KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book, media internet. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus- tulusnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih. Palembang, 06 Juli 2012 Penulis 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks
book, media internet.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril
maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Palembang, 06 Juli 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
A. SKENARIO 3
B. Klarifikasi Istilah 3
C. Identifikasi Masalah 4
D. Analisis Masalah 5
E. Keterkaitan Antar Masalah 28
F. Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issues) 29
G. Sintesis 29
H. Kerangka Konsep 59
I. Kesimpulan 60
DAFTAR PUSTAKA 61
2
A. SKENARIO
Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di
daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit
kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat
antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan
darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk
dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium
menyatakan Plasmodium falciparum (+++).
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Transmigran: Orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain.
2. Demam: Suhu badan lebih tinggi dari normal (37oC) karena sakit.
3. Klorokuin: Obat anti amuba dan anti-inflamasi yang dipakai dalam pengobatan
malaria, giardiasis, amebiasis ekstraintestinal, lupus eritematosus, dan arthritis
rematoid; juga dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat.
4. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium
dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah.
5. Pemeriksaan Apusan Darah: Pemeriksaan darah yang menilai berbagai unsure sel
darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit serta mencari adanya parasit.
6. Pemeriksaan Apusan Darah Tipis: Preparat membutuhkan sedikit darah dengan
melihat perubahan pada eritrosit.
7. Pemeriksaan Apusan Darah Tebal: Preparat darah dengan melihat darah secara
keseluruhan.
8. Plasmodium falciparum: Suatu parasit protozoa yang menyebabkan malaria pada
manusia, bersifat parasit pada sel darah manusia.
9. Menggigil: Tubuh bergetar secara involunter.
10. Obat Simptomatis: Obat yang mengatasi gejala-gejala yang muncul.
3
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal
di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai
sakit kepala dan mual-mual.
2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak
berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter.
3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium
falciparum (+++).
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen
1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal
Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa
Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat
disertai sakit kepala dan mual-mual.
TSH
2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat
simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat
telah diminum sesuai petunjuk dokter.
TSH VVV
3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan
tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++).
TSH
4
D. ANALISIS MASALAH
Masalah 1
Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal
di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit
kepala dan mual-mual.
1. Jelaskan mekanisme dari demam dan menggigil! (sesuai skenario)
Jawab:
Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan
yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan
oleh “zat toksis (racun)” yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi
karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu
sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya
serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali
dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita. Contoh “racun” yang paling mudah
5
adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam
tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen
eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan
adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata”
berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-
1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan
merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam
arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur
tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan
mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,
hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu
normal). suhu di luar tubuh sekarang berada dibawa dari suhu dalam tubuh dalam
artian disini terjadi peningkatan suhu dalam tubuh, keadaan ini memberikan ketidak
seimbangan diluar dan di dalam tubuh dan akibatnya terjadilah respon dingin/
menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh
yang lebih banyak atau dapat diberikan selimut.. Literature lainyya menjelaskan
bahwa kontraksi otot (menggigil) memberikan dampak berupa penurunan suplai darah
ke jaringan. Dengan demikian tubuh akan mengeluarkan panas berupa keringat .
Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus
yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam
atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik
(akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut
dengan kejang demam) Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses
terjadinya demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita
lakukan adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panas misal yang
sangat familiar adalah parasetamol.
Proses terjadinya berkeringat juga dijelaskan dalam literatur lain bahwa pemeriksaan
mikroskropis malaria membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
6
Seperti Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi
spesies parasit. Disini dapat disimpulkan bahwa terjadi proses peralihan suhu dalam
tubuh dan diluar, yang dimana proses ini merupakan suhu tinggi dalam tubuh menjadi
rendah akhirnya secara tidak langsung tubuh akan mengeluarkan panasnya berupa
berkeringat.
2. Jelaskan mekanisme dari berkeringat! (sesuai skenario)
Jawab:
Berkeringat terjadi akibat munculnya demam atau peningkatan suhu tubuh dari nilai
normal. Peningkatan suhu tubuh dari nilai normal ini akan menyebabkan produksi
keringat sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan panas dari tubuh sehingga menjaga
suhu inti tubuh tetap dalam batasan normal.
