Page 1
UJI TAK RUSAK PADA KOLIMATOR NIKEL BORON
NEUTRON CAPTURE THERAPY DENGAN METODE
GAMMA RADIOGRAFI
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian
Pesyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Mesin
Disusun Oleh:
DEO CLINTON MARANATHA SIMANGUNSONG
NIM: 155214117
PROGAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
ii
NON-DESTRUCTIVE TESTING FOR BORON NEUTRON CAPTURE
THERAPY COLLIMATOR USING GAMMA RADIOGRAPHY METHOD
THESIS
As partial fulfillment of the requirement
to obtained the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
Written By:
DEO CLINTON MARANATHA SIMANGUNSONG
Student Number: 155214117
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
viii
ABSTRAK
Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) merupakan salah satu metode
penyembuhan kanker yang sedang dikembangkan. Cara kerja metode ini ialah
dengan mengirimkan boron (10
B) ke dalam sel kanker, kemudian pasien dipapar
sinar neutron untuk menghancurkan sel kanker tersebut. Sinar neutron
sebelumnya dimoderasi dahulu menggunakan kolimator. Namun, sebelum
kolimator BNCT ini dapat digunakan, perlu dilakukan inspeksi terlebih dahulu.
Pada penelitian ini, kolimator diinspeksi dengan metode uji tak rusak (NDT)
menggunakan radiografi gamma. Tujuan dari penelitian ini antara lain; untuk
mengetahui proses dan hasil radiografi gamma yang dilakukan terhadap standar
yang dipakai, dan mengetahui struktur dan kualitas kolimator yang telah
diproduksi.
Untuk mengetahui kualitas kolimator yang telah diproduksi, dilakukan
pengujian tak rusak (Non Destructive Testing). Pengujian NDT ini dilakukan
dengan menggunakan sinar gamma (Gamma Radiography). Sumber gamma yang
digunakan adalah Iridium 192, dengan waktu penyinaran selama 27 detik. Sinar
gamma menembus kolimator lalu ditangkap oleh film radiografi. Struktur
kolimator pada film akan muncul berupa area yang terang atau gelap pada film.
Dalam pengujian ini, teknik penyinaran yang dilakukan adalah teknik Single Wall
Single Image (SWSI) dengan total film yang dibutuhkan sebanyak 72 buah.
Dari pengujian gamma radiografi yang telah dilakukan, didapatkan waktu
selama 27 detik sudah cukup untuk mendapatkan struktur kolimator pada film
radiografi. Hasil pengujian menunjukkan keberadaan cacat pada seluruh kolimator.
Cacat berupa crack dideteksi pada kolimator 01 dan 05, sementara cacat jenis
porositas ditemukan pada seluruh kolimator. Kolimator 01, 05, 11, 12
memperlihatkan cacat yang cukup banyak. Kolimator dengan cacat minimal yaitu
kolimator 06, 08, dan 10. Kolimator yang terdapat crack tidak akan digunakan
untuk keperluan BNCT, sementara kolimator yang hanya terdapat porositas akan
dievaluasi lebih lanjut mengenai kualitas sinar neutron yang dapat dihasilkan.
Kata kunci : BNCT, Kolimator, Nikel, Radiografi Gamma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
ix
ABSTRACT
Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) is one of cancer treatment
method. This method works by delivering boron (10
B) into cancer cells, followed
by neutron irradiation to destroy those tumour cells. Using collimators, the
neutron beam are moderated first. These BNCT collimators are needed to
inspected before used. In this study, the collimators are inspected using one of
non-destructive methods (NDT) which is Gamma Radiography method. The
objectives in this study are: to know the gamma radiography process and its result
and knowing the structure of collimator and its quality.
The quality inspection of produced collimator using gamma radiography
(non-destructive method). This gamma radiography using Iridium-192 gamma
source and the ecposure time is 27 seconds. The gamma rays going through
collimator and absorbed by radiography film. Collimator structure will be shown
as bright or dark area on the film. In this study, the exposure technique using
Single Wall Single Image (SWSI), and 72 films are required for this study.
In this experiment, the exposure time of 27 seconds is enough to record the
collimator structure on the film. The resulting image obtained from this
experiment shows defect on each collimator. Cracks are detected on collimator 01
and 05. Furthermore, porosities are detected on each collimator. A lot of flaws are
detected on collimator 01, 05, 11, 12, while collimator 06, 08, and 10 are some of
the most flawless one. The collimators with crack are not going to be used, and
the collimators with porosities should be investigated further to determine their
suitability for Boron Neutron Capture Therapy. Moreover, some of these resulting
film are considered not accepted because did not fulfill ASTM criteria.
Keywords : BNCT, Collimator, Nickel, Gamma Radiography, Ir-192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan perlindungan-Nya, serta kasih dan segala bimbingan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Tugas akhir berjudul “Uji
Tak Rusak pada Kolimator Nikel Boron Neutron Capture Therapy dengan Metode
Gamma Radiografi” yang telah diselesaikan oleh penulis merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik pada program studi Teknik Mesin,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dalam
penulisan tugas akhir ini, penulis tidak lepas dari bantuan, dorongan, dan
dukungan serta bimbingan dari orang-orang disekitar penulis. Oleh karena itu,
melalui tulisan ini dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Sudi Mungkasih, S.Si, M.Math.Sc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T. selaku ketua Program Studi Teknik
Mesin Universitas Sanata Dharma.
3. Budi Setyahandana, M.T. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
4. Prof. Ir. Yohannes Sardjono, APU selaku dosen pembimbing Tugas
Akhir di BATAN.
5. Bapak Sigit Santosa dan seluruh Penguji PSMN selaku pembimbing
selama pengujian di lapangan.
6. Stefan Mardikus, M.T. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Dosen Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, yang
telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama
perkuliahan.
8. Orang tua, saudara serta semua keluarga yang selalu memberikan
bantuan, dukungan serta fasilitas selama menyelesaikan perkuliahan
dan tugas akhir ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
TITLE PAGE ......................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PSTA-BATAN .................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
BAB I ...................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 2
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah ..................................................................................... 3
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
BAB II .................................................................................................................... 5
2.1 DASAR TEORI ...................................................................................... 5
2.1.1 Kanker ............................................................................................... 5
2.1.2 BNCT (Boron Neutron Capture Therapy) ........................................ 6
2.1.3 Karakteristik Neutron Untuk BNCT ................................................ 7
2.1.4 Kolimator BNCT ............................................................................... 8
2.1.5 Nikel ................................................................................................ 10
2.1.6 Pengecoran Sentrifugal (Centrifugal Casting) ................................ 11
2.1.7 Uji Tak Rusak (Non-Destructive Testing) ...................................... 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xiii
2.1.8 Uji Radiografi (Radiography Testing) ............................................ 19
2.1.9 Gamma Radiografi .......................................................................... 22
2.1.10 Jenis-jenis cacat (Diskontinuitas dan Defek) .................................. 36
2.2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 39
BAB III ................................................................................................................. 40
3.1 Alat dan Bahan ....................................................................................... 40
3.1.1 Kolimator BNCT ............................................................................. 40
3.1.2 Film Radiografi ............................................................................... 40
3.1.3 Perlengkapan Penyinaran ................................................................ 41
3.2 Persiapan Penyinaran ............................................................................. 43
3.2.1 Identifikasi Kolimator ..................................................................... 43
3.3.2 Teknik Penyinaran .......................................................................... 44
3.3.3 Perhitungan Waktu Penyinaran ....................................................... 45
3.3.4 Penentuan Penetrameter (IQI) ......................................................... 47
3.4 Memulai Penyinaran ............................................................................... 48
3.4.1 Penentuan daerah penyinaran .......................................................... 48
3.4.2 Pemasangan film pada kolimator .................................................... 49
3.4.3 Instalasi Kamera Gamma ................................................................ 49
3.4.4 Penyinaran Gamma Radiografi ....................................................... 50
3.5 Proses Pengolahan Film ......................................................................... 50
3.6 Bagan Tahapan Pengujian ...................................................................... 53
BAB IV ................................................................................................................. 54
4.1 Hasil Uji Radiografi Kolimator 01 ......................................................... 54
4.1.1 Kolimator 01 0-1 A ......................................................................... 54
4.1.2 Kolimator 01 0-1 B ......................................................................... 55
4.1.3 Kolimator 01 1-2 A ......................................................................... 57
4.1.4 Kolimator 01 1-2 B ......................................................................... 58
4.1.5 Kolimator 01 2-0 A ......................................................................... 59
4.1.6 Kolimator 01 2-0 B ......................................................................... 61
4.2 Hasil Uji Radiografi Kolimator 02 ......................................................... 62
4.2.1 Kolimator 02 0-1 A ......................................................................... 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiv
4.2.2 Kolimator 02 0-1 B ......................................................................... 63
4.2.3 Kolimator 02 1-2 A ......................................................................... 65
4.2.4 Kolimator 02 1-2 B ......................................................................... 66
4.2.5 Kolimator 02 2-0 A ......................................................................... 67
4.2.6 Kolimator 02 2-0 B ......................................................................... 68
4.3 Hasil Uji Radiografi Kolimator 03 ......................................................... 69
4.3.1 Kolimator 03 0-1 A ......................................................................... 69
4.3.2 Kolimator 03 0-1 B ......................................................................... 71
4.3.3 Kolimator 03 1-2 A ......................................................................... 72
4.3.4 Kolimator 03 1-2 B ......................................................................... 73
4.3.5 Kolimator 03 2-0 A ......................................................................... 74
4.4 Analisis cacat pada kolimator ................................................................. 75
4.5 Analisis ketidaklayakan film .................................................................. 77
BAB V ................................................................................................................... 79
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 79
5.2 Saran ....................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Reaksi nuklir yang terjadi setelah penyinaran (Nedunchezhian, Aswath,
Thiruppathy, & Thirugnanamurthy, 2016) ......................................................................... 2
Gambar 2.1 Persamaan interaksi
10B dengan neutron termal (Setiyadi, Sardjono, &
Darmawan, 2016) ................................................................................................................ 7
Gambar 2.2 Bentuk Umum BSA (Bavarnegin, Kasesaz, & Wagner, 2017) ....................... 8
Gambar 2.3 Penggunaan Nikel (Barceloux, 1999) ........................................................... 11
Gambar 2.4 Prinsip pngecoran Horizontal Centrifugal Casting (Tjitro & Sugiharto, 2004)
.......................................................................................................................................... 13
Gambar 2.5 Mesin Pengecoran Sentrifugal (Mujiyono, Suharto, Nurjaman, Mukhammad,
Nurhadiyanto, & Sumowidagdo, 2018) ............................................................................ 14
Gambar 2.6 Skema Pengujian UT. Grafik diskontinuitas ditunjukkan pada bagian B.
(British Institute of Non-Destructive Testing, 2015) ........................................................ 16
Gambar 2.7 Skema cara kerja Eddy Current Testing. (AbdAlla, Faraj, Samsuri, Rifai, Ali,
& Al-Douri, 2019) ............................................................................................................ 18
Gambar 2.8 Skema Pengujian Radiografi (International Atomic Energy Agency, 1996) 20
Gambar 2.9 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (British Institute of Non-Destructive
Testing, 2015) ................................................................................................................... 21
Gambar 2.10 Kamera Gamma dan bagian-agiannya ........................................................ 24
Gambar 2.11 Tampak samping struktur film radiografi (British Institute of Non-
Destructive Testing, 2015) ................................................................................................ 25
Gambar 2.12 IQI Wire Type (https://m.indiamart.com diakses pada 30/04/2019) ........... 28
Gambar 2.13 Penentuan penetrameter berdasarkan ketebalan material (American Society
of Mechanical Engineers, 2013) ....................................................................................... 28
Gambar 2.14 Teknik SWSI dengan marker lokasi pada sisi sumber (American Society of
Mechanical Engineers, 2013) ............................................................................................ 34
Gambar 2.15 Teknik SWSI dengan marker lokasi pada sisi sumber (American Society of
Mechanical Engineers, 2013) ............................................................................................ 34
Gambar 2.16 Teknik Penyinaran Double Wall Single Image (American Society of
Mechanical Engineers, 2013) ............................................................................................ 35
Gambar 2.17 Skema Penyinaran Double Wall Double Image (American Society of
Mechanical Engineers, 2013) ............................................................................................ 35
Gambar 2.18 Shrinkage .................................................................................................... 36
Gambar 2.19 Gas Porosity (Hellier, 2003) ....................................................................... 37
Gambar 2.20 Diskontinuitas hot tear (Hellier, 2003) ........................................................ 38
Gambar 3.1 Kolimator BNCT ........................................................................................... 40
Gambar 3.2 Film FUJI yang digunakan untuk pengujian Gamma Radiografi ................. 41
Gambar 3.3 Pocket Dosimeter .......................................................................................... 41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
xvi
Gambar 3. 4 Surveymeter ................................................................................................. 42
Gambar 3.5 Kamera Gamma (Exposure Container Device) ............................................. 42
Gambar 3.6 Radiation Audio Visual ................................................................................. 42
Gambar 3.7 Identifikasi Kolimator ................................................................................... 44
Gambar 3.8 Skema Penyinaran Kolimator ....................................................................... 45
Gambar 3.9 Kurva Eksposure ........................................................................................... 46
Gambar 3.10 Pemilihan IQI untuk pengujian ................................................................... 47
Gambar 3.11 Penetrameter pada Kolimator ...................................................................... 49
Gambar 3.12 Film pada Kolimator ................................................................................... 49
Gambar 3.13 Hanger Film ................................................................................................ 51
Gambar 3.14 Tangki Pengeringan Film ............................................................................ 51
Gambar 3.15 Film Viewer ................................................................................................ 51
Gambar 3.16 Densitometer (Fidgeon, Digit-X Serial No. 190932 ................................... 52
Gambar 3.17 Bagan Tahapan Penelitian ........................................................................... 53
Gambar 4.1 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 0-1 A ............................. 55
Gambar 4.2 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 0-1 B ............................. 56
Gambar 4.3 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 1-2 A ............................. 57
Gambar 4.4 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 1-2 B ............................. 59
Gambar 4.5 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 01 2-0 A ..................................... 60
Gambar 4.6 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 2-0 B ............................. 62
Gambar 4.7 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 0-1 A ............................. 63
Gambar 4.8 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 0-1 B ............................. 64
Gambar 4.9 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 1-2 A ............................. 65
Gambar 4.10 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 1-2 B ........................... 67
Gambar 4.11 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 2-0 A ........................... 68
Gambar 4.12 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 2-0 B ........................... 69
Gambar 4.13 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 0-1 A ........................... 70
Gambar 4.14 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 0-1 B ........................... 71
Gambar 4.15 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 1-2 A ........................... 72
Gambar 4.16 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 1-2 B ........................... 74
Gambar 4.17 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 2-0 A ........................... 75
Gambar 4.18 Contoh diskontinuitas pada pengelasan ...................................................... 76
Gambar 4.19 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 07 0-1 B .................................... 77
Gambar 4.20 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 07 2-0 A ................................... 78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter standar kualitas neutron menurut IAEA ........................................... 8
Tabel 2.2 Beberapa jenis sumber gamma yang digunakan dalam radiografi industri
(International Atomic Energy Agency, 1999); (International Atomic Energy Agency,
1996) ................................................................................................................................. 23
Tabel 2.3 Ukuran Diameter Kawat IQI Beserta Identifikasinya (American Society of
Mechanical Engineers, 2013) ............................................................................................ 29
Tabel 3.1 Penentuan Set Penetrameter .............................................................................. 48
Tabel 4.1 Tabel Densitas Film Kolimator 01 0-1 A .......................................................... 54
Tabel 4.2 Tabel Densitas Film Kolimator 01 0-1 B .......................................................... 56
Tabel 4.3 Tabel Densitas Film Kolimator 01 1-2 A.......................................................... 57
Tabel 4.4 Tabel Densitas Film Kolimator 01 1-2 B .......................................................... 58
Tabel 4.5 Tabel Densitas Film Kolimator 01 2-0 A.......................................................... 60
Tabel 4.6 Tabel Densitas Film Kolimator 01 2-0 B .......................................................... 61
Tabel 4.7 Tabel Densitas Film Kolimator 02 0-1 A.......................................................... 62
Tabel 4.8 Tabel Densitas Film Kolimator 02 0-1 B .......................................................... 64
Tabel 4.9 Tabel Densitas Film Kolimator 02 1-2 A.......................................................... 65
Tabel 4.10 Tabel Densitas Film Kolimator 02 1-2 B ........................................................ 66
Tabel 4.11 Tabel Densitas Film Kolimator 02 2-0 A........................................................ 67
Tabel 4.12 Tabel Densitas Film Kolimator 02 2-0 B ........................................................ 68
Tabel 4.13 Tabel Densitas Film Kolimator 03 0-1 A........................................................ 70
Tabel 4.14 Tabel Densitas Film Kolimator 03 0-1 B ........................................................ 71
Tabel 4.15 Tabel Densitas Film Kolimator 03 1-2 A........................................................ 72
Tabel 4.16 Tabel Densitas Film Kolimator 03 1-2 B ........................................................ 73
Tabel 4.17 Tabel Film Densitas Kolimator 03 2-0 A........................................................ 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini, kanker merupakan salah satu penyakit fatal, yang menjadi
tantangan menakutkan bagi hampir setiap negara di seluruh dunia (Sarfati, et al.,
2018). Terdapat beberapa metode penyembuhan untuk menghadapi kanker seperti
operasi, radioterapi, kemoterapi, ketiga teknik tersebut digabung untuk diagnosa
dan pengobatan kanker (Lage & Romero, 2018).
Salah satu opsi metode pengobatan kanker terkini ialah BNCT. BNCT
(Boron Neutron Capture Therapy), merupakan metode pengobatan kanker dengan
menggunakan Boron (10
B) yang dimasukkan ke dalam sel kanker melalui obat
ataupun penyuntikan lalu diradiasi dengan sinar neutron. Gambar 1.1
menunjukkan interaksi boron dan sinar neutron. (Vallenry, Widiharto, & Sardjono,
2014). Boron yang telah dimasukkan dan sudah masuk di sel-sel yang terinfeksi
kanker, kemudian diradiasi dengan neutron berenergi rendah (Maitz, et al., 2017).
