TUGAS STASE ILMU BEDAHMeidalena Anggresia Bahen11.2013.231
1. Definisi syok dan macam-macam syok2. Penanganan kekurangan
cairan/dehidrasi3. Jelaskan tentang perdarahan (ATLS dan
penatalaksanaannya)4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam basa5.
Jelaskan mengenai berbagai macam jenis luka, gambar!6. Jelaskan
tentang macam-macam jahitan!7. Jelaskan mengenai set minor8.
Jelaskan berbagai macam anastesi9. Jelaskan mengenai berbagai macam
tumor kulit dan jaringan dibawahnya!gambar!10. Jelaskan mengenai
berbagai macam cairan yang sering digunakan dan cara menghitung
tetesan!
Jawaban1. Syok dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana
kebutuhan metabolic tubuh tidak terpenuhi karena curah jantung yang
tidak cukup. a. Syok hipovolemikSyok hipovolemik merupakan tipe
syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume
intravascular.Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati
hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh
ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular
dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x
dari cairan intravascular.Syok hipovolemik terjadi jika penurunan
volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan
kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70
kg.Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
hipovolemik adalah (1) kehilangan cairan eksternal seperti :
trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan
cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan
peritonitisb. Syok kardiogenikSyok kardiogenik disebabkan oleh
kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung
menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Penyebab syok
kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.Koroner,
disebabkan oleh infark miokardium, SedangkanNon-koronerdisebabkan
oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan
disritmia.c. Syok distributiveSyok distributif atau vasogenik
terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam
vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah
perifer.Syok distributif dapat disebabkanbaik oleh kehilangan tonus
simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel.
Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
distributif yaitu(1) syok neurogenikseperti cedera medulla
spinalis, anastesi spinal, (2)syok anafilaktikseperti sensitivitas
terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3)
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1
thn dan > 65 tahun, malnutrisiBerbagai mekanisme yang mengarah
pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi
klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe: Syok neurogenicPada syok
neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus
simpatis.Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis,
anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat
terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau kekurangan
glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik
spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin,
lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik.Tanda lainnya adalah
bradikardi. Syok anafilaktikSyok anafilaktik disebabkan oleh reaksi
alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi
terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti
bodi sistemik. Syok septik Syok septik adalah bentuk paling umum
syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar
luas.Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat,
melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci
tangan secara menyeluruh.
2. Penanganan kekurangan cairan atau dehidrasiEvaluasi yang
cermat terhadap pasien memungkinkan kita untuk menentukan baik
secara kualitatif maupun kuantitatif jumlah cairan yang diperlukan
oleh pasien dalam waktu tertentu. Biasanya secara arbitrer periode
waktu yang diambil adalah setiap 24 jam. Disamping menentukan jenis
serta jumlah cairan yang akan diberikan dalam 24 jam mendatang,
mutlak pula ditentukan apakah cairan akan diberikan dengan
kecepatan yang sama selama 24 jam ataukah diperlukan kecepatan
khusus dalam periode tertentu.Bila dehidrasi disertai renjatan,
maka terapi cairan merupakan tindakan darurat yang harus segera
dilaksanakan, sedangkan pemeriksaan lengkap ditunda sampai renjatan
teratasi. Sedapat-dapatnya keadaan dehidrasi dievaluasi secara
cermat dan lengkap, direncanakan pengobatan yang tepat, kemudian
diberikan terapi cairan. Evaluasi meliputi besarnya defisit, jenis
dehidrasi (iso-, hipo-, atau hipernatremik), serta keseimbangan ion
kalium dan hidrogen. Pengobatan dehidrasi yang disebabkan oleh
berbagai etiologi dapat dilakukan berdasarkan pendekatan terapi
dasar dengan sedikit modifikasi.Pada dehidrasi ringan diberikan
cairan peroral, berupa oralit, larutan gula garam, air tajin, kuah
sayur, atau cairan rumah tangga lainnya. Banyaknya cairan yang
dianjurkan adalah 50 ml/kgBB, yang dapat diberikan dalam 4-6 jam.
Setelah dehidrasi teratasi dapat diberikan cairan biasa dengan
dosis rumatan.Pada dehidrasi sedang diberikan cairan oralit per
oral sebanyak 100 ml/kg BB selama 4-6 jam. Setelah tercapai
rehidrasi diberikan cairan rumatan.Tahap terapiUntuk keperluan
praktis, diperlukan pembagian fase terapi cairan parenteral, yang
biasanya terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap inisial, tahap lanjut,
dan tahap akhir. Pada kehilangan cairan melalui traktus gastro
intestinalis, hilangnya cairan meliputi seluruh kompartemen tubuh.
Oleh karena itu, cairan yang diberikan hendaknya memadai untuk
penggantian cairan di berbagai kompartemen tubuh tersebut.Keadaan
yang mendesak pada pasien dengan dehidrasi dengan berkurangnya
cairan plasma adalah penggantian volume plasma. Darah berfungsi
untuk membawa oksigen serta nutrien ke jaringan, dan mengangkut
hasil metabolisme. Tanpa oksigen dan makanan yang memadai, jaringan
akan mati. Oleh karena itu, pengembalian volume plasma merupakan
hal yang mendesak pada tahap inisial.Sebagian besar kehilangan air
pada dehidrasi hiponatremik adalah dari cairan ekstraseluler.
Disamping plasma, komponen yang hilang adalah cairan interstisial,
yang berfungsi sebagai medium transport hampir semua bahan aktif
fungsi tubuh. Komponen ini juga memerlukan penggantian agar proses
metabolik dapat berlangsung dengan normal.Cairan intraseluler juga
mengalami defisit dan memerlukan penggantian untuk menjamin faal
sel yang normal. Masing-masing tiga komponen tersebut secara kasar
berhubungan dengan tahap-tahap terapi cairan.1. Tahap inisialTahap
inisial hanya diperlukan bila terjadi defisit sirkulasi yang
bermakna. Bila hal tersebut tidak ada, maka fase inisial ini hanya
merupakan pemberian cairan yang lebih cepat dari pada tahap lanjut,
atau bahkan dapat ditiadakan sama sekali. Penekanan pada tahap
inisial ditujukan untuk mengatasi atau mencegah renjatan dengan
cara mengganti volume plasma (intravaskuler); secara ideal cairan
yang diberikan harus tetap ada dalam ruang intravaskuler. Pemberian
transfusi darah bukan merupakan pengobatan yang tepat, karena
diperlukan waktu untuk melakukan uji silang golongan darah serta
bahaya terjadinya trombosis, hepatitis atau reaksi imunologik lain.
Demikian pula halnya dengan plasma bukan merupakan pilihan pertama.
Cairan yang dianjurkan adalah yang mengandung natrium isotonik
ditambah dengan larutan elektrolit lain sesuai dengan keperluannya.
Larutan yang lazim dipakai sebagai cairan parenteral adalah larutan
NaCl 0,9% dengan glukosa 5% aa ditambah dengan larutan bikarbonat,
atau cairan laktat-glukosa.Cairan inisial untuk bayi harus
mengandung glukosa, yang berfungsi sebagai penambah kalori dan
pencegah hipoglikemia. Larutan NaCl 0,9% dengan kandungan Na dan Cl
masing-masing 154 mEq/l, yang dicampur dengan larutan glukosa 5%
merupakan salah satu cairan yang bermanfaat untuk mengatasi
dehidrasi disertai alkalosis metabolik, seperti stenosis pilorus.
