Top Banner

of 36

UKGS

Oct 13, 2015

Download

Documents

UKGS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB 1

2

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT SERTA PENCEGAHAN PENYAKIT GIGI DAN MULUT DENGAN PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS)

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

ILMU KEDOKTERAN GIGI MASYARAKAT III

Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Kuliah Pr. IKGP/IKGM III

(Pendidikan Kesehatan)

OlehKELOMPOK I (TIM UKGS)Bryan Satria Prima(081611101018)Natasha G K (081611101007) Megen Mekhanzie (081611101028)

Aisyah Dewi Fauzia(081611101031)

Paulina Samuellia (081611101078)

Zuraida

(081611101083)Dian Rosita Rahman(081611101104)Rizqiyah Savira

(081611101115)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2013

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Aspek pertama adalah aspek fisik, misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit. Aspek kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat (Sarwono, 1993).Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku, misalnya Bloom membedakan antara perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan Ki Hajar Dewantoro menyebutnya sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa (peri tindak). Istilah pengetahuan, sikap dan tindakan seringkali disingkat dengan KAP yaitu Knowledge, Attitude, Practice (Sarwono, 1993).Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, termasuk perilaku menjaga kebersihan dan kesehatan. Pengetahuan mengenai bagaimana cara menjaga kesehatan rongga mulut akan mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Misalnya perilaku menjaga kebersihan rongga mulut dan upaya mencegah penyakit pada gigi geligi. Penyakit gigi-geligi merupakan proses biologis yang fase awalnya tidak dapat ditentukan secara klinis. Penyakit gigi geligi yang sering dijumpai penyebabnya berasal dari luar jaringan tubuh. Suatu proses perjalanan penyakit akan menyebabkan perubahan patologis yang dapat diamati secara objektif. Seseorang akan menjadi sadar akan hal ini tergantung dari pengetahuan dan perhatian pasien dan dokter gigi. Pada umumnya pasien tersebut baru sadar akan sakitnya (sakit gigi, gigi goyang) dalam stadium yang sangat lambat, dan apabila mereka sudah menyadari, keadaan tersebut sudah menjadi suatu proses yang kronik, bukan sebagai penyakit (perdarahan pada menyikat gigi). Oleh karena itulah biasanya seseorang terlambat untuk melakukan perawatan terhadap kondisinya tersebut (Houwink et al, 1993). Penyakit gigi geligi yang bersifat kronis, salah satunya adalah karies. Karies berasal dari bahasa latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Definisi sederhana karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Schuurs, 1992).

Menurut Sumawinata (2000), karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan kemudian terbentuk asam dan menurunkan pH di bawah pH kritis, sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi. Tanda-tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya. Sedangkan menurut Kidd & Bechal (1991), karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan.Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi (Anitasari, 2005). Maka dari itu, status kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan untuk menggambarkan kebersihan gigi dan mulut seseorang. Penilaiannya dengan menggunakan indeks kesehatan gigi dan mulut atau Oral Hygiene Index Symplified (OHI-S) yang merupakan gabungan dari debris indeks dan kalkulus indeks. Penelitian ini menggunakan oral hygiene indeks untuk mengukur tingkat kebersihan gigi dan mulut. Kategori DMF-T untuk mengukur karies yang kemudian diteliti apakah tingkat kebersihan rongga mulut dan karies berhubungan dengan pengetahuan. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ambulu yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Jember dengan jarak 30 km dan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Wilayah kerja Ambulu meliputi 3 desa yaitu Desa Ambulu, (terdiri dari 3 dusun), Desa Karanganyar (terdiri dari 4 dusun) dan Desa Tegalsari (terdiri dari 3 dusun). Pada penelitian kali ini, dilakukan di Desa Ambulu, yang terdiri dari Dusun Krajan, Dusun Sumberan dan Dusun Langon. Populasi Desa Ambulu sebesar 15.677 jiwa, yang terdiri dari 7.646 orang laki-laki dan 8.031 orang perempuan. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah sebagai petani. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas, didapatkan 10 besar penyakit terbanyak, salah satunya adalah gingivitis dan penyakit periodontal pada urutan keenam, dengan total kasus sebanyak 1.296 kasus. Sedangkan penyakit pulpa dan jaringan periapikal pada urutan kesembilan dengan total kasus sebanyak 1.118 kasus. Berdasarkan data sekunder dari puskesmas Ambulu menyatakan bahwa pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi telah tercapai sebesar 118,5%. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang dilakukan puskesmas Ambulu antara lain berupa pembinaan dan penyuluhan kesehatan gigi yang berupaya untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan rongga mulut untuk dapat membentuk sikap dan perilaku menjaga kesehatan rongga mulut. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah utama meskipun pelaksanaan program upaya pencegahan dan penanggulangan telah mencapai lebih dari 100 %.

