-
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK
RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val.)
PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sparague
Dawley YANG DIINDUKSI KARAGENAN
SKRIPSI
Ridho Faiqyl Layaly
11141020000002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
-
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK
RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val.)
PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sparague
Dawley YANG DIINDUKSI KARAGENAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Ridho Faiqyl Layaly
11141020000002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
-
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Ridho Faiqyl Layaly
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang
Temu
Giring (Curcuma heyneana Val.) Pada Tikus Putih Jantan
Galur Sparague Dawley yang Diinduksi Karagenan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antiinflamasi
secara in vivo ekstrak
etanol 70% rimpang temu giring (Curcuma heyneanea Val)
menggunakan metode
udem buatan pada kaki telapak tikus dengan menginduksi
karagenan. Kontrol negatif
diberikan suspensi NaCMC, kontrol postif diberikan natrium
diklofenak dengan
dosis 5,14 mg/kgBB dan ekstrak etanol 70% rimpang temu giring
dengan dosis 250
mg/kgBB 500 mg/kgBB, dan 750 mg/kgBB secara oral 1 jam sebelum
diinduksi
karagenan. Dari hasil pengujian ektrak menunjukkan bahwa
persentase inhibisi udem
maksimal berturut-turut adalah 60,1%, 70,9% dan 69,2% dari semua
variasi dosis
pada penelitian ini, dosis efektif yang memiliki persentase
inhibisi udem terbesar
yaitu dosis 500 mg/kgBB sebesar 70,9% pada jam ke 6, berdasarkan
hasil analisa
statistik data persentase inhibisi udema ekstrak etanol temu
giring menunjukkan
perbedaan yang bermakna ( ρ ≤ 0,05) dengan kontrol negatif.
Kata kunci : Rimpang Temu Giring, Curcuma Heyneana Val,
antiinflmasi, karagenan
-
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Ridho Faiqyl Layaly
Mayor Pharmacy
Title Antiinflamatorry Effect Test of Rhizome Extract
(Curcuma
heyneana Val.) In Carrageenan-induced White Male Sparague
Dawley Mice
The aim of study was to evaluate the in vivo antiinflamatory
activity of 70% ethanolic
extract of rhizome Curcuma heyneana Val by using hind paw edema
method with
carrragenan induksi. Suspension of NaCMC was used as negative
control, Na
diclofenac at dose of 5,14 mg/kgBW used as positive control, and
ethanol extract of
Curcuma heyneana with dose of 250 mg.kgBW, 500 mg/kgBW, 750
mg/kgBW was
administired orally 1 hour before the carrageenan induced. The
result showed that
the maximal percent inhibition of pow edema was 60,1 %, 70.9%
and 69.2% of all
dose variations, the effective dose have the largest percentage
inhibition of paw
edema is a dose 500 mg/kgBW at 70.9% at 6 hours, based on the
results of statistical
analysis, the percentage inhibition of edema of all the varians
of dose ethanol extract
showed signifivcant difference ( ρ ≤ 0,05) with the negative
control.
Keywords: Rhizome, Curcuma heyneana Val, Antiinflamatorry,
carrageenan
-
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas
segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan
skripsi. Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah
membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia, semoga kelak kita
mendapatkan
syafaat beliau. Skripsi ini berjudul “uji aktifitas
antiinflamasi ekstrak rimpang temu
giring (Curcuma heyneana Val.) pada tikus putih jantan galur
Sparague Dawley
yang diinduksi karagenan” yang telah diajukan sebagai
persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi FIK UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis
menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
rasa
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Arief Sumantri, M. Kes selaku dekan Fakultas
Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt dan Ibu Ismiarni Komala, M. Sc. Ph.D,
Apt. selaku
pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian
dan
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak dan ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu
Kesehatan atas
ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
5. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang
telah banyak
membantu selama berlangsungnya penelitian ini.
6. Bapak M. Yusfi Khalid, Ibu Herma Susilawati, Abror Murtadho,
dan seluruh
keluarga besar yang selalu menjadi keluarga terhebat yang telah
berjuang
keras membantu, mendo’akan dan mendukung penulis dengan sepenuh
hati.
7. Nehta, Khoirunnisa, Nelly, Putri Nuzulia, Ayu rahmawati,
Deki, Helmi,
Khairul Fadli, Suni, Firmansyah atas waktu yang diberikan
serta
kebersamaannya dalam terwujudnya penelitian ini.
-
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Julius prabowo terima kasih atas segala bantuannya sebagai
guru dan teman
dalam membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.
9. Teman seperjuangan penelitian eksperimen 2014 terima kasih
atas segala
bantuan dan semangat selama penelitian berlangsung.
10. Teman-teman Farmasi 2014 yang banyak membantu penulis selama
masa
perkuliahan.
11. Teman-teman yang banyak membantu penulis selama masa
perkuliahan.
12. Haka Asada, Fauziah, Maemunah terima kasih atas segala
bantuan selama
penelitian berlangsung.
13. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis
selama penyusunan
skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki
banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan
hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat
memberikan
sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dan pembaca pada
umumnya.
Ciputat, 2018
Penulis
-
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
...............................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
...............................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................................................
iv
ABSTRAK
............................................................................................................................
v
ABSTRACT
.........................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR
........................................................................................................
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
..........................................................................
ix
DAFTAR
ISI.........................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL
.............................................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
.....................................................................................................
xiv
BAB I
.....................................................................................................................................
1
PENDAHULUAN
................................................................................................................
1
1.1. Latar Belakang
.......................................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah
...............................................................................................
4
1.3. Hipotesis
................................................................................................................
4
1.4. Tujuan Penelitian
...................................................................................................
4
1.5. Manfaat Penelitian
.................................................................................................
4
BAB II
...................................................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA
.......................................................................................................
2
2.1. `Tanaman Temu Giring (Curcuma heyneana Val.)
............................................... 2
2.1.1. Klasifikasi
............................................................................................................
2
2.1.2. Nama Lain
............................................................................................................
2
2.1.3. Deskripsi Tanaman
..............................................................................................
2
2.1.4. Ekologi dan Penyebaran tanaman
........................................................................
6
2.1.5. Kandungan Kimia
................................................................................................
6
2.1.6. Khasiat
.................................................................................................................
8
2.2. Simplisia
.....................................................................................................................
8
2.3. Ekstrak
........................................................................................................................
9
2.4. Ekstraksi
....................................................................................................................
10
2.4.1 Metode
Ekstraksi................................................................................................
10
-
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5. Inflamasi
..............................................................................................................
12
2.5.1 Definisi
...............................................................................................................
12
2.5.2 Tanda-Tanda inflamasi
......................................................................................
12
2.5.3 Mekanisme Terjadinya Inflamasi
........................................................................
13
2.5.4 Jenis Inflamasi
...................................................................................................
13
2.6. Obat-Obat Antiinflamasi
......................................................................................
14
2.6.1. Antiinflamasi Steroid
.........................................................................................
14
2.6.2 Antiinflamasi Non Steroid
.................................................................................
14
2.6.3 Natrium diklofenak
............................................................................................
15
2.7. Metode Uji Antiinflamasi
....................................................................................
16
2.8. Karagenan
............................................................................................................
17
2.9. Tikus Galur Sparague Dawley
.............................................................................
18
BAB III
................................................................................................................................
21
METODE PENELITIAN
..................................................................................................
21
3.1. Tempat dan waktu Penelitian
...............................................................................
21
3.2. Alat
.......................................................................................................................
21
3.3. Bahan
...................................................................................................................
21
3.3.1. Bahan Uji
...........................................................................................................
21
3.3.2. Bahan Kimia
......................................................................................................
21
3.3.3. Hewan Uji
..........................................................................................................
22
3.4. Prosedur Kerja
.....................................................................................................
22
3.4.1. Pengujian Karakteristik Ekstrak
.........................................................................
22
3.4.2. Analisa Fitokimia Ekstrak
..................................................................................
22
3.4.3. Penyiapan Sediaan Uji
.......................................................................................
24
3.4.4. Uji Pendahuluan
.................................................................................................
25
3.4.5. Uji Efek Antiinflamasi
.......................................................................................
25
3.4.6. Analisis Data
......................................................................................................
27
BAB 4………………………………………………………………………………….......29
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………………...…29
4.1. Hasil
Penelitian.........................................................................................................
29
4.1.1. Rimpang Temu
Giring........................................................................................29
4.1.2. Determinasi Tanaman
........................................................................................
29
4.1.3. Pembuatan
Simplisia...........................................................................................29
4.1.4.
Ekstraksi..............................................................................................................29
-
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.5. Penapisan Fitokimia
.....................................................................................
30
4.1.6. Parameter Spesifik
.......................................................................................
31
4.1.7. Uji Pendahuluan Dosis Ekstrak Rimpang Temu Giring
................................... 31
4.1.8 Analisa Data Statistik
..........................................................................................
40
BAB 4
..................................................................................................................................
43
KESIMPULAN DAN SARAN
..........................................................................................
43
5.1 Kesimpulan
............................................................................................................
43
5.2 Saran
......................................................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................
44
-
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan Uji Antiinflamasi
............................................... 26
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Rimpang
Temu
Giring
....................................................................................................................
30
Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Parameter Spesifik
..................................... 31
Tabel 4.3 Rata-rata Volume Udema Telapak Kaki tikus Setelah
Diinduksi
Karagenan Pada Masing-masing Perlakuan
......................................................... 35
Tabel 4.4 Rata-rata Persentase Udema Telapak Kaki Tikus Setelah
Diinduksi
Karagenan pada Masing-masing Perlakuan
......................................................... 36
Tabel 4.5 Rata-rata Persentase Inhibisi Udema Pada Telapak Kaki
Tikus Pada
Masing-masing Perlakuan
....................................................................................