Pada keadaan demam, hipotalamus akan meningkatkan batas normal suhu tubuh dari
nilai normal, pada saat ini suhu inti tubuh yang normal akan menjadi lebih rendah dari
batas suhu tubuh hipotalamus, dan pada saat ini tubuh akan melakukan usaha
memparoleh panas, salah satunya melalui menggigil. Akan tetapi, ketika hipotalamus
mulai berusaha menurunkan batas suhu tubuh kembali, suhu tubuh pada saat ini akan
berada di atas batas suhu yang ditetapkan oleh hipotalamus dan oleh sebab itu akan,
tubuh akan berusaha mengeluarkan panas dari dalam tubuh salah satunya melalui
pengeluaran keringat.
3. Jelaskan mekanisme dari sakit kepala! (sesuai skenario)
berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari.
Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik:
awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah
dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga.
Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah
6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg
klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama.
Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama
3 hari.
Pemberian via parenteral mempunyai risiko tinggi bagi anak-anak sehingga
direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg).
Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c.
Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI.
Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres yang bisa
dicampur dengan sirup rasa coklat/cherry.
3. Mengapa setelah minum obat, gejala tidak berkurang?
Jawab:
Karena telah terjadi resistensi parasit terhadap obat antimalaria, seperti
klorokuin. Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi
adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan gejala tidak berkurang
walaupun obat antimalaria telah diminum sesuai petunjuk dokter.
Parasit malaria Plasmodium falciparum melakukan perlawanan dengan mengubah
genom agar resisten terhadap obat. Menurunnya sensitivitas dapat timbul akibat pengobatan
13
yang terus menerus dan tidak adekuat, sehingga terjadi adaptasi/mutasi dari parasit, di
samping itu juga diduga dibawa/ditularkan dari daerah yang resisten. Resistensi terjadi
karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena tekanan obat atau penggunaan obat
dalam dosis subkuratif. Resisten parasit terhadap klorokuin terjadi karena
(1) Tempat ikatan klorokuin pada eritrosit berkurang sehingga parasit dalam eritrosit
tidak dapat dibunuh .
(2) Mutasi terjadi multigen sehingga resisten cepat terjadi.
4. Bagaimana proses yang terjadi sehingga parasit tersebut menjadi resisten
terhadap obat secara genetic? (Gen dan Kromosom)
Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh
parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau
antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi
antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar
seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta
sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan
lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi
berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya
resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.
14
Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.
Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 :
Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin.
Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain
sensitif dan strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada
pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam
sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif.
Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum.
Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin pada kodon 76:
Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara
multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen
pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada
kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi
pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level
resistensi terhadap obat tersebut.
Mutasi gen pfmdr1:
Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt
sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan
genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida
ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam
amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada
nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor
penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam
resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.
Mutasi gen dhps:
Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan
DHPS. Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau
15
mengode PPPK-DHPS (207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan
plasmodium falciparum mengalami resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin.
Mutasi gen dhfr:
Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak
memiliki intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan
stop kodonnya pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat
menyebabkan resistensi silang antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan
perubahan asam amino pada kodon: Ala16Val dan Ser108Asn.
5. Jelaskan efek samping konsumsi obat klorokuin!
Jawab:
Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan. Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan
16
6. Apa pengaruh pengkonsumsian obat klorokuin dan obat simptomatis secara
bersamaan?
Jawab:
Pengobatan pada penyakit malaria ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
gejala pada penderita yaitu dengan menggunakan obat simptomatis dan juga obat
yang ditujukan pada parasitnya itu sendiri yaitu obat antimalaria. Sedangkan
penggunaan kedua obat tersebut secara bersamaan tidak memiliki pengaruh satu sama
lain dikarenakan fungsinya yang berbeda.
Masalah 3
Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium
falciparum (+++).
1. Jelaskan mekanisme pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal!
Jawab:
Pemeriksaan darah tepi (tetes tebal dan/atau hapusan tipis). Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam:
Cara pemeriksaan sediaan darah tebal
Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium malaria dapat
dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan penderita kemudian diletakkan
pada dek gelas dan biarkan kering, kemudian selama 5 –10 menit diwarnai dengan
pewarnaan giemsa yaitu cairan giemsa 10 % dalam larutan buffer PH 7,1. Setelah
selesai diwarnai maka sediaan darah dicuci dengan hati- hati selama 1-2 detik lalu
biarkan kering dan siap untuk diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal
diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit.
1. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP;
2. (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP;
3. (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP;
4. (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP;
17
5. (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP
Cara pemeriksaan sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengindentifikasi jenis parasit
malaria(P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale). Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum di
cat sedian darah difiksasi dulu dengan metanol murni.
Alat:1. Preparat tipis/ thin filmboleh difiksasi dengan methanol2. Preparat Tebal ( Thick Film)Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan
hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat
Cara Kerja1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari
jempol2. Antiseptic/ alcohol 70%3. Pijat jari agar konstriksi4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung
jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat
6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin
7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang kompleks. Pengorganisasian siklus sel
selama fase shcizogony erythrocytic sangat berbeda dengan siklus sel pada sel
mamalia atau yeast. Siklus selular fase G1, S, G2 dan M seperti yang ditemukan pada
sel lainnya tidak ditemukan pada sel parasit malaria (plasmodium). Proliferasi sel
parasit (plasmodium) termasuk pembelahan nukleus berada pada fase schizont,
sedangkan mekanisme segregasi organele dan morfogenesis sel anak terjadi pada fase
24
merozoit (Doerig et.al. 2008). Seperti halnya pada organisme lainnya, sikus sel pada
sel parasit malaria juga dipengaruhi oleh protein-protein yang memicu terjadi fase-
fase maturasi pada sel parasit.
Cyclin-dependent Kinases (CDK) berperan penting dalam perkembangan siklus sel
pada semua sel eukariotik. CDK telah diteliti sebagai target pengembangan obat yang
potensial dalam pengobatan kanker, penyakit infeksi, kardiovaskular dan gangguan
saraf. (Padmanaban, et.al, 2007). Pada Plasmodium falciparum, telah diidentifikasi
lebih dari tujuh protein kinase yang berhubungan dengan CDK dan empat cyclin
protein (Doerig et.al. 2008; Padmanaban, et..al, 2007). Diantara CDK yang ditemukan
pada P. Faciparum, Pfmrk memiliki kesamaan yang tinggi dengan CDK7 dan
mekanisme kerja Pfmrk adalah dengan cara berasosiasi dengan Pfcyc-1 untuk
memfosforilasi gugus karboksil pada RNA Polimerase II. Sampai saat ini beberapa
obat malaria yang diketahui dapat menghambat siklus sel parasit (plasmodium) antara
lain adalah quinolinone dan oxindole.
6. Jelaskan epidemiologi Plasmodium falciparum!
Jawab:
Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu.
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API.
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.
25
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2008
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 2. Peta Stratifikasi Malaria 2009
26
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 3. API per 100.000 Penduduk per provinsi Tahun 2009
Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran.
Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 4. Plasmodium Penyebab Malaria Tahun 2009
27
E. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
28
Tuan Budi, 30 tahun bertransmigrasi dari Jawa Tengah ke Amaroppa Papua
Terinfeksi Plasmodium falciparum
Terkena Malaria
Muncul gejala seperti demam dan menggigil,
berkeringat, sakit kepala dan mual-mual
Pemeriksaan Apusan Darah
Minum obat antimalaria klorokuin dan Obat simptomatis
lainnya
Plasmodium falciparum (+++)
Gejala tidak berkurang
F. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUE)
1. Malaria
2. Plasmodium falciparum
3. Mutasi Gen dan Resistensi
4. Pemeriksaan Apusan Darah
5. Klorokuin
G. SINTESIS
Malaria
DEFINISI
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal
sebagai malaria berat.
ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari
genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada
manusia antara lain: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale
dan Plasmodium malariae.
Plasmodium falciparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi
komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi.
Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa
yang non-imun adalah malaria serebral.
29
MASA INKUBASI
Masa inkubasi untuk P. falciparum adalah 7-12 hari, P. ovale dan P. vivax 10-14 hari,
dan P. malariae 4-6 minggu. Lama periode prodromal 3-5 hari dengan tanda-tanda
penyakit apatis, seperti nyeri kepala dan mual, anoreksia, rasa letih dan sakit.