Kolimator neutron adalah suatu sistem yang digunakan untuk
menghasilkan fluks neutron yang sesuai kebutuhan terapi BNCT dengan
melakukan kolimasi terhadap neutron. Kolimator BNCT yang baik diharapkan
mampu memberikan kinerja yang baik serta lolos uji homogenitas dan dapat
menghasilkan kualitas neutron sesuai parameter yang telah diatur pada IAEA-
Tecdoc-1223. 2001. Current Status of Neutron Capture Therapy. International
Atomic Energy Agency Wagramer Strasse 5.
Gambar 1.1 Reaksi nuklir yang terjadi setelah penyinaran (Nedunchezhian,
Aswath, Thiruppathy, & Thirugnanamurthy, 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
2
pada penelitian ini, kolimator BNCT akan diuji dengan menggunakan
metode Gamma Radiografi. Sesuai standar yang telah ditetapkan, pengujian
homogenitas kolimator ini dilakukan dengan metode Gamma Radiografi dengan
metode radiografi teknik dinding tunggal bayangan tunggal (single wall single
image/SWSI) menggunakan sinar gamma. Terdapat 12 kolimator yang menjadi
objek pengujian, dengan diameter luar (Dout) 19 cm dan diameter dalam (Din) 16
cm, serta ketebalan 1,5 cm. Hasil dari pengujian ini berupa gambar struktur
kolimator pada film. Pengukuran densitas kemudian dilakukan pada beberapa titik
yang berbeda. Pembacaan film juga dilakukan untuk melihat apakah terdapat
defek/cacat pada kolimator. Umumnya, pada film, cacat akan terlihat sebagai
bagian yang lebih gelap dari sekitarnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Salah satu metode efektif dalam mengobati penyakit kanker yaitu
penerapan metode Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Dalam
penerapannya, metode BNCT mengirimkan boron ke sel kanker lalu disinari
dengan sinar neutron. Sinar neutron diperoleh dari sumber neutron, namun
neutron yang dihasilkan masih belum memenuhi standar neutron yang digunakan
pada metode BNCT. Hal itu disebabkan fluks energi neutron yang dikeluarkan
dari sumber neutron masih terlalu tinggi.
Untuk memenuhi standar neutron yang dibutuhkan pada metode BNCT,
perlu dilakukan kolimasi sinar neutron. Kolimasi dilakukan oleh kolimator BNCT,
dimana kolimator akan menurunkan fluks neutron yang diperoleh dari sumber
neutron tersebut hingga sesuai dengan kebutuhan neutron yang dibutuhkan
metode BNCT.
Kolimator juga memiliki standar yang harus dilaksanakan agar dapat
digunakan pada BNCT. Kolimator harus diproduksi dengan metode centrifugal
casting, dan material pembuatnya adalah nikel dengan tingkat kemurnian diatas
99%. Kolimator juga harus diuji homogenitas dan kinerjanya dahulu dengan
menggunakan metode radiografi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
3
Pada masalah ini, salah satu bagian utama kolimator, yaitu reflektor, diuji
untuk mengetahui tingkat kelayakan kolimator tersebut. Kolimator diuji dengan
metode gamma radiografi, lalu diperiksa homogenitas dan kelayakannya, dan
dilakukan analisis.
1.3 Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil pengujian radiografi gamma pada kolimator nikel dengan
menggunakan standar baja karbon?
2. Bagaimana tingkat kelayakan kolimator BNCT yang dihasilkan?
1.4 Batasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya penelitian dan keterbatasan dana dan waktu yang ada,
penulis memberikan batasan penelitian berupa:
1. Kolimator yang diuji terdiri dari bahan dasar nikel.
2. Pengujian menggunakan metode gamma radiografi.
3. Kolimator diproduksi dengan metode centrifugal casting.
4. Sumber gamma yang digunakan untuk pengujian ialah Iridium-192
5. Film yang digunakan merupakan film X-ray AGFA D7
6. Beberapa film tidak dapat dilakukan analisis dikarenakan human error selama
pengujian.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses pengujian radiografi gamma beserta kualitas hasil
pengujian yang didapatkan dengan menggunakan referensi material baja
karbon.
2. Untuk mengetahui kualitas dan kelayakan kolimator yang telah diproduksi.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Sebagai data kualitas kinerja kolimator yang akan digunakan dalam
pembuatan alat BNCT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
4
2. Sebagai data referensi para peneliti dalam menentukan tingkat layak pakai
kolimator.
3. Sebagai referensi atau perbandingan untuk peneliti lain terhadap
permasalahan baru yang akan diteliti.
4. Sebagai referensi pembelajaran bagi masyarakat, pelajar, mahasiswa maupun
peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
5
BAB II
DASAR TEORI & TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI
2.1.1 Kanker
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Menurut International Agency for Research on Cancer sampai pada September
2018 diperkirakan terdapat 18.1 juta kasus kanker dengan angka kematian akibat
kanker mencapai 9.6 juta jiwa.
Kanker atau dapat disebut sebagai tumor dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
kanker jinak dan kanker ganas. Pada level jinak, tumor berkembang tidak sesuai
dengan sifat kanker, dimana tumor tidak menyebar menuju organ lainnya dan
penyakit ini dapat dideteksi. Berbeda dengan level ganas, kanker ganas akan
berbahaya apabila tidak segera ditangani (Farahdiba & Nugroho, 2016).
Berbagai teknik pengobatan diterapkan dalam menyembuhkan kanker seperti
pembedahan, kemoterapi, imunoterapi, targeted therapy, terapi hormon atau endokrin,
transplantasi sel induk dan terapi radiasi. Secara umum, penyembuhan kanker di
Indonesia dilakukan dengan operasi dan kemoterapi sementara radioterapi penerapannya
masih terbatas (Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari, 2017). Penyembuhan kanker
dengan metode operasi dan radioterapi efektif untuk kanker yang bersifat non-metastasis.
Namun, jika kanker telah menyebar, maka radioterapi merupakan metode yang lebih
efektif untuk mengatasi kanker metastatik (Wijaya & Muchtaridi, 2017).
a. Metode Operasi
Metode operasi merupakan metode yang mengawali penyembuhan kanker.
Dengan melakukan operasi pada bagian yang menjadi sumber kanker, dipercaya
dapat menyembuhkan penderita kanker. Namun, pengobatan kanker dengan
metode operasi tidak menunjukkan angka keberhasilan penyembuhan kanker yang
tinggi (Benjamin, 2014).
b. Metode Kemoterapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
6
Kemoterapi merupakan penggunaan obat-obat khusus untuk mematikan
sel kanker. Obat-obat tersebut dapat dimasukkan melalui suntikan, dalam bentuk
pil atau cairan. Obat ini dialirkan melalui pembuluh darah, sehingga obat mengalir
ke seluruh tubuh, dan efektif untuk pengobatan kanker yang telah menyebar ke
seluruh tubuh. Namun, penggunaan obat ini juga memiliki efek samping karena
ikut merusak beberapa sel normal (Yudissanta & Ratna, 2012).
c. Metode Radioterapi
Radioterapi menggunakan radiasi pengion (gelombang radio dengan
energi diatas 12 eV) karena dapat membentuk ion dan menyimpan energi ke sel-
sel jaringan yang melewatinya. Energi yang tersimpan ini akan membunuh sel
kanker atau menyebabkan perubahan genetik yang mengakibatkan kematian sel
kanker. Metode ini masih terbatas penggunaanya dikarenakan biaya produksinya
yang mahal (Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari, 2017).
2.1.2 BNCT (Boron Neutron Capture Therapy)
BNCT atau Boron Neutron Capture Therapy merupakan suatu teknik
pengobatan kanker dengan menggunakan metode selective targeting. Teknik ini
menggunakan nuklida radioaktif yaitu boron (10
B) yang kemudian disinari oleh
neutron termal dan terjadi reaksi nuklir 10
B(n,α)7Li. Reaksi ini mengemisikan
partikel alfa dan inti 7Li dengan energi kinetik total 2,79 MeV. Kedua partikel ini
memiliki jarak jangkauan sebesar 4-10 μm. Nilai ini setara dengan diameter sel
manusia, sehingga penyinaran pada sel kanker dapat dilakukan secara selektif jika
sel kanker mengandung konsentrasi boron yang tinggi. Interaksi boron-10 dengan
neutron termal ditunjukkan dengan Gambar 2.1.
Boron digunakan dalam metode ini karena Boron merupakan unsur kimia
yang paling cocok dengan tampang lintang reaksi sebesar 3840 barns (3,84 x 10-25
m2) untuk menangkap neutron termal serta tidak beracun (Brandão & Campos,
2009). Syarat agar BNCT berhasil ialah terdapat konsentrasi boron dalam jumlah
besar pada sel kanker dan intensitas neutron termal yang cukup untuk mencapai
atom boron dan memulai reaksi tangkapan neutron boron (Nurwati & Prasetya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
7
2014). Boron lebih banyak diserap oleh daerah yang terinfeksi tumor, hal ini
dikarenakan metabolisme pada sel kanker lebih tinggi daripada metabolisme pada
sel sehat (Brandão & Campos, 2009).
2.1.3 Karakteristik Neutron Untuk BNCT
Untuk berinteraksi dengan diperlukan neutron termal atau neutron
berenergi rendah. Namun karena banyaknya kasus kanker yang terletak di bagian
dalam tubuh, maka diperlukan neutron dengan energi lebih tinggi. Hal itu
dikarenakan neutron akan melewati kulit dan lapisan lainnya sebelum mencapai
sel kanker. Untuk itu diperlukan neutron epitermal yang berenergi di atas termal
(F, Riyatun, & Suharyana, 2015).
Untuk memenuhi kebutuhan BNCT, International Atomic Energy Agency
(IAEA) telah mengatur standar kualitas dan kuantitas neutron yang digunakan
yang meliputi parameter-parameter yang harus dipenuhi sehingga tercapai
kesehatan dan keselamatan untuk pekerja maupun pasien iradiasi. Kelima
parameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Gambar 2.1 Persamaan interaksi 10
B dengan neutron termal (Setiyadi,
Sardjono, & Darmawan, 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
8
Tabel 2.1 Parameter standar kualitas neutron menurut IAEA
2.1.4 Kolimator BNCT
Beam Shaping Assembly (BSA) atau kolimator BNCT didesain dengan
tujuan untuk memoderasi neutron berenergi tinggi menjadi neutron berenergi
rendah, mengeliminasi neutron cepat & neutron termal, serta meminimalisir
partikel gamma yang dihasilkan (Fantidis & Nicolaou, 2018). Gambar 2.2
merupakan bentuk BSA secara umum untuk mendapatkan sinar neutron sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
Moderator melakukan moderasi terhadap sinar neutron yang berasal dari
sumber neutron. Sinar neutron ini masih memiliki banyak neutron cepat yang
Thermal BNCT Epithermal BNCT
Parameter Notasi (satuan) Rekomendasi
IAEA Parameter Notasi (satuan)
Rekomendasi IAEA
Fluks neutron
termal φthermal (cm-2s-1) >109 Fluks neutron
epitermal φepithermal (cm-2s-1) >109
Rasio laju dosis neutron cepat dan
fluks neutron termal
Ḋf / φ𝑒𝑝𝑖𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙
(𝐺𝑦 𝑐𝑚2
/𝑛)
<2.0 x 10-13
Rasio laju dosis
neutron cepat dan
fluks neutron epitermal
Ḋf / φ𝑒𝑝𝑖𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 (𝐺𝑦
𝑐𝑚2
/𝑛)
<2.0 x 10-13
Dgamma∕φepithermal
Ḋ𝛾 / φ𝑒𝑝𝑖𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 (𝐺𝑦 𝑐𝑚2
/𝑛)
<2×10-13
Rasio laju dosis
gamma dan fluks
neutron epitermal
Ḋ𝛾 / φ𝑒𝑝𝑖𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 (𝐺𝑦
𝑐𝑚2
/𝑛)
<2.0 x 10-13
Rasio antara fluks termal dan fluks
total φtℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙∕φ𝑡otal >0.9
Rasio antara fluks termal dan
epitermal φ𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙∕φepitℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 <0.05
Rasio antara arus neutron dan fluks neutron (𝐽/φ𝑒𝑝𝑖𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙) >0.7 Fast Energy E >10 keV
Epithermal energy 0.5 eV<E<10 keV Thermal energy E <0.5 eV
Gambar 2.2 Bentuk Umum BSA (Bavarnegin, Kasesaz, &
Wagner, 2017)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
9
tidak sesuai dengan kriteria IAEA. Moderasi yang dilakukan akan menurunkan
neutron cepat menjadi neutron epitermal (A, Sardjono, & Widiharto, 2014).
Reflektor berperan penting dalam penyediaan sinar neutron. Reflektor
menjaga kestabilan jumlah neutron didalam kolimator, dan mencegah keluarnya
neutron dari kolimator karena mengalami hamburan oleh moderator (F, Riyatun,
& Suharyana, 2015). Neutron yang keluar tersebut dapat diminimalisir dengan
memasang reflektor mengelilingi moderator (Bavarnegin, Kasesaz, & Wagner,
2017).
Apperture merupakan bagian yang dapat memusatkan dan menaikkan
intensitas berkas neutron dengan merancang dinding kolimator seperti kerucut,
dengan diameter awal yang lebar dan ujung yang sempit (A, Sardjono, &
Widiharto, 2014). Untuk mendapatkan sinar neutron yang berkualitas, digunakan
filter neutron cepat, filter neutron epitermal, dan filter gamma (Bavarnegin,
Kasesaz, & Wagner, 2017).
Salah satu komponen kolimator yaitu reflektor, terbuat dari bahan nikel.
Kolimator ini memiliki panjang total 156 cm, dengan diameter luar (d0) sebesar 19
cm dan diameter dalam (di) sebesar 16 cm, sehingga ketebalan dari
kolimator/reflektor sebesar 1,5 cm. Kolimator terbagi menjadi 12 segmen
sehingga tiap segmen memiliki panjang sejauh 13 cm. Kolimator berbentuk
tabung dengan material peyusun terdiri dari nikel dengan tingkat kemurnian di
atas 95% (Widarto, Trikasjono, & Akbar, 2016).
Proses manufaktur kolimator BNCT melalui tahap pelelehan material nikel
murni kemudian diikuti dengan proses pengecoran sentrifugal. Material yang
digunakan yaitu nikel dengan tingkat kemurnian 98.9%, berbentuk persegi dengan
ukuran 15 x 15 cm2 dan 3 x 3 cm
2. Proses pelelehan nikel menggunakan tanur
busur listrik (electric arc furnace). Metode ini digunakan karena salah satu sifat
nikel yaitu memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. (Mujiyono, Suharto,
Nurjaman, Mukhammad, Nurhadiyanto, & Sumowidagdo, 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
10
2.1.5 Nikel
Nikel merupakan unsur dengan nomor atom 28 di tabel periodik unsur.
Nikel merupakan logam berwarna putih keperakan yang terletak di baris keempat
dan golongan VIII B pada tabel periodik unsur, bersama dengan kobalt dan besi.
Massa atom nikel ialah 58.71. Struktur normal dari kristal nikel berbentuk kubus
berpusat muka (face-centered cubic). Massa jenis nikel pada suhu kamar (25°C)
adalah 8.902 g/cm3. Titik lebur nikel berkisar 1453 °C (2647 °F). Titik didih nikel
diperkirakan sekitar 2723 °C. Untuk nikel dengan tingkat kemurnian 99.95%,
kalor peleburan nikel adalah 17,48 kJ/mol dan kalor penguapan nikel adalah 377,5
kJ/mol (Rosenberg, 1968).
Banyak bahan paduan yang menggunakan bahan nikel karena memiliki
kekuatan struktur terhadap proses creep, fatigue, dan kestabilan permukaan pada
suhu tinggi sehingga juga digunakan pada mesin pesawat dan turbin gas
pembangkit listrik (Sujiono, Diantoro, & Samnur, 2014).
Nikel juga dapat terkorosi dalam lingkungan yang mendukung korosi
terjadi. Namun, nikel dapat melindungi diri sendiri dengan membentuk lapisan
tahan korosi (passive layer), sehingga dapat menahan laju korosi (Zhang, et al.,
2014). Nikel memiliki resistansi tinggi terhadap korosi yang disebabkan oleh air,
seperti air suling, air kran, air tawar.
Nikel merupakan suatu jenis logam yang telah digunakan sebagai logam
paduan (alloy). Nikel digunakan pada lebih dari 300.000 produk industri, militer,
transportasi, penerbangan, kelautan, dan arsitektur. Penggunaan nikel terbesar
yaitu sebagai logam paduan (alloy), dipadu dengan kromium atau logam lainnya
untuk menghasilkan baja tahan karat. Jenis logam ini banyak digunakan untuk
peralatan rumah tangga, konstruksi, alat transportasi, pipa minyak dan gas, alat
medis, bidang farmasi, serta industri makanan dan minuman (Arif, 2018).
Secara umum, nikel digunakan sebagai bahan campuran untuk produksi
baja tahan karat (stainless steel), campuran nikel, dan campuran nikel-besi cor,
yang kemudian digunakan sebagai material produksi objek seperti koin,
perlengkapan kelistrikan, perlengkapan kerajinan, alat-alat mekanik, senjata,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
11
perlengkapan rumah tangga, dan peralatan masak. Gambar 2.3 menunjukkan
penggunaan nikel secara umum (Barceloux, 1999).
2.1.6 Pengecoran Sentrifugal (Centrifugal Casting)
Casting atau pengecoran merupakan metode produksi komponen logam
yang paling tua dan tradisional. Metode pengecoran digunakan untuk produksi
kolimator BNCT. Ada tiga metode pengecoran yang dapat digunakan untuk
produksi kolimator, yaitu metode gravity casting, centrifugal casting, dan
investment casting.