37
Tabel 4.6 Rata-rata Persentase Inhibisi Udema pada Telapak Kaki
Tikus Pada
Masing-masing Perlakuan
....................................................................................
39
-
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur pembuatan ekstrak etanol 70% temu giring
................................ 47
Lampiran 2 Alur kerja uji antiinflamasi
..................................................................
48
Lampiran 3 Konversi dosis hewan berdasarkan BSA
............................................. 49
Lampiran 4 Rumus Perhitungan Penentuan Jumlah Hewan Uji
............................. 50
Lampiran 5 Perhitungan dosis natrium diklofenak
................................................. 51
Lampiran 6 Hasil determinasi Rimpang Temu Giring (Curcuma
heyneana Val.) . 52
Lampiran 7 Dokumentasi Pembuatan Ekstrak Rimpang Temu Giring
(Curcuma
heyneana
Val)..........................................................................................................
53
Lampiran 8 Dokumentasi Uji Penapisan Fitokimia Rimpang Temu
Giring
(Curcuma heyneana
Val).........................................................................................
54
Lampiran 9 Keterangan Lolos Kaji Etik
.................................................................
56
Lampiran 10 Perhitungan dosis skrining ekstrak etanol 70%
rimpang temu giring 57
Lampiran 11 Dosis Uji Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Temu Giring
................. 59
Lampiran 12 Hasil Uji pendahuluan Ekstrak Etanol 70% Rimpang
temu Giring . 61
Lampiran 13 Hasil Uji Antiinflamasi
.....................................................................
64
Lampiran 14 Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak
Rimpang Temu Giring
dengan Metode Udema pada Telapak Kaki
........................................................... 68
-
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Inflamasi merupakan respon biologis dari jaringan vaskuler atas
adanya
bahaya seperti patogen, kerusakan sel atau iritasi. Ini adalah
usaha perlindungan
diri organisme untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka atau
inisiasi proses
penyembuhan jaringan, jika inflamasi tidak ada maka luka dan
infeksi tidak akan
sembuh dan akan mengalami kerusakan yang lebih parah. Inflamasi
yang tidak
terkontrol juga dapat menyebabkan penyakit, seperti demam,
atherosclerosis, dan
reumathoid artritis (Gard, 2001). Inflamasi adalah reaksi
sistemik atau lokal dari
jaringan dan mikrosirkulasi terhadap gangguan patogen. Reaksi
ini ditandai dengan
elaborasi mediator-mediator inflamasi serta pergerakan cairan
dan leukosit dari
pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular. Respon
inflamasi bertujuan
untuk melokalisasi dan mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi,
partikel asing,
mikroorganisme, dan antigen sehingga jaringan dapat kembali pada
struktur dan
fungsi normal (Rubin, 2011).
Dewasa ini, banyak sekali obat yang digunakan dalam
pengobatan
peradangan atau udema. Obat antiinflamasi steroid maupun non
steroid misalnya,
memiliki banyak efek samping jika tidak digunakan dengan cara
yang baik.
Penggunaan jangka panjang misalnya dapat menyebabkan berbagai
macam
penyakit, diantaranya adalah tukak lambung, osteoporosis, bahkan
bisa
memperberat penyakit diabetes militus, mudah terkena infeksi dan
lemah otot,
sedangkan obat antiinflamasi non steroid sendiri misalnya dapat
menyebabkan
tukak lambung atau sakit pada usus yang disertai dengan anemia
akibat kehilangan
darah, serta bisa juga menyebabkan gangguan ginjal (Tjay, 2007).
Oleh karena itu
perlu alternatif dari bahan alam yang bisa mengurangi efek
samping obat atau obat
yang memiliki reaksi yang tidak diinginkan.
-
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanaman jahe merupakan salah satu tumbuhan yang namanya disebut
dalam
Al-Quran yang bunyinya sebagai berikut;
نُْوَقُسيَ ََ َالَيبَهَن َاَهجْاَيف َافيَ َاسَُأف اَهَيف
“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman)
yang
campurannya adalah jahe.“ (QS: Al Insan (76 ) : 17 )
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang ayat diatas, bahwa
“Kenikmatan-
kenikmatan yang telah disebutkan Allah dalam al Qur’an adalah
yang namanya kita
kenal. Misalnya dia menyebutkan “minuman segar di campur
zanjabil”, zanjabil
adalah nama untuk jahe, yaitu tanaman akar–akaran yang aromanya
sangat disukai
oleh orang Arab (Faqih Imani, 2006).
Kemudian dalam kitab hadits juga disebutkan bahwa diriwayatkan
dari Abu
Sa’id Al Khudri dia menceritakan “Raja Romawi pernah
menghadiahkan kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam satu karung jahe.
Beliau memberikan
kepada setiap orang satu potong untuk dimakan dan aku juga
mendapatkan satu
potong untuk kumakan.” (HR: Abu Nuaim). Hadits tersebut juga
menceritakan
bagaimana jahe merupakan tanaman yang aromanya disukai oleh
orang Arab.
Temu giring (Curcuma heyneane) merupakan tanaman yang satu
familia
dengan jahe, oleh karena itu tentunya komponen-komponen yang
terkandung
mempunyai kesamaan dengan temu giring. Salah satu manfaat dari
jahe adalah
sebagai antiinflamasi (DepKes RI, 1978), dengan demikian temu
giring besar
kemungkinan memiliki efek yang sama, hal inilah yang menjadi
salah satu landasan
peneliti untuk mencari bahan alam yang digunakan sebagai
obat-obatan khususnya
obat antiinflamasi.
Temu giring banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil
atau ladang
dekat rumah penduduk terutama dikawasan Jawa Timur (Muhlisah,
2000).
Rimpang temu giring mengandung senyawa kurkumin yang dapat
memberikan
warna kuning, minyak atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak,
tannin, saponin dan
flavonoid (Santoso, 2008). Dalam referensi yang lain juga
ditemukan bahwa temu
-
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
giring ini mengandung minyak atsiri, kurkumin, tannin, saponin,
flavonoid dan pati
(Wijayakusuma, 2002).
Dalam penelitian terdahulu menunjukkan bahwa temu giring
memiliki
potensi sebagai antiinflamasi, dalam penelitian tersebut juga
ditemukan tipe
sesquiterpen seperti germakron, dihidrokurdion, isokurkuminol,
kurkumino,
kurkumanolid A dan B, zerumbon, dan oxykurkuminol, dimana
aktivitas senyawa
tersebut menunjukkan antiinflamasi, antikanker dan memblok kanal
Ca2+ (Aspollah
Sukari et al., 2010). Kemudian berdasarkan literatur lain,
dimana telah mengisolasi
senyawa sesquiterpen yaitu zedoarondiol dari temu giring yang
memiliki efek
sebagai antiinflamasi dengan mekanisme penghambatan iNOS, COX-2
dan sitokin
pro-inflamasi (Cho et al., 2009).
Pada familia Zingiberaceae sendiri terdapat hampir keseluruhan
familia ini
mengandung zerumbon dimana zerumbon merupakan metabolit sekunder
golongan
seskuiterpen monosiklik yang memiliki mekanisme kerja mirip
dengan piroksikam,
sehingga potensial dalam menghambat inflamasi (M. N. Somchit,
2012), selain itu
pada familia yang sama diketahui bahwa familia Zingiberaceae
memiliki aktivitas
antiinflamasi berdasarkan uji in vivo dengan menggunakan tikus
sebagai
permodelan yang diketahui bahwa aktivitasnya melalui
penghambatan enzim COX-
2 (Honmore et al., 2016). Oleh karena itu berdasarkan aktivitas
biologisnya peneliti
ingin menggunakan ekstrak etanol 70% temu giring untuk diujikan
kepada tikus
jantan yang di induksikan karagenan pada telapak kaki tikus
jantan tersebut.
Sehubungan dengan sampai saat ini belum ditemukan jurnal terbaru
yang
membahas aktivitas antiinflamasi dari ekstrak temu giring, maka
dilakukan
penelitian untuk menguji aktivitas antiinflamasi dari temu
giring yang dijadikan
sebagai salah satu pilihan dalam pengobatan antiinflamasi dan
memiliki aktivitas
sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek antiinflamasi
ekstrak temu giring pada tikus jantan yang diinduksikan
karagenan, ditinjau dari
penurunan volume udem, persentase penghambatnya dan nilai
inhibisinya.
-
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol 70% rimpang temu giring memiliki efek
antiinflamasi pada tikus yang diinduksikan karagenan?
1.3. Hipotesis
Ekstrak etanol 70% rimpang temu giring memiliki efek
antiinflamasi pada
pada tikus yang diinduksikan karagenan.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antiinflamasi
ekstrak etanol
70% rimpang temu giring terhadap penghambatan edema pada tikus
yang
diinduksikan karagenan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah
wawasan tentang aktivitas ekstrak Temu giring, yang dapat
dijadikan sebagai salah
satu alternatif untuk pengobatan antiinflamasi.
-
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. `Tanaman Temu Giring (Curcuma heyneana Val.)
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan Temu giring ( Curcuma heyneana Val) adalah
sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma Heyneana (BPOM RI, 2000).
2.1.2. Nama Lain
Temu giring merupakan tanaman yang tempat pertumbuhan utamanya
ada
di Pulau Jawa. Nama umum atau nama daerah adalah temu poh
(Bali), temu giring
(Jawa) (DepKes RI, 1989).
