Page 1
LAPORAN TUTORIAL
Skenario 1 Blok 19
Bayi Berat Lahir Rendah, Asfiksia-Kejang-Sepsis Neonatorum, Asuhan Bayi
Baru Lahir & Resusitasi Bayi Baru Lahir
Dosen pembimbing:
dr. Rina Nofrienis
Anggota Kelompok III:
Lia Trisetiany G1A110004
Franze N. Tambunan G1A110007
Williem Harvey G1A110008
Ida Ayu Ratna W. G1A110009
Indah Ayu Lestari G1A110010
Abelia Yoanita G1A110011
Azqia Zahra G1A110014
Oliffa Salma A G1A110015
Putri Ayu Widya Sari G1A110016
Dona Violita G1A110017
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
1
Page 2
Skenario 1
Pada saat usia kehamilan 7 bulan, bayi X lahir prematur dengan berat badan
lahirnya rendah, lahir tidak langsung menangis, Apgar score 1-3-3, selama
obervasi pasien merintih. Dokter segera melakukan tatalaksana bayi baru
lahir.Kemudian bayi X segera dirawat di dalam inkubator ruang NICU (Neonatal
Intensive Care Unit), dipasang nasal bubble CPAP.Dokter menjelaskan pada
kedua orang tua bayi X bahwa bayi mereka mungkin mengalami berbagai
komplikasi seperti distress nafas, infeksi bakterial, sepsis, ikterus patologis,
kejang, dan lain-lain.
Klarifikasi Istilah
Bayi premature : bayi lahir < 37 minggu, berat < 2500 gr.
Apgar score : cara untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan untuk
menilai respon bayi terhadap resusitasi.
Inkubator : alat dengan ruangan yang dapat diatur kadar O2 &
kelembaban, agar bayi premature dapat berkembang
optimal.
NICU : unit perawatan intensif untuk bayi yang mengalami
kegawatan
BBLR : bayi dengan berat 1500-2500 gr tanpa melihat usia
kehamilan.
CPAP : alat yang mempertahankan tekanan positif pada neonates
saat pernafasan spontan
Distress nafas : gangguan napas akibat defisiensi atau disfungsi surfaktan
pulmoner.
Ikterik patologis : keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterik pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih (5-7 mg/dL), disertai tanda
khas patologis.
2
Page 3
Definisi dan Analisis Masalah
A. Asfiksia
1. Apa klasifikasi asfiksia ? 1,2
Jawab:
a. Asfiksia ringan (vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia sedang (mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
2. Apa penyebab asfiksia? 1
Jawab:
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang.Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin
yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Faktor Ibu Faktor Tali Pusat Faktor Bayi
Preeklampsia dan Lilitan tali pusat Bayi prematur
3
Page 4
eklampsia
Pendarahan abnormal
(plasenta previa atau
solusio plasenta)
Partus lama atau partus
macet
Demam selama
persalinan infeksi berat
(malaria, sifilis, TBC,
HIV)
Kehamilan lewat waktu
(sesudah 42 minggu
kehamilan)
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
(sebelum 37 minggu
kehamilan)
Persalinan dengan
tindakan (sungsang,
bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan
(kongenital)
Air ketuban bercampur
mekonium (warna
kehijauan)
3. Bagaimana patofisiologis terjadinya asfiksia ? 3,4
Jawab:
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia
janin dengan segala akibatnya.
Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi
ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak pada ibu
karena perdarahan,
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
4
Page 5
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan
tali pusat yang tertekan, menumbung, dan lain-lain.
Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi
ekstrautrin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli pada janin
dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas
pertama, udara masuk ke dalam alveoli dan diserap oleh jaringan paru. Pada
napas kedua dan berikutnya, oksigen akan mengisi alveoli dan cairan akan
diserap secara dramatis. Kemudian, udara yang mengandung oksigen akan
memenuhi seluruh bagian paru. Aliran darah paru akan meningkat secara
dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru membutuhkan tekanan puncak
inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi dan
peningkatan tekanan alveoli, keduanya, menyebabkan penurunan resistensi
vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran darah
intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti
penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru
menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL, dengan aliran darah
paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yagn inadekuuat
menyebabkan gagal napas.
4. Bagaimana cara penegakan diagnosis asfiksia? 5
Jawab:
a. Anamnesis
Mencari faktor resiko terhadap terjadinya asfiksia neonatarum
5
Page 6
Tabel. 1 Faktor Resiko Asfiksia Neonatarum
Faktor Resiko
Antepartum
Faktor Resiko
Intrapartum
Faktor Resiko Janin
Primipara
Penyakit pada ibu
- Demam saat hamil
- Eklampsia/
Preeklampsia
- Anemia
- DM
- Penyakit hati dan
ginjal
- Penyakit kolagen
dan pembuluh
darah
Pendarahan antepartum
Riwayat kehamilan
neonatus sebelumnya
Penggunaan sedasi,
analgesi atau anastesi
Malpresentasi
Partus Lama
Persalinan sulit atau
traumatik
Mekoneum di dalam ketuban
Ketuban pecah dini
Induksi oksitosin
Prolaps tali pusat
Prematuritas
BBLR
Pertumbuhan janin
terhambat
Kelainan kongenital
b. Pemeriksaan Fisik
Bayi tidak bernafas atau tidak menangis
Denyut jantung kurang dari 100x/menit
Tonus otot menurun
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada bayi
BBLR
6
Page 7
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukan hasil
asidosis pada darah tali pusat
PaO2< 50 mm H2O
PaCO2> 50 mm H2
pH < 7,30
Bila bayi tidak membutuhkan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi berupa;
Darah perifer lengkap
Analisis gas darah
Gula darah sewaktu
Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
Ureum kreatinin
Laktat
Pemeriksaan radiologi (dada, abdomen tiga posisi)
Pemeriksaan USG Kepala
Pemeriksaan EEG
CT scan kepala
5. Bagaimana cara menentukan APGARscore? 6
Jawab:
Tabel. Sistem Skor APGAR
Skor 0 1 2
Frekuensi
denyut jantung
Upaya
bernafas
Tidak ada
Tidak ada
Lemas
Tidak ada
< 100 x/menit
Lambat, tidak teratur
Ekstremitas sedikit fleksi
Menyeringai
>100 x/menit
Baik, menangis
Gerakan aktif
Menyeringai & batuk/
7
Page 8
Tonus Otot
Kepekaan
reflex
Warna kulit
Biru,
pucat
Tubuh merah muda,
ekstremitas biru
(akrosianosis)
bersin
Seluruh tubuh merah
muda
6. Bagimana tanda dan gejala bayi asfiksia? 1
Jawab:
Asfiksia pada BBL ditandai dengan keadaan hipoksemia, hiperkarbia, dan
asidosis. Sedangkan menurut AAP dan ACOG (2004) karakteristiknya sebagai
berikut,
a) Asidemia metabolic atau campuran (metabolic dan respiratorik) yang
jelas, pH < 7 pada sampel darah arteri umbilikal.
b) Nilai Apgar 0-3 pada menit kelima.
c) Manifestasi neurologi pada periode BBL segera, termasuk kejang,
hipotonia, koma atau ensefalopati hipoksik iskemik.
d) Terjadi disfungsi system multiorgan segera pada periode BBL.
