1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida di lingkungan kehutanan khususnya untuk mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian dan tanaman muda saat ini masih menimbulkan dilema. Penggunaan pestisida khususnya pestisida sintetik memberikan keuntungan secara ekonomis, namun dapat mendatangkan kerugian diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara dan penggunaan terus- menerus akan mengakibatkan efek resistensi dari berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001). Pestisida adalah bahan kimia bersifat racun yang sering digunakan dalam bidang pertanian khususnya untuk memberantas hama, gulma, dan penyakit pada tanaman serta meningkatkan produksi pertanian. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memberantas atau mencegah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan pestisida di lingkungan kehutanan khususnya untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian dan
tanaman muda saat ini masih menimbulkan dilema. Penggunaan pestisida
khususnya pestisida sintetik memberikan keuntungan secara ekonomis,
namun dapat mendatangkan kerugian diantaranya adalah residu yang
tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara dan
penggunaan terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi dari
berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001).
Pestisida adalah bahan kimia bersifat racun yang sering digunakan
dalam bidang pertanian khususnya untuk memberantas hama, gulma, dan
penyakit pada tanaman serta meningkatkan produksi pertanian. Bahan-
bahan kimia yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama
air, jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan alat-alat pengangkut
serta binatang-binatang yang mengakibatkan penyakit pada manusia dan
hewan, juga termasuk dalam pestisida (Rompas dan Sunarjo, 1989).
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk
membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang
bisa mengganggu produksi tanaman sering menimbulkan komplikasi
lingkungan (Supardi, 1994).
2
Pestisida yang banyak digunakan biasanya merupakan bahan
kimia toksik yang unik, karena dalam penggunaannya, pestisida
ditambahkan atau dimasukkan secara sengaja ke dalam lingkungan
dengan tujuan untuk membunuh beberapa bentuk kehidupan. Idealnya
pestisida hanya bekerja secara spesifik pada organisme sasaran yang
dikehendaki saja dan tidak pada organisme lain yang bukan sasaran.
Tetapi kenyataanya, kebanyakan bahan kimia yang digunakan sebagai
pestisida tidak selektif dan malah merupakan toksikan umum pada
berbagai organisme, termasuk manusia dan organisme lain yang
diperlukan oleh lingkungan (Keman, 2001).
Seperti disebutkan sebelumnya, penggunaan pestisida dalam
aktifitas manusia sangat beragam. Penggunaan pestisida di bidang
pertanian merupakan salah satu upaya untuk peningkatan produk
pertanian. Penggunaan pestisida ini tidak akan menimbulkan masalah
apabila sesuai dengan aturan yang diperbolehkan. Penggunaan pestisida
yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat membahayakan
kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini sehubungan dengan sifatnya yang toksik serta
kemampuan dispersinya yang tinggi yaitu mencapai 100%
(Mangkoedihardja, 1999).
Saat ini, kimia kontrol adalah strategi yang paling umum digunakan
terhadap hama. Ada banyak bahan kimia yang beracun termasuk
insektisida seperti organofosfat, piretroid dan fumigants seperti metil
3
bromida dan fosfin (Park, et al, 2003;. Kljajic dan Peric, 2006). Zat kimia
sangat efektif untuk pengendalian hama. Akan tetapi memiliki beberapa
masalah bagi pengguna (Subramanyam dan Hagstrum, 1995; Okonkwo
dan Okoye, 1996).
Selama beberapa dekade terakhir, telah terjadi perkembangan
yang cukup besar dalam kepentingan penelitian di bidang pengiriman
produk alam dengan menggunakan partikel untuk mengendalikan patologi
tanaman. Metabolit sekunder pada tanaman telah digunakan dalam
perumusan nanopartikel melalui meningkatkan efektivitas perlakuan
senyawa yang digunakan untuk mengurangi penyebaran penyakit
tanaman, dan meminimalkan efek samping karena: sumber yang kaya
bahan kimia bioaktif, terdegradasi di alam dan non-polusi (eco-friendly).
Sistem partikulat seperti nanopartikel telah digunakan untuk mengubah
dan memperbaiki sifat efektif beberapa jenis pestisida kimia sintetis atau
dalam produksi biopestisida secara langsung ( AbdulHameed, 2012 ).