Menurut Riskesdas 2007, prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut di Indonesia usia 15-24 tahun sebesar 21,5%, usia 25-34 tahun sebesar 26,6%, usia 35-44 tahun sebesar 29,6%, usia 45-54% sebesar 31,1%.

, Masalah yang ada di masyarakat Desa Ambulu dan prevalesi masalah gigi dan mulut yang ada di Indonesia menurut Riskesdas 2007 tersebut membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana hubungan antara pengetahuan memelihara kesehatan rongga mulut terhadap karies dan kebersihan gigi dan mulut pada masyarakat usia 15 49 tahun Desa Ambulu Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Pengambilan sampel penelitian pada usia 15 49 tahun dipilih karena menurut WHO dalam Notoatmojo (2010), rentang usia tersebut sudah termasuk kategori orang muda dan dewasa, agar dapat dilakukan komunikasi dengan mudah dan penelitian metode survey ini dapat lebih cepat selesai, memperoleh hasil yang lebih akurat dalam melakukan pengambilan data (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan mencari hubungan pengetahuan menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan karies dan kebersihan rongga mulut pada masyarakat Desa Ambulu. Hasil trial survey menunjukkan bahwa 52,18% responden memiliki OHI-S buruk dan angka karies (DMF-t) sebesar 5,56 yang dikategorikan tinggi. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan yaitu menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada masyarakat Desa Ambulu, sedangkan alat ukur untuk karies adalah DMF-t dan alat ukur untuk kebersihan rongga mulut adalah OHI-s. Hal ini dilakukan karena angka penyakit gigi masyarakat Desa Ambulu termasuk 10 besar angka kesakitan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pengetahuan menjaga kesehatan rongga mulut dengan karies dan kebersihan gigi dan mulut pada masyarakat Desa Ambulu? 1.3 Tujuan

Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan menjaga kesehatan rongga mulut dengan karies dan kebersihan gigi dan mulut pada masyarakat Desa Ambulu.1.4 Manfaat

a. Menjadi acuan bagi pihak yang terkait dalam upaya mengadakan program penyuluhan dan perencanaan program kesehatan masyarakat, terutama kesehatan gigi dan mulut.

b. Memberikan informasi untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan menjaga kebersihan rongga mulut.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tinjauan Desa Ambulu

Wilayah kerja Puskesmas Ambulu terletak di sebelah selatan Kabupaten Jember dengan jarak 30 km dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Wilayah kerja ini meliputi 3 desa yaitu Desa Ambulu (terdiri dari 3 dusun), Desa Karanganyar (terdiri dari 4 dusun) dan Desa Tegalsari (terdiri dari 3 dusun). Penelitian kali ini, dilakukan pada Desa Ambulu, yang terdiri dari Dusun Krajan, Dusun Sumberan, Dusun Langon. Populasi Desa Ambulu sebesar 15.677 jiwa, yang terdiri dari 7.646 orang laki-laki dan 8.031 orang perempuan. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya sebagai petani.

Dari data yang didapat di Puskesmas, didapatkan 10 besar penyakit terbanyak, salah satunya adalah gingivitis dan penyakit periodontal pada urutan ketujuh, dengan total kasus sebanyak 1.296 kasus dan penyakit pulpa dan jaringan periapikal pada urutan kesembilan, dengan total kasus sebanyak 1.118.

2.2 Puskesmas2.2.1 Pengertian PuskesmasMenurut Departemen Kesehatan RI 2004, puskesmas adalah unit pelaksana teknik dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah :

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanyab. Mendorong kemandirian hidup sehat dan masyarakat di wilayah kerjanyac. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standart dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakatd. Meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Depkes RI, 2004).

2.2.2 Tujuan PuskesmasTujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang sesungguh-sungguhnya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.

2.2.3 Fungsi PuskesmasFungsi dari Puskesmas adalah sebagai berikut :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan masyarakat perseorangan dan masyarakat (Depkes RI, 2004).

