KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu
wataala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNAPROSTAT HIPERTROPI (BPH).
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Perkemihan.Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi
bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
MEDAN, 17 JANUARI 2013
(PENULIS)
BAB IPENDAHULUAN
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada
berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan
peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60
tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ
yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars
intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine,
retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan
kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya
gejala dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma
prostat. Radang prostat yang mengenai sebagian kecil prostat sering
ditemukan secara tidak sengaja pada jaringan prostat yang diambil
dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma prostat (J.C.E
Underwood, 1999).Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala
penyakit yang ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam
penatalaksanaan BPH, sehingga pengobatan yang diberikan
kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya. Terapi yang
tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh
karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab
(etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH
secara tepat dan terarah.Peran perawat pada klien meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Secara promotif
perawat dapat memberikan penjelasan pada klien tentang penyakit BPH
mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila
tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat
memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH,
misalnya cara pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra.
Secara kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan sebagai
tindakan kolaborasi dengan tim dokter. Aspek rehabilitatif meliputi
peran perawat dalam memperkenalkan pada anggota keluarga cara
merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan penyuluhan
tentang pentingnya cara berkemih.
BAB IIISI
1) PengertianBPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter.Benigna prostat hiperlasia (BPH)
adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan
penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria
di atas usia 60 tahun. (Brunner dan Suddarth. 2001).BPH (Benigna
Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan
urine (urethra).Dari tiga pengertian di atas penulis menyimpulkan
bahwa benigna prostat hiperlasia adalah pembesaran progresif
kelenjar prostat dan penyebaran yang biasa menimbulkan gangguan
pembuangan produksi urine pada pria dewasa tua lebih dari 60
tahun.
2) EtiologiHingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperlasia prostat, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperlasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi
tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperlasia prostat adalah :a) Dihydrotestosteron(DHT)Testosteron
adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron
sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis. sehingga timbulnya
pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah
testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh
produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam
keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon
(SBH). Sekitar 2% testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon
yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya
pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam
set prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel
prostat sehingga membentuk DHT - reseptor komplek yang akan
mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan
terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi profilerasi sel
(MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron 50 tahun ke
atas dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia. Menurut
Syamsu Hidayat dan Wim D Jong tahun 1998 etiologi da BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Ketidakseimbangan endokrin,
faktor umur/ usia lanjut, tidak diketahui secara pasti.b) Perubahan
keseimbangan hormon estrogen - testoteronPada proses penuaan pada
pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.c) Interaksi stroma -
epitelPeningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.d) Berkurangnya sel yang matiEstrogen
yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
3) PatofisiologiMenurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun
1998 umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat
perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan
terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif
menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula
sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya,
yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan
penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus
destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar
terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur
yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif.
Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan
baru kandung kemih.Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan
hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium. dan urea dapat
menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage
kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan
edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya.
Pada awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya meningkatkan
diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa
merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan
air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang
berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif
tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai
akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan serat
detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai
balok-balik yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam
vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di
antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang
apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel.
Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
Usia pertengahan
Perubahan hormonal
Bagian dalam prostat membesar
Adenoma tersebar
Menekan, mendesak jaringan prostat yang normal
Kapsula sejati
Kapsula bedah
Menahan pengeluaran urin
Peningkatan tekanan kandung kemih
Muskulus destrusor hiperterapi
Peningkatan tekanan balikPenekanan infeksiEdema hebat,
hedronefroses
Hedronefrosis Batu kandung kemihOperasi
Retensi air natriumGangguan rasa nyaman/nyeriResiko disfungsi
seksual
Kehilangan Cairan
Edema hebatAnseitas b/d kurang informasi
Kehilangan cairan
Perubahan diminasi
Resiko infeksi b/d prosedur invasive Perubahan eliminasi urine
b/d bekuan darah, prosedur bedah
4) Tanda dan GejalaTerbagi 4 grade yaitu:Pada grade I (conges
tic) Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan
mulai mengedan. Kalau miksi merasa puas. Urine keluar menetes dan
pancaran lemah. Nocturia (frekuensi kencing bertambah terutama
malam hari). Urine keluar malam hari lebih dari normal. Ereksi
lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal. Pada cytoscopy
kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun
terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)Pada
grade 2 (residual) Bila miksi terasa panas. Dysuri nocturi
bertambah berat. Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih. Terjadi panas tinggi
dan bisa menggigil. Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke
ginjal).Pada grade 3 (retensi urine) Ischuria paradosal.
Incontinensia paradosal.Pada grade 4 Kandung kemih penuh. Penderita
merasa kesakitan. Air kemih menetes secara periodik yang disebut
over flow incontinensia. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi
abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi
sekitar 40-410 C. Selanjutnya penderita bisa koma.