7. Bagaimana tatalaksana dari asfiksia neonatorum ? 1
8
Page 9
Gambar. Diagram Alur Resusitasi Neonatus (Neonatologi)
9
Page 10
Teknik atau cara melakukan resusitasi BBL
A. Persiapan dan antisipasi sebelum tindakan, persiapan petugas yang
terampil melakukan resusitasi
Semua petugas yang mendampingi kelahiran bayi harus dilatih dalam
keterampilan resusitasi BBL. Paling sedikit satu orang bertanggung jawab
untuk setiap satu bayi dan petugas ini tidak merangkap tugas lain bila
sedang melakukan asuhan BBL. Bila sudah diantisipasi kebutuhan
resusitasi, maka perlu disiapkan petugas terampil resusitasi lebih dari satu
orang.
B. Pencegahan infeksi dengan melakukan standar pencegahan infeksi
Setiap cairan tubuh harus dianggap sebagai bahan yang berpotensi
menyebabkan infeksi. Petugas harus mencuci tangan, memakai sarung
tangan dan alat proteksi lain seperti kacamata, celemek, dan baju khusus
selama prosedur penanganan
C. Persiapan peralatan dan obat-obatan
Kebutuhan resusitasi tidak selalu dapat diprediksi atau ditebak, tetapi
daapt diantisipasi.Karena itu peralatan dan obat untuk resusitasi yang
lengkap harus tersedia pada setiap persalinan.Peralatan dan obat tersebut
harus diperiksa secara reguler. Pada setiap akan berlangsung persalinan,
peralatan untuk resusitasi BBL harus diperiksa, diuji dan diyakinkan baik
fungsinya. Demikian pula obat untuk resusitasi BBL harus disiapkan
dengan baik
D. Persiapan keluarga
Komunikasi dengan keluarga merupakan hal penting. Pada setiap
persalinan resiko tinggi diperlukan komunikasi antara para petugas yang
merawat dan bertanggung jawab terhadap ibu dan bayinya dengan ibu
bayi, suami, atau keluarga
E. Persetujuan tindakan medik
Petugas seharusnya mendiskusikan rencana tatalaksana bayi dan
memberikan informasi kepala keluarga. Apabila keluarga sudah
10
Page 11
menyetujui tatalaksana atau tindakan yang akan dilakukan, petugas
meminta persetujuan tindakan medis secara tertulis
F. Persiapan dan antisipasi untuk menjaga bayi tetap hangat
BBL mempunyai resiko mengalami hipotermia yang menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan kebutuhan resusitasi.Karena itu
pencegahan kehilangan panas pada BBL merupakan hal penting, bahkan
pada BKB memerlukan upaya tambahan.Lingkungan/ruangan tempat
melahirkan harus dijaga suhunya supaya tidak menyebabkan bayi
menderita hipotermia. Bila resusitasi tidak diperlukan, bayi dapat
diletakkan di tubuh ibunya, di dada atau perut dengan cara kontak kulit ibu
dengan kulit bayi. Bayi akan tetap hangat karena sumber panas dari tubuh
ibunya. Beberapa penelitian telah pula dilakukan untuk mengetahui efek
pendinginan terhadap morbiditas bayi.
G. Faktor resiko
Menilai faktor resiko bayi sangatlah penting karena asfiksia dapat terjadi
antepartum dan intapartum
Peralatan untuk Resusitasi BBL
a) Perlengkapan pengisap
a. Balon pengisap (bulb syringe) alat pengisap lendir
b. Pengisap mekanik dengan selangnya
c. Kateter pengisap nomer 5F, 6F, 8F, 10F, 12F, dan 14 F
d. Pipa lambung nomer 8F, dan semprit 20 mL
e. Pengisap mekonium/konektor
b) Peralatan balon dan sungkup
a. Balon resusitasi yang dapat memberikan oksigen sampai kadar 90%
sampai 100%
b. Sungkup dengan ukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan
c. Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10L/menit)
dan selang oksigen
11
Page 12
c) Peralatan intubasi
a. Laringoskop dengan daun lurus no.00 dan no.0 (untuk bayi kurang
bulan) dan no.1 (untuk bayi cukup bulan)
b. Lampu cadangan dan baterai cadangan untuk laringoskop
c. Pipa endotrakeal no.2,5; 3,0;4,0 mm diameter internal
d. Stilet
e. Gunting
f. Plester atau alat fiksasi endotrakeal
g. Kapas alkohol
h. Alat pendeteksi CO2 atau kapnograf
i. Sungkup larings (LMA) bila tersedia
d) Alat untuk memberikana obat-obatan
a. Pipa orogastrik no.5F
b. Kateter umbilikal no.3,5F;5F
c. Three way stopcock
d. Semprit
e. Jarum atau alat penusuk lain tanpa jarum
f. Sarung tangan steril, skalpel/gunting, larutan yodium, pita/plester/tape
umbilikal
e) Lain-lain
a. Sarung tangan dan alat pelindung lain
b. Alat pemancar panas atau sumber panas lainnya
c. Alas resusitasi yang cukup keras
d. Jam
e. Kain (yang hangat)
f. Stetoskop untuk neonatus
g. Plestes
h. Monitor jantung dan pulse oksimeter dengan probe serta elektrodenya
i. Oropharyngealairways
f) Untuk bayi kurang bulan
a. Sumber udara bertekanan
12
Page 13
b. Blender oksigen untuk mencampur oksigen dan udara tekan
c. Pulse oksimeter dan probe oksimeter
d. Kantung plastik makanan atau pembungkus plastik yang dapat ditutup
dan transparan
e. Alas pemanas kimia
f. Inkubator transpor untuk mempertahankan suhu bayi ke ruang
perawatan
g. Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml)
h. Kristaloid isotonik (NaCl 0,9 % atau ringer laktat) untuk penambah
volume
i. Natrium bikarbonat 4,2 %
j. Nalokson hidroklorida
k. Dekstrosa 10%
l. Larutan NaCl 0,9% untuk bilas
8. Bagaimana komplikasi asfiksia? 1
Jawab:
Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu
sehingga darah yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
13
Page 14
B. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan Bayi Premature
1. Apa saja resiko yang bias dialami bayi prematur? 7
Jawab:
a. Ketidakstabilan suhu
Peningkatan hilangnya panas
Kurangnya lemak subkutan
Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar
Produksi panas yang berkurang akibat lemak coklat yang tidak
memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil
b. Kesulitan pernapasan
Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit
Membran Hialin)
Risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap, dan refleks menelan
Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang
lemah
Pernapasan yang periodik dan apnea
c. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
Motilitas usus yang menurun
Pengosongan lambung tertunda
Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang
Defisiensi enzim laktase pada brush border usus
Menurunnya kadar kalsium, fosfor, rotein, dan zat besi dalam tubuh
Meningkatnya risiko EKN (Enterokolitis nekrotikans)
d. Imaturitas hati
Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
e. Imaturitas ginjal
14
Page 15
Ketidakmampuan untuk mengeksresikan solute load besar
Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik
Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau
hipernatremia, hiperkalemia atau glukosuria ginjal
f. Imaturitas imunologis
Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ke tiga
Fagsitosis terganggu
Penurunan faktor komplemen
g. Kelainan neurologis
Refleks isap dan telan yang imatur
Penurunan motilitas usus
Apnea dan bradikardia yang berulang
Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
Pengaturan perfusi serebral yang buruk
Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)
Retinopati prematuritas
Kejang
Hipotonia
h. Kelainan kardiovaskuler
Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum ditemui
pada bayi BKB
Hipotensi atau hipertensi
i. Kelainan hematologis
Anemia (onset dini atau lanjut)
Hiperbilirubinemia
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
j. Metabolisme
Hipokalsemia
15
Page 16
Hipoglikemia atau hiperglikemia
2. Makna klinis dari bayi prematur dan tidak menangis? 5
Jawab:
Bayi dalam keadaan darurat dan perlu penanganan secepatnya. Kemungkinan
terjadi obstruksi jalan napas.
3. Faktor resiko bayi lahir prematur? 8
Jawab:
Penyebab kelahiran preterm yang dapat diidentifikasi:
a) Janin :
a. Gawat janin
b. Kehamilan multipel
c. Eritroblastosis
d. Hidrops nonimun
b) Plasenta
a. Plasenta previa
b. Abrutio plasenta
c) Uterus
a. Uterus bikornus
b. Serviks tidak kompeten
d) Ibu
a. Pre-eklampsia
b. Penyakit medis yang kronis (misalnya penyakit jantung stenosis,
penyakit ginjal)
c. Infeksi
d. Penyalahgunaan obat
e) Lainnya
16
Page 17
a. Ketuban pecah dini
b. Polihidramnion
c. Iatrogenik
4. Apa klasifikasi BBL (Bayi Berat Lahir)? 7,9
Jawab:
a. Menurut harapan hidupnya :
Bayi berat lahir lebih, dengan berat lahir > 4000 gram.
Bayi berat lahir normal, dengan berat lahir 2500 – 4000 gram.
Bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat lahir 1500 – 2500 gram.
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat lahir 1000 – 1500
gram.
Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER), dengan berat lahir < 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya :
Prematuritas murni : masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB –
SMK).
Dismaturitas : bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intruterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
5. Bagaimana tatalaksana BBLR? 7
Jawab:
a) Prinsip penting dalam perawatan BBLR setelah lahir adalah
mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, pemberian minum, dan
pencegahan infeksi. Bayi dengan BBLR juga sangat rentan terjadinya
hiportemia, karena tipisnya cadangan lemak di bawah kulit dan masih
17
Page 18
belum matangnya pusat pengatur panas di otak. Untuk itu, BBLR harus
selalu dijaga kehangatan tubuhnya.
b) Cara paling efektif mempertahankan suhu tubuh normal adalah sering
memeluk dan menggendong bayi. Ada suatu cara yang disebut metode
kangguru atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekap ibu atau
orang lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu atau
pengasuhnya dengan cara selalu menggendongnya. Cara lain, bayi jangan
segera dimandikan sebelum berusia enam jam sesudah lahir, bayi selalu
diselimuti dan ditutup kepalanya, serta menggunakan lampu penghangat
atau alat pemancar panas.
c) Minum sangat diperlukan BBLR, selain untuk pertumbuhan juga harus ada
cadangan kalori untuk mengejar ketinggalan beratnya. Minuman utama
dan pertama adalah air susu ibu (ASI) yang sudah tidak diragukan lagi
keuntungan atau kelebihannya. Disarankan bayi menyusu ASI ibunya
sendiri, terutama untuk bayi prematur. ASI ibu memang paling cocok
untuknya, karena di dalamnya terkandung kalori dan protein tinggi serat
elektrolit minimal.
d) Namun, refleks menghisap dan menelan BBLR biasanya masih sangat
lemah, untuk
e) itu diperlukan pemberian ASI peras yang disendokkan ke mulutnya atau
bila sangat terpaksa dengan pipa lambung. Susu formula khusus BBLR
bisa diberikan bila ASI tidak dapat diberikan karena berbagai sebab.
Kekurangan minum pada BBLR akan mengakibatkan ikterus (bayi
kuning).
f) BBLR sangat rentan terhadap terjadinya infeksi sesudah lahir. Karena itu,
tangan harus dicuci bersih sebelum dan sesudah memegang bayi, segera
membersihkan bayi bila kencing atau buang air besar, tidak mengizinkan
menjenguk bayi bila sedang menderita sakit, terutama infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), dan pemberian imunisasi sesuai dengan jadwal.
g) Untuk tumbuh, BBLR harus mendapat asupan nutrien berupa minuman
mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin yang lebih dari
18
Page 19
bayi bukan BBLR. Penting dipertahikan agar zat tersebut betul-betul dapat
digunakan hanya untuk tumbuh, tidak dipakai untuk melawan infeksi.
Biasanya BBLR dapat mengejar ketinggalannya paling lambat dalam
enam bulan pertama.
