EpidemiologiGPPH gejalanya timbul pada anak2 yang usia merupakan
epilepsi. Awalnya merupakan kejang demam. Namun berlanjut saat usia
>5 tahun. Kejang juga tanpa diprovokasi. Etiologi :Faktor
genetik : mutasi pada gen reseptor dopamin 4. seorang saudara
kandung menderita gpph maka saudaranya 5-6 kali beresikoKembar
identik = 55-60%Anatomi otak : kerusakan pada lobus prefrontalis
dan nucleus caudatus. Cerebellum, globus palidus.Gangguan transpor
dopamin : biasa ada karena Faktor psikososial : emosi anak yang
labil.DD : 1.sindrom tourette.1. Epilepsi2. Gangguan bipolar pada
anak (mania)3. Autisme4. Retardasi mental5. GPPHPemeriksaan yang
dapat dilakukan -anamnesis, pemeriksaan status mental, pemeriksaan
perkembangan anak mis. Denver atau kpsp. -pemeriksaan GPPH
(kuisioner yang ditanyakan pada orang tua atau guru)>15
kemungkinan gpph 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi
valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
1,2IndikasiValproat efektif untuk mania akut, campuran akut,
depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang
tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan
remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2Efek SampingValproat
ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat
ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini
sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan
dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal
lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat
sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
1,2
LamotriginLamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar
depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat
pelepasan glutamat. 1,2FarmakokinetikLamotrigin oral diabsorbsi
dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan mencapai
konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin
dieksresikan dalam bentuk utuh. 1,2IndikasiEfektif untuk mengobati
episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.
Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2DosisBerkisar
antara 50-200 mg/hari. 1,2Efek SampingSakit kepala, mual, muntah,
pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di
kulit.1,2
Antipsikotika AtipikAntipsikotika atipik, baik monoterapi maupun
kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB.
Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,
risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1,2
RisperidonRisperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan
antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah
klozapin. 1,2AbsorbsiRisperidon diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
1,2DosisUntuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk
sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah
2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4
mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon
injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi
rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua
adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg,
dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
1,2IndikasiRisperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula
untuk terapi rumatan. 1,2Efek SampingSedasi, fatig, pusing
ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah
seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila
dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat
secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut
kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa
pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan
prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon. 1,2
OlanzapinOlanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang
memiliki afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5,
serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1-
adrenergik. 1,2IndikasiOlanzapin mendapat persetujuan dari FDA
untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu,
olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB. 1,2DosisKisaran
dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2Efek SampingSedasi
dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi
kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat
diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup,
diet dan latihan fisik. 1,2
QuetiapinQuetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang
bekerja sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2,
histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah
terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin
5-HT2A.1,2DosisKisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu
200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate
release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan
pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR
dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 1,2IndikasiQuetiapin
efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus
cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2Efek
SampingQuetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi
merupakan efek samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini
berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan
dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan
dengan antipsikotika tipikal. 1,2
AripiprazolAripiprazol adalah stabilisator sistem
dopamin-serotonin. 1,2FarmakologiAripiprazol merupakan agonis
parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia
juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas
sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1),
dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan
reseptor muskarinik kolinergik. 1,2DosisAripiprazol tersedia dalam
bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per
hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu
antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa
mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat
meningkatkan tolerabilitas. 1,2IndikasiAripiprazol efektif pada GB,
episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk
terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan
pada GB I, episode depresi. 1,2Efek SampingSakit kepala, mengantuk,
agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang
tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang
mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda
secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan
kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering
mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui.
Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada
penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin
juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan
interval QT. 1,2Antidepresan1) Derivat trisiklik Imipramin (dosis
lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum
250-300 mg sehari) Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat
dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari).
1,22) Derivat tetrasiklik Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim :
30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari). 1,23) Derivat
MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor) Moclobemide (dosis lazim : 300
mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan 600
mg/ hari). 1,24) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor) Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan
maksimum 200 mg/hr) Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada
pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)
Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya
pada malam hari, maksimum dosis 300 mg) Paroxetine, Citalopram
(dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari). 1,25) Derivat
SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor) Venlafaxine (dosis
lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg
1x/hari), Duloxetine. 1,2Referensi :1. Amir N. Gangguan mood
bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.1. Konsesus Nasional Terapi
Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar. Jakarta:
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.1. Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplans and sadocks synopsis of psychiatry
behavioral sciences and clinical psychiatry. 10th
edition.Philadelphia: Lippincott William and
Wilkins;2007.p.527-62.1. American Psychiatry Assosiasion. Practice
guideline for the treatment of patients with bipolar disorder. 2nd
edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April 2013.1. Departemen
Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
1993.hlm.140-50.1. Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder.
