EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERALENDAPAN NIKEL LATERIT
I. PendahuluanNikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan
nomor atom 28. Karakteristik nikel yang tahan karat menjadikan
komoditas logam ini sangat dibutuhkan oleh peradaban modern yang
banyak membutuhkan logam tahan karat sebagai bahan baku dalam
produksi. Dalam Kadar nikel tertinggi hingga mencapai 3000 ppm
terdapat dalam batuan ultrabasa dunit dan peridotit seperti yang
ditemukan di Caledonia. Kandungan nikel pada berbagai jenis batuan
lainnya bervariasi, pada batuan metamorfik dan sedimen (batupasir)
mengandung 90 ppm Ni, 90 100 ppm Ni dalam lempung dan berkisar 10
-20 ppm batuan karbonatan, sedangkan pada batuan asam sangat tidak
umum 5 ppm). Terdapat dua jenis cebakan nikel yaitu primer dan
laterit (Sutisna et.al, 2006).Laterit berasal dari later, artinya
bata (membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata berwarna
merah). Ollier (1969) mengartikan sebagai Soil di daerah tropis
dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam keadaan normal
berwarna merah. Laterisasi merupakan proses pelapukan kimia pada
kondisi iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang
lama dengan kondisi tektonik yang relatif stabil, membentuk formasi
lapisan regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, (But
and Zeegers, 1992). Pengubahan mineral utama dan pelepasan beberapa
komponen kimia Pencucian komponen-komponen mobile. Pengumpulan
residual komponen-komponen tidak mobile atau tidak larut.
Pembentukan formasi mineral baru yang lebih stabil dalam lingkungan
pengendapan.Proses pembentukan endapan nikel laterit dimulai oleh
pelapukan pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit),
dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung
0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh
pelapukan lateritik. Proses laterisasi adalah proses pencucian pada
mineral yang mudah larut dan silika dari profil laterit pada
lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk
konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co.
Gambar 1 menunjukan skema pembentukan endapan nikel laterit
.
Gambar 1. Diagram skematik pembentukan endapan nikel laterit
(Djadjulit, 1992)
Secara umum, Nikel laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona
(Sundari, 2012). Profil nikel laterit dideskripsikan dan
diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah
yang juga menetukan persebaran secara lateral. Zona lapisan/horizon
Tanah Penutup (Overburden) Zona lapisan/ horizon Limonit Berkadar
Menengah (Medium grade limonit) Zona lapisan/ horizon Bijih
(Saprolit) Batuan dasar (Bedrock)Zona Lapisan /horizon endapan
nikel laterit memiliki penggambaran model yang berbeda tergantung
pada penulis serta daerah yang diteliti. Gambar 2 dan 3 menunjukan
penggambaran skematik zonasi lapisan tersebut secara lateral dan
vertikal (Chetelat, 1947).
Gambar 2. Diagram skematik profil vertikal endapan nikel laterit
daerah New Caledonia (modifikasi Chetelat, 1947)
Gambar 2. Diagram skematik profil Lateral endapan nikel laterit
(Chetelat, 1947)
Dalam Sundari (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
bijih nikel laterit ini adalah: Batuan asal, adanya batuan asal
merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan
ultrabasa terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan
lainnya dan mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau
tidak stabil (seperti olivin dan piroksin), mempunyai
komponenkomponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel. Iklim, adanya siklus musim
kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan
permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dansekaligus akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur
yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana
akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah
proses atau reaksi kimia pada batuan. Dengan kondisi curah hujan
tinggi pada wilayah Kabaena selama enam bulan (Desember - Mei) akan
mempercepat proses pelapukan kimia dimana nikel laterit mudah
terbentuk. Reagen-reagen kimia dan vegetasi, maksud dari
reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia.
Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah
pH larutan. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: Penetrasi
air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar
pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan
lebih tebal keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya
lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang
lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Topografi, keadaan
topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta
reagen reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan
bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk
mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada
daerah-daerah yang landai sampaikemiringan sedang, hal ini
menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi.
Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur
(run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat
menyebabkan pelapukan kurang intensif. Struktur yang sangat dominan
adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur
patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas
(kemampuan batuan untuk meloloskan air) dan permeabilitas
(kemampuan batuan untuk menahan air) yang kecil sekali sehingga
penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan
tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses
pelapukan akan lebih intensif.Karakteristik suatu endapan akan
menjadi tolak ukur dalam pemilikan suatu metode eksplorasi mineral.
Eksplorasi mineral membutuhkan pemahaman geologi yang menunjang
untuk menentukan wilayah eksplorasi untuk mencari suatu endapan
yang memiliki potensi ekonomis. Berikut merupakan beberapa metode
yang menjadi opsi berkaitan dengan eksplorasi nikel laterit:
Endapan nikel laterit berasosiasi dengan batuan ultrabasa, artinya
dalam memilih suatu wilayah eksplorasi dibutuhkan pemahaman tentang
daerah dengan keterdapatan batuan ultrabasa. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan studi literatur melalui data geologi berupa peta
geologi terdahulu yang selanjutnya ditunjang dengan metode pemetaan
geologi hingga skala terperinci disertai dengan analisis data
penunjang berupa citra satelit dan data topografi. Pemahaman
terhadap morfologi juga dapat berguna untuk pemilihan wilayah
karena pembentukan endapan ini salah satunya dipengaruhi oleh
topografi yang mempengaruhi gerakan air tanah dan proses pelindian.
Endapan nikel laterit yang sebagian besar terdiri atas tubuh tanah
hasil proses pelapukan dan terjadi proses pengayaan oleh proses
pelindian, sehingga dibutuhkan metode analisis kimia untuk
menentukan zonasi lapisan yang terkayakan dengan metode pengambilan
sampel melalui pembuatan sumur uji dan pengeboran. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar endapan berupa tanah tidak menunjukan
kondisi yang tersingkap di permukaan. Sampel tersebut membutuhkan
analisis laboratorium berupa analisis laboratorium secara geologi
dan analisis kimia untuk mengetahui genesa, jenis bijih, dan kadar
nikel. Untuk memastikan profil endapan secara vertikal maupun
persebaran secara lateral, data geokimia serta profil dari
pembuatan sumur uji dan pengeboran ditunjang oleh metode geofisika.
Dalam eksplorasi endapan nikel laterit yang berkaitan dengan
mineral oksida, mineral logam dan faktor air tanah sebagai agen
proses pelindian menjadi acuan metode geofisika berupa metode
tahanan jenis (resistivity).II. Metode PenelitianII.1 Pemetaan
GeologiSecara prosedural pemetaan dilakukan dalam beberapa langkah
yaitu : Studi literatur secara prosedural yaitu mengumpulkan data
data penunjang berupa peta geologi, jurnal dan publikasi ilmiah,
laporan penelitian geologi, peta dasar, peta rupa bumi, data
geokimia tanah, citra satelit pada daerah eksplorasi. Perizinan
pada pemerintahan daerah serta tokoh masyarakat dan adat yang
terkait dengan daerah penelitian serta persiapan akomodasi dan
logistik. Delineasi peta yang didapatkan dari studi literatur,
meliputi delineasi geomorfologi, struktur geologi (interpretasi
citra satelit dan peta topografi), dan gambaran sebaran batuan
untuk memberikan gambaran kondisi daerah penelitian secara umum.
