TUGAS PELAYANAN FARMASI
MAKALAH KONSTIPASI
disusun oleh :Kelas B 20121. Ulfah Julda ArifinFA/091332. Mas
Ajie Alamsyah FA/09166
3. Ulfa Aulia AzmiFA/091964. Aulia Prehastiwi FA/09229
5. Gita Ayu Aprina FA/09262
6. Dhania Novitasari FA/092927. Nurfina Dian K FA/09325
DosenPembimbing: Dr. Satibi, S.Si, M.Si, AptFAKULTAS FARMASI
UGM
YOGYAKARTA
2013PENDAHULUAN1. Definisi
Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi.
Karena frekuensi defekasi berbeda pada setiap individu, definisi
ini bersifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relative
jumlah buang air besar pada individu. Pada umumnya, pengeluaran
defekasi kurang dari satu setiap 3 hari yang dianggap
mengindikasikan konstipasi. (Corwin, 2001). Konstipasi juga dapat
diartikan sebagai proses diperlambatnya pengosongan feses yang
kering dan keras yang disebabkan oleh waktu untuk melewati usus
lebih lambat atau terganggunya refleks pengosongan feses dari
usus.2. Patofisiologi
Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan
membentuk bahan limbah sisa makanan, atau tinja. Konstraksi otot
kolon akan mendorong tinja ini ke arah rectum. Begitu mencapai
rectum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya
telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi
akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena
konstraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas, menyebabkan
tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama (Lennard-Jones 1998 ;
Ramkumar 2001 ; Shafik 1993 ; Velio 1996).
Secara patofisiologis, konstipasi umumnya terjadi karena
kelainan pada transit pada kolon atau pada fungsi anorektal sebagai
akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat
tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik
yang mempengaruhi traktus gastrointestinal. Konstipasi dengan
penyebab apapun dapat mengalami eksaserbasi akibat sakit kronik
yang menimbulkan gangguan fisis atau mental dan mengakibatkan
inaktivitas atau immobilitas fisis (Asdie, 1995).
Faktor-faktor konstribusi lainnya dapat mencakup kurangnya serat
dalam makanan, kelemahan otot yang menyeluruh dan mungkin pula
stress serta anxietas. Pada pasien yang ditemukan dengan gejala
konstipasi yang terjadi baru baru saja, harus dicari kemungkinan
adanya lesi obstruktif kolon.
Konstipasi sering terjadi pada orang tua dimungkinkan karena
hasil dari asupan makanan yang tidak tepat seperti kurang serat dan
air, turunnya kekuatan otot dinding abdomen, dan turunnya aktivitas
fisik. Seperti yang telah disebutkan di atas, menurunnya frekuensi
motilitas otot tidak selalu terjadi karena penambahan usia
(Dipiro,2008).
Penggunaan obat yang dapat menghambat fungsi neuron dan muskular
dari gastro intestinal tract (GIT), khususnya pada bagian kolon
dapat menyebabkan konstipasi. Obat-obat yang sering menginduksi
konstipasi diantaranya adalah opiat, berbagai macam agen yang
memiliki sifat antikolinergik, dan antasida yang mengandung
aluminium atau kalsium. Efek konstipasi yang ditimbulkan tergantung
dari dosis, semakin tinggi dosis yang dipakai maka efek konstipasi
semakin sering. Golongan opiat mempunyai efek diseluruh bagian
usus, namun efek paling menonjol terjadi pada kolon. Mekanisme
utama opiat dalam menginduksi konstipasi adalah dengan mengurangi
frekuensi pergerakan usus dan akhirnya akan memperpanjang masa
transit tinja dalam usus. Semakin lama tinja tertahan di dalam
usus, maka akan terjadi peningkatan absorbsi elektrolit dan
menyebabkan konsistensi tinja semakin keras dan akhirnya susah
untuk dikeluarkan. Opiat yang digunakan secara peroral memberikan
efek inhibitor yang lebih besar daripada yang digunakan secara
parenteral (Dipiro,2008). Menurut Tjay Tjay & Rahardja, ada
bermacam-macam penyebab konstipasi, yang terpenting diantaranya
adalah: Faktor makanan
Kurang mengkonsumsi serat gizi dan atau kurang minum air. Serat
dari sayur-sayuran dan buah-buahan memperbesar isi usus, sehingga
meningkatkan peristaltik.