2.1.3. Deskripsi Tanaman
Terna berbatang semu, tinggi sampai 2 m, rimpang terbentuk
dengan
sempurna, bercabang ke segala arah, kuat, bila dipotong bagian
dalamnya berwarna
putih dan ditengah berwarna kekuningan. Jumlah helaian daun tiap
pohon antara 2
helai sampai 9 helai, bentuk lonjong sampai lanset, pangkal
lancip sampai luncip,
berwarna hijau keunguan di bagian tengah, ukuran panjang 31 cm
sampai 80 cm;
-
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebar 10 cm sampai 18 cm; tangkai daun lokos atau berbulu,
panjang 43 cm sampai
80 cm, daun pelindung banyak tersusun saling menuttupi, bentuk
bundar telur
sungsang sampai bundar elips, ujung sempit, perbungaan lateral,
berupa bulir,
tangkai ramping dan berbulu, panjang sampai 37 cm; di bawah
bulir terdapat sisik
yang bentuknya seperti pita, ujung tumpul dan berbulu halus,
ukuran panjang 8 cm
sampai 12 cm, lebar 2 cm sampai 3 cm; di bagian pangkal
perbungaan terdapat daun
yang mirip sisik jumlahnya 4 helai; bulir berbentuk slinder,
biasanya melebar pada
bagian ujung, panjang 9 cm sampai 23 cm, lebar 4 cm sampai 6 cm;
daun pelindung
banyak, terusun saling menutupi, bentuk bundar telur sungsang
sampai bundar elip,
ujungnya sempit; kelopak bunga berbulu warna putih atau putih
dengan warna
merah pada gigiya, ukuran 8 mm sampai 13 mm; panjang mahkota
bunga 4,5 cm,
bentuk helaian bundar telur atau lonjong, ujungnya tumpul,
warnanya putih atau
putih dengan merah muda dibagian ujungnya; bibir bunga bentuk
bundar atau
bundar telur sungsang, warna kuning atau putih dengan warna
kuning atau kuning
jeruk dibagian tengahnya dan kadang-kadang merah di bagian
tepinya; tabung
berwarna putih atau putih kekuningan dan dibagian lehernya
berwarna merah
terang atau merah kecoklatan, panjang tangkai sarinya 3 mm
sampai 8 mm, lebar
2,5 mm sampai 4,5 mm; panjang kepala sari 6 mm, warna putih;
panjang stiloides
3 mm sampai 7 mm. buah bulu, panjang 2 cm (DepKes RI, 1989)
2.1.4. Ekologi dan Penyebaran tanaman
Temu giring merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam ataupun
tumbuh
liar khususnya di Pulau Jawa. Tumbuh pada ketinggian 5 m sampai
750 m di tempat
yang sedikit ternaung (DepKes RI, 1989).
2.1.5. Kandungan Kimia
Kandungan kimia rimpang temu giring antara lain adalah minyak
atsiri,
kurkumin, tannin, saponin, flavonoid dan pati (Wijayakusuma,
2002). Rimpang
temu giring juga mengandung senyawa kurkumin yang dapat memberi
warna
kuning. Di samping itu, rimpang temu giring mengandung minyak
atsiri 0,8-3%,
amilum, damar, lemak, tannin, saponin dan flavonoid (Santoso,
2008)
-
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang mudah menguap ini terdiri dari campuran zat
menguap,
dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap
subtansi yang bisa
menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal
ini dipengaruhi oleh
suhu.
Minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid terdapat pada
fraksi atsiri
tersuling uap. Zat inilah penyebab harum, wangi dan bau yang
khas pada banyak
tumbuhan.
Kegunaan minyak atsiri sebagai bahan antiseptik internal atau
eksternal.
Bahan analgesik, hemolitik, atau sebagai enzimatik, sedatif atau
stimulant untuk
sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang
dan memuakkan.
Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan
sebagai obat cacing
atau sebagai fungisida maupun bakterisida.
2. Tanin
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk
golongan
polifenol. Senyawa tannin banyak dijumpai pada tumbuhan. Tannin
memiliki
peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tannin
yang sangat
kompleks mulai dari pegendap protein hingga pengkhelat logam.
Tannin juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, A.E; Zhoa, Y;
& Johnson,
1997).
3. Kurkumin
Kurkumin adalah senyawa aktif yang ditemukan pada kunir
berupa
polifenol dengan rumus kimia C12H20O6. Kurkumin merupakan salah
satu produk
senyawa metabolit sekunder dari tanaman kunyit dan temulawak.
Senyawa ini
merupakan golongan karatenoid yaitu pigmen (zat warna) yang
larut dalam lemak
berwarna kuning sampai merah. Kurkumin termasuk golongan senyawa
polifenol
dengan struktur 1,7 bis (4’hidroksi-3 metoksifenol)-1,6
heptadien 3,5-dion.
-
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan
adanya
dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga
daun muda
belum terlalu banyak mengandung flavonoid.
Flavonoid merupakan senyawa preduksi yang baik, menghambat
banyak
reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid
bertindak
sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida
dengan demikian
melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak.
Kegunaan senyawa flavonoid menunjukan aktivitas biologi yang
beragam
diantaranya sebagai antivirus, antihistamin, diuretik,
antiinflamasi, antimikroba
dan antioksidan (Dewick, 2002).
2.1.6. Khasiat
Secara tradisional rimpang temu giring mempunyai beberapa
khasiat antara
lain sebagai obat luka, obat cacing, obat sakit perut, obat
pelangsing, memperbaiki
warna kulit, obat untuk mengatasi perasaan tidak tenang atau
cemas, jantung
berdebar-debar, haid tidak teratur, obat rematik, menambah nafsu
makan,
meningkatkan stamina, menghaluskan kulit, obat jerawat, obat
cacar air dan obat
batuk (Wijayakusuma, 2002). Rimpang temu giring sering digunakan
untuk
campuran lulur guna memperhalus dan memperkuning kulit. Temu
giring juga
digunakan dalam ramuan jamu, khususnya untuk calon pengantin
wanita agar
mampu mencegah rasa lelah selama upacara pernikahan. Selain itu,
temu giring
juga berkhasiat untuk obat cacingan pada anak-anak, disentri,
luka, bau badan dan
campak (Santoso, 2008).
2.2. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum
mengalami proses pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan
yang telah dikeringkan (DepKes RI, 2000) Simplisia dikategorikan
menjadi 3
macam yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelican (mineral)
(DepKes RI, 1978).
-
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian
tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari
tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum
berupa zat kimia murni (DepKes RI, 1978).
Simplisa hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni
(DepKes RI, 1978). Simplisia pelican (mineral) ialah simplisia
yang berupa bahan
pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni (DepKes RI, 1978).
2.3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan proses
mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan
pelarut yang sesuai
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan
(DepKes RI, 2000).
Adapun faktor yang menentukan pengaruh pada mutu ekstrak
berdasarkan
factor biologi, faktor kimia, faktor kimia ini dibagi lagi
menjadi 2 yaitu faktor
internal dan faktor eksternal (DepKes RI, 2000).
1. Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat) dari
segi
biologisnya secara khusus dipandang dari identitas jenis, lokasi
tumbuhan asal,
periode permanen, penyiapan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang
digunakan.
2. Faktor kimia
Mutu ekstrak dipandang secara khusus dari kandungan kimianya,
yaitu:
a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan,
komposisi kualitas
senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
-
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi, perbandingan
ukuran alat
ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan
logam berat,
ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan (DepKes RI, 2000).
2.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan zat aktif dari tanaman atau hewan
dengan
menggunakan pelarut yang selektif melalui prosedur standar.
Produk yang di
peroleh merupakan campuran metabolit yang relatif kompleks dalam
bentuk cair,
semipadat atau bubuk kering (setelah menghilangkan pelarut) yang
dimaksudkan
untuk penggunaan oral atau eksternal. Pelarut berdifusi ke dalam
bahan padat dan
melarutkan senyawa dengan polaritas yang sama. Efektivitas
ekstraksi senyawa
aktif dari tumbuhan bergantung pada sifat bahan tanaman, asal
tanaman, proses
ekstraksi, kelembapan (kadar air) dan ukuran partikel (Tiwari et
al, 2011).
Dalam proses ekstraksi ada beberapa metode ekstraksi yang
dikenal.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi
menjadi dua cara,
yaitu cara panas dan cara dingin (DepKes RI, 2000). Ekstraksi
cara dingin meliputi
maserasi dan perkolasi, sedangkan ekstraksi cara panas meliputi
sokletasi, refluks,
dekokta, infusa dan digesti.
2.4.1 Metode Ekstraksi
Berbagai metode ekstraksi yang dapat dilakukan sebagai
berikut:
A. Ektraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk halus atau kasar
tanaman
obat dengan pelarut dalam wadah tertutup selama jangka waktu
tertentu dengan
beberapa kali pengocokan sampai bahan larut terlarut. Metode ini
paling sesuai
digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al,
2011).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses
-
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, perkolasi
antara, perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus
sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) (DepKes RI, 2000). Perkolasi
merupakan prosedur
yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam
pembuatan
tinktur dan ekstrak cair (Tiwari et al, 2011).
B. Ekstaksi Cara Panas
1. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
sehingga
terjadi ekstraksi yang berlangsung terus-menerus (kontinyu)
dengan adanya
pendinginan balik. Pelarut yang digunakan jumlahnya ralatif
konstan (Depkes RI,
2000). Sokletasi ini dibutuhkan jika senyawa yang diinginkan
memiliki kelarutan
terbatas pada pelarut dan pengotornya tidak larut dengan
pelarut. Metode ini tidak
dapat digunakan untuk senyawa termolabil karena pemanasan yang
berkepanjangan
dapat menyebabkan degradasi senyawa (Tiwari et al, 2011).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur
titik
didihnya selama waktu tertentu dengan adanya pendinginan balik.
Jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan (DepKes RI, 2000).
3. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih) dengan
temperatur 96-980C
selama waktu tertentu (15-20 menit) (DepKes RI, 2000).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit)
dengan
temperatur titik didih air (DepKes RI, 2000). Metode ini
digunakan untuk ekstraksi
senyawa yang larut dalam air dan stabil dengan pemanasan (Tiwari
et al, 2011).
-
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)
pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C (DepKes RI, 2000).
2.5. Inflamasi
2.5.1 Definisi
Inflamasi adalah merupakan respon biologis dari jaringan
vaskuler atas
adanya bahaya, seperti patogen, kerusakan sel, atau iritasi. Ini
adalah usaha
perlindungan diri organisme untuk menghilangkan rangsangan
penyebab luka atau
inisiasi proses penyembuhan jaringan, jika inflamasi tidak ada
maka luka dan
infeksi tidak akan sembuh dan akan mengalami kerusakan yang
lebih parah,
inflamasi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan penyakit,
seperti demam,
atherosclerosis, dan reumathoid artritis (Gard, 2001). Proses
inflamasi ini juga
merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha
untuk
menetralisir dan membasmi agen-agen berbahaya pada tempat cedera
dan untuk
mempersiapkan penyembuhan pada jaringan yang rusak (Kee,
1996).
2.5.2 Tanda-Tanda inflamasi
a. Kemerahan (Rubbor)
Kemerahan terjadi pada tahap pertama terjadinya inflamasi akibat
pelebaran
pembuluh darah pada jaringan yang mengalami gangguan menyebabkan
darah
berkumpul pada daerah terjadinya luka atau cedera akibat
pelepasan mediator
tubuh. Histamin mendilatasi arteriol.
b. Pembengkakan ( Tumor)
Proses pembengkakan terjadi setelah kemerahana. Pembengkakan
ini
terjadi karena adanya plasma merembes ke dalam jaringan
interstisial pada tempat
cedera.
-
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Panas (Kalor)
Tahap ketiga dari gejala inflamasi adalah timbulnya rasa panas
pada daerah
yang cedera. Hal ini disebabkan bertambahnya penggumpalan darah
dan mungkin
juga diakibatkan oleh pirogen yang mengganggu pusat pengatur
panas pada
hipotalamus.
d. Nyeri (Dolor)
Tahap terakhir terjadinya inflamasi adalah timbulnya rasa nyeri
yang
disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator mediator
seperti
bradikinin, prostaglandin (Kee, 1996);(Pringgoutomo, 2000).
2.5.3 Mekanisme Terjadinya Inflamasi
Proses inflamasi terjadi awalnya dimulai dari stimulus yang
akan
mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi atas kerusakan sel
tersebut maka sel
tersebut akan mengaktifkan enzim fosfolipase untuk mengubah
fosfolipid menjadi
asam arakidonat, kemudian asam arakidonat tersebut akan
diaktifkan oleh beberapa
enzim diantaranya adalah enzim lipoksigenase dan enzim
siklooksigenase, kedua
enzim ini akan mengakibatkan enzim arakidonat ini menjadi tidak
stabil
(hidroperoksid dan endopeoksid) yang selanjutnya dimetabolisme
menjadi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrin yang
bertanggung jawab
terhadap gejala peradangan dan rasa nyeri (Katzung, 2006).
2.5.4 Jenis Inflamasi
Jenis inflamasi sendiri dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Inflamasi Akut
Pada inflamasi akut berlangsung singkat beberapa menit hingga
beberapa
hari, dengan gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma
serta emigrasi sel
leukosit terutama neutrophil. Tanda-tanda pokok peradangan akut
berupa
kemerahan (rubbor), panas (kalor), nyeri (dolor) dan
pembengkakan (tumor)
(Pringgoutomo, 2000).
-
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik terjadi bila penyembuhan pada radang akut
tidak
sempurna, bila penyebabnya jelas menetap atau bila penyebab
ringan dan timbul
berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi imunologik.
Radang
berlangsung lama (berminggu-minggu sampai berbulan-bulan).
Radang kronik di
tandai dengan lebih ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan
makrofag. Dan biasanya
disertai dengan pembentukan sel granulasi yang menghasilkan
fibrosis. Contoh
inflamasi kronik adalah inflamasi akibat tuberkolosis
(Pringgoutomo, 2000).
2.6. Obat-Obat Antiinflamasi
2.6.1. Antiinflamasi Steroid
Efek anti radang antiinflamasi steroid berhubungan dengan
kemampuannya
untuk merangsang biosintesa protein lipomodulin yang dapat
menghambat kerja
enzimatik fosfolipase sehingga mencegah pelepasan mediator nyeri
seperti asam
arakidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin, leukotrin,
tromboksan dan
prostasiklin.
Obat golongan ini dapat memblokir jalur siklooksigenase dan
lipoksigenase
sedangkan antiinflamasi non steroid (AINS) hanya memblokir
siklooksigenase.
Oleh karena itu efeknya lebih baik dibandingkan dengan AINS,
namun efek
sampingnya lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaanya
lama (Tjay,
2007). Contoh obat antiinflamasi steroid yaitu hidrokortison,
deksametason, dan
prednisone.
2.6.2 Antiinflamasi Non Steroid
AINS merupakan obat yang secara luas digunakan sebagai terapi
penyakit
yang berkaitan dengan proses inflamasi. Selain memiliki efek
antipiretik dan
analgesik. Mekanisme kerja golongan obat ini dengan menghambat
enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi
PGG2/PGH
(endoperoksid) terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda, contoh obat AINS ini
yaitu parasetamol,
aspirin, metampiron/antalgin, asam mafenamat, dan ibuprofen.
-
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.3 Natrium diklofenak
Pemerian dari natrium diklofenak ini berupa serbuk kristal
higroskopis,
berwarna putih hingga kekuningan, mudah larut dalam methanol,
larut dalam
etanol, sedikit larut dalam air dan praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter
(Sweetman, 2009) namun dalam referensi lain dikatakan bahwa
kelarutannya
sangat larut dalam air, mudah laut dalam metanol, dan sedikit
laut dalam aseton
(British Pharmacopeia, 2009).
Natrium diklofenak sendiri merupakan obat antiinflamasi
nonsteroid yang
mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiradang.
Senyawa ini merupakan
inhibitor siklooksigenase dan merupakan derifat fenilasetat yang
daya
antiradangnya paling kuat dengan efek samping yang kurang
dibandingkan dengan
obat lainnya. Obat ini sering juga digunkan untuk segala macam
nyeri (Tjay, 2007)
(Gilman, 2003) (Katzung, 2006) Mekanisme kerja dari diklofenak
ini adalah
dengan menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam
menghambat
metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan
salah satu
mediator inflamasi. Diklofenak sendiri menghambat enzim COX-2
(Altman et al,
2015). Absorbsi obat ini dalam saluran cerna berlangsung cepat
setelah pemberian
oral. Waktu paruh obat ini cukup singkat, yakni 1-2 jam.
Pemberian bersama
makanan dapat memperlambat laju absorbsi, tetapi tidak dapat
mengubah jumlah
yang diabsorbsi (Gilman, 2003) efek samping yang lazim terjadi
ialah mual,
gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala, perdarahan lambung,
pemakaian obat ini
harus dengan hati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan
aktivitas enzim
aminotransferase hati dalam plasma terjadi pada sekitar 15%
pasien dan umumnya
kembali normal (Gilman, 2003);(Gan, 2007).
Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau 3 dosis
(Gan, 2007)
atau 25-50 mg 3 kali sehari ((Tjay, 2007).
-
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7. Metode Uji Antiinflamasi
Beberapa metode uji antiinflamasi adalah sebagai berikut (Eo
& Ms, 2012).
A). Induksi Karagenan
Pada metode ini tikus disuntikkan suspense karagenan 1% pada
kakinya
secara subplantar untuk menginduksi terbentuknya udema. Senyawa
uji diberikan
secara oral dan kemudian volume udema yang diukur dan dihitung
persentase
inhibisi udema. Aktivitas senyawa uji dilihat dari kemampuannya
menghambat
pembentukkan udema yang diinduksi pada kaki tikus.
B). Induksi xylen pada udema daun telinga
Pada metode ini tikus akan diinduksikan serotonin dengan
mikropipet pada
kedua permukaan daun telinga kanannya satu jam setelah pemberian
senyawa uji.
Telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Ada dua parameter yang
diukur pada
metode ini yaitu ketebalan dan bobot daun telinga tikus.
Pengukuran ketebalan daun
telinga tikus dilakukan dengan menggunakan jangka sorong
digital, sedangkan
untuk menentukan bobotnya, daun telinga tikus dipotong dan
ditimbang kemudian
dibandingkan dengan kontrol.
C). Induksi Histamin
Metode induksi histamin hampir sama dengan metode induksi
karagenan,
namun untuk menginduksi pembentukan udema tikus disuntikkan
histamin 1%.
D) Induksi Serotonin
Pada metode ini tikus disuntikkan serotonin pada kakinya secara
subpantar
untuk menginduksi terjadinya udema. Senyawa uji diberikan secara
oral dan
kemudian volume udema diukur setiap 30 menit selama 3 jam.
Aktivitas senyawa
uji dilihat dari kemampuannya menghambat pembentukan udema yang
diinduksi
pada kaki tikus.
-
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E) Induksi Formalin
Pada metode ini, inflamasi diinduksikan dengan menyuntikkan
formalin 2%
pada kaki tikus secara subplantar. Ketebalan kaki tikus diukur
sebelum dan sesudah
injeksi formalin. Pemberian senyawa uji dilakukan kontinyu
selama 6 hari dan
udema diukur satu jam setelah pemberian senyawa setiap
harinya.