Kemudian timbul serangan malaria primer yang khas seperti menggigil dan rasa
sangan dingin disusul dengan panas dan demam sangat tinggi yang disertai keringan
belimpah.
Serangan panas dingin terdiri dari tiga fase, yaitu:
Fase dingin berlangsung dari 30 menit sampai 1 jam karena timbulnya
penyempitan pembuluh (vasokontriksi). Penderita menggigil karena merasa
sangat dingin dan suhu badan meningkat sampai 410 C.
Fase panas segera menyusul pada saat tubuh merasa sangat panas selam kira-
kira 2-6 jam. Pada fase ini penderita sering mengigau (delirium).
Fase keringat kemudian menyusul. Pada fase ini penderita merasa sangat letih
dan ingin tidur.
SIKLUS HIDUP PARASIT.
Pada umumnya semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama, yaitu
sebagian didalam tubuh manusia (siklus aseksual) dan dalam tubuh Anopheles (siklus
seksual)
30
1) Siklus aseksual dapat dipecah dalam dua bagian, yaitu :
a. Siklus hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit menyengat
manusia dan dengan ludahnya menyuntikan “sporozoit” kedalam peredaran darah
yang untuk selanjutnya bermukim dalam sel-sel parenchym dalam hati. Nyamuk
jantan tidak menyengat karena hanya hidup dari tumbuh-tumbuhan.
b. Siklus darah (siklus eritrosit). Dari hati sebagian merozoit memasuki sel-sel darah
merah dan berkembang disini menjadi trofozoit. Dalam eritrosit terjadi pembelahan
aseksual pula (schizogoni).
2) Siklus seksual.
Setelah beberapa siklus, sebagian morozoit dalam eritrosit dapat berkembang menjadi
bentuk-bentuk seksual betina dan jantan. Gametosit ini tidak berkembang lagi dan
akan mati bila dihisap oleh anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk, terjadi
penggabungan (pembuahan) dari gametosis jantan dan betina menjadi zigot, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi ookista. Dalam
waktu tiga minggu terjelma banyak sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah
nyamuk. Bila nyamuk (betina) ini menyengat manusia, lengkaplah siklus hidup
parasit. Dengan ini jelaslah bahwa gametosit merupakan sumber penularan baru.
31
GAMBARAN KLINIS
Penderita malaria falciparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan
terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah
panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat
dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi,
sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8
senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere : somnolen atau delir
disertai disfungsi serebral.
Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak
lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan
anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan.
Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi,
opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian
tinggi.
Pada penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus disingkirkan
kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram
negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai
tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.
Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi
hemiparesis, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan
meningeal jarang. Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada
anak. Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria
sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemia dapat terjadi pada
penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemia
disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan
metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.
Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering
terjadi hipoglikemia, kejang, dan anemia berat. Pada orang dewasa sering terjadi
gagal ginjal akut, ikterus, dan udema paru. Biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan
32
kulit dan intestinal jarang. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi
nosokomial atau kemungkinan bakteremia. Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan
disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru, metabolik asidosis, perdarahn
gastrointestinal, hipovolemia dan ruptur limpa.
LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit
plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis
parasit. Bila hasil Θ, diulangi tiap 6-12 jam.
b. QBC ( semi quantitative buffy coat)
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC
adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick.
Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya
82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit
plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.3
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis malaria serebral
1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala
neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
4. Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi
5. Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti
33
DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Tifoid. Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih
bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batuk-
batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang ditemukan pada
demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu pertama kadang-kadang
bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu kedua, dianjurkan
pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu diagnosis.
Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang
kita temukan juga.
2. Septikemia. Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing,
dan genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis. Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh
virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis
4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS. Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok
dan tanda tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun
trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali
memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik. Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai
ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase
alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan membantu deteksi
abses hati dengan tepat.