Dalam peningkatan fungsi Puskesmas, maka Puskesmas melaksanakan 12 pokok yakni :

1. Pengobatan

2. KIA dan KB

3. Pemberantasan penyakit menular

4. Hygiene dan sanitasi

5. Penyuluhan kesehatan masyarakat

6. Perawatan kesehatan masyarakat

7. Pencatatan dan pelaporan

8. Peningkatan gizi

9. Kesehatan sekolah

10. Kesehatan gigi

11. Kesehatan jiwa

12. Laboratorium sederhana (Depkes RI, 2004).

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakuakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoatmodjo, 2010).Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat bila dibandingkan dengan pendekatan koersi. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Notoatmodjo (2010), yaitu perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama:

a) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan lain-lain.

b) Faktor Pemungkin (Enambling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan lain-lain.

c) Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas petugas kesehatan. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2006), tingkatan pengetahuan dapat dikategorikan berdasakan nilai sebagai berikut:

a) Pengetahuan baik: mempunyai nilai pengetahuan > 75 %

b) Pengetahuan cukup: mempunyai nilai pengetahuan 60-75 %

c) Pengetahuan kurang: mempunyai nilai pengetahuan < 60 %2.4 Definisi Karies

Karies berasal dari bahasa latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Definisi sederhana karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Schuurs, 1992).

Karies gigi adalah penghancuran terlokalisasi dari jaringan gigi oleh mikroorganisme (Pine, 1997). Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan (Kidd & Bechal,1991). Newburn mendefinisikan karies gigi sebagai penyakit bacterial yang menyerang gigi dimana bagian organik dari gigi mengalami destruksi, sedangkan bagian anorganiknya mengalami dekalsifikasi (Darwita,2004).

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karies gigi adalah suatu proses kronis regresif, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan Pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Suwargiani, 2008).2.4.1 Etiologi Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4 faktor utama yaitu inang dan gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu (Pine, 1997).

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang terlibat dalam proses karies a. Mikroorganisme

Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah besar. Bakteri plak sangat dominan dalam karies gigi adalah streptococcus mutans. Bakteri ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain (Kidd & Bechal,1991).

b. Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari yang menempel pada gigi. Seringnya mengkonsumsi gula akan menambah pertumbuhan plak dan menambah jumlah Streptococcus mutans didalamnya. Sukrosa merupakan gula yang kariogen, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Kidd & Bechal,1991).

c. Inang atau Gigi

Faktor- faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu :

1. Bentuk

Gigi dengan fit dan fisur yang dalam lebih mudah terserang karies

2. Posisi

Gigi yang berjejal dan susunanya tidak teratur lebih sukar dibersihkan. Hal ini cenderung meningkatkan penyakit periodontal dan karies

3. Struktur

Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies (Kidd & Bechal, 1991).d. Waktu

Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga faktor sebelumnya, proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara klinis terlihat kehancuran dari email lebih dari empat tahun (Pine, 1997). Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian. Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun (Kidd & Bechal, 1991).

2.4.2 Gambaran Klinis Karies Gigi

Menurut Kid & Bechal, 1991, karies dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi tempat karies itu timbul. Karies dapat dimulai pada fit dan fisur atau pada permukaan licin. Karies permukaan licin berawal dari email atau sementum dan dentin akar yang terbuka atau yang terkenal dengan karies akar. Karies dapat terjadi pada tepi restorasi atau dikenal dengan karies rekurn / sekunder .

Gambaran karies secara klinis :

1. Karies pada fit dan fisur (Fit and fissure caries)

Perkembangan karies dimulai pada fit dan fisur gigi yang rumit. Dari berbagai bentuk variasinya, semuanya diawali dengan tanda-tanda dini sampai kerusakan yang sempurna.

2. Karies permukaan licin gigi (Smooth surface caries)

Karies permukaan licin gigi biasanya ditemukan pada daerah titik kontak pada interproksimal gigi, tetapi dapat terjadi pada permukaan licin lain pada gigi. Gambaran klinis karies ini pada mulanya merupakan suatu daerah putih seperti kapur secara bertahap manjadi kasar sesuai dengan rusaknya email. Akhirnya terbentuk kavitas yang terbuka dan selanjutnya akan menyebar sama seperti karies pit dan fisur.2.4.3 Indeks Karies Gigi

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam.

Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies dan indeks karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Pengukuran karies dikenal sebagai indeks DMF dan merupakan indeks aritmetika penyebaran karies yang kumulatif. Beberapa metode pengukuran karies gigi yaitu indeks DMF-t digunakan untuk menyatakan gigi yang karies, hilang dan ditambal. DMF-s digunakan untuk menyatakan gigi karies, hilang dan permukaan gigi yang ditambal pada gigi permanen, sehingga jumlah permukaan gigi yang terkena harus diperhitungkan. Indeks yang sama untuk gigi sulung adalah def-t dan def-s dimana t menunjukkan jumlah gigi yang dicabut (bukan tanggal secara alamiah) dan s menunjukkan gigi atau permukaan gigi yang ditambal (Kidd & Bechal, 1992).

Indeks DMF-t digunakan untuk pencatatan gigi permanen. Indeks DMF-t adalah indeks dari pengalaman kerusakan seluruh gigi yang rusak, yang dicabut dan yang ditambal. Tujuan dari indeks DMF-t adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman karies gigi pada masa lalu dan yang sekarang. Untuk pencatatan DMF-t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Setiap gigi dicatat satu kali

2. D = Decay atau rusak

a. Ada karies pada gigi dan restorasi

b. Mahkota gigi hancur karena karies gigi

3. M = Missing atau hilang

a. Gigi yang telah dicabut karena karies gigi

b. Karies yang tidak dapat diperbaiki dan indikasi untuk pencabutan

4. F = Filled atau tambal

a. Tambalan permanen dan sementara

b. Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi tanpa karies yang jelas

5.Perhitungan DMF-t berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai berikut :

1. Gigi molar ketiga

2. Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full eruption)

3. Gigi yang tidak ada karena kelainan congenital dan gigi berlebih (supernumerary teeth)

4. Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik

5. Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik dan jembatan

6. Gigi susu yang belum tanggal

WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-t berupa derajat interval sebagai berikut (Pine, 1997) :

1. Sangat rendah : 0,0 1,1

2. Rendah : 1,2 2,6

3. Moderat : 2,7 4,4

4. Tinggi : 4,5 6,5

5. Sangat Tinggi : > 6,62.5 Status Kebersihan Rongga Mulut

a. Kebersihan Gigi dan Mulut

Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peran serta masyarakat itu sendiri terutama perubahan perilaku melalui program penyuluhan dan pelatihan. Program penyuluhan kesehatan gigi mulut dan pelatihan sikat gigi masal merupakan suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahunnya (Anitasari, 2005).

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat gigi. Hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi, sumber dari kedua penyakit tersebut akibat terabaikannya kebersihan gigi dan mulut, sehingga terjadilah akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat di permukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri (Anitasari, 2005).

Berdasarkan teori Bloom, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Di samping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan (Anitasari, 2005)

Kebersihan mulut sangat besar pengaruhnya untuk mencegah gigi berlubang, radang gusi, periodontitis, juga mencegah terjadinya bau mulut. Kurangnya kebersihan mulut memungkinkan terjadinya penimbunan plak dan sisa-sisa makanan. Karbohidrat dapat mengalami peragian, terutama sukrosa, merupakan substrat utama untuk menghasilkan asam-asam metabolis oleh bakteri-bakteri yang terjerat. Asam akan menghancurkan lapisan email gigi dengan jalan dekalsifikasi, yaitu menghilangkan zat kapur gigi dan terjadilah karies (gigi berlubang)

Kebersihan gigi dan mulut yang maksimal dapat tercapai dengan baik dengan cara membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan yang tertinggal diantara gigi atau fissure. Gigi yang bersih sekali sedikit sekali kemungkinannya terjadi karies gigi. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam rongga mulut dalam keadaan yang bersih, bebas dari plak dan kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi dan sisa makanan serta tidak tercium bau busuk dalam mulut (Nurfaizah, 2007).b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebersihan Gigi dan Mulut

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut adalah pengetahuan menggosok gigi, yang meliputi frekuensi menggosok gigi, cara menggosok gigi dan bentuk sikat gigi.

c. Cakupan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S)

Kebersihan gigi dan mulut diperiksa dengan menggunakan OHI-S (Oral Hygiene Index- Symplified). OHI-S adalah skor atau nilai pemeriksaan rongga mulut dengan menjumlahkan debris index (DI) dan Calculus Index (CI).

Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Calculus Index (CI) adalah skor dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.

