UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI ASETAMINOFEN NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran Diajukan Oleh : Wahhab Rofiq Hakim J500090018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
14
Embed
UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA …eprints.ums.ac.id/22744/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · uji efek ekstrak daun kersen (muntingia calabura l) terhadap kadar alanine aminotransferase
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L)
TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA
TIKUS YANG DIINDUKSI ASETAMINOFEN
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan Oleh :
Wahhab Rofiq Hakim
J500090018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
ABSTRAK
Wahhab Rofiq Hakim, J500090018, 2012. Uji Efek Ekstrak Daun Kersen
(Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT)
pada Tikus yang diinduksi Asetaminofen.
Latar Belakang : Daun Kersen (Muntingia Calabura L) merupakan tanaman
yang banyak dijumpai di masyarakat diketahui berkhasiat sebagai hepatoprotektor
dan mengandung antioksidan (flavonoid) yang berfungsi untuk melindungi sel-sel
dan organ hati dari radikal bebas.
Tujuan Penelitian : Mengetahui efek ekstrak daun kersen terhadap kadar ALT
pada tikus yang diinduksi asetaminofen.
Metode Penelitian : Eksperimental laboratorik, rancangan penelitian pretest -
posttest with control group design. Sampel 24 tikus putih jantan dibagi secara
random menjadi 4 kelompok masing-masing 6 ekor. Kelompok kontrol
(asetaminofen 1440 mg/200 g), kelompok perlakuan 1 (Ekstrak daun kersen 42
mg/200 g + Asetaminofen 1440 mg/200 g), kelompok perlakuan 2 (Ekstrak daun
kersen 84 mg/200 g + Asetaminofen 1440 mg/200 g), dan kelompok perlakuan 3
(Ekstrak daun kersen 168 mg/200 g + Asetaminofen 1440 mg/200 g). Hasil setiap
kelompok dihitung dengan uji Oneway ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post
Hoc.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil uji ANOVA kelompok postest diperoleh
nilai probabilitas signifikan p = 0,004 dengan demikian p < 0,05 maka pada 4
kelompok tersebut terdapat perbedaan kadar ALT secara bermakna. Kemudian
dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbandingan tiap kelompok dan
diperoleh hasil kelompok K - P1, K - P2, dan P2 - P3 terdapat perbedaan yang
bermakna (p < 0,05). Sedangkan perbedaan yang tidak bermakna terdapat pada
kelompok K - P3, P1 - P2, dan P1 - P3 (p > 0,05).
Kesimpulan : Pemberian ekstrak daun kersen dosis 42 mg/200 gram BB dan 84
mg/200 gram BB dapat menghambat kenaikan kadar enzim ALT pada tikus yang
diinduksi asetaminofen
Kata Kunci : Ekstrak daun kersen, kadar ALT, asetaminofen
ABSTRACT
Wahhab Rofiq Hakim, J500090018, 2012. Effects Test Cherry Leaf Extract
(Muntingia Calabura L) Against Levels Of Alanine Aminotransferase (ALT)
On Acetaminophen-Induced Rats.
Background : Cherry leaves (Muntingia Calabura L) was known in the
community as hepatoprotektor nutritious and contains antioksidan (flavonoids)
that can protect the cells and liver from free radicals.
Objective : To know the effect of cherry leaf extract on the ALT levels in
acetaminophen-induced rats.
Methodology : Experimental laboratory, research design was pretest - posttest
design with control group. Twenty four of male white rats was divided randomly
into four groups, each group consist of six rats. Those groups were group control
(Acetaminophen 1440 mg/200 g), the treatment group 1 (Cherry leaf extract 42
mg/200 g + Acetaminophen 1440 mg/200 g), the treatment groups 2 (Cherry leaf
extract 84 mg/200 g + Acetaminophen 1440 mg/200 g), and the treatment groups
3 (Cherry leaf extract 168 mg/200 g + Acetaminophen 1440 mg/200 g). The
results of each group was calculated by Oneway ANOVA test, followed by Post
Hoc test.
Results : ANOVA test results was obtained by the group posttest probability
value p = 0,004 (p <0.05) then in 4 groups are significant differences in the levels
of ALT. Then proceed with the LSD test to compare each group and the results
obtained K - P1, K - P2, and P2 - P3 there was a significant difference (p <0.05).