PEMERIKSAAN DARAH TEPI
1. Pilih spreader yang tepinya rata
2. Pilih kaca obyek bersih & kering
3. Satu 1 tetes darah 1-1,5 cm. Tengah satu sisi kaca obyek (kanan), lihat gambar di
bawah ini:
34
4. Tarik spreader mundur menyentuh tetesan darah, membentuk sudut 25-30°, lihat
contoh gambar di bawah ini:
1. Setelah tetesan darah melebar (± 3 cm), dorong kaca penggeser, ke arah depan
cepat
6. Digeser sampai darah habis tergeser (apusan kurang lebih 3 cm panjangnya. Waktu
menggeser tekanan stabil, sudut 25-30 derajat, lihat contoh gambar di bawah ini:
7. Keringkan di udara, beri identitas di daerah yang tebal.
a. Letakkan tetes kecil darah vena/kapiler pada kaca objek glass(sebaiknya menggunakan
pipet kapiler)
b. Dengan kaca objek yang lain/ spreader bentuklah sudut 30-45°,lalu geser hingga
menyentuh tetesan darah
c. Tunggu tetesan darah menyebar pada spreader
d. Dorong spreader ke depan yang akan menghasilkan lapisan tipis darah di belakangnya
e. Sediaan darah hampir selesai. Kering anginkan preparat tersebut.
f. Hasil akhir lapisan tipis pada kaca objek. Setelah dikeringkan selama 10 menit,
kemudian dapat di warnai dengan pengecatan yang sesuai (Giemsa, atau Leishman’s,
atau Field’s, dan juga Romanowsky).
Cara melakukan perhitungan pada sediaan apusan :
1. Pilih bagian yang akan dipakai (zona dimana eritrosit tersebar rata)
50
2. Mulailah menghitung sel pada pinggir atas kebawah
3. Mulailah menghitung dari bagian ekor
Pemeriksaan
o Dengan perbesaran 10 X10 : Perhatikan distribusi sel darah pada sediaan microfilaria.
o Dengan perbesaran 40X10 : Hitung jenis leukosit dan morfologi sel darah
o Dengan perbesaran 100X10 : Perhatikan terhadap parasit malaria
Pemeriksaan apusan darah perifer untuk menunjukkan ada atau tidaknya parasit malaria,
spesies dan stadium malaria, dan kepadatan parasit. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah perifer tiga kali dan
hasil negatif, maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui :
a. Apusan darah tebal.
Ini merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Preparat dinyatakan negatif bila setelah
diperiksan 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan
parasit.
b. Apusan darah tipis.
Ini digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, karena bila dengan preparat darah
tebal sulit ditemukan. Bila jumlah parasit >100.000/µl darah, menandakan infeksi yang
berat.
Pemeriksaan semi kuantitatif :
(-) : tidak ada parasit dalam 100 LPB
(+) : ada 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ada 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ada 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ada >10 parasit dalam 1 LPB
Pemeriksaan kuantitatif : jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan tebal/tipis.
Klorokuin
51
- Nama generik : Klorokuin
- Nama dagang di Indonesia: Riboquin (Dexa Medica) dan Nivaquine (Rhone Poulenc
Rorer Indonesia).
Klorokuin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan dan kemoprofilaksis malaria
yang disebabkan P. vivak, P. malaria, P. ovale, dan P. falcifarum yang sensitif (P. falcifarum
yang tidak resisten terhadap Klorokuin). Kloroluin dengan depat mengakhiri demam (dlam
24 – 48 jam) dan membersihkan parasitemia (48 – 72 jam) yang disebabkan oleh parasit yang
sensitif. Selain untuk pengobatan Klorokuin juga merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih
disukai pada wilayah malaria tanpa malaria falcifarum yang resisten.Klorokuin merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan psoriasis atau porfuria, karena berpotensi mencetuskan
serangan akut dari penderita tersebut. Secara umum, sebaiknya Klorokuin tidak digunakan
pada pasien dengan kelainan retina atau miopati. Agen antidiare kaolin dan antasida yang
mengandung kalsium dan magnesium menganggu penyerapan Klorokuin dan sebaiknya tidak
diberikan bersama-sama Klorokuin. Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150
mg. berikut ini akan dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai
profilaksis dan serangan akut.
3. Profilaksis (Terapi Pencegahan)
a. Anak
Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih
dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum
berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik.
b. Dewasa
Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian
ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu
setelah berada di daerah endemik.