Adanya penyakit organic, gangguan metabolic atau endokrin,
misalnya:
Obstruksi usus yaitu terjadinya penyempitan pada dinsing usus
akibat divertikel, penyepitan dan tumor.
Gangguan motilitas akibat penyakit-penyakit tertentu antara lain
hiperkalasiemia, hiportirosis, colitis, dan IBS (Irritable Bowel
Syndrome)
Penggunaan obat-obat tertentu
Sebagai efek samping dari penggunaan obat-obat tertentu seperti
morfin dan derivate-derivatnya, antikolinergika (a.l atropine),
antidepresiva, dan beberapa garam logam (bismuth, besi, kalsium),
juga diuretika kuat dapat mencetuskan sembelit karena menarik air
dan mengeringkan feses.
Ketegangan saraf dan emosi
Pada orang yang marah atau cemas mengalami kejang pada ususnya.
Peristaltic usus terhenti dan usus besar dapat kesempatan untuk
menyerap kembali air pada isis usus.
Kehamilan
Dimana kadar progesterone yang meningkat mampu menghambat
kontraksi dari otot polos usus sehingga peristaltik berkurang.
3. Gejala klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi
adalah:
a. rasa penuh dibagian lambung
b. mual
c. feses keras serta defekasi sulit
d. sakit perut
e. kurang nafsu makan
f. malaise
g. perasaan tidak nyaman di mulut.
4. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak
didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan
fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan
kelainan-kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi
usus besar. b. Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi
adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya
palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot
perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon,
adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain
pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya
massa feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara
gerakan usus besar, normal atau berlebihan misalnya pada jembatan
usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya
adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah
anus dapat mengganggu proses BAB.
c. Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk
mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi
feses. Colok dubur dapat memberikan informasi tentang : Tonus
rectum
Tonus dan kekuatan sfingter
Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis Adakah
timbunan massa feses Adakah massa lain (misalnya hemoroid) Adakah
darah Adakah perlukaan di anus d. Pemeriksaan laboratorium
dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab
konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid,
elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari
rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan
dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk
menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan.
e. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi,
terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat
menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada
sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk
memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini
dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi
kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan
konstipasi tertentu.
f. Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah
anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas,
mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi
serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang
konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian
penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X.
Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut.
Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.
g. Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum
dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk
menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat
mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus,
adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang
terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik
maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut
sebagai non-spesifik. 5. Terapi
a. Tujuan
Mengidentifikasi penyebab konstipasi Mencegah terjadinya
konstipasi Mengurangi gejala konstipasi Memulihkan fungsi normal
saluran pencernaan b. Terapi Non Farmakologis
Modifikasi gaya hidup
Untuk menormalisaasikan buang air yang terganggu, maka perlu
sekali untuk memperhatikan beberapa aturan hidup sederhana.
Tindakan utama mencakup perubahan-perubahan kebiasaan hidup dan
aturan-aturan diet yang semuanya bertujuan meningatkan peristlaltik
usus. Yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut:
Membiasakan untuk banyak minum air putih. Untuk laki laki, rata
rata 2,9 liter per hari (12 gelas), sedangkan untuk wanita 2,2
liter per hari (9 gelas). Cairan seperti air putih, dapat menambah
jumlah air yang masuk ke dalam kolon, sehingga dapat memperbesar
bentuk feses dan membuat pergerakan usus menjadi lebih mudah.
Cairan lain seperti kopi dan soft drinks, yang mengandung kafein,
mempunyai efek dehidrasi, sehingga perlu dikurangi konsumsinya.
Biasanya, setiap pagi minum satu gelas air jeruk atau air hangat
sebelum sarapan pagi. Makan cukup sayuran dan buah-buahan yang kaya
akan serat (bisa dimakan sebagai lalapan), minimal 200 gram
sehari.
Melakukan aktivitas fisik yang cukup setiap hari, misalnya
olahraga atau bila tidak sempat juga berjalan cepat atau naik
sepeda.
Pergi ke toilet setiap hari pada wktu tertentu, misal setelah
sarapan pagi , walaupun keinginan buang belum ada atau belum
mendesak.