Pembuatan peta dasar dan jalur eksplorasi. Observasi lapangan,
meliputi pengamatan singkapan, deskripsi batuan, pengukuran
struktur geologi, pembuatan profil batuan dan tanah laterit, plot
titik pengamatan, pencatatan dan sketsa , serta dokumentasi dan
pengambilan sampel batuan serta pengambilan sampel tanah .Dalam
pelaksanaan pemetaan tersebut peralatan yang dibutuhkan yaitu:a)
Peta dasar daerah penelitian (skala disesuaikan dengan skala
penelitian)b) Kompas geologi c) Palu geologi, d) Panduan manual
deskripsi lapangane) Loupe dengan pembesaran 10 x dan 20 xf) HCL
0,1 N g) Meteran h) Kamerai) Kantong sampel j) GPSk) Alat penunjang
keselamatan, seperti pakaian standar lapanganl) Alat- alat
tulis.II.2 Pembuatan Sumur UjiDalam eksplorasi nikel laterit, sumur
uji umumnya dilakukan berdasarkan nilai anomali kandungan geokimia
tanah serta topografi yang menunjang yaitu morfologi lembah. Hal
tersebut disebabkan karena pada daerah lembah kandungan nikel pada
saprolit lebih signifikan karena pola gerakan air tanah.umumnya
dibuat dengan peralatan manual penggalian seperti cangkul dan
lainnya dengan tenaga manusia. Gambar 4 menunjukan bentuk umum
penampang sumur uji. Kedalaman sumur dibuat berdasarkan kebutuhan
eksplorasi, bahkan sampai batuan dasar dengan lebar umum 3-5 meter.
Spasi dari setiap titik pembuatan sumur uji juga diperhitungkan
dengan plot GPS untuk mencari kemenerusan secara lateral.
Gambar 4. Variasi penampang sumur uji.
II.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis (Resistivity)Metode
geolistrik tahanan jenis (resistivity) merupakan metode geofisika
yang cocok untuk digunakan dalam eksplorasi nikel laterit karena
sesuai dengan karakteristik endapan tersebut. Dalam pelaksanaanya
dibutuhkan perencanaan lintasan terlebih dahulu disesuaikan dengan
tipe endapan serta kemenerusan dari endapan nikel itu sendiri. Hal
tersebut menunjukan bahwa tingkat presisi dari metode ini juga
bergantung pada data sumur uji maupun data bor.Peralatan yang
dibutuhkan dalam melakukan metode geolistrik.1. Terrameter LS 12
channel 2. 4 kabel multi-channel3. 2 konektor4. 64 elektroda dan 64
jumper5. Aki/batteryResistivitas merupakan output dari pengukuran
geolistrik, dari nilai resistivitas inilah akan ditentukan bentuk
bawah permukaan dan apa saja yang terkandung pada bawah
permukaan:
Nilai k akan bergantung kepada konfigurasi yang digunakan, ada
beberapa macam konfigurasi pada geolistrik (gambar 5) : 1. Wenner
2. Schlumberger 3. Dipole Dipole 4. Pole Dipole 5. Pole Pole 6.
Wenner Schlumberger
Gambar 5. Konfigurasi geolistrik
(http://seismixplorer.blogspot.com/2013/07/metode-geolistrik.html)Agar
hasil dapat presisi, maka dalam beberapa pelaksanaan metode ini
menggunakan data primer dan sekunder sebagai penunjang Data primer
yang digunakan yaitu data resistivitas untuk setiap lintasan yang
meliputi nilai resistivitas semu. Data sekunder pada data bor pada
daerah sepanjanglintasan pengukuran yang meliputi:a. Lokasi dari
titik bor (X,Y), kedalamannya (Z).b. Data geologi dari tiap log bor
meliputi : lapisan limonit, saprolit dan bedrock.c. Data kandungan
unsur kimia berupa persentasi nilai total material magnesium (Mg),
aluminium (Al), besi (Fe), kromium (Cr), nikel (Ni), kobalt (Co),
mangan (Mn) dan SiO2 (Silika). Karena yang diperoleh di lapangan
adalah resistivitas semu, maka perlu dilakukan proses inversi.