Gigi penentu tersebut adalah:

Rahang atas : Gigi 6 kanan kiri permukaan bukal

Gigi 1 kanan permukaan lingual

Rahang bawah: Gigi 6 kanan kiri permukaan lingual

Gigi 1 kiri permukaan labial

Kriteria pemeriksaan Debris Index (DI) menurut Depkes RI 1999:

0 :Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidaka ada pewarnaan eksrtrinsik

1 : a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kuran dari 1/3 permukaan gigi dari tepi gingival

b. Pada permukaan gigi yang terlihat tidaka ada debris lunak, akan tetapi ada pewarnaan eksrtrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya

2: Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival

3:

Pada permukaan yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival

Menghitung Debris Index (DI): Jumlah Nilai Debris

`Jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria pemeriksaan Calculus Index (CI) menurut Depkes RI 1999

0 :Tidak ada karang gigi

1 : Pada permukaan gigi ada karang gigi supragingiva yang menutupi gigi tidak lebih dari 1/3 permukaan dari tepi gingival

2: a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingiva kurang dari 2/3 permukaan dari tepi gingival

b. Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi subgingiva

3: a.Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supragingiva yang menutupi permukaan dari tepi gingiva.

b.Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingiva yang menutupi dan melingkari seluru servikal

Menghitung Calculus Index (CI):CI= jumlah nilai kalkulus

Jumlah gigi yang diperiksa

Menghitung OHI-S (Oral Hygiene Index- Symplified):

OHI-S = Debris Index + Calculus Index

Menurut standar WHO, criteria OHI-S adalah sebagai berikut:

OHI-S : 0,0-1,2 (baik)

1,3- 3,0 (sedang)

3,1- 6,0 (buruk)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian obsevasional analitik, dengan pendekatan cross sectional.

3.2 Populasi dan Sampel3.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah warga Desa Ambulu dengan usia antara 15-49 tahun yang berjumlah 8992 jiwa (Profil Desa Ambulu, 2010).

3.2.2 Sampel Penelitian

a. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling, yaitu .... Pengambilan sampel secara Purposive dilakukan dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010)b. Besar Sampel

Besar sampel minimal adalah 383 jiwa yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Sampel = n = N

1+ N(d2)

n = 8992

1 + 8992 (0,052)

n = 8992

1 + 22,48.

n = 383 (Notoatmodjo, 2010)Keterangan :

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05

N = Besarnya populasi

n = Besarnya sampel

c. Kriteria Sampel

1. Warga desa Ambulu Kecamatan Ambulu2. Bersedia menjadi sampel penelitian

3. Usia 15-49 tahun

4. Sehat jasmani dan rohani

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian3.3.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu, 26 Januari 2011.3.3.2 Tempat

Desa Ambulu Kecamatan Ambulu. Dilaksanakan di tiga dusun, yaitu di Dusun Krajan, Dusun Sumberan, dan Dusun Langon.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

Pengetahuan Menjaga Kesehatan Rongga Mulut

3.4.2 Variabel terikat

- Kebersihan gigi dan mulut

- Karies gigi3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Pengetahuan Memelihara Kesehatan Gigi dan MulutPengetahuan adalah pemahaman tentang kesehatan gigi mulut yang didapat responden dari luar pendidikan formal.3.5.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan menurut Arikunto (2006) adalah: a. Pengetahuan baik : apabila responden mampu menjawab > 75 % dari jumlah total nilai benar, yaitu dengan jumlah nilai > 18

b. Pengetahuan cukup: apabila responden mampu menjawab 60-75 % dari jumlah total nilai benar, yaitu dengan jumlah nilai 14,4-18c. Pengetahuan kurang: Apabila responden mampu menjawab < 60 % dari jumlah total nilai benar, yaitu dengan jumlah nilai < 14,43.5.3 Pendidikan

Pendidikan adalah pendidikan terakhir dari responden.3.5.4 Kebersihan gigi dan mulut

Kebersihan gigi dan mulut adalah suatu keadaan gigi dan mulut masyarakat Desa Ambulu Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember yang ditentukan oleh ada tidaknya kalkulus dan debris.

Kebersihan gigi diukur dengan menggunakan indeks OHI-S yang merupakan gambaran debris yang diperiksa terhadap responden dengan menggunakan sonde dengan kategori sebagai berikut:

skor OHI-S= DI + CI

DI (Debris Index) = jumlah penilaian debris

jumlah gigi yang diperiksa

CI (Calculus Index)= jumlah penilaian kalkulus jumlah gigi yang diperiksa

Penilaian indeks debris/ kalkulus:

skor 0: pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris

skor 1: pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan gigi

skor 2: pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.