2.8. Karagenan
Karagenan merupakan suatu hidrokoloid yang diperoleh melalui
ekstrak
rumput laut merah kelas Rhodophyceae dengan air maupun alkali
cair (Rowe,
Raymond C., 2009). Secara struktur karagenan adalah kompleks
polisakarida yang
terbentuk dari monomer galaktosa yang terdiri dari tiga tipe
yaitu lambda, kappa
dan iota (Morris, 2003).
Karagenan dikelompokkan berdasarkan posisi gugus sulfat dan ada
atau
tidaknya anhidrogalaktosa. Karagenan tipe lambda merupakan
polimer nongel yang
mengandung 35% ester sulfat dan mempunyai anhidrogalaktosa pada
posisi 3 dan
6, sedangkan karagenan tipe iota merupakan suatu polimer gel
yang mengandung
32 % ester sulfat dan mempunyai anhidrogalaktosa pada posisi
yang sama.
Karagenan jenis kappa merupakan polimer gel kuat yang memiliki
stuktur heliks
tersier yang menyebabkan pembentukkan gel. Karagenan kappa ini
mengandung
ester sulfat 25% dan mempunyai anhidrogalaktosa pada posisi 3
dan 6 (Rowe,
Raymond C., 2009).
Respon inflamasi dapat diinduksi dengan berbagai macam metode,
salah
satu metode uji antiinflamasi adalah metode dengan menggunakan
karagenan.
Percobaan dengan metode karagenan ini sering digunakan untuk
menguji aktivitas
antiinflamasi suatu obat (Rowe, Raymond C., 2009). Inflamasi
yang terbentuk
dengan induksi karagenan berupa inflamasi akut dan nonimun
(Morris, 2003).
Pemilihan karagenan sebagai agent penginduksi inflamasi
berdasarkan pada
sifatnya yang antigenik dan tidak memberikan efek sistemik.
Karagenan
menginduksi cedera sel sehingga melepaskan mediator yang
mengawali proses
inflamasi. Setelah pelepasan mediator inflamasi akan terbentuk
udema yang
-
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mampu bertahan selama 5-6 jam dan berangsur-angsur pulih dalam
waktu 24 jam
setelah injeksi (Hidayanti et al, 2008).
Pembentukan udema yang diinduksi oleh karagenan terjadi dalam
dua fase
dan melibatkan beberapa mediator inflamasi (Necas, J. and
Bartosikova, 2013).
Fase pertama terjadinya selama 3 jam setelah diinduksi karagenan
yang ditandai
dengan terjadinya pelepasan mediator histamine, serotonin,
bradikinin dan
peningkatan sintesis prostaglandin di sekitar jaringan yang
luka. Fase kedua terjadi
mulai dari jam ketiga sampai jam kelima dan terjadi pelepasan
prostaglandin,
protoase dan lisosom (Necas, J. and Bartosikova, 2013); (E.A,
Asongalem; H.S,
Foye; S, Ekobo; T, 2004); (Silva G.N., 2005). Umumnya fase kedua
ini sensitif
terhadap obat-obatan antiinflamasi (Onasanwo S.A., Fabiyi T.D.,
Ouwole F.S.,
2012).
2.9. Tikus Galur Sparague Dawley
Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak sekali digunakan
dalam
penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh
obat-obatan,
toksisitas, metabolism, embriologi, maupun dalam mempelajari
tingkah laku
(Malole, M. B. M., 1989). Tikus putih atau yang dikenal dalam
bahasa latin (Rattus
norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaanya telah
menyebar luas di
seluruh dunia (Malole, M. B. M., 1989).
Menurut Robinson (1979) Tikus putih ini memiliki taksonomi yang
sebagai
berikut:
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata (Craniata)
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
-
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SuperFamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus sp.
Tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus dengan
galur Sprague
Dawley dengan ciri-ciri bertubuh panjang, berwarna putih,
berkepala lebih sempit,
mata berwarna merah, telinga lebih tebal dan pendek dengan
rambut halus dan ekor
lebih panjang dari badannya (Malole, M. B. M., 1989). Siklus
hidup tikus Sprague
Dawley tidak jauh beda dengan tikus putih galur lainnya, yaitu
jarang lebih dari 3
tahun. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 35-40 gram
dan setelah
dewasa rata-rata berat tikus antara 200-250 gram. Tikus jantan
dewasa dapat
mencapai bobot badan 500 gram sedangkan tikus betina jarang
lebih dari 350 gram
(Smith, J. W., 1988).
Kelebihan tikus Sprague Dawley sebagai hewan laborotarium adalah
sangat
mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal
dapat mendengar
suara tikus lainnya dan berukuran cukup besar sehingga
memudahkan pengamatan
(Smith, J. W., 1988).
Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih
sebanyak
10% dari bobotnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan
dapat ditingkatkan
sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa
pakan basah.
Kebutuhan minum seekor tikus setiap harinya kira-kira 15-30 mL
air. Jumlah ini
dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak
mengandung air (Smith,
J. W., 1988) rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus
Sparague Dawley selama
periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 gram untuk
jantan dan 10-
15 gram untuk betina (Council, 1978).
Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus berupa kotak yang
terbuat
dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan
ukuran lubang
1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan
kayu, serbuk gergaji
-
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak
menyebabkan alergi
dan kering. Temperatur ideal kandang 18-27oC atau rata-rata 22oC
dan kelembaban
relatif 40-70% (Malole, M. B. M., 1989).
-
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laborotarium PNA dan Animal House
FIKES
UIN Syarif Hidayatullah, berlangsung mulai dari Februari sampai
dengan Agustus
2018.
3.2. Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain blender, grinder seed,
kapas, kertas
saring, evaporator, neraca analitik, pletismometer air raksa,
hotplate, kandang
tikus, masker, sarung tangan, timbangan hewan, sonde, erlemeyer,
gelas beker,
gelas ukur, tabung reaksi, batang pengaduk, spatula, kaca
arloji, pipet tetes, label,
aluminium foil.
3.3. Bahan
3.3.1. Bahan Uji
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak
etanol 70%
rimpang temu giring (Curcuma heyneana) yang diperoleh dari Balai
Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) pada bulan Agustus 2017 yang
selanjutnya
dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong,
Bogor.
3.3.2. Bahan Kimia
Penelitian ini akan menggunakan bahan kimia berupa karagenan
sebagai
penginduksi udem, natrium diklorofenak sebagai pembanding, NaCl
fisiologis
0,9%, aquades. Bahan penapisan fitokimia adalah etanol 70%,
kloroform, asetat
anhidrat, asam sulfat, gelatin, pereaksi Mayer, pereaksi
Dragendorf.
-
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan untuk penelitian adalah tikus jantan
galur
Sparague Dawley (SD) dengan berat badan berkisar antara 170 -260
yang berumur
3-4 bulan diperoleh dari peternakan Institut Pertanian Bogor
(IPB).
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pengujian Karakteristik Ekstrak
Uji parameter spesifik meliputi identitas dan organoleptis. Pada
identitas
meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan,
bagian tumbuhan
yang digunakan, dan nama tumbuhan Indonesia). Pada organoleptis
meliputi
deskripsi bentuk (padat, serbuk-kering, kental, cair dll), warna
(kuning, coklat, dll),
dan bau (aromatik, tidak berbau, dll) menggunakan panca indera
(Depkes RI, 2000).
3.4.2. Analisa Fitokimia Ekstrak
1) Uji Alkaloid
Ekstrak dilarutkan dengan larutan asam klorida encer, kemudian
disaring.
Filtrat yang dihasilkan dapat dilakukan pengujian dengan cara
Tes Mayer dan Tes
Dragendroff (Tiwari et al, 2011).
a. Tes Mayer
Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
reagen mayer
(potassium mercuri iodide). Terbentuknya endapan warna kuning
menunjukkan
adanya senyawa alkaloid.
b. Tes Dragendroff
Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
reagen
dragendroff (larutan potassium bismuth iodide). Terbentuknya
endapan warna
merah menunjukkan adanya senyawa alkaloid.
2) Uji Saponin
Ekstrak di uji dengan tes Foam dengan melarutkan ekstrak ke
dalam 2 ml
aquades di dalam tabung reaksi, kemudian larutan dikocok.
Terbentuknya foam
-
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin
(Tiwari et al,
2011).
3) Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml air di dalam
tabung reaksi
dan kemudian disaring. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan
diamati. Jika
terjadi perubahan warna hijau kecokelatan atau biru kehitaman
menunjukkan
adanya senyawa tanin (Ayoola, et al, 2008).
4) Uji Fenol
Ekstrak di uji dengan tes Ferric Chloride. Ekstrak ditambahkan
3–4 tetes
larutan FeCl3. Terbentuknya warna hitam kebiru-biruan
menunjukkan adanya
senyawa fenol (Tiwari et al, 2011).
5) Uji Flavonoid
Ekstrak diletakkan di dalam plat tetes lalu ditambahkan beberapa
tetes NaOH.
Terbentuknya kuning intens yang jika ditambahkan dengan larutan
asam, warna
kuning akan memudar, hal ini menunjukkan adanya senyawa
flavonoid (Tiwari et
al, 2011).
6) Uji Steroid dan Terpenoid
a. Tes Salkowski
Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.
Kemudian filtrat
ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya
warna merah
kecokelatan mengindikasikan adanya senyawa terpenoid (Ayoola, et
al, 2008).
b. Tes Lieberman Buchard
Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring,
filtrat
ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat, kemudian
dipanaskan dan
didinginkan. Selanjutnya larutan ditambahkan beberapa tetes asam
sulfat.