Desakan buang air haruslah segera dipenuhi, bila tidak ada
hasrat akan lenyap dan tinja akan dipadatkan lebih lanjut karena
penyerapan air oleh dinding usus.
Kakus jongkok lebih meningkatkan refleks hajat daripada toilet
duduk
(Tjay et al., 1993)Meskipun tidak banyak bukti yang menunjukkan
bahwa orang yang menderita konstipasi mengkonsumsi lebih sedikit
serat makanan dibandingkan dengan orang tidak pernah mengalami
konstipasi, namun banyak pasien konstipasi yang memperlihatkan
responnya terhadap peningkatan asupan serat makanan hingga mencapai
jumlah antara 20 dan 30 gram/hari. Suplementasi serat dapat
meningkatkan berat tinja serta frekuensi defekasi dan menurunkan
waktu transit gastrointestinal. Efek serat yang menghasilkan masa
dalam kotoran dapat berhubungan dengan peningkatan retensi air
maupun dengan proliferasi bakteri kolon yang memproduksi gas di
dalam tinja. Suplementasi serat bukan terapi yang tepat bagi pasien
dengan lesi obstruktif traktus gastrointestinal atau bagi pasien
penyakit megakolon atau megarektum (Asdie, 1995).
Pembedahan
Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan.
Hal ini karena adanya obstruksi saluran gastrointestinal sehingga
diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga diperlukan pada
kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma. Terapi
biofeedback
Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal
dapat dicoba dengan pengobatan biofeedback untuk mengembalikan otot
yang mengendalikan gerakan usus. Biofeedback menggunakan sensor
untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat
dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti
dengan lebih akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional,
dapat menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari
bagaimana cara menggunakan otot tersebut (Lennard-Jones 1998 ;
Ramkumar 2001).
c. Terapi Farmakologis
Bila penambahan serat pada diet, disamping peningkatan aktivitas
gerak badan dalam waktu satu minggu belum memberikan efek yang
baik, maka dapat dipertimbangkan untuk mencoba suatu obat pencahar
lunak, yang dapat dibeli bebas, untuk beberapa hariGolongan obat
yang dapat diberikan untuk konstipasi adalah (Yulinah et al.,
2008):
Senyawa yang dapat melunakkan feses dalam 1-3 hari. Yang masuk
dalam golongan ini adalah metal selulosa, emolien laktulosa,
sorbitol, dan manitol.
Senyawa yang dapat menghasilkan feses lunak atau semifluid dalam
6-12 jam. Yang masuk dalam golongan ini adalah bisakodil,
fenolftalin, kaskara sarada, senna, dan magnesium sulfat dosis
rendah.
Senyawa yang mempermudah pengosongan usus dalam 1-6 jam. Yang
masuk dalam golongan ini adalah magnesium sitrat, magnesium
hidroksida, magnesium sulfat, natrium fosfat, bisakodil, dan
polietilen glikol.Berikut adalah pilihan terapi untuk konstipasi
:
Pilihan pertama. Untuk memperlunak tinja adalah sirup laktulosa
(Dupholax, Constipen), 2x sehari 1 sendok makan (15ml) sesudah
makan pagi selama 2 hari, kemudian 1x sehari 15 ml. Zat disakarida
sintetis ini, semacam gula, tidak diserap dalam usus halus karena
tak adanya enzim untuk merombaknya. Baru dalam usus besar diuraikan
oleh bakteri menjadi antara lain, asam asetat dan laktat, yang
merangsang dinding usus dan selain itu juga menarik air dengan
jalan osmosis. Efeknya baru tampak setelah beberapa hari. Wanita
hamil dan yang menyusui boleh menggunakannya.
Pilihan kedua adalah O.W.A bisakodil (Dulcolax, Toilax, Nelax)
yang malam hari diminum 1-2 tablet dari 5 mg atau digunakan sebagai
supositoria 10 mg, Biasanya obat ini sudah memberikan efek 6-8 jam
berikutnya. Wanita hamil harus berhati-hati menggunakan obat ini
dalam bentuk tablet atau suppositoria, karena dapat menimbulkan
kejang-kejang perut. Pilihan ketiga. Selain itu, masih tersedia
beberapa sediaan dengan khusus memperlunak tinja, yaitu semacam
turunan sorbitol (Sorbitol), yang sering digunakan sebagai
pengganti gula bagi penderita kencing manis. Begitupunla zat-zat
dengan aktivitas permukaan (detergensia), yang bekerja dengan jalan
meningkatkan masuknya air kedalam tinja, yaitu garam laurilsulfat (
Microlax) dan garam sulfosuksinat ( tablet Laxadine). Parafin cair.