Proses inversi bertujuan untuk mengubah nilai resistivitas semu
menjadi nilai resistivitas sebenarnya. Proses inversi akan
dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan menyesuaikan
metode konfigurasi katoda dan menghasilkan penampang 2 dimensi yang
selanjutnya dapat dihubungkan dengan data pengeboran (Muhtar et.al
2014).II.4 PengeboranUntuk eksplorasi nikel laterit dapat digunakan
sebagai pengeboran dangkal untuk pengambilan sampel permukaan untuk
analisis geokimia tanah. Dalam tahap ini titik pengeboran secara
prosedural ditentukan pada area yang sebelumnya telah
dipertimbangkan secara geologi, baik keterdapatan batuan dasar
serta kemungkinan keterdapatan endapan dan konsentrasi nikel yang
signifikan (topografi, hidrologi, ketebalan saprolit). Pengeboran
dangkal merupakan opsi pilihan selain pembuatan sumur uji. Alat
yang biasa dugunakan dalam pengeboran ini adalah Hand Auger. Untuk
eksplorasi dengan presisi yang rinci, pengeboran dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bor dengan mesin dan penangkap inti bor.
Tingkat kedalaman umumnya mencapai batuan dasar. Kegiatan
pengeboran harus dipimpin oleh seorang Wellsite Geologist untuk
memimpin pelaksanaan pengeboran serta melakukan manual logging.
Bila diperlukan maka akan ditambah dengan proses wireline logging
untuk meningkatkan tingkat presisi. Spasi titik bor dapat berjarak
100 meter, 50 meter, 25meter bahkan hingga 12,5 meter, tergantung
pada kebutuhan dan tingkat presisi suatu eksplorasi.II.5 Metode
Analisis LaboratoriumMetode ini terdiri atas analisis laboratorium
meliputi 1. Analisis petrografi : digunakan untuk mengidentifikasi
mineralogi batuan dasar untuk menjawab hubungan asosiasi mineral
terhadap pengayaan kandungan nikel (genesa batuan dan asosiasi
mineral). Prosedur pelaksanaan yaitu membuat preparasi sayatan
batuan dasar dengan ketebalan standar 0.03 milimeter yang diambil
dari proses pemetaan maupun sumur uji dan inti bor, kemudian
diamati dengan mikroskop polarisasi.2. Analisis mineragrafi :
Saling berkaitan dengan analisis petrografi, digunakan untuk
mendukung analisis genesa perubahan batuan (serpentinisasi) serta
kemunculan mineral logam yang muncul dan berasosiasi dengan nikel.
Prosedur pelaksanaan yaitu menggunakan sayartan poles sampel batuan
dasar, kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop mineragrafi
atau mikroskop refleksi.3. Analisis XRD ditujukan untuk
mengidentifikasi nama-nama mineral yang terdapat pada endapan nikel
laterit. Dengan adanya analisis XRD ini dapat diketahui
mineral-mineral pembawa unsur Fe, Ni serta menganalisis perubahan
yang terjadi pada endapan nikel laterit akibat proses leaching oleh
airtanah (Syafrizal et.al.,2011). Prosedur standar analisis ini
terdapat dua cara preparasi spesimen untuk analisis XRD, yaitu cara
kering dan basah. Cara kering menggunakan serbuk kering yang
dicetak pada cetakan aluminium yang merupakan cetakan standar untuk
analisis XRD berukuran 20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Cara basah
dilakukan dengan meratakan serbuk sampel di atas gelas preparat dan
menambahkan beberapa tetes larutan kimia yang tidak akan merusak
struktur kristal sampel, misalnya aseton dan glikol (campuran 10%
gliserol dan 90% etanol). Preparasi spesimen basah lainnya adalah
dengan mengikuti penyiapan sampel standar untuk analisis mineral
lempung yang dideskripsikan oleh serbuk sampel dicampur dengan air
murni, dikocok dan didiamkan sementara waktu sehingga butir-butir
kasar akan terpisah. Hasil suspensi larutan tersebut diteteskan di
atas gelas preparat dan dibiarkan mengering selama semalam pada
suhu ruangan. Spesimen ini kemudian dianalisis dengan metode XRD
tanpa dan dengan penambahan larutan glikol (Herdianita et.al.1999).