Terbentuknya cincin cokelat mengindikasikan adanya senyawa
steroid (Tiwari et
al, 2011).
-
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3. Penyiapan Sediaan Uji
a. Proses Ekstraksi
Pembuatan ekstrak temu giring menggunakan ekstraksi cara dingin
yaitu
dengan maserasi menggunakan etanol 70% sebagai pelarut, serbuk
simplisia
kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 70% hingga terendam
dalam wadah
gelap dan sesekali digoyang-goyangkan. Proses maserasi ini dapat
diulang
(remaserasi) hingga menghasilkan maserat yang berwarna pucat
(mendekati tidak
berwarna). Maserat yang diperoleh difiltrasi mngguanakan kertas
saring dan kapas.
Filtrat dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga
didapatkan
ekstrak kental.
Ekstrak kental yang diperoleh dihitung persentase (%) rendemen
ekstrak
dengan rumus:
% Rendemen ekstrak = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 x 100%
b. Pembuatan Suspensi NaCMC 0,5% b/v (Kontrol Negatif)
Na CMC ditimbang sebanyak 0,25 gram lalu dikembangkan dengan 5
mL
aquades hangat (600C). Na CMC yang telah mengembang, digerus
secara konstan
sampai terbentuk massa gel kemudian ditambahkan aquades secara
perlahan hingga
50 mL. (perhitungan secara detail dapat dilihat pada lampiran
5).
c. Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak
Untuk dosis 5,14 mg/ 200 gram
Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 10,28 mg, digerus perlahan
dalam
lumpang hingga halus lalu ditambahkan 10 ml Na CMC 0,5% di aduk
hingga
homogen lalu ditambahkan sampai batas volumenya, yaitu 20 mL.
(perhitungan
secara detail dapat di lihat pada lampiran 4).
d. Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temu Giring
Ekstrak etanol rimpang temu giring dibuat dalam sediaan suspense
Na CMC
0,5% dengan variasi dosis pendahuluan 10 mg/Kg BB, 100 mg/Kg BB,
1000 mg/Kg
-
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BB. Ekstrak yang telah ditimbang untuk masing-masing dosis
didispersikan dalam
3 mL suspensi Na CMC 0,5% yang telah dibuat sebelumnya lalu
diaduk hingga
homogen dan ditambahkan sampai 6 mL, sediaan uji diberikan
secara oral
menggunakan sonde. (Perhitungan secara detail dapat di lihat di
lampiran 5).
e. Pembuatan Suspensi Karagenan 1%
Sebanyak 100 mg karagenan ditimbang lalu disuspensikan dalam 10
ml
larutan NaCl fisiologis 0,9% yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 500C,
pengadukan dilakukan di atas hot plate menggunakan magnetic
stirrer hingga
homogen.
3.4.4. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan dosis yang sesuai
atau
mencari dosis yang efeknya dapat menghambat udema yang optimal
pada hewan
uji. Uji dilakukan dengan menggunakan 8 ekor tikus yang menjadi
dalam 4
kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, dosis rendah (10 mg/kg
BB), dosis
sedang (100 mg/kg BB), dosis tinggi (1000 mg/kg BB) dan udem
dibuat dengan
menginjeksikan karagenan 1% sebanyak 0,2 ml. Masing-masing
kelompok terdiri
dari dua tikus. Uji pendahuluan prosedurnya sama dengan uji efek
antiinflamasi.
3.4.5. Uji Efek Antiinflamasi
a. Penyiapan Hewan Percobaan
Sebelum digunakan tikus diadaptasikan dengan lingkungan
penelitian
selama ± tiga sampai empat minggu, semua tikus dipelihara dalam
kondisi yang
sama, diberikan makanan berupa pellet dan air minum. Sebelum
percobaan, tikus
dipuasakan selama ±18 jam dengan tetap diberi minum ad
libitum.
Pada penelitian ini dilakukan pengelompokan secara acak,
jumlah
keseluruhan tikus yang digunakan adalah 38 ekor tikus yang
terbagi menjadi 6
kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus
sesuai dengan
General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation
of Traditional
Medicine (WHO, 2000) dan dilebihkan 1 ekor tikus setiap
kelompoknya. Rincian
kelompok perlakuan antiinflamasi dapat dilihat pada tabel
3.1.
-
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 : kelompok perlakuan uji antiinflamasi
No Kelompok Jumlah pengulangan Perlakuan
1 Normal 5 Tanpa perlakuan
2 Kontrol negatif 5 Diberikan suspensi Na CMC 0,5 %
3 Kontrol Positif 5 Diberikan Na diklofenak dosis 5,14 mg/kg
BB dalam Na CMC 0,5 %
4 Dosis 1 5 Diberikan ekstrak temu giring (menunggu
dosis skrining) diberikan suspensi Na CMC
0,5%
5 Dosis 2 5 Diberikan ekstrak temu giring (menunggu
dosis skrining) diberikan suspensi Na CMC
0,5%
6 Dosis 3 5 Diberikan ekstrak temu giring (menunggu
dosis skrining) diberikan suspensi Na CMC
0,5%
Keterangan : Masing-masing kelompok di induksikan karagenan 1%
sebanyak 0,2 ml kecuali
kelompok normal
b. Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Menggunakan Metode induksi
Kara
genan Pada Telapak Kaki Tikus (Rustam, E., Atmasari, I.,
2007).
1. Tikus dipuasakan sekitar ± 18 jam sebelum percobaan, namun
air
minum tetap diberikan
2. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok secara acak
masing-masing
kelompok terdiri dari 6 ekor tikus, kemudian ditimbang dan
diberi kode
tertentu pada masing-masing tikus
3. Pada awal penelitian tikus diberikan tanda dengan spidol
sebatas mata
kaki supaya ketika diukur batas kaki tikus ketika dimasukkan ke
dalam
air raksa semua sama
4. Volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan
dinyatakan
sebagai volume kaki dasar (Vo)
5. Kelompok kontrol negatif diberikan aquades 1 ml, kelompok
kontrol
positif yang diberikan Na-diklorofenak dosis 5,14 mg/kg BB dan
3
-
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelompok uji dengan ekstrak di berikan sesuai dosis yag
telah
ditentukan. (semua kelompok uji diberikan menggunakan rute
oral).
6. Satu jam kemudian semua tikus di suntikan suspensi karagenan
1% pada
telapak kaki tikus sebanyak 0,2 ml. penyuntikan karagenan
dilakukan
secara subplantar. Sebelum penyuntikan telapak kaki tikus
dibersihkan
dengan menggunakan etanol 70%.
7. Setelah satu jam disuntikkan karagenan, volume kaki tikus di
ukur
dengan menggunakan alat pletismometer setiap 1 jam sampai
dengan
jam ke 6 dan dinyatakan sebagai volume akhir (Vo).
8. Dihitung persen udem dan persen inhibisi udem pada telapak
kaki tikus.
3.4.6. Analisis Data
A). Persentase udem dan inhibisi udem
Analisa data yang dilakukan adalah dengan menghitung persen udem
dan
inhibisi udem (Rustam et al. 2007, Utami et al. 2011, Swathy dan
Kumar.,2010)
Keterangan :
Vt = Volume telapak kaki tikus tiap kelompok pada waktu t
Vo = Volume telapak kaki tikus tiap kelompok sebelum diberikan
perlakuan apapun
Keterangan
a = Persentase udem pada kelompok negatif
b = Persentase udem pada kelompok perlakuan
B). Pengelolaan Data Statistik
Analisa data yang diperoleh akan diolah secara statistik
dengan
menggunakan aplikasi analisis statistik. Pada analisa data ini
dilakukan uji
Kolmogorov Smirnov untuk melihat normalitas data dan Uji Levene
untuk melihat
homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen
maka akan
-
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilanjutkan dengan Analisa Varians (ANOVA) satu arah dengan
taraf kepercayaan
95%. Apabila terdapat perbedaan bermakna, maka akan dilakukan
uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) /Least Significant Different (LSD) untuk melihat
perbedaan antar
tiap kelompok perlakuan. Jika data tidak terdistribusi normal
maupun homogen
maka dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui
adanya perbedaan.
Apabila terdapat perbedaan bermakna, dilakukan uji Mann Whitney
untuk melihat
perbedaan antar tiap kelompok perlakuan (Dahlan, 2012).
-
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Rimpang Temu Giring
4.1.2. Determinasi Tanaman
Determinasi tumbuhan rimpang temu giring untuk kajian ini
dilakukan di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI,
Cibinong, Bogor pada
tanggal 22 Desember 2017 dengan hasil determinasi membuktikan
bahwa
tumbuhan yang digunakan yaitu tumbuhan Curcuma heyneana Val
dengan famili
Zingiberaceae (Lampiran 6).
4.1.3. Pembuatan Simplisia
Sebanyak 10 kg rimpang temu giring segar yang diperoleh dari
Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro). Rimpang tersebut
kemudian
disortasi, dicuci, dikering-anginkan, dan dihaluskan hingga
diperoleh 1,6 kg serbuk
simplisia. Serbuk diekstraksi dengan metode maserasi. Prinsip
dari metode ini
adalah mengekstraksi zat aktif dari tanaman dengan cara merendam
serbuk
simplisia menggunakan pelarut atau cairan penyari yang sesuai
pada suhu kamar
dan terlindung dari cahaya (Depkes RI, 2000).