Akhirnya dapat disebut parafin cair, suatu minyak mineral, yang
biasanya dikombinasikan dengan fenolftalein (sirup Laxadine).
Sediaan ini tidak dapat dianjurkan berhubung dengan risiko
kekurangan akan vitamin-vitamin A,D, E,dan K yang terlarut
dalamnya. Sebagian kecil dapat pula diserap oleh usus dan akhirnya
mengendap di antara lain hati dan impa. Parafin yang secara tak
sengaja masuk ke dalam saluran nafas dapat mengakibatkan
sejenisradang paru-paru yang berbahaya. Lagipula fenolftalein, yang
berkhasiat merangsang terhadap usus-besar, adakalanya dapat
menimbulkan reaksi-reaksi alergi hebat pada kulit. Air kemih dan
tinja (alkalis) dapat diwarnai merah. Berhubung efek-efek buruk
tersebut, pencahar ini tidak boleh digunakan oleh wanita hamil dan
yang menyusui.Perhatian: Pada hakikatnya obat-obat ini janganlah
diminum lebih lama dari 3-4 hari, kemudian menunggu satu minggu
untuk melihat apakah pola hajat sudah menjadi normal kembali. Kalau
tidak, maka sebaiknya pergi ke dokter untuk memeriksa lebih lanjut,
karena mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.KASUS &
PEMBAHASAN1. Kasus
Seorang pria 60 tahun sudah dua hari tidak dapat buang air besar
dan perlu mengejan kuat untuk buang air besar. Sebelumnya, ia makan
salak habis 6 buah. Hal tersebut pernah dialaminya 3 bulan yang
lalu. Tidak ada riwayat alergi terhadap obat, tetapi yang
bersangkutan tidak mau minum tablet atau kapsul. Dia memerlukan
pengatasan untuk keluhannya tersebut. Pilihkan obat dan edukasi
untuknya!
2. Analisis Kasus
Saat menanggapi keluhan pasien diperlukan teknik tahapan
bertanya yang sistematis sehingga farmasis memperoleh informasi
yang lengkap dan dapat mengambil keputusan dengan tepat. Salah satu
teknik yang bisa digunakan adalah metode WWHAM yaitu: W (Who is it
for?) Siapa yang sakit?
Pertama kali harus ditanyakan siapa yang sakit, usia berapa,
apakah dalam keadaan hamil/menyusui. Bila yang datang adalah pasien
sendiri, bisa dilihat penampilan fisiknya untuk membantu penilaian
kondisi pasien (ruam kulit, pucat, keringat berlebihan dan
lain-lain).
Dalam kasus ini, yang mengalami keluhan adalah seorang pria
berusia 60 tahun.
W (What are symptoms?) Apa gejalanya?
Perlu ditanyakan gejala atau keluhan penderita, dan apoteker
harus mengetahui gejala-gejala yang perlu diwaspadai. Dengan
memperhatikan gejala yang perlu diwaspadai, dapat ditentukan dengan
tepat apakah pasien harus diberi rekomendasi, atau dirujuk ke
dokter.Dalam kasus ini, pasien tidak dapat buang air besar dan
perlu mengejan kuat untuk buang air besar. Pasien diduga mengalami
konstipasi. Penyebabnya kemungkinan adalah faktor makanan.
Diketahui bahwa pasien sebelumnya makan salak dan menghabiskan 6
buah.
H (How long have the symptoms?) Berapa lama gejala
diderita?Farmasis perlu menanyakan jangka waktu gejala yang
dikeluhkan pasien, bagaimana perkembangan kondisi pasien saat ini,
apakah pasien juga menderita penyakit lain. Lamanya keluhan yang
dialami pasien dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan
penyakit yang akan menunjukkan tindakan terapi lebih lanjut.
Dalam kasus ini, pasien sudah mengalami kesulitan buang air
besar selama dua hari, dan pernah mengalami gejala yang sama 3
bulan yang lalu.