Larutan yang hanya mengandung glukosa, Na dan Cl ini tidak tepat
diberikan pada pasien dengan asidosis metabolik, yang biasanya
mekanisme kompensasi oleh ginjalnya untuk mensekresi ion hidrogen
belum berjalan dengan baik akibat perfusi ginjal yang buruk. Cairan
netral tersebut bahkan dapat memperburuk keadaan, sebab terjadi
pengenceran bicarbonat. Untuk pasien dengan asidosis metabolik ini
dianjurkan pemberian inisial yang mengandung bicarbonat atau
prekursor bikarbonat. Kekurangan cairan yang mengandung prekursor
bikarbonat adalah tidak dapat langsung dimetabolisme menjadi
bikarbonat.Pemberian cairan inisial dilakukan secepat-cepatnya
untuk mengatasi renjatan serta merestorasi deplesi cairan
intravaskuler. Jumlah yang diberikan 20-30 ml/kgBB, pada renjatan
diberikan secepatnya; pada keadaan yag lebih ringan diberikan dalam
waktu 1 jam. Bila dengan kecepatan tersebut renjatan belum
teratasi, maka sejumlah cairan yang sama diberikan dengan kecepatan
yang sama pula. Hal ini dapat dilakukan sampai 3 kali, meskipun
jarang diperlukan. Pada umumnya renjatan sudah teratasi pada
pemberian 20 ml/kgBB yang pertama, sehingga pada saat hasil
laboratorium diketahui, tetesan dapat diperlambat sesuai dengan
rencana pengobatan selanjutnya. Bila diberikan sampai 90 ml/kgBB,
berarti 9% dari berat badan, cukup untuk mengatasi dehidrasi sedang
dan berat, maka seyogyanya dilakukan pemantauan tekanan vena
sentral untuk mencegah kelebihan cairan.Cara pengobatan tersebut
dapat dilakukan pada dehidrasi hipo-, iso-, maupun hipernatremik.
Dengan cara ini umumnya kadar natrium serum kembali normal. Dengan
mekanisme yang belum diketahui, kadang-kadang pada dehidrasi
hipernatremik terjadi peninggian kadar natrium yang tidak melebihi
3 mEq/l meskipun diberikan larutan NaCl isotonik. Kalium tidak
diberikan pada tahap ini, kecuali bila jelas terdapat tanda
hipokalemia. Pemberian kalium dinilai setelah fungsi ginjal
dipastikan berjalan baik. Mungkin dengan pemberian cairan tersebut
renjatan tetap tidak teratasi; dalam hal ini dapat diberikan darah
10 ml/kgBB, plasma atau cairan sejenis lainnya (plasma expander).2.
Tahap lanjutLama waktu tahap inisial dan tahap lanjut adalah
kira-kira sepertiga dari 24 jam, atau 8 jam. Dalam tahap lanjut
penekanan ditujukan pada pemulihan cairan intertisial. Jumlah yang
diberikan dalam 8 jam pertama tersebut (tahap inisial + tahap
lanjut) kira-kira 50 % dari kebutuhan yang diperhitungkan untuk 24
jam. Dengan demikian maka kecepatan tetesan infus diatur dengan
memperhatikan jumlah cairan yang harus diberikan dalam 8 jam
pertama serta dengan memperhitungkan jumlah cairan yang telah
diberikan dalam tahap inisial.Jenis cairan yang dipergunakan pada
tahap lanjut ini bergantung pada hasil pemeriksaan analisis gas
darah arteri serta elektrolit. Pada umumnya cairan dasar yang
dipakai adalah larutan glukosa 5%. Kandungan natrium yang diberikan
bergantung dari kadar natrium plasma pada saat tersebut, dan
biasanya bervariasi dari 40-80 mEq/l. Bila diuresis sudah ada, maka
kalium dapat ditambahkan meskipun pada umumnya cukup aman untuk
memberikan larutan tanpa kalium dalam 24 jam pertama. Bila terbukti
ada hipokalemia atau pada penyakit yang diduga dapat menimbulkan
hipokalemia dapat diberikan kalium, misalnya pada stenosis pilorus
dengan alkalosis hipokloremik, diare kronik atau asidosis
diabetik,walaupun kadar kalium sebelumnya normal atau hanya sedikit
merendah. Meskipun demikian perlu tetap diperhatikan, bahwa pada
kasus demikian pun pemberian kalium baru dimulai setelah ada
produksi air kemih; pada umumnya kalium sebanyak 20 mEq/l sudah
cukup untuk mencegah efek klinis deplesi kalium. Klorida serta basa
(bikarbonat) diberikan sesuai dengan keadaan asam-basa pasien.
Dehidrasi isonatremikPada dehidrasi isonatremik, tidak hanya
terjadi kehilangan natrium dari ekstraseluler, tetapi ditemukan
juga perpindahan natrium ke dalam ruang intraseluler untuk
menggantikan kalium yang keluar dari ruang intraseluler tersebut .
Jadi, pemberian natrium sesuai dengan kalkulasi defisit
ekstraseluler akan menyebabkan jumlah natrium dalam tubuh yang
berlebihan. Setelah pemberian kalium, maka natrium intraseluler
akan kembali keluar dan meninggikan kadar natrium ekstraseluler.
Untuk mencegah keadaan tersebut, rencana pemberian air dan natrium
selama 24 jam pertama hanya diberikan sebanyak 2/3 dari kehilangan
ekstraseluler.Sebagai contoh, anak dengan dehidrasi isonatremik
berat dan kehilangan berat badan sebanyak 15%. Kalkulasi defisit
cairan adalah 150 ml/kgBB (15% berat badan) dan defisit natrium
sebesar 21 mEq/kgBB (kadar natrium dianggap 140 mEq/l). Dalam 24
jam pertama hanya 100 ml/kgBB air dan 14 mEq/kgBB natrium yang
boleh diberikan. Dari jumlah tersebut 20-30 ml/kgBB cairan dan 3-4
mEq/kgBB natrium (mungkin lebih bila renjatan belum teratasi)
diberikan dalam waktu 2-4 jam pertama sebagai terapi inisial.
Sisanya sebesar 70-80 ml/kgBB cairan dan 10-11 mEq/kgBB natrium
diberikan dalam sisa 20-22 jam berikutnya dengan menggunakan cairan
yang sama seperti pada terapi inisial. Dalam pemberian jumlah
cairan dan elektrolit, kalkulasi penggantian defisit harus mencakup
kehilangan normal yang tetap berlangsung dan setiap kehilangan
abnormal yang masih berlanjut, seperti diare atau pengisapan cairan
usus. Setelah 24 jam pertama, terapi selanjutnya ditujukan untuk
melengkapi penggantian air dan natrium serta mulai mengganti kalium
yang hilang. Banyaknya kebutuhan air dan natrium dapat ditambah 25%
dari kebutuhan rumatan, dengan ditambah setiap kehilangan yang
masih berlanjut (bandingkan dengan kebutuhan rumatan). Karena
hampir selalu terjadi pengeluaran kalium dari sel, pemberian kalium
dalam 24 jam pertama dengan kecepatan sama dengan derajat hilangnya
natrium, akan menimbulkan hiperkalemia. Karena itu pemberian kalium
dilakukan dengan kecepatan lebih lambat selama 3-4 hari berikutnya.