Pemantauan dan eksposur data sangat penting dilakukan untuk
menentukan dampak dari pestisida terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan secara akurat. Metode analisis, lebih cepat dan lebih hemat
biaya, dapat memfasilitasi pengumpulan data tentang pestisida tertentu
yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan. Kemajuan
dalam miniaturisasi dan teknologi mikrofabrikasi telah menyebabkan
pengembangan perangkat elektrokimia sensitif dan selektif untuk
lapangan dan dalam pemantauan lingkungan (Pellicer, et al., 2010).
4
Sensor elektrokimia dapat memberikan pengukuran yang cepat, handal
dan biaya-efektif dan metode pemantauan (Hanrahan, et al., 2004)
Fungsionalisasi permukaan nanopartikel logam (NP) untuk kimia sensor
adalah topik yang sangat menarik saat ini (Niemeyer, 2001; Glomm, 2005).
Penggunaan nanopartikel perak (AgNPs) sebagai sensor analitis dan
bioanalisis mendapatkan perhatian yang signifikan. Relevansi ini muncul
dari sifat optik yang tidak biasa, elektronik, dan kimia (Schultz, et al.,
Objek dalam penelitian ini adalah nanopartikel perak yang
disintesis dengan bantuan ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas) yang
selanjutnya diaplikasikan sebagai sensor kadar Insektisida diazinon.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Larutan Standar Diazinon
Pembuatan larutan standar diazinon, Larutan standar diazinon dibuat
dengan jalan mengencerkan pestisida diazinon yang didapatkan dari
pestisida merek Basudin 60 EC yang memiliki kandungan diazinon
sebanyak 600 g/L. Sebanyak 1 mL larutan tersebut diencerkan ke dalam
59 mL metanol, sehingga konsentrasinya menjadi 10 g/L. Larutan ini
dijadikan sebagai stok untuk pengenceran selanjutnya. Dari larutan ini,
dibuat larutan standar diazinon dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan
100 ppm dengan air sebagai larutan pengencer (Suherman, 2000).
Serial larutan standar tersebut diukur absorbannya pada panjang
gelombang 241 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis dan
sebagai blanko digunakan air destilat. Absorbansi yang terukur kemudian
diplotkan terhadap konsentrasi dan kemudian dicari regresi linearnya.
Kurva linear yang dihasilkan digunakan sebagai kurva standar diazinon
(Suherman, 2000).
2. Pembuatan Larutan 1mM AgNO3
Larutan stok AgNO3 1 mM dibuat dengan menimbang 0,085 gram
serbuk AgNO3 [Dhucefa Biochemies], kemudian dilarutkan ke dalam
30
akuabides 500 mL Selanjutnya, larutan perak nitrat dikocok. Selanjutnya,
larutan perak nitrat dapat digunakan langsung. Larutan perak nitrat
disimpan dalam lemari es ketika tidak dipakai.
3. Pembuatan Air Rebusan Ubi Jalar Ungu
Tanaman yang digunakan untuk proses biosintesis yaitu Ipomoea
batatas (Ubi Jalar Ungu). Tanaman tersebut diperoleh di lingkungan
kampus FMIPA UNHAS, Sulawesi Selatan. Bagian tanaman yang
digunakan ialah Umbi dari ubi jalar ungu. Ubi tersebut dipetik lalu dicuci
hingga bersih dengan akuades dan dikeringkan hingga air cucian tiris.
Setelah itu, ubi tersebut dipotong-potong seragam dan ditimbang seberat
10 gram, lalu direbus dengan 50 mL akuabides dalam Erlenmeyer 500
mL. Selanjutnya, rebusan dibiarkan mendidih selama 5 menit. Setelah
mencapai suhu ruang, air rebusan dituang dan disaring dengan
menggunakan kertas Whatman No.1. Air rebusan tersebut selanjutnya
dapat digunakan langsung untuk proses biosintesis. Air rebusan ubi jalar
ungu disimpan dalam lemari es ketika tidak dipakai. Air rebusan apabila
tidak dipakai, disimpan selama 1 pekan.