A (Actions taken so far?) Tindakan apa yang sudah
dilakukan?Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah pasien
sudah minum obat untuk mengatasi keluhan yang dirasakan sehingga
bisa dijadikan referensi untuk pemilihan obat berikutnya. Perlu
ditanyakan tindakan pengobatan yang sudah dilakukan pasien.Dalam
kasus ini, tidak dijelaskan tindakan pasien untuk mengatasi gejala
yang dialaminya, yang berarti bahwa pasien belum mengambil tindakan
apapun untuk mengatasi masalah konstipasinya.
M (Medications they are taking?) - obat apa yang sudah
digunakan?Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah pasien
saat ini sedang menggunakan obat lain karena dapat mempengaruhi
pemilihan obat untuk pasien dan juga apakah pasien sudah
mengkonsumsi obat tertentu untuk mengatasi masalahnya ini. Dalam
kasus ini, Pasien belum menerima terapi obat/farmakologi untuk
meringankan/mengobati penyakit yang dialami. Selain itu pasien
tidak memiliki alergi terhadap suatu obat, hanya saja pasien tidak
mau minum obat dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul.3. Terapi
farmakologi yang Apoteker rekomendasikan untuk mengatasi gangguan
pasien di atas (meliputi obat-obat bebas/OTC) Dari gejala yang
dialami pasien, kemungkinan pasien mengalami konstipasi yang
disebabkan karena factor usia dipicu dengan adanya konsumsi buah
salak, kurangnya mengkonsumsi cairan (minum) dan makanan berserat.
Faktor usia mempengaruhi proses defekasi seseorang dikarenakan
semakin bertambah usia, terjadi adanya penurunan fungsi fungsi
organ dalam tubuh dalam kasus konstipasi ini yang berkaitan adalah
motilitas usus.
Motilitas usus berkaitan dengan proses terjadinya defekasi,
dimana motilitas usus digambarkan sebagai gerakan peristaltic
akibat adanya masa tinja di dalam rectum sehingga terjadi proses
defekasi. Selain itu di usia lanjut kasus konstipasi juga dipicu
kerena kurangnya aktif bergerak. Konsumsi air minum mempengaruhi
penyerapan air dalam kolon, apabila prosentase konsumsi air
minumnya dalam sehari sedikit maka prosentase air sisa setelah
penyerapan di kolon juga sedikit sekali menyebabkan konsistensi
feses menjadi padat (keras).
Faktor konsumsi buah salak mempengaruhi konstipasi karena
dimungkinkan seseorang tersebut mengkonsumsi dalam jumlah terlalu
banyak dan caranya kurang tepat yaitu dengan cara mengupas atau
membuang kulit ari pada buah salak tersebut. Padahal pada kulit ari
tersebut banyak mengandung serat yang justru dapat membantu
memperlancar proses defekasi ( buang air besar ).
Pasien juga dimunginkan karena kurangnya diimbangi dengan
makanan berserat, dimana serat yang banyak terdapat di buah-buahan
dan sayur yang secara kimiawi terdiri dari selulosa, hemiselulosa,
pectin dan lignin didalam usus zat-zat ini hampir tidak dirombak
atau dicerna karena tidak ada enzim yang sesuai sehingga sebagian
besar dikeluarkan dengan tinja dalam keadaan tidak berubah. Isi
usus yang banyak mengandung serat, serat ini akan menstimulasi
peristaltic usus untuk terjadi proses defekasi. Selain itu dengan
adanya serat tersebut terjadi pembentukan beberapa asam lemak dari
bakteri usus yang berfungsi sebagai pencahar dengan jalan
rangsangan langsung terhadap dinding usus serta melalui proses
penarikan air sehingga konsistensi tinja menjadi lunak.