22 April 2013. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 24 April
2013.1. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009.
Diunduh dari www.umm.edu, 24 April 2013.1. Fakultas Kedokteran
Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2010.hlm.197-208.1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA.
Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi
dokter Indonesia.2012. Diunduh dari pdk3mi.org, 5 Mei 2013.
b. EPILEPSIKejang Parsial Parsial sederhana (kesadaran tidak
terganggu) Motor Sensorik Automatic Psikis Parsial kompleks
(kesadaran terganggu) Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
Kesadaran terganggu saat awal awitan Kejang parsial dengan
generalisasi sekunder Parsial sederhana menjadi tonik-klonik umum
Parsial kompleks menjadi tonik-klonik umum
Kejang Umum Absan (tipikal atipikal) Kejang umum tonik-klonik
Kejang tonik Kejang klonik Kejang mioklonik Kejang atonik
Kejang yang tidak dapat diklsifikasikan
(International League Againts Epilepsi, 1981) 31. Kejang
ParsialKejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik
otak yang terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu
bagian dari hemisfer otak. Kejang parsial sederhana tidak disertai
penurunan kesadaranAdalah kejang dengan onset lokal pada 1 bagian
tubuh tanpa terganggunya kesadaran. Kejang parsial kompleks
disertai dengan penurunan kesadaranEpilepsi parsial kompleks
disebut sebagai epilepsi lobus temporal karena adanya fokus dilobus
temporal atau sistim limbik dan sebagai epilepsi psikomotor karena
manifestasi psikis dan motor yang ditunjukkan.2. Kejang UmumKejang
umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang
terjadi pada seluruh hemisfer otak secara simultan AbsensCiri khas
serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan
klonik pada mata, dagu dan bibir. MioklonikKejang mioklonik adalah
kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada
wajah, batang tubuh, satau atau lebih ekstremitas, atau satu grup
otot. Dapat berulang atau tunggal. KlonikPada kejang tipe ini tidak
ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai terutama
sekali pada anak. TonikMerupakan kontraksi otot yang kaku,
menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya
terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai
rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan
kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup,
konjungtiva tidak sensitif, pupil dilatasi. Tonik KlonikMerupakan
suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti
oleh gerakan klonik. AtonikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi
secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh
tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.3. Kejang Tidak
Dapat DiklasifikasiSebagian besar serangan yang terjadi pada bayi
baru lahir termasuk golongan ini.Berdasarkan alloanamnesis dapat
dilihat bahwa anak menunjukkan gejala kejang tipe atonik. Hal ini
ditunjukkan dengan gejala anak yang tiba-tiba seperti tidak
memiliki kekuatan dan langsung terjatuh. Kondisi kejang tipe atonik
diperkirakan adanya induksi listrik berlebih pada daerah motorik
negatif yang mengakibatkan penghambatan motorik dan adanya induksi
berlebih listrik dari daerah korteks sensorimotor primer, jalur
talamokortikal dan jalur batang otak yang mengaktifasi formasi
retikuler pontomedulari yang berperan pada keseimbangan dan gerakan
tubuh. 5Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan mengatasi kejang
dengan obat Antiepilepsi Table 2. Pilihan OAE berdasarkan tipe
serangan epilepsi 7Tipe KejangMonoterapiTerpai Tambahan
Pilihan IPilihan II
Parsial/fokalKarbamazepinFenitoinOxcarbamazepineAsam
valproatFenobarbitalPrimidoneLeviracetam, TopiramateLamotrigine,
TiagabineZonisamide, Felbamate, gabapentin
Tonik-klonik umumAsam
valproatFenitoninFenobarbitalKarbamazepineClonazepamPrimidoneTopiramate,
lamotrigine, felbamate, zonisamide
Tonik, klonik,atonikAsam
valproateFenobarbitalClonazepamLeviracetam, lamotrigine,
topiramate, felbamate, zonisamide
AbsanEthosuximidAsam valproateFelbamate, lamotrigine,
acetazolamide
MioklonikAsam valproateKlonazepamFenobarbital
Lepiracetam, Lamotrigine, Topiramat, Felbamte, Zonisamide
Penggolongan obat antiepilepsi 8(1) HidantoinFenitoinFenitoin
memiliki range terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien
dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah. Mekanisme aksi
fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang
mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel
berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh
depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis awal penggunaan
fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6
jam . Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin
adalah depresi pada SSP.(2) BarbituratFenobarbitalAksi utama
fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan
Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai
efek langsung terhadap reseptor GABA, aktivasi reseptor barbiturat
akan meningkatkan durasi pembukaan reseptor GABAA dan meningkatkan
konduktan post-sinap klorida. Efek samping SSP merupakan hal yang
umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping lain yang
mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi.
Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan
hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat menyebabkan kemerahan
kulit, dan Stevens-Johnson syndrome.(3)
DeoksibarbituratPrimidonPrimidon mempunyai efek penurunan pada
neuron eksitatori . Efek anti kejang primidon hampir sama dengan
fenobarbital, namun kurang poten. Efek samping yang sering terjadi
antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan,
perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.(4)
Iminostilben KarbamazepinKarbamazepin secara kimia merupakan
golongan antidepresan trisiklik. Karbamazepin menghambat kanal Na+,
yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel
berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh
depolarisasi terus-menerus pada neuron . Dosis pada anak dengan
usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12
tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan
400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa
400 mg 2 kali sehari . Efek samping yang sering terjadi pada
penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan
berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat
berdiri tegak) dan Hyponatremia. (5) Asam valproatAsam valproat
dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya atau
mengaktivasi sintesis GABA. Dosis penggunaan asam valproat 10-15
mg/kg/hari (11). Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan
pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah, anorexia, dan
peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan
adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor. Asam valproat
mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang
berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik. (6)
BenzodiazepinBenzodiazepin merupakan agonis GABA, sehingga aktivasi
reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan
reseptor GABA. Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5
mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau
lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 4-40 mg/hari. Efek samping yang mungkin
terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan
kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit,
konstipasi, dan mual.REFERENSI3. P.G. Vining. Tonic and atonic
seizures: Medical therapy and ketogenic diet. International League
Against Epilepsy. USA: Johns Hopkins Medical Institutions. 2009.5.
Harsono. Epilepsi, edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press 2007.7. Suwarba, I Gusti. Insiden dan karakteristik klinis
epilepsi pada anak. Sari pediatric.Vol.13. Jakarta: EGC. 2011.8.
McNemara, J.O. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, vol 1. Jakarta:
EGC. 2008.-C.Retardasi mentalMenurut pedoman diagnostik PPDGJ III
intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri,
melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan
khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua
ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap
individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama
pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan
hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau
mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi
(misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini
akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik
dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.Penilaian
tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan
dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.Untuk
diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari hari. Gangguan jiwa dan fisik yang
menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran
klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu
kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian
kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan
khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan
seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan
permasalahan lintas budaya.2Kriteria diagnostik untuk RM menurut
DSM IV TR adalah sebagai berikut :1. Fungsi intelektual dibawah
rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual.2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama
dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku
sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2
hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga,
ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas,
mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,
pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan3. Awitan terjadi
sebelum usia 18 tahunKode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV
TR adalah sebagai berikut :4317Retardasi mental ringan, IQ 50 55
sampai 70318Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50
55318.1Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40318.2Retardasi
mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25Fungsi intelektual dapat
diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan
sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :3IQ
= MA/CA x 100%MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil
tesCA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan
perhitungan tanggal lahirRetardasi mental berhubungan dengan
beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor psikososial. Terapi
yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.1
A. Pencegahan PrimerPencegahan primer merupakan tindakan yang
dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi
mental. Tindakan tersebut termasuk : Pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk
menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang
optimal. Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan
kerusakan system saraf pusat.Konseling keluarga dan genetik
membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam keluarga
dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi
mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah,
pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai
program pelengkap dan bantuan pelayanan social dapat menolong
menekan komplikasi medis dan psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan TersierJika suatu gangguan yang
disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus
diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan
sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi
setelahnya (pencegahan tersier).Gangguan metabolik dan endokrin
herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati dalam
stadium awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian
hormone.Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan
emosional dan perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan
kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki anak tersebut
memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi
berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anakLingkungan pendidikan untuk anak-anak
dengan retardasi mental harus termasuk program yang lengkap yang
menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial,
dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi
kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak
dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi
hidup nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamikaKesulitan dalam
beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat
bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam
kombinasi mungkin berguna.Terapi perilaku telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan
untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi
pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai
hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak
diinginkan telah banyak menolong.Terapi kognitif seperti
menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan
instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien
retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.Terapi
psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan
keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang
menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
c. Pendidikan keluargaSatu bidang yang penting dalam pendidikan
keluarga dari pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara
meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan
yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk
menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan
lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di
luar konteks keluarga.Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari
konseling yang terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus
asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan
kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik
harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan
terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan
(seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).