4.1.4. Ekstraksi
Metode maserasi dipilih karena lebih tepat dibanding metode
ekstraksi lain,
tanpa menggunakan panas sehingga faktor kerusakan pada zat aktif
mampu
diminimalkan, pengerjaannya yang mudah, dan peralatannya
sederhana. Maserasi
dilakukan beberapa kali pengadukan pada suhu ruang dengan
menggunakan pelarut
etanol 70% hingga dihasilkan maserat yang berwarna lebih bening
dibandingkan
maserat awal. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% karena
dapat menarik
secara optimal senyawa mayor yaitu flavanoid yang bersifat
polar, dan kemampuan
-
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam menarik senyawa polar yang sama dengan metanol serta lebih
aman
dibandingkan dengan pelarut metanol yang bersifat toksik
(pertimbangan
keamanan ke hewan uji), selain itu, etanol 70% bersifat tidak
toksik dan dapat
meminimalisasi pertumbuhan mikroorganisme selama ekstraksi
(Depkes RI, 2000).
Selanjutnya, maserat yang diperoleh kemudian dipekatkan
menggunakan
vacuum rotary evaporator agar terjadi pemisahan antara zat aktif
dengan pelarut
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Proses pemekatan
menggunakan suhu rendah
yakni kurang lebih 380C agar tidak merusak kandungan zat aktif.
Ekstraksi rimpang
temu giring menghasilkan ekstrak kental sebanyak 129,5 gram.
Kemudian
dilakukan perhitungan persen rendemen sehingga didapatkan hasil
yaitu sebesar
8,12 %.
4.1.5. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan
metabolit
sekunder yang terdapat dalam sampel. Hasil penapisan fitokimia
yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% rimpang
temu giring
Identifikasi Metode Hasil Keterangan
Alkaloid Uji Meyer Tidak ada endapan putih. Negatif
alkaloid
Uji alkaloid Draggendorff Ada endapan coklat
kemerahan.
Flavonoid Alkaline reagent test Warna lebih pekat dari
sebelumnya
Positif
Flavonoid
Fenol Penambahan FeCl3 10% Tidak terbentuk warna
biru kehitaman
Negatif Fenol
Saponin Foam test Terbentuk busa yang
stabil
Positif saponin
Steroid/Triterpenoid Lieberm ann-Burchard Terbentuk cincin
violet Positif
Terpenoid
Tannin Penambahan FeCl 0,1% Terbentuk warna hijau
kecokelatan
Positif Tannin
-
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia (Tabel 4.1), ekstrak
etanol 70%
rimpang temu giring positif mengandung senyawa alkaloid,
terpenoid, tannin, dan
flavonoid. Berdasarkan buku Ragam dan Khasiat Tanaman Obat yang
ditulis oleh
Santoso, dijelaskan bahwa rimpang temu giring (Curcuma heyneane)
mengandung
senyawa kurkumin yang dapat memberikan warna kuning, minyak
atsiri 0,8-3%,
amilum, damar, lemak, tannin, saponin dan flavonoid. Hal ini
sesuai dengan uji
fitokimia yang diujikan.
4.1.6. Parameter Spesifik
Parameter spesifik merupakan proses standardisasi yang dilakukan
untuk
menjamin mutu ekstrak. Parameter spesifik ekstrak yang dilakukan
pada penelitian ini
yaitu identifikasi organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau
yang menjadi karakter
spesifik ekstrak.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Parameter Spesifik
No Parameter Hasil
1 Identitas ekstrak
Nama latin tumbuhan
Nama Indonesia
Bagian tumbuhan yang digunakan
: Curcuma heyneana Val
: Temu Giring
: Rimpang
2 Organoleptis
Warna
Bentuk
Bau
Rasa
: kuning kecoklatan
: beruas-ruas
: Khas
: agak pedas, tebal
4.1.7. Uji Pendahuluan Dosis Ekstrak Rimpang Temu Giring
Inflamasi merupakan respon biologis dari jaringan vaskuler atas
adanya
bahaya seperti patogen, kerusakan sel atau iritasi. Ini adalah
usaha perlindungan
diri organisme untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka atau
inisiasi proses
penyembuhan jaringan, jika inflamasi tidak ada maka luka dan
infeksi tidak akan
sembuh dan akan mengalami kerusakan yang lebih parah. Inflamasi
yang tidak
-
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terkontrol juga dapat menyebabkan penyakit, seperti demam,
atherosclerosis, dan
reumathoid artritis (Gard, 2001). Penggunaan karagenan sebagai
mediator
penginduksi karena karagenan ini merupakan senyawa iritan yang
menginduksi
terjadinya cedera sel melalui pelepasan mediator yang mengawali
proses inflamasi.
Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi akan
mengakibatkan terjadinya
udem dan bertahan beberapa jam. Inflamasi yang diinduksi
karagenan ini ditandai
dengan pembengkakan, peningkatan rasa sakit dan sintesis
prostaglandin hingga 4-
5 kali. Udem yang disebabkan induksi karagenan bertahan selama 6
jam dan
berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Taufiq et
al,2008., Utami et al,
2011).
Pada penelitian antiinflamasi ini udema dibuat dengan cara
menginduksi
telapak kaki tikus dengan suspensi karagenan 1% dengan volume
penyuntikan 0,2
ml, pemilihan volume penyuntikan berdasarkan penelitian
sebelumnya dimana
karagenan 0,2 mL signifikan (P0,05), induksi karagenan 1% 0,2 mL
dapat menyebabkan udema lebih
lama dibandingkan terhadap kontrol negatif yang diberi NaCl 0,9%
(Oktiwilianti,
Yurniarni, & Choesrina, 2015). Penelitian ini dilakukan
selama 6 jam dan setiap
jam dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat pletismometer
air raksa yang
mempunyai ketelitian 0,01 ml dengan ketelitian tersebut
diharapkan dapat
membaca ukuran dari udema dengan skala terkecil. kemudian
karagenan yang
disuntikkan sudah bisa menunjukan terbentuknya pembengkakan dan
udema yang
dapat teramati dengan jelas. Pada proses pengukuran volume udema
dengan
menggunakan alat pletismometer dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor,
diantaranya mengkondisikan hewan uji, pemberian batas yang jelas
dengan spidol
pada mata kaki tikus, volume air raksa setiap penggunaan harus
sama, kaki tikus
harus tercelup sempurna sampai tanda batas, dan adanya gelembung
yang
mengakibatkan alatnya tidak bekerja sempurna dalam
pengukuran.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur
Sparague Dawley
dengan berat badan berkisar 170-270 gram dengan usia berkisar
3-4 bulan.
Pemilihan jenis kelamin jantan pada tikus agar tidak
mempengaruhi hasil uji karena
dalam jurnal dikatakan bahwa tikus betina terdapat lebih banyak
hormon estrogen
yang dapat meningkatkan inflamasi melalui mediator kimia
(bradikinin) (Green et
-
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
al, 1999 dalam Ira sukaina, 2013) oleh karena itu dikhawatirkan
hormon tersebut
akan mempengaruhi besarnya udema yang ditimbulkan pada telapak
kaki tikus.
Sebelum dilakukan proses pengujian dilakukan proses aklimatisasi
terlebih dahulu
selama ± 4 minggu agar hewan bisa beradaptasi dengan
lingkungan.
Pada percobaan pendahuluan yang dilakukan ini bertujuan untuk
mencari
dosis yang memiliki efek antiinflamasi dengan cara menghambat
pembentukan
udem secara efektif terhadap hewan uji. Percobaan ini dilakukan
pada 8 ekor tikus
yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif,
dosis rendah (10
mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB) dan dosis tinggi (1000
mg/kgBB). Adapun
hasil pengukuran yang didapat adalah sebagai berikut
Gambar 1. Grafik Pengukuran Volume Udema Dosis Skrining
Pada grafik rata-rata volume udema kaki tikus diatas terlihat
bahwa
kelompok kelompok yang diberikan induksi karagenan yaitu
kelompok kontrol
negatif, dosis 10 mg/kg, dosis 100 mg/kg, dan 1000 mg/kg
mengalami perubahan
volume udema kaki tikus. Kemudian setelah mendapatkan nilai
rata-rata volume
udema maka dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
persentase udema,
adapaun nilai dari hasil persentase udema adalah sebagai
berikut
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0 1 2 3 4 5 6Rer
ata
volu
me
ud
ema
(ml)
waktu (Jam)
Rerata pengukuran volume udema
kontrol negatif
dosis 10 mg/kg
dosis 100 mg/kg
dosis 1000 mg/kg
-
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Grafik Hubungan Persentase Udema Dengan Waktu
Dari grafik diatas terlihat kontrol negatif memiliki nilai
persentase paling
besar dimana udema yang dihasilkan terus meningkat dan menurun
di jam keenam,
hal ini membuktikan bahwa pemberian Na CMC tidak menghambat
udema pada
kelompok kontrol.
Gambar 3. Grafik Pengukuran Persentase Inhibisi Dengan Waktu
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada jam ke 3 dosis 10 mg/kgBB
memiliki
persentase inhibisi udem sebesar 56,247 %, pada dosis 100
mg/kgBB sebesar
71,865 % dan pada dosis 1000 mg/kgBB sebesar 78,212 %. Dari data
persentase
udem dapat disimpulkan bahwa pada dosis 100 mg/kgBB dan 1000
mg/kgBB
memiliki efek antiinflamasi yang lebih optimal sehingga dosis
uji selanjutnya yang
digunakan adalah dosis 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB, dan 750
mg/kgBB.