While no significant differences found in the K - P3, P1 - P2, and P1 - P3 (p>
0.05).
Conclusions : Cherry leaf extract dose of 42 mg/200 g and 84 mg/200 g can
prevent increased levels of the enzyme ALT in acetaminophen-induced rats
Keywords : Cherry leaf extract, ALT levels, acetaminophen
PENDAHULUAN
Sejak lama manusia menggunakan tanaman untuk mencegah, mengurangi
dan menyembuhkan dari penyakit tertentu (Sari, 2006). WHO merekomendasikan
penggunaan tanaman obat dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengobatan penyakit (WHO, 2003). Salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah kersen (Muntingia calabura L.). Daun
kersen berkhasiat sebagai obat batuk dan peluruh dahak, buah yang telah masak
dapat digunakan untuk sakit kuning. Cheng et al (2006) dan Zakaria et al (2007)
melaporkan bahwa kersen yang mengandung flavonoid mempunyai khasiat
hipotensi, antinosiseptik, antioksidan, antiproliferatif dan antimikroba melalui
isolasi staphylococcus. Manusia mempunyai sistem perlindungan
antioksidan yang sangat canggih dan komplek yang melibatkan berbagai
komponen, baik endogen dan eksogen yang berfungsi secara interaktif dan sinergi
untuk menetralisir radikal bebas (Pervical M. 1998).
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan mempunyai tingkat
regenerasi yang tinggi (Guyton, 2007). Gangguan hepar dapat menaikan kadar
ALT hingga lima kali lipat dari normal (Bayupurnama, 2009). Pemeriksaan kimia
darah digunakan untuk mendeteksi kelainan hati antara lain : 1). Peningkatan
enzim aminotransferase, AST dan ALT; 2). Peningkatan fosfatase alkali dan γ GT
(γ glutamil transpeptidase); 3). Produksi urea, albumin dan faktor pembekuan.
Kadar ALT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan
hati (Amirudin, 2009).
Salah satu agen hepatotoksik yaitu asetaminofen. Penelitian dari Larson et
al. (2005) menyebutkan bahwa dari tahun 1998 hingga 2003, asetaminofen adalah
penyebab utama kegagalan hati akut di Amerika Serikat, dengan etiologi 48% dari
overdosis asetaminofen (131 dari 275 kasus). Asetaminofen merupakan obat
bebas, akibatnya obat tersebut sering dikonsumsi dalam dosis berlebihan sampai
mencapai dosis toksik yang ditandai dengan kenaikan kadar ALT dan AST, laktat
dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin
(Hartono et al., 2005).
Sebuah penelitian dari Haki (2009) dengan memberi ekstrak daun kersen
pada mencit yang telah diinduksi carbon tetrachloride (CCL4) menyebutkan
bahwa ekstrak daun kersen dapat menurunkan enzim ALT mencit meskipun
belum mencapai nilai normal. Penelitian tentang kersen di Indonesia masih sangat
sedikit terutama sebagai antioksidan berupa flavonoid di dalam daun kersen dalam
mekanisme hepatooprotektor maka penulis ingin mengetahui apakah ada
pengaruh ekstrak daun kersen terhadap aktivitas kadar ALT pada tikus putih
akibat pemberian asetaminofen.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui efek hepatoprotektor ekstrak
daun kersen terhadap kadar ALT pada tikus yang diinduksi asetaminofen. Manfaat
Penelitian yaitu Memberikan tambahan pengetahuan dan menjelaskan bukti
empiris pengaruh pemberian ekstrak daun kersen terhadap kadar ALT pada tikus
yang diinduksi asetaminofen
LANDASAN TEORI
1. Kersen
Kersen atau talok (kerukup siam di negara Malaysia) adalah nama
sejenis pohon dan buahnya yang kecil dan manis, batang tegak dan bulat, daun
tunggal (Warintek, 2011). Nutrisi tanaman kersen per 100 g adalah ai, protein,
lemak, serat, kalsium, fosfor, karoten, vitamin B1, B2, B3 dan C. Kandungan
senyawa aktif tanaman kersen adalah ester, alcohol, flavonoid, sesquiterpenoid
dan derifat furan. Manfaat tanaman kersen adalah sebagai obat batuk, obat
sakit kepala, antiinflamasi, antioksidan, antikanker, antinosiseptik, antibakteri
dan kardioprotektif (Lim, 2012). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa
yang dominan dalam daun kersen adalah flavonoid yang menunjukkan
aktivitas antioksidan (Zakaria et al, 2007).
Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena
berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Flavonoid
memiliki kemampuan untuk menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’
spesies pengoksida yang merusak (Heinrich M, 2009). Aktivitas antioksidatif
daun kersen (Muntingia calabura L.) yang mengandung flavonoid melalui
mekanisme sebagai berikut:
a. Menangkap langsung radikal bebas (direct radical scavenging)
b. Mengikat nitrit oksida
c. Menghambat xanthin oksidase
d. Imobilisasi leukosit
e. Interaksi dengan sistem enzim lainnya (Middleton et al, 2000, Nijveldt et
al, 2001).
2. Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menyumbang sekitar 2 %
berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Fungsi
hati dibagi menjadi 3 macam yaitu : fungsi pembentukan dan ekskresi
empedu, fungsi metabolic dan fungsi imunologi (Amirudin, 2009).
Sedangkan tes fungsi hati digunakan untuk mendeteksi kelainan hati,
menentukan diagnosis, mengetahui berat ringan penyakit, mengikuti
perjalanan penyakit dan menilai hasil pengobatan. Tes – tes untuk menentukan
kelainan hati ada 3, antara lain : ALT dan AST, Fosfatase alkali dan GGT, dan
Lain-lain (Amirudin, 2009).
3. Asetaminofen
Asetaminofen mempunyai nama kimia N-asetil-paminofenol atau
dengan rumus kimia C8H9NO2.Asetaminofen mempunyai derivat yang sama
dengan fenasetin yaitu derivat para amino (Wilmana and Gan, 2011).
Asetaminofen diabsorpsi dalam saluran cerna dan mencapai puncak dalam
konsentrasi darah dalam 30 sampai 60 menit. Waktu paruh asetaminofen
adalah 2-3 jam (Katzung, 2004).
Dosis lazim oral asetaminofen adalah sebesar 325-1000 mg. Dosis
total harian tidak boleh melebihi 4000 mg. Pada orang dewasa,
hepatotoksisitas terjadi setelah penggunaan asetaminofen dosis tunggal 10-15
g (150-250 mg/kg BB), dosis 20-25 g atau lebih kemungkinan dapat
menyebabkan kematian (Goodman and Gilman, 2004).
Pada dosis terapi, 90% asetaminofen akan terkonjugasi dengan
glukoronat membentuk suatu metabolit yang tidak beracun dan sekitar 5%
akan dimetabolisme oleh sitokrom P450 membentuk suatu metabolit beracun,
N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQ1) sehingga terjadi terbentuknya
radikal bebas superoksida (O2-) dan peningkatan penggunaan glutation untuk
mendetoksifikasi NAPQ1 diakhiri dengan menipisnya cadangan glutation
dalam hati mengakibatkan kerentanan sel-sel hati terhadap cedera oleh
oksidan dan terjadinya stres oksidatif (Rowden et al, 2005, Maser et al, 2002.
Ojo et al., 2006). Peroksidasi lipid merupakan suatu proses autokatalisis yang
mengakibatkan kematian sel. Produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh
adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan kematian sel akibat
proses oksidasi berlebihan dalam membran sel (Mayes, 2008; Winarsi,
2007). Gambaran klinik kelainan hati akibat dosis asetaminofen yang
berlebihan : nyeri pada ulu hati, mual, perut panas, kadang muntah-muntah,
ikterus dan teraba hati yang kenyal kadang transaminase biasanya sangat
tinggi (Hadi, 2002).
4. Tikus Putih (Rattus Norvegicus)
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah
adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara
sempurna, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan
cocok untuk berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara
lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan
panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga
relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Malole dan Pramono, 1989).
Hipotesis
H0 : Pemberian ekstrak daun kersen tidak dapat menghambat peningkatan
kadar enzim ALT pada tikus yang diinduksi asetaminofen.