Skor 3: pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi

Gigi yang diperiksa : Fasial 6 1 6

1

Lingual 6 6

gigi yang diperiksa : 6

Skor OHI-s :

0 1,2: baik

1,3 3,0: sedang

3,1 6,0: buruk

(Herijulianti,dkk, 2001)

3.5.5 Karies gigi

Karies gigi adalah suatu keadaan patologis pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: host, substrat, waktu, dan mikroorganisme. Karies gigi dikategorikan berdasarkan pemeriksaan DMF-t,sebagai berikut:

Diperiksa pada semua gigi permanen (Suwelo, 1992)

Keterangan :

D (Decay)= jumlah gigi karies yang tidak ditambal

M (Missing)= jumlah gigi karies yang sudah dicabut atau seharusnya dicabut

F (Filling)= jumlah gigi yang sudah ditambal

DMF-t = ( skor DMF-t ( sampel

Kategori tinggi rendah prevalensi karies di suatu daerah :

(0,0 1,1)= sangat rendah (baik)

(1,2 2,6)= rendah (baik)

(2,7 4,4)= sedang (sedang)

(4,5 6,6)= tinggi (buruk)

(> 6,6) = sangat tinggi (buruk)

3.10 Analisa Data

Analisa data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan memelihara kesehatan rongga mulut dengan OHI-s dan DMF-t adalah dengan uji statistik Correlations Spearman.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 HasilPenelitian dilakukan pada masyarakat Desa Ambulu Kecamatan Ambulu, yang terbagi atas tiga dusun yaitu Dusun Langon, Dusun Krajan dan Dusun Sumberan. Total subyek atau sampel penelitian adalah sebanyak 388 jiwa yang terdiri dari 127 laki-laki dan 261 perempuan berusia 15-49 tahun yang dilaksanakan pada hari Rabu, 26 Januari 2011.Pada penelitian kali ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur kuisioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang yaitu masyarakat desa ambulu, sedangkan kebersihan gigi dan mulut diukur menggunakan kategori DMF-t dan OHI-S. DMF-t menunjukkan angka karies, sedangkan OHI-S menunjukkan kategori kebersihan gigi mulut.

Penelitian dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan OHI-S serta pemeriksaan DMF-t. Hasil pemeriksaan kebersihan rongga mulut disajikan dalam tabel berikut:Tabel 4.1 Kategori pengetahuan masyarakat Desa Ambulu

Skor Pengetahuan JumlahPersentase

Baik15339,4 %

Sedang23460,31 %

Buruk10,25 %

Jumlah388 100 %

Tabel 4.2 OHI-S berdasarkan jenis kelamin

KategoriLaki-lakiPersentasePerempuanPersentase

Rendah7962%12547,89%

Sedang4233%13250,57%

Tinggi65%41,5%

Tabel 4.3 Jumlah karies berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelaminDMF-TKategori

Laki-laki6,14Tinggi

Perempuan5,68Tinggi

Tabel 4.4 Kategori tingkat kebersihan mulut masyarakat Desa AmbuluKategoriFrekuensiPersentase

Buruk20452,57%

Sedang17444,84%

Baik102,5%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jumlah penduduk yang kategori kebersihan rongga mulutnya buruk sebesar 51.4%, sedangkan yang memiliki kategori sedang sebesar 43,8%, dan kategori baik sebesar 2%. Dari tabel frekuensi, jumlah responden yang memiliki OHI-s buruk sebesar 204 responden, sedang sebesar 174 responden, dan baik sebesar 8 responden. Tabel 4.5 Hasil uji Kruskall Wallis untuk mengetahui perbedaan karies pada masyarakat Desa Ambulu dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMAAsymp. Sig0.079

Setelah dilakukan uji Kruskall Waliss dengan syarat kemaknaan p0,05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara skor DMF-T penduduk dengan pendidikan SD, SMP, maupun SMA.

Tabel 4.6 Hasil Uji Kruskall Wallis untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut masyarakat Desa Ambulu yang berpendidikan SD, SMP dan SMAAsymp. Sig.

.001

Setelah dilakukan uji Kruskall Wallis dengan syarat kemaknaan p