LATAR BELAKANG PEKERJA KOMUNIKASI YANG MEMPENGARUHI KONTEN MEDIA 1 Judul Buku : MEDIATING THE MESSAGE. Theories of Influences on Mass Media Content Judul Chapter : Influences on Content from Individual Media Workers Halaman : 53-84 Pengarang : Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese Penerbit : Longman Publishers USA Tahun Terbit : 1991 Banyak masyarakat tidak puas dengan konten media massa karena menayangkan hal-hal yang dirasa negative. Masyarakat pun menyalahkan orang-orang dibalik konten media tersebut. Yang juga, faktor intrinsik dari orang-orang dibalik media (pekerja komunikasi/ komunikator) berpengaruh terhadap konten media massa yang ditayangkan. Faktor intrinsic tersebut antara lain: Karakteristik, pengalaman, dan latar belakang pribadi Proffesional background dan pengalaman bekerja Perilaku etika komunikator Kemampuan berorganisasi Ideologi/ keyakinan dan pengalaman pribadi komunikator 1 Dibuat sebagai Tugas Akhir untuk UAS Mata Kuliah Formatologi Berita pada Prodi Manajemen Berita, Jurusan Radio-TV, Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta Tahun 2014 dengan Dosen Pengampu Darmanto.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LATAR BELAKANG PEKERJA KOMUNIKASI
YANG MEMPENGARUHI KONTEN MEDIA1
Judul Buku : MEDIATING THE MESSAGE. Theories of Influences on Mass Media Content
Judul Chapter : Influences on Content from Individual Media Workers
Halaman : 53-84
Pengarang : Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese
Penerbit : Longman Publishers USA
Tahun Terbit : 1991
Banyak masyarakat tidak puas dengan konten media massa karena menayangkan hal-hal yang
dirasa negative. Masyarakat pun menyalahkan orang-orang dibalik konten media tersebut. Yang
juga, faktor intrinsik dari orang-orang dibalik media (pekerja komunikasi/ komunikator)
berpengaruh terhadap konten media massa yang ditayangkan. Faktor intrinsic tersebut antara
lain:
Karakteristik, pengalaman, dan latar belakang pribadi
Proffesional background dan pengalaman bekerja
Perilaku etika komunikator
Kemampuan berorganisasi
Ideologi/ keyakinan dan pengalaman pribadi komunikator
Konsep peran komunikator pada pribadi mereka; apakah mereka menganggap diri
mereka menjadi penyampai peristiwa atau berperan aktif dalam mengembangkan cerita
Orang-orang yang bagaimanakah yang bisa menjadi pekerja komunikasi?
Karakteristik dan latar belakang komunikator tidak hanya membentuk sikap pribadi
komunikator, nilai-nilai, dan keyakinan, tetapi juga mengarahkan mereka pada pengalaman,
sehingga membentuk mereka menjadi komunikator yang professional dan memiliki etika.
1 Dibuat sebagai Tugas Akhir untuk UAS Mata Kuliah Formatologi Berita pada Prodi Manajemen Berita, Jurusan Radio-TV, Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta Tahun 2014 dengan Dosen Pengampu Darmanto.
Karakteristik komunikator meliputi jenis kelamin, etnis, dan orientasi seksual. Sedangkan
latar belakang komunikator meliputi pengalaman, pendidikan agama, dan status social
ekonomi keluarga mereka.
Latar belakang cenderung mempengaruhi bagaimana mereka melihat dunia. Selanjutnya,
mempengaruhi mereka untuk memilih konten apa yang akan disajikan, dan bagaimana
menyajikannya. Contoh, pekerja komunikasi wanita kemungkinan/ bisa jadi lebih
menekankan efek gender.
Pengaruh sikap pribadi, nilai-nilai, dan keyakinan tentang konten media massa dirasa
memiliki efek tidak langsung pada konten media massa. Namun, ketika komunikator
memiliki kekuatan lebih atas pesan mereka, dapat menumbuhkan efek pada konten media
yang dihasilkan. Sedangkan, peran profesional dan etika memiliki efek langsung pada
konten media massa.
Peran professional pekerja komunikasi dilihat dari bagaimana mereka menempatkan diri
mereka sebagai pekerja komunikasi. Pekerja komunikasi harus memahami posisinya sebagai
pelayan masyarakat. Hal ini mempengaruhi konten media yang mereka hasilkan. Pekerja
komunikasi yang menempatkan dirinya pada posisi netral akan menghasilkan konten yang
berbeda dari mereka yang berpihak pada satu sisi/ sebagai peserta.
Pada suatu waktu, pekerja social akan berada dalam kebimbangan dalam menayangkan
konten media yang dihasilkan. Mereka akan dihadapkan pada pilihan menayangkan konten
sesuai kebenaran meski melanggar etika, atau mengikuti aturan etika yang terkadang bisa
menjadikan kebenarannya menjadi bias. Masing-masing pilihan tentunya akan
menghasilkan konten media yang berbeda.
Yang juga perlu dipahami oleh para pekerja komunikasi adalah harus memperhatikan:
1. Tanggung jawab
Bertanggungjawab memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui peristiwa yang
menyangkut kepentingan publik
2. Kebebasan pers
Kebebasan pers harus dijaga sebagai hak asasi manusia dalam bermasyarakat.
Disertai dengan kebebasan dan tanggung jawab untuk menggali dan membahas serta
menyampaikan kebenaran.