Sebelumnya, kolimator BNCT diproduksi menggunakan metode gravity
casting. Namun, gravity casting memiliki beberapa kelemahan seperti proses
pengecoran yang lebih kompleks, desain raiser, dan cetakan pasir. Metoda ini
berpotensi menghasilkan defek seperti porositas, dan kavitasi (Nurhadiyanto,
Mujiyono, & Ristadi, 2017). Metode gravity casting mempertimbangkan
parameter-parameter seperti; temperatur cetakan, temperatur pemanasan awal,
waktu penuangan, material pelapis cetakan, kecepatan tuang, ketebalan pelapis
cetakan (Malhotra & Kumar, 2016).
Investment casting merupakan salah satu metode pengecoran yang mampu
menghasilkan produk dengan tingkat akurasi dimensi yang tinggi, serta tingkat
defek yang rendah. Pengecoran investment ini juga dikenal sebagai pengecoran
presisi, atau lost-wax casting (Singh & Singh, 2015). Metode ini menggunakan
cetakan dari bahan lilin, yang selanjutnya diikuti dengan penuangan logam cair
menuju cetakan. Keunggulan dari metode ini ialah kemampuan dalam
menghasilkan produk yang membutuhkan ketelitian dan akurasi dimensi yang
Gambar 2.3 Penggunaan Nikel (Barceloux, 1999)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
12
tinggi, cocok digunakan untuk produksi jangka panjang dengan alat pengecoran
yang efisien, ramah lingkungan, cocok untuk desain produk yang rumit.
Sementara kekurangan metode ini ialah kemampuan pengecoran terbatas oleh
ukuran dan berat, diperlukan perhatian pada tahap proses pengecoran, harga alat-
alat pengecoran yang mahal, dan laju produksi yang lambat (Singh, Singh, &
Hashmi, 2016).
Centrifugal Casting merupakan salah satu metode pengecoran yang
menghasilkan produk cor berbentuk silinder dengan memanfaatkan putaran untuk
menghasilkan gaya sentrifugal. Pada pengecoran sentrifugal, logam cair dituang
ke dalam cetakan yang berputar. Saat proses penuangan, gaya sentrifugal yang
diperoleh dari putaran cetakan mengakibatkan logam cair yang dituang terdorong
menuju diameter luar cetakan (Situngkir, 2009). Akibat gaya sentrifugal tersebut,
dihasilkan hasil coran yang mampat (Santoso & Setiawan, 2015). Metode
pengecoran sentrifugal banyak dilakukan untuk manufaktur tabung dan pipa
seperti pipa air, pipa gas, saluran pembuangan air, cincin, bushing (bantalan),
silinder mesin, tiang lampu jalan, rem tromol dan lain-lain (Ebhota, Karun, &
Inambao, 2016).
Pada metode pengecoran sentrifugal, salah satu parameter yang berperan
penting dalam menentukan hasil pengecoran ialah kecepatan putar (Santoso &
Setiawan, 2015). Kecepatan putar akan mempengaruhi gaya sentrifugal yang
dihasilkan selama pengecoran berlangsung. Adanya gaya sentrifugal akan
mendorong logam cair dan mengisi rongga-rongga yang terbentuk karena material
mengalami pembekuan. Pada metode ini, terjadi pembekuan terarah (directional
solidification) dari diameter luar menuju diameter dalam. Hal ini akan
menurunkan potensi terjadinya shrinkage (Tjitro & Sugiharto, 2004) (Santoso &
Setiawan, 2015). Selain itu pengecoran sentrifugal juga merupakan metode
pengecoran yang menutupi kelemahan gravity casting (Mujiyono, Suharto,
Nurjaman, Mukhammad, Nurhadiyanto, & Sumowidagdo, 2018). Skema prinsip
pengecoran sentrifugal dapat dilihat pada Gambar 2.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
13
Metode pengecoran sentrifugal memiliki beberapa kelebihan seperti:
a. Kualitas coran yang dihasilkan lebih baik karena adanya dorongan gaya
sentrifugal saat logam cair dituang dan membeku. Dimensi akurat,
permukaan akhir yang bagus, porositas dapat diminimalisir.
b. Lebih murah karena tidak menggunakan inti dan riser.
c. Pembekuan lebih cepat dan sifat metalurgi produk yang dihasilkan bagus.
d. Menghasilkan gaya yang besar.
e. Proses permesinan yang dilakukan lebih mudah. Cacat seperti slag dan
impurities cenderung berkumpul di diameter dalam coran dan dapat
diperbaiki melalui proses permesinan (Ebhota, Karun, & Inambao, 2016).
Kekurangan metode sentrifugal yaitu bentuk coran yang terbatas pada
bentuk tabung dan silinder (Santoso & Setiawan, 2015). Selain itu biaya peralatan
serta perawatannya tergolong mahal. Metode ini juga membutuhkan gaya
sentrifugal yang tinggi dalam proses produksinya. Cetakan metode sentrifugal
juga hanya dapat digunakan untuk suatu bentuk tertentu, sehingga laju produksi
Gambar 2.4 Prinsip pngecoran Horizontal Centrifugal Casting (Tjitro &
Sugiharto, 2004)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
14
metode pengecoran sentrifugal cukup rendah (Mujiyono, Suharto, Nurjaman,
Mukhammad, Nurhadiyanto, & Sumowidagdo, 2018).
Selain itu, karena adanya tekanan dari logam cair terhadap cetakan, maka
diperlukan cetakan yang cukup kuat untuk menahan tekanan dari logam cair
sehingga cetakan tidak pecah saat proses pengecoran sentrifugal berlangsung.
Laju aliran logam cair juga dapat mengikis permukaan cetakan. Hal ini
menunjukkan bahwa metoda pengecoran sentrifugal juga membutuhkan cetakan
dengan permukaan yang mampu bertahan dari pengikisan yang disebabkan oleh
aliran logam cair (Mujiyono, Suharto, Nurjaman, Mukhammad, Nurhadiyanto, &
Sumowidagdo, 2018). Metode centrifugal casting ini juga dapat dilakukan untuk
menghasilkan produk coran berpenampang persegi atau bentuk lain, namun
lubang pada bagian dalam produk coran akan berbentuk lingkaran.
Dalam proses pembuatan kolimator BNCT, digunakan mesin pengecoran
sentrifugal dengan kecepatan putar mencapai 2200 rpm. Gambar 2.5 menunjukkan
mesin pengecoran sentrifugal yang dipakai untuk pembuatan kolimator BNCT
(Mujiyono, Suharto, Nurjaman, Mukhammad, Nurhadiyanto, & Sumowidagdo,
2018).
2.1.7 Uji Tak Rusak (Non-Destructive Testing)
Pengujian tanpa rusak (Non-Destructive Testing) merupakan metode
pengujian suatu bahan tanpa merusak atau mengubah kondisi fisik bahan tersebut.
Pengujian ini bertujuan untuk menemukan cacat yang terletak di bawah
permukaan, yang tidak dapat dilihat secara visual (Zacharias, Garnito, & Wahono,
Gambar 2.5 Mesin Pengecoran Sentrifugal (Mujiyono, Suharto, Nurjaman,
Mukhammad, Nurhadiyanto, & Sumowidagdo, 2018)
Penuangan logam cair Gate
Mesin
Sentrifugal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
15
2016). Ada berbagai macam pengujian tanpa rusak, yang banyak digunakan yaitu
Dye Penetrant Testing, Ultrasonic Testing (UT), Radiographic Testing (RT),
Eddy Current Testing, Visual Inspection, Magnetic Particle Inspection, Accoustic
Emission Testing (Dwivedi, Vishwakarma, & Soni, 2018). Kolimator BNCT yang
telah diproduksi kemudian di uji kualitasnya menggunakan metode pengujian
tanpa rusak (Uji NDT). Pengujian dilakukan untuk mengetahui kualitas kolimator
yang telah di produksi.
Dye Penetrant Testing merupakan metoda pengujian dengan cara kerja
sederhana, namun memberi keuntungan berupa proses pengujian yang cepat serta
akurat dalam mendeteksi defek pada permukaan spesimen. Metode ini digunakan
untuk mendeteksi cacat pada permukaan komponen, dengan material logam
maupun non-logam. Prinsip kerja metoda ini ialah dengan menyemprotkan cairan
penetrant ke spesimen. Defek pada permukaan objek akan terlihat lebih jelas
sebagai akibat disemprotkan cairan tersebut (Endramawan & Sifa, 2017).
Ultrasonic Testing (UT) merupakan salah satu metode uji tak rusak.
Pengujian ultrasonik memanfaatkan frekuensi gelombang suara dalam mendeteksi
cacat. Frekuensi gelombang suara yang digunakan dalam pengujian UT berkisar
antara 500 kHz–25 MHz (British Institute of Non-Destructive Testing, 2015).
Gelombang ultrasonik dihasilkan oleh probe dengan cara mengonversikan energi
listrik menjadi energi mekanis. Perubahan ini dinamakan piezoelectric effect.
Piezoelectric effect bersifat reversibel, yang berarti perubahan energi listrik
menjadi energi mekanis dapat diubah kembali menjadi energi listrik. Ketebalan
dan defek pada ojek dapat ditentukan dengan 3 cara, yaitu teknik resonansi, teknik
transmisi, dan teknik pantulan. Dari ketiga teknik ini, teknik pantulan lebih umum
digunakan (Endramawan & Sifa, 2017). Prinsip dari teknik pantulan adalah
dengan memancarkan gelombang ultrasonik ke spesimen, lalu spesimen akan
memantulkan gelombang ultrasonik kembali dan kemudian ditangkap oleh
transduser. Defek dapat ditentukan dari amplitudo gelombang pantulan beserta
lokasinya. Pengujian ultrasonik dapat digunakan untuk menentukan defek dan
lokasinya pada material komposit, dan sering digunakan dalam perbaikan pesawat
terbang (Sharma & Sinha, 2018). Gambar 2.6 menunjukkan skema UT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
16
Kelebihan dari pengujian UT ialah, mampu melakukan penetrasi pada
objek yang tebal serta mendeteksi cacat dibawahnya, mampu mendeteksi defek
yang kecil serta menentukan ukuran dan lokasinya, pengujian hanya
membutuhkan satu sisi objek, dan alat pengujian yang portabel. Sementara
kekurangan pengujian ini ialah, interpretasi defek yang tidak mudah,
membutuhkan tenaga kerja yang berpengalaman, sulit menguji objek dengan
permukaan kasar dan tidak beraturan (British Institute of Non-Destructive Testing,
2015).
Visual Inspection merupakan salah satu metode uji tak rusak yang
bertujuan untuk memastikan produk yang telah dihasilkan terbebas dari cacat dan
dapat digunakan untuk kebutuhan selanjutnya. Keunggulan dari metode ini ialah
metode inspeksi visual merupakan salah satu metode pengujian yang sensitif
dalam mendeteksi diskontinuitas pada permukaan objek, proses berlangsungnya
yang cepat, serta peralatan yang relatif murah. Namun, kelemahan dari metode ini
ialah tingginya potensi terjadi kesalahan selama inspeksi berlangsung, tidak dapat
mendeteksi cacat di bawah permukaan, serta tingkat deteksi yang rendah. Selain
itu metode ini juga menimbulkan resiko bagi orang yang melakukan inspeksi
(British Institute of Non-Destructive Testing, 2015).
Gambar 2.6 Skema Pengujian UT. Grafik diskontinuitas ditunjukkan pada
bagian B. (British Institute of Non-Destructive Testing, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
17
Kekurangan metode inspeksi visual diatas disebabkan oleh berbagai hal,
salah satunya faktor tenaga kerja. Kemampuan visual tiap orang yang berbeda-
beda mempengaruhi kualitas pemeriksaan yang dilakukan. Selain itu faktor seperti
usia, pengalaman juga ikut mempengaruhi. Meski demikian metode NDT lainnya
seperti radiografi, magnetic particle, dye penetrant tetap bergantung pada inspeksi
visual seperti observasi dan interpretasi cacat pada permukaan objek (See, Drury,
Speed, Williams, & Khalandi, 2017).
Magnetic Paricle Inspection merupakan salah satu metode pengujian tak
rusak yang menfaatkan garis medan magnet dan material feromagnetik dalam
mendeteksi cacat pada objek. Metode ini digunakan untuk mengetahui cacat pada
permukaan maupun di bawah permukaan objek (Chesnokova, Kalayeva, &
Ivanova, 2017).
Untuk melaksanakan metode ini, komponen yang diperiksa harus terbuat
dari bahan feromagnetis seperti besi, nikel, tembaga, dan lain-lain. Pada objek
yang tidak memiliki cacat, fluks magnet akan tersebar merata, karena kesamaan
permeabilitas material pada benda. Sementara, apabila terdapat defek pada
komponen, aliran fluks magnet pada spesimen akan mengalami belokan. Hal ini
dikarenakan perbedaan permeabilitas material pada benda. Keberadaan defek pada
spesimen akan membentuk kutub magnetis lokal baru di daerah defek dan
mengeluarkan membelokkan arah alir fluks. Hal ini mengakibatkan berkumpulnya
indikator feromagnetis, seperti serbuk besi, pada daerah sekitar defek (Zolfaghari,
Zolfaghari, & Kolahan, 2018).
Besar belokan aliran fluks dipengaruhi oleh arah cacat yang terdapat pada
benda. Jika arah cacat sejajar dengan arah flux, maka tidak akan ada belokan
aliran fluks yang terlihat. Bila arah cacat terhadap aliran fluks membentuk sudut,
maka akan terlihat belokan fluks pada daerah yang cacat. Cacat pada material
mengandung udara sehingga menyebabkan perbedaan permeabilitas yang harus
dilewati oleh fluks. Selain itu, kedalaman dan lebar cacat juga mempengaruhi
belokan aliran fluks yang muncul. Semakin besar cacat pada objek, maka semakin
besar fluks yang mengalami pembeloka, demikian sebaliknya. Bentuk cacat juga
mempengaruhi pembelokan fluks yang terlihat, dimana cacat longitudinal berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
18
crack menghasilkan pembelokan fluks yang lebih besar dibandingkan cacat
berupa lingkaran seperti slag (Kumar & Durgbans, 2017).
Eddy Current Testing merupakan salah satu metode NDT yang bekerja
menggunakan prinsip induksi elektromagnetis. Prinsip kerja eddy current testing
adalah sebagai berikut. Sumber listrik mengalirkan arus bolak-balik menuju
kumparan dan kawat pada kumparan. Arus bolak-balik yang melewati kumparan
akan menghasilkan medan magnet bolak-balik. Selanjutnya, objek yang akan
diinspeksi didekatkan dengan kumparan sehingga terjadi induksi arus listrik antara
kumparan dengan objek yang diuji dan menghasilkan arus eddy (Zhou, Hou, Pan,
Chen, & Wang, 2015).
Arus eddy ini mengalir membentuk lingkaran yang terpusat dan tegak
lurus terhadap medan magnet yang dihasilkan oleh kumparan dengan arah putaran
yang bergantung pada arah putaran kumparan. Diskontinuitas dapat terdeteksi
dengan posisi bersilangan terhadap arus eddy pada material yang diuji. Gambar
2.7 menunjukkan skema prinsip kerja metode eddy current. Eddy Current Testing
memiliki beberapa keunggulan seperti: kemampuan mendeteksi crack dan
beberapa sifat material lainnya dan sensitif. Kekurangan dari metode ini yaitu:
hanya dapat digunakan pada material bersifat konduktor, kedalaman penetrasi
yang terbatas, arus eddy hanya dapat dihasilkan oleh garis arus bolak-balik
(British Institute of Non-Destructive Testing, 2015).
Gambar 2.7 Skema cara kerja Eddy Current Testing. (AbdAlla, Faraj, Samsuri,
Rifai, Ali, & Al-Douri, 2019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
19
Accoustic Emission (AE) merupakan suatu fenomena dimana sebuah
material mengalami gaya eksternal sehingga mengeluarkan energi dalam bentuk
gelombang elastis. Terdapat berbagai macam energi yang dilepaskan, yaitu elastic,
non-linear elastic, elastic-plastic, dan elastic-viscoplastic, namun energi yang
paling dapat dideteksi merupakan energi elastic sementara energi yang lain
teratenuasi. Gaya eksternal yang bekerja pada material tersebut memicu terjadinya
proses deformasi seperti kemunculan crack, dislokasi, dan lain-lain (Bakhri,
Sumarno, Himawan, Akbar, Subekti, & Sunaryo, 2017). Energi elastis yang
dihasilkan tersebut ditangkap oleh sensor piezoelektrik yang mengalami kontak
langsung dengan objek. Transduser AE akan menerima energi elastic yang
merepresentasikan deformasi yang terjadi pada material dan mengubah
gelombang mekanik menjadi listrik yang kemudian diproses dengan alat-alat AE
(Filipussi, Guzmán, Xargay, & Hucailkuk, 2015).
Metode pengujian radiografi merupakan metode pengujian yang
menggunakan sinar-X atau sinar gamma. Metode ini memberikan keuntungan
yaitu kemudahan dalam mendeteksi struktur benda uji dan cacat dibawah
permukaan benda uji. Metode radiografi dapat digunakan untuk menentukan cacat
yang tidak dapat dideteksi dengan metode lain (Mgonja, 2017). Namun
kekurangan metode ini adalah peralatan yang tergolong mahal, serta
pengoperasian radiasi yang tergolong berbahaya. Selain itu kemampuan sinar
radioaktif dalam mendeteksi benda uji dibatasi oleh ketebalan benda yang akan
diuji itu sendiri.
Hasil data pengujian tak rusak (NDT) tergolong kompleks. Hal itu
mengakibatkan analisa hasil harus dilakukan oleh orang yang benar-benar
berkompeten di bidangnya. Teknisi yang melakukan pengujian juga harus
berpengalaman dan ahli di bidangnya (Verma, Bhadauria, & Akhtar, 2013).