6. Bagaimana komplikasi BBLR ? 10
Jawab:
a) Hipotermi
b) Hipoglikemia
c) Hiperbilirubinemia
d) Respiratory distress syndrome (RDS)
e) Intracerebral and intraventricular haemorrhage (IVH)
f) Periventricular leukomalasia (PVL)
g) Infeksi bakteri
h) Kesulitan minum
i) Penyakit paru kronis (chronic lung disease)
j) NEC (necrotizing enterocolitis)
k) AOP (apnea of prematury) terutama terjadi pada bayi < 1000 g
l) Patent Ductus Arteriosus (PDA)pada bayi dengan berat < 1000 g
m) Disabilitas mental dan fisik
n) Keterlambatan perkembangan
o) CP (cerebral palsy)
p) Gangguan pendengaran
q) Gangguan penglihatan seperti ROP (retinopathy of prematurity)
9. Penatalaksanaan dan pemeriksaan pada bayi baru lahir? 11
Jawab:
Manajemen bayi baru lahir mengikuti bagan sebagai berikut:
19
Page 20
Jika bayi lahir normal maka lakukan manajemen bayi lahir normal dengan cara :
a. Mencegah kehilangan panas
20
A Manajemen Bayi Baru
Lahir Normal
B Manajemen Bayi Baru
Lahir dengan Asfiksia
Bayi tidak cukup bulan dan atau Air ketuban bercampur mekoneum
dan atau Bayi megap-megap/ tidak bernafas
dan atau Tonus otot tidak baik/ bayi lemas
Bayi cukup bulan Ketuban jernih Bayi menangis atau bernafas Tonus otot bayi baik/
bergerak aktif
PENILAIANSebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan?2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekoneum?
3. Apakah bayi menangis atau bernafas/ tidak megap-megap?4. Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif?
PERSIAPAN
Page 21
- Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
- Letakkan bayi di dada ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
- Selimuti ibu dan bayi dan pasang topi di kepala bayi
- Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Bayi
dimandikan tidak kurang dari enam jam setelah lahir dan saat kondisi telah
stabil.
b. Merawat tali pusat
- Potong dan ikat tali pusat secara lege artis
- Merawat tali pusat dengan: tidak membungkus atau mengoleskan bahan
apapun ke puntung tali pusat, mengoleskan povidon iodin atau betadin
masih dibenarkan tapi tidak di kompreskan karena menyebabkan tali psuat
basah, beri nasehat pada ibu dan keluarga untuk melipat popok dibawah tali
pusat dan jika puntung tali pusat kotor bersihkan secara hati-hati dengan air
DTT dan sabun serta keringkan dengan seksama menggunakan kain bersih
c. Inisiasi menyusui dini
Langkahnya:
- Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunyasegera setelah lahir
selama paling sedikit satu jam
- Bayi harus dibiarkan untuk melakukan IMD dan ibu dapat mengenali bahwa
bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan
- Menunda semua prosedur lainnya hingga proses IMD selesai dilakukan.
Prosedur tersebut seperti pemberian salep mata, vit. K, menimbang, dll.
d. Mencegah infeksi mata
Dilakukan dnegan pemberian salep mata mengandung tetrasiklin 1% atau
antibiotika lainnya.Upaya ini kurang efektif jika diberikan > 1jam setelah
kelahiran. Cara pemberiannya adalah dengan mengoleskan salep pada
bagian dalam kelopak mata bawah dari arah nasal ke lateral dengan ujung
tabung tidak menyentuh mata bayi. Minta keluarga untuk tidak menghapus
salep mata tersebut.
e. Pemeriksaan
21
Page 22
Resiko kematian BBL terbesar terjadi dalam 24 jam pertama kehidupannya
karena itu penting untuk selalu pemeriksaan berkala.
Waktu pemeriksaaan BBL:
Bayi lahir di fasilitas kesehatan Bayi lahir di rumah
1. Baru lahir, setelah IMD, pemberian
vit.K1, dan salep mata
1. Baru lahir, setelah IMD,
pemberian vit. K1, dan setelah
pemberian salep mata
2. Usia 6-12 jam2. Sebelum bidan meninggalkan
bayi
3. Dalam 1 minggu pasca lahir,
dianjurkan dalam 2-3 hari
3. Dalam 1 minggu pascalahir,
dianjurkan dalam 2-3 hari
Selanjutnya mengikuti Buku KTA
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a) Anamnesis
Tanyakan pada ibu atau keluarga:
- Keluhan tentang bayinya
- Masalah kesehatan ibu yang meungkin berdampak pada bayi
(TBC, demam saat persalinan, KPD>18jam, hepatitis B atau C, dll)
- Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada
bayi jika ada
- Warna air ketuban
- Riwayat bayi buang air besar dan kecil
- Frekuensi bayi menyusui dan kemampuan menghisap
b) Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis yang
dilakukanKeadaan normal
1. Lihat postur, tonus dan
aktifitas
- Posisi tungkai dan lengan fleksi
- Bayi sehat akan bergerak aktif
22
Page 23
2. Lihat kulit - Wajah, bibir, dan selaput lendir, serta dada
harus berwarna merah muda, tanpa adanya
kemerahan atau bisul
3. Hitung pernafasan dan
lihat tarikan dinding
dadabawah ketika bayi
sedang menangis
- Normal 40-60kali/menit. Tidak ada tarika
dinding dadabawah yang dalam
4. Hitung denyut nadi
dengan stetoskop di dada
kiri setinggi apek kordis
- Normal 120-160 kali/menit
5. Lakukan pengukuran suhu
axila dengan termometer
- Normal 36,5-37,50C
6. Lihat mata - Tidak ada kotoran/secret
7. Liihat dan raba bagian
kepala
- Bentuk kepala terkadang asimetris oleh
karena penyesuaian pada saat proses
persalinan, umumnya hilang dalam 48 jam
- Ubun-ubun besar rata atau tidak membonjol
saat bayi menangis
8. Lihat bagian dalam mulut
Masukan 1 jari yang yang
menggunakan hand scoen
ke dalam mulut dan raba
langit-langitnya
- Bibir, gusi, langit-langit utuh atau tidak ada
bagian yang terbelah
- Nilai keuatan isap bali. Bayi akan mengisap
kuat jari pemeriksa
9. Lihat dan raba perut
Lihat tali pusat
- Perut datar, teraba lemas
- Tidak ada pendarahan, pembengkakan,
nanah, bau yang tidak enakpada tali pusat
atau sekitarnya
10. Lihat punggung dan raba
tulang belakang
- Kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang
dan benjolan pada tulang belakang
11. Lihat lubang anus
- Hindari memasukan
- Terlihat lubang anus
23
Page 24
alat atau jari ke dalam
anus
- Tanya pada ibu apakah
bayi sudah buang air
besar
- Biasanya mekoneum keluar dalam 24 jam
setelah lahir
12. Lihat dan raba alat
kelamin luar
- Tanyakan pada ibu
apakah bayi sudah
buang air kecil
- Bayi perempuan kadang terlihat cairan
vagina berwarna putih atau kemerahan
- Bayi laki-laki terdapat lubang pada ujung
penis. Teraba testiis di skrotum.