d. Intervensi farmakologisPendekatan farmakologis dalam terpai
gangguan mental komorbid pada pasien retardasi mental adalah banyak
kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi
mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai
medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi
mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada
pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering
terjadi di antara retardasi mental: Agresi dan perilaku melukai
diri sendiri Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa
lithium (Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan perilaku
melukai diri sendiri. Antagonis narkotik seperti naltrexone
(Trexan) telah dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri
pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik
untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan
sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat
mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan
dengan melukai diri sendiri. Carbamazepine (Tegretol) dan valproic
acid (Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa
kasus perilaku melukai diri sendiri. Gerakan motorik
stereotipikMedikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan
chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang
berulang pada pasien retardasi mental, terapi medikasi tersebut
tidak meningkatkan perilaku adaptif. Beberapa anak dan orang dewasa
(sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi
mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi
antipsikotik. Perilaku kemarahan eksplosifPenhambat-, seperti
propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan
penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan
sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur. Gangguan defisit
atensi/hiperaktivitasPenelitian terapi methylphenidate pada pasien
retardasi mental ringan dengan gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam
kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya
perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
REFERENSI1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental.
Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis,
Binarupa Aksara, Jakarta, 20102. Elvira SD, Hadisukanto G.
Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 20104. Maslim R. F70-F79 Retardasi
Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya, Jakarta, 2003
D. SINDROM TOURETTESindrom tourette merupakan salah satu
klasifikasi gangguan tics. Tics merupakan gerakan motorik yang
involunter, cepat, berulang-ulang dan tidak berirama atau
terjadinya gangguan vokal yang mendadak dan dilakukan tanpa adanya
tujuan yang nyata. Tics memiliki 2 gejala utama gangguan motorik
seperti kedipan mata, gerakan kepala tanpa sebab, atau
menyentak-nyentakkan kaki; gangguan vokal seperti pasien berdehem,
mendecak lidah, menjerit atau merintih.Gangguan tics menurut
beberapa sumber merupakan gangguan yang disebabkan kerusakan
ganglia basalis dan gangguan neurotransmitter berupa peningkatan
dopamin ataupun karena supersensitivitas reseptor post sinaps
dopamin.Tics diklasifikasikan menjadi 4, yaitu sindrom tourette,
tics persisten/kronik, tics transient, tics NOS. Kriteria diagnosis
menurut DSM IVSindrom tourette :a. Terdapat 2 atau lebih gejala
tics motorik ditambah minimal 1 gejala tics vokal, walaupun
munculnya tidak selalu terjadi bersamaan.b. Kondisi ini dialami 1
tahun. Terjadi banyak kali dalam sehari dan terjadinya hampir
setiap hari atau dapat berupa gejala on/off selama 1 tahunc.
Onsetnya muncul pada usia kurang dari 18 tahund. Gejala timbul
bukan karena efek dari pengguanaan zat ataupun kondisi medis
tertentu dengan gejala tics seperti huntington atau ensefalitis
viral.Gangguan tics persistena. Terdapat 1 atau lebih gejala tics
motorik atau vokal, tetapi tidak keduanya bersama-samab. Kondisi
ini dialami lebih dari 1 tahun. Terjadi banyak kali dalam sehari
dan terjadinya hampir setiap hari atau dapat berupa gejala on/off
selama 1 tahunc. Onsetnya muncul pada usia kurang dari 18 tahund.