4. Serangan Akut
a. Anak
52
Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal sebesar 5
mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg/hari
selama 2 hari.
b. Dewasa
Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300 mg,
selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25 mg/kg Klorokuin
basa).
Efek samping yang timbul karena penggunaan Klorokuin adalah gangguan saluran
cerna, sakit kepala, kejang, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam,
pruritis). Pemberian obat setelah makan dapat mengurangi beberapa efek yang tidak
diinginkan seperti gangguan saluran pencernaan. Reaksi yang jarang terjadi meliputi
hemolisis pada pasien yang mengalami defisiensi Glucase 6-Phosphate
Dehidrogenase (G6PD), dan hipotensi. Pemberian dosis tinggi dalam jangka panjang
pada penderita rematik akan menimbulkan ototoksisitas irreversible, retinopati,
miopati, dan neuropati perifer. Abnormalitas ini jarang dijumpai bila diberikan
dengan dosis standar mingguan untuk profilaksis.
Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari
atau dosisnya dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien
gagal ginjal sebesar 50% dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil
masuk dalam kategori C. Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and
benefit. Dosis lazim untuk dewasa dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita
malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk infeksi P. ovale dan P. vivak dengan
menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan berakhir. Sedangkan
Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama kehamilan.
Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu
menyusui tidak direkomendasikan.
Deskripsi - Nama & Struktur
Kimia:
C18H26ClN3- Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, titik
leleh antara 87-92°C.Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam kloroform, dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam suhu kamar
53
25°C.- Keterangan : -Golongan/Kelas Terapi Anti Infeksi Nama Dagang - Avloclor - Resochin - NevaquineIndikasi
Digunakan untuk profilaksis malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum. Terapi kuratif malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum pengobatan amoebiasis ekstraintestinal, Reumathoid Arthritis dan Lupus Erythematosus. Infeksi parasit lain (babesiosis). Penggunaan lain: pofiria cutanea tarda, polimorfis ringan, solar urticaria, sarcoidosis
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin;
Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal: Clcr kurang dari 10 ml/menit: 50 % dosis haemodialisis.
Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis,terapi dimulai dari 1-2 minggu dari awal sampai terkena malaria,dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria.
Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap minggunya.
Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan, dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari 300mg/hari.
Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa.
Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari.
Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik: awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga.
Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah 6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama.
54
Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama 3 hari.
Pemberian via parenteral mempunyai risiko tinggi bagi anak-anak sehingga direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg).
Ekstraintestinal amoebiasis:
Dosis Dewasa : 600 mg kloroquin (1g kloroquin phospat) satu kali sehari selama 2 hari, dilanjutkan 300 mg 1x sehari ± 2-3 minggu. Dosis Anak-anak:10 mg/kg (16,7 mg/kg klorokuin fosfat) 1x sehari selama 2-3 minggu.
Jika respon klinik tidak muncul setelah 4-6 minggu, maka pengobatan dengan klorokuin dilanjutkan selama 4 bulan. Setelah fase remisi menunjukkan perbaikan maksimum, maka dosis dikurangi.
Jika manifestasi sistemik dan kutaneus LE sudah berkurang, maka dosis klorokuin diturunkan secara gradual selama beberapa bulan dan obat dihentikan perlahan.
Cara pemberian: Klorokuin fosfat diberikan secara peroral, ketika pemberian peroral tidak memungkinkan maka klorokuin hidroklorida secara IM, akan tetapi pemberian IM harus diganti pemberian secara oral sesegera mungkin.
Pada pasien asma berat dapat diberikan melalui infus i.v/s.c.
Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c. Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI.
Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres yang bisa dicampurdengan sirup rasa coklat/cherry.
Farmakologi
Absorbsi: Oral cepat (mendekati 89%). Distribusi: terdistribusi luas pada semua jaringan tubuh (mata, jantung, ginjal, hati dan paru-paru) dimana retensinya mengalami perpanjangan, menembus plasenta, disekresikan ke ASI.
Durasi : sejumlah kecil obat tetap ditemukan di urine selama sebulan walaupun terapi sudah dihentikan.
Ekskresi melalui urine (sekitar 70% sebagai obat utuh), pengasaman urine menaikkan eliminasi.
