FARMASI FORENSIK Penerapan Sains Farmasi Khususnya Good Laboratories Practice/ ISO 17025 pada Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku di Industri Farmasi Oleh: Kelompok 18 Tugas No.1 Ni Made Lis Dwi Marni (1408515057) Ni Wayan Cita Coky (1408515058) Ni Putu Sanggra Payani (1408515059) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER JURUSAN FARMASI 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FARMASI FORENSIK
Penerapan Sains Farmasi Khususnya Good Laboratories Practice/
ISO 17025 pada Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku
di Industri Farmasi
Oleh:
Kelompok 18
Tugas No.1
Ni Made Lis Dwi Marni (1408515057)
Ni Wayan Cita Coky (1408515058)
Ni Putu Sanggra Payani (1408515059)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
1
Gelgel W, 02/10/14,
Nilai 75
BAB I
PENDAHULUAN
Pengadaan bahan baku di Indonesia 96% masih dilakukan secara impor, oleh karena itu
unit pengadaan harus mampu melakukan tahap impor barang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dalam pengadaan bahan baku obat telah dijelaskan dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.1.3460
Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat pada pasal 2 bahwa yang berhak
memasukkan bahan baku obat ke dalam wilayah Indonesia adalah Industri Farmasi atau
Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengadaan bahan awal juga diatur dalam Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik tahun 2006 dimana pengadaan bahan awal hendaknya hanya dari
pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan.
Apoteker memiliki peran penting dalam pengadaan dan pengawasan bahan baku Obat di
Industri. Apoteker dalam pengawasan mutu bahan baku obat memiliki peran sangat penting guna
menjamin kualitas bahan baku obat tetap baik. Apoteker dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya pada proses pengadaan bahan baku ditunjang oleh berbagai peraturan, salah satunya
Kewenangan Apoteker Muda diatur pada pasal 2 pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 377/menkes/per/V/2009 yaitu “Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok
perbekalaan farmasi, membuat surat pesanan dalam rangka pembelian perbekalan farmasi,
mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan/ spesifikasi dalam
rangka pengadaan perbekalan Farmasi melalui pembelian”.
Penilaian mutu terhadap bahan baku obat dilakukan pada saat uji sampel bahan baku obat
dan setelah penerimaan bahan baku obat dari pemasok. Uji kualitas mutu bahan baku dilakukan
dengerpedoman pada Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO 17025. Good Laboratory
Practice (GLP) adalah keterpaduan suatu organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan
laboratorium yang benar, sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,
dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan kesehatan dan
keselamatan sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang pada
akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. ISO/IEC 17025:2005
(International Organization for Standardization /International Electrical Comission
2
Gelgel W, 02/10/14,
Secara menyeluruh sudah sangat dalam namun struktur penulisan masih belum mudah dipahami sehingga ketika apoteker bekerja akan masih susah memahami langkah2 atau SOP dalam pengadaan sesuai dengan tuntutan tupoksinyaStruktur yg diusulkan:1) Pendhaluluan, seperti usulan diatas memuat gambaran umum sebagai pengantar2) tinjauan Tupoksi apoteker 3) tinjauan umum tentang GLP dan ISO 17025 (pembahasan dikususkan pada peningkatan pelaksanaan tupoksi)4) Analisa Sain Farmasi yg dibutuhkan dalam melaksanakan tupoksi di atas5) contoh kasus penyadaan yang berbasis pada aturan diatas6) simpulan (merangkum bagaimana tupoksi dikerjakan dengan mengaplikasikan sain farmasi)
Gelgel W, 02/10/14,
Pada pendahuluan sebaiknya mengkaji pendhuluan tugas secara menyeluruh dari tugas fungsi pokok apoteker pada pengadaan dan dasar hukum yang mendasari, Sehinga kesimpulannya diperlukan kesadaran apoteker dalam memahami tugas fungsi pokok yang terdapat dalam perUUFarmasi forensik dimengerti sebagai aplikasi ilmu farmasi dalam hukum. Dalam artikel ini akan diulas Tugasfungsi pokok apoteker dalam pengadaan khususnya di Industri Farmasi Dalam menjalankan tugas itu dikaitkan pada persyaratan GLP dan ISO 17025
17025:2005) merupakan persyaratan umum kompentensi laboratorium pengujian dan
laboratorium kalibrasi. Apabila telah terakreditasi maka laboratorium mempunyai kemampuan
teknis dalam menghasilkan data yang akurat dan handal. Dengan pedoman GLP dan ISO 17025
maka bahan baku obat dapat terjamin mutu dan kualitasnya sesuai dengan standar dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3
BAB II
ISI
2.1 Good Laboratory Practice (GLP)/ ISO 17025
Prosedur pengujian sampel bahan baku dilakukan berpedoman pada Good
Laboratories Practise dan persyaratan laboratorium yang digunakan untuk pengujian harus
sesuai dengan spisifikasi yang ada pada ISO 17025. Good Laboratory Practice (GLP)
adalah keterpaduan suatu organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan laboratorium
yang benar, sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,
dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan kesehatan dan
keselamatan sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang
pada akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Menerapkan Good
Laboratory Practice (GLP) pada setiap pengujian.