Dalam kasus ini pasien mengalami konstipasi akut karena keluhan
baru berlangsung kurang dari 4 minggu. Pengobatan utama untuk
konstipasi akut seperti yang dialami pasien, utamanya adalah
pengaturan gaya hidup dan pengaturan pola makan. Terapi farmakologi
sendiri bersifat tambahan apabila dengan pengaturan diatas belum
memeberikan hasil yang baik.Beberapa alternative obat untuk
mengatasi kasus konstipasi yaitu :a. Sirup laktulosa Sirup
laktulosa berfungsi untuk memperlunak tinja, bekerja dalam waktu 48
jam, diminum 2x sehari 1 sendok makan (15ml) sesudah makan pagi
selama 2 hari, kemudian 1x sehari 15 ml. Zat disakarida sintetis
ini berupa gula yang tidak diserap dalam usus halus karena tak
adanya enzim untuk merombaknya. Baru dalam usus besar diuraikan
oleh bakteri menjadi antara lain, asam asetat dan laktat, yang
merangsang dinding usus dan selain itu juga menarik air dengan
jalan osmosis. Efeknya baru tampak setelah beberapa hari. Wanita
hamil dan yang menyusui boleh menggunakannya. Sediaan yang beredar
yaitu Dupholax (kimia Farma, sirup 3,4 g/5ml) dan Constipen.b.
Bisakodil (Obat Wajib Apotik) Bisakodil merupakan obat untuk
mempermudah pengosongan usus dalam 1-6 jam. penggunaannya malam
hari diminum 1-2 tablet dari 5 mg atau digunakan sebagai
supositoria 10 mg untuk pagi hari, biasanya obat ini sudah
memberikan efek 6-8 jam berikutnya. Wanita hamil harus berhati-hati
menggunakan obat ini dalam bentuk tablet atau suppositoria, karena
dapat menimbulkan kejang-kejang perut. Sediaan yang beredar yaitu
Bisakodil (generic) tablet 5mg, Dulcolax 5mg tab dan 5mg atau 10mg
suppositoria, Laxamex 5mg tab, Melaxan 5mg tab, Prolaxan 5mg tab,
Toilax, Nelax.c. Turunan SorbitolTurunan sorbitol (Sorbitol)
berfungsi untuk memperlunak tinja, sorbitol sering digunakan
sebagai pengganti gula bagi penderita kencing manis. Penggunaan
secara oral sebanyak 30-50 g/hari. Begitupunla zat-zat dengan
aktivitas permukaan (detergensia), yang bekerja dengan jalan
meningkatkan masuknya air kedalam tinja, yaitu garam laurilsulfat (
Microlax) dan garam sulfosuksinat ( tablet Laxadine).
d. Parafin cairParafin cair adalah suatu minyak mineral, yang
biasanya dikombinasikan dengan fenolftalein (sirup Laxadine).
Sebaiknya sediaan ini tidak digunakan dalam jangka panjang dan
kontraindikasi dengan anak usia < 3 tahun. Sediaan yang beredar
yaitu Parafin liquidum (generic)Larutan (B) dan Laxadin (Yuparin)
Sirup (B).
e. Dantron
Dantron adalah obat konstipasi untuk pelayanan geriatric,
profilaksis dan pengobatan konstipasi pada pasien gagal jantung dan
thrombosis koror (kondisi dimana gerakana usus harus bebas dari
tegangan. Dantron bekerja dalam 1 12 jam. Pemakaiannya untuk dewasa
25-27 mg sebelum tidur dan untuk anak-anak 25 mg sebelum tidur.
Harus dihindari untuk wanita hamil dan menyusui, efek sampingnya
berupa urin berwarna merah. Sediaan yang beredar yaitu Dantron
(generic) 150mg tablet.f. Natrium Dukosat (Na dioktil
sulfosuksinat)Obat ini berupa sediaan oral yang bekerja dalam 1 2
hari untuk konstipasi. Pemakaiannya yaitu 500mg sehari dalam dosis
terbagi dan jangan diberikan bersamaan dengan paraffin cair.
Sediaan yang beredar yaitu Laxatab (yuparin) 50mg tablet.
g. Isphagula sekam
Isphagula sekam merupakan obat konstipasi yang pemakaiannya 1
sachet dalam 1 gelas air 1 3 kali sehari,sebelum atau sesudah
makan. Efek samping sediaan ini yaitu perut kembung, obstruksi
saluran cerna, hipersensitivitas. Sediaan yang beredar yaitu
Metamucil serbuk 7g dan 11 g, Mucofalk serbuk 5g, Mulax serbuk
7g.
h. Garam MagnesiumGaram Magnesium sebagai obat konstipasi berupa
magnesium hidroksida, sedang untuk pengsongan usus yang cepat
sebelum dilakukan pembedahan berupa magnesium sulfat. Efek samping
obat ini berupa kolik. Pemakaiannya bila perlu 2- 4 g sebagi 8 %
suspense dalam air. Sediaan yang beredar yaitu Garam Inggris
serbuk, Garam Inggris Cap Gajah serbuk.