5) Komplikasia. Perdarahanb. Inkotinensiac. Batu kandung kemih
d. Retensi urine e. Impotensi f. Epididimitisg. Haemorhoid, hernia,
prolaps rectum akibat mengedan h. Infeksi saluran kemih disebabkan
karena catheterisasi i. Hydronefrosis j. Hydroureter k. Gagal
ginjal l. Sistitis dan prenofritis
6) PenatalaksanaanPengobatan untuk hipertropy prostat ada 2
macam :a. Konservatifb. OperatifDalam pengobatan ini dilakukan
berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1-4. Derajat
IDilakukan pengobatan konservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin
dan terazoin (untuk relaksasi otot polos). Derajat II Indikasi
untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui
urethra. Derajat IIIDiperkirakan prostat cukup besar dan untuk
tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui
transvesical, retropubic atau perianal. Derajat IVMembebaskan
penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk
pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.a.
KonservatifPengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi
operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau
adanya kontra indikasi untuk operasi.Tindakan terapi konservatif
yaitu:1. Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena
adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika 2. Bila
retensi urine dilakukan catheterisasi.b. OperatifPembedahan
merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH),
pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan
soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu
: (1) transuretliral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4)
perineal.1. Transurethral.Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada
lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang
direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu
pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus
listrik lalu dimasukkan ke dalam urethra. Kandung kemih di bilas
terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk
masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri
pelumas ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus
di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan
cauter. Setelah TURP dipasang catheter Foley tiga saluran yang
dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter dikembangkan,
catheter ditarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat
yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar dipasang
untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dan kandung
kemih.Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur
dengan garam fisiologis atau larutan lain yang dipakai oleh ahli
bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung
kemih dari bekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi
kandung kemih yang konstan dihentikan setelah 24 jam bila tidak
keluar bekuan da kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas
biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter diangkat biasanya 3 sampai
5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat pasien hams
mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.2. Suprapubic
Prostatectomy.Metode operasi terbuka, resekesi supra pubic kelenjar
prostat diangkat dan urethra lewat kandung kemih.3. Retropubic
Prostatectomy Pada prostatectomy retropubic dibuat.
7. Pemeriksaan Penunjanga. Anamnese yang baikb. Pemeriksaan
fisikDapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada
pembesaran prostat jinak alum teraba adanya massa pada dinding
depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu
besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari sedang
apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat
sudah lebih dari 60 gr.c. Pemeriksaan sisa kemihd. Pemeriksaan
ultra sonografi (USG)Dapat dilakukan dan supra pubic atau Tran
rectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik
supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat.
sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.e.
Pemeriksaan endoscopyBila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak
terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk
mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen. f.
Pemeriksaan radiologiDengan pemeriksaan radiology seperti foto
polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP
(Intra Venous Pyclografi) dan BNO (Beach Nier Oversich). Pada
pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi
defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal
ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/ pancing (fisa
hook appearance).g. Pemeriksaan CT-N Scan dan MRIComputed
Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya
pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun
sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang
dilakukan karena mahal biayanya.h. Pemeriksaan sistografiDilakukan
apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan
urine ditemukan mikrohematuria, pemeriksaan ini dapat memberi
gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber
perdarahan dari atas apabila darah datang dan muara ureter atau
batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga
memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang
urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam
urethra.i. Pemeriksaan lainSecara spesifik untuk pemeriksaan
pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan
penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan
Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4
nanogram/ml.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian1. BiodataNama, tgl MRS, jenis kelamin, pekerjaan
dan lain-lain ?2. Keluhan UmumPerubahan frekuensi berkemih, bila
miksi terasa panas.3. Riwayat penyakit yang laluPasien susah untuk
berkemih (BAK).4. Riwayat kesehatan sekarangApakah keluarga ada
yang menderita seperti pasien apa tidak.
II. Pemeriksaan Fisika. Sirkulasi : Peninggian tekanan darah
(efek pembesaran ginjal).b. Eliminasi : Penurunan kekuatan dorongan
aliran urine, tes keraguan. Keragu-raguan pada berkemih awal.
Nokturia, disuria, hematuri. Miksis berulang, riwayat batu (stasis
urinaria). Konstipasi. Massa padat dibawah abdomen bawah. Nyeri
tekan kandung kemih. Hernia Inguinalis, Hemoroid. Ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan dan frekuensi.c.
Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan BBd.