Sekali-kali jangan diberikan kalium bila terdapat hiperkalemia atau
bila ginjal belum berfungsi nyata; terutama pada asidosis pemberian
kalium harus lebih diawasi. Konsentrasi kalium tidak boleh melebihi
40 mEq/l dan kecepatan pemberiannya tidak boleh melebihi 3 mEq/kg
BB/ 24 jam, kecuali pada keadaan yang luar biasa.Kebijaksanaan
pengobatan parenteral dehidrasi berat pada tahap inisial dan tahap
lanjut adalah sebagai berikut: cairan rehidrasi perenteral yang
biasa digunakan adalah Ringer Laktat, sebanyak 30 ml/kgBB dalam 1
jam pertama, dilanjutkan dengan 10 ml/kgBB/jam selama 7 jam
berikutnya. Setelah itu bila masih dehidrasi dapat diberikan cairan
peroral sebanyak 40 ml/kgBB selama 2-4 jam. Bila tidak dapat
diberikan peroral, cairan diberikan secara intragastrik dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam. Kalau kedua cara (per oral
dan intragastrik) tidak dapat dilakukan, maka rehidrasi perenteral
dilanjutkan dengan kecepatan 10 ml/kgBB/jam sampai tercapai
rehidrasi. Pada tahap rehidrasi atau tahap lanjutan diberikan
cairan rumatan atau minuman dan makanan secara bertahap.3.
Dehidrasi hiponatremikKeadaan ini timbul bila kehilangan natrium
relatif lebih banyak daripada kehilangan air, sehingga konsentrasi
natrium serum kurang dari 130 mEq/l. Hiponatremia mengakibatkan
overhidrasi (keracunan air) dan edema sel, termasuk sel otak, dan
dapat menyebabkan kejang. Gejala ini mirip dengan dehidrasi
umumnya, yaitu gangguan kesadaran, renjatan, ketakutan, dan kejang.
Biasanya kejang baru timbul pada keadaan hiponatremia berat dengan
konsentrasi natrium kurang dari 120 mEq/l. Penatalaksanaan
dehidrasi hiponatremik serupa dengan dehidrasi isonatremik, bedanya
hanya karena adanya pemberian tambahan natrium. Tambahan natrium
ini diberikan merata dalam beberapa hari sebagai koreksi bertahap.
Pemberian larutan natrium hipertonik jarang diperlukan, kecuali
bila ada gejala keracunan air. Untuk mencegah terjadinya keracunan
air dan hiponatremia yang lebih berat, pemberian larutan hipotonik
pada fase inisial harus dihindarkan. Aplikasi penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut : (1) Mengatasi dehidrasi dan renjatan
dengan cairan Ringar Laktat atau NaCl 0,9% sebanyak 20-30 ml/kgBB
selama 1-2 jam.(2) Plasma sebanyak 10 ml/kgBB dapat diberikan, bila
perlu diguyur. (3) Banyaknya defisit natrium dikoreksi dengan
memakai rumus menurut berat badan, sebagai berikut :Defisit Na =
(140-serum Na) x BB x 0,6 mEq/lKeterangan :Defisit Na= defisit
natrium ( mEq/l)Angka 140= kadar normal natrium serum; pilihan lain
angka 135. Serum Na= kadar serum natrium pasienBB= berat badan
(kg)Angka 0,6 = volume normal cairan tubuh (60% dari BB); pilihan
lain 0,50 atau 0,55 sebagai volume cairan tubuh dalam keadaan
dehidrasi.Pada bayi dan anak biasanya jumlah defisit natrium
berkisar antara 10-12 mEq/kgBB, kalium 8-10 mEq/kgBB, dan klorida
10-12 mEq/kgBB. Karena itu dapat dipakai cairan Darrow glukosa aa
atau cairan NaCl 0,9% + KCl 1,5 gr/l (20mEq/l). (4) Umumnya pada
hiponatremia ringan (kadar natrium serum 120-130 mEq/l) cukup
diberikan cairan isotonik dan tidak memerlukan koreksi. (5) Pada
hiponatremia berat, mungkin disertai kejang, dapat diberikan
larutan NaCl 3% dengan kecepatan tetesan 1ml/menit sampai maksimum
12 ml/kgBB selama 1-4 jam untuk menaikkan kadar natrium serum
sebesar 5-10 mEq/l.4. Dehidrasi hipernatremikPenanganan dehidrasi
hipernatremik lebih sulit. Hiperosmolalitas yang terjadi dapat
menyebabkan cacat neurologik yang bersifat permanen, seperti
kejang, perdarahan otak yang luas, trombosis otak, effusi subdural,
atau cerebral palsi. Tanpa kelainan patologikpun dehidrasi
hipernatremik berat sudah dapat menimbulkan gejala kejang. Adanya
kerusakan otak ditandai dengan meningkatnya kadar protein dalam
cairan serebrospinalis.Selain itu kejang dapat timbul saat kadar
natrium serum kembali mencapai nilai normal setelah terapi. Kadar
natrium yang tinggi dalam sel otak selama dehidrasi mengalami
pengenceran mendadak dengan masuknya air kedalam sel otak,
sedangkan natrium belum sempat keluar. Walaupun mekanisme ini belum
jelas, tetapi kejadian kejang dapat diturunkan dangan melakukan
koreksi hipernatremia secara lambat dalam beberapa hari. Penurunan
kadar natrium mencapai nilai normal selama terapi tidak boleh
melebihi 10mEq/l /24 jam.Selain gambaran neurologik, gajala klinis
lain sering pula ditemukan. Anak sering menangis dan menjerit-jerit
sangat keras dengan nada yang tinggi, gelisah, terangsang, dan
kadang-kadang somnolen. Turgor kulit sering tidak jelas menurun,
meskipun ada dehidrasi.Defisit natrium pada dehidrasi hipernatremik
relatif sedikit; cairan ekstraseluler tidak banyak keluar, sehingga
kebutuhan air dan natrium lebih rendah dibandingkan dengan
dehidrasi hipo- atau isonatremik. Bila tidak ada renjatan, cairan
yang dapat diberikan adalah yang mengandung glukosa 5% dan natrium
25 mEq/l dalam bentuk bikarbonat atau klorida, sebanyak 60-75
ml/kgBB/24 jam. Jumlah cairan ini, yang diperlukan untuk
mengembalikan kadar natrium menjadi normal kembali, dapat pula
dihitung dengan rumus berikut :V= serum Na-140 x BB x 0,6 liter
140
Keterangan:V= volume cairan yang diperlukan Serum Na= kadar
natrium serum pasienAngka 140= kadar normal natrium serum; pilihan
lain angka 135BB= berat badan (kg)Angka 0,6= volume normal cairan
tubuh
Banyaknya cairan dan natrium untuk keperluan rumatan pada tahap
lanjutan harus dikurangi 25% , karena pada hipernatremia terjadi
oliguria akibat meningginya kadar hormon anti diuretik (ADH).
