1
BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang
Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah
satu sumber ajaran islam. Ia mempati kedudukannya setelah
Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadis bagi umat islam baik yang
berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban
mengikuti Al-Qur`an. Hai ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi
Al-qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak bisa memahami
Al-qur`an tampa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula
halnya menggunakan hadis tampa Al-qur`an. Karena Al-qur`an
merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar
syari`at. Dengan demikian, antara hadis dengan Al-qur`an memiliki
kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa
terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri.[footnoteRef:2]
[2: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis, (jakarta : Gaya Media
Pratama,1996) Hal 19]
Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-quran. Namun, hadits
selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-quran dan menempati posisi
penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang
dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka
banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits.
sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan
mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum.
Banyak al-quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa
hadits itu merupkan sumber hukum islam selain al-quran yang wajib
di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Namun
mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya? Berikut makalah
ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap
al-quran dengan melihat dalil aqli maupun naqlinya. [footnoteRef:3]
[3:
http://fiamila46.blogspot.com/2012/11/makalah-ulumul-hadits-kedudukan-dan.html]
1BAB IIPEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadits
Dalam menyikapi masalah kedudukan hadits, Yusuf Qardhawi
mengungkapkan bahwa Rasulullah adalah merupakan sumber hukum kedua
bagi islam setelah al-Quran. Al-Quran merupakan undang-undang yang
membuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang
mencakup bidang akidah, akhlak, muamalah, dan adab sopan
santun.Selanjutnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa sunah
(hadits) merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-Quran.
Oleh sebab itu, kita harus mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum
dan pengarahan yang diberikan oleh sunah Rasulullah saw., menaati
perintah Rasulullah adalah wajib, sebagaimana kita mentaati apa
yang disampaikan al-Quran.Hadits merupakan mubayyin (pelengkap)
bagi al-Quran yaang karenany, siapapun tidak akan bisa memahami
al-Qurantanpa dengan memahami dan menguasai hadits. Begitu pula
halnya menggunakan hadits tanpa al-Quran, akan kehilanggan arah,
karena al-Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya
berisi garis-garis besar syariat Islam. Dengan demikian, antara
al-Quran dah hadits memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat
dipisahkan.[footnoteRef:4] [4: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS,
(Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.35]
a. Dalil-dalil dari Al-QuranAl-Quran telah mewajibkan kaum
muslimin untuk mentaati Rasulullah SAW., disamping menaati Allah.
Dalam surat an-Nisa (Q.S. 4: 59) Allah berfirman:
2Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya)...
Hukum taat kepada Rasul sama dengan taat kepadanAllah, hal ini
sebagaimana tersebut dalam firman Allah (Q.S. 4: 80)
Artinya : Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia
telah menaati Allah...
Bila kita mengikutinya (Rasul), maka hal itu pertanda kita akan
dicintai Allah dan mendapatkan ampunan-Nya. Dalam surat Ali Imran
(Q.S. 3: 31)
Artinya : katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai allah,
ikutilah aku, niscaya Allahmengasihi dan mengamuni dosa-dosa
mu.
Dalam SuratnAl-Hasyr (Q.S. 59: 7) Allah berfirman:
Artinya : Apa yang diberikan Rasul Kepadamu, maka terimalah dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.[footnoteRef:5] [5:
Syaikh Manna`Al-Qaththan, Pengantar Studi Imu Hadis, (Jakarta
:Pustaka Alkausar,2005). hal 50]
b. Dalil dari Hadits Nabi SAW.Selain berdasarkan ayat-ayat
al-Quran tersebut diatas, kedudukan hadits ini juga dilihat melalui
hadits-haditsNabi SAW. banyak hadits yang menggambarkan urgensi
ketaatan kepada perinyahnya. Dalam kaitan ini, Nabi bersabda :
Artinya : Bersaba Rasulullah SAW. Aku tinggalkan kepadamu dua
perkara, kamu tidak akan sesat selamnya, selagi kamu berpegang
teguh kepada keduannya, yaitu kitabullah (al-Quran) dan sunah
nabinya (al-Hadits)Hadits yang lainnya, yaitu diriwayatkan oleh
Al-Irbadh bin sariyah r.a sebagai berikut.