Sampel dianalisis dengan alat Difraktometer sinar-X.4. Spektroskopi
X-Ray Fluorescence (XRF) merupakan teknik analisis unsur yang
membentuk suatu material dengan menjadikan interaksi sinar-X dengan
material analit sebagai dasarnya. XRF spektroskopi banyak
dimanfaatkan dalam analisa batuan karena membutuhkan jumlah sampel
yang relatif kecil (sekitar 1 gram) . Dibutuhkan kalibrasi alat
spektrosopi XRF terlebih dahulu sebelum melakukan analisis untuk
memastikan tingkat presisi.III. PembahasanMetode analisis geokimia
yang digunakan dalam penentuan kandungan nikel dari sampel yang
diperoleh yaitu menggunakan metode XRF dengan alat Spektroskopi
X-Ray Fluorescence. Tabel 1 menunjukan salah satu hasil dari
analisis XRF pada sampel bed rock yang dianggap fresh daerah
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Syafrizal
et.al., 2011).Tabel 1 Contoh hasil dari analisis XRF pada sampel
original bed rock daerah Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Syafrizal et.al., 2011)
Berikut merupakan conto presentasi data beserta aplikasi yang
didapat berdasarkan metode yang telah disebutkan sebelumnya :1.
Korelasi antara data yang diperoleh dengan menggunakan metode
pembuatan sumur uji dengan data ketebalan bijih pada daerah
Sorowako, Sulawesi Selatan (Tonggiroh, 2009). Penelitian tersebut.
Tabel 2 dan 3 menunjukan ketebalan bijih nikel dan ketebalan
limonit serta saprolit pada daerah tersebut dan untuk penampang
sumur uji digambarkan pada gambar 6.Tabel 2 Contoh hasil dari
analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan limonit daerah
Sorowako, Sulawesi Selatan
Tabel 3 Contoh hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap
ketebalan Saprolit daerah Sorowako, Sulawesi Selatan
Gambar 6. Ilustrasi penampang sumur uji daerah Sorowako,
Sulawesi SelatanKemudian berdasarkan korelasi tersebut disimpulkan
untuk kandungan nikel dengan grade tinggi terdistribusi pada bagian
punggungan serta lembah yang lebih landai (pengaruh topografi).
Gambar 7 menunjukan distribusi serta kadar nikel daerah
tersebut.
Gambar 7. Distribusi serta kadar nikel daerah Sorowako, Sulawesi
Selatan2. Penggunaan data geofisika tahanan jenis dengan penampang
bor untuk menunjukan interpretasi nilai tahanan jenis terhadap
zonasi lapisan nikel laterit pada daerah Bukit Hasan North,
Sorowako, Sulawesi Selatan (Muhtar et.al., 2014). Berikut beberapa
hasil model inversi nilai tahanan jenis berupa model 2 dimensi
ditunjukan oleh gambar 8, 9, dan 10.
Gambar 8. Penampang nilai resistivitas lintasan N6Gambar 8
menunjukan hasil interpretasi batas lapisan dengan memasukan data
sumur pengeboran.
Gambar 9. Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan
interpretasi batas lapisan menggunakan data bor.Interpretasi lebih
lanjut yaitu menentukan zonasi lapisan laterit berdasarkan
penarikan batas lapisan (gambar 10).
Gambar 10. Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan
interpretasi batas dan zona lapisan menggunakan data bor.
Berdasarkan interpretasi tersebut disimpulkan dan disajikan
suatu interpretasi berupa penampang perlapisan secara vertikal.
Hasil tersebut ditunjukan pada gambar 11 yang disertai dengan nilai
tahanan jenis serta zonasi lapisan nikel laterit.
Gambar 11. Interpretasi penampang vertikal data resistivitas dan
data bor.
Berdasarkan interpretasi tersebut akan mempermudah pembuatan
model geologi daerah penelitian khususnya untuk endapan nikel
laterit baik secara vertikal maupun kemenerusan secara lateral.