Penggantian kehilangan cairan yang masih berlanjut tidak
diperlukan.Berbagai komplikasi sering menyertai keadaaan dehidrasi
hipernatremik sendiri, maupun penanganannya. Terapi dehidrasi
hipernatremik dangan air yang berlebihan dengan/tanpa natrium
seringkali menimbulkan ekspansi volume cairan ekstraseluler sebelum
asidosis teratasi atau sebelum ekskresi klorida terjadi. Sebagai
konsekuensinya terjadi edema dan gagal jantung yang memerlukan
digitalisasi. Selama pengobatan kadang-kadang terjadi hipokalsemia
yang memerlukan pemberian kalsium intravena; hal ini dapat dicegah
dengan pemberian kalsium selama terapi lanjutan. Komplikasi lain
adalah kerusakan tubulus ginjal disertai azotemia dan hilangnya
daya konsentrasi ginjal, sehingga tindakan pengobatan harus
dimodifikasi.Mengingat komplikasi neurologik yang serius serta
penanganannya yang sulit, maka tindakan pencegahan terjadinya
dehidrasi hipernatremik sangat penting. Penyebabnya biasanya
bersifat iatrogenik, karena itu kejadiannya mudah dicegah.Secara
singkat penanganannya adalah seperti berikut ini :(1) Mengatasi
dehidrasi dan renjatan dengan cairan NaCl 0,9% atau cairan Ringer
Laktat, sebanyak 20 ml/kgBB sampai gejala teratasi.(2) Volume
cairan yang diperlukan untuk mengembalikan kadar natrium serum
menjadi normal dihitung dengan cara seperti diuraikan diatas. Jenis
cairan yang diberikan adalah larutan yang mengandung glukosa 5% dan
Na 25 mEq/l; yang paling mudah adalah larutan glukosa 5% + larutan
NaCl 0,25%. (3) Pada terapi lanjutan, jumlah cairan dan natrium
rumatan dikurangi 25%. (4) Evaluasi keadaan penderita dan bila
mungkin periksa kadar natrium serum tiap 6 jam untuk menentukan
tindakan pengobatan lebih lanjut. (5) Bila terjadi kejang, selain
luminal atau diazepam diberikan pula larutan NaCl 3% atau manitol
hipertonik sebanyak 3-5 ml/kgBB. (6) Bila kadar kalsium serum
kurang dari 9 mg/dl, diberikan kalsium glukonas atau kalsium
klorida 10 mg secara intravena.5. Tahap pemulihan awalPenekanan
pada tahap pemulihan awal adalah penggantian cairan intraseluler.
Kecepatan infus diturunkan sehingga sisa cairan yang diperhitungkan
untuk sehari (yaitu 50%) diberikan secara rata dalam 16 jam yang
tersisa. Komposisi cairan dipergunakan pada umumnya sama dengan
komposisi cairan pada tahap lanjut. Dimulai sejak pemberian minuman
atau makanan per oral yang diberikan secara bertahap, bergantung
pada umur, berat badan, jenis penyakit dan keadaan anak. Susu
disediakan dalam bentuk yang lebih encer, kemudian konsentrasinya
sedikit demi sedikit ditingkatkan, sehingga dalam beberapa hari
tercapai konsentrasi yang normal. Demikian pula mengenai makanan,
diawali dengan jenis makanan yang lebih encer atau lebih lunak,
kemudian secara bertahap diberikan makanan yang biasa
dihidangkan.Meskipun terapi cairan parenteral tidak memenuhi
kebutuhan kalori penderita, tetapi hal ini tidak menjadi masalah
selama pengobatan tidak berlangsung lama. Bila kemudian keadaan
anak membaik dan mulai dapat diberikan makanan peroral, maka
defisit lemak dan protein segera dapat dikoreksi. Dalam keadaan
tertentu diperlukan pemberian cairan parenteral untuk jangka waktu
lama karena pemberian per oral belum memungkinkan atau sukar
dilaksanakan. Contohnya adalah keadaan muntah berulang, diare
kronik, paska tindakan bedah. Dalam keadaan demikian diperlukan
pemberian alimentasi parenteral.6. Pemantauan selama
pengobatanDalam uraian diatas disebutkan bahwa rencana terapi
cairan seyogyanya telah ditetapkan pada saat penilaian awal pasien
dengan dehidrasi, dan perencanaan diperhitungkan untuk waktu 24
jam. Hal tersebut bukan berarti bahwa semua perhitungan dan rencana
tersebut bersifat kaku dan tidak dapat diubah. Keberhasilan terapi
cairan bergantung pada banyak faktor, karenanya diperlukan
pemantauan yang ketat terhadap pasien selama terapi cairan
diberikan. Pemantauan klinis merupakan hal terpenting yang harus
dilakukan. Observasi hendaknya dilakukan dengan ketat, mencakup
keadaan umum pasien, kesadaran, sifat tangis, aktifitas, serta
tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan). Semua penemuan
dicatat dalam lembar khusus yang rapi. Jangan dilupakan catatan
tentang jumlah cairan yang masuk, jumlah cairan yang masih keluar
(melalui air kemih, tinja, muntah, salir lambung), dan perubahan
berat badan. Dalam hal tertentu diperlukan pemeriksaan laboratorium
berkala terhadap elektrolit serum dan air kemih, osmolalitas,
analisis gas darah, pengukuran tekanan vena sentral, dan perekaman
EKG. Perubahan yang terjadi harus segera ditangani.
3. PerdarahanPerdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari
pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami
kerusakan.kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik,
sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.Berdasarkan
letak keluarnya darah, perdarahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:a.
Perdarahan luar (terbuka)Kerusakan dinding pembuluh darah yang
disertai kerusakan kulit sehingga darah keluar dari tubuh dan
terlihat jelas keluar dari luka tersebut dikenal dengan nama
Perdarahan Luar (terbuka).Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami
gangguan, perdarahan luar ini dibagi menjadi tiga bagian:
Perdarahan nadi (arteri), ditandai dengan darah yang keluar
menyembur sesuai dengan denyutan nadi dan berwarna merah terang
karena kaya dengan oksigen. Perdarahan ini sulit untuk dihentikan,
sehingga harus terus dilakukan pemantauan dan pengendalian
perdarahan hingga diperoleh bantuan medis. Perdarahan Balik (Vena),
darah yang keluar berwarna merah gelap, walaupun terlihat luas dan
banyak namun umumnya perdarahan vena ini mudah dikendalikan. Namun
perdarahan vena ini juga berbahaya bila terjadi pada perdarahan
vena yang besar masuk kotoran atau udara yang tersedot ke dalam
pembuluh darah melalui luka yang terbuka. Perdarahan Rambut
(Kapiler), berasal dari pembuluh kapiler, darah yang keluar
merembes perlahan. Ini karena pembuluh kapiler adalah pembuluh
darah terkecil dan hampir tidak memiliki tekanan. Jika terjadi
perdarahan, biasanya akan membeku sendiri. Darah yang keluar
biasanya berwarna merah terang seperti darah arteri atau bisa juga
gelap seperti darah vena.Pengendalian perdarahan bisa
bermacam-macam, tergantung pada jenis dan tingkat perdarahannya.
Untuk perdarahan terbuka, pertolongan yang dapat diberikan antara
lain: Tekanan Langsung pada Cedera. Penekanan ini dilakukan dengan
kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa saat sistem peredaran
darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk luka
kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu
dalam).Cara yang terbaikpada umumnya yaitu dengan mempergunakan
kassa steril (bisa juga dengan kain bersih), dan tekankan pada
tempat perdarahan. Tekanan itu harus dipertahankan terus sampai
perdarahan berhenti atau sampai pertolongan yang lebih baik dapat
diberikan. Kasa boleh dilepas jika sudah terlalu basah oleh darah
dan perlu diganti dengan yang baru. Elevasi. Teknik dilakukan
dengan mengangkat bagian yang luka (setelah dibalut) sehingga lebih
tinggi dari jantung. Apabila darah masih merembes, di atas balutan
yang pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang
pertama.Elevasi dilakukan hanya untuk perdarahan pada daerah alat
gerak saja dan dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung. Metode
ini tidak dapat digunakan untuk korban dengan kondisi cedera otot
rangka dan benda tertancap. Tekanan pada titik nadi. Penekanan
titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju
bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu
temporal artery (di kening), facial artery (di belakang rahang),
common carotid artery (di pangkal leher, dan dekat tulang selangka
), brachial artery (di lipat siku), radial artery (di pergelangan
tangan), femoral artery (di lipatan paha), popliteal artery (di
lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan
dorsalis pedis artery (di punggung kaki). Immobilisasi. Bertujuan
untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan
sedikitnya gerakan, diharapkan aliran darah ke bagian yang luka
tersebut menurun. Torniquet. Teknik ini hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan di tangan atau kaki saja, merupakan pilihan
terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan amputansi.
Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga
darah tidak dapat mengalir. Tempat yang terbaik untuk memasang
torniket adalah lima jari di bawah ketiak (untuk perdarahan lengan)
dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki).Untuk
memudahkan para pengusung, torniket harus terlihat jelas dan tidak
boleh ditutupi, sehingga torniket dapat dikendorkan selama 30 detik
setiap 10 menit sekali. Sementara itu, tempat perdarahan diikat
dengan kasa steril. Torniket hanya digunakan untuk perdarahan yang
hebat atau untuk lengan atau kaki yang cedera hebat.Korban harus
segara dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut. Jika korban tidak segera mendapat penanganan, bagian yang
luka bisa membusuk. Kompres dingin. Tujuan dilakukannya kompres
dingin adalah untuk menyempitkan pembuluh darah yang mengalami
perdarahan (faso konstriksi) sehingga perdarahan dapat dengan cepat
terhenti.
b. Perdarahan dalam (tertutup)Perdarahan dalam umumnya
disebabkan oleh benturan tubuh korban dengan benda tumpul, atau
karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan, dan lain
sebagainya.Luka tusuk juga dapat mengakibatkan hal tersebut, berat
ringannya luka tusuk bagian dalam sangat sulit dinilai walaupun
luka luarnya terlihat nyata.Kita tidak akan melihat keluarnya darah
dari tubuh korban karena kulit masih utuh, tapi dapat melihat darah
yang terkumpul di bawah permukaan kulit seperti halnya kasus memar.
Perdarahan dalam ini juga bervariasi mulai dari yang ringan hingga
yang dapat menyebabkan kematian. Untuk kasus yang menyebabkan
kematian adalah karena:Rusaknya alat dalam tubuh dan pembuluh darah
besar yang bisa menyebabkan hilangnya banyak darah dalam waktu
singkat.Cedera pada alat gerak, contohnya pada tulang paha dapat
merusak jaringan dan pembuluh darah sehingga darah yang keluar
dapat menimbulkan syok.Kehilangan darah yang tidak terlihat
(tersembunyi) sehingga penderita meninggal tanpa mengalami luka
luar yang parah.Mengingat perdarahan dalam berbahaya dan tidak
terlihat (tersamar), maka penolong harus melakukan penilaian dengan
pemeriksaan fisik lengkap termasuk wawancara dan analisa mekanisme
kejadiannya. Lebih baik kita menganggap korban mengalami perdarahan
dalam daripada tidak, karena penatalaksanaan perdarahan dalam tidak
akan memperburuk keadaan korban yang ternyata tidak
mengalaminya.Tanda-tanda yang mudah dikenali pada perdarahan dalam:
Memar disertai nyeri tubuh Pembengkakan terutama di atas alat tubuh
penting Cedera pada bagian luar yang juga mungkin merupakan
petunjuk bagian dalam yang mengalami cedera Nyeri, bengkak dan
perubahan bentuk pada alat gerak Nyeri bila ditekan atau kekakuan
pada dinding perut, dinding perut membesar Muntah darah Buang air
besar berdarah, baik darah segar maupun darah hitam seperti kopi
Luka tusuk khususnya pada batang tubuh Darah atau cairan mengalir
keluar dari hidung atau telinga Batuk darah Buang air kecil
bercampur darahCara cara penatalaksanaan untuk korban dengan
perdarahan dalam adalah sebagai berikut: Baringkan korban
Pertahanan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi Berikan oksigen
bila ada Periksa pernafasan dan nadi secara berkala Rawat sebagai
syok Jangan memberikan makan atau minum Jangan lupa mengenai cedera
atau gangguan lainnya Segera bawa ke fasilitas kesehatan
terdekatBerbeda dengan perdarahan terbuka, pertolongan yang bisa
diberikan pada korban yang mengalami perdarahan dalam adalah
sebagai berikut: Rest. Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman
mungkin Ice. Bagian yang luka dikompres es sehingga darahnya
membeku. Darah yang membeku ini lambat laun akan terdegradasi
secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme tubuh. Commpression.
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat
proses penutupan lubang/bagian yang rusak pada pembuluh darah
Elevation. Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi
dari jantung.
4. Keseimbangan asam basa:Untuk mempertahankan pH antara
7.38-7.42, tubuh menetralisasikan dan menyisihkan asam yang mudah
menguap (dari pembakaran karbohidrat dan lemak dalam sel) dan asam
yang tidak menguap (hasil metabolism protein).Asam-asam segera di
buffer setelah terbentuk, yang mencegah perubahan pH yang
tiba-tiba.System buffer utama tubuh adalah protein dan fosfat dalam
ICF, system asam karbonat-bikarbonat dalam ECF dan hemoglobin dalam
sel-sel darah merah.Efek buffer merupakan hasil pembentukan
sejumlah asam basa kuat yang ditambahkan pada system tersebut.Hasil
akhir perubahan pH jelas kurang dibandingkan bila zat ditambahkan
pada air saja.Diagnosis sebagian besar kelainan asam basa dapat
dibuat dengan data laboratorium minimum, termasuk pH, pCO2,
konsentrasi bikarbonat, klorida urin, dan anion gap yang sudah
dihitung. Tetapi untuk diagnosis yang tepat, nilai-nilai
laboratorium ini harus dikorelasikan dengan pasti melalui
pengukuran pCO2 arterial, nilai dibawah 40 mmHg menunjukkan
ventilasi pulmoner yang berlebihan, nilai di atas 40mmHg
menunjukkan hipoventilasi. Apakah perubahan ventilasi menunjukkan
kelainan utama (asidosis atau alkalosis respiratorik), atau
kompensasi untuk masalah metabolic primer (asidosis atau alkalosis
metabolic) merupakan masalah klinis.Komponen metabolic dinilai
dengan mengukur kandungan CO2 atau CO2-combining power.Perubahan
konsentrasi bikarbonat mungkin menunjukkan kelainan metabolic
primer atau perubahan kompensasi untuk kelainan akibat
respirasi.Umumnya pengobatankelainan asam basa langsung ditujukan
untuk mengatasi penyebab, bukan pH.Pengobatan pH itu sendiri dengan
larutan asam atau alkali jarang diperlukan, sebaiknya pengukuran
demikian hanya menjanjikan control untuk sementara saja.a. Asidosis
respiratorikSejumlah keadaan yang menyebabkan ventilasi yang tidak
adekuat, termasuk obstruksi jalan nafas, penyakit paru (misalnya
pneumonia dan penyakit paru obstruksi kronik), cedera SSP atau
penyakit SSP yang menyebabkan depresi respirasi, dan berbagai
cedera thoraks, mungkin terdapat tersendiri atau bersama dengan
yang lain untuk menimbulkan asidosis respirasi. Masalah yang tidak
jarang pada masa pascabedah adalah kegelisahan, hipertensi, dan
takikardia, mungkin disebabkan oleh nyeri tetapi mungkin pula
menunjukkan ventilasi yang tidak adekuat dan hiperkarbia, yang
mungkin dipersulit oleh penggunaan narkotik yang salah untuk
mengatasi kegelisahan.Penanganan meliputi perbaikandefek pulmoner
yang cepat bila mungkin, dan pengukuran untuk menjamin ventilasi
yang adekuat.Hal ini terutama penting pada penderita trauma dengan
cedera kepala tertutup atau kerusakan otak hipoksik, hiperkarbia
akut memperburuk edema serebral yang telah ada karena vasodilatasi
serebral dan peningkatan aliran darah serebral.b. Alkalosis
respiratorikHiperventilasi akibat ketakutan, nyeri, hipoksia,
cedera SSP, dan bantuan ventilasi merupakan penyebab yang sering
dari alkalosis respiratorik.Tiap keadaan tersebut mungkin
menyebabkan penurunan pCO2 arterial yang cepat dan peningkatan
pH.Bahaya alkalosis respiratorik berat berkaitan dengan kekurangan
kalium (masuknya ion kalium ke dalam sel menggantikan hydrogen, dan
kehilangan kalium yang berlebihan dalam urin digantikan dengan
natrium) dan termasuk timbulnya aritmia ventrikel serta fibrilasi
ventrikel, terutama pada penderita yang diberikan digitalis atau
mengalami hypokalemia.Iskemia serebral dan asidosis akibat
vasokonstriksi serebral mungkin pula terjadi dan menyebabkan
kerusakan menetap pada penderita dengan aliran darah serebral
terganggu akibat penyakit arteri obstruktif atau selama dilakukan
endarteroktomi karotis.Komplikasi lain meliputi pergeseran kurva
disosiasi oksigen ke kiri, yang membatasi kemampuan hemoglobin
terhadap oksigen yang melimpah pada tingkat jaringan, dan penurunan
kalsium terionisasi, yang mungkin menyebabkan tetani, kejang, dan
potensiasi aritmia jantung.Alkalosis respiratorik berat dan menetap
sering sulit diatasi dan mungkin disertai dengan prognosis yang
buruk karena hiperventilasi (misalnya cedera
intracranial).Pengobatan bila mungkin ditujukan langsung pada
penyebab kelainan.Selain itu, penggunaan ventilator mekanis yang
tepat dan mengatasi tiap kekurangan kalium adalah penting.c.