55
T max serum 1-2 jam
Stabilitas Penyimpanan
Suspensi klorokuin 10 mg/ml dibuat dengan mencampur 500 mg klorokuin fosfat (=300 mg klorokuin/tablet) dengan air steril secara geometris, tambahkan sirup cherry, campur sampai homogen sehingga volume akhir 60 ml, stabil sampai 4 minggu ketika disimpan dalam refrigator atau suhu 29ºC. Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah tertutup pada suhu 25ºC, masih bisa stabil pada suhu 15-30ºC. Injeksi kloroquin hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30ºC.
Kontraindikasi
Pasien yang hipersensitivitas dengan derivat 4-amino quinolin; Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan retinal, segera hentikan klorokuin jika terjadi gangguan penglihatan. Klorokuin jangan digunakan pada pasien psoriasis karena klorokiun dilaporkan dapat menyebabkan eksaserbasi porfiria
Efek Samping
Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan.
Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Efek sitokrom P450: menghambat CYP2D6, Dengan simetidin konsentrasi klorokuin dalam serum meningkat. Kaolin dan magnesium trisilikat : menurunkan absorbsi klorokuin. Etanol : meningkatkan iritasi GI. Perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria
56
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan :
Keamanan penggunaan klorokuin selama kehamilan belum pasti sehingga penggunaan klorokuin pada wanita hamil hanya jika benar-benar diperlukan. Studi pada tikus hamil menunjukkan pada klorokuin dapat menembus plasenta dan terakumulasi pada struktur melanin pada mata fetus dan tetap bertahan pada jaringan mata selama 5 bulan setelah obat habis tereliminasi dari tubuh.
Penggunaan klorokuin selama kehamilan pada dosis 250 mg 2xsehari untuk terapi LE dapat mengakibatkan berkurangnya 8 fungsi syaraf, posterior colom defect dan retardasi mental pada beberapa anak, degenerasi retina juga dilaporkan pada 2 anak yang ibunya menerima kloroquin selama kehamilan akan tetapi kloroquin telah digunakan sebagai profilaksis dan terapi malaria pada wanita hamil tanpa terbukti mempunyai efek samping dan WHO, CDC dan sebagian dokter menyatakan bahwa manfaat pada wanita hamil lebih besar dibanndingkan resiko pada fetus. Infeksi malaria pada wanita hamil dapat menjadi parah dan menaikkan resiko prematur,aborsi,lahir cacat sehingga wanita hamil sebaiknya menghindari pada endemik malaria.
Sejumlah kecil klorokuin dan desentilkloroquin terdistribusi dalam ASI.
Dosis tunggal 300/600 mg per hari secara oral selama menyusui menghasilkan kadar obat dalam ASI sebasar 0,4-0,7 % sehinggga diperlukan penyesuaian dosis.
- Terhadap Ibu Menyusui : -
- Terhadap Anak-anak : Anak-anak yang sensitif terhadap derivat 4- aminokuinolin dilaporkan mengalami akibat fatal pada pemberian klorokuin parental dosis kecil. Dosis oral untuk anak-anak harus dipantau secara ketat. Pemberian dosis untuk anak-anak harus ketat
- Terhadap Hasil Laboratorium : -
Parameter Monitoring
Pemantauan CBC, oftalmologi secara periodik perlu dilakukan pada pasien yang menerima terapi jangka panjang. Perlu dilakukan test terhadap fungsi otot, lutut, siku
Bentuk Sediaan
Injeksi Klorokuin Hidroklorida 50 mg/ml Setara Dengan 40 mg Klorokuin. Tablet Salut Film 300 mg Klorokuin
Peringatan
57
