagen, serta gangguan penyembuhan luka, hal ini diduga akibat

dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak.10

Menurut World Health Organization (WHO) , definisi obesitas dan kelebihan

berat badan (overweight) adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau

berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang. Dikatakan obesitas apabila

body mass index (BMI) ≥ 30 kg/m2 , sedangkan kelebihan berat badan, bila BMI ≥

25 kg/m2.1

Obat - obat kemoterapi menyebabkan terlambatnya proses penyembuhan luka,

karena fase inflamasi penyembuhan luka melemah, sehingga infiltrasi seluler dan

deposisi fibrin menurun ditambah lagi dengan gangguan sintesa protein, produksi

DNA/RNA, osmosis sel terutama sel fibroblas. Sedangkan pemberian steroid

(glukokortikoid) sistemik menganggu penyembuhan luka, dengan secara langsung

melemahkan respon seluler, sehingga terjadi gangguan proliferasi fibroblas, sintesa

kolagen, pembentukan jaringan granulasi, matriks ekstraseluler, dan epitelialisasi.10

Page 17: Ulkus Diabetikum

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Patofisiologi penyembuhan luka diabetes

Proses penyembuhan luka dikoordinasi oleh struktur yang kompleks dan dinamis

pada luka meliputi berbagai sel (trombosit atau platelet, neutrofil granulosit,

makrofag, fibroblas, keratinosit), sitokin dan growth factor, serta protease ( matrix

Page 18: Ulkus Diabetikum

metaloprotease / MMP, plasmin, dan elastase). Berbeda dengan luka normal, pada

luka diabetes, terdapat gangguan dari fungsi sel, dan ketidakseimbangan dari

protease, sitokin, dan growth factor. Reaksi inflamasi pada luka diabetes tampak

memanjang, merangsang peningkatan intensitas respon protease.11

Reaksi inflamasi ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma berulang

akibat pasien sudah kehilangan rasa sakit. Endotoksin bakteri, fragmen matriks

ekstraseluler, sel-sel detritus mempertahankan inflamasi ini, terbukti dengan adanya

granulosit neutrofil dalam jumlah besar didalam luka. Granulosit neutrofil juga

mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF-α dan IL-1β.11

Kedua sitokin ini mampu secara langsung merangsang sintesa MMP. Dengan

tingginya protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth

factor yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga

penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi.11

Disamping itu TNF-α menekan tissue growth factor-β (TGF-β) menginduksi

miofibroblas mengalami proliferasi untuk menbentuk protein-protein penting dalam

reorganisasi matrik ekstraseluler seperti α-smooth muscle actin (α-SMA), kolagen

tipe 1A, and fibronektin, sehingga berimplikasi pada gangguan penyembuhan luka.11

usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α dengan pemberian anti TNF-α

secara sistemik pada luka diabetes dari binatang percobaan yang terbukti

mempercepat penutupan luka. Penutupan luka tersebut, paralel dengan melemahnya

inflamasi didalam luka secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit

dalam sirkulasi, dan pengurangan jumlah makrofag didalam luka.11

Data ini merupakan bukti kuat, bahwa anti TNF-α akan mengurangi baik

jumlahatau aktivitas makrofag dalam luka kronis yang mengalami gangguan

penyembuhan. Dengan kata lain bahwa kegagalan penyembuhan luka pada diabetes

dipicu oleh makrofag yang mengekspresikan TNF-α.11

Page 19: Ulkus Diabetikum

Gambar 1. Patofisiologi molekuler ulkus kaki diabetik

Hasil penelitian

Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 11 orang pasien penderita DM yang

terkena ulkus kaki diabetik memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimana total

penderita DM di Rumah Sakit Imanuel Lampung berjumlah 193 pasien. Berikut ini

Page 20: Ulkus Diabetikum

dilampirkan data pasien yang ada:

Grafik 1. Jumlah pasien yang menderita diabetes mellitus di Rumah Sakit Imanuel

bulan Januari-April

Perbandingan keadaan pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel:

Grafik 6. Jumlah penderita DM pada pasien dengan DM

Page 21: Ulkus Diabetikum

Grafik 7. Jumlah orang pada pengolongan pasien berdasarkan usia

Grafik 8. Jumlah laki-laki dan perempuan yang menderita ulkus diabetikum

Grafik 9. Kadar gula darah sewaktu pada pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah

Sakit Imanuel

Page 22: Ulkus Diabetikum

Grafik 10. Jumlah leukosit pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel

Grafik 11. Kadar ureum darah pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit

Imanuel

Grafik 12. Kadar BUN darah pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit

Page 23: Ulkus Diabetikum

Imanuel

Grafik 13. Kadar kreatinin darah pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit

Imanuel

Grafik 14. Tekanan darah pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel

Page 24: Ulkus Diabetikum

Grafik 15. Lokasi ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel

Grafik 16. Tindakan pada pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel

Pembahasan

Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan dimana pasien dikategorikan dalam

2 kelompok yaitu <60 tahun dan >60 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

rata-rata penderita DM yang menderita ulkus diabetikum terjadi dibawah usia 60

tahun dan rata-rata usia penderita ulkus diabetikum adalah 58.6 tahun. Usia dan jenis

kelamin berpengaruh pada penyembuhan luka sebagai faktor sistemik. Semakin tua

usia (usia tua menurut WHO, ≥ 60 tahun) semakin besar risiko gangguan

penyembuhan luka, hal ini berkaitan dengan gangguan respon inflamasi seperti

lambatnya infiltrasi sel T ke daerah luka disertai dengan gangguan produksi kemokin

dan penurunan kapasitas fagositosis makrofag, disamping juga karena lambatnya re-

epitelialisasi dan angiogenesis.

Dibandingkan dengan perempuan, maka penyembuhan luka pada laki-laki lebih

lambat. Hormon seks berperan dalam gangguan penyembuhan luka, dimana estrogen

memperbaiki penyembuhan luka melalui regulasi berbagai ekspresi gen yang

berhubungan dengan regenerasi, produksi matriks, penghambat protease, fungsi

epidermal, dan gen-gen yang terutama berkaitan dengan inflamasi, sementara

androgen berpengaruh secara negative terhadap penyembuhan luka.

Melihat karakteristik subyek pada kedua kelompok, rata-rata perempuan dengan

ulkus diabetikum memiliki masa pemulihan yang lebih lama. Hal ini dapat

dikarenakan oleh karena adanya perubahan hormonal pada perempuan yang

memasuki masa menopause.

Page 25: Ulkus Diabetikum

Seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik

diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta dengan gula darah

sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL. Diabetes melitus yang tidak

terkontrol dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya yaitu

ulkus diabetikum.

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam

dermis. Komplikasi ini dapat terjadi karena adanya hiperglikemia dan neuropati yang

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, sehingga terjadi

ketidakseimbangan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan

mempermudah terjadinya ulkus.

Berdasarkan hasil hitung leukosit, didapatkan 73% pasien dengan ulkus

diabetikum mengalami peningkatan jumlah leukosit. Diabetes menyebabkan

gangguan penyembuhan luka secara intrinsik, termasuk diantaranya gangguan

collagen cross-linking, gangguan fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan

imunologi terutama gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes

memiliki angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit

mudah mengelupas dan mengalami infeksi yang ditandai dengan meningkatnya

jumlah leukosit dalam darah.

Pada pasien yang telah lama menderita diabetes melitus yaitu pasien yang

minimal ≥8 tahun menderita diabetes, merupakan faktor risiko terjadinya ulkus

diabetikum. Kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu dapat

mengakibatkan hiperglikemia sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang

berhubungan dengan neuropati diabetik dimana pasien diabetes melitus akan

kehilangan sensasi perasa dan tidak menyadari timbulnya luka. Pada pencarian data

diatas, tidak dapat ditemukan jangka waktu pasien menderita DM, tetapi dapat

ditemukan komplikasi nefropati pada 73% pasien Rumah Sakit Imanuel yang

menderita ulkus diabetikum yang menandakan bahwa sebagian besar pasien sudah

menderita DM dalam waktu yang cukup lama dan memiliki pengendalian gula darah

yang buruk. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengambilan data, dimana 100% pasien

ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel memiliki kadar gula darah >200 mg/dl.

Pada 55% pasien juga ditemukan adanya komplikasi berupa tekanan darah tinggi

dimana tekanan darah rata-rata pasien adalah 140/80.

Debridemen merupakan komponen yang tak terpisahkan (integral) dan langkah

Page 26: Ulkus Diabetikum

sangat penting dalam protokol penanganan ulkus kronis, semenjak bahwa

kesembuhan tidak akan terjadi pada jaringan yang mati, nekrotik, debris, atau

kolonisasi bakteri di daerah luka. Debridemen adalah suatu tindakan membuang

material yang tidak hidup, benda asing, dan jaringan tidak sehat yang sulit sembuh

dari luka. Target utama penanganan ulkus kaki diabetik adalah untuk mencapai

penutupan luka secepat mungkin, dan menurunkan angka amputasi.

Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan

pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai

bawah Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki

diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,

Pada pasien dengan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel, 30% pasien

menjalani tindakan amputasi. Hal ini sesuai dengan hasil survey Riset Kesehatan

Dasar (RisKesDas) yang menunjukkan 30% pasien dengan ulkus harus dilakukan

tindakan amputasi.