Asidosis metabolicAsidosis metabolic menyertai retensi atau
produksi asam (azotemia, ketoasidosis diabetic, asidosis laktat)
atau kehilangan bikarbonat (diare, fistula pancreas atau usus
halus). Kompensasi pulmoner untuk kelainan ini diperantarai melalui
pusatnpernapasan di medulla untuk menaikkan kecepatan dan kedalaman
respirasi, menyebabkan penurunan kompensasi pCO2 kira-kira 1,1 mmHg
untuk tiap 1 mEq/L penurunan kadar bikarbonat. Control lebih pasti
selanjtnya dipengaruhi oleh ginjal. Penyebab asidosis metabolic
dapat dibagi dalam dua golongan dengan memperkirakan kadar anion
serum yang tidak dapat diukur (anion gap). Nilai normal adalah
10-12 mEq/L dan dihitung dengan mengurangi jumlah klorida dan
bikarbonat serum dari konsentrasi natrium. Anion yang tidak dapat
diukur merupakan gap adalah sulfat dan fosfat ditambah laktat serta
anion asam organic lain. Bila asidosis disebabkan oleh kehilangan
bikarbonat (misalnya fistula pancreas) atau pertambahan asam
klorida (misalnya pemberian ammonium klorida), anion gap
normal.Sebaliknya, bila asidosis disebabkan oleh peningkatan
produksi asam organic (misalnya asam laktat dalam syok
sirkulatoris), atau retensi asam sulfat atau asam fosfat (misalnya
gagal ginjal), konsentrasi anion yang tidak terukur (anion gap)
meningkat.Pengobatan asidosis metabolic selalu ditujukan pada
penyebabnya.Salah satu yang tersering pada penderita bedah adalah
gagal sirkulasi akut dengan akumulasi asam laktat.Syok hemoragik
akut menyebabkan penurunan pH yang cepat dan mencolok, dan usaha
untuk mengatasi asidosis dengan infus natrium bikarbonat dalam
jumlah banyak tanpa perbaikan aliran adalah sia-sia.Setelah
pemulihan volume, produksi asam laktat terhenti, dan asam laktat
yang tersisa dibersihkan dengan cepat.Penggunaan rutin natrium
bikarbonat selama resusitasi penderita dengan syok hipovolemik
mengecewakan. Alkalosis metabolic ringan merupakan temuan yang
sering setelah resusitasi, yang sebagian disebabkan oleh efek
alkalinisasi transfuse darah dan cairan untuk resusitasi lain
(misalnya larutan ringer laktat)d. Alkalosis metabolicUntuk tujuan
diagnostic dan terapeutik, keadaan alkalosis metabolic dapat dibagi
menjadi jenis chloride responsive dan chloride resistant,
tergantung pada jumlah klorida dalam urin pada keadaan tidak
diobati.Keadaan alkalosis metabolic chloride resistant disertai
dengan sedikit penambahan volume ECF dan kebanyakan sekunder
terhadap kelainan adrenal.Tingkat sekresi steroid yang tinggi
menyebabkan resorpsi natrium dan bikarbonat yang maksimal oleh
tubuli serta pengeluaran klorida yang berlebihan dalam urin hal ini
menyebabkan alkalosis metbolik dan penambahan volume ECF.Penanganan
termasuk pemulihan kelainan adrenal.Jenis chloride responsive lebih
sering dan sering disertai kekurangan volume ECF yang
nyata.Prototip untuk jenis alkalosis ini adalah timbul akibat
muntah terus menerus atau penyedotan nasogastric untuk waktu lama
pada obstruksi pylorus.Berlainan dari kehilangan akibat
muntahdengan pylorus yang membuka (kehilangan sekresi lambung,
pancreas, empedu, dan usus), kehilangan tersebut hampir selalu
terdiri dari hydrogen, klorida, dan kalium.Respon ginjal yang
diharapkan terhadap kehilangan kehilangan asam adalah retensi
hydrogen dan resorbsi bikarbonat berkurang.Tetapi kekurangan ECF
yang progresif merangsang resorbsi natrium yang maksimal oleh
ginjal, dalam tubuli distal, ini membutuhkan pertukaran untuk
hydrogen atau kalium dan pembentukan ion bikarbonat.Masalah
bertambah dengan timbulnya hipokloremia yang menunjukkan resorbsi
natrium oleh tubuli distal meningkat (klorida kurang tersedia untuk
resorbsi dengan natrium oleh tubuli proksimal), dan kekurangan
kalium menyebabkan lebih banyak hydrogen perlu ditukar untuk
natrium.Perubahan ini menimbulkan temuan yang khas alkalosis
sistemik berat dan urin yang asam (asiduri paradoksal).Penanganan
meliputi penggantian kekurangan ECF dengan larutan sodium klorid
isotonic dan kalium (bila output urin ditentukan dengan
tepat).Persediaan klorida memungkinkan peningkatan resorbsi natrium
dalam tubuli proksimal, sehingga alkalosis mulai teratasi karena
ion hydrogen yang disekresi berkurang dan lebih sedikit bikarbonat
yang dibentuk dalam tubuli distal.Selain itu, sekresi ion hydrogen
lebih berkurang ketika hypokalemia teratasi, karena sekarang lebih
banyak kalium tersedia untuk pertukaran dengan natrium.Perlu
ditekankan bahwa alkalosis (tidak pandang jenis atau penyebabnya)
meningkatkan kehilangan kalium dari sel-sel tubuh digantikan
sebagian oleh hydrogen, yang menyebabkan alkalosis ECF. Proses yang
sama terjadi dalam sel-sel tubuli distal ginjal, sehingga terdapat
lebih sedikit kalium untuk ditukar dengan natrium, dan lebih banyak
hydrogen yang harus dieksresikan dalam urin untuk menggantikan
natrium. Sebaliknya, alkalosis menambah kehilangan kalium. Bila
hydrogen meninggalkan sel, ia akan digantikan sebagian oleh kalium.