- Pastikan bayi sudah BAK dalam 24 jam
setelah lahir
13. Timbang bayi
- Dengan menggunakan
selimut dan hasilnya
nanti kurangi dengan
berat selimut
- Berat lahir 2,5-4 kg
- Dalam 1 minggu pertama berat bayi
mungkin turun namun natinya akan naik
kembali
14. Mengukur panjang dan
lingkar kepala bayi
- Panjang lahir normal 48-52 cm
- Lingkar kepala normal 33-37cm
15. Menilai cara menyusui - Kepala dan badan dalam garis lurus; wajah
bayi menghadap ke payudara; ibu
meletakan bayi dekat tubuhnya
- Bibir bawah melengkung keluar, sebagian
besar areolar berada di dalam mulut bayi
- Menghisap dalam dan pelan, kadang
disertai henti sesaat.
10. Tujuan dari penggunaan inkubator dan ruang NICU? 1
Jawab:
24
Page 25
Tujuan penggunaan ruang NICU adalah untuk merawat BBL yang sakit dan atau
mengobati penyakit akut yang dapat mengancam transisi fisiologis yang normal
untuk mencapai kehidupan ekstra uterin yang sehat.
11. Apa indikasi dan kontraindikasi penggunaan nasal bubble cpap? 1,12
Jawab:
Indikasi penggunaan nasal bubble CPAP yaitu
Memperbaiki dan meningkatkan kapasitas residu fungsional paru serta
oksigenasi
Mencegah kolaps alveolus dan ateletaksis
Meningkatkan daya kembang paru
Mengurangi usaha bernapas yang berlebihan
Mempertahankan produksi dan fungsi surfaktan
Mempertahankan jalan napas dan meningkatkan diameternya
Memberikan kesesuaian perfusi ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan
pirau intrapulmonar
Menstimulasi pertumbuhan paru
Kontraindikasi pemasangan nasal bubble CPAP yaitu
Atresia koana
Hernia diafragmatika kongenital
Kondisi yang kemungkinan menyebabkan kegagalan
- Masa gestasi yang sangat kurang (<24 minggu).
- Bayi yang apnea akibat anastesi maternal.
Kontraindikasi relatif: Bayi dengan apnea of prematuritysignifikan.
12. Bagaimana cara pemasangan NBC? 1,12
Jawab:
25
Page 26
Komponen CPAP nasal (Neonatologi)
1. Sebuah sirkuit yang mengalirkan gas terus menerus untuk dihisap oleh BBL,
pencampur oksigen dengan udara bertekanan, flow meter untuk mengontrol
kecepatan gas (biasanya 5-7 L/menit) dan sebuah humidifier untuk
menghangatkan dan melembabkan gas yang dihirup.
2. Penghubung sirkuit ke saluran nafas BBL, nasal prong.
3. Alat untuk menghasilkan tekanan positif pada sirkuit, yaitu dengan
memasukkan pipa ekspirasi bagian distal ke dalam larutan asam asetat
0,25% sampai kedalaman yang diharapkan (5 cm).
Gambar. Peralatan bubble nasal CPAP(Atlas)
Peralatan CPAP (Neonatologi)
1. Sumber aliran oksigen dan udara bertekanan.
2. Pencampur oksigen dengan flowmeter.
3. Pipa dari flowmeter ke alat pengatur kelembaban.
4. Alat pengatur kelembaban (humidifier).
5. Pipa sirkuit berkerut dengan sambungan ke alat pengatur kelembaban.
26
Page 27
6. Peralatan kateter nasal (nasal prongs, topi, Velcro).
7. Prong yang ukurannya tepat, sesuai lubang hidung.
8. Tabung atau botol berisi air asam asetat 0,25%.
9. Pita pengukur, pipa sonde lambung.
Persiapan (Neonatologi)
1. Persiapan petugas untuk pencegahan infeksi
2. Persiapan bayi
a. Bayi diletakkan di tempat tidur dengan penghangat serta “Pulse”.
Oksimeter harus ditempelkan, sebaiknya di tangan kanan.
b. Posisikan kepala bayi lebih tinggi sekitar 30o.
c. Hisap lendir dari mulut, hidung dan faring dengan lembut.
Cara Pemasangan (Neonatologi)
1. Lembabkan prong dengan air steril atau tetesan NaCl 0,9% sebelum
memasukkannya ke lubang hidung bayi, dengan lengkungan ke bawah.
2. Pasang pipa orogastrik dan lakukan aspirasi isi perut dan fiksasi agar
tetap terpasang untuk menghindari distensi lambung.
3. Gunakan topi dengan ukuran topi yang sesuai dan lipat ujungnya 2-3
cm. Atur pipa bergelombang di sebelah kepala. Pasang peniti di tiap
sisi selang, Fiksasi dengan gelang karet di sekitar peniti dan di atas
selang.
4. Bersihkan pipi dan bibir di atas bayi dengan air dan biarkan kering.
5. Pasang “moustache” dengan cara
a. Oles area bibir dan pipi bayi dengan tetes pewarna benzoin.
b. Potong Tegaderm dan pasang tepat di atas area yang sudah
disiapkan.
c. Potong Velcro dan pasang tepat di atas Tegaderm.
27
Page 28
d. Potong dua strip Velcro lunak dan pasang melingkar are prong
yang menutupi pipi.
e. Tekan kanula prong dengan lembut.
6. Jaga jangan sampai kanula CPAP menyentuh septum nasal.
Gambar. Komponen alat pemasangan CPAP (Atlas)
Pemantauan
1. Ubah posisi bayi setiap 4-6 jam untuk drainase sekresi paru.
2. Penghisapan lendir rongga hidung, mulut, faring dan perut setiap 2-4
jam atau sesuai kebutuhan jika ditemukan keadaan: meningkatnya
usaha nafas, meningkatnya kebutuhan oksigen dan insiden
apnea/bradikardi.
3. Pemberian minum dengan CPAP. Jika stabil secara klinis, bayi dengan
CPAP dapat diberi minum melalui sonde atau menetek atau minum.
(Neonatologi)
28
Page 29
C. Ikterus Patologis, Kejang, dan Sepsis
1. Apa perbedaan ikterus fisiologis dan patologis ? 1
Jawab:
a. Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.
Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam
Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil).
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari
pada bayi kurang bulan.
b. Ikterus Fisiologis
Timbul pada hari kedua dan biasanya kurang dari sepuluh hari.