0
20
40
60
80
100
120
140
0 1 2 3 4 5 6rera
ta p
erse
nta
se u
dem
(m
l)
waktu (jam)
Persentase udema
kontrol negatif
dosis 10 mg/kg
dosis 100 mg/kg
dosis 1000 mg/kg
0
20
40
60
80
100
0 1 2 3 4 5 6
per
sen
tase
inh
ibis
i (m
l)
waktu (jam)
Rerata persentase inhibisi
kontrol negatif
dosis 10 mg/kg
dosis 100 mg/kg
dosis 1000 mg/kg
-
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.7 Uji Antiinflamasi Dosis Ekstrak Rimpang Temu Giring
Setelah mendapatkan hasil dari uji skrining dosis maka
dilanjutkan dengan
uji antiinflamasi yang dimana menggunakan 6 kelompok dimana
setiap kelompok
terdiri dari 5 dan dilebihkan 1 tikus sesuai dengan General
Guidelines for
Methodologies on Research and Evaluation of Tradisional Medicine
(WHO, 2000)
Adapun kelompoknya adalah kontrol negatif, kontrol positif,
dosis 250
mg/kgBB, dosis 500 mg/kgBB dan dosis 750 mg/kgBB. Tujuan adanya
kelompok
kontrol negatif untuk membuktikan bahwa penggunaan zat pembawa
tidak
memberikan efek penghambatan serta menjadi tolak ukur udema yang
ditimbulkan
oleh kareganan tanpa pemberian sampel uji dan juga menjadi
pembanding dengan
kelompok kontrol yang lain. Na CMC digunakan sebagai bahan
pembawa karena
Na CMC memiliki kelebihan diantaranya adalah kejernihan tinggi,
suspensi yang
dihasilkan stabil, bersifat inert, untuk pengental,
stabilisator, pembentuk gel dan
beberapa hal sebagai pengemulsi (Fardiaz, 1987). Penggunaan
natrium diklofenak
sebagai kontrol positif juga karna daya absorbs cepat dilihat
dari waktu paruhnya
1-2 jam (Gilman, 2003).Kontrol positif pada pengujian ini
bertujuan sebagai
pembanding dengan kontrol uji.
4.3 Rata-rata volume udema telapak kaki tikus setelah diinduksi
karagenan pada masing-
masing perlakuan
Keterangan. KP = Kelompok Perlakuan; KN = Kontrol Negatif; KP =
Kontrol Positif;
D1 = Dosis 250 mg/kgBB; D2 = Dosis 500 mg/kgBB; D3 = Dosis 750
mg/kgBB
KP Rata-rata volume udema (ml) setiap 1 jam selama 6 jam
(ml)
0 1 2 3 4 5 6
KN 0,03±0 0,06±0 0,07±0 0,07±0,004 0,08±0,004 0,08±0,004
0,08±0
KP 0,03±0,004 0,05±0,005 0,06±0 0,07±0,007 0,07±0,005 0,06±0,005
0,06±0,005
D1 0,03±0,008 0,05±0,005 0,06±0,008 0,06±0,008 0,06±0,008
0,06±0,008 0,06±0,008
D2 0,03±0,005 0,05±0,005 0,05±0,005 0,05±0,004 0,05±0,005
0,05±0,005 0,05±0,004
D3 0,04±0 0,05±0,005 0,05±0,008 0,06±0,01 0,06±0,013 0,06±0,013
0,07±0,01
-
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4. Grafik Pengukuran Volume Udema
Pada pengukuran udema pada telapak kaki tikus diperoleh nilai
rata-rata
volume udema yang dimana menunjukan bahwa volume udema pada
kontrol
negatif mengalami kenaikan terus menerus dari jam 1 sampai
dengan jam ke 5 dan
menurun pada jam ke 6. Pada kontol positif volume udema
mengalami kenaikan
pada jam ke 1 sampai jam ke 4 dan mulai menurun pada jam ke 5.
Kemudian pada
kelompok uji pada dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB volume
udema
meningkat dari jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 dan menurun pada
jam ke 6
sedangkan pada dosis 750 mg/kgBB peningkatan dari jam ke 1
sampai jam ke 6
(gambar 4).
4.4 Rata-rata persentase udema telapak kaki tikus setelah
diinduksi karagenan pada
masing-masing perlakuan
Keterangan. KP = Kelompok Perlakuan; KN = Kontrol Negatif; KP =
Kontrol Positif;
D1 = Dosis 250 mg/kgBB; D2 = Dosis 500 mg/kgBB; D3 = Dosis 750
mg/kgBB
KP Rata-rata pengukuran persentase udema setiap 1 jam selama 6
jam (ml)
0 1 2 3 4 5 6
KN 0±0 100±0 133,33±0 159,99±14,90 173,32±14,91 173,32±14,91
166,66±0
KP 0±0 76,66±22,36 90,00±22,36 199,99±18,25 139,99±27,88
114,99±26,61 101,66±20,72
D1 0±0 45,66±22,28 66,33±23,28 66,33±23,28 71,33±21,51
71,33±21,51 66,33±23,28
D2 0±0 51,66±17,07 51,66±17,07 51,66±17,07 58,33±27,63
53,33±31,51 48,33±34,05
D3 0±0 35,00±13,69 40,00±22,36 50,00±25,00 55,00±32,59
60,00±33,54 75,00±25,00
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
0 1 2 3 4 5 6
rera
ta v
olu
me
ud
ema
(ml)
waktu (jam)
Rerata pengukuran volume udema
kontrol negatif
kontrol positif
dosis 250 mg/kg
dosis 500 mg/kg
dosis 750 mg/kg
-
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5. Grafik Pengukuran Persentase Udema
Dari data pengukuran persentase udema dapat dilihat bahwa
kontrol negatif
memiliki persentase udema terbesar dimana nilai terbesar pada
jam ke 4 sedangkan
ketiga dosis uji terjadi penurunan, pada kelompok kontrol
positif terjadi penurunan
dibandingkan dengan kontrol negatif hal ini membuktikan bahwa
udema yang
terjadi karena induksi karagenan mengalami penurunan
dibandingkan dengan
kontrol negatif tanpa diberikan obat ataupun ekstrak.
Dari data persentase udema ini dapat dihitung persentase
inhibisi udema,
adapun rata-rata persentase inhibisi udema dan standar devisiasi
sebagai berikut.
4.5 Rata-rata persentase inhibisi udema pada telapak kaki tikus
pada masing-masing
perlakuan
KP
Rata-rata pengukuran persentase inhibisi udema setiap 1 jam
selama 6 jam (ml)
0 1 2 3 4 5 6
KN 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0
KP 0±0 23,33±22,36 32,49±16,77 24,99±16,57 19,66±18,71
34,65±13,71 39,99±10,60
D1 0±0 54,33±22,28 50,24±17,46 57,94±15,80 57,99±14,40
58,69±13,02 60,19±13,97
D2 0±0 48,33±17,07 61,24±12,80 66,99±13,30 66,99±13,30
69,32±18,43 70,99±20,43
D3 0±0 65,00±13,69 66,99±16,77 69,24±14,13 68,99±16,35
64,49±20,79 54,99±15,00
Keterangan. KP = Kelompok Perlakuan; KN = Kontrol Negatif; KP =
Kontrol Positif;
D1 = Dosis 250 mg/kgBB; D2 = Dosis 500 mg/kgBB; D3 = Dosis 750
mg/kgBB
0
50
100
150
200
0 1 2 3 4 5 6
rera
ta p
erse
nta
se u
dem
(m
l)
Waktu (jam)
Rerata persentase udema
kontrol negatif
kontrol positif
dosis 250 mg/kg
dosis 500 mg/kg
dosis 750 mg/kg
-
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 6. Grafik Pengukuran Persentase Inhibisi Udema
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kontrol negatif
menunjukkan tidak
terdapat penghambatan udema sedangkan nilai persentase udema
dari waktu ke
waktu mengalami kenaikan hal ini membuktikan bahwa pemberian
NaCMC 0,5%
tidak memberikan pengaruh dalam menurunkan udema dan penyembuhan
udema
hanya tergantung dari respon alami hewan uji. Kemudian pada
kelompok kontrol
positif hasil uji statistik menunjukkan kontrol positif memiliki
perbedaan bermakna
(p
-
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jauh dibandingkan kontrol positif, kemampuan menghambat kontrol
positif lebih
rendah daripada ketiga dosis yang di uji, oleh karena itu
dilakukan pengujian
kembali pada dosis yang lebih rendah lagi yaitu dosis 10 mg/kgBB
untuk menjadi
tolak ukur dalam dosis terkecil yang efektif sebagai inflamasi,
adapun hasil yang
diperoleh adalah
4.6 Rata-rata persentase inhibisi udema pada telapak kaki tikus
pada masing-
masing perlakuan
Keterangan. KP = Kelompok Perlakuan; KN = Kontrol Negatif; KP =
Kontrol Positif;
D1 = Dosis 10 mg/kgBB; D2 = Dosis 250 mg/kgBB; D3 = Dosis 500
mg/kgBB; D4
= Dosis 750 mg/kgBB.
Gambar 7. Grafik Pengukuran Persentase Inhibisi Udema
Dari data yang didapatkan setelah penambahan dosis 10 mg/kgBB
nilai
inhibisi masih lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif
dengan nilai inhibisi
KP Rata-rata pengukuran persentase inhibisi udema setiap 1 jam
selama 6 jam
0 1 2 3 4 5 6
KN 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0
KP 0±0 23,33±22,36 32,49±16,77 24,99±16,57 19,66±18,71
34,65±13,71 39,99±10,60
D1 0±0 26,67±14,91 39,99±13,70 41,99±4,47 50,99±19,49
57,33±10,11 60,00±7,94
D2 0±0 54,33±22,28 50,24±17,46 57,94±15,80 57,99±14,40
58,69±13,02 60,19±13,97
D3 0±0 48,33±17,07 61,24±12,80 66,99±13,03 66,99±13,03
69,32±18,43 70,99±20,43
D4 0±0 65,00±13,69 66,99±16,77 69,24±14,13 68,99±16,35
64,49±20,79 54,99±15,00
0
10
20
30