2.1.8 Uji Radiografi (Radiography Testing)
Uji radiografi merupakan suatu metode untuk mendeteksi keberadaan
cacat dibawah permukaan objek tanpa merusak objek tersebut dengan
menggunakan radiasi (Lopez, Bacelar, Pires, Santos, Sousa, & Quintino, 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
20
Radiasi diperoleh dari sumber radiasi seperti material radioaktif. Radiasi
kemudian menembus objek lalu ditangkap oleh film yang diletakkan di belakang
objek. Gambar 2.8 menunjukkan skema umum pengujian radiografi. Keberadaan
lubang, cacat, pengotor, atau jenis cacat lainnya pada objek akan meninggalkan
intensitas radiasi yang lebih besar. Hal itu dikarenakan radiasi melewati bagian
objek dengan ketebalan yang lebih rendah. Sementara bagian objek yang tidak
terdapat cacat menahan radiasi lebih banyak sehingga meninggalkan intensitas
radiasi yang lebih kecil. Perbedaan intensitas radiasi ini dapat dilihat pada film
yang diletakkan di belakang objek. Adanya cacat pada benda ditunjukkan oleh
bagian pada film yang lebih gelap dari sekitarnya (International Atomic Energy
Agency, 1996).
Radiasi merupakan salah satu bentuk dari energi. Ada dua jenis radiasi,
radiasi yang pertama yaitu radiasi partikel berupa partikel kecil dan cepat yang
memiliki energi dan berat, contohnya ialah elektron. Jenis radiasi yang kedua
yaitu energi murni dan tak memiliki berat. Contohnya adalah sinar gamma, sinar-
X, cahaya. Jenis radiasi ini dinamakan gelombang elektromagnetik atau radiasi
elektromagnetik. Sinar-X memiliki energi yang lebih besar dari cahaya biasa
(McGuire & Peabody, 1982). Sinar-X juga termasuk radiasi elektromagnetik
dengan kisaran energi 100 elektronvolt (eV) sampai 100 kilo elektronvolt (100
keV). Sinar gamma memiliki energi yang lebih besar dengan kisaran energi 100
keV sampai 10 mega elektronvolt (MeV) (Yilmaz, Güzeldir, Akkuş, & Öznülüer,
Gambar 2.8 Skema Pengujian Radiografi (International Atomic Energy Agency,
1996)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
21
2018). Partikel kecil dari atom yang dilemparkan keluar juga termasuk radiasi,
namun memiliki massa dan energi (McGuire & Peabody, 1982). Gambar 2.9
menunjukkan spektrum gelombang elektromagnetik.
Aktivitas sumber dinyatakan dengan satuan becquerels (Bq), dan
mengindikasikan jumlah atom radionuklida yang terdisintegrasi dalam tiap detik
(dps atau s-1
). 1 Becquerel setara dengan 1 atom terdisintegrasi per detik. Aktivitas
sumber tergantung dari waktu paruh radionuklida. Setiap radionuklida memiliki
waktu paruh yang berbeda-beda. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh
aktivitas sumber suatu radionuklida untuk meluruh menjadi setengah dari nilai
awalnya. Satuan aktivitas sumber juga dapat dinyatakan dengan Curie (Ci), yang
didefinisikan sebagai laju aktivitas dari satu gram radium-226. 1 Curie ekuivalen
dengan 37.000.000.000 dps atau 37 GBq (GE Inspection Technology, 2008).
Laju radiasi yang diserap oleh manusia atau bagian tubuh manusia
dinyatakan sebagai dosis. Dosis dinyatakan dengan satuan unit Gray (Gy). Dosis
juga dapat didefinisikan sebagai jumlah energi yang disimpan per satuan massa
(J/kg). Selain itu digunakan juga satuan sievert (Sv). Untuk radiasi X-ray, gamma,
dan beta, satu sievert setara dengan satu gray (Bluemke & Liu, 2012).
Dibandingkan dengan metode uji tak rusak lainnya, metode radiografi
memiliki keuntungan dan kekurangan seperti,
Gambar 2.9 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (British Institute of Non-
Destructive Testing, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
22
Keuntungan uji radiografi;
a. Diskontinuitas pada permukaan dan bagian dalam spesimen dapat
dideteksi
b. Memiliki sedikit batasan material
c. Tidak memerlukan banyak persiapan
d. Hasil uji bersifat permanen
e. Alat uji mudah dibawa
Kekurangan uji radiografi;
a. Kedalaman diskontinuitas tidak dapat diketahui
b. Berpotensi bahaya bagi operator disekitarnya
c. Peralatan radiografi yang cukup mahal (Dong & Ansari, 2011)
d. Proses yang berlangsung lambat
e. Dibutuhkan pengalaman dan keahlian yang tinggi untuk melakukan
penyinaran dan interpretasi (International Atomic Energy Agency, 1996)
2.1.9 Gamma Radiografi
Metode ini menggunakan interaksi antara sinar gamma dengan benda uji.
Sinar gamma diperoleh dari sumber gamma (gamma source). Saat berinteraksi
dengan benda uji, sinar gamma akan mengalami tiga kondisi yaitu,
dipantulkan/dihamburkan, diserap, dan ditransmisikan (Zacharias, Garnito, &
Wahono, 2016). Tabel 2.2 menunjukkan beberapa jenis sumber gamma dengan
kemampuan penetrasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
23
Tabel 2.2 Beberapa jenis sumber gamma yang digunakan dalam radiografi
industri (International Atomic Energy Agency, 1999); (International Atomic
Energy Agency, 1996)
Radionuklida Energi Gamma (MeV) Waktu Paruh Kemampuan Penetrasi
(mm)
Cobalt-60 Tinggi (1.17 dan 1.33) 5.3 Tahun 50 – 150
Sesium-137 Tinggi (0.662) 30 Tahun 50 – 100
Iridium-192 Sedang (0.2 - 1.4) 74 Hari 10 – 70
Selenium-75 Sedang (0.12 – 1.97) 120 Hari 4 – 28
Ytterbium-169 Rendah (0.008 – 0.31) 32 Hari 2.5 – 15
Thulium-170 Rendah (0.08) 1.92 Tahun 2.5 – 12.5
a. Peralatan Gamma Radiografi
Peralatan gamma radiografi terdiri dari kamera gamma dengan sumber
gamma didalamnya, dilengkapi dengan kabel pengarah (guide tube) dengan
pemancar radiasi di ujung kabelnya. Kamera gamma ini juga dihubungkan dengan
engkol yang berfungsi mengatur penyinaran (Jumpeno, 2014). Gambar 2.10
menunjukkan kamera gamma dan bagian-bagiannya.
Kamera gamma merupakan sebuah alat yang dilengkapi dengan lapisan
pelindung yang digunakan untuk menyimpan sumber gamma yang dapat
memancarkan radiasi Di dalam kamera gamma, sumber gamma seluruhnya
terlapisi oleh lapisan pelindung, dan saat dikeluarkan dari kamera gamma, sumber
gamma akan memancarkan radiasi gamma. Alat ini digunakan untuk menyinari
film dengan sinar gamma (International Atomic Energy Agency, 1999).
Perlengkapan untuk pengujian gamma umumnya menggunakan kamera
gamma kelas P (bersifat portable). Sebagian besar kamera gamma ini digolongkan
dalam projection exposure container, yaitu kamera gamma dengan sumber
radioaktif didalamnya yang dapat diproyeksikan ke luar kamera melalui pengarah
(guide tube) dan dikendalikan oleh operator yang terletak jauh dari kamera
gamma (Jumpeno, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
24
Di dalam kamera gamma, terdapat sumber gamma yang disambung
dengan kabel pendek dan fleksibel yang disebut pigtail. Sumber gamma dan
pigtail dijaga agar tetap berada di dalam kamera gamma dengan pengunci. Saat
kamera gamma terkunci, sumber tidak dapat dikeluarkan dari kamera gamma.
Untuk melakukan penyinaran, sumber gamma akan dikeluarkan melalui guide
tube dan engkol (manual crank). Di ujung guide tube terdapat sebuah kolimator
yang umumnya terbuat dari bahan tungsten yang akan menghalangi radiasi
memancar kecuali ke arah yang sudah ditentukan. Kabel engkol ditarik sejauh
mungkin untuk memperbesar jarak antara kamera gamma dengan radiografer.
Untuk memulai penyinaran, radiografer harus memutar engkol dengan cepat agar
sumber gamma dapat keluar dan menuju kolimator di ujung guide tube. Setelah
penyinaran selesai, sumber ditarik kembali menggunakan engkol. Saat melakukan
penyinaran, kondisi radiasi di sekitar area harus diperhatikan (International
Atomic Energy Agency, 1996).
Gambar 2.10 Kamera Gamma dan bagian-bagiannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
25
b. Film Radiografi
Saat sinar gamma dilewatkan melalui spesimen, sinar kemudian ditangkap
oleh film yang terletak di belakang spesimen. Citra yang terbentuk di belakang
film akan memberikan gambaran dan informasi mengenai struktur suatu spesimen.
Film radiografi umumnya dibuat dari cellulosa-acetat-base yang dilapisi emulsi
gelatin dari bahan silver halida misalnya AgBr. Film dengan lapisan ganda
(double emulison coated film) merupakan film yang dilapisi bahan emulsi pada
kedua sisinya, sementara film dengan lapisan tunggal (single emulsion coated
film) merupakan film yang dilapisi bahan emulsi hanya pada satu sisinya saja
(Gunawan, Sutiarso, Suyatno, Setiawan, & Juliyani, 2009).
Film dan emulsi dihubungkan oleh lapisan adhesive coating, di atasnya
terdapat lapisan protective overcoat yang berfungsi untuk melindungi film.
Berbeda dengan film yang digunakan untuk fotografi, film radiografi dilapisi
emulsi pada kedua sisinya. Gambar 2.11 menunjukkan susunan struktur film.
Bahan emulsi pada film sangat sensitif terhadap cahaya (Gunawan,
Sutiarso, Suyatno, Setiawan, & Juliyani, 2009). Saat film terkena radiasi, butiran
perak halida mengalami ionisasi, sehingga terjadi pemisahan antara ion perak dan
ion halida. Halida kemudian diserap oleh gelatin dan Ag kemudian terperangkap
dalam kristal.
Gambar 2.11 Tampak samping struktur film radiografi (British Institute of Non-
Destructive Testing, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
26
Ion perak yang terlepas membentuk citra pada film yang tidak langsung
terlihat. Gambar pada film dapat terlihat setelah dilakukan pencucian. Kualitas
citra film yang dihasilkan dipengaruhi oleh densitas film, kontras film dan definisi
film. Layak tidaknya hasil radiografi ditentukan dengan menggunakan IQI (Image
Quality Indicator) yang diatur dalam ASME (American Society Mechanical
Engineers).
Densitas film radiografi menunjukkan tingkat kehitaman citra pada film.
Film dengan tingkat kehitaman tinggi memiliki densitas film yang tinggi. Secara
kuantitatif, densitas film dinyatakan sebagai logaritma dari perbandingan
intensitas cahaya yang datang pada film terhadap intensitas yang ditransmisikan
oleh film. Secara matematis, densitas film dapat dinyatakan dengan persamaan
(2.1) berikut.
(
) ................................................................................................... (2.1)
dengan,
I0 : Intensitas yang datang pada film
I : Intensitas yang ditransmisikan oleh film
D : Densitas film
Nilai densitas film tidak memiliki satuan. Terdapat batas nilai densitas minimum
dan maksimum pada suatu film, dimana nilai densitas ini menjadi salah satu
faktor penentu apakah suatu film dapat dibaca atau tidak. Nilai densitas umumnya
berkisar antara 1.5 – 3.5. Dalam ASME, untuk pengecoran nilai densitas berkisar
1,5 – 4 (British Institute of Non-Destructive Testing, 2015) (American Society of
Mechanical Engineers, 2013).
Kontras radiografi ditunjukkan dari perbedaan densitas antara dua area
pada film. Jika perbedaan densitas pada film tidak terlalu signifikan, maka kontras
film cukup rendah. Kontras radiografi merupakan hasil dari kontras film dan
kontras subjek. Kontras film dipengaruhi oleh jenis film dan proses pencucian
film yang dilakukan. Kontras subjek dipengaruhi seperti spesimen benda uji, jenis
screen dan filter yang digunakan, dan panjang gelombang radiasi yang digunakan.
Semakin rendah panjang gelombang yang digunakan, maka semakin tinggi energi
yang digunakan, dan dapat mengurangi kontras film yang dihasilkan (British
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
27
Institute of Non-Destructive Testing, 2015). Perbedaan ketebalan benda uji akan
mengakibatkan perbedaan penyerapan radiasi, menghasilkan kontras subjek yang
berbeda.
Definisi film merupakan tingkat ketajaman suatu citra pada film. Film
dengan ketajaman yang bagus akan memperlihatkan batas daerah-daerah pada
film yang memiliki densitas yang berbeda. Mengurangi panjang gelombang sinar
radiasi juga dapat menurunkan ketajaman citra yang dihasilkan. Ketajaman citra
dapat diperoleh dengan menggunakan sumber radiasi gamma yang kecil,
memperkecil jarak antara film dengan objek, memperbesar jarak antara sumber
radiasi dengan objek. Tinggi rendahnya ketajaman suatu film diakibatkan oleh 3
faktor yaitu ukuran sumber, jarak sumber ke objek, jarak objek ke film (British
Institute of Non-Destructive Testing, 2015).
c. IQI (Image Quality Indicator)
IQI (Image Quality Indicator) atau indikator kualitas gambar diatur dalam
ASME 2013 Section V. Ada dua jenis IQI, yaitu jenis lubang dan kawat. Dalam
menentukan perlengkapan IQI, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
seperti ;
1. Material objek yang akan dipapar radiasi
2. Ketebalan objek yang akan dipapar radiasi
3. Tingkat kualitas gambar yang ingin dicapai.
Gambar 2.12 menunjukkan IQI berjenis kawat. Pada IQI jenis kawat
terdapat pengelompokkan beberapa jenis kawat berdasarkan diameternya. Untuk
menentukan kawat yang akan dipakai, dilakukan penetuan dari ketebalan material.
Penentuan ini dapat dilihat pada Gambar 2.13. Setelah mendapatkan jenis
kawatnya, kelompok kawat dapat ditentukan melalui Tabel 2.3. Tabel 2.3
menunjukkan pengelompokan kawat berdasarkan jenisnya. Tiap kelompok kawat
diberi huruf dan nomor identifikasi yang terbuat dari material timbal. Kualitas
gambar yang ingin dicapai dalam penggunaan IQI kawat sama dengan IQI lubang
yaitu2-2T (American Society of Mechanical Engineers, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
28
Gambar 2.12 IQI Wire Type (https://m.indiamart.com diakses pada
30/04/2019)
Gambar 2.13 Penentuan penetrameter berdasarkan ketebalan material (American
Society of Mechanical Engineers, 2013)
Penetrameter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
29
Tabel 2.3 Ukuran Diameter Kawat IQI Beserta Identifikasinya (American Society
of Mechanical Engineers, 2013)
d. Perhitungan waktu penyinaran
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi hasil radiografi, penentuan
lama waktu penyinaran radiografi seringkali dilakukan dengan proses trial dan
error. Untuk gamma radiografi, perhitungan waktu penyinaran biasanya
menggunakan grafik, dan waktu penyinaran bersatuan curie-time.
SET A SET B
Wire Diameter in.
(mm) Wire Identity
Wire Diameter in.
Mm
Wire Identity
0.0032 (0.08)
0.004 (0.1)
0.005 (0.13)
0.0063 (0.16)
0.008 (0.2)
0.010 (0.25)
1
2
3
4
5
6
0.010 (0.25)
0.013 (0.33)
0.016 (0.41)
0.020 (0.51)
0.025 (0.64)
0.032 (0.81)
6
7
8
9
10
11
SET C SET D
Wire Diameter in.
(mm) Wire Identity
Wire Diameter in.
(mm)
Wire Identity
0.032 (0.81)
0.040 (1.02)
0.050 (1.27)
0.063 (1.6)
0.080 (2.03)
0.100 (2.54)
11
12
13
14
15
16
0.10 (2.54)
0.126 (3.2)
0.160 (4.06)
0.20 (5.08)
0.25 (6.35)
0.32 (8.13)
16
17
18
19
20
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
30
Waktu penyinaran normal dapat diperoleh melalui persamaan (2.2):
(
)
........................................................................................... (2.2)
dengan,
SFDaktual : SFD yang digunakan (mm)
SFDkurva : SFD standard exposure chart (mm)
E : Exposure (Ci/menit)
A : Aktivitas Sumber Gamma (Ci)
t : menit
e. Perlengkapan Keselamatan
Penggunaan radiasi yang bersifat berbahaya bagi manusia mewajibkan
pemakaian alat pelindung diri saat menerapkan uji radiografi. Radiasi dapat
menghancurkan sel-sel manusia, dan tidak dapat dideteksi oleh kelima indra
manusia. Untuk mendeteksi radiasi, digunakan perlengkapan sebagai berikut.
Surveymeter merupakan alat yang berfungsi untuk menghitung laju dosis
yang diterima setiap waktu. Alat ini juga digunakan oleh radiografer untuk
mengetahui banyaknya radiasi yang diterima saat proses penyinaran berlangsung.
Selain itu alat ini juga dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya radiasi
sebelum dan sesudah penyinaran. Alat ini mudah dibawa kemana-mana. Laju
dosis yang diukur dalam satuan mR/hour. Jarum surveymeter akan menunjukkan
laju dosis radiasi disekitar. Sureymeter digunakan sambil berjalan. Perubahan
drastis pada jarum surveymeter menunjukkan laju dosis radiasi yang besar di area
tersebut. Surveymeter digunakan baik sejak memulai penyinaran hingga sumber
dimasukkan kembali ke dalam kamera gamma. Surveymeter harus dikalibrasi
minimal setiap tiga bulan.