Kulit dan mata kuning tetapi bukan seperti yang diatas tersebut.
Tidak terbukti ada keadaan patologis tertentu.
2. Bagaimana fisiologis bilirubin pada bayi?
Jawab:
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi
bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. Langkah
oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenasi yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Pembentukan bilirubin yang terjadi di
sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berkaitan
dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut
29
Page 30
dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat
pada albumin bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran sel hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer
melalui sel membran yang berikatan dengan ligandrin ( protein Y ), mungkin juga
dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.
Berkurangan kaapsitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan bilirubin ikterus
fisiologis.Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin
konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronosyl transferase ( UDPG-T ). Bilirubin ini kemudian
disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin
yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi
berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke
dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak
langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut
sirkulasi enterohepatik.
3. Bagaimana fisiologis adaptasi pernapasan pada bayi baru lahir? 8
Jawab:
Keberhasilan tercapainya fungsi paru yang adekuat pada saat lahir
bergantung pada anatomi yang tidak obstruktif dan umur kehamilan atau
maturitas. Cairan yang mengisi paru janin harus dikeluarkan, kapasitas residu
fungsional pengisian udara (fungtional residual capacity, FRC) tercapai dan
dipertahankan, dan hubungan ventilasi-perfusi yang berkembang akan
30
Page 31
memberikan kemungkinan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara optimal
antara alveoli dan darah.
Selama persalinan melalui vagina, kompresi intermiten toraks
mempermudah pengeluaran cairan dari paru. Surfaktan dalam cairan memperbesar
pengisian udara (aerasi) pada paru yang bebas gas dengan mengurangi teganagan
permukaan, sehingga dapat menurunkan tekanan yang diperlukan untuk membuka
alveolus. Meskipun demikian, tekanan yang diperlukan untuk mengembangkan
paru yang tidak mengandung udara lebih tinggi dari pada tekanan yang diperlukan
pada setiap masa kehidupan yang lain, tekanan ini berkisar dari 10-50 cm H2O
selama interval 0,5 sampai 1,0 detik dibanding dengan sekitar 4 cm untuk
pernafasan normal bay icukup bulan dan orang dewasa. Sebagian besar cairan di
dalam paru diambil oleh sirkulasi paru, yang bertambah beberapa kali lipat pada
saat lahir karena semua curah ventrikel kanan menyebar ke bantalan vascular
paru.Sisa cairan dikeluarkan melalui pembuluh limfe paru, dihembuskan oleh
bayi, ditelan atau diaspirasi dari orofaring, pengeluaran cairan ini dapat terganggu
pada keadaan pasce seksio sesaria, cidera sel endotel, atau sadasi neonates.
Ada banyak ransangan untuk menimbulkan pernafasan pertama, dan
kepentingan relatifnya belum pasti.Rangsangan ini meliputi penurunan Po2 dan
pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta,
redisrtribusi curah jantung sesudah tali pusat diklem, penurunan suhu tubuh, dan
berbagai ransangan taktil.
Dibandingkan dengan bayi cukup bulan, bayi BBLR yang mempunyai
dinding dada amat lemah mungkin tidak beruntung dalam penyelesaian
pernafasan pertama.FRC terendah terdapat pada sebagian besar bayi imatur, hal
ini menggambarkan adanya atelektasis.Kelainan pada rasio ventilsi-perfusinya
lebih besar dan menetap dalam waktu yang lebih lama, karena gas terperangkap.
Mungkan ada PaO2 yang rendah (50-60 mmHg) dan peningkatan PaCO2 yang
menggambarkan atelektasis,shunt intrapulmonal dan hipoventilasi. Bayi imatur
31
Page 32
yang paling kecil mempunyai gangguan yang paling berat, yang dapat menyerupai
sindrom kegawatan pernafasan.
32
Gambar : Sirkulasi Fetus (Disadur dari Michael McKinley and Valerie Dean O’Louhll. 2012.Human Antomy third edition. New York.McGraw-Hill Companies
Page 33
4. Bagaimana perbedaan sirkulasi fetal dan bayi baru lahir? 3
Jawab:
Sirkulasi fetus
Pertama, karena paru pada dasarnya tidak berfungsi selama
kehidupan fetus dan karena hati hanya berfungsi sebagian, maka jantung
fetus tidak perlu memompa darah dalam jumlah yang besar melalui paru
dan hati.Namun jantung fetus harus memompa darah dalam jumlah besar
melewati plasenta.Oleh karena itu susunan anatomi fetus berbeda dengan
orang dewasa.
Pertama, seperti yang ditunjukan pada gambar, darah yang kembali
dari plasenta melalui vena umbilikalis melewati duktus venosus pada
hati.Darah dari duktus venosus lalu bersatu dengan vena cava inferior
menuku atrium kanan jantung.Kemudian sebagian besar darah yang
memasuki atrium kanan dari vena kava inferior diarahkan melewati
foramen ovale langsung masuk ke atrium kiri.Jadi darah yang
mengandung cukup oksigen dari plasenta tersebut terutama hanya
memasuki sisi jantung kiri dan bukan sisi kanan dan dipompa oleh
ventrikel kiri terutama ke dalam arteri di kepala dan tubuh bagian atas.
Darah yang masuk ke atrium kanan dari vena kava superior
dialirkan langsung ke bawah melalui katup trikuspidalis ke dalam
ventrikel kanan.Darah ini terutama adalah darah deoksigenasi dari regio
kepala fetus dan dipompa ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis dan
kemudian oleh duktus arteriosus masuk ke dalam aorta desenden lalu
memasuki kedua arteri umbilikalis masuk ke dalam plasenta tempat darah
deoksigenasi tersebit mengalami oksigenasi.