Nyeri/kenyamanan : Nyeri supraa pubis, panggul atau punggung,
tajam, kuat, nyeri punggung bawah.e. Keamanan : demamf. Seksualitas
: Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
Inkontinensia. Penuninan kekualan ejakulasi. Pembesaran, nyeri
tekan prostat.g. Pengetahuan : Riwayat keluarga kanker, hipertensi,
penyakit ginjal. Penggunaan antihipertensi, antideprresi,
antibiotik urinaria.
III. Diagnostika. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah
gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar,
bakteria.b. Adanya staphylokokus aureus Proteus, klebsielia,
pseudomonas, e.coli.c. BUN/kreatin : meningkatd. IVP menunjukkan
pelambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
penebalan abnormla otot kandung kemih.e. Sistogram : mengukur
tekanan darah dan volume dalam kandung kemih.f. Sistometri :
mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
IV. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan disusun menurut
prioritas masalah pada pasien pre operasi sebagai berikut :1.
Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan
kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.2. Nyeri ( akut )
berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.3. Ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
Post Operasi sebagai berikut :1. Nyeri berhubungan dengan spasmus
kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P2. Kurang pengetahuan:
tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi.3. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan.V.
Intervensi dan RasionalPre Operasi1. Obstruksi akut / kronis
berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih
untuk berkontraksi secara adekuat, ditandai dengan : Perubahan
frekuensi berkemih. Urgensi. Dysuria. Pemasangan catheter tetap.
Urine berwarna kemerahan.Tujuan : Klien mengatakan tidak ada
keluhan, dengan kriteria :1. Catheter tetap paten pada
tempatntya.2. Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.3.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.4. Tidak terjadi retensi pada saat
irigasi.IntervensiRasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan
pancaran urina3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali
berkemih4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi
jantung.5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antispamodik.1. Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada
kandung kemih2. Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan
intervensi3. Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal4. Peningkatkan
aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal
,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri5. mengurangi spasme kandung
kemih dan mempercepat penyembuhan
2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.Tujuan :
Nyeri hilang / terkontrol.Kritera hasil :Klien melaporkan nyeri
hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak
rileks, tidur / istirahat dengan tepat.Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 10 ).2.
Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang
bebas dari lekukan dan bekuan.3. Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan4. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik,
pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.5.
Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.6.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik1. Nyeri tajam, intermitten
dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan
spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP (
biasanya menurun dalam 48 jam ).2. Mempertahankan fungsi kateter
dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli
buli.3. Diperlukan selama fase awal selama fase akut.4. Menurunkan
tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.5. Menghilangkan spasme
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah. Tujuan : Pasien tampak rileks. Kriteria
hasil:Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi,
menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan
rasa takut.IntervensiRasional
1. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya2. Memberikan
informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.3. Dorong
pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan.1. Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu2.
Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.3.
Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah
Post Operasi1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih
dan insisi sekunder pada TUR-PTujuan: Nyeri berkurang atau
hilang.Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
Ekspresi wajah klien tenang. Klien akan menunjukkan ketrampilan
relaksasi. Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. Tanda tanda
vital dalam batas normal.Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung
kemih.2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam,
untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih.3.
Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang
dalam 24 sampai 48 jam.4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak
berkemih ke seputar kateter.5. Anjurkan pada klien untuk tidak
duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.6. Ajarkan
penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.7. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan
(analgesik atau anti spasmodik )1. Kien dapat mendeteksi gajala
dini spasmus kandung kemih.2. Menentukan terdapatnya spasmus
sehingga obat obatan bisa diberikan3. Memberitahu klien bahwa
ketidaknyamanan hanya temporer.4. Mengurang kemungkinan spasmus.5.
Mengurangi tekanan pada luka insisi6. Menurunkan tegangan otot,
memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.7. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung
kemih.
2. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang
informasiTujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta
kebutuhan berobat lanjutanKriteria hasil: Klien akan melakukan
perubahan perilaku. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan
kebutuhan berobat lanjutan.IntervensiRasional
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4
minggu .2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama
4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai
kebutuhan.3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000
ml/hari.4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.5. Kosongkan
kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .1. Dapat
menimbulkan perdarahan .2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan,
pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB3.
Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .4. Untuk menjamin
tidak ada komplikasi .5. Untuk membantu proses penyembuhan .
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek
pembedahanTujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.Kriteria
hasil:1. Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.2.
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .3. Klien mampu menjelaskan
faktor penghambat tidur .IntervensiRasional
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.2. Ciptakan suasana yang
mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .3. Beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.4.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri ( analgesik ).1. meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau
kooperatif dalam tindakan perawatan.2. meningkatkan pengetahuan
klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan.3.
Menentukan rencana mengatasi gangguan4. Mengurangi nyeri sehingga
klien bisa istirahat dengan cukup.