Artinya : Rasulullah SAW. Menasehati kami dengan nasihat yang
menggetarkan hati dan membuat air mata menetes. Maka kami berkata,
wahai Rasulullah sepertinya ini nasihat yang terakhir, maka berikan
wasiat kepada kami. Rasulullah bersabda; aku wasiatkan kepadamu
agar kalian bertakwa lepada Allah, mendengar dan mentaati,
sekalipun kalian dipimpin oleh seorang budak. Sesungguhnya barang
siapa diantara kamu yang diberi umur panjang, maka dia akan lihat
berbagai macam perselisihan, Oleh sebab itu, pegang eratlah sunahku
dan sunah khulafaur rasyidin yang telah mendapat petunjuk,
berpegang tegulah kepadanya dan gigiitlah dengan gerahammu.
Jauhilah masalah-masalah bidah, karena sesungguhnya setiap bidah
adalah sesat.
Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa Nabi SAW diberi al-kitab
an sunah seperti mengambil apa yang aa pada al-kitab. Rasul juga
tidak cukup hanya memerintahkan berpegang teguh pada sunahnya,
tetapi juga mencela orang yang meninggalkannya karena bertumpu pada
apa yang ada dalam al-Quran saja.[footnoteRef:6] [6: Munzier
Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 53]
c. Dalil dari Ijma (kesepakatan Ulama)
Umat Islam telah mengambil keputusa bersama untuk mengamalkan
sunah. Bahkan, hal itu mereka anggap sejalan dengan memenuhi
panggilan Allah SWT, Rasulnya yang terpercaya. Kaum muslimin
menerima sunah seperti mereka menerima al-Quran, karena berdasarkan
kesaksian dari Allah, sunah merupakan salah satu sumber
syariat.
Dalam hal berpengetahuan umat kapada sunah tidak terhitung
jumlahnya. Hal ini diberikan contoh oleh Ajaj al Khatib, yaitu
sebagai berikut.[footnoteRef:7] [7: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,(
Jakarta: Gaya Media Pratama,1996) Hal 25]
1. Tatkala Abu bakar ash-shidiq masih memegang tampuk khalifah,
Fatima az-Zahra binti Rasulullah SAW datang kepadanya menerima
bagian rasulullah SAW. namun, kemudian Abu Bakar menjawab,
Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jallah, Bila memberi sesuap makana
kepada seorang nabi itu diambil (wafat), Dia akan menjadikannnya
untuk orang yang menggantikan posisinya sesudahnya.Karena itu
menurut Ajaj al-Khatib, Abu Bakar mengembalikannya kepada kaum
muslimin. Mendengar jawaban itu, Fatimah berkata, terhadap engkau
dan apa yang engkau dengar dari Rasulullah SAW, itu saya dapat
mengerti.[footnoteRef:8] [8: Abuddin Nata,Al-qur`an Dan
Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2000).hal23]
2. Suatu ketika Umar bin Khattab r.a. berdiri di sudut kabah di
hadapan hajar aswad, kemudian berkata, Sesungguhnya aku benar-benar
tahu bahwa kamu adalah batu. Seandainya aku tidak melihat kekasihku
Nabi SAW menciummu atau mengusapmu, maka aku tidak akan mengusap
dan tidak pula menciummu.[footnoteRef:9] [9: Munzier Saputra,Ilmu
Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 52]
3. Said bin Al-Musayyab berkata, Saya melihat utsman duduk
disuatu tempat duduk, lalu ia meminta makanannya. Kemudian ia
berdiri untuk melakukan shalat, kemudian Utsman berkata Saya duduk
ditempat duduk Rasulullah SAW dan saya shalat, (seperti) shalat
Rasulullah SAW.
Seperti itulah sikap seluruh sahabat tabiin dan generasi sesudah
mereka juga menempuh cara yang ditempuh sahabat dalam menjaga
mempraktekkan dan mengagungkan sunah (hadits).