Sirkulasi neonatus
33
Page 34
Terjadi perubahan primer dan sekunder terhadap sirkulasi fetus saat
lahir.Perubahan primer yang terjadi saat lahir adalah pertama, hilangnya
aliran darah yang amat besar melalui plasenta, akibatnya tekanan
pembuluh darah sistemik meningkat beberapa kali lipat saat lahir.Hal ini
meningkatkan tekan aorta juga tekanan di ventrikel kiri saat lahir.Kedua,
resistensi vaskular paru sangat menurun sebagai akibat dari pengembangna
paru. Pada paru fetus, pembuluh darah tertekan oleh volume paru yang
kecil namun setelah lahir, paru akan mengembang dan pembuluh darah
tidak terjepit lagi sehingga resistensinya akan menurun. Resistensi
pembuluh darah paru menurun jugan akan berakibat menurunnya tekanan
arteri pulmonalis, ventrikel kanan, dan atrium kanan.
a. Penutupan foramen ovale
Terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan atrium kiri dan
menurunnya tekanan atrium kanan. Akibatnya darah akan mencoba
berbalik arah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan dan
menyebabkan katup kecil yang terletak di atas foramen ovale di
sebelah kiri septum atrium akan menutup foramen ini.
b. Penutupan duktus arteriosus
Terjadi akibat peningkatan tekanan aorta oleh putusnya tali pusat dan
penurunan tekanan arteri pulmonalis oleh pengembangan
paru.Akibatnya darah mulai mengalir balik dari aorta ke dalam arteri
pulmonalis.akan tetapi dalam beberapa jam, dinding otot duktus
arteriosus dengan jelas mengalami konstriksi akibat peningkatan PO2
yang melewatinya dan dalam waktu 1-8 hari, konstriksi tersebut cukup
untuk menghentikan semua aliran darah. Hal ini disebut penutupan
fungsional duktus arteriosus. Kemudian selama 1-4 bulan kemudian
duktus akan secara anatomis tertutup oleh pertumbuhan jaringan
fibrosa yang tumbuh ke dalam lumen duktus.
c. Penutupan duktus venosus
Pada kehidupan fetus, darah porta dari sistem pencernaan akan
bergabung dengan vena umbilikalis dan bersama-sama mengalir
34
Page 35
memasuki duktus venosus langsung menuju vena kava inverior jadi
hanya memintasi hati. Segera setelah lahir, aliran darah melalui vena
umbilikalis terhenti tetapi kebanyakan darah porta masih mengalir
melalui duktus venosus dan hanya sedikit yang memasuki hati. Akan
tetapi dalam waktu 1-3 jam, dinding otot duktus venosus akan
berkontraksi dengan kuat dan menutup aliran yang besar ini. Sebagai
akibatnya tekanan vena porta akan meningkat dari 0 menjadi 6
kemudian 10 mmHg dan cukup untuk mendorong aliran darah vena
porta melalui sinus-sinus hati.
Tabel. Perubahan Struktur Anatomi Sistem Sirkulasi dari Prenatal ke
Postnatal (Disadur dari Michael McKinley and Valerie Dean O’Louhll.
2012.Human Antomy third edition. New York.McGraw-Hill Companies)
5. Bagaimana patofisiologis sepsis, ikterus, dan kejang? 13
Jawab :
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:
35
Page 36
virus rubella, herpes, sitomegalo, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui
jalur ini antara lain: malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina
dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilicus masuk
ke tubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian
menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port
de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pasca natal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah
kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim
(misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain
yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.
36
Page 37
6. Apa etiologi dari distress pernapasan , kejang, icterus, sepsis, dan bagaimana
penatalaksanaan? 1
Jawab:
a. KEJANG
37
Infeksi setelah lahirInfeksi pada Ibu Infeksi saat persalinan
melalui plasenta/ketuban
masalah imunitas dan lingkungan
masalah higienitas
Masuk ke tubuh janin
Infeksi Menyebar
Hipothalamus Organ hepar Organ pernapasan
Sistem gastrointestinal
Menghasilkan panas tubuh
Hipertermia
Eritrosit banyak dilisis
Hiperbilirubin (ikterus)
Menuju otak (Enselopati)
Gang. sirkulasi O2
dan CO2
Sesak (Gang. pola napas)
Muntah, diare, malas menghisap
Gangguan volume cairan elektrolit
Page 38
i. Etiologi
Enselopati Iskemik Hipoksik
Perdarahan Intrakranial
Gangguan Metabolik : Hipoglikemia
Infeksi : Meningitis
Kernikterus/Ensefalopati Bilirubin
Kejang yang berhubungan dengan Obat
Gangguan Perkembangan Otak
Kelainan yang diturunkan
Idiopatik
ii. Penatalaksanaan
Bebaskan jalan nafas dan pemberian oksigen bila ada gangguan pernafasan
Atasi kejang dengan pemberian obat anti-kejang dengan ketentuan
a. Pilihan I Fenobarbital 30 mg; 0,6 ml secara IM dengan catatan 1 ampul 2
ml berisi 100 mg
b. Pilihan II Diazepam dengan BB kurang dari 2500 g diberikan 0,25 ml
secara rectal dan apabila BB lebih dari 2500 g diberikan 0,5 ml, dengan
ketentuan 1 ampul 1ml berisi 5mg atau 1 ampul 2 ml berisi 10 mg
Jika kejang berulang, memberikan fenobarbital satu kali dengan dosis
30mg: 0,6ml IM
Pengobatan sesuai penyebabnya
b. IKTERUS
i. Etiologi
Infeksi Bakteri Berat
Penyakit hemolitik yang disebabkan oleh ketidakcocokan golongan
darah atau defisiensi G6PD
Infeksi Intrauterin misalnya sifilis kongenital
Penyakit hati misalnya hepatitis atau atresia biliar
Hipotiroidisme
ii. Penatalaksanaan
38
Page 39
Terapi sinar jika:
a. Ikterus pada hari I
b. Ikterus berat, telapak tangan dan kaki
c. Ikterus pada bayi kurang bulan
d. Ikterus hemolisis
Pengobatan ikterus yang didasarkan kadar bilirubin serum
Terapi Sinar Transfusi Tukar
Bayi Cukup
Bulan Sehat
Bayi Kurang
Bulan atau Punya
Faktor Resiko
Bayi Cukup
Bulan Sehat
Bayi Kurang
Bulan atau Punya
Faktor Resiko
mg/
dL
umol/
L
mg/
dL
umol/L mg/
dL
umol/
L
mg/
dL
umol/L
Hari 1 Ikterus yang dapat dilihat 15 260 13 220
Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 240
Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340
c. SEPSIS pada BBL
i. Etiologi
Bakteri; malaria, sipilis, toksoplasma
Virus; rubella, herpes, sitomegalovirus, koksaki, influenza, parotitis
Jamur; candida albicans
Protozoa
Faktor yang mempengaruhi:
Faktor Maternal
a. Ruptur selaput ketuban yang lama
b. Persalinan prematur
c. Amninitis klinis
d. Demam maternal
39
Page 40
e. Manipulasi berlebihan selama kehamilan
f. Persalinan lama
Faktor Lingkungan
a. Higienitas penolong persalinan : cucitangan dan tehnik perawatan
b. Pemasangan kateter pada ibu
c. Pemberian susu formula
Faktor Penjamu
a. Jenis kelamin
b. Bayi prematur
c. Berat badan lahir rendah
d. Kerusakan mekanisme pertahanan dan penjamu
ii. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan sepsis pada neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dan pemberian cairan
intravena termasuk nutrisi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum :
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi 3 atau 4 kali pemberian
Gentamisin 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 kali pemberian
Kloramfenikol 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian
Sefalosporin 100 mg/kgBB/hari dibagidalam 2 kali pemberian
Eritromisin 500mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis
7. Apa patofisiologi dari distress napas? 1,14
Jawab:
Distres respirasi atau gangguan nafas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja
pernafasan yang ditandai dengan (Neonatologi):
a. Takipnea: frekuensi nafas 60 – 80 kali/menit.