Dosimeter merupakan alat yang dapat mengukur jumlah radiasi yang
diterima. Namun, alat ini tidak dapat mengukur laju radiasi, sehingga tidak
memberikan peringatan jika terdapat laju radiasi yang tinggi. Terdapat alat-alat
yang dapat mengukur jumlah radiasi yang diterima, yaitu pocket dosimeter, film
badge, dan TLDs (thermoluminescent dosimeters).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
31
Film badges merupakan detektor yang digunakan oleh radiografer yang
berfungsi untuk mengukur dosis radiasi yang diterima oleh radiografer dalam
kurun waktu tertentu, umumnya sebulan. Di dalam film badges terdapat film,
seperti film radiografi. Radiasi akan menghitamkan film. Semakin hitam film,
semakin tinggi dosis radiasinya.
Pocket dosimeter biasanya diletakkan di kantong pakaian. Alat ini
menghitung dosis radiasi yang diterima, seperti film badges, namun bedanya tidak
perlu menunggu hingga sebulan. Alat ini dapat menghitung dosis radiasi yang
diterima pada suatu waktu dan dapat langsung dilihat.
TLDs (thermoluminescent dosimeters) sama seperti film badges. Dalam
TLDs terdapat material kristal yang dapat menyimpan energi yang diperoleh dari
radiasi. Energi yang disimpan dapat dihitung dengan cara memanaskan TLD lalu
cahaya yang terpancar dihitung sebagai energi. Jumlah cahaya yang dipancarkan
dapat dihitung dengan TLD reader. Dari jumlah cahaya tersebut didapat dosis
radiasi yang diterima.
Audible Alarms merupakan alarm atau alat yang akan memberikan tanda
peringatan apabila dosis radiasi melebih dari batas radiasi yang diizinkan. Alat ini
berukuran kecil dan sebaiknya selalu dipakai oleh radiografer saat bekerja di
sekitar radiasi gamma.
Audio/visual alarm umumnya diletakkan di daerah radiasi. Alat ini
memancarkan cahaya bewarna kuning dan akan berubah menjadi merah apabila
sumber gamma dikeluarkan dan memancarkan radiasi. Alat ini memiliki detektor
sehingga dapat mendeteksi adanya sumber radiasi yang keluar dan terpancar
(McGuire & Peabody, 1982).
f. Proses pengolahan film
Setelah film disinari oleh radiasi, citra pada film tidak dapat dilihat secara
langsung. Untuk dapat melihat struktur atau cacat pada objek, film harus dicuci
dahulu. Film diolah dalam beberapa tangki proses sebelum akhirnya dikeringkan
dan siap dibaca. Urutan proses pencucian sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
32
1. Tangki developer
2. Stop bath
3. Fixer tank
4. Final wash tank
5. Wetting agent tank
6. Mesin pengering
Tangki developer berisi larutan alkali. Tahap ini merupakan proses
pencucian pertama film. Film yang sebelumnya telah dibuka dan dipasang pada
hanger dicelupkan dan diaduk pada tangki ini. Berdasarkan standar ASTM, film-
film pada tahap ini dipisahkan dengan jarak minimal ½ inci (12.7 mm) dan diaduk
selama 15 detik. Film diaduk secara vertikal dan horizontal selama beberapa saat.
Normalnya, proses ini berlangsung selama 5-8 menit dalam suhu kamar (20°C).
Lama waktu proses development dipengaruhi oleh temperatur.
Stopbath merupakan tangki berisi larutan asam lemah (umumnya dengan
kadar 2%), atau bisa juga menggunakan air bersih atau aliran air keran yang akan
menetralkan sisa-sisa larutan developer yang tersisa pada film. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk menghentikan efek development yang tersisa pada emulsi dari
proses tangki developer dan membersihkan film dari cairan kimia (American
Society for Testing and Materials, 2000).
Pemrosesan film pada fixer tank ini akan membuang sisa kristal silver
halida yang tidak terproses dan mengeraskan kembali emulsi pada film yang
melunak akibat proses development. Pada tangki ini, masing-masing film tidak
boleh sampai menyentuh film lainnya (American Society for Testing and
Materials, 2000). Di tangki ini film akan menjadi lebih keras sehingga
memudahkan pemrosesan film.
Setelah melalui fixer tank, film dicuci untuk menghilangkan zat-zat kimia
yang tertinggal akibat proses pada fixer tank. Zat kimia dari proses fixer yang
tertinggal pada film dapat merusak film. Pencucian film dapat menggunakan air
mengalir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
33
Setelah proses pencucian film selesai, film dikeringkan dalam tangki
pengering. Film yang sudah dikeringkan, kemudian dikeluarkan untuk dibaca.
Pembacaan film menggunakan alat viewer. Viewer memancarkan sinar berwarna
putih. Pembacaan dilakukan di ruang yang gelap agar citra dan cacat objek pada
film lebih mudah terlihat (British Institute of Non-Destructive Testing, 2015).
g. Teknik Penyinaran
Pengujian radiografi atau penyinaran dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Penentuan teknik penyinaran berdasarkan objek yang akan dipapar radiasi.
Saat melakukan penyinaran, marker lokasi harus diletakkan pada bagian objek
yang akan dipapar radiasi. Marker lokasi tidak boleh diletakkan pada film.Secara
umum teknik penyinaran terbagi menjadi 2 jenis yaitu, Single-Wall Technique dan
Double-Wall Technique (American Society of Mechanical Engineers, 2013).
Single-Wall Technique merupakan teknik radiografi dimana sinar gamma
dari sumber hanya melewati satu dinding objek saja. Pada teknik penyinaran ini,
marker lokasi diletakkan pada sisi sumber, apabila :
a. objek berupa plat atau tabung atau kerucut.
b. objek berbentuk melengkung atau berbentuk bola, dengan sisi cekung
menghadap sumber dan saat jarak sumber ke material kurang dari
diameter dalam objek. Gambar 2.14 menunjukkan skema teknik
penyinaran ini.
c. objek berbentuk melengkung atau berbentuk bola, dengan sisi
cembung menghadap sumber. Gambar 2.15 menunjukkan skema
teknik penyinaran ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
34
Selain diletakkan pada sisi sumber, marker lokasi juga dapat diletakkan
pada sisi film apabila objek berbentuk melengkung atau berbentuk bola, dengan
sisi cekung menghadap sumber dan jarak sumber ke material melebihi diameter
dalam objek.
Marker lokasi juga dapat diletakkan pada sisi sumber maupun sisi film
apabila objek berbentuk melengkung atau berbentuk bola, dengan sisi cekung
menghadap sumber dan jarak sumber ke material sama dengan diameter dalam
objek.
Double-Wall Technique merupakan teknik radiografi dimana sinar gamma
melewati 2 dinding objek. Teknik ini dilakukan bila teknik single-wall tidak
memungkinkan. Teknik ini terbagi dua menjadi,
Gambar 2.14 Teknik SWSI dengan marker lokasi pada sisi sumber
(American Society of Mechanical Engineers, 2013)
Gambar 2.15 Teknik SWSI dengan marker lokasi pada sisi sumber
(American Society of Mechanical Engineers, 2013)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
35
a. Double-Wall Single Image
Untuk ukuran objek dengan diameter lebih dari 3½ inci (89 mm). Teknik
ini cocok digunakan. Teknik ini merupakan teknik pemaparan objek yang
melewati dua dinding, namun hanya salah satu dinding yang dibutuhkan
citra strukturnya. Skema penyinaran teknik ini ditunjukkan pada Gambar
2.16.
b. Double-Wall Double Image
Untuk ukuran objek dengan diameter sama atau kurang dari 3½ inci (89
mm). Teknik ini cocok digunakan. Teknik ini akan memapar objek dengan
melewati dua buah dinding, dan menghasilkan citra kedua dinding tersebut
juga. Skema penyinaran teknik ini ditunjukkan pada Gambar 2.17.
Gambar 2.16 Teknik Penyinaran Double Wall Single Image (American
Society of Mechanical Engineers, 2013)
Gambar 2.17 Skema Penyinaran Double Wall Double Image (American Society
of Mechanical Engineers, 2013)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
36
2.1.10 Jenis-jenis cacat (Diskontinuitas dan Defek)
Diskontinuitas dapat dikelompokkan berdasarkan proses produksi
komponen tersebut. Diskontinuitas yang dihasilkan saat proses pengelasan disebut
“welding discontinuities”. Diskontinuitas yang dihasilkan saat proses pengecoran
disebut “casting discontinuities”. Diskontinuitas yang dihasilkan saat proses
forging disebut “forging discontinuity”. Beberapa bentuk casting discontinuity
adalah voids, porositas, crack.
Shrinkage voids merupakan daerah kosong pada coran akibat terjebaknya
logam cair oleh bagian logam yang telah mengalami pembekuan. Cacat jenis ini
biasanya terjadi pada bagian coran yang mengalami pembekuan paling terakhir
dan muncul pada daerah permukaan coran. Cacat jenis ini berpotensi berbahaya,
sebab dapat memperlemah struktur suatu komponen. Gambar 2.18 menunjukkan
contoh shrinkage.
Shrinkage porosity merupakan lubang-lubang kecil (void) yang tersebar
pada struktur suatu komponen. Lubang-lubang kecil (void) ini dapat muncul
berkelompok (cluster). Porositas dapat mengurangi beban pikul suatu komponen.
Bila porositas yang ditemukan sedikit dan tersebar secara merata, tidak akan
berpengaruh banyak pada kekuatan suatu komponen. Namun, bila ditemukan
Gambar 2.18 Shrinkage
Shrinkage
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
37
porositas dalam jumlah besar dan berkelompok, hal tersebut dapat menurunkan
sifat mekanis komponen tersebut.
Gas porosity juga dapat terjadi pada proses pengecoran. Saat proses
rekristalisasi berlangsung, pertumbuhan kristal melepaskan gas ke bagian yang
belum membeku. Jika gas dilepaskan pada bagian dalam coran, gas dapat
membentuk lubang yang juga disebut gas porosity. Sama seperti shrinkage
porosity, gas porosity dapat menurunkan kekuatan struktur suatu komponen.
Gambar 2.19 menunjukkan gas porosity.
Shrinkage porosity dan stress dapat menginisiasi munculnya retakan pada
komponen coran. Retakan (crack) pada bagian dalam coran disebut hot cracking,
dan hot tearing merupakan retakan hot cracking yang merambat hingga ke
permukaan. Gambar 2.20 menunjukkan hot tear pada produk coran. Cacat jenis
ini berpotensi berbahaya dan tidak layak diterima (Hellier, 2003).
Gambar 2.19 Gas Porosity (Hellier, 2003)
Gas Porosity
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
38
Dalam ASTM E 446 dijelaskan jenis-jenis diskontinuitas yang sering
muncul baja coran dengan ketebalan sampai 2 inci (51 mm). Terdapat 6 kategori
diskontinuitas dan tingkat keparahannya, yaitu :
Kategori A : Gas Porosity, dengan level keparahan 1 sampai 5
Kategori B : Sand and Slag Inclusions, dengan level keparahan 1 sampai 5
Kategori C : Shrinkage, terdapat 4 jenis shrinkage;
Kategori D : Crack
Kategori E : Hot Tear
Kategori F : Insert
Kategori G : Mottling
Gambar 2.20 Diskontinuitas hot tear (Hellier, 2003)
Hot Tear
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
39
2.2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian yang dilakukan oleh C Polee, pengujian radiografi
dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghitung intensitas radiasi.
Alat ini terdiri dari detektor semikonduktor PIN Photodiode, micro controller
board, bluetooth, dan smartphone. Hasil dari penelitan ini menunjukkan bahwa
alat yang dikembangkan berhasil menghitung intensitas sinar gamma yang
dipancarkan dan didapatkan hubungan antara intensitas gamma yang dipancarkan
terhadap ketebalan spesimen baja. Intensitas sinar gamma menurun sering
bertambahnya ketebalan spesimen baja. Selain itu, densitas film meningkat seiring
dengan peningkatan lama penyinaran, dan menurun seiring dengan peningkatan
ketebalan spesimen baja (Polee, Chankow, Srisatit, & Thong-Aram, 2014).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Keshav Pujeri, uji NDT dilakukan
pada sambungan (interconnect) dengan menggunakan sumber Iridium-192.
Sambungan (interconnect) merupakan hasil produksi pengecoran Hasil pengujian
menunjukkan adanya cacat shrinkage porosity tipe CB dengan tingkat keparahan
level 3 (Pujeri, Jain, & Panda, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Kolimator BNCT
Kolimator BNCT terdiri dari 12 segmen. Masing-masing kolimator
memiliki panjang 14,5 cm, diameter luar 19 cm, diameter dalam 16 cm. Ketebalan
kolimator sebesar 1,5 cm. Gambar 3.1 menunjukkan kolimator yang merupakan
benda uji pengujian gamma radiografi.
3.1.2 Film Radiografi
Film yang digunaan untuk pengujian gamma radiografi ini ialah film FUJI
(setara degan AGDA D7) dengan dimensi 4” x 10” (10,16 cm x 25,4 cm).
Dibutuhkan total 72 film untuk 12 kolimator dengan tiap kolimator membutuhkan
6 film untuk disinari. Gambar 3.2 menunjukkan film yang digunakan untuk
pengujian gamma radiografi.
Kolimator
Gambar 3.1 Kolimator BNCT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
41
3.1.3 Perlengkapan Penyinaran
Alat-alat yang digunakan untuk melakukan gamma radiografi antara lain;
a. Sumber radiasi Iridium-192 dengan energi aktivasi sebesar 14 Ci.
b. Radiation Audio Visual (Serial No. WL-598) ditunjukkan pada Gambar
3.6
c. Pocket Dosimeter (Merk Aloka). Diberikan kepada setiap tenaga kerja
yang berada di lapangan ditunjukkan pada Gambar 3.3
d. Surveymeter (Model Ludlum 26-1, Serial No. PF006153) ditunjukkan
pada Gambar 3.4
e. Exposure Container Device (Package UN 2916 9296/B(U) – 96 TYPE B
ditunjukkan pada Gambar 3.5
f. Penetrameter (Carbon Steel, ASTM F 1B 11)
Film
Gambar 3.2 Film FUJI yang digunakan untuk pengujian Gamma Radiografi
Gambar 3.3 Pocket Dosimeter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
42
Gambar 3. 4 Surveymeter
Gambar 3.5 Kamera Gamma (Exposure
Container Device)
Radiation Audio Visual
Gambar 3.6 Radiation Audio Visual
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
43
3.2 Persiapan Penyinaran
3.2.1 Identifikasi Kolimator
Jumlah film yang dibutuhkan dapat dihitung secara sederhana.
Keliling permukaan kolimator
Dengan,
k = keliling kolimator
π = 3,14
d = diameter luar kolimator
Panjang film yang tersedia adalah 25,4 cm. Maka,
Dibutuhkan panjang 3 buah film untuk mengelilingi kolimator.
Selanjutnya, lebar film yang tersedia adalah 10,16 cm. Sementara panjang
kolimator adalah 14,5 cm, maka,
Dibutuhkan 2 buah film untuk menutupi panjang kolimator.
Maka, dibutuhkan 3 pasang film untuk menutupi kesuluruhan kolimator.
Karena setiap film hanya dapat menutupi bagian tertentu dari permukaan
kolimator, maka keliling kolimator dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian 0-1, 1-2,
dan 2-0. Sementara lebar kolimator dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian A dan B.
Gambar 3.7 menunjukkan identifikasi kolimator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
44
3.3.2 Teknik Penyinaran
Proses gamma radiografi ini menggunakan teknik SWSI (Single Wall
Single Image). Pengambilan teknik ini didasari oleh diameter objek sebesar 19 cm,
dimana objek juga terlalu besar untuk dilakukan teknik penyinaran double wall.
Skema teknik penyinaran yang dilakukan seperti pada Gambar 3.8.
Gambar 3.7 Identifikasi Kolimator
Nomor
identifikas
i
Marker Identifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
45
3.3.3 Perhitungan Waktu Penyinaran
Waktu penyinaran dapat dihitung dengan persamaan (2.2) berikut :
(
)
dengan nilai SFD merupakan jarak sumber menuju film. Melalui teknik
penyinaran yang dilakukan, dapat diketahui jarak sumber menuju film sebesar
17,5 cm. Diketahui SFDkurva sebesar 610 mm atau 61 cm. Aktivitas sumber (A)
sebesar 14 Ci. Nilai E dapat dicari menggunakan exposure chart yang ditunjukkan
pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 merupakan kurva hubungan antara ketebalan objek terhadap
laju eksposur (E) yang dipengaruhi oleh nilai SFDkurva. Dari Gambar 3.5 dapat
dilihat bahwa untuk ketebalan 15 mm (1,5 cm) dan SFDkurva 61 cm (610 mm)
didapat nilai E diperkirakan sebesar 1,7 Curie-hour atau 102 Curie-menit. Dengan
memasukkan parameter ke persamaan (2.11) maka;
(
)
(
)
Dinding kolimator
15 mm
Sumber radiasi
Film
Diameter dalam
160 mm Diameter luar 190 mm
Gambar 3.8 Skema Penyinaran Kolimator
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
46
Dari perhitungan di atas, didapatkan waktu penyinaran secara teoretis berlangsung
selama 35,46 detik atau 35 detik.
Gambar 3.9 Kurva Eksposure
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
47
3.3.4 Penentuan Penetrameter (IQI)
Eksperimen menggunakan teknik penyinaran (SWSI), dimana radiasi
melewati satu dinding material. IQI yang digunakan merupakan penetrameter
berupa kawat. Penentuan set penetrameter berdasarkan ketebalan material yang
dilewati sinar. Sesuai Gambar 3.10, sinar melewati satu dinding material sehingga
ketebalan material yang dilewati sebesar 15 mm. Berdasarkan Gambar 3.10, jenis
penetrameter dapat ditentukan dari ketebalan material. Untuk ketebalan sebesar 15
mm, jenis penetrameter yang digunakan adalah tipe 8 (untuk lokasi IQI pada sisi
sumber) dan tipe 7 (untuk lokasi IQI pada sisi film), hal ini dapat dilihat pada
Gambar 3.10.