B. Posisi Sunah (Hadits) terhadap al-Quran
Dalam penjelasan sebelumnya, dijelaskan bahwa fungsi al-Quran
adalah sebagai mubayyin (penjelas) Isi al-Quran sesuai dengan
firman allah (Q.S. 16: 44) :
Artinya : Dan kami turunkan kepada mu Al-quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan (An-Nahl : 44)
Penjelasan fungsi as-sunah terhadap al-Quran ada bermacam-macam.
Imam malik menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-tarqiq,
bayan al-tafshil, bayan al-basth, bayn al-tafsir, dan bayan
al-tasyri. Imam Syafii menyebutkan lima pula. Yaitu, al-tafsil,
bayan at-takhsish, bayan at-tayyin, menambahkan dengan bayan
al-isyarah, sedangkan Imam Hambali menyebutkan empat fungsi, yaitu
bayan at-takid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyir dan bayan
at-takhsis.
a. Bayan at-Taqrir
Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan al-takid. Yang
dimaksud dengan bayan ialah menetapkan atau memperkuat apa yang
diterangkan dalam al-Quran. Funsi al-Hadits disini yakni memperkuat
dan memperkokoh isi kandungan. Seperti dalam al-Quran (Q.S.
5:6)
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu hendak mengerjaka
shalat, maka basulah mukamu dan tangan mu sampai dengan siku, dan
sapulah kepala dan basu kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
Ayat tersebut kemudian di taqrir oleh hadits riwayat al-Bukhori
dari Abu Hurairah r.a
Rasulullah SAW telah bersabda Tidak diterima salat seseorang
yang berhadas sebelum ia berwudu (H.R Bukhari)[footnoteRef:10] [10:
Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996).
Hal 29]
b. Bayan at-TafsirYang dimaksud dengan bayn at-tafsir ialah
penjelasan terhadap ayat-ayat al-Quran yang memerlukan perincian
atau penjelasan lebih lanjut, seperti merinci ayat mujmal,
men-taqyid ayat mutlaq dan mentakhsis ayat am.
a) Merinci ayat-ayat yang mujmal
Yang dimaksud dengan mujmal, ialah ayat yang ringkas atau
singkat. Dalam al-Quran banyak ayat-ayat yang mujmal, sebagai
contoh ialah ayat tentang perintah shalat dan zakat (Q.S. 2:
43)
Artinya : dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah
beserta orang-orang yang rukukUntuk memperjelas ayat tersebut nabi
memberikan perincian dengan sabdanya :
... Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat... (H.R.
Bukhari)
b) Men-tayid ayat-ayat yang mutlaqKata mutlak artinya kata yang
menunjuk pada hakikat kata itu sendiri, apa adanya, dengan tanpa
memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid yang mutlaq
artinya membatasi ayat-ayat yang mutlaq, seperti dalam (Q.S 5:
38)
Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.Ayat tersebut di-taqyid oleh Hadits Riwayat
Muslim :
Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka
beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan
tangan.
c) Men-takhsis ayat yang amKata takhsis atau khas ialah kata
yang menunjukkan arti khusus tertentu atau tunggal sedang kata am
ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna dalam jumlah yang
banyak (umum). Yang dimaksud men-taksiss yang am ialah membatasi
keumuman ayat al-quran sehinggah tidak berlaku untuk bagian
tertentu. Semisal dalam (Q.S. 4: 11):
Artinya : Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian
dua anak perempun.Surat ini di takhsis oleh hadits riwayat Ahamad
:
Pembunuh tidak behak menrima harta warisan. (HR.
Ahmad)[footnoteRef:11] [11: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS, (Bogor,
Ghalia Indonesia, 2010) hal.38]
c. Bayan at-TasyriKata at-Tasyri, artinya pembuatan, mewujudkan
atau menetapkan aturan atau hukum, maka yang dimaksud dengan bayan
at-tasyri adalah mewwujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu
hukum atau aturan syara yang tidak didapati nash-nya dalam
al-Quran.Salah satu hadits yang merupakan penetapan hukum baru
adalah hadits tentang zakat fitrah yaitu :
Bahwasanya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada
bulan ramadhan satu sukat (sha) kurma atau gandum untuk setiap
orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki maupun perempuan (HR.