3. Eksplorasi awal nikel laterit di desa Lamontoli dan Lalemo,
Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi
Tengah oleh Ningsih (2012) memadukan data pemetaan geologi,
pengeboran, sumur uji, geokimia serta menghasilkan pemodelan
endapan laterit daerah penelitian.Dari hasil pemetaan daerah zona
prospek laterit, lokasi terbagi menjadi 3 blok yaitu blok A, B dan
C, dari ke-3 blok ini dapat mengetahui penyebaran Laterit yang
dominan di Blok B dan C serta sebagian berada di block A yang
penyebarannya tidak terlalu luas. Dari ketiga block ini, fokus
pemboran di lakukan pada block A dan block C saja (sesuai tujuan
penelitian).Pada block A jumlah pengeboran yang dilakukan adalah 3
titik dengan ketebalan laterit mencapai 2 m, bagian bawahnya sudah
dijumpai bedrock berupa batugamping kristalin yang sangat kompak
sehingga pemboran diblock A dihentikan. Tidak semua block A
memiliki ketebalan laterit 2 m, dan ada yg lebih dari 2 m. Hal ini
menyebabkan pengeboran dialihkan ke block C. Hasil analisis sampel
pengeboran pada block A di ketahui kadar nikel (Ni) yang tertinggi
terdapat di titik bor A-19 pada kedalaman 1 m yaitu 0,60.
Gambar 12. Peta lokasi titik bor blok A yang juga menunjukan
zona laterit
Pada block B dilakukan Uji Pengeboran dengan alat handauger dan
Tes Pit pada 2 titik. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar
nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik GR-1 yaitu 1,83 pada
kedalaman 8 m dan kadar terendah pada kedalaman 3 m dengan kadar
0,88. Penyebaran lateritnya berada dipunggungan bukit, dengan
kondisi litologi yang memiliki kandungan serpentine yang sangat
tinggi yang telah mengalami pelapukan lanjut, sehingga menyebabkan
kadar nikelnya tinggi.
Gambar 13. Peta lokasi titik bor blok B yang juga menunjukan
zona laterit
Lokasi di blok C memiliki luasan 11,75 Ha. Kenampakan relief
perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 19 sampai 55 mdpl,
slope rata rata 50 sampai 230, dilokasi penyelidikan banyak
terdapat rawa dan sungai. Pada pemboran pada blok C, mesin yang
digunakan adalah Jackro 100. Jumlah keseluruhan titik diblok C
adalah 129 titik, sedangkan yang berhasil dibor adalah 52 titik
dengan total depth keseluruhan adalah 691,12 m dan diblok C ada 4
titik dengan total kedalaman 19.86 m, sisanya terkendala masalah
izin lahan. Penyebaran laterit umumnya utara-selatan, dengan
ketebalan rata-rata sekitar 4 m, sedangkan saprolit mempunyai
ketebalan rata-rata 7 m. Pada kedalaman rata-rata sekitar 11 m
dijumpai bedrock berupa batugamping, breksi dan konglomerat. Dari
hasil analisis pengeboran 56 titik di blok C diketahui kadar nikel
(Ni) tertinggi adalah di titik bor C-3 yaitu 1,03 pada kedalaman 8
m, serta titik bor C-37 yaitu 1,25 pada kedalaman 6 m. Berdasarkan
data tersebut disimpulkan bahwa zona prospek yaitu blok B yang
memiliki batuan dasar ultrabasa yang terserpentinit lanjut. Namun
karena berdasarkan tujuan penelitian, pemodelan dibuat untuk blok
C. Pemodelan ditunjukan pada gambar
Gambar 14. Peta lokasi titik bor (atas) dan Peta zona laterit
(bawah) blok C
Gambar 15. Peta 3D titik bor blok C menggunakan Rockworks (atas)
dan Penampang stratigrafi lokasi blok C setelah di modeling
(bawah)IV. Kesimpulan Zonasi suatu endapan nikel laterit terdiri
atas lapisan penutup, lapisan limonit, lapisan saprolit, dan batuan
dasar (batuan induk) yang terbentuk oleh proses pelindian oleh
larutan meteorik. Endapan nikel laterit yang berasosiasi dengan
batuan ultrabasa dalam proses pembentukan cadangan ekonomis sangat
dipengaruhi oleh faktor batuan induk, iklim, agen kimia, topografi,
dan struktur geologi. Metode eksplorasi yang dapat diterapkan dalam
pengumpulan data untuk endapan nikel laterit yaitu metode pemetaan
geologi, metode geolistrik tahanan jenis, metode sumur uji, metode
pengeboran disertai dengan analisis mineralogi dan geokimia.