H1 : Pemberian ekstrak daun kersen dapat menghambat peningkatan kadar
enzim ALT pada tikus yang diinduksi asetaminofen.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
rancangan penelitian pretest - posttest with control group design. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Subyek penelitian berupa daun kersen (Muntingia
calabura L.). Daun diperoleh dari daerah Kasreman, Geneng, Ngawi, Jawa Timur.
Obyek penelitian berupa tikus (Rattus norvegicus) putih jantan, strain Wistar,
berat badan 150-200 gram, dan berumur 2-3 bulan. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling Penentuan besar sampel tiap kelompok
dihitung berdasarkan rumus Federer yang didapatkan hasil yaitu 6 ekor tikus
perkelompok. Teknik pengelompokan dilakukan secara random. Hewan uji coba
dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok
perlakuan dan masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.
Kriteria restriksi terdiri dari kriteria inklusi (tikus putih jantan galur wistar,
sehat dan mempunyai aktifitas normal, umur kurang lebih 2-3 bulan, berat badan
antara 150-200 gram) dan kriteria eksklusi (tikus mati saat penelitian berlangsung,
tikus menderita sakit saat penelitian berlangsung). Identifikasi variabel terdiri dari
variabel bebas : ekstrak daun kersen (skala rasio),variabel terikat : enzim alt tikus
(skala rasio), variabel luar : dapat dikendalikan (jenis makanan dan minuman,
jenis kelamin, suhu udara, berat badan, dan umur) dan tidak dapat dikendalikan
(kondisi awal hati tikus dan kondisi psikologis tikus, dan variasi genetic). Alat
yang digunakan di penelitian ini : kandang tikus 4 buah, tabung reaksi dan rak
kecil, timbangan, tabung mikrokapiler, canula dan spuit injeksi, gelas ukur dan
pengaduk, alat sentrifugasi, sonde lambung. Bahan yang digunakan : larutan
asetaminofen, ekstrak daun kersen, makanan hewan percobaan berupa pellet dan
aquadest.
Cara Kerja
Langkah I : Tikus percobaan diadaptasikan dulu selama 3 hari. Langkah II : Tikus
diambil darahnya sebanyak 1 ml melalui ekor selanjutnya dilakukan pengukuran
kadar enzim ALT. Langkah III : Daun kersen diambil kemudian dicuci dan
dibilas selanjutnya dikeringkan selama 3 hari dengan suhu rata-rata 40oC
selanjutnya diserbukkan lalu direndam dengan pelarut etanol 70 % kemudian
diuapkan sehingga didapatkan ekstrak daun kersen. Langkah IV : Dosis
hepatotoksik asetaminofen pada manusia adalah 10-15 g. pada penelitian ini
menggunakan 10 gram dan dikonversi ke dalam dosis tikus. Hasilnya 180 mg/200
g dengan volume pemberian yaitu 2,5 ml. Langkah V : dalam penelitian ini
peneliti menggunakan tiga variasi dosis bertingkat yaitu 28 mg/200 g, 56 mg/200
g, dan 84 mg/200 g. Langkah VI : pemberian ekstrak daun kersen (hari 1-12).
Kelompok kontrol diberikan diet standar dan aquadest, kelompok perlakuan 1
diberikan diet standar dan ekstrak daun kersen sebesar 28 mg/200 g per oral.
Kelompok perlakuan 2 diberikan diet standar dan ekstrak daun kersen sebesar 56
mg/200 g per oral, kelompok perlakuan 3 diberikan diet standar dan ekstrak daun
kersen sebesar 84 mg/200 g per oral. Langkah VII : Pemberian asetaminofen dosis
toksik (hari 11-12). Kelompok kontrol diberikan diet standar dan asetaminofen
dosis toksik 180 mg/200 g per oral, kelompok perlakuan 1 diberikan diet standar
dan asetaminofen dosis toksik 180 mg/200 g per oral, kelompok perlakuan 2
diberikan diet standar dan asetaminofen dosis toksik 180 mg/200 g per oral,
kelompok perlakuan 3 diberikan diet standar dan asetaminofen dosis toksik 180
mg/200 g per oral. Langkah VIII : Tikus diambil darahnya sebanyak 1 ml melalui
ekor selanjutnya dilakukan pengukuran kadar enzim ALT. Langkah IX :
Membandingkan kadar ALT antar kelompok.
HASIL PENELITIAN
1. Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam
pengambilan tanaman. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan (FKIP) Universitas