Gejala timbul bukan karena efek dari pengguanaan zat ataupun
kondisi medis tertentu dengan gejala tics seperti huntington atau
ensefalitis viral.e. Tidak didiagnosis dengan sindrom
touretteGangguan tics transienta. Terdapat 1 atau lebih tics
motorik atau tics vokalb. Kondisi ini dialami minimal 4 minggu
tetapi kurang dari 12 bulan.c. Onsetnya muncul pada usia kurang
dari 18 tahund. Gejala timbul bukan karena efek dari pengguanaan
zat ataupun kondisi medis tertentu dengan gejala tics seperti
huntington atau ensefalitis viral.e. Tidak didiagnosis dengan
sindrom tourette atau gangguan tics persistenGangguan tics
NOSMerupakan gangguan tics yang tidak dapat diklasifikasikan dalam
ketiga klasifikasi lain yaitu gejala yang timbul kurang dari 4
minggu atau pada usia yang lebih dari 18 tahun.Penatalaksanaan yang
dapat diberikan antara lain:a. Dopamin reseptor blocker, misalnya
haloperidol dengan dosis 0,5 mg/harib. Stimulan CNS untuk GPPH,
mislanya dextroamphetamin dosisnya 5 mg/haric. Noradrenalin,
misalnya clonidive dengan dosis 0,1 mg/hari d. Serotonergik,
misalnya triptophan atau benzodiazepineE.AUTISMEAutisme masa kanak
merupakan salah satu jenis gangguan yang terdapat pada kelompok
gangguan perkembangan pervasif, yang biasanya muncul sebelum usia 3
tahun. Gangguan ini juga dikenal dengan istilah autisme infantil.
Kondisi ini mengakibatkan gangguan pada interaksi sosial, pola
komunikasi, minat dan gerakan yang terbatas, steretipik dan
diulang-ulang.Gangguan perkembangan pervasif merupakan kelompok
gangguan yang ditandai dengan abnormalitas kualitatif dalam
interaksi sosial dan pola komunikasi disertai minat dan gerakan
yang terbatas, stereotipik dan berulang. Pervasif berarti bahwa
gangguan tersebut sangat berat dan luas yang mempengaruhi fungsi
individu secara mendalam dalam segala situasi.Beberapa gangguan
yang digolongkan dalam PDD :1. Gangguan autistikA. Terdapat 6 atau
lebih item (1), (2), dan (3) yaitu minimal 2 dari (1), dan 1 dari
(2) dan (3)(1) Hambatan interaksi sosial, manifestasi:a. Hambatan
dalam menggunakan bahasa nonverbal seperti kontak mata, ekspresi
wajah, postur tubuh, dan gerakan dalam interaksi sosialb. Gagal
mengembangkan hubungan yang tepat ke tingkat perkembanganc.
Kurangnya spontanitas untuk berbagi kenikmatan, minat, atau hal-hal
yang didapatkan kepada orang lain.d. Kurangnya imbal balik sosial
atau emosional(2) Hambatan komunikasi, manifestasi :a. Terlambat
atau sangat kurangnya perkembangan berbahasab. Pada individu dengan
kemampuan bahasa yang baik, ditandai dengan hambatan kemampuan
mengikuti jalannya percakapanc. Penggunaan bahasan yang repetitif
dan stereotipik atau bahasa idiosinkratikd. Kurang bervariasi,
permainan (3) Restriktif, repetitif, stereotipik pada perilaku,
minat dan aktivitasa. Keasyikan dengan satu atau lebih pola
ketertarikan stereotipik atau terbatas yang abnormal baik
intensitas ataupun fokusnyab. Kepatuhan tidak fleksibel sampai
spesifik, futinitas nonfungsional atau ritualc. Stereotipe dan laku
motorik berulangd. Preokupasi persisten dengan bagian dari objekB.
Terdapatnya delay atau abnoralitas Menurut PPDGJ III, kriteria
diagnosis :a. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum
usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang :
interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan
berulangb. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang
normal sebelumnya, tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah
menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosisnya sudah
dapat ditegakkan. Tetapi gejalanya dapat didiagnosis pada semua
kelompok umurc. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi
sosial yang timbal balik. Ini berbentuk apresiasi yang tidak
adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai
kurangnya respon terhadpa emosi orang lain dan/atau kurangnya
modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial, buruk dalam
menggunakan isyarat sosial dan intergasi yang lemah dalam perilaku
sosial, emosional dan komunikasi, dan khususnya kurang respon
timbal balik sosioemosional.d. Demikian juga terdapat hendaya
kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya keterampilan
penggunaan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial; hendaya
dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial. Keserasian yang
buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan.
Buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan kreativitas dan
fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang.e. Kondisi ini juga
ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
berulang dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan bersikap kaku
dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ini biasanya
berlaku untuk kegiatan baru, kegaiatan sehari-hari dan aktivitas
bermain. Terutama sekali dalam masa kanak yang dini adanya
kelekatan dengan benda aneh, khususnya benda yang tidak lunak. Anak
memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya tidak
perlu. f. Semuat tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya
dengan autisme.g. Autisme tak khasDibedakan dari autisme dalam usia
timbulnya gejala (biasanya timbul setelah usia 3 tahun) atau dari
tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik autisme. Autisme
tidak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental
berat, yang sangat rendah kemampuannya. Jadi autisme tak khas
secara bermakna merupakan kondisi yang terpisah dari autisme.
Termasuk disini: psikosis masa kanak tak khas, retardasi mental
dengan gambaran autistikh. Sindrom rettSuatu bentuk kelainan
progresif yang sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak
perempuan. Onset terjadinya gangguan ini 7-24 bulan, sebelumnya
terlihat perkembangan yang normal, lalu terjadi kemunduran berupa
hilangnya kemampuan gerakan tangan yang bertujuan dan kterampilan
motorik yang telah terlatih. Disertai kehilangan atau hambatan
seluruh atau sebagian kemampuan bahasa, gerak seperti mencuci
tangan yang stereotipik, dengan fleksi lengan di depan dada atau
dagu, membasahi tangan secara stereotik dengan saliva, hambatan
dalam fungsi mengunyah makanan.i. Gangguan desintegratif masa kanak
lainnyaDitandai dengan periode perkembangan normal sebelum onset
penyakit atau minimal dalam 2 tahun pertama kehidupan, disusul
hilangnya beberapa keterampilan terlatih pada beberapa bidang
perkembangan setelah beberapa bulan gangguan berlangsung. Juga
disertai adanya gangguan yang khas dari fungsi sosial, komunikasi
dan perilaku. Pada beberapa kasus hilangnya keterampilan terjadi
secara progresif dan menetap. Prognosis biasanya amat buruk
sebagian besar penderita akan mengalami retardasi mental berat.
Terdapat ketidakpastian tentang arah perluasan kondisi ini yang
berbeda dengan keadaan autisme.j. Sindrom aspergerDitandai oleh
abnormalitas yang kualitatif sama seperti autisme namun disertai
keterlambatan perkembangan berbahasa dan kognitif (IQ normal atau
diatas normal)k. Gangguan perkembangan pervasif lainnya.Ditandai
dengan tidak terpenuhinya kriteria diagnostik yang spesifik namun
terdapat gangguan berat dan pervasif pada perilakunya
3.Diagnosis multiaksialAksis I F90.0 Gangguan aktivitas dan
perhatianDiaman untuk kriteria diagnsotiknya memenuhi:a. Ciri-ciri
utama adalah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua
ciri ini menjadi syarat mutlak untuk mendiagnosis dan harus nyata
ada pada lebih dari satu situasib. Berkurangnya perhatian tampak
jelas dari terlalu dininya diberhentikan tugas dan ditinggalkan
suatu kegiatan sebelum tuntas selesai.c. Hiperaktivitas dinyatakan
dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam siatuasi yang
menuntut keadaan tenag.d. Gambaran penyerta tidak cukup bahkan
tidak diperlukan utnuk suatu diagnosis, namun demikian ia dapat
mendukung. e. Gangguan belajar disertai kekauan motorik sangat
sering terjadi dan harus dicatat secara terpisah.f. Gejala dari
gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria ekslusi ataupun
kriteria inklusi untuk diagnosis utama. F90.0 gangguan aktivitas
dan perhatiana. Kriteria umum mengenai F90 terlah terpenuhi tetapi
kriteria mengenai tingkah laku F91 tidak terpenuhib. Termasuk :
gangguan defisit prehatian dengan hiperaktivitasAksis II tidak
terlibatAksis III G00-G99 penyakit susunan sarafAksis IV masalah
dengan lingkungan sosial, pendidikan, psikososial dan
keluarga.Aksis V 60-51 gejala sedang, disabilitas sedang
4.Penatalaksanaan (medikamentosa) GPPH:Penatalaksanaan pada
pasien ini dengan dilakukan terapi wicara, dan saran untuk
dilakukan behaviour therapy. Tujuan dalam terapi ini adalah
mengajarkan anak untuk mengenal muatan-muatan emosinya. Terapi ini
juga mengajarkan orangtua teknik-teknik bersenang-senang dengan
anak ADHD tanpa harus merasa tertekan. Pada pelatihan social skills
training anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya
bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga mengajarkan
anak kecakapan bahasa nonverbal melalui isyarat wajah, ekspresi
roman, intonasi suara sehingga anak cepat tanggap dalam berbagai
situasi sosial. Dalam intervensi diet, ada sedikit bukti mengenai
keuntungan pemberian suplemen mineral (besi, magnesium, seng) pada
ADHD (Pintov et al., 2005; Konofal et al., 2008). Terdapat 3 obat
lisensi untuk terapi ADHD di Amerika Serikat, methylphenidate
hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine. Namun
medikasi tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah (Konofal et
al., 2008).REFERENSIKonofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M,
Cortese S, Zaim M, et al. 2008. Effects of iron supplementation on
attention deficit hyperactivity disorder in children. Pediatric
Neurology. 38(1):20-6. Pintov S, Hochman M, Livne A, Heyman E,
Lahat E. Bacs. 2005. Flowerremedies used for attention deficit
hyperactivity disorder inchildren - a prospective double blind
controlled study. European Journal of Paediatric Neurology.
9(6):395-8.
5.Prognosis pasien GPPHGejala hiperaktif akan berkurang pada
masa adolescence, sedangkan gejala impulsive dan emosi yang labil
akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih
mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman
keras/alcoholism).Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi
intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga, temen
teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya
serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan
psikiatriREFERENSIRohde LA, Ricardo H. Recent advances on attention
deficit / hyperactivity disorder. J Pediatric 2004 ; 80 (suppl): S
61- S 70.
6.Hubungan antara kejang dan gpph dan apakah bisa menyebabkan
defek otak atau disebabkan defek otak?Selain GPPH murni, GPPH bisa
juga disebabkan oleh kondisi mediklain seperti epilepsi atau
keterbelakangan mental.Penderita GPPH mengalami gangguan fungsi
eksekutif, yaitu merancang,mempertimbangkan, dan melaksanakan suatu
tindakan. Kelainan initerjadi pada struktur terdepan dari otak
depan (prefrontal cortex).Menurut Dwidjo, penelitian menunjukkan
pemberian obat bisameningkatkan fungsi eksekutif. Obat berfungsi
meningkatkan sintesadan pelepasan dopamine dan norepinephrine.
Kemajuan dunia kedokteran memungkinkan penelitian menggunakan
Positron Emission Tomography Scan. Dari pencitraan tampak struktur
otak anak GPPH berbeda dengan anak normal.Pada anak dengan GPPH
ditemukan dopamine transporter (DAT1) dandopamine reseptor (DRD4)
yang mengganggu transportasi dan penerimaandopamine di sel otak.