Penggunaan kombinasi data dari berbagai metode menghasilkan
interpretasi eksplorasi yang lebih komperhensif mengenai sumber
daya mineral endapan nikel laterit baik secara vertikal maupun
kemenerusan secara lateral.V. Daftar PustakaButt, CRM., Zeegers,
H.1992, Regolith Exploration Geochemistry in Tropical and
Subtropical Terrains, Handbook of Exploration Geochemistry,
Elsevier : AmsterdamChetetat, E. de : 1947. La genesa at
I'evolution desgiements de nickel de la Nouvele Caledonia, Soi.
Geol, frame Bull.Djadjulit,A., Karim, A.,Hasanudin, D., Kelfas,
Y.,Purwanto, H., Ukat., Sutisna, A . 1992, Pemantauan Penambangan
Bijih Nikel di UPN Pomalaa, PT Aneka Tambang Pomalaa, Kolaka,
Sulteng. Laporan Tehnik Penambangan no 36, Direktorat Jendral
Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Direktorat Proyek
Penelitian Teknologi PertambanganHerdianita N.R., Ong H.L., Subroto
E.A., Priadi B. 1999. Pengukuran kristalinitas silika berdasarkan
metode difraktometer sinar-X. Proceeding Institut Teknologi Bandung
:BandungMuhtar, G.A., Hamzah, M., Syamsuddin. 2014. Eksplorasi
Nikel Menggunakan Metoda Resistivity. Universitas Hasanuddin:
MakassarNingsih, S.A. 2012. Eksplorasi Awal Nikel Laterit Di Desa
Lamontoli Dan Lalemo, Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali,
Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5. Universitas
Pembangunan Nasional: YogyakartaOllier, C.D. 1969. Weathering.
Geomorphology Texts, vol. 2 Elsevier : New YorkSundari, W. 2012.
Analisis Data Eksplorasi Bijih Nikel Laterit Untuk Estimasi
Cadangan Dan Perancangan Pit Pada PT. Timah Eksplomin Di Desa
Baliara Kecamatan Kabaena Barat. Kabupaten Bombana Provinsi
Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains &
Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X, 3 November 2012:
YogyakartaSutisna, D.T., Sunuhadi,D.N., Pujobroto,A., Herman, D.Z.
2006. Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit Di Daerah
Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur Sebagai Model Perencanaan
Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit Di Indonesia. Pusat Sumber Daya
Geologi : Bandung.Syafrizal , Anggayana,K., Guntoro, D. 2011.
Karakterisasi Mineralogi Endapan Nikel Laterit Di DaerahTinanggea
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. JTM Vol. XVIII No.
4/2011Tonggiroh,A., Suharto., Mustafa, M. 2012. Analisis Pelapukan
Serpentin Dan Endapan Nikel Laterit Daerah Pallanga Kabupaten
Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin : MakassarTonggiroh, A. 2009. Presisi Lapisan Endapan
Nikel Laterit Berdasarkan Model Kimia Batuan Ultramafik Daerah
Sorowako Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Enjiniring, Vol 12,
No.2, 2009 Universitas Hasanuddin:
Makassar.http://seismixplorer.blogspot.com/2013/07/metode-geolistrik.html