3. Etika
4. Akurasi dan objektivitas
- Mencakup kebenaran dan objektivitas dalam melaporkan berita; yang
menunjukkan akan peran professional yang berpengalaman.
- Visual yang diberikan harus sesuai dengan audio yang disampaikan, serta sesuai
dengan kebenaran.
- Laporan berita harus berdasarkan fakta, bebas dari opini
- Berada pada posisi netral
5. Fairplay
Menghormati martabat, privasi, hak, dan kesejahteraan narasumber dalam
mengumpulkan data dan menyajikan berita
6. Saling percaya
NUR ZAAKIYAH MUSTAJABMANARITA 3B/ 01312143482
Judul Buku : Mediating the Message: Theories of Influence of Mass Media Content
Judul Chapter : Beyond Processes and Effects
Halaman : 9-20
Pengarang : Pamela Shoemaker & Stephen Reese
Penerbit : Longman Publishing Group
Tahun Terbit : 2008
FOKUS PENELITIAN PADA KOMUNIKASI
Level analisis dalam penelitian komunikasi dapat dimulai dari pembentukan kesatuan micro ke
macro atau dari yang terkecil ke yang lebih besar. Sebuah studi microlevel menguji komunikasi
sebagai sebuah aktivitas dan mempengaruhi setiap orang. Selain untuk kontrol satu sama lain,
komunikasi juga berperan sebagai jaringan social, organisasi, dan kebudayaan. Kejadian yg
terjadi di level rendah bahkan untuk lingkup yang besar di tentukan dari apa yang terjadi di level
atasnya.
Apa yang dipelajari?
Salah satu kutipan tentang proses komunikasi yang cukup populer adalah dari Harold Lasswell
(1948):
Apa, berbicara apa, melewati channel apa, untuk siapa dan menimbulkan efek apa.
Komunikasi masa telah menguji element diatas. Tapi dari semua itu intinya adalah, audience dan
efek.
Studi utama pada komunikasi
Dalam isi media. Lowery dan DeFleur mengidentifikasi hanya ada tiga hal yang menonjol dari
isi media. Yang paling terkenal, Frederic Wertham’s The Seduction of the Innocent (1954) yang
menyebabkan keributan besar di public dengan sesuatu yang berhubungan dengan sexual dan
kekerasan dalam sebuah komik yang dapat membawa efek negative bagi pembaca.
Kebanyakan dari studi “Milestone” jatuh kepada “untuk siapa”. Yang pertama, The Payn Fund
Studies of 1993. Tujuan dari pembelajaran ini termasuk ukuran isi film, sasaran audience, dengan
objek utama bagaimana sebuah film mempengaruhi anak anak. Penulis menyimpulkan bahwa
sejumlah faktor individu dan situasional memediasi efek film.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh tentara Amerika dengan psikologis Carl Hovland selama
perang dunia ke II, komunikasi secara sistematis mengadung bermacam macam isi yang bersifat
persuasive.
studi akhir dalam matriks (McCombs & Shaw, 1972) kami memeriksa pengaturan agenda media.
para peneliti menemukan bahwa Chapel Hill, North Carolina, warga dianggap isu yang penting
sejauh bahwa media menekankan isu-isu tersebut, dengan kata lain, media ditemukan memiliki
dampak kognitif yang berpotensi persuasif dengan menekankan agenda isu yang memberitahu
orang apa yang tidak berpikir, tapi apa yang harus dipikirkan. meskipun individu secara spesifik
diwawancarai untuk penelitian ini, tanggapan mereka digabungkan; isu-isu penting peringkat
oleh masyarakat Chapel Hill sesuai dengan yang ditekankan oleh media yang tersedia bagi
mereka.
dengan memetakan studi ini, yang diidentifikasi oleh para ahli komunikasi sebagai sesuatu yang
ditekankan, kita dapat melihat dengan jelas bahwa tekanan dari penelitian komunikasi telah
menuju individu atau mikro, tingkat dan arah dari fokus penonton dan efek pada penonton itu.
bila konten telah dipelajari itu biasanya berada untuk membuat kesimpulan tentang efek
potensial dari orang-orang, organisasi, dan masyarakat yang memproduksinya.
sebelum membahas alasan untuk ketidakseimbangan ini, kami menggunakan dua contoh terakhir
untuk membuat titik kita dengan cara lain. sebagian besar mahasiswa telah memiliki banyak
pengalaman dalam belajar dari buku teks yang menyampaikan kebijaksanaan umum lapangan
dengan merangkum segudang studi. buku tersebut harus sesuai dengan apa yang profesor yang
mengajar di lapangan mempertimbangkan norma pendekatan dominan paradigma. kita bisa,
karena itu mendapatkan membaca cepat pada bagaimana lapangan telah dikembangkan dengan
berkonsultasi buku teks populer, dua dalam teori komunikasi yang dapat dianggap khas Massa
Teori Komunikasi dan Penelitian dan massa Proses media dan efek
kedua teks dimulai dengan bab tentang sifat teori dan penelitian secara umum dan kemudian
mengabdikan sebagian besar ruang yang tersisa untuk penonton dan efek penelitian. tan
mengabdikan bagian untuk komunikasi dan persuasi efek, penonton dan perlu sosialisasi, dan
media dan perubahan sosial (yang terakhir ini mendekati tingkat macroanalysis). hanya 6 persen
dari komunikator sampul buku dan lingkungannya. jeffres, sebagai nama bukunya menunjukkan,
mencurahkan singa berbagi ruang untuk penelitian efek bab masing-masing pada efek sosial,
politik, ekonomi, dan budaya. satu bab mencakup penonton, dan konten lain, tapi jauh dari yang
terakhir ini mengabdikan persepsi penonton konten media. sekitar 15 persen dari buku terdiri
dari informasi tentang industri media, orang, dan organisasi.