Muslim)Bayan ini oleh sebagian ulama disebut juga dengan bayan zaid
al-kitab al-karim (tambahan terhadap nash Al-Quran). Disebut
tambahan disini, karena sebenarnya didalam al-Quran sendiri
ketentuan-ketentuan pokok haidts tersebut merupakan tambahan
terhadap ketentuan pokok itu.[footnoteRef:12] [12: Utang
Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal
33]
d. Bayan an-Nasakh
Kata an-naskh, secara bahasa mempunyai beberapa arti,
diantaranya berarti al-ibhral (membatalkan), atau al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyir (mengubah).
Dalam mendefinisikan bayan naskh ini, para ulama berbeda pendapat.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami arti
naskh dari sudut kebahasaan. Menurut ulama mutaqaddim, yang disebut
bayan an-naskh ialah adanya dalil syara yang mendatangkan
kemudian.[footnoteRef:13] [13: Ibid, Hal 37]
Dari Pengertian diatas, bahwa ketentuan yang datang kemudian
dapat menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Hadits sebagai
ketentuan yang datang kemudian dari al-Quran dalam hal ini dapat
menghapuskan ketentuan atau isi kandungan al-Quran.Salah satu
contoh yang biasa diajuhkan oleh para ulama ialah sabda Rasullah
SAW. Dari Abu Umamah al-Bahali.
Tidak ada wasiat bagi ahli waris ( H.R Ahmad dan al-Arbaah
kecuali Nasai)
Hadits di atas menurut sebagian ulama dapat men-askah-kan
kandungan al-Quran (Q.S. 2: 180)
Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya sevara
maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.[footnoteRef:14] [14: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS,
(Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.40]
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menyikapi masalah kedudukan hadits, Yusuf Qardhawi
mengungkapkan bahwa Rasulullah adalah merupakan sumber hukum kedua
bagi islam setelah al-Quran. Al-Quran merupakan undang-undang yang
membuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang
mencakup bidang akidah, akhlak, muamalah, dan adab sopan
santun.
Selanjutnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa sunah (hadits)
merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-Quran. Oleh sebab
itu, kita harus mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum dan
pengarahan yang diberikan oleh sunah Rasulullah saw., menaati
perintah Rasulullah adalah wajib, sebagaimana kita mentaati apa
yang disampaikan al-Quran.
dijelaskan bahwa fungsi al-Quran adalah sebagai mubayyin
(penjelas) Isi al-Quran sesuai dengan firman allah (Q.S. 16: 44)
:
Artinya : Dan kami turunkan kepada mu Al-quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan (An-Nahl : 44)
Penjelasan fungsi as-sunah terhadap al-Quran ada bermacam-macam.
Imam malik menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-tarqiq,
bayan al-tafshil, bayan al-basth, bayn al-tafsir, dan bayan
al-tasyri. Imam Syafii menyebutkan lima pula. Yaitu, al-tafsil,
bayan at-takhsish, bayan at-tayyin, menambahkan dengan bayan
al-isyarah, sedangkan Imam Hambali menyebutkan empat fungsi, yaitu
bayan at-takid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyir dan bayan
at-takhsis.
12DAFTAR PUSTAKAAsh-Shiddieqy,Hasbi, 2004.Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits,Jakarta,Bulan Bintang.Assibai, Musthafa, 1993,
Al-Hadits sebagai sumber Hukum, Bandung: cv.
Diponegoro,http://fiamila46.blogspot.com/2012/11/makalah-ulumul-hadits-kedudukan-dan.htmlIkhwan,
Muhammad Nor, 2007, Study ilmu Hadits. Jakarta:Rasail,Juned,
Daniel, 2010, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis,
Jakarta: Erlangga,Manna`Al-Qaththan, Syaikh 2005.Pengantar Studi
Ilmu Hadis,Jakarta,Puataka Al-Kausar,Nata,Abuddin, 2000, Al-qur`an
Dan Hadis.Jakarata:PT RajaGrafindo.Ranuwijaya,Utang,1996, Ilmu
Hadis. Gaya Media Pratama Jakarta,Sahrani, Sohari, 2010, ULUMUL
HADITS, Ghalia Indonesia, Saputra,Munzier, 2002, Ilmu
Hadis.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,