Pada pengujian ini, penetrameter diletakkan pada sisi film, sehingga
digunakan kawat tipe 7. Dari Tabel 2.3, diketahui kawat tipe 7 termasuk dalam
kawat tipe set B. Oleh karena itu dalam pengujian ini digunakan penetrameter set
B. Hal ini menunjukkan bahwa pada film hasil radiografi, kawat tipe 7 merupakan
kawat minimal yang harus terlihat, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Gambar 3.10 Pemilihan IQI untuk pengujian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
48
3.4 Memulai Penyinaran
3.4.1 Penentuan daerah penyinaran
Lokasi penyinaran sebaiknya jauh dari keramaian. Karena paparan radiasi
gamma yang berbahaya, perlu ditentukan batas daerah penyinaran. Dengan
menggunakan surveymeter, batas daerah radiasi dapat ditentukan. Penentuan batas
daerah radiasi dapat menggunakan tali dan tanda bahaya. Selama membawa
kamera gamma menuju lokasi penyinaran, radiografer harus memakai pocket
dosimeter serta memperhatikan laju radiasi menggunakan surveymeter.
SET A SET B
Wire Diameter in.
(mm) Wire Identity
Wire Diameter in.
(mm)
Wire Identity
0.0032 (0.08)
0.004 (0.1)
0.005 (0.13)
0.0063 (0.16)
0.008 (0.2)
0.010 (0.25)
1
2
3
4
5
6
0.010 (0.25)
0.013 (0.33)
0.016 (0.41)
0.020 (0.51)
0.025 (0.64)
0.032 (0.81)
6
7
8
9
10
11
SET C SET D
Wire Diameter in.
(mm) Wire Identity
Wire Diameter in.
(mm)
Wire Identity
0.032 (0.81)
0.040 (1.02)
0.050 (1.27)
0.063 (1.6)
0.080 (2.03)
0.100 (2.54)
11
12
13
14
15
16
0.10 (2.54)
0.126 (3.2)
0.160 (4.06)
0.20 (5.08)
0.25 (6.35)
0.32 (8.13)
16
17
18
19
20
21
Tabel 3.1 Penentuan Set Penetrameter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
49
3.4.2 Pemasangan film pada kolimator
Kolimator yang telah diidentifikasi dipasangi penetrameter seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.11. Setalah itu dipasangi film seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.12.
3.4.3 Instalasi Kamera Gamma
Setelah daerah penyinaran ditetukan, penyiapan kamera gamma dapat
mulai dilakukan.
a. Penutup kamera gamma dibuka, kemudian guide tube disambungkan ke
kamera gamma.
b. Engkol disiapkan dan kabel pengengkol dipanjangkan.
c. Penutup pigtail pada kamera gamma dibuka lalu disambungkan dengan
kabel pengengkol.
d. Engkol ditarik sepanjang mungkin menjauhi sumber.
e. Letakkan audio visual dekat dengan sumber radiasi.
f. Letakkan ujung guide tube pada kolimator sesuai dengan teknik radiografi
yang sudah direncanakan (SWSI Technique).
Gambar 3.11 Penetrameter pada
Kolimator
Penetrameter
Gambar 3.12 Film pada
Kolimator
Film
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
50
3.4.4 Penyinaran Gamma Radiografi
Setelah kamera gamma siap dioperasikan, maka penyinaran dapat mulai
dilakukan.
a. Teknisi atau radiografer berada pada daerah aman dan memegang engkol
b. Untuk memulai penyinaran, engkol diputar (agak cepat) hingga terdengar
bunyi kilk pada kamera gamma
c. Biarkan penyinaran sesuai dengan waktu penyinaran yang telah ditentukan
d. Setelah penyinaran selesai, engkol diputar kembali sampai mentok
e. Pastikan kamera gamma sudah terkunci setiap penyinaran selesai.
f. Lepaskan film yang melekat pada kolimator, diganti dengan film baru.
g. Ulangi dari langkah a sampai semua film selesai disinari.
3.5 Proses Pengolahan Film
Film yang telah selesai disinari dibawa ke dark room untuk dicuci. Film
dibuka (unpacking) lalu diletakkan pada hanger (Gambar 3.13). Film kemudian
dimasukkan ke dalam tangki pencucian film. Terdapat empat tangki pencucian
film, yaitu tangki developer, tangki stopbath, tangki fixer, dan washing tank.
Pencucian film dimulai dari tangki developer, kemudian secara berurutan
pencucian dilanjutkan di tangki stopbath, fixer, dan terakhir washing tank. Di
setiap tangki, film dicuci dan digoyangkan (agitasi) selama 5 menit. Lama waktu
pencucian bergantung pada suhu dark room. Pada pengujian ini suhu di dark
room adalah 20°C. Setelah film selesai dicuci, film dikeringkan dalam tangki
pengering yang ditunjukkan pada Gambar 3.14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
51
3.6 Proses Pembacaan Film
Film yang telah dicuci, selanjutnya dilakukan pembacaan film. Film tidak
dapat dibaca langsung. Untuk dapat membaca film digunakan alat bantu film
viewer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.15.
Dalam proses pembacaan film, dilakukan interpretasi data serta
perhitungan densitas film. Perhitungan densitas film dapat dilakukan dengan
menggunakan densitometer. Densitometer merupakan alat pengukur densitas film
yang ditunjukkan pada Gambar 3.16.
Gambar 3.13 Hanger Film Gambar 3.14 Tangki Pengeringan
Film
Gambar 3.15 Film Viewer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
52
Pengukuran densitas film dilakukan pada 30 titik film yang berbeda
dengan ketentuan perbedaan nilai densitas hasil pengukuran yang didapatkan
harus ± 0.05 dari nilai densitas rata-rata. Titik pertama dikatakan sebagai titik
SFD diambil pada posisi nomor sepesifikasi kolimator di kiri film. Titik kedua
diambil pada jarak 1 cm dari kanan titik SFD dinamakan SFD+1. Penentuan
diambil dengan cara yang sama hingga sampai titik keenam dinamakan SFD+5.
Kemudian dari setiap titik diambil 4 titik lainnya secara vertikal dengan jarak 1
cm, sehingga didapatkan total 30 data densitas film, yang kemudian diambil rata-
ratanya.
Gambar 3.16 Densitometer (Fidgeon, Digit-X
Serial No. 190932
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
53
3.6 Bagan Tahapan Pengujian
Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.17
Kualitas Film Diterima
Persiapan Benda Uji
Persiapan Penyinaran :
Identifikasi Kolimator
Perhitungan Lama Penyinaran
Memulai Penyinaran
Proses Pengolahan Film
Proses
Pembacaan
Film
Hasil Penyinaran
Analisis
Laporan
Kualitas Film
tidak diterima
Gambar 3.17 Bagan Tahapan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengujian radiografi gamma yang telah dilakukan, didapati waktu
penyinaran sebesar 27 detik. Nilai ini merupakan nilai yang didapat dari metode
trial and error yang dilakukan sebelum melakukan pengujian. Metode ini
dilakukan untuk menentukan waktu penyinaran yang sesuai untuk uji radiografi
material nikel. Hal ini dikarenakan belum tersedianya standar pengujian bahan
dasar nikel. Sebelumnya, telah dilakukan perhitungan waktu penyinaran dan
didapatkan hasil sebesar 35 detik. Namun, nilai itu didapatkan dengan
menggunakan standar material baja karbon.
4.1 Hasil Uji Radiografi Kolimator 01
4.1.1 Kolimator 01 0-1 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 0-1 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Perhitungan
densitas film kolimator 01 0-1 A ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Tabel Densitas Film Kolimator 01 0-1 A
Kolimator 01 0-1 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 3,66 3,3 3,09 2,98 2,94 2,85
2 4 3,62 3,37 3,45 3,39 3,37
3 3,98 3,5 3,31 3,45 3,42 3,35
4 3,83 2,72 2,6 3,25 3,3 3,19
5 3,58 2,32 3,18 3,09 3,13 3,11
Rata-rata
Densitas film 3,81 3,09 3,11 3,24 3,23 3,17
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
0-1 A
3,27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
55
Pada Gambar 4.1 bagian yang diberi lingkaran hitam kecil menunjukkan
porositas, sementara bagian yang diberi lingkaran hitam yang lebih besar
menunjukkan crack. Hasil analisa radiografi pada kolimator 01 0-1 A
menunjukkan porositas yang terletak 14 cm dari penomoran 0. Selain itu
ditemukan crack pada posisi 15 cm dari penomoran 0.
Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 0-1 A didapat sebesar 3,27.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Namun dapat dilihat bahwa pada Tabel 4.1,
densitas tertinggi bernilai 4, nilai ini tidak termasuk kategori densitas yang ideal.
Hal ini juga dapat dipastikan dengan melihat Gambar 4.1, dimana pada titik SFD
yaitu titik penomoran 0 dan titik SFD+1 yaitu 1 cm di sebelah kanan penomoran 0,
struktur kolimator yang ditampilkan tidak begitu jelas. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil gambar pada film masih belum layak diterima. Namun, cacat berupa
porositas dan crack sudah dapat dideteksi pada film ini.
4.1.2 Kolimator 01 0-1 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 0-1 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Perhitungan
densitas film kolimator 01 0-1 B ditunjukkan pada Tabel 4.2. Hasil analisa
radiografi pada kolimator 01 0-1 B menunjukkan adanya crack sepanjang 8 cm
pada lokasi 15-18 cm dari posisi penomoran 1. Densitas film rata-rata untuk
kolimator 01 0-1 B didapat sebesar 3,59. Nilai ini dianggap tidak memenuhi
Gambar 4.1 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 0-1 A
Porositas
Crack
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
56
persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus dipenuhi adalah
1,5-4. Hal ini diperkuat oleh nilai densitas di 30 titik yang berbeda dimana
densitas terendah sebesar 2,81 dan densitas tertinggi sebesar 4,46.
Tabel 4.2 Tabel Densitas Film Kolimator 01 0-1 B
Selain itu pada Gambar 4.2 dapat dilihat citra struktur yang tidak terlalu
jelas. Crack dengan lokasi dan panjang yang sesuai dituliskan pada hasil analisa
radiografi, tidak dapat dilihat pada Gambar 4.2.Pada film ini,penetrameter tidak
terlihat pada film di Gambar 4.2. Hal ini menunjukkan bahwa hasil gambar pada
film masih belum layak diterima. Namun, cacat berupa crack sudah dapat
dideteksi pada film ini. Pada Gambar 4.2 penetrameter sama sekali tidak terlihat.
Kolimator 01 0-1 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 3,89 3,46 3,17 2,98 2,92 2,81
2 4,12 3,72 3,39 3,2 3,04 3,09
3 4,19 3,85 3,56 3,43 3,32 3,28
4 4,26 4,12 3,75 3,7 3,47 3,36
5 4,46 4,42 4,05 3,74 3,59 3,46
Rata-rata
Densitas film 4,18 3,91 3,58 3,41 3,26 3,2
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
0-1 B
3,59
Gambar 4.2 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 0-1 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
57
Hal ini bisa saja terjadi karena faktor human error. Berdasarkan standar pengujian
radiografi, film masih belum layak diterima.
4.1.3 Kolimator 01 1-2 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 1-2 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Perhitungan
densitas film kolimator 01 1-2 A ditunjukkan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Tabel Densitas Film Kolimator 01 1-2 A
Kolimator 01 1-2 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,18 2,05 1,92 1,87 1,83 1,83
2 2,16 2,02 1,9 1,82 1,81 1,79
3 2,05 1,92 1,82 1,77 1,74 1,76
4 1,98 1,83 1,7 1,71 1,58 1,68
5 1,89 1,77 1,66 1,66 1,61 1,64
Rata-rata
Densitas film 2,05 1,91 1,8 1,76 1,71 1,74
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
1-2 A
1,83
Gambar 4.3 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 1-2 A
Crack
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
58
Pada Gambar 4.3 bagian yang diberi lingkaran hitam menunjukkan crack
transversal. Hasil analisa radiografi pada kolimator 01 1-2 A menunjukkan crack
transversal sepanjang 8 cm. Lokasi crack berada pada 5-7 cm dari posisi
penomoran 1 pada kolimator..
Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 1-2 A didapat sebesar 1,83.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Pada Gambar 4.3, jumlah kawat
penetrameter yang tampak berjumlah 5 buah. Jumlah ini sesuai dengan jumlah
kawat yang harus tampak dalam standar kelayakan penerimaan gambar hasil film
radiografi.
4.1.4 Kolimator 01 1-2 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 1-2 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Perhitungan
densitas film kolimator 01 1-2 B ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Tabel Densitas Film Kolimator 01 1-2 B
Kolimator 01 1-2 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,29 2,14 2,15 1,97 2,02 2,03
2 2,4 2,21 2,23 2,05 2,07 2,08
3 2,48 2,33 2,31 2,12 2,11 2,09
4 2,18 2,07 2,12 2,08 1,9 2,12
5 2,12 1,99 1,99 1,87 1,85 1,84
Rata-rata
Densitas film 2,29 2,14 2,16 2,01 1,99 2,03
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
1-2 B
2,11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
59
Pada film citra kolimator 01 1-2 B, dideteksi cacat berupa crack dan
porositas. Pada Gambar 4.4 terdapat 2 lingkaran hitam, dimana lingkaran yang
terletak di atas menunjukkan crack transversal, dan lingkaran yang terletak di
bawah menunjukkan porositas. Hasil analisa radiografi pada kolimator 01 1-2 B
menunjukkan crack transversal sepanjang 4 cm. Lokasi crack berada pada 5-7 cm
dari posisi penomoran 1 pada kolimator. Sementara porositas terletak pada 7-8 cm
dari posisi penomoran 1 pada kolimator.
Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 1-2 B didapat sebesar 2,11.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Pada film yang ditunjukkan Gambar 4.4
juga menampilkan kawat penetrameter sebanyak 5 buah. Jumlah ini sesuai dengan
standar kelayakan hasil film sehingga hasil gambar pada film diterima.
4.1.5 Kolimator 01 2-0 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 2-0 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Perhitungan
densitas film kolimator 01 2-0 A ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada film citra
kolimator 01 2-0 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.5 porositas
ditunjukkan pada lingkaran hitam.
Gambar 4.4 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 1-2 B
Crack
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
60
Hasil analisa radiografi pada kolimator 01 2-0 A menunjukkan porosity
pada lokasi 1 cm dari penomoran 2. Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 2-0
A didapat sebesar 2,42. Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film,
dimana syarat densitas film yang harus dipenuhi adalah 1,5–4.
Tabel 4.5 Tabel Densitas Film Kolimator 01 2-0 A
Pada film citra kolimator 01 2-0 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada
Gambar 4.5 porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi
pada kolimator 01 2-0 A menunjukkan porosity pada lokasi 1 cm dari penomoran
2. Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 2-0 A didapat sebesar 2,42. Nilai ini
dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang
harus dipenuhi adalah 1,5–4. Jumlah penetrameter yang tampak pada film
Kolimator 01 2-0 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,75 2,35 2,39 2,29 2,37 2,37
2 3,33 2,7 2,56 2,44 2,44 2,41
3 3,17 2,55 2,46 2,29 2,31 2,24
4 2,96 2,38 2,19 2,12 2,14 2,07
5 2,72 2,27 2,25 2,09 2,05 2,03
Rata-rata
Densitas film 2,98 2,45 2,37 2,24 2,26 2,22
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
2-0 A
2,42
Gambar 4.5 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 01 2-0 A
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
61
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 berjumlah 5 buah. Jumlah ini
sesuai dengan jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar radiografi.
Hasil film ini dinyatakan dapat diterima.
4.1.6 Kolimator 01 2-0 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 01 2-0 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Perhitungan
densitas film kolimator 01 2-0 B ditunjukkan pada Tabel 4.6. Pada film citra
kolimator 01 2-0 B terdapat crack transversal seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.6. Hasil analisa radiografi pada kolimator 01 2-0 B menunjukkan crack
transversal sepanjang 6 cm. Lokasi crack berada pada 11-13 cm dari posisi
penomoran 2 pada kolimator.
Tabel 4.6 Tabel Densitas Film Kolimator 01 2-0 B
Densitas film rata-rata untuk kolimator 01 2-0 B didapat sebesar 2,29.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 berjumlah 4 buah. Jumlah
ini tidak sesuai dengan jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar
radiografi. Hasil film ini dinyatakan tidak dapat diterima.
Kolimator 01 2-0 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,49 2,38 2,02 1,88 1,86 2,12
2 2,75 2,49 2,1 2 1,88 1,81
3 3,09 2,58 2,24 1,99 2,01 1,97
4 2,91 2,74 2,28 2,06 2,1 2,05
5 3,27 2,81 2,35 2,18 2,22 2,11
Rata-rata
Densitas film 2,90 2,6 2,19 2,02 2,01 2,01
Rata-rata
densitas film
Kolimator 01
2-0 B
2,29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
62
4.2 Hasil Uji Radiografi Kolimator 02
4.2.1 Kolimator 02 0-1 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 0-1 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Perhitungan
densitas film kolimator 02 0-1 A ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Pada film citra kolimator 02 0-1 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada
Gambar 4.7 porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi
pada kolimator 02 0-1 A menunjukkan porosity pada lokasi 3 cm dan 18 cm dari
penomoran 0.
Tabel 4.7 Tabel Densitas Film Kolimator 02 0-1 A
Kolimator 02 0-1 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 3,25 2,99 2,83 2,71 2,7 2,68
2 3,1 2,64 2,76 2,53 2,68 2,59
3 2,97 2,7 2,36 2,37 2,59 2,53
4 2,71 2,7 2,38 2,19 2,39 2,39
5 2,43 2,48 2,3 2,15 2,18 2,3
Rata-rata
Densitas film 2,89 2,70 2,52 2,39 2,50 2,49
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
0-1 A
2,59
Gambar 4.6 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 01 2-0 B
Crack
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
63
Densitas film rata-rata untuk kolimator 02 0-1 A didapat sebesar 2,58.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 berjumlah 4 buah. Jumlah
ini belum memenuhi jumlah kawat yang harus muncul berdasarkan standar, yaitu
5 kawat. Berdasarkan standar, hasil gambar pada film ini belum dapat diterima.