Dalam sel tubuli ginjal, lebih banyak kalium daripada hydrogen yang
tersedia untuk ditukarkan dengan natrium, menyebabkan peningkatan
kalium dalam urin.
5. Macam-macam lukaa. Vulnus excoriasi (Luka lecet)Vulnus
Excoriasi atau di singkat VE adalah luka yang di akibatkan terjadi
gesekan dengan benda keras.Cara mengidentifikasikan Vulnus
Excoriasi adalah luka yang memiliki Panjang dan Lebar, Berbeda
dengan VL yang memiliki kedalaman luka. Sebagai contoh luka lecet
akibat terjatuh dari motor sehingga terjadi gesekan antara anggota
tubuh dengan aspal. Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya
biasanya lebih tinggi dibanding luka robek, mengingat luka jenis
ini biasanya terletak di ujung-ujung syaraf nyeri di kulit.Cara
penanganan: Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka
terlebih dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar
teriakan pasien, karena jenis luka ini tidak memungkinkan kita
melakukan anastesi, namun analgetik boleh diberikan. Setelah
bersih, berikan desinfektan. Perawatan jenis luka ini adalah
perawatan luka terbuka, namun harus tetap bersih, hindari
penggunaan IODINE salep pada luka jenis ini, karena hanya akan
menjadi sarang kuman, dan pemberian IODINE juga tidak perlu
dilakukan tiap hari, karena akan melukai jaringan yang baru
terbentuk.
b. Vulnus punctum (Luka tusuk)Luka tusuk biasanya adalah luka
akibat logam, nah yang harus diingat maka kita harus curiga adanya
bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.Cara penanganan :
Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal
menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan
tempat lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang
menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah
membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian
didesinfktan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun
dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi.
c. Vulnus contussum (luka kontusiopin)Luka kontusiopin adalah
luka memar, tentunya jangan diurut ataupun ditekan-tekan, karena
hanya akan mengakibatkan robek pembuluh darah semakin lebar
saja.Cara penanganan: Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan
air dingin, karena akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah,
sehingga memampatkan pembuluh-pembuluh darah yang robek.
d. Vulnus insivum/scissum (Luka sayat)Luka sayat adalah jenis
luka yang disababkan karena sayatan dari benda tajam, bisa logam
maupun kayu dan lain sebgainya.Jenis luka ini biasanya tipis.Cara
penanganan: yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan
desinfektan.
e. Vulnus schlopetorumJenis luka ini disebabkan karena peluru
tembakan, maka harus segera dikeluarkan tembakanya.Cara penanganan
: jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus
dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan
dan tutup luka. Biarkan luka selama setidaknya seminggu baru pasien
dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan pelurunya.Diharapkan
dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser
karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.
f. Vulnus combustion (luka bakar)Luka yang disebabkan akibat
kontaksi antara kulit dengan zat panas seperti air panas(air
memdidih), api, dll.Cara penanganan: Penanganan paling awal luka
ini adalah alirkan dibawah air mengalir, bukan menggunakan odol
apalagi minyak tanah. Alirkan dibawah air mengalir untuk
perpindahan kalornya.Bila terbentuk bula boleh dipecahkan,
perawatan luka jenis ini adalah perawatan luka terbuka dengan tetap
menjaga sterilitas mengingat luka jenis ini sangat mudah
terinfeksi.Dan ingat kebutuhan cairan pada pasien luka bakar.
g. Luka gigitan (vulnus morsum)Luka jenis ini biasanya
disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga, ular, dan
binatang buas lainya.Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah
jenis luka gigitan dari ular berbisa yang berbahaya.Cara
penanganan: mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh
korban dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah
tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak
dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi
pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian
mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat
dilakukan pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini
bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh
yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan
yang lebih maju untuk perawatan lanjut.
h. Laserasi atau Luka Parut (vulnus laceratum)Luka parut
disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit,
misalnya karena jatuh saat berlari.Cara penanganan: Cara mengatasi
luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih dahulu dengan
cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau
saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka
dengan air dan sabun. Luka dibersihkan dengan kasa steril atau
benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai
benda asing ( kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan. Bila
ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke rumah sakit.Setelah bersih
dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa
anti-infeksi.
i. Vulnus AmputatumVulnus Amputatum adalah luka yang di
akibatkan terputusnya salah satu bagian tubuh, biasa di kenal
dengan amputasi.Luka yang di sebabkan oleh amputasi di sebut Vulnus
Amputatum.
j. Vulnus perforatumVulnus Perforatum adalah luka tembus yang
merobek dua sisi tubuh yang disebabkan oleh senjata tajam seperti
panah, tombak atau pun proses infeksi yang sudah meluas sehingga
melewati selaput serosa/epithel organ jaringan tubuh.
6. Macam-macam jahitan:a. Jahitan simpul tunggal. Jarum masuk ke
dalam kulit yang membentuk sudut yang melewati dermis dalam pada
titik yang selanjutnya keluar ke titik berlainan. Setiap jahitan
terputus disimpul sendiri-sendiri. Umunya jahitan satu-satu ini
dianggap teknik yang aman, karena kegagalan satu jahitan tidak
mempengaruhi seluruh jahitan. Keuntungan luka jahitan ini adalah
bila terjadi infeksi, cukup dibuka jahitan di tempat yang
terinfeksi saja.b. Jahitan jelujur. Digunakan satu benang untuk
seluruh panjang luka sehingga pengerjaanya lebih cepat. Namun bila
benang yang putus, seluruh panjang luka dapat terkuak, dan bila
terjadi infeksi, luka akan mengalami dehisensi.c. Jahitan matras.
Jahitan matras digunakan bila diperlukan pertautan tepi luka yang
tepat yang tidak dapat dicapai dengan jahitan satu-satu biasa.
Keuntungan jahitan ini adalah luka tertutup rapat sampai ke dasar
lka sehingga terjadinya rongga dalam luka dapat dihindari. Terdiri
dari matran vertical dan matras horizontal. d. Jahitan subkutkuler.
Jahitan subkutikuler adalah jahitan jelujur yang dibuat pada
jaringan lemak tepat di bawah dermis. Keuntungan: benang jahit
tidak terlihat sehingga jahitan tampak lebih rapi (segi kosmetik).
Kerugian: jahitan tampak lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang
lebih lama. e. Teknik jahitan Dalam (deep suturing). Jahitan dalam
dilakukan jika robekan jaringan mencapai fascia. f. Jahitan delapan
(figure of eight)7. Set minorAdapun yang termasuk di dalam kelompok
alat bedah minor berdasarkan Bachsinar 1992 adalah:a. Nald
vooder/Needle Holder/Nald Heacting. Gunanya adalah untuk memegang
jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.b. Gunting
Gunting Diseksi (disecting scissor)Gunting ini ada dua jenis yaitu,
lurus dan bengkok.Ujungnya biasanga runcing.Terdapat duatipe yabg
sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe Metzenbaum. Gunting
BenangAda dua macam gunting benang yaitu bengkok dan lurus,
kegunaannya adalah memotongbenang operasi, merapikan lukan. Gunting
Pembalut/PerbanKegunaannya adalah untuk menggunting plester dan
pembalut.c. Pisau BedahPisau bedah terdiri dari dua bagianyaitu
gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade).Kegunaanya adalah untuk
menyayat berbagai organ atau bagian tubuh manusia. Mata
pisaudisesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.d. Klem
(Clamp) Klem Arteri Pean. Ada dua jenis yang lurus dan bengkok.