Dalam hal ini pompa yang mengatur keseimbanganpengeluaran dan
penarikan kembali dopamine bekerja terlalu cepatsehingga dopamine
yang bertugas mengirim data tidak terdistribusi danmasuk ke sel
lain dengan baik.Epilepsi dapat terjadi sebagai akibat sejumlah
kondisi lain yang meliputi: tumor,terdahulu, abnormalitas genetik,
dan sebagai akibat kerusakan otak saat persalinan.Bagi mereka yang
memiliki tumor otak, hampir 30% penderitanya menderita epilepsi,
yang terhitung dalam 4% penyebab kasus epilepsi.. Risiko paling
besar adalah pada tumor yang berada di lobus temporal dan tumor
yang tumbuh secara perlahan.danmemiliki risiko sebesar
40-60%.Mereka yang pernah mengalami stroke, sebanyak 2-4% mengalami
epilepsi di kemudian hari.Di Inggris, stroke bertanggung jawab atas
15% kasus epilepsi dan hal ini diyakini bertanggung jawab atas 30%
kasus epilepsi pada lanjut usia.Antara 6 hingga 20% kasus epilepsi
diyakini disebabkan oleh cedera kepala meningkatkan risiko sekitar
dua kali lipat, sedangkanmeningkatkan risiko hingga tujuh kali
lipat.Pada mereka yang pernah mengalami luka tembak berkekuatan
tinggi pada kepala, risikonya mencapai hampir 50%.Risiko epilepsi
setelah mengalamimeningitis adalah kurang dari 10%; penyakit
tersebut umumnya menyebabkan kejang selama terjadinya infeksi itu
sendiri.Ensefalitis herpes risiko timbulnya kejang berkisar 50%
disertai dengan risiko tinggi timbulnya epilepsi setelahnya
(mencapai 25%).Infeksi akibattaenia solium , yang dapat
menyebabkanneurosistiserkosi , adalah penyebab lebih dari separuh
kasus epilepsi di daerah dimana parasit ini banyak ditemukan.
Epilepsi juga dapat terjadi setelah infeksi otak lain
sepertitoxoplasmosis danPenggunaan alkohol menahun meningkatkan
risiko epilepsi: mereka yang minum enamper hari memiliki dua
setengah kali lipat risiko.Risiko lainnya termasukpenyakit
alzheimer, multiple sklerosis, dan ensefalitis autoimun.. Epilepsi
sekunder seperti ini terjadi melalui proses yang disebut
denganepileptogenesis. Kegagalan sawar darah otak juga dapat
menjadi mekanisme penyebab karena kegagalan ini memungkinkan
zat-zat dalam darah memasuki otak. Kejang fokal dimulai di dalam
satuhemisfer otaksedangkan kejang umum dimulai di kedua hemisfer.
Beberapa jenis kejang dapat mengubah struktur otak, sedangkan jenis
lain tampaknya hanya memiliki sedikit efek. hilangnya sel saraf,
dan atrofi area tertentu pada otak dikaitkan dengan epilepsi, namun
hal ini belum jelas apakah epilepsi menyebabkan perubahan-perubahan
tersebut atau apakah perubahan ini mengakibatkan epilepsyReferensi
:( P.G. Vining. Tonic and atonic seizures: Medical therapy and
ketogenic diet. International League Against Epilepsy. USA: Johns
Hopkins Medical Institutions. 2009)7.Penatalaksanaan toilet
trainingCara mengajarkan toilet training pada anak Latihan buang
air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan nama
toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang
tua anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai
kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air
besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh kembang
anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih
anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya: 1) Teknik
lisanMerupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air
kecil dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal
biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita
perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar
dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air
besar dimana lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin
matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang
air kecil dan buang air besar. 2) Teknik modelling Merupakan usaha
untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara
meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga
dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan
buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air
besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila
contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada
anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara
tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapatdilakukan seperti
melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil
dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke
kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan
pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang air besar,
dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di
hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian
jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan
pergi ke toilet pada jam-jam tertentu Latihan mengontrol berkemih
dan defekasi pada anak Orang tua harus diajarkan bagaimana cara
melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, di antaranya pot
kecil yang bisa diduduki anak apabila ada, atau langsung ke toilet,
pada jam tertentu secara regular. Misalnya, setiap dua jam anak
dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak didudukkan pada toilet atau
pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada
lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan untuk
merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5 sampai
10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan
kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka.
8.Pengaruh logam berat dan faktor nutrisi dengan gpph.Karena
adanya paparan logam berat dapat mengganggu metabolisme tubuh dan
dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Faktor genetik yang
mengakibatkan GPPH ialah mutasi gen pengkode neurotransmiter dan
reseptor dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p. Terdapat 5 reseptor
dopamine, yaitu D1, D2, D3, D4, dan D5. Akan tetapi,yang berperan
terhadap GPPH hanyareseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor
dopamin pada korteks lobus frontal dan subkorteks (ganglion
baasalis) berperan terhadap sistem imbibisi dan memori, sehingga
apabila ada gangguan akan terjadi gangguan fungsi imbibisi dan
memori. Disamping dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik dan
serotoninergik juga terkait dengan patofisiologi terjadinya
GPPH.