Tekanan plantar kaki yang tinggi merupakan faktor kausatif kedua terpenting.

Keadaan ini berkaitan dengan dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi ( ankle,

subtalar, and first metatarsophalangeal joints ) dan deformitas kaki. Pada pasien

dengan neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun

kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan plantar tinggi.

Trauma terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas

kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat

komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.

Dari pengambilan yang didapat, 45% pasien mengalami ulkus diabetikum pada

jari kakinya sedangkan 36% pasien mengalami ulkus diabetikum pada telapak kaki.

Hal ini sesuai dengan kerangka teori dimana kaki bagian bawah terutama bagian yang

bergesekan dengan sepatu memiliki peluang terbesar dalam menimbulkan ulkus

diabetikum.

Page 27: Ulkus Diabetikum

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

2. Usia responden pada kelompok kasus adalah 51-75 tahun. Responden pada

kelompok kasus sebagian besar adalah perempuan (55%).

3. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadiya ulkus diabetikum adalah lama

diabetes mellitus, kadar gula darah yang tidak terkontrol, serta adanya

komplikasi penyakit diabetes mellitus yang memperberat dan memperlambat

penyembuhan.

4. Faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap kejadian ulkus diabetikum

adalah kadar gula darah yang >200 mg/dl dimana semua pasien yang menderita

ulkus diabetikum di Rumah Sakit Imanuel memiliki kadar gula tersebut.

5. Perempuan memiliki masa penyembuhan yang lebih lama dibandingkan laki-

laki. Rata-rata lama rawat inap perempuan adalah 5,6 hari, sedangkan laki-laki

4,5 hari.

6. Tiga puluh persen pasien dengan ulkus diabetikum harus menjalani amputasi

dikarenakan kondisi ulkus serta kemungkinan sembuh pasien.

Saran

1. Bagi pelayan kesehatan

Informasi mengenai lamanya pasien menderita penyakit sebaiknya dicatat

sebagai acuan untuk mengetahui komplikasi serta faktor resiko terjadinya

gangguan pada organ lain yang disebabkan oleh DM. Perlu juga dilakukan

pencatatan terhadap berat dan tinggi badan, penggolongan ulkus menurut

wagner, penilaian terhadap perkembangan ulkus, serta foto ulkus pasien bila

memungkinkan sehingga gambaran keadaan pasien dapat terlihat lebih jelas.

Page 28: Ulkus Diabetikum

Pemberian edukasi juga penting untuk pencegahan terjadinya ulkus diabetikum

mengingat 94,6% pasien dengan DM di Rumah Sakit Imanuel tidak ditemukan

adanya ulkus diabetikum sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien

dengan DM.

Daftar pustaka

1. Suyono AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid 3. Jakarta: FKUI;

2007. H.1870-938.

2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia, 2006.

3. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko Terjadinya

Diabetes Mellitus tipe 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;

2007. h.133-54.

4. Waspadji S. Ilmu penyakit dalam: kaki diabetes. Jilid III. Edisi keempat. Jakarta:

Penerbit FK UI; 2006. h. 1911-14.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI. 2007. h. 156.

6. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care. USA: Virginia. 2012. p.35 (supplement 1) : S64-S71.

7. Gordon, K.,A., Lebrun, E.,A, Tomic-Canic, M., Kirsner, R.,S. 2012. The role of

surgical debridement in healing of diabetic foot ulcers. Skinmed,10(1):24- 6.

8. Goren, I., Muller, E., Schiefelbein, D., Christen, U., Pfeilschifter, J., Muhl, H.,

Frank, S. 2007. Systemic Anti-TNF Treatment Restores Diabetes- impaired Skin

Repair in ob/ob Mice by Inactivation of Macrophages. Journal of Investigative

Dermatology, 127:2259–67

9. Goldberg, M.T., Han, Y-P., Yan, C., Shaw, M.C., Garner, M.L. 2007. TNF-α

Suppresses α-Smooth Muscle Actin Expression in Human Dermal Fibroblasts:

An Implication for Abnormal Wound Healing. J Invest Dermatol, 127(11):

2645–55.

10. Burns, J., L., Mancoll, J., S., Phillips, L., G. 2003. Impairments to wound

healing. Clin Plastic Surg., 30 : 47-56.

11. Lobmann, R., Schultz, G., Lehnert, H. 2005. Proteases and Diabetic Foot

Syndrome: Mechanisms and Therapeutic Implications. Diabetes care, 28(2):462-

Page 29: Ulkus Diabetikum

71.