40
Page 41
b. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (intercostal) dan atau
di bawah sternum (substernal) selama inspirasi.
c. Nafas cupig hidung: kembang kempi lubang hidung selama inspirasi.
d. Merintih atau grunting: terdengar merintih atau menangis saat
inspirasi.
e. Sianosis: sianosis sentral atau warna kebiruan pada bibir
Gangguan nafas yang sering terjadi ialah TTN (Transient Tachypnea
of Newborn), RDS (Respiratory Distress Syndrome), atau PMH (Penyakit
Membran Hialin) dan Displasia bronkopulmoner. (Neonatologi)RDS
terjadi akibat gangguan sintesis dan sekresi surfaktan yang dapat
menyebabkan ateletaksis, ketidaksesuaian ventilasi-perfusi dan
hipoventilasi yang menghasilkan hipoksemia dan hiperkarbia. Analisis gas
darah menunjukkan bahwa asidosis metabolic dan respiratorik yang
menyebabkan vasokontriksi pulmoner mengakibatkan kerusakan integritas
endotel dan epitel dengan pengeluaran eksudat protein dan pembentukan
membran hialin. (Medscape)
8. Bagaimana faktor risiko terjadinya distress pernapasan , kejang, ikterus,
sepsis? 15,16,17
Jawab:
a). Sepsis Neonatorum
Faktor resiko mayor sepsis neonatorum
o Ketuban pecah dini > 18 jam
o Demam intrapartum > 38 °C
o Korioamnionitis
o Ketuban berbau
o Denyut jantung janin >160 kali per menit
Faktor resiko minor sepsis neonatorum
o Ketuban pecah dini > 12 jam
41
Page 42
o Demam intrapartum > 37,5 °C
o Skor apgar rendah
o BBLSR
o Usia kehamilan < 37 minggu
o Kembar
o Keputihan
o Infeksi saluran kemih.
b) Ikterus Neonatorum
Faktor resiko ikterus neonatorum
a. Faktor maternal
o Ras atau kelompok etnik tertentu
42
Page 43
o Komplikasi kehamilan ( DM, inkomtabilitas ABO dan Rh )
o Penggunaan oksitosin dalam larutan hipotonik
o ASI
b. Faktor perinatal
o Trauma lahir ( sefalhematoma, ekimosis )
o Infeksi ( bakteri, virus, protozoa )
c. Faktor neonatus
o Prematuritas
o Faktor genetik
o Obat ( Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol )
o Rendahnya asupan ASI
o Hipoglikemia
o Hipoalbuminemia
c) Distress pernafasan
Faktor risiko distress pernafasan
- Persalinan prematur sebelumnya
- Penyakit periodontal
- Massa tubuh ibu yang rendah
- Prenatal care yang buruk
- Kemiskinan
- Ras kaukasian
- Laki-laki
- Asfiksia perinatal
- Diabetes maternal
d) Kejang neonatorum
- Prematur
- Hipoksia
- Infeksi intrakranial
- Cerebral vascular
43
Page 44
Kerangka Konsep
A.
B. Hipotesis
44
Ikterus patologis, Kejang, dan Sepsis
BBLR dan Prematur
Penyebab
Manifestasi klinis
Patofisiologi
Diagnosis
APGAR score:
Tujuan penilaian
Cara penilaian
Tatalaksana
Asfiksia
Penyebab
Klasifikasi
Tatalaksana:
NICU
Inkubator
Komplikasi
Penyebab
Faktor risiko
Patofisiologi
Diagnosis:
Pemeriksaan fisik
Pem. penunjang
Tatalaksana
Perbedaan ikterus
patologis dan ikterus
fisiologis
Fisiologi pembentukan
bilirubin
Page 45
DAFTAR PUSTAKA
1) Koshim Sholeh M, Yunanto Ari, Dewi rizalya, Sarosa Irawan Gatot,
Usman Ali. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2012.
2) Dadiyanto wastro dwi dr. Sp.A(K), Muryawan Heru M, dr. Sp.A(K), S
Anindita, dr. Sp. A(K), Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Semarang: Badan Peneribit Universitas Diponegoro. 2011.
3) Guyton, C. Arthur dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran (Edisi ke-11, Cetakan ke-1). Jakarta: EGC.
4) Williams, C. E., Mallard, C., Tan Gluckman, P.D., 1993. Pathophysiology
of perinatal asphyxia. Clin Perinatof)
5) Depkes RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
Jakarta.
6) Rudolph, A.M. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1 Edisi 20.
Jakarta: EGC. Hal 275
7) Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: PT
Bina Pustaka.
8) Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15,
Volume 1. Jakarta EGC
9) Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan
Anak (Online). 2011 (diakses 23 september 2013). di unduh dari URL
http://www.gizikia.depkes.go.id
10) Pudjiadi HA, Hegar B, Handryastuti S, Idris SN, Gandaputra EP,
Harmoniati, editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid I. 2010
45
Page 46
11) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi DepKes
RI.2008.Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal
12) MacDonald, M. G., Ramasethu, J., Bahrami, K.R. 2013. Atlas of
Procedures in Neonatology 5th edition. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
13) Rachmat F boedjang, Penatalaksanaan Icterus Neonatal, Icterus pada
Neonatus, FKUI, tahun 1984, halaman 81-82, dikutip dari Sri Agung
Lestari, 2009
14) Pramanik, A.K., Rosenkrantz, T. Respiratory Distress
Syndrome.Medscape.
15) Wilar Rocky, dkk. 2010. Faktor Resiko Sepsis Awitan Dini.Manado :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Sam
Ratulangi
16) Rodriguez RJ, Martin RJ, Fanaroff AA. Respiratory distress syndrome and
its management.In : Fanaroff AA, Martin RJ, eds. Fanaroff and Martin’s
Neonatal-perinatal Medicine: Diseases of the fetus and infant. 7th ed. St.
Louis, MO : Mosby; 2002: 1001-1011.
17) UCSF Children’s Hospital. 2004. Intensive Care Nursery House Staff
Manual. California : University of California
46