WHY THE TRADITIONAL FOCUS?
Fokus teori komunikasi yang berlaku secara tradisional adalah ditujukan untuk siapa dan
apa dampaknya.
Konteks Ilmu Sosial
Jurnalisme dan ilmu sosial adalah kumpulan sistem informasi. Keduanya tak akan bisa
dipahami secara terpisah dari dari budaya yang menciptakan dan mendukungnya. Jurnalisme dan
ilmu sosial memiliki rutinitas seperti kebiasaan yang teratur dan prosedur.
Paradigma juga turut memengaruhi hal ini, karena paradigma merupakan cara
menggambarkan realita berdasarkan asumsi luas mengenai bagaimana untuk mengumpulkan dan
menafsirkan informasi. Paradigma berdasarkan kepercayaan dan harapan saat ini, dan hasilnya ,
kita cenderung menggunakannya sebagai pembenaran. Kita kehilangan penglihatan akan fakta
bahwa kepercayaan dan harapan – dan oleh karenanya paradigma tidak hanya mengubah waktu
tapi juga lingkungan budaya.
Fokus pada Individual
Menjunjung tinggi individualisme ifpada kelompok merupakan norma sosial dan sudah
menjadi kebiasaan di Amerika. Terlalu bergantung pada orang lain sangat tidak disarankankan di
Amerika, karena orang yang bergantung dianggap lemah, dan secara psikologi tidak
berkembang. Orang yang berdiri sendiri lebih dihargai daripada anggota sebuah organisasi.
Bahkan, keseragaman memiliki kencederungan negatif di sini. Hal itu juga berlaku sama pada
sistem politiknya, liberalisme. Tidak begitu jauh dengan politik, kebiasaan liberalisme juga
terlihat jelas pada ekonominya. Sebagai salah satu contoh, banyak perusahaan mobil yang sedang
berusaha menananmkan nilai “freedom of transportation” dengan menekan lebih banyak jalur
lalu lintas, yang itu berarti permintaan mobil semakin tinggi.
Individualisme sebagai Metodologi
Teknik yang digunakan untuk menganalisi data di Amerika, sering berdasarkan survei
dari responden secara individual. Mereka mengamati dengan sejumlah kecil orang yang
mewakili dari jumlah keseluruhan di suatu lingkungan, jadi hasil dari pengamatan tersebut
adalah kesimpulannya. Tapi di sisi lain, C. Wright Mills berpendapat bahwa kita tidak bisa
memahami struktur sosial yang lebih luas hanya berdasarkan data individu.
Individualisme sebagai Teori
Teori metodologi telah mendorong perkembangan teori ini sendiri yang menjadi lebih
rumit. Hal itu disebabkan perilaku individu yang pada umumnya memiliki banyak sebab.
Konsep androgini, pertanda adanya sifat laki-laki dan perempuan pada kepribadian
individu, dan hal tersebut diasumsikan untuk menentukan standard kesehatan psikologi. Edward
Sampson (1977, p. 772) mengatakan budaya ketergantungan tidak akan mendorong kemampuan
diri tapi justru akan memisahkan dengan orang lain di sekitarnya. Budaya ketergantungan akan
lebih bernilai pada seseorang yang mengetahui batas penerapannya, khususnya untuk meraih
tujuan dalam hidupnya sebagai manusia.
Pada bidang studi terkemuka lainnya, konsistensi kognitif, individu dikatakan untuk
berjuang agar menjaga pikiran dan perilaku mereka tetap konsisten, dan ketidakmampuan untuk
menerapkan hasilnya pada ketegangan yang membuat tidak nyaman, atau disonansi (Festinger,
1957). Tidak menutup kemungkinan, menjalani tujuan yang tidak diinginkan dapat menimbulkan
disonansi, yang bisa dikurangi dengan mengubah persepsi seseorang akan tujuan tersebut
(Aronson & Mills, 1959).
Suatu penelitian, ada penemuan di mana banyak orang merespon lebih agresif saat
mereka sedang frustasi, khususnya jika frustasi tersebut dilihat sebagai kesewenangan (Pastore,
1952; Berkowitz, 1962).
Albert Pepitone (1976) mengatakan bahwa orang yang memiliki sasaran akan disonan,
kemungkinan akan memperlihatkan norma budaya berbagi (dalam etika Protestan, pencarian
tujuan yang berharga menuntut kerja keras dan pengorbanan) atau sifat agresif tersebut dianggap
sebagai respon terhadap suatu pelanggaran, etika pelanggaran dari suatu norma budaya.Budaya
yang berfokus pada individualisme mewarnai cara penelitian yang dilakukan pada budaya
tersebut, dan kita harus berhati-hati akan keberagaman tersebut guna mencegah kekeliruan yang
biasa terjadi. Kita harus memahami bahwa karena kita bisa dan mampu menilai perilaku
individu, maka kita tidak bisa menyimpulkan bahwa faktor individu merupakan satu-satunya
penyebab dari suatu perilaku.