a. Good planning and execution
b. Good sampling Practice
c. Good analytical Practice
d. Good measurement Practice
e. Good documentation Practice
ISO/IEC 17025:2005 (International Organization for Standardization /International
Electrical Comission 17025:2005) merupakan persyaratan umum kompentensi laboratorium
pengujian dan laboratorium kalibrasi. Apabila telah terakreditasi maka laboratorium
mempunyai kemampuan teknis dalam menghasilkan data yang akurat dan handal. Dengann
pedoman GLP dan ISO 17025 maka bahan baku obat dapat terjamin mutu dan kualitasnya
sesuai dengan standar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat laboratorium sesuai ISO 17025 yaitu:
a. Laboratorium harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk pembelian, penerimaan, dan
penyimpanan pereaksi dan bahan habis pakai laboratorium yang relevan dengan
pengujian mutu dan kalibrasi.
b. Laboratorium harus memastikan bahwa perbekalan pereaksi dan bahan habis pakai sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
4
c. Dokumen pembelian barang yang mempengaruhi mutu hasil laboratorium harus berisi
data yang menjelaskan tentang jasa dan perbekalan yang dibeli.
d. Laboratorium harus mengevaluasi pemasok bahan habis pakai perbekalan dan jasa yang
penting yang berpengaruh pada mutu pengujian dan kalibrasi serta harus membuat
evaluasi dan daftar yang disetujui.
(Komite Akreditasi Nasional, tt)
2.2 TUPOKSI apoteker dalam pengadaan bahan baku di insuatri farmasi
Apoteker dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya pada proses pengadaan bahan
baku ditunjang oleh berbagai peraturan, salah satunya UU Nomor 36 tahun 2009 yang
menyebutkan “Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Perryataan serupa juga disebutkan pada PP 51 tahun 2009. Pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 377/menkes/per/V/2009 pasal 3 tentang Petunjuk
Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya menyebutkan “Apoteker
mempunyai tugas pokok melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi penyiapan
rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, dan
pelayanan farmasi khusus”. Kewenangan Apoteker Muda diatur pada pasal 2 yaitu “Menilai
mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalaan farmasi, membuat surat pesanan dalam
rangka pembelian perbekalan farmasi, mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak
sesuai dengan persyaratan/ spesifikasi dalam rangka pengadaan perbekalan Farmasi
melalui pembelian”. Sedangkan tugas Apoteker Madya pada pasal 3 adalah “Menganalisis
usulan pembeliaan dalam rangka pengadaan perbekalan Farmasi melalui jalur pembelian”.
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pembangunan kesehatan nasional dimana
beberapa langkah yang dilakukan meliputi pemenuhan ketersediaan obat, meratanya
pendistribusian obat, penjaminan mutu obat serta terjangkaunya harga obat oleh masyarakat.