Pada hakikatnya obat-obat ini janganlah diminum lebih lama dari
3-4 hari, kemudian menunggu satu minggu untuk melihat apakah pola
hajat sudah menjadi normal kembali. Kalau tidak, maka sebaiknya
pergi ke dokter untuk memeriksa lebih lanjut, karena mungkin
terdapat gangguan yang lebih serius
Pada Kasus ini mengingat pasien tidak mau menggunakan sediaan
berupa tablet dan kapsul serta pasien berusia lanjut maka dapat
dipilihkan obat Parafin Cair, sirup Laktulosa, Isphagula sekam, dan
garam magnesium.4. Terapi non farmakologi yang Apoteker
rekomendasikan untuk mengatasi gangguan pasien di atasa. Perubahan
Gaya HidupPenyebab umum dari konstipasi adalah diet yang rendah
serat, seperti terdapat pada sayuran, buah, dan biji-bijian, dan
tinggi lemak seperti dalam keju, mentega, telur, dan daging. Mereka
yang makan makanan yang kaya serat biasanya lebih jarang yang
mengalami konstipasi. Adapun beberapa makanan berserat yang
dianjurkan untuk menanggulangi konstipasi yaitu :
Beberapa jenis makanan yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan serat tubuh dalam sehari adalah:1. Konsumsilah whole
grains 2. Konsumsi sereal atau makanan tinggi serat untuk sarapan3.
Makanlah buncis beberapa kali seminggu. Buncis atau kacang-kacangan
mengandung cukup banyak serat dibandingkan sayuran lain yang
sejenis. Buncis dan kacang-kacangan juga dilengkapi dengan berbagai
protein nabati4. Konsumsi buah beberapa kali setiap hari5.
Konsumsilah sayuran beberapa kali setiap harinya
b. Banyak minum dan olah ragaMinuman seperti air dan jus,
menambah jumlah air yang masuk ke dalam kolon dan memperbesar
bentuk tinja, dan membuat gerakan usus menjadi lebih perlahan-lahan
dan lebih mudah. Penderita yang mengalami masalah konstipasi,
seyogyanya minum cukup air setiap harinya, sekitar 8 gelas perhari.
Kurang olah raga dapat menimbulkan konstipasi, tanpa diketahui
penyebab sebenarnya. Sebagai contoh, konstipasi sering terjadi pada
penderita setelah mengalami kecelakaan atau pada saat penderita
diharuskan tirah baring dalam waktu yang lama karena
penyakitnya.DAFTAR PUSTAKA
Asdie, Ahmad H., 1995, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, Volume 1, Edisi 13, hal.255-257, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi,
Alih bahasa Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteram,, EGC,
JakartaDipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy Handbook. Sixth
edition, The Mc.Graw Hill Company, USALennard-Jones JE, 1998,
Constipation. In Sleisenger and Fordtranss Gastrointestinal and
Liver Disease. Pathophysiology / Diagnosis / management. Vol 1, 6th
Ed, Ed by M Feldman et al, WB Saunders CO, Philadelphia Toronto, p
174-197
Ramkumar DP and Rao SSC, 2001, Functional anorectal disorder. In
Evidence- Based Gastroenterology, Ed by EJ Irvine and RH Hunt, BC
decker Inc, Hamilton London, p 207 222 Tjay, Tan H., Rahardja,
Kirana, 1993, Swamedikasi, Edisi Pertama, hal.101-108, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.Tjay T.H & Rahardja K, 2007, Obat Obat
Penting. Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya, PT
Gramedia, Jakarta.Yulinah, Elin dkk, 2008, ISO Farmakoterapi,
hal.372-377, PT ISFI Penerbitan, Jakarta. Yogyakarta, 26 November
2014Ulfah Julda ArifinFA/09133Mas Ajie Alamsyah FA/09166
Ulfa Aulia AzmiFA/09196Aulia Prehastiwi FA/09229
Gita Ayu Aprina FA/09262
Dhania Novitasari FA/09292Nurfina Dian K FA/09325