4.2.2 Kolimator 02 0-1 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 0-1 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Perhitungan
densitas film kolimator 02 0-1 B ditunjukkan pada Tabel 4.8. Pada film citra
kolimator 02 0-1 B, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.8 porositas
ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada kolimator 02 0-1
B menunjukkan cluster porosity pada lokasi 2 cm dari penomoran 0. Porositas
berkumpul dan memanjang ke bawah dan 18 cm dari penomoran 0. Porositas
kemudian dapat ditemukan berkumpul di bawah film. Di bawah marker
identifikasi kolimator 02 juga ditemukan porositas lainnya.
Gambar 4.7 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 0-1 A
Porositas
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
64
Tabel 4.8 Tabel Densitas Film Kolimator 02 0-1 B
Densitas film rata-rata untuk kolimator 02 0-1 B didapat sebesar 2,59.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 berjumlah 5 buah. Jumlah
ini sesuai dengan jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar radiografi.
Hasil gambar pada film ini dinyatakan dapat diterima.
Kolimator 02 0-1 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 3 2,77 2,62 2,49 2,42 2,41
2 3,13 2,89 2,7 2,58 2,51 2,53
3 3,22 2,92 2,74 2,61 2,54 2,58
4 2,74 2,45 2,55 2,56 2,48 2,4
5 2,64 2,43 2,26 2,18 2,16 2,2
Rata-rata
Densitas film 2,94 2,69 2,57 2,48 2,42 2,42
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
0-1 B
2,59
Gambar 4.8 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 0-1 B
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
65
4.2.3 Kolimator 02 1-2 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 1-2 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9. Perhitungan
densitas film kolimator 02 1-2 A ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Tabel Densitas Film Kolimator 02 1-2 A
Hasil analisa radiografi pada kolimator 02 1-2 A menyatakan bahwa pada
bagian ini tidak terdapat cacat atau defek yang ditemukan. Densitas film rata-rata
untuk kolimator 02 1-2 A didapat sebesar 2,51. Nilai ini dianggap memenuhi
persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus dipenuhi adalah
Kolimator 02 1-2 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,94 2,75 2,66 2,59 2,72 2,76
2 2,8 2,26 2,48 2,45 2,59 2,59
3 2,66 2,27 2,21 2,34 2,44 2,47
4 2,55 2,45 2,26 2,23 2,25 2,35
5 2,38 2,29 2,65 3,49 2,19 2,27
Rata-rata
Densitas film 2,66 2,40 2,45 2,62 2,43 2,48
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
1-2 A
2,51
Gambar 4.9 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 1-2 A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
66
1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada film sebagaimana yang ditunjukkan
pada Gambar 4.9 berjumlah 5 buah. Jumlah ini sesuai dengan jumlah kawat yang
harus tampak berdasarkan standar radiografi. Hasil gambar pada film ini
dinyatakan dapat diterima.
4.2.4 Kolimator 02 1-2 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 1-2 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.10.
Perhitungan densitas film kolimator 02 1-2 B ditunjukkan pada Tabel 4.10. Pada
film citra kolimator 02 1-2 B, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.10
porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada
kolimator 02 1-2 B menunjukkan cluster porosity pada lokasi 2-7 cm dan pada
lokasi 10-17 cm dari penomoran 1.
Tabel 4.10 Tabel Densitas Film Kolimator 02 1-2 B
Densitas film rata-rata untuk kolimator 02 1-2 B didapat sebesar 2,41.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.10 berjumlah 5 buah. Jumlah
ini sesuai dengan jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar radiografi.
Hasil radiografi pada film ini dinyatakan dapat diterima.
Kolimator 02 1-2 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,62 2,4 2,31 2,23 2,21 2,3
2 2,75 2,53 2,42 2,33 2,35 2,35
3 2,86 2,62 2,47 2,43 2,43 2,43
4 2,9 2,64 2,54 2,46 2,27 2,46
5 2,4 2,19 2,11 2,54 1,93 1,93
Rata-rata
Densitas film 2,70 2,47 2,37 2,39 2,23 2,29
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
1-2 B
2,41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
67
4.2.5 Kolimator 02 2-0 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 2-0 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.11.
Perhitungan densitas film kolimator 02 2-0 A ditunjukkan pada Tabel 4.11. Pada
film citra kolimator 02 2-0 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.11
porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada
kolimator 02 2-0 A menunjukkan porosity pada lokasi 3-12 cm.
Tabel 4.11 Tabel Densitas Film Kolimator 02 2-0 A
Kolimator 02 2-0 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 3,17 2,5 2,75 2,7 2,74 2,8
2 3,61 2,7 2,26 2,55 2,58 2,74
3 2,8 2,64 2,43 2,4 2,48 2,64
4 2,56 2,41 2,35 2,28 2,33 2,45
5 4,5 4,18 3,89 3,81 3,89 3,97
Rata-rata
Densitas film 3,32 2,88 2,73 2,74 2,80 2,92
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
2-0 A
2,90
Gambar 4.10 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 1-2 B
Porosity
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
68
Densitas film rata-rata untuk kolimator 02 2-0 A didapat sebesar 2,9. Nilai
ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film
yang harus dipenuhi adalah 1,5-3,5. Jumlah penetrameter yang tampak pada film
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.11 berjumlah 4 kawat. Jumlah ini
belum memenuhi jumlah kawat yang harus muncul berdasarkan standar, yaitu 5
kawat. Berdasarkan standar, hasil gambar pada film ini belum dapat diterima.
4.2.6 Kolimator 02 2-0 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 02 2-0 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.12.
Perhitungan densitas film kolimator 02 2-0 B ditunjukkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Tabel Densitas Film Kolimator 02 2-0 B
Kolimator 02 2-0 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,25 2,19 2,13 2,22 2,26 2,36
2 2,36 2,33 2,24 2,3 2,36 2,45
3 2,45 2,4 2,33 2,4 2,48 2,55
4 2,51 2,46 2,38 2,48 2,57 2,67
5 2,49 2,41 2,43 2,53 2,63 2,73
Rata-rata
Densitas film 2,41 2,35 2,30 2,38 2,46 2,55
Rata-rata
densitas film
Kolimator 02
2-0 B
2,41
Gambar 4.11 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 2-0 A
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
69
Pada film citra kolimator 02 2-0 B, dideteksi cacat berupa porositas. Pada
Gambar 4.12 porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi
pada kolimator 02 2-0 B menunjukkan porosity pada lokasi 7-19 cm. Porosity
terletak di bagian bawah kolimator.
Densitas film rata-rata untuk kolimator 02 2-0 B didapat sebesar 2,41.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-3,5. Film hasil pengujian gamma seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.12 menampilkan citra kawat penetrameter. Namun,
karena film mengalami doubleshoot, sulit untuk melakukan analisis sensitivitas
film berdasarkan kawat penetrameter yang tampak. Oleh karena itu, berdasarkan
citra penetrameter yang tampak,hasil radiografi pada film ini belum dapat diterima.
4.3 Hasil Uji Radiografi Kolimator 03
4.3.1 Kolimator 03 0-1 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 03 0-1 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Perhitungan densitas film kolimator 02 0-1 A ditunjukkan pada tabel 4.13. Pada
film citra kolimator 03 0-1 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.13
porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada
kolimator 03 0-1 A menunjukkan porositas pada lokasi 6-8 cm.
Gambar 4.12 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 02 2-0 B
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
70
Densitas film rata-rata untuk kolimator 03 0-1 A didapat sebesar 2,16.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-4. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.13 berjumlah 4 kawat. Jumlah
ini belum memenuhi jumlah kawat yang harus muncul berdasarkan standar
radiografi, yaitu 5 kawat. Berdasarkan standar, hasil radiografi pada film ini
belum dapat diterima.
Tabel 4.13 Tabel Densitas Film Kolimator 03 0-1 A
Kolimator 03 0-1 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,54 2,39 2,18 1,91 2,18 2,2
2 2,5 2,33 2,19 2,09 2,08 2,14
3 2,41 2,27 2,12 2,1 2,06 2,59
4 2,31 2,16 2,06 2,03 2,01 2,02
5 2,17 2,03 1,99 1,95 1,94 1,97
Rata-rata
Densitas film 2,38 2,23 2,10 2,01 2,05 2,18
Rata-rata
densitas film
Kolimator 03
0-1 A
2,16
Gambar 4.13 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 0-1 A
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
71
4.3.2 Kolimator 03 0-1 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 03 0-1 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14.
Perhitungan densitas film kolimator 03 0-1 B ditunjukkan pada tabel 4.14.
Tabel 4.14 Tabel Densitas Film Kolimator 03 0-1 B
Hasil analisa radiografi pada kolimator 03 0-1 B menyatakan bahwa pada
bagian ini tidak terdapat cacat atau defek yang ditemukan. Densitas film rata-rata
untuk kolimator 03 0-1 B didapat sebesar 2,04. Nilai ini dianggap memenuhi
persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus dipenuhi adalah
1,5-4.
Kolimator 03 0-1 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,28 2,15 2,06 1,99 2,02 1,99
2 2,32 2,18 2,1 2,02 2,02 2,01
3 2,35 2,22 2,13 2,05 2,04 2,04
4 2,14 2 2,03 1,93 1,86 1,84
5 2,04 2 1,93 1,85 1,85 1,81
Rata-rata
Densitas film 2,22 2,11 2,05 1,96 1,95 1,93
Rata-rata
densitas film
Kolimator 03
0-1 B
2,04
Gambar 4.14 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 0-1 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
72
Jumlah penetrameter yang tampak pada film sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 4.14 berjumlah 5 buah. Jumlah ini sesuai dengan
jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar radiografi. Hasil radiografi
pada film ini dinyatakan dapat diterima.
4.3.3 Kolimator 03 1-2 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 03 1-2 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.15.
Perhitungan densitas film kolimator 03 1-2 A ditunjukkan pada tabel 4.15
Tabel 4.15 Tabel Densitas Film Kolimator 03 1-2 A
Kolimator 03 1-2 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,62 2,48 2,35 2,27 2,12 1,94
2 2,53 2,41 2,3 2,23 2,15 2,13
3 2,49 2,36 2,25 2,19 2,13 2,15
4 2,35 2,32 2,17 2,11 2,09 2,1
5 2,27 2,18 2,1 2,04 2 2,03
Rata-rata
Densitas film 2,45 2,35 2,23 2,16 2,09 2,07
Rata-rata
densitas film
Kolimator 03
1-2 A
2,22
Gambar 4.15 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 1-2 A
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
73
. Pada film citra kolimator 03 1-2 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada
Gambar 4.15 porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi
pada kolimator 03 1-2 A menunjukkan porositas pada lokasi 8-9 cm. Densitas
film rata-rata untuk kolimator 03 1-2 A didapat sebesar 2,22. Nilai ini dianggap
memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus
dipenuhi adalah 1,5-4.
Jumlah penetrameter yang tampak pada film sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 4.15 berjumlah 4 buah. Jumlah ini belum memenuhi
jumlah kawat yang harus muncul berdasarkan standar, yaitu 5 buah. Berdasarkan
standar, hasil radiografi film ini belum dapat diterima.
4.3.4 Kolimator 03 1-2 B
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 03 1-2 B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.16.
Perhitungan densitas film kolimator 03 1-2 B ditunjukkan pada Tabel 4.16. Pada
film citra kolimator 03 1-2 B, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.16
porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada
kolimator 03 1-2 B menunjukkan porositas pada lokasi 8-11 cm. Densitas film
rata-rata untuk kolimator 03 1-2 B didapat sebesar 2,07. Nilai ini dianggap
memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus
dipenuhi adalah 1,5-4.
Tabel 4.16 Tabel Densitas Film Kolimator 03 1-2 B
Kolimator 03 1-2 B
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,18 2,07 2,01 1,99 1,92 1,87
2 2,27 2,12 2,07 2,05 1,88 1,92
3 2,4 2,25 2,14 2,11 1,92 1,99
4 2,42 2,27 2,21 2,14 1,97 2,04
5 2,19 2,08 2,01 2,02 1,84 1,89
Rata-rata
Densitas film 2,29 2,15 2,08 2,06 1,90 1,94
Rata-rata
densitas film
Kolimator 03
1-2 B
2,07
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
74
Pada film citra kolimator 03 1-2 B, dideteksi cacat berupa porositas. Pada
Gambar 4.16 porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi
pada kolimator 03 1-2 B menunjukkan porositas pada lokasi 8-11 cm. Densitas
film rata-rata untuk kolimator 03 1-2 B didapat sebesar 2,07. Nilai ini dianggap
memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas film yang harus
dipenuhi adalah 1,5-4.
Jumlah penetrameter yang tampak pada film sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 4.16 berjumlah 4 buah. Jumlah ini belum memenuhi
jumlah kawat yang harus muncul berdasarkan standar, yaitu 5 kawat. Berdasarkan
standar, film ini belum dapat diterima.
4.3.5 Kolimator 03 2-0 A
Dari pengujian gamma radiografi yang dilakukan didapatkan hasil film
untuk kolimator 03 2-0 A seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.17.
Perhitungan densitas film kolimator 03 2-0 A ditunjukkan pada Tabel 4.17. Pada
film citra kolimator 03 2-0 A, dideteksi cacat berupa porositas. Pada Gambar 4.17
porositas ditunjukkan pada lingkaran hitam. Hasil analisa radiografi pada
kolimator 03 2-0 A menunjukkan porositas pada lokasi 13-16 cm.
Densitas film rata-rata untuk kolimator 03 2-0 A didapat sebesar 2,21.
Nilai ini dianggap memenuhi persyaratan densitas film, dimana syarat densitas
film yang harus dipenuhi adalah 1,5-3,5. Jumlah penetrameter yang tampak pada
film sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.17 berjumlah 5 buah. Jumlah ini
Gambar 4.16 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 1-2 B
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
75
sesuai dengan jumlah kawat yang harus tampak berdasarkan standar radiografi.
Hasil radiografi pada film ini dinyatakan dapat diterima.
Tabel 4.17 Tabel Film Densitas Kolimator 03 2-0 A
4.4 Analisis cacat pada kolimator
Diskontinuitas yang muncul sebagai hasil pengujian ini, jika dibandingkan
dengan diskontinuitas hasil pengelasan tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 4.18. Cacat jenis crack yang ditemui pada kolimator 1 dan 5 dalam
dunia pengecoran juga dapat disebut sebagai hot tears. Cacat jenis ini dapat
disebabkan oleh laju pembekuan yang lambat. Faktor lainnya yaitu kecepatan
putar cetakan yang terlalu tinggi. Kecepatan putar cetakan yang tinggi
Kolimator 03 2-0 A
No SFD SFD+1 SFD+2 SFD+3 SFD+4 SFD+5
1 2,72 2,47 2,26 2,16 2,11 2,12
2 2,69 2,44 2,23 2,12 2,03 2,1
3 2,6 2,42 2,2 2,02 1,93 2,03
4 2,54 2,34 2,23 2,02 1,99 1,96
5 2,38 2,23 2,15 2 1,98 1,95
Rata-rata
Densitas film 2,58 2,38 2,21 2,06 2,00 2,03
Rata-rata
densitas film
Kolimator 03
2-0 A
2,21
Gambar 4.17 Film Hasil Gamma Radiografi pada Kolimator 03 2-0 A
Porositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
76
menghasilkan tegangan melingkar yang cukup tinggi. Hal ini menimbulkan crack
saat logam cair mengalami penyusutan (Tjitro & Sugiharto, 2004).
Cacat jenis porosity ditemui pada seluruh kolimator. Porositas adalah cacat
berupa lubang-lubang pada permukaan maupun bagian dalam benda cor. Cacat ini
dapat disebabkan oleh laju penuangan logam cair yang lambat, sehingga logam
cair bertumpuk dan menghasilkan porositas gas. Hal ini mengakibatkan
terperangkapnya gas hidrogen dalam logam cair pada waktu proses pengecoran.
Faktor lainnya yaitu temperatur penuangan, temperatur penuangan yang rendah
mengakibatkan permukaan coran yang bertumpuk dan menyebabkan porositas
(Tjitro & Sugiharto, 2004). Hal itu dikarenakan logam cair yang dituang
mengalami pembekuan sebelum mencapai titik terjauh pada cetakan (Gupta,
Nayak, & Kachhawaha, 2015).
Jika dilihat secara keseluruhan, laju pembekuan pada proses pengecoran
diperkirakan memiliki faktor yang lebih dominan dan menjadi alasan dibalik
timbulnya diskontinuitas. Faktor lain juga dapat mempengaruhi, namun dalam
penelitian ini tidak diketahui secara detail kondisi dan parameter yang digunakan
saat berlangsungnya proses pengecoran, sehingga tidak dapat dilakukan analisis
lebih lanjut terhadap faktor lain tersebut.
Gambar 4.18 Contoh diskontinuitas pada pengelasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
77
4.5 Analisis ketidaklayakan film
Dari total 72 film yang digunakan untuk pengujian gamma radiografi
kolimator BNCT, beberapa diantaranya menampilkan gambar yang tidak terlalu
jelas, serta memberi nilai densitas yang belum sesuai standar ASME. Kesalahan
lainnya seperti doubleshoot, film yang terbakar juga terjadi.