Upaya ini dipertegas pada pasal 98 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 1998 tentang Kesehatan dimana
5
dijelaskan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu,
dan terjangkau. Selain itu pada pasal 105 ayat 1 dan 2 dijelaskan mengenai persyaratan yang
harus dipenuhi oleh sediaan farmasi dimana untuk obat dan bahan baku obat harus
memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Dalam pengadaan bahan
baku obat telah dijelaskan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.1.3460 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan
Bahan Obat pada pasal 2 bahwa yang berhak memasukkan bahan baku obat ke dalam
wilayah Indonesia adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang
memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengadaan bahan awal juga diatur dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun
2006 dimana pengadaan bahan awal hendaknya hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Pengadaan bahan baku di Indonesia 96% masih
dilakukan secara impor, oleh karena itu unit pengadaan harus mampu melakukan tahap
impor barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Apoteker sebagai
penanggung jawab harus mampu menjamin mutu bahan baku obat. Seperti yang tercantum
pada peraturan kepala BPOM Nomor 28 tahun 2013 “Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional,
Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu. Selain
harus memenuhi ketentuan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu, juga harus
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor”.
Berdasarkan penjabaran peraturan perundang-undangan di atas, dapat dirangkum
tupoksi apoteker di unit pengadaan bahan baku obat di Industri farmasi sebagai berikut:
a. Perencanaan jenis dan jumlah bahan baku yang akan diadakan.
b. Menilai mutu sampel bahan baku dalam rangka pemilihan pemasok dengan prinsip
GLP dan laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.
c. Membuat kontrak/kesepakatan kerja dengan pemasok yang dipilih.
d. Melakukan pengujian mutu dari bahan baku yang akan digunakan dengan prinsip GLP
dan laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.
e. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian bahan baku dan melakukan impor
bahan baku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6
f. Penerimaan, pemeriksaan dan pelabelan bahan baku yang telah dipesan serta
mendokumentasikannya.
g. Pengujian kembali untuk memastikan mutu bahan baku dengan prinsip GLP dan
laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.
h. Pemindahan bahan baku lolos uji ke gudang penyimpanan.
i. Pengembalian atau pereturnan bahan baku yang tidak lolos uji ke pemasok.
2.2.1 Penerapan Sains Farmasi Dalam Pengadaan Bahan Baku Obat
Ilmu farmasi (pharmaceutical science) sangat berperan dalam pengendalian mutu
obat, untuk menjamin bahwa obat tersebut aman, bermutu, dan berkhasiat bagi
masyarakat. Penjaminan mutu bahan baku obat dilakukan dengan berpedoman pada
Good Laboratories Practise dan ISO 17025. Untuk dapat melaksanakan tupoksi
apoteker terkait dengan pengadaan bahan baku obat di Industri Farmasi, diperlukan
kajian ilmu farmasi terkait yang mendasari kompetensi apoteker dalam menjalankan
tupoksi tersebut. Ilmu farmasi (Pharmaceutical science) yang dibutuhkan antara lain:
- Ilmu Manajemen Farmasi
Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan ilmu dan seni
untuk mencapai tujuan organisasi (Seto dkk, 2008).
- Ilmu Farmasi Forensik
Ilmu farmasi forensik sangat penting bagi apoteker dalam menjalankan peran
dan fungsi pokoknya dalam bidang pengadaan bahan baku obat di industri farmasi.
Ilmu farmasi forensik dapat diaplikasikan untuk kepentingan peradilan, dimana
ilmu ini sangat berguna bagi apoteker untuk menghindari kesalahan-kesalahan
dalam hukum terutama dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Selain itu agar
apoteker dapat lebih disiplin dan fokus dalam melaksanakan tugasnya. Ilmu farmasi
forensik ini digunakan untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pengadaan bahan baku di Industri Farmasi.