Fokus pada Audiens dan Dampak
Seperti yang telah kita ketahui, fokus dominan secara tradisional lebih terletak pada
proses dan dampak dari konten komunikasi yang digunakan oleh audiens, daripada organisasi,
institusi dan akar budaya dari konten tersebut.
Kekeliruan Ilmu Sosial
Penelitian komunikasi massa berbagi dengan penelitian ilmu sosial lainnya mengenai
luasnya atau jangkauan yang mana telah gagal untuk menguji secara kritis sistem yang
dikembangkan. Inti pada konteks ini adalah, orang-orang lebih cenderung untuk mengukur atau
menilai, menganalisis, dan mengevaluasi proses dari sistem yang digunakan saat ini, daripada
menyelidiki kemungkinan alternatif lain, baik pada bidang politik maupun ekonomi.
Awal Perlindungan Institusi
Kemunculan kerjasama gabungan akademik membuat peneliti akademisi terlalu
bergantung pada pembiayaan dalam jumlah besar. Ketergantungan pada keuangan datang dari
luar institusi itu, Lynd berpendapat untuk mendorong para peneliti dalam dukungan sementara
akan sistem penentuan sebuah masalah. Masalah tersebut, dengan kata lain, perhatian utama
akan organisasi media besar berfokus pada apa yang telah dilakukan audiens terhadap produk
media tersebut.
Pemerintah juga menginginkan informasi mengenai dampak media. Mereka
menggunakan media untuk melancarkan strategi politik dan tujuannua. Contohnya pada saat
mendoktrin tentara Amerika pentingnya ikut berperang pada zaman Perang Dunia II.
Kaitannya dengan Masa Kini
Banyak institusi media yang melanjutkan untuk menyediakan tunjangan bagi para pelajar
untuk mengadakan penelitian, dan banyak ahli media menyediakan pertukaran antarsekolah dan
universitas.
Namun tidak sedikit siswa yang tidak mempermasalahkan akan keadaan bahwa penelitian
yang tidak mendapat tunjangan tidak boleh diusulkan untuk mengajukan bantuan, sehingga
mereka membiayai sendiri. Mereka menunjukkan bahwa bekerja pada penerapan masalah bisa
menghasilkan hasil yang menakjubkan dari nilai teori umum. Sikap tersebut bertumpu pada
sudut pandang positivist, yaitu oleh ilmuwan tentang perilaku, yang berpendapat bahwa teori
perilaku bisa dikembangkan mirip seperti kekuatan pada ilmu fisika. Maksudnya adalah ketika
seseorang mengetahui semua karakteristik yang berhubungan dengan aksi suatu benda, maka ia
akan mampu memprediksi bagaimana benda tersebut akan beraksi setiap waktu. Berkaitan
dengan hal itu, beberapa ilmuwan sosial menyarankan, dengan waktu yang cukup, perilaku
manusia dengan cara yang sama bisa diprediksi.
Ari Jatmika
01312143506
FORMATOLOGI BERITA ( PERSOALAN DUNIA PERIKLANAN )
Judul Buku Media Ethics – Issues and Cases
Judul Chapter Advertising Ethics : From Buyer Beware to Empowerment
Etika Periklanan : Pembeli Harus Berhati-Hati Dalam Pemberdayaan
Pengarang Philip Patterson dan Lee Wilkins
Penerbit MC Graw Hill Higher Education
Tahun Terbit 2008
Dunia periklanan dikenal sudah sejak zaman Yunani Kuno dan mempunyai sejarah yang
panjang. Konten akan menjadi soratan terpenting oleh publik untuk menilai iklan. Oleh karena
itu iklan harus berisikan konten yang jelas dan dapat diterima semua pihak. Hal ini untuk
meminimalisir hal buruk dari sebuah iklan,karena beberapa ahli menyebutkan iklan mempunyai
efek kekutan tersendiri.
Ada 2 teori yaitu teori jarum suntik dan peluru ajaib yang menyebutkan perlu adanya
pembatasan atau etika periklanan yang patut ditaati oleh media dan dunia periklanan,karena
etika akan mengarahkan konsumen untuk tidak bersifat heterogen. Karena dampak dari
permasalahan periklanan ini bisa berakibat fatal pada konsumennya. Iklan tidak hanya menjual
produk, tetapi ide yang terkandung di dalam nya. Oleh karena itu iklan dari tahun ke tahun akan
berbeda. Semua memiliki cara berbeda untuk menjual produk dan idenya melalui iklan.
Terkadang pesan yang di sampaikan oleh iklan bersifat ambigu, Persoalan inilah yang akhirnya
melahirkan banyak kontroversi.
Etika iklan bukan tanpa tujuan karena demi pemberdayaan keuntungan yang maksimal lewat
iklan itu sendiri. Dan sifat iklan yakni singkat, visualnya bagus, dan sengaja dibuat ambigu, akan
tetapi, kita perlu mempelajari dampak dari iklan. Contohnya, iklan tembakau di Amerika
Serikat. anak-anak usia dibawah 18 tahun banyak yang terjangkit kanker. Dampak itu
membuktikan dampak iklan tidak baik, sehingga negara tersebut mendapat posisi pertama di
dunia dalam penderita penyakit kanker. Untuk memahami ajakan (iklan) yaitu dengan Media
seperti jarum suntik atau peluru ajaib karena media akan mengirim pesan yang tidak
bertentangan kepada audience terus-menerus dn para peneliti menyebutnya ”Teori Kekuatan
Efek”. teori ini berawal dari kegegeran pada saat Perang Dunia II, seorang yang bernama Orson
Welles menyiarkannya pada 30 Oktober 1938. Siaran itu sukses membuat propaganda terhadap
Perang Dunia. Tetapi di era 1940-an paham terhadap media berubah, bahwa media memiliki
efek yang kosong dan terbatas. Kekuatan media berdasarkan dalam kognitif (pengetahuan) dan
afektif (emosional) alami.
Pembuat iklan diharapkan bisa mengoperasikan dengan mengikuti kerangka berikut ini :
1. Klien dan masyarakat publik membutuhkan informasi yang memberikan mereka “ alasan
baik untuk mengambil sebuah cara dalam suatu tindakan” ( Koehn 1998, 106). Alasannya tidak
boleh mengadili dan mampu membantu masyarakat mendukung tindakan lainnya.
2. Daripada hanya menghina opini yang sudah ahli, iklan terus-menerus membahasnya jadi
orang-orang itu dapat mengembangkan ketika pilihan sudah ada dan pengetahuannya sudah
tinggi.
3. Iklan seperti berita, dapat membantu perkembangan refleksi sekelompok orang,
termasuk sekelompok konsumen.
4. Iklan harus menjadi peran yang serius dalam suatu budaya di hidup kita. Itu artinya,
bahwa iklan harus benar-benar menggambarkan suara yang beraneka ragam yang terdiri dari
budaya kita.
5. Iklan berbicara untuk peran dalam berorganisasi di dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan sejarah dan latar belakang menyampaikan didalamnya, tetapi harus diselesaikan
secara akurat dan ada dalam suatu konteks.
iklan ada dalam media masa yang audiencenya bersifat heterogen, ada hasil iklan itu lucu, dan
mungkin sedikit memalukan, sesaat iklan untuk kontrasepsi. Contoh saja kasus “Camel
Cigarettes” (rokok), iklan ini terkuak dalam dokumen rahasianya, target audience-nya adalah
anak dibawah umur. Pertanyaan sekarang, apakah ada tipe audience yang pasti yang berhak
mendapatkan perlindungan dari pesan sebuah iklan ? Hukum Amerika sudah menjawab
pertanyaan ini pada golongan, terutama dalam kasus anak-anak. Demikianlah, ada angka pada
pembatasan golongan resmi di dalam sebuah iklan yang ditargetkan untuk anak-anak, yaitu
segala program pada sabtu pagi harus menyeleksi pesan dan semua karakteristiknya.
Alasannya, bahwa anak-anak tidak sama seperti orang dewasa yang tidak diharuskan
memenuhi kebutuhan moral dirinya sendiri.
Contoh kasus Daisy Girl yang dihidupkan kembali : “Menggunakan ketakutan sebagai senjata
politik”
ANDREA MILLER
Lousiana State University
Iklan ini menceritakan gadis dengan rambutnya yang keriting ikal mengambil daun bunga aster
(karena itu dijuluki Daisy Girl). Ia memetiknya satu persatu, namun disisi lain ada suara orang
yang menghitung mundur ledakan bom nuklir. Iklan tersebut asli dibuat oleh legendaris
pembuat iklan yaitu Tony Schwartz untuk kampanye presiden Lyndon Johnson melewati
konservasi dengan Barry Goldwater. Pesan tersirat pada iklan tersebut ialah, dukungan untuk
Goldwater. Dalam ketakukan pada perang dingin, iklan ditayangkan sekali sebelum akhirnya
penonton protes memaksa untuk ditarik iklannya. Pada Januari 2001, kelompok lain berusaha
mengagendakan menanamkan kembali benih-benih kekhawatiran. Dan sekarang ada versi baru
dalam “ Daisy Nuke”, iklan yang dibuat menerima untuk memprotes Amerika Serikat yang
tampaknya tidak mendapati jalan keluar perang dengan Irak. Dalam iklan, gadis itu memetik
daun sambil berkata :
Perang dengan Irak, Mungkin akan berakhir dengan cepat, Mungkin saja tidak, Mungkin saja
akan diperlebar, Mungkin juga semakin kacau dengan mengambil alih negara menggunakan
senjata nuklir.
Di dalam versi ke 2 tersebut juga mengahabiskan uang 300.000 dollar dalam iklan koran yang
mendesak Presiden Bush untuk menghindari perang dengan Irak. Eli Pariser selaku direktur
kampanye internasional menjelaskan asosiasi Pers bertujuan bahwa “Daisy 2” mendorong
bahasan nasional. Namun kritik membantah itu, 40 tahun silam, iklan dicampuri dengan isi yang
lebih mengkhawatirkan daripada debat. Karena itu munculah dua jaringan stasiun tv dibagi agar
tidak mengarahkan penyiarannya pada iklan. Dua jaringan itu adalah KNBC TV di Los Angeles
dan WRC-TV di Washington, D.C. Keduanya milik NBC. Pemiliknya merupakan seorang jenderal
listrik. Ia dapat mencairkan pendapat tentang “tidak adanya sambutan” terhadap iklannya. Ia
mengatakan, persoalan lebih kontraversi jika isinya seperti berita yang isi programnya
peristiwa-peristiwa di publik, sehingga lebih adil dan seimbang. Empat dekade setelah iklan
Daisy Girl pertama, Daisy 2 kurang kontraversi dari segi sejarah dan psikologisnya. Berdasarkan
berita 9/11, orang Amerika menjadi takut karena tragedi pesawat yang dibajak menghantam
gedung WTC (Word Trade Center). Karena, ketakutan seseorang terbentuk dari persepsi mereka
terhadap fakta (Jamieson, 1983). Iklan bisa menyebabkan seseorang percaya terhadap realita
dalam scenario yang digambarkan lewat kasus yang lebih buruk.
Analisis :Perlu ada pengawasan dalam isi iklan itu sendiri. Karena iklan mempunyai efek kekuatan yang
bisa membawa audience nya. Ada kemungkinan persoalan positif dan konsekuensi terburuk
dalam iklan. etika iklan sangat penting karena media akan menyoroti terus-menerus iklan yang
mengandung kontroversi di dalamnya.
RAHMAT PERNANDA
013-12-143-488
Judul buku : Mediating the Massage : Theories of Influences of Mass Media Content
Judul Chapter : Influences on Content from Individual Media Workers
Halaman : 53-84
Pengarang : Pamela Shoemarker & Stephen Reese
Penerbit : Longmas Publishing Group
Tahun terbit :1991
Pengaruh Konten dari Media Pekerja Individu
Banyak orang tidak puas dengan media massa : Konservatif menuduh media
berkonsentrasi pada berita negatif dan mengekspresikan bias liberal . Liberal menuduh media
bersujud kepada presiden konservatif .
Film dan televisi menunjukkan terlalu banyak seks atau kekerasan atau tidak cukup alur
cerita sosial yang signifikan . dan banyak orang menyalahkan untuk konten media tepat di tangan
pekerja komunikasi seperti wartawan , pembuat film , fotografer , dan iklan dan praktisi public
relations .
Pertama, kita melihat karakteristik komunikator dan latar belakang kemudian pribadi
dan profesional untuk melihat bagaimana , misalnya , pendidikan wartawan dapat mempengaruhi
kisah mereka . Kedua, kami mempertimbangkan pengaruh dari komunikator pribadi sikap , nilai-
nilai , dan keyakinan mereka bahwa sikap komunikator individu memegang sebagai akibat dari
latar belakang atau pengalaman pribadi ,
Ketiga , kami menyelidiki orientasi profesional dan konsepsi peran komunikator memegang
setidaknya sebagian sebagai fungsi yang disosialisasikan kepada pekerjaan mereka , misalnya,
apakah jurnalis menganggap diri mereka sebagai pemancar netral peristiwa atau peserta aktif
dalam mengembangkan cerita.
LATAR BELAKANG DAN KARAKTERISTIK
Siswi banyak melatih untuk berkarir di public relations atau adevertising , pekerjaan komunikasi
massa yang tidak termasuk dalam statistik Weaver dan Wilhoit itu . pada kenyataannya , Becker ,
Buah dan Caudill (1987 )
Sebagai peningkatan jumlah mereka , perempuan juga mulai membuat terobosan ke manajemen
media. Karena lebih banyak perempuan bekerja di jurnalisme, perbedaan gaji yang besar diamati
pada tahun 1970 oleh Johnstone adalah penyempitan substansial . Pada tahun 1981 tidak ada
kesenjangan gaji antara pria dan tingkat jurnalis perempuan , meskipun laki-laki masih membuat
lebih dari perempuan pada tingkat lain disparitas sebagian dijelaskan oleh perbedaan dalam
pengalaman. Sayangnya, keberhasilan perempuan dalam jurnalisme belum disertai dengan
keberhasilan serupa minoritas .
Evolusi Karir Komunikasi
Jurnalisme selalu menjadi karir yang relatif mudah untuk masuk ke tidak ada lisensi atau tes
yang diperlukan , Anda bahkan tidak perlu gelar sarjana dalam jurnalisme . omset ini membuat
karir jurnalistik terutama orang muda . kemudaan dikaitkan dengan kegembiraan , dan perasaan
senang dan penemuan membuat seorang wartawan yang baik .
Wartawan yang kehilangan rasa muda mereka kegembiraan atau yang ingin gaji yang lebih
tinggi umumnya keluar dari jurnalisme .
Beberapa wartawan meninggalkan pekerjaan mereka untuk bekerja sebagai penulis dan produser
televisi .
Pendidikan Komunikator
Hari ini , sebagian besar profesional media memiliki gelar komunikasi , sedangkan sebelumnya
mereka datang terutama dari Inggris , penulis kreatif, ilmu politik , studi Amerika , atau disiplin
lain ,
Dalam penilaian dari " sekolah jurnalisme teladan , " Footlick ( 1988) menulis bahwa wartawan
yang baik harus tahu lebih dari sedikit tentang banyak hal , mulai dari matematika untuk
kebijakan luar negeri , dari politik pengadilan sejarah seni
kebanyakan departemen komunikasi massa diselenggarakan menurut media, dalam editorial
berita , majalah , siaran , foto jurnalistik , public relations , atau urutan iklan .