4. Biosintesis Nanopartikel Perak
Biosintesis nanopartikel perak dilakukan dengan mencampur larutan
AgNO3 dan ekstrak ubi jalar ungu. Sampel 2 mL air rebusan ubi jalar ungu
dicampurkan ke dalam larutan 40 mL AgNO3, kemudian larutan campuran
distirer selama 2 jam. Apabila larutan berubah warna dari bening menjadi
31
kuning, itu menandakan nanopartikel perak telah terbentuk.
a. Karakterisasi nanopartikel Perak dengan Spektroskopi UV-Vis
Larutan nanopartikel perak yang terbentuk dianalisis dengan
menggunakan spektroskopi UV-Vis setelah 30 menit, 1 jam, 24 jam,
1 minggu, dan 2 minggu. Semakin tinggi nilai absorbansi dapat
diasumsikan jumlah nanopartikel yang terbentuk semakin banyak dan
Semakin besar λmax semakin besar pula nanopartikel
b. Karakterisasi Nanopartikel Perak dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Larutan nanopartikel perak yang terbentuk diangin-anginkan di atas
tempat yang sudah dilapisi plastik sampai kering sehingga diperoleh
padatan nanopartikel perak. Selanjutnya mengambil sedikit sampel
padatan nanopartikel perak untuk dikarakterisasi dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM). Karakterisasi nanopartikel menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM), untuk mengetahui diameter
nanopartikel yang telah ditumbuhkan.
5. Proses Pengujian Larutan Indikator
1 mL larutan standar diazinon dengan berbagai variasi konsentrasi
yang telah ditentukan diberikan larutan Nanopartikel perak yang telah
disintesis, kemudian dikocok dengan menggunakan stirrer. Tabung
32
tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan mengamati perubahan
warna yang terjadi. Beberapa hasil pengujian larutan indikator diukur
dengan UV-Vis setelah 30 menit dan diukur pHnya.
DAFTAR PUSTAKA
AbdulHameed, M. 2012. Nanoparticles as Alternative to Pesticides in Management Plant Diseases-A Review. International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 2, Issue 4, April
Arienzo M, Crisanto T, Sanchez MMJ, Sanchez C. 1994. Effect of soil characteristics on adsorption and mobility of (14C) diazinon. J. Agric. Food Chem. 42: 1803-1808
Bagus, R., Setiawan, I., dan Setiyono, B. 2009. Pemodelan dan Pengujian Sensor TGS2600 untuk Aplikasi Sistem Monitoring Kandungan Gas Karbon Monoksida (CO) di Udara. Semarang : Universitas Diponegoro.
Bakir. 2011. Pengembangan Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Air Rebusan Daun Bisbul (Diospyros Blancoi) untuk Deteksi Ion Tembaga (II) dengan Metode Kolorimetri. Skripsi tidak diterbitkan. Depok : Universitas Inonesia.
Chien, W., Luconi, M., Masi, A., dan Fernandes, L. 2010. Silver nanoparticles as optical sensors. Argentina: Universidad Nacional de san Luis- Inquisal-conicet.
Childs, K., Dirk, S., Simonson, R.J., dan Wheeler, D. 2005. Functionalized Nanoparticles for Sensor Applications. New Mexico : Sandia National Laboratories.
Djafaruddin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Egerton, R.F. 2005. Physical Principle of Electron Microscopy. New York: Springer Science Business Media, Inc.
33
.Elizabeth, I.R. 2011. Biosintesis nanopartikel silika (SiO2) dari sekam oleh
Fusarium oxysporum [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Extension Toxicology Network. 1996. EXTOXNET Pesticide Information Profiles: Diazinon. June 15, 2000 (http://ace.orst.edu/cgi bin/mfs/01/ pips/ diazinon).
Glomm, W.R. 2005. Journal of Dispersion Science and Technology 26 389.
Haes, A., Zou, S., Schatz, G. dan Van Duyne, R. (2004). Nanoscale optical biosensor: short range distance dependence of the localized surface plasmon resonance of noble metal nanoparticles. J. Phys. Chem. B, 108, ( March 2004), 6961-6968 ISSN 0022-3654.
Harris, Asriyadi. 2011. Pengaruh Subtitusi Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dengan Susu Skim Terhadap Pembuatan Es Krim. Makassar: Universitas Hasanuddin
Hanrahan, G.; Patil D. G. & Wang J. (2004). Electrochemical sensors for environmental monitoring: design, development and applications. Journal Environmental Monitoring, 6 (8), 657 - 664.
Hayes, Wayland J., Laws, Edward R. 1991. Handbook of Pesticide Toxicology Volume I: General Principles. New York: Academic Press, Inc.
IPCS. Environmental Health Criteria 104: Principles for the Toxicological Assesment of Pesticide Residues in Food. Geneva: WHO. 1990
Keman, S. 2001. Bahan Ajar Toksikologi Lingkungan . Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Keputusan Menteri Pertanian No.434.1/Kpts.270/7/2001. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.
Kljajic, P. dan Peric, I., 2006. Susceptibility to contact insecticides of granary weevil Sitophilus granarius (L.) (Coleoptera: Curculionidae) originating from different locations in the former Yugoslavia. Journal of Stored Product Research, 42:149–161.