- Ilmu Komunikasi
- Ilmu Mikrobiologi
- Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO 17025
7
- Analisis Farmasi
- Kimia Analisis
2.2.2 Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku Obat di Industri Farmasi
Tugas pokok dan fungsi apoteker dalam pengadaan bahan baku obat di industri farmasi
meliputi:
A. Perencanaan Jenis dan Jumlah Pengadaan Bahan Baku
Proses pengadaan obat di industri farmasi mengacu pada Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), Good Pharmaceutical Procurement (GPP), Good Laboratories
Practice (GLP) dan ISO 17025. Perencanaan bahan baku dibuat oleh apoteker di PPIC
berdasarkan forecast marketing yang dibuat oleh DepartementMarketing. Apoteker
bagian pengadaan menganalisis usulan jenis dan jumlah bahan baku yang akan dibeli,
analisis dapat dilakukan dengan menerapkan ilmu manajemen farmasi yaitu dengan:
a. Perhitungan kebutuhan bahan baku
Perhitungan kebutuhan bahan baku dapat menggunakan metode sebagai berikut :
- Metode konsumsi yaitu perhitungan kebutuhan bahan baku yang dibuat
berdasarkan data real kebutuhan bahan baku periode sebelumnya.
- Metode epidemiologi yaitu perhitungan kebutuhan bahan baku yang dibuat
berdasarkan penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi
dimasyarakat.
- Metode kombinasi antara metode epidemiologi dan metode konsumsi, dimana
metode ini yang paling sering digunakan oleh Industri Farmasi.
b. Analisa penghitungan jenis dan jumlah kebutuhan bahan baku
Analisa penghitungan jenis dan jumlah kebutuhan bahan baku dengan metode
yang dapat digunakan adalah metode analisa pareto (ABC). Analisis Pareto dibagi
menjadi tiga kelas berdasarkan volume persediaan secara keseluruhan dan nominal
(rupiah) dari setiap item barang.
Langkah-langkah untuk menentukan kelompok A, B dan C:
- Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing bahan baku dengan
cara kuantum bahan baku x harga bahan baku.
- Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
8
- Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
- Hitung kumulasi persennya.
- Bahan baku Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
- Bahan baku Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.
- Bahan baku Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100%.
Untuk mengontrol persediaan barang di gudang maka dilakukan buffer stock yaitu
bahan baku atau produk jadi yang harus tersedia, untuk produk pareto atau fast
moving (kelas A), buffer stock dilakukan minimal 2 bulan penggunaan, sedangkan
untuk produk yang bukan pareto atau slow moving (kelas B,C) dilakukan minimal 1
bulan penggunaan. Buffer stock biasanya 10% dari pemesanan bahan awal.
c. Sistem perencanaan bahan baku
Rancangan kebutuhan bahan baku disesuaikan dengan prinsip farmakoekonomi yaitu
total cost efective dengan pemanfaatan biaya minimal dan mutu bahan baku yang
maksimal. Sistem perencanaan bahan baku dapat dilakukan sebagai berikut:
- Penentuan kuantum stok ditetapkan berdasarkan hasil produksi tahun sebelumnya
dibagi 12 bulan dan stok minimum adalah persediaan untuk tiga bulan.
- Penentuan jumlah ditentukan dengan cara RE Order Level ( ROL ), yaitu kuantum
yang menyebutkan waktu dilakukan order kembali.
- Jadwal penerimaan pesanan untuk bahan baku adalah 3 bulan dari tanggal SPPB
(Surat Permohonan Pemesanan Bahan).
- Jumlah yang di butuhkan termasuk untuk buffer stock, bila kurang akan dibuatkan
SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ).
d. Jumlah permintaan pemesanan bahan baku
Jumlah permintaan pemesanan bahan baku dengan mempertimbangan beberapa
kemungkinan yaitu :
- Pesanan dipenuhi 100 % karena bahan baku tersedia, SDM mencukupi dan
kapasitas mesin besar.
- Pesanan tidak dipenuhi sama sekali karena bahan baku kosong atau mesin
produksi rusak.
- Pesanan dipenuhi sebagian atau kurang dari 100 % karena keterbatasan bahan dan
kapasitas produksi.
9
- Jumlah pesanan dapat ditambah atau dikurangi, hal tersebut terjadi karena adanya
beberapa faktor, yaitu kapasitas produksi terbatas, stok obat di pasaran masih
banyak, serta bahan baku tidak lengkap.
Bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku
farmasi (CPOB, 2012). Misalnya pada suatu Industri Farmasi memproduksi sediaan non
steril, maka bahan baku yang dibutuhkan untuk tablet adalah:
- Bahan Aktif
Adalah bahan baku yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit.
- Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk membuat kecocokan
berat dan ukuran tablet. Bahan ini diperlukan untuk formulasi tablet dengan dosis
kecil. Contoh bahan pengisi tablet:
o Bahan pengisi yang larut : Laktosa, sukrosa, mannitol dan sorbitol
o Bahan pengisi yang tidak larut : Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa,
amilum, amilum termodifikasi dan mikrokristalin selulosa
- Bahan Pengikat
Bahan ini membantu mengikat granul-granul menjadi tablet dalam proses
pengempaan. Contoh bahan pengikat tablet: Mucilago gom arab dan
Polivinilpirolidon (PVP).
- Bahan Penghancur
Bahan yang dapat membantu pemecahan atau penghancuran tablet setelah
pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih
mudah terdisolusi dan diabsorbsi oleh tubuh. Contoh bahan penghancur: Amylum
No. Sertifikat Analisis : 222333 ED bahan : 21 sept 2016
Tanggal Uji Ulang : 17 sept 2014
Paraf Penguji (ttd)
Gambar 7: Contoh Label Status Bahan Bahan Baku Paracetamol yang Ditolak
Apoteker menginformasikan kepada pemasok bahwa ada bahan baku yang tidak
lulus uji sehingga harus dilakukan pengembalian/pereturan sesuai dengan kesepakatan
kerja dalam kontrak selama kontrak tersebut masih berlaku. Apoteker menyiapkan
dokumentasi yang lengkap tentang kondisi bahan baku yang ditolak (hasil pengujian dari
unit QC dengan acuan standar Farmakope Indonesia). Pereturan bahan baku disertai
dengan surat pengembalian.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor. HK.00.05.1.3460 Thn 2005 ttg Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat, Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM. 2012. Keputusan Kepala BPOM No. HK 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentangPenerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2013. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Komite Akreditasi Nasional. Tt. Standar Internasional ISO 17025:2005 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Mardiah,A.,2008, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri,Universitas Sumatera Utara, Medan.
34
MenKes RI. 1976. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 287/Men.Kes/SK/XI/76 Tahun 1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Baku Obat, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
MenKes RI. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009 nomor 377/menkes/per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya. akarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
MenKes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Negara Republik Indonesia.
Presiden RI b. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Negara Republik Indonesia.
Seto, Soerjono., Y. Nita, L. Triana. 2008. Manajemen Farmasi. Surabaya: Airlangga University Press.
The United States Pharmacopoeial Convention. 2006. United States Pharmacopoeia 30thRevision-National Formulary 25th Edition. USA: The USPC.
World Health Organization.1999. Operational Principles for Good PharmaceuticalProcurement. Geneva. Essential Drugs and Medicines Policy InteragencyPharmaceutical Coordination Group.
35
Lampiran 1. Contoh Surat Permohonan Pesetujuan Pemasukan Bahan Baku Obat
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANNOMOR : HK.00.05.1.3460
TENTANG : PERSETUJUAN PEMASUKAN BAHAN BAKUOBAT
………………………,………….Nomor :Lampiran :Perihal : Persetujuan Pemasukan Bahan Baku ObatKepada Yth.Kepala Badan Pengawas Obat dan Makana ,JL.Percetakan Negara 23, Jakarta PusatBersama ini kami menyampaikan permohonan untuk mendapatkan PersetujuanPemasukan Bahan Baku Obat dengan data sebagai berikut:1. Perusahaan
a. Nama Perusahaan : …………………………b. Alamat kantor – no.telp –fax e-mail : …………………………c. Alamat gudang – no.telp –fax : …………………………d. Nomor Izin Usaha : …………………………e. NPWP :…………………………
2. Apoteker Penanggungjawab
36
a. Nama :…………………………b. Nomor SIK : …………………………
3. Pemasukan Bahan baku obatNo.
Nama ( INN) Cas No. No. Bets Jumlah-Neto (Kg)
1.2.
Certificate of Analysis (COA) setiap bets (lampirkan)Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak, kami sampaikan terima kasih.
Pemohon
(Nama Penanggung Jawab) SIK
Tembusan Yth:Kepala Balai Besar / Balai POM setempat