Perlu perhatian pada pasien alkoholis dan obat hepatotoksik lain pada saat penggunaan klorokuin. Perlu perhatian pada pasien defisiensi G-6- phospat dehidrogenasi. Penggunaan obat ini dapat menyebabkan kekambuhan psoriasis, porfiria, dan retinopati.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Sebelum menggunakan obat; Kondisi yang mempengaruhi penggunaan, khususnya hipersensitifitas terhadap klorokuin maupun hidroklorokuin. Kehamilan dapat menyebabkan toksisitas pada janin saat diberikan pada ibu dalam dosis terapetik. Walaupun demikian klorokuin belum menunjukkan menyebabkan efek samping pada janin saat digunakan sebagai profilaksis malaria maupun amoebiasis hepatik. Penggunaan pada anak-anak, bayi dan anak sangat sensitif terhadap efek dari klorokuin. Masalah kesehatan lain, khususnya gagal fungsi hati, gangguan kelainan darah, gangguan kelainan neurologik atau adanya perubahan retina atau bidang visual. Kesesuaian penggunaan obat;gunakan bersama makanan atau susu utk mengurangi kemungkinan iritasi gastrointestinal.Jaga obat jauh dari jangkauan anak-anak,kejadian fatal dilaporkan terjadi dimana 300 mg klorokuin basa(1 tablet)tertelan anak umur 12 tahun. Penting untuk tidak menggunakan obat melebihi jumlah yang dianjurkan. Penting untuk tidak lupa minum obat dan memakainya sesuai jadwal reguler. Saat lupa minum obat, maka jika jadwal minum obat adalah tiap 7 hari maka diminum sesegera mungkin. Jika tiap hari, diminum sesegera mungkin, jangan diminum jika terlupa sampai hari berikutnya atau jangan menggandakan dosis. Jika lebih dari sekali sehari, diminum segera jika teringat dalam jangka waktu antara 1 jam, jangan diminum jika telah terlewat/jangan menggandakan dosis. Kesesuaian penyimpanan obat. Untuk pencegahan malaria. Mulai pengobatan 1 sampai 2 minggu sebelum memasuki area malaria untuk memastikan respon pasien dan memberi waktu untuk mengganti obat lainnya bila reaksi terjadi. Lanjutkan pengobatan selama tinggal di area & selama 4 mgg setelah meninggalkan area,periksa ke dokter secepatnya bila terjadi demam selama perjalanan atau dalam jangka waktu 2 jam setelah meninggalkan area endemik. Perhatian selama menggunakan obat ini; Kunjungan berkala ke dokter untuk memeriksa adanya masalah darah, kelemahan otot, dan pengujian penglihatan selama atau setelah terapi jangka panjang. Periksa ke dokter jika tidak ada perubahan dalam beberapa hari (atau beberapa minggu atau beberapa bulan untuk artritis). Hati-hati bila pandangan kabur, kesulitan saat membaca maupun perubahan lainnya pada penglihatan. Minum obat dengan makanan untuk merunkan GI upset. Segera laporkan bila terjadi gangguan penglihatan atau kesulitan mendengar. Obat dapat menyebabkan diare, penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut segera periksa ke dokter jika hal tersebut terjadi dan memburuk.
Mekanisme Aksi
Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein.
58
Monitoring Penggunaan Obat
Hitung Darah Lengkap (CBCs) (dianjurkan secara periodik selama terapi harian diperpanjang dg klorokuin, bila gangguan darah diskrasia terjadi yg bukan merupakan bagian dari penyakit yg diobati, penghentian penggunaan chloroquine harus dipertimbangkan). Pengujian oftalmologi, termasuk ketajaman visual, expert slit-lamp, funduscopic, tes bidang visual. (dianjurkan sebelum dan setidaknya setiap 3 sampai 6 bulan selama terapi harian diperpanjang, sejak dilaporkan terjadi kerusakan retina yang irreversible pada terapi jangka panjang atau dosis besar. Luka serius penglihatan diduga berkaitan dengan dosis total kumulatif lebih dari 150 mg atau 2,4 mg (basa) per kg per hari klorokuin mungkin merupakan faktor penentu yang paling penting. Setiap abnormalitas retina atau penglihatan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dikarenakan kesulitan pengumpulan atau opasitas kornea seharusnya dimonitor mengikuti penghentian dari terapi, sejak perubahan retina dan gangguan penglihatan dapat memburuk walaupun setelah penghentian terapi)
H. KERANGKA KONSEP
59
Infeksi yang sering dan pengobatan tidak tuntas di daerah endemik
Mutasi gen pfcrt kodon 76
Tn Budi transmigrasi dari daerah prevalensi malaria rendah ke daerah prevalensi malaria tinggi