34
Kotecha, P.M., dan S.S.,Kadam. 1998. Sweet Potato, in Handbook of Vegetable Science and Technology (Salunkhe, D.K and S.S Kadam eds). New York: Marcel Dekker Inc.
Kumalaningsih, S. 2006. Peluang Pengembangan Agroindustri Dari Bahan Baku Ubi jalar. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi jalar Mendukung Agro-Industri. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kurniawan, F., Tsakova, V., dan Mirsky, V.M. 2006. Gold Nanoparticles in Nonenzymatic Electrochemical Detection of Sugars. Electroanalysis 18, 2006, No. 19-20, 1937 – 1942
Leland, J. E. 1998. Evaluating the Hazard of Land Applying Composted Diazinon Waste Using Earthworm Biomonitoring. Thesis. Virginia: Polytechnic Inst. Virginia.
Lestari, Putri. 2012. Modifikasi Nanopartikel Emas dengan 2-Merkaptoetanol-Asam Sianurat sebagai Sensor Melamin. Skripsi tidak diterbitkan. Depok : Universitas Indonesia.
Lingga P. 1995. Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: PT. Penebar Swadaya
Mangkoediharja S. 1999. Ekotoksikologi Keteknikan. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP, ITS.
Mamahit, Lexy. 2009. Satu Senyawa Steroid dari Daun Gedi (Abelmoschus Manihot L. Medik) Asal Sulawesi Utara. Chem. Prog. Vol. 2, No. 1. Mei 2009
Margot, A., dan K, Stammbach. 1964. Analytical Methods for Pesticides Plant Growth Regulation. Academic Press Inc, New York.
Matsumura F. 1976. Toxicology of Insecticides. New York: Plenum Press.
McEwen, F.L., Stephenson, G. 1989. The Use and Significance of Pesticides in the Environment. New York: John Wiley and Son.
Mohanpuria, P., Rana, K.N., dan Yadav, S.K (2008). Biosynthesis of nanoparticles: technological concepts and future applications. Journal of Nanoparticle Research 10.; 507- 517.
Mohanraj, VJ, dan Chen, Y. 2006. Nanoparticle-A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, June 2006; 5 (1): 561-573.
35
Munaf, Sjamsuir, 1997, Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama, Pengobatan dan Pencegahannya. Jakarta: Widya Medika.
Okonkwo, E.U., dan Okoye, W.J. 1996. The efficacy of four seed powders and the essential oils as protectants of cow pea and maize grain against infestation by Callosobruchus maculates (Fabricius) (Coleoptera: Bruchidae) and Sitophilus zeamais (Motschulsky) (Coleoptera: Curculionidae) in Nigeria. International Journal Pest Management, 42: 143–146
Park B. 2007. Current and future applications of nanotechnology. Issues in Environmental Science and Technology. 24: 1-18.
Park, I.K., Lee, S.G., Choi, D.H., Park, J.D., dan Ahn, Y.J. 2003. Insecticidal activities of constituents identified in the essential oil from leaves of Chamaecyparis obtuse against Callosobruchus chinensis (L.) and Sitophilus oryzae (L.). Journal of Stored Product Research, 39: 375–384
Pellicer, C., Gómez C.A., Unceta N., Goicolea, M. A., dan Barrio, R. J. (2010). Using a portable device based on a screen-printed sensor modified with a molecularly imprinted polymer for the determination of the insecticide fenitrothion in forest samples. Analytical Methods. DOI: 10.1039/c0ay00329h
Rahadiyanti, Ayu. 2011. Pengaruh Tempe Kedelai terhadap Kadar Glukosa Darah pada Prediabetes. Semarang : Universitas Diponegoro.
Rahman, A., Seth, D., Mukhopadhyaya, S.K., Brahmachary, R.L., Ulrichs, C. and Goswami, A. 2009. Surface functionalized amorphous nanosilica and microsilica with nanopores as promising tools in biomedicine. Naturwissenschaften, 96: 31–38
Raveendran, P.; Fu, J. & Wallen., S.L. (2003). Completely “Green” Synthesis and Stabilization of metal nanoparticles. Journal of American Chemical Society, 125(46).; 13940-13941.
Rompas R.M. dan Sunaryo, P., 1989. Toksikologi Pestisida. Bahan Penataran Toksikologi di Unsrat. Kerjasama UNSRAT-CIDA/SFE. Proyek Pengembangan Perguruan Indonesia Timur.
36
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar-Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius
Schrader, T. & Hamilton A. D. (2005). Functional synthetic receptors, Weinheim : Wiley-VCH, 9783527306558.
Schultz, S.; Smith, D.; Mock, J. & Schultz, D. (2000). Single-target molecule detection with nonbleaching multicolor optical immunolabels. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A., 97, 3, (February 2000), 996-1001, ISSN 0027-8424.
Senaratne, W.; Andruzzi L. & Ober C. (2005). Self-assembled monolayers and polymer brushes in biotechnology: current applications and future perspectives. Biomacromolecules, 6 (5), 2427-2448.
Setiawan, Iwan. 2009. Buku Ajar Sensor dan Transduser. Semarang : Universitas Diponegoro.
Singh, Chandan, et al. 2012. Biocompatible Synthesis of Silver and Gold Nanoparticles Using Leaf Extract of Dalbergia Sissoo. Adv. Mat. Lett. 2012, 3(4), 279-285.
Sitompul, P, 1987. Penggunaan Pestisida Secara Tepat Dan Aman. Medan: Kanwil Dep.Kes Sumut.
Smith, JrS, dan Lizotte, R.E., More MT. 2007. Toxicity Assessment of Diazinon in a Constructed Wetland Using Hyalella azteca. Bul. Environ Contam. Toxicol. 79.58-61.
Stadler, T., Butelerb and M., Weaver, D.K., 2010. Novel use of nanostructured alumina as an insecticide. Pest Management Science, 66: 577–579
Subramanyam, B. and Hagstrum, D.W., 1995. Resistance measurement and management. In: Integrated Managments of Insects in Stored Products (Subramanyam, B. and Hagstrum, D.W. eds.), 331–339 PP.
Sumirat, Fajar., 2003, Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Tindakan Petani Penyemprot dengan kadar Cholinesterase Darah petani di Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2003 (Skripsi). Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
37
Sumner, D.D., Keller, A.E., Honeycutt, R.C., Guth, J.A. 1988. Fate of diazinon in the environment. In Fate of Pesticides in the Environment. Biggar, J.W. and J.N. Seiber eds. Pp. 109-114. The Regents of the Univ of California, Div. of Agric and Natural Resources. Oakland, CA.
Supardi I., 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit Alumni.
Suherman, Ayep D. 2000. Bioremediasi Pestisida Organofosfat Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Mikroba Indigenous dari Areal Persawahan. Bogor: IPB.
Susilo, Achmadi. Aplikasi Pestisida dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Lingkungan dan Pembangunan, Vol.21, Maret 2001. ((238-245).
Taton, T.; Mirkin, C. & Letsinger, R. (2000). Scanometric DNA array detection with nanoparticle probes. Science, 289, 5485, (September 2000), 1757-1760, ISSN 0036-8075.
Vahabi, Khabat, et al. 2011. Biosynthesis of Silver Nanoparticles by Fungus Trichoderma Reesei. Insciences J. 2011, 1(1), 65-79; doi:10.5640/insc.010165.
Wardah, Habibah. 2012. Pengembangan Sensor BOD berbasis Rhodotorula mucilaginosa UICC Y-181 Terimobilisasi dalam Gelatin dan Alginat Menggunakan Elektroda Emas dan Boron-Doped Diamond Termodifikasi Nanopartikel Emas. Tesis tidak diterbitkan. Depok : Universitas Indonesia.
Wauchope, R.D., Buttler, T.M., Hornsby, A.G., Augustijn-Beckers, P.W.M., Burt, J.P. 1992. The Scs/ars/ces Pesticide Properties Database for Environmental Decision Making. Rev.Environ. Contam.Toxicol. V. 123:156.
WHO. Adequacy Use Public Health Impact of Pesticides Use in Agriculture. Geneva: WHO. 1990
Yguerabide, J. & Yguerabide, E. (1998). Light-scattering submicroscopic particles as highly fluorescent analogs and their use as tracer labels in clinical and biological applications: II. Experimental characterization. Anal. Biochem., 262, 2, (September 1998), 157-176. ISSN 0003-2697.
Yu Lei, W. Chen & A. Mulchandani. 2006. Microbial Biosensor. Review. Analytica Chimica Acta 568, 200-210.
38
Zhang, Q, Pehkonen, S.O. 1999. Oxidation of diazinon by aqueous chlorine: kinetics, mechanism, dan produtc studies. Agric Food. Chem. 47: 1760 1766.