Nilai-nilai dan Keyakinan Pribadi
Wartawan AS ( dan banyak orang Amerika lainnya ) umumnya memegang apa yang disebut "
ibu " nilai-nilai yang mereka mendukung keluarga , cinta , persahabatan , dan kemakmuran
ekonomi , mereka menentang kebencian , prejudies , dan perang ( Organ , 1979)
demokrasi altruistik adalah label Gans digunakan untuk menunjukkan , sebagian besar wartawan
keyakinan bahwa berita harus " mengikuti kursus berdasarkan kepentingan publik dan pelayanan
publik "
Peran Profesional dan Etika
Sebagai jurnalis muda membaca surat kabar mereka bekerja atau menonton stasiun
televisi mereka siaran berita , mereka belajar banyak tentang norma-norma masyarakat dan
bagaimana wartawan menutupi kontroversi
Berkembang biak menambahkan bahwa komunikasi langsung dari kebijakan dari editor atau
penerbit.. Informasi kebijakan dilakukan tidak hanya oleh apa yang eksekutif mengatakan , tetapi
juga oleh apa yang tidak mereka katakan.
Nama : Nayadewi Noorhayu Tanjung
NIM : 01312143499
Prodi : Manarita 3b
POLA KONTEN PADA MEDIA MASSA
Judul Buku : MEDIATING THE MESSAGE: THEORIES OF INFLUENCES ON MEDIA
MASS CONTENT
Judul Chapter : CHAPTER 4 – PATTERNS OF MEDIA CONTENT
Halaman : 38-51
Pengarang : Shoemaker, Pamela J REESE, Stephen D.
Penerbit : Longman Publishing Group
Tahun Terbit : 1996
POLA KONTEN PADA MEDIA MASSA
Kita tidak bisa melihat atau menangkap suatu kalimat dengan pesan yang terlalu banyak
disampaikan. Oleh karenanya setiap media dalam menyamaikan pesan berita harus
menggunakan sesempit sempitnya kalimat serta mudah dipahami. Pada bab ini kita dituntut
untuk memilah serta memilih content apa yang bagus konten yang mudah dimengeti serta
dipahami, dan apa yang bisa menarik khalayak. Pada hal ini juga kita berfokus pada komunikasi
masa yang utamanya media massa modern seperti televise, surat kabar, dan majalah, yang kini
telah menggunakan tekhnologi cangih dan baru. Ketika mulai mempelajarai mengenai konten,
maka kita akan dihadapkan pada konten media secara lebih sistematis karena kita sedang
bebricara tentang memabandingn konten berdasarkan tolok ukur konten dengancara realitas
social lainya. Oleh karenanya pada babs selanjutnya akan dikupas leboh dalam. Pada dasarnya
konten dalam menulis berita ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :
1. Adanya pola pada content
2. Politik bias pada content televisie
3. Perilaku yang digambarkan melalui media
4. Apa saja yang menyimpang dan seharusnya di media
5. Sumber berita dan topic
6. Pola geografis
7. Pola demografis
selain membahas ketujuh konten yang harus diperhatikan dalam media kita juga di haruskan
memberikan kesimbangan konten dimana ada kekuasaan atau sesuai dengan peta budaya. Selain
itu juga konten media diharapkan mampu memberikan ringkasan mengenai kehidupan social
masyarakat.
1. Adanya Pola Pada Konten Media
Konten pola pada media digunakan sebagai sumber tolok ukur, dimana kita bisa memberikan
acuan, dan penilaian terhadap suatu meida yang ditampilkan. Biasanya khalayaka menilai apa
yang akan mereka lihat? Apa yang akan mereka pelajari? Dari apa yang telah diesdiakan oleh
suatu media. Dalam pola konten media, kita bisa membedakan dari beberapa isi dan rangkaian
media. Bidang-bidang pola media seperti politik bias adalah bidang yang paling banyak diteliti.
2. Politik Bias
Media merupakan alat yang paling bisa terlihat sebagai tolok ukur bagaimana politik
Negara berjalan. Sebagai ukuruan apakah media memperlakukan berbagai pandangan terhadap
politik-politik yang ada. Selain itu media juga lah yang berpartisipasi kuat dalam kampanye
pemilihan presiden. Media sangat penting dalam berperan pada politik, namun seringkali disalah
gunakan demi kepentingan-kepentingan peribadi.
Televise kini telah diterima sebagai media paling kritis dan memperhatikan beberapa
penelitian, mungkin karena pada umumnya bukti empiris menunjukkan sebagian konten berita
yang netral ialah yang denga bukti sedikit telah mendukung hanya kepentingan-kepentingan
pribadi. Itulahh mengapa politik bias pada konten media perlu adanya pembenahan.
3. Perilaku Yang Digambarkan Melalui Media
Semua yang di perlihatkan oleh media tentu akan berdampak pada masyarakat, maka dari itu
media diharapkan memiliki konten yang memiliki contoh perilaku yang memang bisa menjadi
contoh. Seperti hal nya di Amerika, sebagian besar anak-anak di Amerika serikat mengabiskan
banyak waktu untuk menonton televise. Acara yang mereka tonton terkadang luput dari konten
yang mengandung kekerasan.
Dalam program ekstensife George garbner dan koleganya,di Sekolah Annaberg
pennsylasvina komunikais telah menganalisis kekerasan yang ditayangkan oleh media televise
sejak 20 tahun. Mereka menemukan kasus kekerasan yang didefinisikan sebagai ekspresi yang
jelas “ekspresi yang jelas kekuatan fisik” tinggi dan cukup konstan dari tahun ke tahun. 70%
acara utama televise mengandung kekerasan. Media massa saat ini sangat banyak sekali yang
mengandung konten kekerasan, tak cukup dengan kekerasan, masalah sex juga menjadi bagian
dari konten media pada saat ini. Seharusnya pelajaran atau konten pada media massa baik
televise atau pun media lain mengenai sexualitas hanya beberapa jam saja dalam satu minggu.
Supa konten pada media tersebut tetap terjaga.
4. Hal-Hal yang menyimpang pada media massa dan yang seharusnya dilakukan oleh media
massa
Terkadang kita mampu menilai dan tahu mana yang seharusnya di tonton dan dilakukan
adalah dengan mengetahui terlebih dahulu seperti apa yang menyimpang. Seperti halnya pada
media banyak hal hal yang seharusnya dilakukan, namun tidak dilakukan karena banyak nya
penyimpangan. Penyimpangan juga sering terjaidi karena adanya kepentingan-kepentingan
peribadi oleh pemilik media. Sebagai contohnya adalah yang dialami oleh Stanley Cohen pada
tahun 1981 dalam mengahadapi masalah-masalah menyimpang terkadang media di inggris sering
melebih-lebihkan keseriusan berita, seperti kekerasan yang terjadi, kerusakan, dan kerusakan
yang disebabkan.
Sayangnya lebih banyak perhatian untuk para anarkis dan tindak korupsi yang diperhatikan
oleh polisi pengacara dsb. Menurut pendapat Hertoge McLeod televise menangkap gambar dari
garis polisi sehingga saat televise menangkap gambar yang mengandung kekerasan tidaka da
masalah dibuatnya, padahal seharusnya televisie mampu sebagai media yang memiliki konten
berpendidikan dan tidak mengandung ajaraj-ajaran yang kurang baik seperti kekerasan dan
sexualitas yang bertitanya selalu didramatisir.
5. Sumber Berita dan Topik
Sebelum media televise menganalisis membahas konten pada media cetak, beberapa sosiolog
terbaik telah memberikan gambaran-gamabaran umum tentang berita yang baik. Penemuan
berita didominasi oleh pengetahuan.bahkan orang 71% tertarik pada cerita cerita di televise, 76%
pada kolom penting dimajalah atau Koran. Dengan begitu mereka menjadi tahu mengenai
presiden, kandidat presiden, kementrian, dan lain sebagainya. Menurut Gans, sebaiknya amsalah
berita tetap lah tulis secara resmi, meski isi berita tidak resmi harus tetap ditulis secara resmi dan
sopan serta menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Selain itu isi konten pada berita dan topic
sebaiknya banyak menyangkut hal hal seperti kejahatan, penculikan, investigasi, skkandal, dan
perayaan hari sacral lainnya.
6. Pola Geografis
Pola geografis mengajak para koresponden diseluruh wilayah untuk ikut serta berpartisipasi
dalam mengolahnya. Sehingga para khalayak masa mampu mendpatkan kedekatan berita secara
geografis. Alasannya karena dengan adanya koresponden yang menyebar maka kedekatan suatu
berita akan semakin memikat masyarakat yang ada didekatnya. Konten media seperti majalah
juga di kategorikan kepada setiap target audience nya dengan begitu pesan yang disampaikan
semakin sampai dan lebih mudah dalam mengklasifikasikannya. Itula mengapa perlu adanya
pola geografis.
Umur juga dianggap kelompok minoritas. Menurut Guns:1979 saat ini media massa lebih
banyak mengkelompokan mana usia paling banyak ketimbang memikirkan perbagian dari
sebuah umur. Perlunya pola geografis untuk mengkategorikan setiap detail khalayaknya.
7. Pola Demografi
Banyak peneliti yang telah melihat secara jelas mengenai konten konten pada pola televise.
Sebagai contoh pada pola pekerjaan, Greenberg (1980) menemukan keahliannya yang lebih
banyak di dominasi oleh televise. Televisi juga mewakili seorang manager atau ahli dan
pekerjaan lainnya.
Pada pola demografi media massa khususnya televise sangat berfungsi sebagai
pengontrol dalam masyarakat. Oleh karena nya pola demografi sangat diperlukan dalam media
massa khusunya televise. Karena media massa memiliki program-program yang memisahkan
sesuai kelompok atau golongan tertentu missal ada majalah khusus wanita, khusu pria,anak-anak.
Sehingga suatu media dengan adanya pola demografi bisa dianggap mewakili suatu kelompok
tertentu. Pola demografi pada media massa digunakan sebagi tolok ukur suatu program terhadap
khalayak.
SATU KESATUAN KONTEN
Kesatuan / Peta Budaya
Berita merupakan satu kesatuan tentang peristiwa yang kuat dan penting untuk khalayak.
Oleh karena nya organisasi atau kantor wartawan sebagai penguat suatu konten berita yang kuat.
Selain itu, keseimbangan tentang suatu peristiwa yang menyimpang terhadap masyarakat
menjadi satu kesatuan kekuasaan dalam masyarakat. Satu kesatuan konten antara kesatuan dan
peta budaya merupakan, media massa sebagai unsure yang membagi dan juga menjembatani
semua budaya dalam satu kesatuan konten yang telah dibagi dan dijelaskan diatas.
Pembahasan ini bukan mengenai dampak dari konten suatu media. Namun pembahasan
mengasumsikan bahwa konten memiliki implikasi penting pada perubahan social.