Beberapa faktor ikut mempengaruhi hasil film yang didapatkan, seperti
faktor radiografer atau teknisi di lapangan, lama waktu penyinaran, tahap
pencucian film, serta material spesimen yang digunakan. Karena pengujian
dilakukan secara manual, faktor tenaga kerja diyakini memberikan dampak yang
besar. Selama pengujian berlangsung, proses keluar-masuknya sumber radiasi
diatur oleh radiografer dengan cara memutar poros engkol. Sumber radiasi
dikeluarkan untuk menyinari objek. Penyinaran objek dilakukan dalam waktu
tertentu. Namun, proses keluar-masuk sumber radiasi dilakukan dengan cara
memutar engkol, sehingga proses ini memakan waktu. Akibatnya, waktu
penyinaran menjadi lebih lama dari yang seharusnya. Hal ini dapat mempengaruhi
kualitas film yang dihasilkan. Beberapa film yang masuk dalam kategori gagal
ditunjukkan pada Gambar 4.19 dan 4.20
Pada Gambar 4.19 diperlihatkan hasil radiografi gamma pada kolimator 07
bagian 0-1 B. Marker identifikasi masih dapat dilihat, namun gambar yang
dihasilkan buruk. Pada Gambar 4.20 diperlihatkan hasil radiografi gamma pada
kolimator 07 2-0 A. Pada gambar tampak sebagian film tersinari dengan baik,
namun sebagian lagi terlihat hitam pekat.
Gambar 4.19 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 07 0-1 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
78
Gambar 4.20 Film Hasil Gamma Radiografi Kolimator 07 2-0 A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
79
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari berbagai hasil yang telah diperoleh melalui pengujian radiografi
gamma terhadap 12 kolimator BNCT ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Penggunaan standar pengujian radiografi gamma dengan material baja
karbon sebagai referensi untuk pengujian dengan bahan nikel sudah
mampu memberikan hasil yang cukup baik. Meski demikian, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, perlu dilakukan evaluasi dan
percobaan selanjutnya. Perbedaan material memberikan parameter yang
berbeda, seperti waktu penyinaran, dan daya tembus.
2. Dari 12 segmen kolimator yang diproduksi, cacat terdeteksi pada seluruh
kolimator. Cacat jenis crack terdeteksi pada kolimator 01 dan 05, sisanya
cacat berupa porositas. Hasil diskusi bersama menyatakan bahwa
kolimator dengan cacat berupa crack ataupun crack dan porositas tidak
dapat digunakan untuk keperluan BNCT. Sementara kolimator dengan
cacat hanya berupa porositas akan dievaluasi lebih lanjut mengenai
kualitas sinar neutron yang mampu dihasilkan. Berdasarkan standar
pengujian ASME dan ASTM, produk hasil pengecoran yang terdapat
crack atau porositas skala besar tidak dapat diterima.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beberapa hal yang dapat
penulis sarankan ialah:
1. Untuk produksi kolimator berikutnya, agar kualitas yang dihasilkan lebih baik,
beberapa faktor dapat diperhatikan seperti kecepatan putar cetakan,
temperatur penuangan logam cair dan laju penuangan logam cair.
Mengurangi kecepatan putar, meningkatkan temperatur dan laju penuangan
berpotensi memberikan kualitas kolimator yang lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
80
2. Dalam melakukan pengujian radiografi, material objek merupakan faktor
penting yang akan mempengaruhi hasil pengujian, sehingga perlu
diperhatikan. Faktor seperti human error sebaiknya diminamilisir agar
menghasilkan film yang lebih layak diterima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
81
DAFTAR PUSTAKA
A, M. I., Sardjono, Y., & Widiharto, A. (2014). Perancangan Kolimator di Beam
Port Tembus Reaktor Kartini untuk Boron Neutron Capture Therapy.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah - Penelitian Dasar dan Ilmu
Pengetahuan Teknologi Nuklir 2014 (hal. 163-178). Yogyakarta: Pusat
Sains dan Teknologi Akselerator - BATAN.
AbdAlla, A. N., Faraj, M. A., Samsuri, F., Rifai, D., Ali, K., & Al-Douri, Y.
(2019). Challenges in Improving the Performance of Eddy Current
Testing: Review. Measurement and Control, 46-64.
American Society for Testing and Materials. (2000). An American National
Standard. United States: American Society for Testing and Materials.
American Society of Mechanical Engineers. (2013). ASME Boiler and Pressure
Vessel Committee on Nondestructive Examination. New York: American
Society of Mechanical Engineers.
Arif, I. (2018). Nikel Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bakhri, S., Sumarno, E., Himawan, R., Akbar, T. Y., Subekti, M., & Sunaryo, G.
R. (2017). Preliminary Development of Online Monitoring Acoustic
Emission System for the Integrity of Research Reactor Components.
Journal of Physics: Conference Series, 1-11.
Barceloux, D. G. (1999). Nickel. Clinical Toxicology, 239-258.
Bavarnegin, E., Kasesaz, Y., & Wagner, F. M. (2017). Neutron Beams
Implemented at Nuclear Research Reactors for BNCT. Journal of
Instrumentation, 1-28.
Benjamin, D. J. (2014). The Efficacy of Surgical Treatment of Cancer - 20 Years
Later. Medical Hypotheses, 412-420.
Bilalodin, Kusminarto, Sardjono, Y., & Sunardi. (2017). Double Layer Collimator
for BNCT Neutron Source Based on 30 MeV Cyclotron. Indonesian
Journal of Physics and Nuclear Applications, 124-127.
Bluemke, D. A., & Liu, S. (2012). Imaging in Clinical Trials. Principles and
Practice of Clinical Research, 597-617.
Brandão, S. F., & Campos, T. P. (2009). Dosimetric Analysis of BNCT - Boron
Neutron Capture Therapy - Coupled to 252CF Brachytheraphy. 2009
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
82
International Nuclear Atlantic Conference (hal. 1-11). Rio De Janeiro:
International Nuclear Information System.
British Institute of Non-Destructive Testing. (2015, November). Non-Destructive
Testing (NDT) - Guidance Document: An Introduction to NDT Common
Methods. United Kingdom.
Chesnokova, A. A., Kalayeva, S. Z., & Ivanova, V. A. (2017). Development of a
Flaw Detection Material for the Magnetic Particle Method. Journal of
Physics: Conference Series, 1-6.
Dong, Y., & Ansari, F. (2011). Non-Destructive Testing and Evaluation
(NDT/NDE) of Civil Structures Rehabilitated Using Fiber Reinforced
Polymer (FRP) Composites. Service Life Estimation and Extension of Civil
Engineering Structures, 193-222.
Dwivedi, S. K., Vishwakarma, M., & Soni, A. (2018). Advances and Research on
Non Destructive Testing: A Review. Materials Today : Proceedings,
3690-3698.
Ebhota, W. S., Karun, A. S., & Inambao, F. L. (2016). Centrifugal Casting
Technique Baseline Knowledge, Applications, and Processing Parameters:
Overview. International Journal of Materials Research, 960-969.
Electric Power Research Book. (2007). Carbon Steel Handbook. Palo Alto:
Electric Power Research Book.
Endramawan, T., & Sifa, A. (2017). Non Destructive Test Dye Penetrant and
Ultrasonic on Welding SMAW Butt Joint with Acceptance Criteria ASME
Standard. Material Science and Engineering, 1-9.
F, O. E., Riyatun, & Suharyana. (2015). Modification of Materials and Thickness
Layer of Radial Piercing Beamport (RPB) Reflector on Kartini Reactor for
Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Indonesian Journal of Applied
Physics, 94-106.
Fantidis, J. G., & Nicolaou, G. (2018). Optimization of Beam Shaping Assembly
design for Boron Neutron Capture Therapy based on a transportable
proton accelerator. Alexandria Engineering Journal, 2333-2342.
Farahdiba, B. A., & Nugroho, Y. S. (2016). Klasifikasi Kanker Payudara
Menggunakan Algoritma Gain Ratio. Jurnal Teknik Elektro, 43-46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
83
Filipussi, D. A., Guzmán, C. A., Xargay, H. D., & Hucailkuk, C. T. (2015). Study
of Acoustic Emission in a Compression Test of Andesite Rock. Procedia
Materials Science, 292-297.
Fitriatuzzakiyyah, N., Sinuraya, R. K., & Puspitasari, I. M. (2017). Terapi Kanker
dengan Radiasi: Konsep Dasar Radioterapi dan Perkembangannya di
Indonesia. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 311-320.
GE Inspection Technology. (2008). Industrial Radiography Image Forming
Techniques. Diambil kembali dari https://www.industrial.ai
Gunawan, Sutiarso, Suyatno, Setiawan, & Juliyani. (2009). Peningkatan Kualitas
Citra Radiografi Netron Menggunakan Film Lapisan Tunggal. Prosiding
Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 7 (hal. 14-19).
Serpong: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) - BATAN.
Gupta, M. K., Nayak, S., & Kachhawaha, A. K. (2015). Analysis of Centrifugal
Casting Defects on Their Manufacturing Parameter. Journal of
Harmonized Research, 05-08.
Hellier, C. J. (2003). Handbook of Nondestructive Evaluation. United States: The
McGraw-Hill Companies.
International Agency for Research on Cancer. (2018). Latest Global Cancer Data:
Cancer burden rises to 18.1 million new cases and 9.6 million cancer
deaths in 2018. France: International Agency for Research on Cancer.
International Atomic Energy Agency. (1996, March). Manual on Gamma
Radiography. Vienna: International Atomic Energy Agency.
International Atomic Energy Agency. (1999). Radiation Protection and Safety in
Industrial Radiograph. Vienna: International Atomic Energy Agency.
International Atomic Energy Agency. (2001). Current Status of Neutron Capture
Therapy. Vienna: International Atomic Energy Agency.
IPS. (1997). General Standard for Protection Against Radioactive Sealed Sources.
IPS.
Jumpeno, B. E. (2014). Evaluasi Hasil Pengujian Keselamatan Kamera Radiografi
Gamma Industri Jenis Portabel di Laboratorium PTKMR - BATAN Tahun
2012-2013. Widyanuklida, 13-21.
Kementerian Kesehatan RI. (2015, Februari). Info Datin. Dipetik Oktober 14,
2018, dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: www.depkes.go.id
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
84
Kumar, B., & Durgbans, A. S. (2017). Experimental Analysis of Effect of Flaw
Geometry on the Leakage Magnetic Flux in Magnetic Particle Testing.
Asia Pacific Journals, 1-3.
Lage, A., & Romero, T. (2018). Back and forth between cancer treatment and
cancer control programs: Insight from the Cuban experience. Seminars in
Oncology, 12-17.
Lopez, A., Bacelar, R., Pires, I., Santos, T. G., Sousa, J. P., & Quintino, L. (2018).
Non-Destructive Testing Applicationof Radiography and Ultrasound for
Wire and Arc Additive Manufacturing. Additive Manufacturing, 298-306.
Maitz, C. A., Khan, A. A., Kueffer, P. J., Brockman, J. D., Dixson, J., Jalisatgi, S.
S., et al. (2017). Validation and Comparison of the Therapeutic Efficacy of
Boron Neutron Capture Therapy Mediated by Boron-Rich Liposomes in
Multiple Murine Tumor Models. Translational Oncology, 686-692.
Malhotra, V., & Kumar, Y. (2016). Study of Process Parameters of Gravity Die
Casting Defects. International Journal of Mechanical Engineering and
Technology, 208-211.
McGuire, S. A., & Peabody, C. A. (1982). Working Safely in Gamma
Radiography. Washington, D.C: Official of Nuclear Regulatory Research.
Mgonja, C. T. (2017). Evaluation on Use of Industrial Radiography for Weld
Joints Inspection in Tanzania. International Journal of Mechanical
Engineering and Technology, 65-74.
Mujiyono, Suharto, Nurjaman, F., Mukhammad, A. F., Nurhadiyanto, D., &
Sumowidagdo, A. L. (2018). Manufacture of Nickel Collimator for
BNCT: Smelting of Nickel Using Electrical Arc Furnace and Centrifugal
Casting Preparation. Indonesian Journal of Physics and Nuclear
Applications, 21-28.
Nedunchezhian, K., Aswath, N., Thiruppathy, M., & Thirugnanamurthy, S. (2016).
Boron Neutron Capture Therapy - A Literature Review. Journal of
Clinical and Diagnostic Research, 1-4.
Nurhadiyanto, D., Mujiyono, & Ristadi, F. A. (2017). The Characteristics of
Aluminium Casting Product Using Centrifugal Casting Machine.
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 153-158.
Nurwati, S., & Prasetya, R. I. (2014). Kajian Medis Pemanfaatan Teknologi
Nuklir BNCT untuk Tumor Otak Jenis Glioma. Prosiding Pertemuan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
85
Presentasi Ilmiah - Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Nuklir 2014 (hal. 127-134). Yogyakarta: Pusat Sains dan Teknologi
Akselerator - BATAN.
Payudan, A., Haryadi, A., & Abdullatif, F. (2017). Optimization of Collimator
Neutron Design for Boron Neutron-Capture Cancer Therapy (BNCT)
Based Cyclotron 30 MeV. Indonesian Journal Physics and Nuclear
Application, 128-136.
Polee, C., Chankow, N., Srisatit, S., & Thong-Aram, D. (2014). An Industrial
Radiography Exposure Device Based on Measurement of Transmitted
Gamma-Ray Intensity . Journal of Physics, 1-7.
Pujeri, K., Jain, P., & Panda, K. (2013). The Significance of the Radiography
Technique in the Non-Destructive Evaluation of the Integrity and
Reliability of Cast Interconnects . International Journal of Chemical and
Molecular Engineering, 36-41.
Rosenberg, S. J. (1968). Nickel and Its Alloys. Washington, D.C: National Bureau
of Standards Monograph 106.
Santoso, N., & Setiawan, W. (2015). Variasi Perubahan Putaran pada Pengecoran
Aluminium Bentuk Puli dengan Metode Centrifugal Casting Terhadap
Peningkatan Kekuatan Mekanik. Jurnal Material Teknologi Proses, 9-11.
Sarfati, D., Garvey, G., Robson, B., Moore, S., Cunningham, R., Withrow, D., et
al. (2018). Measuring Cancer in Indigenous Populations. Annals of
Epidemiology, 335-342.
See, J. E., Drury, C. G., Speed, A., Williams, A., & Khalandi, N. (2017). The Role
of Visual Inspection in the 21st Century. Proceedings of the Humans
Factors and Ergonomics Society 2017 Annual Meeting (hal. 262-266). Los
Angeles: Sage Publisher.
Setiyadi, A., Sardjono, Y., & Darmawan, D. (2016). Dosis Boron Neutron
Capture Therapy (BNCT) pada Kanker Kulit (Melanoma Maligna)
Menggunakan MCNP-X CODE dengan Sumber Neutron dari Beamport
Tembus Reaktor Kartini. Jurnal Fisika, 65-75.
Sharma, A., & Sinha, A. K. (2018). Ultrasonic Testing for Mechanical
Engineering Domain: Present and Future Perspective. International
Journal of Research in Industrial Engineering, 243-253.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
86
Singh, R., Singh, S., & Hashmi, M. (2016). Investment Casting. Reference
Module in Materials Science and Materials Engineering, 1-18.
Singh, S., & Singh, R. (2015). Precision Investment Casting: A State of Art
Review and Future Trends. Journal of Engineering Manufacture, 1-22.
Situngkir, H. (2009). Pengaruh Putakan Cetakan Terhadap Sifat Mekanik Besi
Cor Kelabu pada Pembuatan Silinder Liner Mesin Otomotif dengan
Pengecoran Sentrifugal Mendatar. Jurnal Dinamis, 19-28.
Sujiono, E. H., Diantoro, M., & Samnur. (2014). Karakteristik Sifat Fisis Batuan
Nikel di Sorowako Sulawesi Selatan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
163-167.
Sutanto, A., Fatra, W., & Helwani, Z. (2018). Pengaruh Variasi Kecepatan Putar,
Temperatur Cetakan dan Temperatur Tuang Terhadap Fluiditas
Pengecoran Aluminium Kaleng Minuman Menggunakan Metode Qudong.
Jurnal Online Mahasiswa, 1-9.
Tjitro, S., & Sugiharto. (2004). Pengaruh Kecepatan Putar pada Proses
Pengecoran Aluminium Centrifugal. Jurnal Teknik Mesin, 1-7.
Vallenry, B. Y., Widiharto, A., & Sardjono, Y. (2014). Pemodelan Kolimator di
Radial Beam Port Reaktor Kartini untuk Boron Neutron Capture Therapy.
Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir, 11-20.
Verma, S. K., Bhadauria, S. S., & Akhtar, S. (2013). Review of Nondestructive
Testing Methods for Condition Monitoring of Concrete Structures.
Journal of Construction Engineering, 1-11.
Widarto, Trikasjono, T., & Akbar, F. (2016). Radiation Safety Analysis of
Neutron Collimator Based On Nickel Material for Piercing Radial
Beamport Utilization of Kartini Research Reactor. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia, 148-160.
Wijaya, C. A., & Muchtaridi, M. (2017). Pengobatan Kanker Melalui Metode Gen
Terapi. Farmaka, 53-68.
Yilmaz, D., Güzeldir, B., Akkuş, T., & Öznülüer, T. (2018). X and Gamma-Ray
Irradiation Effects on Vanadium Pentoxide Thin Films. Spectroscopy
Letters, 1-5.
Yudissanta, A., & Ratna, M. (2012). Analisis Pemakaian Kemoterapi pada Kasus
Kanker Payudara dengan Menggunakan Metode Regresi Logistik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
87
Multinomial (Studi Kasus Pasien di Rumah Sakit "X" Surabaya). Jurnal
Sains dan Seni ITS, 112-117.
Zacharias, P., Garnito, H., & Wahono, T. (2016). Uji Tanpa Rusak Pada
Sambungan Lasan Liner Kolam Iradiator Gamma. PRIMA, 1-11.
Zhang, B., Wu, J., Li, X., Liu, H., Yadian, B., Ramanujan, R. V., et al. (2014).
Passivation of Nickel Nanoneedles in Aqueous Solutions. The Journal of
Physical Chemistry, 9073-9077.
Zhou, H. T., Hou, K., Pan, H. L., Chen, J. J., & Wang, Q. M. (2015). Study on the
Optimization of Eddy Current Testing Coil and the Defect Detection
Sensitivity . Procedia Engineering, 1649-1657.
Zolfaghari, A., Zolfaghari, A., & Kolahan, F. (2018). Reliability and Sensitivity of
Magnetic Particle Nondestructive Testing in Detecting the Surface Cracks
of Welded Components. Nondestructive Testing and Evaluation, 290-300.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI