UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA ALANG-ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh JUWITA NIRMALA SARI NIM : UA.160267 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDI JAMBI 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA
ALANG-ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
JUWITA NIRMALA SARI
NIM : UA.160267
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN
THAHA SAIFUDDI
JAMBI
2020
ii
Pembimbing I : Drs. Muhsin HAM, M. Fil.I Jambi, 3 Maret 2020
PembimbingII : M. Habibullah, M. Fil.I
Alamat : Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Kepada Yth.
UIN STS JAMBI Jl. Raya Bapak Dekan
Jambi-Ma.BulianSimp. Fakultas Ushuluddin
Sungai Duren Muaro UIN STS Jambi
Jambi di-
JAMBI
NOTA DINAS
AssalamualaikumWr. Wb
Seteleh membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudari Juwita Nirmala Sari Nim
UA 160267 dengan Judul“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa
Alang-Alang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi ” telah dapat
diajukan untuk dimunaqasahkan sebagai salah satu syraat memperoleh Gelar
Sarjana Srata Satu (SI) jurusan Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Juwita Nirmala Sari
Nim : UA. 160267
Tempat/Tanggal Lahir : Mendahara Tengah, 20 Mei 1998
Konsentrasi : Aqidah dan Filsafat Islam
Alamat : Desa Alang-Alang, Kecamatan Muara Sabak Timur,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang berjudul
“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi” adalah benar karya asli saya, kecuali
kutipan-kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan-ketentuan
yang berlaku. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya
sepenuhnya bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia
dan ketentuan di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi,
termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh melalui Skripsi ini.
Demikianlah surat pernyataan ini saya biat dengan sebenarnya untuk dapat
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Tā’ Marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya
adalah /h/.
Arab Indonesia
Ṣalāh صلاة
Mir’āh مراة
2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah,
maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah وزارالتربيه
Mir’āt al-zaman مراةالزمن
3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
فجئة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dilengkapi Tuhan dengan salah satu kecenderungan seks (Libido
Seksualitas). Oleh karena itu, Tuhan menyediakan wadah legal untuk
terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan.
Akan tetapi pada dasarnya perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk
menunaikan hasrat biologis tersebut. Namun, hakekat dari tujuan perkawinan
mengandung nilai-nilai yang luhur dan bersifat multi aspek, yaitu aspek personal,
aspek sosial, aspek ritual, aspek moral dan aspek kultural atau budaya. Dalam
kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan.1 Juga
dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-
hasil kebudayaan.2
Perwujudan dari aspek personal ialah bahwa manusia selalu ingin hidup
berpasangan atau hidup bersama dengan lawan jenis. Dengan harapan kelak
memperoleh keturunan yang bisa diharapkan sebagai kelanjutan kehidupannya
yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.3 Secara sosial perkawinan adalah dasar
pondasi bagi masyarakat. Karena dalam perkawinan itu terbentuk tali ikatan antar
individu secara kuat. Dari perkawinan itu pula mengalir etika hidup berkeluarga
dan juga adat kebiasaan yang dibangun bersama dalam merespon semua persoalan
yang di hadapi dalam kehidupan.4
Proses sosialisasi yang terjadi dalam perkawinan mendorong terciptanya
dasar-dasar kultural yang lama-kelamaan menjadi faktor yang berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat.5
Masalah kebudayaan dan kehidupan masyarakat merupakan dua hal penting
dalam keseharian umat manusia. Karenanya, kehidupan manusia, apakah individu
1Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), 171. 2Prasetya, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 55. 3Muhammad Hudaeri, Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia, (Jakarta: Balai
penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, 2009), 23. 4Soerjono, Hukum Adat Indonesia, 78. 5Abu Ahamadi, Antropologi Budaya, (Surabaya: Pelangi, 2007), 55.
2
atau masyarakat senantiasa berkaitan dengan hasil-hasil kebudayaan. Namun
demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan
sepanjang sejarah manusia, baik anggota masyarakat maupun kehidupan pribadi.6
Ketergantungan individu terhadap kekuatan gaib ditemukan dari zaman purba
sampai ke zaman modern. Maka tidak heran kalau kemudian berkembang dalam
masyarakat suatu tradisi keagamaan atau sistem kepercayaan asli yang diwariskan
sejak zaman nenek moyang seperti upacara-upacara adat yang merupakan
penonjolan-penonjolan kegiatan keagamaan yang amat di taati yang berlangsung
dari dahulu kala hingga sekarang ini, dengan mempercayai suatu tempat, benda
dan lain sebagainya yang dianggap suci dan sakral dan merupakan ciri khas
kehidupan beragama.7
Pada masyarakat Bugis, perkawinan berarti siala atau saling mengambil
satu sama lain, jadi perkawianan merupakan ikatan timbal balik. Selain itu,
perkawinan bukan saja penyatuan dua mempelai semata, akan tetapi merupakan
suatu upacara penyatuan dan persekutuan dua keluarga besar yang biasanya telah
memiliki hubungan sebelumnya dengan maksud mendekatkan atau
mempereratnya (Mappasideppe mabelae atau mendekatkan yang sudah jauh). Ini
disebabkan juga karena orang tua dan kerabat memegang peranan sebagai penentu
dan pelaksana dalam perkawinan yang ideal bagi anak-anaknya.
Tata cara pernikahan adat suku Bugis sesuai dengan adat dan agama
sehingga merupakan rangkaian upacara yang menarik, penuh tata krama dan
sopan santun serta saling menghargai. Tata cara perkawinan diatur mulai dari
busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan adat
perkawinan, hal ini digambarkan sebagai simbol peralihan dari masa remaja ke
dewasa. Bagi suku Bugis perkawinan bukan hanya peralihan dalam arti biologis,
tetapi lebih penting ditekankan pada arti sosiologis, yaitu adanya tanggungjawab
baru bagi kedua orang tua yang mengikat tali perkawinan terhadap
masyarakatnya. Oleh karena itu, perkawinan bagi suku Bugis dianggap sebagai
6Tholib Setiadi, Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung: Alfabeta,
2013), 66. 7Stefie, Antropologi Suku Bugis, (Jakarta: The London School of Public Relation,2009), 13.
3
hal yang suci, sehingga dalam pelaksanaannya dilaksanakan dengan penuh hikmat
dan pesta yang meriah.
Perkembangannya jumlah mahar Uang Panai dan strata sosial dalam
pernikahan menimbulkan masalah. Sebagian besar pihak mempelai wanita yang
menganggap tingginya patokan jumlah mahar dan Uang Panai sebagai sebuah
prestise, bahkan hingga ada yang sampai kepada anggapan bahwa keberhasilan
mematok tingginya jumlah mahar dan Uang Panai menjadi sebuah prestasi, pada
akhirnya fakta tersebut telah membentuk sebuah paradigma berpikir sebagian
besar pemuda yang cenderung apatis memikirkan urusan pernikahan, paradigma
berpikir seperti ini menyebabkan penundaan atau terhambatnya pelaksanaan hal
tersebut padahal dalam Islam mesti disegerakan.
Konsekuensi dari perspektif dan pandangan tersebut akan menyebabkan
besarnya potensi terbukanya sebagian besar pintu-pintu kemaksiatan. Hal ini bisa
berakibat fatal dengan rusaknya tatanan masyarakat bersyari’at yang sedang
dibangun, misalnya, bertambahnya wanita-wanita yang memasuki usia tua tanpa
sempat menikah yang berujung pada seringnya terjadi berbagai fitnah, rawannya
pacaran dan perzinaan (free sex), bahkan seringkali tingginya jumlah mahar dan
Uang Panai menjadi penyebab batalnya rencana pernikahan dan bahkan terjadi
perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat, dalam masyarakat Bugis disebut
silariang (kawin lari), dan hamil diluar nikah.
Hal ini terjadi karena pinangan pihak laki-laki ditolak karena mahar dan
Uang Panai yang ditentukan keluarga pihak wanita terlampau tinggi atau tidak
adanya restu karena starata sosial berbeda. Padahal masyarakat Bugis dalam
pangadereng mengakui adanya akulturasi nilai-nilai budaya Bugis dengan ajaran
agama Islam. Disinilah kemudian terjadi kepincangan realitas dimana satu sisi
masyarakat Bugis mempertahankan tradisi perkawinan endogami dan disisi lain
kebutuhan mereka akan gengsi sosial sangat tinggi serta mengabaikan aspirasi dan
kepentingan anak, yang justru dapat menimbulkan siri bagi keluarga dan sanksi
moral dari masyarakat sekitar. Pemberian jumlah mahar dan Uang Panai dalam
pernikahan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi.Salah satu kebudayaan
yang menjadi perhatian peneliti yaitu di Desa Alang-alang Kecamatan Muara
4
Sabak Timur pada masyarakat suku Bugis. Masyarakat suku Bugis hingga saat ini
masih sangat kental dengan tradisi dan kebudayaannya. Dalam suku Bugis ketika
ingin melaksanakan suatu pernikahan salah satu syarat wajibnya adalah Uang
Panai. Berkaitan dengan Uang Panai, maka sejak dari proses menyelenggarakan
sesuatu hal yang terkait sebelum upacara perkawinan tidak bisalepas dari adat
kebisaaan yang sudah turun temurun dilakukan.8 Dalam adat perkawinan
masyarakat suku Bugishal yang sering menjadi terlaksana atau tidak nya suatu
pernikahan yaitu Uang Panai.Uang Panai yaitu uang yang di persembahkan
pihak pria kepada pihak wanita. Dimana elemet ini seringkali menjadi
pertimbangan besar jadi tidaknya suatu prosesi pernikahan.9
Uang Panai juga menarik untuk dikaji karena menjadi salah satu syarat
wajib bagi suku Bugis ketika ingin melaksanakan pernikahan. Masyarakat saat ini
hanya melakukan tradisi Uang Panai tanpa mereka mengetahui apa makna yang
terkandung dalam tradisi Uang Panai tersebut. Penelitian ini bertujuan supaya
masyarakat tidak hanya melakukan tradisi Uang Panai tetapi juga mereka harus
mengetahui apa makna dalam Uang Panai tersebut.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, masalah pokok yang diangkat
sebagai kajian utama penelitian ini adalah : Bagaimana Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kabupaten Tanjab Timur Provinsi
Jambi? Dalam upaya mengkongkritkan pokok masalah tersebut, beberapa
masalah krusial yang akan di angkat melalui karya ini yaitu :
1. Bagaimana latar belakang Sejarah Uang Panai di Desa Alang-alang Kecamatan
Muara Sabak Timur ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur ?
3. Apa makna Filosofi yang terkandung dalam Uang Panai Bagi Masyarakat Suku
Bugis di Desa Alang-alang?
8Nonci, Upacara Adat Istiadat Masyrakat Bugis, (Makasar: CV.Aksara, 2002), 45. 9Andi Nugraha, Adat Istiadat Masyarakat Bugis, (Makasar: CV.Telaga Zamzam, 2001),
67.
5
C. Batasan Masalah
Sehubungan dengan banyaknya pandangan atau persepektif tentang Uang
Panai maka penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan tentang Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Penulis membatasi penelitian
karena terlalu banyak Uang Panai yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku
Bugis. Penelitian inipun dilakukan tepatnya di Desa Alang-alang Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mengetahui Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis. Lebih khusus penelitian ini di tujukan pula untuk :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan perkembangan Uang Panai di Desa
Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Uang Panai dalam masyarakat Suku
Bugis.
3. Untuk mengetahui makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: pertama, penelitian ini
diharapkan dapat meramaikan wacana keilmuan dan menambah kajian Filosofis
tentang Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis. Kedua, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya terhadap ilmu Antropologi Budaya dan Filsafat untuk melihat berbagai
fenomena tentang Uang Panai dan budaya yang ada dalam masyarakat Suku
Bugis. Ketiga, sebagai bahan bacaan bagi sejumlah lapisan masyarakat yang
membutuhkan informasi menyangkut masalah ini. Keempat, untuk UIN Sultan
Thaha Saifuddin penelitian diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan
citra wawasan Filsafat dan Budaya.
6
E. Kerangka Teori
Penelitian ini mengupas sisi filosofis dari Uang Panai, dan teori yang
digunakan dalam menganalisis yaitu teori Interpretasi Paul Ricoeur. Ia
mengatakan bahwa pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah Interpretasi. Bila
mana terdapat pluralitas makna, maka disitu Interpretasi dibutuhkan. Apalagi jika
simbol-simbol dilibatkan, interepretasi menjadi penting, sebab disini terdapat
makna yang mempunyai multi lapisan. Dan juga menegaskan bahwa filsafat pada
dasarnya adalah sebuah hermeneutik, yaitu kupasan tentang makna yang
tersembunyi dalam teks kelihatan mengandung makna. Setiap interpretasi adalah
usaha untuk membongkar makna-makna yang terselubung atau usaha membuka
lipatan-lipatan dari tingkat-tingkat makna yang terkandung dalam makna
kesusastraan.
Teori Paul Ricoeur yang membedakan interpretasi teks tertulis dan
percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup pengarang,
tetapi juga menurut pengertian pandangam hidup dari pembacanya. Lebih lanjut,
Ricoeur mendefinisikan interpretasi sebagai usaha akal budi unntuk menguak
makna tersembunyi dibalik makna yang tampak.
Sebuah pemahaman membutuhkan perantara atau mediasi. Ricoeur sendiri
yakin bahwa tidak ada pemahaman diri tanpa mediasi melalui tanda, simbol dan
teks. Kata-kata adalah simbol, simbol juga karena menggambarkan makna lain
yang sifatnya tidak langsung dan hanya dapat di mengerti melalui simbol-simbol
tersebut. Jadi simbol-simbol dan interpretasi merupakan konsep-konsep yang
mempunyai pluralitas makna yang terkandung didalam simbol-simbol atau kata-
kata.
Kerangka teori merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan
dalam menjawab pertanyaan penelitian. Agar penelitian ini lebih terarah dan tepat,
maka penulis menganggap perlu kerangka teori sebagai landasan berfikir guna
mendapatkan konsep yang benar dan tepat.
7
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif yang bersifat naturalistik dengan tujuan untuk
menggambarkan Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis secara sistematis dari
suatu fakta secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif merupakan
penggambaran suatu fenomena sosial keagamaan dengan variabel pengamatan
secara langsung yang sudah di tentukan secara jelas dan spesifik.10 Penelitian
deskriptif dan kualitatif lebih menekankan pada keaslian tidak bertolak dari teori
melainkan dari fakta yang sebagaimana adanya di lapangan atau dengan kata lain
menekankan pada kenyataan yang benar-benar terjadi pada suatu tempat atau
masyarakat tertentu.11Adapun dasar penelitian adalah studi kasus yaitu
mengumpulkan informasi dengan cara melakukan wawancara dengan sejumlah
kecil dari populasi serta melakukan observasi secara aktif di lapangan.12
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedekatan filosofis
dan antropologi, dikarenakan objek pembahasan dalam penelitian ini adalah
manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hanya dilihat dari segi
fisiknya melainkan dari segi kebudayaan dan keanekaragaman perilakunya.
Konsep terpenting dalam antropologi adalah pandangan bahwa praktik-praktik
sosial harus di teliti dan dilihat secara praktik yang berkaitan dengan yang lain
dalam manusia yang teliti. Salah satunya adalah tradisi Uang Panai yang
termasuk dalan prilaku kebudayaan yang apabila tetap dijaga dan dilestariakn
akan mempererat hubungan silahturahmi dikalangan masyarakat suku Bugis.
2. Setting dan Subjek Penelitian
Dalam proses pengumpulan data, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang sebenarnya dari masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
10Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2011),
37. 11Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
setiap malam kecuali malam jum’at dan malam sabtu, malam jum’at tidak ada
pengajian karena malam jum’at biasanya diadakan yasinan mingguan. Sedangkan
malam sabtu biasa nya diadakan muhadaroh. Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah)
diadakan setiap hari kecuali libur nasional.
b. Orang dewasa
Kegiatan keagamaan bagi orang dewasa di Desa Alang-alang bermacam-
macam, untuk ibu-ibu diadakan yasinan rutin setiap hari Jum’at yaitu yasinan
keliling. Untuk bapak-bapak diadakan yasinan bersama di masjid dan mushola
serta tahlilan rutin setiap malam Jum’at setelah membaca yasin di masjid yaitu
tahlil keliling. Biasanya juga diadakan pengajian kajian setiap malam selasa yang
dihadiri anak-anak, remaja dan orang tua.
c. Remaja
Kegiatan keagamaan bagi remaja dilaksanakan setiap malam selasa yang
bertempat di masjid, untuk menambah wawasan para remaja tentang keagamaan
dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Di Desa Alang-alang juga sering
mengikuti kegiatan-kegiatan lomba seperti lomba FASI (Festival Anak Sholeh
Indonesia), dan lomba-lomba keislaman lainnya.
4. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dalam memajukan tingkat
kesejahteraan dan tingkat perekonomian. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi
maka akan mendongkrak tingkat kemajuan, tingkat kemajuan juga akan
mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan. Dan pada akhirnya menjadi
pendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Pendidikan biasanya akan dapat
mempertajam sistematika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah
menerima informasi yang lebih maju.
25
Desa Alang-alang juga termasuk Desa yang mulai berkembang karena kini
di Desa Alang-alang sudah terdapat sarana pendidikan mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) hingga SLTA .
Dibawah ini menunjukkan tabel sarana pendidikan masyarakat Desa
Alang-alang :
Table 1.4 Sarana Pendidikan
No. Sarana Pendidikan Jumlah
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1
2. Taman Kanak-Kanak (TK) 1
3. Sekolah Dasar (SD) 1
4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1
5. Madrasah Tsanawiyah (Mts) 1
6. SekolahMenengahPertama (SMP) 1
7. Madrasah Aliyah (MA) 1
Sumber: Data Dari Wawancara.12
Banyak juga pelajar dari Desa Alang-alang yang melanjutkan
pendidikannya ke SMP, SMA dan juga perguruan tinggi yang ada di berbagai
daerah. Jadi bisa di bilang Sumber Daya Manusia (SDM) Desa Alang-alang cukup
baik. Tingkat pendidikan yang tua-tua pada umumnya adalah SD. Namun bagi
kelahiran 1980-an keatas minimal adalah SMP sederajat bahkan sudah banyak
yang menyandang gelar sarjana, baik D3, S1 baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan, keagamaan, pertanian, ekonomi dan komputer. Bahkan ada yang telah
mencapai gelar Magister (S2) dan ada yang menjadi guru dan pegawai kantor.
5. Budaya
Setiap masyarakat memiliki kehidupan sosial yang berbeda antara
masyarakat satu dengan yang lainnya.Hal ini dapat dilihat dari adat istiadat yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Adat istiadat merupakan bagian dari
12Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekolah Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara
dengan Penulis, 14 Februari 2020, Rekaman Audio.
26
kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai pengatur, pengendali, pemberi arah
kepada perlakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Desa Alang-alang menggunakan bahasa indonesia dan
bahasa Bugis pada umunya sebagai bahasa pengantar.Dalam hidup ada konsep
tatanan hierarki yang bermasyarakat, yaitu orang yang lebih muda menghormati
orang yang tua.
Dalam kehidupan bermasyarakat, adanya interaksi yang kuat antar warga,
tingkah laku antar anggota masyarakat dan hidup bergotong royong masyarakat
Desa Alang-alang tercermin dalam kebiasaan mereka yang disebut dalam upacara
keagamaan. Di Desa Alang-alang juga sangat terkenal dan sangat kental dengan
kebudayaan Bugsinya, karena memang masyarakat di Desa Alang-alang
mayoritas adalah Suku Bugis.
Manusia merupakan makhluk sosial, mereka tidak bisa hidup tanpa bantuan
dari manusia lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka menciptakan
kelompok sosial. Kelompok sosial adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa
orang yang saling berinteraksi dan terlibat dalam kegiatan bersama. Umumnya,
kelompok sosial yang diciptakan tersebut adalah berdasarkan pada mata
pencaharian atau pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Mereka saling
membutuhkan dalam berbagai aspek, dalam kaitannya dengan adanya rasa saling
bantu membantu. Semakin baik hubungan sosial mereka maka semakin sejahtera
dan tentram dalam kehidupan mereka. Maka jelaslah hubungan ini wajib dibina
karena hal ini merupakan sangat penting bagi kelansungan hidup bermasyarakat.
6. Sosial
Masyarakat Desa Alang-alang yang mayoritas suku Bugis, masih sangat
menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang mereka baik dalam hal budaya
maupun bahasa sehari-hari.Bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai pengantar
dalam dunia pendidikan, maupun forum-forum formal seperti rapat atau
musyawarah.Jiwa kegotong royongan dalam masyarakat Desa Alang-alang juga
masih sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam bermasyarakat.
Di Desa Alang-alang juga jiwa sosial antar sesama masyarakat masih sangat
27
tinggi, seperti biasanya jika ada acara maka masyarakat beramai-ramai untuk
saling membantu sama lain. Selanjutnya juga sering mengadakan membersihkan
masjid dan jalan secara gotong royong.
E. Sarana dan Prasarana Desa Alang-alang
Desa Alang-alang memiliki potensi yang mungkin hampir sama dalam hal
ketersediaan sarana dan prasarana seperti desa lain pada umumnya. Adapun
sarana dan prasarana desa dapat kita lihat sebagai berikut.
1. Kantor Pemerintahan Desa
Desa Alang-Alang memliki sebuah kantor pemerintahan Desa sesuai dengan
data yang kami dapatkan dari pendataan Desa Alang-alang, walaupun sederhana,
di kantor ini memiliki dua ruangan, yang mana ruangan satu digunakan untuk
mengadakan pertemuan jika ada orang luar yang datang, dan ruangan yang satuya
lagi digunakan untuk membuat surat menyurat oleh sekretaris desa. Selain itu juga
telah dilengkapi dengan seperangkat sound system. Listrik dan air bersih juga
tersedia walaupun fasilitas telepon belum tersedia di kantor desa ini. Kantor Desa
juga telah dilengkapi dengan satu buah mesin ketik, satu buah laptop, satu buah
computer dan berbagai fasilitas standard kantor lainnyaa. Informasi mengenai
perangkat Desa, struktur organiasasi, juga terdapat di dalam kantor Desa ini.
2. Posyandu
Di Desa Alang-alang terdapat satu posyandu yang terletak di tengah-tengah
desa dan berdekatan dengan Sekolah Dasar (SD). Adapun yang menunggu
posyandu ini adalah bidan Desa (bides), yang akan memberi pengobatan kepada
masyarakat yang lagi sakit. Fasilitasnya juga telah memadai dan dirasa telah
cukup untuk kebutuhan masyarakat di Desa Alang-alang.
3. Sarana Air Bersih
Dalam hal sumber air bersih, masyarakat mendapatkan air bersih melalui
sumur gali, atau sumur bor dan juga air sungai yang di Dam, kemudian dialirkan
kesetiap rumah-rumah warga.Sumber air bersih tersebut dapat digologkan secara
28
umum dalam kodisi yang baik. Jika musim kemarau datang warga mengambil air
dari air bersih tersebut yang di simpan dalam derum besar.
4. Sarana Pendidikan
Desa Alang-Alang memiliki sarana untuk pembelajaran bagi anak-anak
Desa mulai dari PAUD, TK, SD, MI, MTs dan MA tersedia di Desa. Hal ini bisa
mendongkrak mutu belajar anak-anak Desa Alang-alang yang dahulu kurang
akan ilmu pengetahua. Namun sekarang sudah mulai mempunyai pola fikir yang
lebih baik.Dari data yang didapat oleh peulis dari dokumen desa tahun 2019,
perbedaan anak-anak yang mau menimba ilmu pengetahuan sudah mulai
bertambah dari sebelumnya.
5. Sarana Ibadah
Desa Alang-Alang memiliki satu Masjid dan satu Musholla. Masjid dan
Mushola ini menjadi tempat dimana masyarakat Desa Alang-alang melakukan
aktivitas keagamaan, seperti sholat berjamaah, pengajian, dan acara-acara
keagamaan lainnya. Akan tetapi, di Desa Alang-alang tidak memiliki fasilitas
keagamaan bagi masyarakat beragama non islam.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Hudiyono S.Pd, beliau
menjelaskan:
“[B]iasanya dalam sarana Masjid diadakan gotong royong setiap hari jumat
pagi untuk sholat jumat nantinya”.13
Masyarakat Desa Alang-alang rutin mengadakan gotong royong sebelum
mengadakan sholat Jum’at. Gotong royong ini juga biasanya diadakan dengan
memutar sholawatan dan tilawah agar memberi tahu bahwa gotong royong
dimulai.
13Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekola Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara
dengan Penulis, 14 November 2019, Rekaman Audio.
29
BAB III
PROSES PELAKSANAAN UANG PANAI
A. Pengertian Uang Panai
Dewasa ini, interpretasi yang muncul dalam pemahaman sebagian orang
tentang pengertian mahar dan Uang Panai dalam adat Suku Bugis masih banyak
yang keliru. Dalam adat perkawinan Suku Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa
(Mahar) dan Dui’ Menre’ (Bugis) atau Uang Panai atau Dui balanja
(Makassar).Secara sederhana, Uang Panai atau Dui balanja (Makassar) atau Dui’
Menre’(Bugis) atau uang belanja, yakni sejumlah uang yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai perempuan.1
Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja kebutuhan pesta pernikahan.
Uang Panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah satu rukun
dalam perkawinan adat suku Bugis Makassar.2 Pemberian Uang Panai adalah
suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Tidak ada Uang Panai berarti tidak
ada perkawinan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu
menyanggupi jumlah Uang Panai yang ditargetkan, maka secara otomatis
perkawinan akan batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak
keluarga laki-laki dan perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan di kalangan
masyarakat setempat.3
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku tokoh
agama di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur, beliau menyatakan:
1Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam
Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,
Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 35. 2Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, diakses melalui alamat
(http://makassar.tribunnews.com/2013/11/06/ketikabudayamenjadipetaka ), tanggal 17 Februari
2019). 3Andi Yunus, “Fenomena uang panai’k Dalam perkawinan Bugis Makassar”, diakses
melamar. Kenyataan yang terjadi dilapangan, ketika proses melamar berlangsung
terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak yang berujung pada tercapainya
kesepakatan bersama.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan tradisi Uang Panai
memang merupakan adat atau yang sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis
hingga saat ini. Tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis asli
Makassar maupun suku Bugis yang sudah berada diluar tanah Makassar,
khususnya suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
Tradisi Uang Panai merupakan pemberian uang kepada pihak calon
pengantin laki-laki kepada pihak calon perempuan adalah syarat wajib yang
diberikan ketika ingin melaksanakaan pernikahan. Masyarakat yang menjalankan
tradisi ini memandangnya sebagai bagian kebiasaaan dan kewajiban dari hidup
mereka sebagai makhluk sosial dan pemahamannya dalam diri meraka sebagai
orang Suku Bugis, mereka juga memandangnya sebagai ringkasan dari tradisi
lokal.14 Menurut antropolog juga setiap suku memliki kebudayaan yang berbeda-
beda dengan suku lainnya.15
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Uang Panai
Uang Panai adalah istilah yang paling sering disebut dan diperbincangkan
oleh masyarakat suku Bugis pada umumnya. Uang Panai ini sudah ada sejak
zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis menggunakan Uang Panai untuk
melaksanakan acara pernikahan. Masyarakat suku bugis menyebutnya dengan
salah satu syarat wajib yang harus dilakukan ketika ingin melaksanakan suatu
pernikahan. Karena tanpa adanya Uang Panai tidak akan ada yang namnya
pernikahan. Hanya saja sedikit ada permasalahan yang sering menjadi hambatan
ketika ingin melaksanakan suatu pernikahan didalam suku bugis yaitu tentang
tingginya kisaran Uang Panai yang diberikan calon pengantin perempuan kepada
calin pengantin laki-laki yang ingin melamarnya.
14Hasil Observasi Penulis terhadap proses penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020. 15Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 75.
37
Dalam proses pelaksanaan Uang Panaiterdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya Uang Panai dalam pernikahan masyarakat Suku Bugis.
1. Sistem Kekerabatan
Dalam masyarakat manapun, hubungan kekerabatan merupakan aspek
utama, baikkarena dinilai penting oleh anggotanya maupun fungsinya sebagai
struktur dasar yang akansuatu tatanan masyarakat. Pengetahuan mendalam
tentang prinsip-prinsip kekerabatan sangatdiperlukan guna memahami apa yang
mendasari berbagai aspek kehidupan masyarakat yangdianggap paling penting
oleh orang Bugis dan yang saling berkaitan dalam membentuktatanan sosial
mereka. Aspek tersebut antara lain adalah perkawinan.
Pada umunya orang Bugis mempunyai sitem kekerabatan yang disebut
dengan assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral. Yaitu sistem yang mengikuti
lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan
berdasarkan kedua orangtua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas
disebabkan karena, selain ia menjadianggota keluarga ibu, ia juga menjadi
anggota keluarga dari pihak ayah.
Robert R Bell mengemukakan ada 3 jenis hubungan kekerabatan :
a. Kerabat dekat (conventional kin), seperti suami, istri, orang tua dengan
anak dan antar saudara (siblings).
b. Kerabat jauh (discretionary kin), terdiri atas individu yang terikat dalam
keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan tetapi
ikatan keluarganya lebih jauh dari keluarga dekat.
c. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin), seseorang yang dianggap
anggap anggota kerabat karena ada hubungan khusus misalnya teman
akrab dan rekanbisnis.16
Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini dibagi atas siajing mareppe
(kerabat dekat) dan siajing mabela (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing
mareppe merupakan kelompok penentu dan pengendali martabat keluarga.
16Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam
Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,
Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 45.
38
Anggota keluarga dekat inilah yangmenjadi to masiri (orang yang malu) bila
anggota keluarga perempuan ri lariang (dibawalari oleh orang lain), dan mereka
itulah yang berkewajiban menghapus siri tersebut.Anggota siajing mareppe
didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mareppe yaitu keanggotaan yang didasarkan
atas hubungan darah, dan siteppang mareppe (sempu lolo)yaitu keanggotaan
didasarkan atas hubungan perkawinan.
“[A]pabila calon mempelai laki-laki tidak termasuk nasab dalam garis reppe
mareppe dan siteppang mareppe maka mahar dan uang acara dui menre yang
diberikan laki-laki lebih besar”.17
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, sistem kekerabatan juga
merupakan faktor mempengaruhi tinggainya Uang Panaibagi masyarakat suku
Bugis di Desa Alang-alang. Ini juga bertujuan untuk melihat bagaimana sistem
kekerabatan yang ada pada calon mempelai laki-laki.
2. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat
bagaimanaanggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya.
Status yang dimiliki olehsetiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan
suatu usaha (achievement status) dan adayang didapat tanpa suatu usaha (ascribed
status) misalnya status yang berdasarkan garisketurunan. Sistem stratifikasi sosial
di dalam suatu masyarakat dapat bersifat :
Tertutup (closed sosial stratification), membatasi kemungkinan pindahnya
seseorang darisatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke
atas atau ke bawah. Didalam sistem ini satusatunya jalan untuk menjadi anggota
dalam suatu masyarakat adalah kelahiran. Terbuka (open sosial stratification),
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatanuntuk berusaha dengan
kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung,
untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan dibawahnya. Pada umumnya
sistemterbuka memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota
17Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
39
masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem
yang tertutup.
D]esa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur memiliki sistem stratifikasisosial yang bersifat terbuka. Pada zaman
kekuasaan raja-raja,ketika para raja masih memiliki kedaulatannya, maka
lapisan masyarakat hanya ada dua yaitulapisan Erung (bangsawan) sebagai
penguasa dan tau-sama sebagai rakyat yangdikuasai. Tetapi karena prinsip
assituruseng (kesepakatan) sebagai kaidah tertinggi dalammenghadapi hal-hal
baru, maka lapisan penguasa ternyata kemudian tidak hanya berasal
darigolongan Erung saja.Lapisan penguasa yang dapat juga disebut sebagai
golongan elite dapat juga terdiriatas orang-orang yang berasal dari lapisan
orang kebanyakan (tau sama) yang menunjukkanprestasi sosialnya di
masyarakat.18[
Hal ini juga di perjelas oleh Bapak H.M Yunus Mantan Kepala Desa Alang-
alang, beliau menyatkan:
[G]olongan-golongan elite tersebut, kemudian disejajarkan dengan golongan
Erung . Namun, demikian tidak berarti bahwa mereka telah menjadi seorang
Erung,karenaErung berdasarkan pada faktor keturunan, sedang golongan elite
seperti di atasberdasarkan faktor prestasi dalam masyarakat atau, sehingga
dalambeberapa hal yang biasa berlaku pada golongan Erung tidak berlaku pada
golongantersebut. Misalnya penggunaan gelar kebangsawanan seperti Andi dan
lain-lain. Termasukpula pada bilamana terjadi pernikahan antara seorang
wanita dari golongan Erung dengan laki-laki yang berasal dari tau-samas.
Walaupun dari golongan elite tidak berartisuami telah ikut menjadi golongan
Erung begitu pula sebaliknya.Demikian pula mengenai pemberian mahar dan
Uang Panai, apabilamempelai wanita berasal dari golongan Erung dan
mempelai laki-laki berasal dari tausama maka ia harus memberi mahar dan
Uang Panai, yang besar sebagai bentukpenghargaan dan kesiapan menjadi
kepala keluarga.19
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan penulis bahwa stratifikasi sosial
juga termasuk faktor yang dapat mempengaruhi tingginya Uang Panai. Seperti
terdapat golongan-golongan tertentu yang da didalam suku Bugis itu sendiri.
Golongan-golongan itu juga sudah ditentukan dan terdapat dalam garis keturan
nya masing-masing yang didalam suku Bugis itu sendiri.
18Hamzah, Sekretaris Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 14 Februari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 19H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
40
3. Pembatasan Jodoh
Dalam kehidupan sosial, dikenal adanya pelapisan masyarakat. Begitu pula
pada masyarakat Bugis, ada golongan bangsawan adapula golongan bukan
Bangsawan. Hal tersebut kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh,
bahkan terjadihubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya
pembatasan jodoh dalamhubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Jamaludin, beliau
menyatakan:
[P]embatasan jodoh merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya
mahar dan Uang Panai. Apabila seorang anak gadis tidak ingin menikah
dengan pilihan yang ditentukan orangtua, konsekuensinya pihak laki-laki harus
membayar mahar dan Uang Panai yang lebih besar jika tetap ingin menikah.
Dalam hal ini pihak mempelai wanita dalam hal ini tidak bisadisebut
materialistis ataupun pragmatis, karena mereka hanya mengikuti adat serta
kebiasaandan pertimbangan lain yang didominasi oleh pengaruh adat.20
Dari hasil wawancara diatas dipertegas juga dengan Bapak H.M. Yunus ,
beliau menyatakan:
[P]ada zaman lampau hubungan antara anak bangsawan dengan orang biasa
sangattertutup. Apabila terjadi pelanggaran hal itu kemudian disebut lejjak
sung tappere, artinyamenginjak sudut tikar, “hukuman bagi pelanggaran adat
nikah ini disebut riladung atau rilamung”.Namun seiring perkembangan pola
pikir masyarakat Bugis, nilai budaya dantradisi pun mengalami pergeseran.21
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, corak pernikahan bugis yang
bersifat Endogami mulaibergeser ke sifat Eksogami (pernikahan yang dilakukan
antar marga/suku). Hal ini terjadikarena laki-laki mempunyai keistimewaan
tertentu, misalnya golongan cendekiawandan tokoh agama. Dalam masyarakat
Bugis di Desa Alang-alang mereka disebut towarani (gagahberani). Yang menjadi
pembatas utama perjodohan masyarakat Bugis saat ini adalah faktoragama, selain
hukum adat melarang karena dianggap tabu, agama Islam pun
melarangpernikahan antar agama.
20Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
Januari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 21H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16
Februari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
41
4. Budaya
Manusia mempunyai bakat tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan
berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi
wujud darikepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli
yang ada di sekitar alam, lingkungan sosial dan budayanya. Seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat,
sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam lingkungannya. Dalam
masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan Uang Panaiyang
tinggi dalam meminang gadis sukuBugis sudah menjadi tradisi. Dan hal ini telah
diketahui oleh seluruh masyarakat di luarsuku Bugis sehingga kadang ada
kecenderungan persepsi bahwa menikah dengan gadisBugis itu mahal.
“[B]udaya dalam adat suku Bugis juga mempengaruhi tingginya kisaran Uang
Panai, karena kebudayaan atau budaya juga mempengaruhi lingkungan tempat
kita tinggal sehingga diri kita juga dapat terpengaruh oleh lingkungan itu”.22
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti bahwasanya
yang di maksud ialah, bahwa pengaruh tingginya Uang Panai yang salah satunya
adalah budaya yaitu bagaimana lingkungan tempat kita tempati tinggal itu dapat
di pengaruhi oleh budaya itu sendiri. Contohnya seandainya ingin melakukan
pernikahan maka kita dapat melihat bagaimana budaya yang dilakukan di tempat
kita tinggal.
5. Status Ekonomi Keluarga Calon Istri.
Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau
menyatakan:
[B]iasanya semakin kaya wanita yang akan dinikahi, maka semakin tinggi pula
Uang Panai yang harus diberikan oleh calon suami kepada pihak keluarga
calon istri. Dan begitupun sebaliknya, jika calon istri tersebut hanya dari
keluarga ekonomi menengah yang pada umumnya kelas ekonomi menengah
kebawah maka jumlah Uang Panai yang dipatok relatif kecil.23
22Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 23H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
42
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata status ekonomi
keluarga calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena itu juga
merupakan penghargaan bagi calon istri, dan juga terdapat rasa malu jika keluarga
calon istri berasal dari ekonomi keatas namun Uang Panai nya rendah atau tidak
sebanding dengan kelas ekonominya atau dalam bahasa lain sering disebut gengsi.
6. Jenjang Pendidikan Calon Istri
Menurut tokoh masyarakat Ibu Indo Upe’ beliau menyatakan:
[B]esar kecilnya jumlah nominal Uang Panai sangat dipengaruhi juga oleh
jenjang pendidkan dan kedudukan calon mempelai perempuan. Biasanya sih
semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, maka semakin banyak
pula Uang Panai yang harus diberikan dan jika tidak memberikan Uang
Panaidalam jumlah yang banyak, maka akan mendapatkan hinaan atau akan
menjadi buah bibir di masyarakat.24
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan jenjang pendidikan
calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena masyarakat Desa
Alang-alang mematok Uang Panai dengan harga yang tinggi adalah suatu
kehormatan tersendiri. Jenjang pendidikan juga akan berpengaruh terhadap
pendidikan atau ajaran kepada anaknya kelak. Tingginya Uang Panai akan
berdampak pada kemeriahan, kemegahan dan banyaknya tamu undangan dalam
perkawinan tersebut, apalagi jikalau jenjang pendidikan tersebut juga akan
mempengaruhi tamu undangan pada acara pernikahan tersebut.
7. Kondisi Fisik Calon Istri
Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau
menyatakan:
[T]erkadang dalam mematok Uang Panai semakin sempurna kondisi fisik
perempuan yang akan dilamar maka semakin tinggi pula jumlah nominal Uang
Panaiyang dipatok. Kondisi fisik yang dimaksud seperti paras yang cantik,
tinggi dan kulit putih. Jadi, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki status
sosial yang bagus atau tidak memiliki jenjang pendidikan yang tinggi maka
kondisi fisiknya yang yang dapat menyebabkan Uang Panainya tinggi.
Begitupun sebaliknya, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki kondisi
fisik yang sempurna atau bahkan memiliki fisik yang jelek, akan tetapi dia
24Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
43
memiliki status sosial yang bagus seperti keturunan bangsawan, jenjang
pendidikan yang tinggi atau memiliki jabatan dalam suatu instansi, maka itu
akan menjadi tolak ukur tingginya jumlah Uang Panai yang akan dipatok
pihak keluarga perempuan.25
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata kondisi fisik juga
berpengaruh dalam menentukan jumlah Uang Panai bagi masyarakat suku
Bugis. Tapi hal ini hanya di terapkan bagi sebagian masyarakat Desa Alang-
alang bukan berarti semua masyarakat menjadikan ini sebagai faktor tingginya
Uang Panai tersebut.
8. Perbedaan antara Gadis dan Janda
Terdapat perbedaan dalam penentuan Uang Panai antara perempuan yang
janda dan perawan di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur.
Biasanya perawan lebih banyak diberikan Uang Panai dari pada janda, namun
tidak menutup kemungkinan bisa juga janda yang lebih banyak diberikan jika
status sosialnya memang tergolong bagus.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Indo Upe selaku Tokoh
Masyarakat Desa Alang-alang beliau menyatakan:
[S]alah satu faktor yang mempengaruhi Uang Panai yaitu ketika gadis atau
janda. Pemberian Uang Panai kepada gadis adalah untuk memberikan prestise
(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang
dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang
dimaksud akan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon
mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan
pesta yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut. Namun
bukan berarti tidak menghargai janda karna kalau gadis ia kan melakukan
pernikahan di pertama berbeda dengan janda.26
Hal ini dipertegas juga oleh Bapak Jamaludin , beiau menyatakan:
“[K]isaran tingginya Uang Panai bagi gadis lebih tinggi dari pada janda agar
lebih menghargai, karena ia akan melakukan pernikahan pertamanya, namun
bukan berarti tidak menghargai janda, hanya saja memang akan ada
perbedaan”.27
25Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
26Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01
November 2019 , Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 27Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
44
Dari hasil wawacara yang penulis lakukan, ternyata perbedaan antara gadis
dan janda juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya Uang
Panai. Dalam hal ini gadis akan lebih mendapat perhatian dan Uang Panai yang
lebih tinggi. Hal ini juga karena gadis akan melaksanakan pernikahan yang
pertamanya, yang mana berbeda dengan janda yang sudah melaksanakan
pernikahan.
E. Perkembangan Uang Panai
Secara sederhana, Uang Panai atau dui’ menre’ adalah uang yang
diberikanoleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai
perempuan.Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja keperluan pesta
pernikahan.Uang panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah
satu rukundalam perkawinan adat suku Bugis. Pemberian Uang Panai adalah
suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan.Tidak ada Uang Panai berarti tidak ada
pernikahan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu menyanggupi
jumlah Uang Panai yang di tentukan, maka secara otomatis perkawinan akan
batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak keluarga laki-laki
dan perempuan akan mendapatkan cibiran atau hinaan di kalangan masyarakat
setempat. Melihat pada relitas saat ini khususnya masyarakat Desa Alang-alang
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Arti Uang Panai ini sudah bergeser dan mengalami perkembangan dari
maksud yang sebenarnya, sebagian Uang Panai sudah menjadi ajang gengsi untuk
memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang untuk
memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria harus rela
berkerja keras, demi menjaga martabat keluarga karena adanya pertimbangan
akan resepsi orang lain di luar keluarga kedua mempelai. Orang lain disini adalah
tetangga, teman ayah, teman ibu, dan lain sebagainya. Jika ada pernikahan, maka
yang sering kali jadi buah bibir utama adalah berupa Uang Panai. Karena apabila
prasyarat Uang Panai tersebut tidak terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau
Siri (rasa malu atau merasa harga diri dipermalukan).
45
Dewasa ini, harga Uang Panai telah di ubah menjadi ajang yang
menunjukkan keberadaan seseorang. Uang Panai tidak lagi mengandung arti
simbolis, sebagai pengikat dan pengukuh hubungan antara pemuda dan pemudi,
serta kedua belah pihak, melainkan telah dijadikan sebagai lambang status sosial.
Artinya, makin tinggi harga Uang Panai yang diserahkan, harga diri seorang
semakin mengikat. Sebagai konsekuensi lanjut dari pergeseran makna ini dapat
ditemukan, dewasa ini, ada banyak pasangan yang menempuh jalan pintas. Orang
bahkan melihat harga Uang Panai sebagai beban yang perlu dihindari.
Komersialisasi harga telah mengubah makna Uang Panai yang sejatinya
sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat manusia ke arah sebaliknya yaitu
menjadi penyebab pelanggaran martabat manusia. Martabat manusia disepelekan
karena tuntutan Uang Panai , padahal harga Uang Panai itu sendiri lahir sebagai
suatu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Eksistensi Uang Panai dalam kehidupan masyarakat pada zaman sekarang ini,
menimbulkan dua pendapat yang berbeda. Di satu pihak ada seruan agar
UangPanai tetap dipertahankan karena merupakan budaya yang sangat berarti
bagi kehidupan manusia. Di pihak lain, ada pendapat yang tidak menyetujui
adanya praktek Uang Panai, dan perlu dibuat pembaharuan karena di pandang
tidak relevan lagi bagi dengan perkembangan zaman sekarang ini. Budaya Uang
Panai bagi masyarakat bugis perantauan memahaminya sebagai bagian dari
prosesi lamaran untuk membiayai pesta perkawinan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis deng Bapak H.M.Yunus selaku
mantan Kepala Desa Alang-alang, beliau menyatakan:
[U]ang Panaisebenarnya sudah menjadaji suatu tradisi yang wajib bagi Suku
Bugis untuk melakukan suatu pernikahan, Uang Panai memang sudah menjadi
salah satu syarat wajib dari dahulu hingga sekarang, hanya saja Uang Panai
semakin berkembang dan semakin meninggkat karena kebutuhan dan zaman
pun semakin meningkat.28
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti penentuan
Uang Panaiumumnya di tentukan oleh status sosial yang di sandang oleh keluarga
28H.M.Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
46
mempelai perempuan. Status sosial tersebut antara lain keturunan bangsawan,
status pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Semakin baik status
sosial yang dimiliki pihak keluarga mempelai perempuan, semakin tinggi uang
belanja yang harus di tanggung oleh pihak laki-laki. Pertimbangan besarnya uang
belanja sebagai syarat adat menjadi dominasi bagi kaum muda. Sebagian kaum
muda menganggap adanya proses transaksional dalam prosesi lamaran.
Kepentingan muda mudi yang saling mencinta pun harus tunduk pada keputusan-
keputusan dari adat istiadat warisan leluhur.
Keputusan yang lebih mengutamakan materialisme berupa gengsi dan
prestise keluarga menimbulkan resistensi muda mudi terhadap budaya Uang
Panai. Materialisme menjadi dasar berkembangnya budaya komersial. Ukuran
kemakmuran ditentukan oleh banyaknya kekayaan yang dimiliki. Dalam sistem
ini, tidak ada ruang untuk melakukan dan mengembangkan nilai-nilai sosial dan
saling membantu. Kompromi melalui komunikasi yang baik akan menghasilkan
kesepakatan yang melegakan kedua belah pihak dan tidak juga akan
memberatkan. Komunikasi dan kesepakatan sangat penting dilakukan dalam
interaksi sebelum pernikahan dilaksanakan. Melalui interaksi, akan terbangun
sebuah regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial
disepakati oleh orang tua sang penjaga adat dan kaum muda sang pelestari adat.
Pesta adat yang dibiayai dengan Uang Panai jika ditinjau dari sudut pandang
Islam biasanya adalah pemborosan, karena masyarakat di jaman ini mengadakan
resepsi perkawinan untuk berbangga-bangga. Kita banyak menyaksikan adanya
resepsi yang berlebih-lebihan, pemborosan. Bahkan ada, yang membebani diri
dengan resepsi yang Uang Panai nya di luar kemampuannya, sampai ada yang
menggadaikan atau bahkan menjual hak miliknya, atau dengan mencari utang
yang akan mencekik lehernya. Perbuatan demikian sebenarnya di larang oleh
agama Allah tidak mengajarkan demikian.
F. Tujuan Uang Panai
Secara sederhana, Uang Panai dapat diartikan sebagai uang belanja, yakni
sejumlah uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak
47
keluarga mempelai perempuan. Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja
kebutuhan pesta pernikahan. Satu hal yang harus dipahami bahwa Uang Panai
yang diserahkan oleh calon suami diberikan kepada orang tua calon istri.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak mutlak pemegang Uang Panai tersebut
adalah orang tua si calon istri.
Orang tua mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan
begitupun penggunaanya. Penggunaan yang dimaksud adalah membelanjakan
untuk keperluan pernikahan mulai dari penyewaan gedung atau tenda, menyewa
grup musik atau masyarakatmembeli kebutuhan konsumsi dan semua yang
berkaitan dengan jalannya resepsi perkawinan. Adapun kelebihan Uang Panai
yang tidak habis terpakai akan dipegang oleh orang tua. Akan tetapi pada
umumnya semua Uang Panai tersebut akan habis terpakai untuk keperluan pesta
pernikahan. Adapun anaknya akan mendapat sebagian dari total Uang Panai
tersebut jika tidak habis terpakai. Bagian anak pun terserah orang tuanya. Apakah
akan memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang tua si calon
istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap memberikan sebagian kepada
anaknya untuk dipergunakan sebagai bekal kehidupannya yang baru.
Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati.
Secara keseluruhan Uang Panai merupakan hadiah yang diberikan calon
mempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan pekawinan dan rumah
tangga. Fungsi lain dari Uang Panai tersebut adalah sebagai imbalan atau ganti
terhadap jerih payah orang tua membesarkan anaknya.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Indo Upe, beliau
menyatakan:
[U]ang Panai yang diberikan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin
perempuan memang sebenarnya bertujuan untuk acara resepsi pernikahan
tersebut. Meskipun kadang mendapat Uang Panai yang besar dan tinggi
namun tak jarang pula orang tua calon mempelai perempuan mengeluarkan
tambahan uang pribadinya untuk acara tersebut.29
29Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
48
Dari hasil wawancara tersebut penulis dapat mengerti pernikahan suku
Bugis dipandang sebagai suatu hal yang sakral, religius dan sangat dihargainya.
Oleh sebab itu, lembaga adat yang telah lama ada, mengaturnya dengan cermat.
Sesuai dengan kenyataan dalam masyarakat, suku Bugis yang terbesar menganut
agama islam sehingga pernikahan bukan saja berarti ikatan lahir batin antara
seorang pria sebagai seorang suami dengan seorang wanita sebagai seorang isteri,
tetapi juga lebih dari itu, pernikahan merupakan pertalian hubungan kekeluargaan
antara pihak pria dan pihak wanitayang akan membentuk rukun keluarga yang
lebih besar lagi. Tatacara pernikahan suku Bugis diatur sesuai dengan adat dan
agama sehingga merupakan rangkaian acara yang menarik, penuh tatakrama dan
sopan santun serta saling menghargai. Pengaturan atau tatacara diatur mulai dari
pakaian atau busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan
adat perkawinan. Keseluruhannya ini mengandung arti dan makna.Salah satu
tujuan dari pemberian Uang Panai adalah untuk memberikan prestise
(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang
dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang
dimaksudakan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon
mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta
yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut.
Berdasarkan hasi observasi yang penulis lakukan, tradisi Uang Panai dalam
masyarakat suku Bugis adalah tradisi yang dilakukan suku Bugis secara turun
temurun yang masih dilkasanakan hingga saat ini. Tradisi ini sudah menjadi darah
daging dan mejadi salah satu syarat wajib ketika ingin melaksanakan pernikahan.
Masyarakat suku Bugis menganggap tanpa Uang Panai maka tidak ada
pernikahan. Tujuan Uang Panai sendiri ialah untuk acara resepsi pernikahan yang
akan dilaksanakan.30
30Hasil Observasi penulis terhadap kegiatan tradisi Uang Panai Desa Alang-alang 01
Desember 2019 2020.
49
G. Bentuk dan Cara Pelaksanaan Uang Panai
1. Bentuk Uang Panai
Dalam adat orang Bugis ada yang disebut Uang Panai atau uang belanja
yang biasanya puluhan juta rupiah bahkan ratusan juta rupiah. Untuk menikahi
gadis Suku Bugis biasanya Uang Panai tinggi bisa dilihat dari status sosialnya
seperti latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga dan faktor lainnya
bahkan jika sudah menyandang status hajjah maka akan lebih mahal, akhirnya
kesannya anaknya dijual padahal bukan itu maksudnya. Uang Panai atau uang
belanja memang murni digunakan untuk membiayai pesta pernikahan pihak
perempuan. Uang Panai atau uang belanja berbeda dengan mahar atau dalam
bahasa Bugis disebut Sompa.
Biasanya besarnya mahar dan Uang Panai ditetapkan sesuai dengan status
seseorang. Namun, sompa itu masih penting artinya, khususnya bagi keluarga
yang berstatus tinggi, karena hadiah-hadiah tambahannya, termaksud didalamnya
hadiah yang pada pesta perkawinan besar diarak bersama mempelai laki-laki ke
rumah mempelai perempuan oleh pengantar berpakain adat. Disamping itu,
jumlah uang antaran atau Uang Panai makin cenderung naik.
Sebagian orang Bugis masih banyak yang keliru tentang pengertian. Dalam
adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu Sompa dan Uang
Panai. Sompa adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak keluarga laki-
laki kepada pihak keluarga perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut
ajaran Islam. Uang Panai adalah uang antaran yang harus diserahkan oleh pihak
keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai
perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Secara sepintas, kedua
istilah di atas memang memiliki pengertian dan makna yang sama, yaitu keduanya
sama-sama merupakan kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang
melatarbelakanginya, pengertian kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sompa atau
yang lebih dikenal sebagai mas kawin adalah kewajiban dalam tradisi Islam,
sedangkan Uang Panai adalah kewajiban menurut adat masyarakat setempat.
Tetapi, sebagian orang Bugis memandang bahwa nilai kewajiban dalam adat lebih
tinggi daripada nilai kewajiban dalam syariat Islam.
50
Sejatinya, sebagai salah satu masyarakat yang dikenal paling kuat identitas
keislamannya di Nusantara, seharusnya mereka lebih mementingkan nilai
kewajiban syariat Islam daripada kewajiban menurut adat. Kewajiban
memberikan mahar dalam syariat Islam merupakan syarat sah dalam perkawinan,
sedangkan kewajiban memberikan Uang Panai menurut adat, terutama dalam
hal penentuan jumlah Uang Panai, merupakan konstruksi dari masyarakat itu
sendiri tanpa memiliki dasar acuan yang jelas.
Pembayaran Uang Panai ini dapat dilakukan pada saat lamaran telah
diterima atau penentuan hari perkawinan atau pada saat appanai balanja (hari
memberikan uang belanja). Tetapi jika melihat realitas yang ada, arti Uang Panai
ini sudah bergeser dari maksud sebenarnya, Uang Panai sudah menjadi ajang
gengsi untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang
untuk memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria
harus rela berutang, karena apabila prasyarat Uang Panai tersebut tidak
terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau Siri (rasa malu atau merasa harga diri
dipermalukan). Bahkan tak jarang permintaan Uang Panai dianggap sebagai
senjata penolakan pihak perempuan bagi pihak laki-laki yang datang meminang
jika pihak laki-laki tersebut tidak di restui oleh orang tua pihak perempuan dengan
modus meminta Uang Panai yang setinggi-tingginya yang mereka anggap
bahwa laki-laki yang bermaksud meminang tersebut tidak mampu memenuhi
permintaan Uang Panai tersebut. Selain Uang Panai yang diberikan dalam
bentuk cash sebagai symbol. Uang Panai juga semuanya dalam bentuk cash dan
dihitung oleh saksi yang hadir dan berhak. Uang Panai memang hanya berbentuk
uang saja namun terkadang juga mendapat tambahan-tambahan atau bonus dari
Uang Panai tersebut seperti tanah, alat keperluan dapur untuk resepsi serta cincin
untuk calon pengantin perempuan tersebut.
2. Cara Pelaksanaan Uang Panai
Dalam adat perkawinan Masyarakat Bugis terdapat beberapa tahapan untuk
melangsungkan perkawinan dan salah satunya adalah penyerahan Uang Panai.
Adapun proses pemberian Uang Panai tersebut adalah sebagai berikut:
51
a. Pihak keluarga laki-laki mengirimkan utusan kepada pihak keluarga
perempuan untuk membicarakan perihal jumlah nominal Uang Panai.
Pada umumnya yang menjadi utusan adalah tomatoa (orang yang
dituakan) dalam garis keluarga dekat seperti ayah, kakek, paman, dan
kakak tertua.
b. Setelah utusan pihak keluarga laki-laki sampai di rumah tujuan.
Selanjutnya pihak keluarga perempuan mengutus orang yang dituakan
dalam garis keluarganya untuk menemui utusan dari pihak laki-laki.
Setelah berkumpul maka pihak keluarga perempuan menyebutkan harga
Uang Panai yang dipatok. Jika pihak keluarga calon suami menyanggupi
maka selesailah proses tersebut. Akan tetapi jika merasa terlalu mahal,
maka terjadilah tawar menawar berapa nominal yang disepakati antara
kedua belah pihak.
c. Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka tahap
selanjutnya adalah membicarakan tanggal kedatangan pihak keluarga laki-
laki untuk menyerahkan sejumlah Uang Panai yang telah disepakati.
d. Selanjutnya adalah pihak keluarga laki-laki datang ke rumah pihak
keluarga perempuan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya dan
menyerahkan Uang Panai tersebut.
e. Setelah Uang Panai diserahkan, tahap selanjutnya adalah pembahasan
mahar apa yang akan diberikan kepada calon istri nantinya. Adapun
masalah mahar tidak serumit proses Uang Panai. Mahar pada umumnya
disesuaikan pada kesanggupan calon suami yang akan langsung
disebutkan saat itu juga. Dalam perkawinan suku Bugis ini umumnya
mahar bisa tidak berupa uang, akan tetapi berupa barang atau perhiasan.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Kamarudin,
beliau menyatakan:
“[P]elaksanaan Uang Panai ini sering terjadi tawar menawar, sesuai dengan
perundingan keluarga pada saat itu. Meskipun jumlah Uang Panai ini memiliki
52
faktor-faktor penentunya tetapi juga hasil dari Uang Panai sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak keluarga”.31
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan Uang Panai memang menjadi
salah satu sayarat untuk melaksanakan pernikahan dengan suku Bugis.
Penyerahan Uang Panai saat ingin melaksanakan pernikahan selalu menjadi
faktor utama yang selalu diperbincangkan. Kisaran Uang Panai juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, namun hasil dan penentunya juga terjadi sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak tersebut. Dalam pelaksanaan penyerahan Uang
Panai juga uang tersebut harus dihitung oleh beberapa orang saksi yang hadir
dalam proses penyerahan tersebut. Proses ini juga memperlihatkan pada kerabat
jumlah Uang Panai dan Sompa (Mahar) yang dipersembahkan oleh calon laki-laki
tersebut.
31Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
53
BAB IV
MAKNA FILOSOFI UANG PANAI DI DESA ALANG-ALANG
A. Simbol dan Makna Uang Panai
1. Simbol
Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan antara
manusia atau interaksi sosial diantara sesama manusia, karena pada dasarnya
manusia adalah mahluk sosail yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia
lainnya. Dalam berkomunikasi kita melakukan interaksi antar sesama agar tercipta
makna yang sama antarsatip wilayah, negara, daerah yang sama dan makna
tersebut tercipta dengan kesepakatan bersama dan tidak terjadi kesalahan
komunikasi antara komunikan dan komunikator sehingga tercipta persepsi yang
sama dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
Komunikasi dapat berupa verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal yaitu bentuk
momunikasi yang disampaikan kamunikator kepada komunikan dengan cara
tertulis atau lisan.1
Komunikasi verbal menempati porsi besar karena kenyataannya, ide-ide,
pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal dari pada
nonverbal. Dengan harapan komunikan (baik pendengar maupun pembicara) bisa
lebih memahami pesan-pesan yang disampaikan. Sedangkan komunikasi
nonverbal yaitu komunikasi yang menggunakan simbol, warna, bahasa isyarat,
sandi, intonasi suara dan ekspresi wajah. Kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta mengartikan simbol atau lambang ialah sesuatu seperti tanda
lukisan, perkataan, rencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau
mengandung maksudtertentu, misalnya: warna putih ialah melambangkan
kesucian, gambar padi sebagai lambang kemakmuran dan lain segaainya.2
Supaya simbol itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan
konsep yang sama supaya tidak terjadi salah pengertian. Namun pada
1Widyawati, “Tradisi Uang Panai dalam Pernikahan Suku Bugis di Sungai Guntung
Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”, Jurnal JOM FISIP, IV, No. 5
(2018), 45. 2Widyawati, “Tradisi Uang Panai”, 47.
54
kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama
diantara masyarakat. Setiap orang memiliki interprestasi makna tersendiri dan
tentu dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Masyarakat suku Bugis
di Desa Alang-alang mempunyai simbol-simbol dalam adat pernikahannya,
seperti dalam tradisi Uang Panai yang merupakan sebuah tradisi yang
dilaksankan dalam upacara pernikahan dan diwariskan secara turun temurun
sampai saat sekarang ini.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku
Tokoh Adat Desa Alang-alang beliau menyatakan:
[D]alam Suku Bugis khusunya di Desa Alang-alang ini Uang Panai juga
merupakan simbol ketika ingin melaksanakan pernikahan, Uang Panai juga
sudah menjadi sayarat yang wajib di penuhi ketika ingin melaksanakan suatu
pernikahan karena tanpa adanya Uang Panai bisa jadi tidak akan ada
pernikahan, namun hal ini hanya berlaku kepada gadis Suku Bugis saja.3
Dari hasil wawancara dapat di pahami bahwa dalam adat pernikahan suku
Bugis khususnya masyarakat Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Uang Panai merupakan rangkaian yang
umumnya wajib dilaksanakan. Uang panai yaitu menyerahkan sejumlah uang
untuk keperluan pesta pernikahan selain itujuga dilengkapi dengan atribut-atribut
lainnya seperti: beras, kunyit,sepotong kain, kayu, jarum, sirih, dan kayu manis
yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang memiliki makna-makna
tertentu. Yang menggambarkan kehidupan orang Bugis.
Pentingnya tradisi Uang Panai ini dalam pernikahan adat suku Bugis di
Desa Alang-alang menjadikan tradisi ini tetap terus dilaksanakan dari waktu ke
waktu dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Karena didalam tradisi
Uang Panai terdapat banyak simbol yang memiliki arti dan makna khusus serta
banyaknya manfaat yang dirasakan dari pelaksanaan tradisi Uang Panai
tersebut.Dari tradisi ini menggambarkan kehidupan orang Bugis, yang menurut
sejarahnya suku Bugis ini status sosialnya lebih tinggi di buktikan darikerajaan-
3Kamarudin, Tokoh Adat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019, Kabupaten TanjungJabung Timur, Rekaman Audio.
55
kerajaan pada zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis sesungguhnya menganut
agama Islam juga dilambangkan dalam tradisi ini.
Kebudayaan merupakan hasil segala akal dan pikiran manusia yang
terintegrasi ke adalam perilaku-perilaku masyrakat yang biasanya diwariskan
secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan zaman sentuhan teknologi
modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Desa Alang-alang,
namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi dan telah menjadi adat masih
sukar untuk dihilangkan kebiasaan-kebiasan tersebut masih sering dilakukan
meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan tapi nilai-nilai
maknanya masih tetap terpelihara. Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang telah
disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol,
dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan lainnya. Adapun
nilai budaya yang dapat diambil dari tradisi Uang Panai yaitu terdapatnya simbol-
simbol budaya yang tercermin dari penggunaan barang barang yang biasa
diberikan atau diserahkan pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon
pengantin perempuan serta sebagai tahapan ataupun prosesi dalam pernikahan
adat suku Bugis yang masih dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya.
2. Makna
Menurut kamus besar bahasa Indonesia makna adalah arti, pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasan. Makna pada dasarnya terbentuk
berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia.
Penggunanya makna yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya
merupakan fenomena sosial. Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih
dari sekedar penafsiran atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu
mencakup banyak pemahaman, aspek-aspek pemahaman yang secara bersama
56
dimiliki para komunikator. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata
makna ketika mereka merumuskan defenisi komunikasi.4
Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau
lebih”. Kemudian Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menjelaskan mengenai
komunikasi yang merupakan proses memahami makna “Komunikasi adalah
proses memahami dari berbagai makna”. Sedangkan menurut Spradley. “makna
adalah menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia disemua
masyarakat”. Terdapat banyak komponen makna yang dibangkitkan suatu kata
atau kalimat. Komunikasi dan budaya merupakan hubungan yang tidak
terpisahkan. Cara-cara kitaberkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita,
bahasa dan gaya baha sayang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita,
semua itu terutama merupakan respon terhadap dan fungsi budaya kita.5
Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbedaan antara
yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-
individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.
Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi
komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Melalui budaya
dapat mempengaruhi proses dimana orang mempresepsi suaturealitas. Semua
komunitas dalam semua tempat selalu memaniprestasikan atau mewujudnyatakan
apa yang menjadi pandangan mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya
pula, komunikasi membantu kita dalam mengkreasikan budaya dari suatu
komunitas. Martin Nakayama mengulas bagaimana komunikasi mempangaruhi
budaya.6
Dijelaskan bahwa budaya tidak akan bisa berbentuk apapun tanpa
komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang
dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang. Perilaku-
4Glimstan, “Makna Ritual dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Samosir di
Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Pekan Baru”, Skripsi (Riau: Universitas Riau, 2015),
56. 5Dani Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Konseptual
(Depok: Ghalia Indonesia, 2004), 67. 6Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, 69.
57
perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga
melahirkan suatu karakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan atau
budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas
komunikasi dari seorang anggotanya budaya dapat mempresentasikan
kepercayaan, nilai,sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain
itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dan esensi suatu
budaya.7
Tradisi Uang Panai merupakan budaya dari orang suku Bugis yang tidak
berlaku bagi pernikahan antara pria Bugis dengan wanita non Bugis. Pria Bugis
akan mengikuti tradisi dari keluarga wanita yang akan dinikahinya. Budaya ini
umumnya tetap dipertahankan apabila wanita Bugis di lamar oleh pria non
Bugis.Hal ini terjadi, karena dalam tradisi pernikahan Bugis, wanita adalah pihak
yang dijemput, sehingga adat istiadat yang digunakan dari sisi keluarga wanita.
Hampir seluruh informan menyatakan bahwa Siri dan gengsi menjadi
pertimbanganutama keluarga pada penentuan jumlahuang nai’.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak
H.M.Yunus, beliau menyatakan:
[U]ang Panai dibalik semua itu terdapat Siri dan prestise. Tapi bukan hanya
bagi keluarga wanita, juga keluarga pria. Keluarga wanita merasa bangga, anak
gadisnya menerima Uang Panai yang tinggi, sedangkan keluarga pria juga
merasa bangga dianggap mampu memenuhi tuntutan, memang secara eksplisit
tidak dinyatakan ada hubungan antaraUang Panai dengan Siri. Tetapi secara
implisit mereka yakin itu ada. Bagi orang Bugis perantauan, mempertahankan
budaya Uang Panai menjadi Siri tersendiri. Budaya Uang Panai masih
dijalankan karena masih ada semangat atau keinginan untuk mempertahankan
jati diri sebagai keturunan yang berdarah Bugis Makassar dan mungkin
menjadi bagian Siri itu sendiri. Walau ada juga yang mengabaikan yang
mempertahankan tentunya kebanyakan dari golongan tua, lebih-lebih yang
mempunyai status sosial yang tinggi baik dari segi materi maupun dari segi
kasta keturunan darah biru atau tidak. Kadang meski tidak ada keturunan darah
biru, tetapi mengaku ada keturunan karena dari segi materi agak lebih untuk
mendapatkan pengakuan atau aktualisasi diri di masyarakat.8
7Ahmad Nasir, “Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”, diakses
melalui alamat http//jurnal.iriska.ac.id/index.php/gelar/article.view/1469/0, tanggal 01 Juni 2019. 8H.M. Yunus, Mantan Kepala dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-Alang,
Wawancaradengan Penulis, 15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio.
58
Budaya Siri bisa jadi salah diartikan dalam hal ini. Sejatinya budaya Siriitu
mulia secara konsep dan filosofis. Pada kenyataannya Siri memang masih tetap
diakui sebagai salah satu nilai budaya yang sangat mempengaruhi kepribadian
orang Bugis Makassar. Nilai Siri berupa rasa malu atau harga diri dijadikan
dasar bertindak orang Makassar dalam kehidupannya. Jadi kata Siri menunjukkan
rasa malu dan martabat atau harga diri. Kata Siri tidak tegas ditemukan dalam
Sure’ selleang I la Galigo (Manuskrip sastra kuno Bugis), namun terdapat kata
Siri atakka, yang merujuk pada nama dua jenis tanaman yang dipandang
mengandung pelambang terhadap kata Siri.
Nama tanaman itu adalah sirih. Siri berkaitan erat dengan hampir seluruh
petuah tentang perbuatan luhur di dalam manuskrip lima nilai yaitu kejujuran