Kegunaanya adalah untuk hemostatis untuk jaringan tipisdan lunak.
Klem Kocher. Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai
gigi padaujungnya seperti pinset sirugis.Kegunaannya adalah untuk
menjepit jaringan. Klem Allis. Penggunaan klem ini adalah untuk
menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor. Klem Babcock.
Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.e. Retraktor
(Wound Hook)Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor
dan Retraktor Volkmanpenggunaannya adalah untuk menguakanluka.f.
Pinset Pinset Sirugis. Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan
pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberitanda pada kulit
sebelum memulai insisi. Pinset Anatomis. Penggunaannya adalah untuk
menjepit kassa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang
tipisdan lunak. Pinset Splinter. Penggunaannya adalah untuk
mengadaptasi tepi-tepi luka ( mencegah overlapping).g. Deschamps
Aneurysm NeedlePenggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah
besar.h. Wound CuretPenggunaannya dalah untuk mengeruk luka kotor,
mengeruk ulkus kronis.i. Sonde (Probe)Penggunaannya adalah untuk
penuntun pisau saat melakukan eksplorasi, dan mengetahuikedalam
luka.j. KorentangPenggunaannya adalah untuk mengambil instrumen
steril, mengambil kassa, jas operasi, doek,dan laken steril.k.
Jarum JahitPenggunaanya adalah untuk menjahit luka yang dan
menjahit organ yang rusak lainnya.Untukmenjahit kulit digunakan
yang berpenampang segitiga agar lebih mudah mengiris kulit
(scharpenald). Sedangkan untuk menjahit otot dipakai yang
berpenampang bulat ( rounde nald ).8. Macam-macam anastesia.
Anestesi localAnestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk
operasi kecil pada bagian tertentu tubuh.Suntikan anestesi
diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa
sakit.Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep atau
semprotan.Sebuah anestesi lokal akan membuat pasien terjaga
sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati rasa di sekitar daerah
yang diperasi.Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan
cocok digunakan untuk operasi minor dan berbagai prosedur yang
berkaitan dengan gigi.b. Anestesi regionalAnestesi regional
diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan
bagian yang lebih besar.Pada prosedur ini pasien mungkin tidak
sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang.Di sini, obat
anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa
sakit selama dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari
anestesi regional, yang meliputi: Anestesi spinalAnestesi spinal
atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional yang
disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien.Pasien akan mengalami
mati rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah
untuk memblokir transmisi sinyal saraf.Setelah sinyal sistem saraf
terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit.Biasanya pasien tetap
sadar selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan untuk
membuat pasien tetap tenang selama operasi.Jenis anestesi ini
umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut, dan
kaki. Anestesi epiduralAnestesi epidural adalah bentuk anestesi
regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal.Perbedaannya,
anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang
menyakitkan daripada anestesi spinal.Epidural paling cocok
digunakan untuk prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan
kaki.c. Anestesi umumAnestesi umum ditujukan membuat pasien
sepenuhnya tidak sadar selama operasi.Obat bius biasanya
disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan
melalui alat pernafasan.Pasien sama sekali tidak akan mengingat
apapun tentang operasi karena anestesi umum memengaruhi otak dan
seluruh tubuh.Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang
penting seperti tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh dipantau
secara ketat.9. Tumor kulit dapat dibagi menjadi: Tumor jinak Tumor
Ganas
1. Tumor Jinak (Benign tumor )Cysts (Epidermal, Dermoid,
Trichilemmal)Kista epidermalJenis yang paling umum dari kista kulit
dan dapat terjadi di mana saja di tubuh sebagai nodul tunggal dan
tegas. Kista epidermal memiliki epidermis yang benar-benar matang
berisi lapisan granular.Kista dermoidTimbul pada saat lahir dan
dapat hasil dari epitel terperangkap selama penutupan garis tengah
pada perkembangan janin. Kista dermoid yang paling sering ditemukan
di garis tengah wajah (misalnya, hidung atau dahi) dan juga umum di
alis. Kista dermoid memiliki epitel skuamosa, kelenjar ekrin, unit
pilosebaceous, dan kadang-kadang, tulang, gigi, atau jaringan
saraf. Ahli bedah sering menyebut kista sebagai kista sebasea
karena seperti memuat sebum, bagaimanapun juga ini adalah sebuah
ironi karena sebenarnya substansi tersebut adalah keratin.Kista
Trichilemmal (pilar)Terjadi lebih sering pada wanita dan biasanya
di kulit kepala. Ketika pecah, kista ini memiliki bau yang kuat
yang khas. Dinding kista Trichilemmal tidak mengandung lapisan
granular tetapi memiliki lapisan luar yang khas menyerupai selubung
akar luar folikel rambut (trichilemmoma).Pada pemeriksaan, sulit
untuk membedakan satu jenis kista dari yang lain. Mereka semua
nodul subkutan, dinding tipis berisi pusat putih, krem. Pemeriksaan
histologi diperlukan untuk membedakan. Dinding kista ini terdiri
dari lapisan lapisan basal epidermis berorientasi dengan lapisan
superfisialis dan profunda lebih dewasa (yang mengatakan, dengan
kulit mendorong Pusat kista). Sel Desquamated (keratin) berkumpul
di tengah dan membentuk substansi kental kista. Kista biasanya
asimptomatis, dan menghilang sampai kista tersebut ruptur dan
menyebabkan inflamasi lokal. Daerah tersebut menjadi terinfeksi dan
membentuk abses. Insisi dan drainase disarankan untuk infeksi kista
akut. Nevi (Acquired, Congenital)Nevus adalah tumor yang paling
sering dijumpai, merupakan tumor yang berasal dari sel-sel
melanosit. Nevus umumnya muncul saat lahir atau segera setelah
lahir, terbanyak pada dewasa muda. Jenis-jenis nevus : Junctional
neviSel-sel nevus terdapat diantara lapisan epidermis dan dermis.
Intradermal nevi Sel-sel nevus terdapat di lapisan dermis. Compound
neviSel-sel nevus terdapat diantara lapisan epidermis dan dermis,
serta di lapisan dermis.
Nevi melanositik acquired diklasifikasikan sebagai junctional,
senyawa, atau kulit, tergantung pada lokasi sel nevus. Klasifikasi
ini tidak mewakili berbagai jenis Nevi tetapi tahap yang agak
berbeda dalam pematangan Nevi. Awalnya, sel-sel nevus terakumulasi
di dalam epidermis (junctional), beberapa bermigrasi ke dermis
(compound), dan akhirnya sisanya benar-benar dalam dermis
(dermal).Nevi Congenital lebih jarang terjadi, hanya 1% dari bayi
yang baru lahir. Lesi ini lebih besar dan mungkin berisi rambut.
Secara histologi, menyerupai nevus acquired. Lesi kongenital
raksasa (nevus berbulu raksasa) biasanya terjadi di dada dan
punggung. Selain itu, nevi kongenital berlanjut menjadi melanoma
maligna dari 1 - 5% dari kasus. Eksisi nevus adalah pengobatan
pilihan, tetapi sering cedera yang begitu besar sehingga penutupan
luka dengan cangkok kulit autologus tidak mungkin karena kurangnya
donor yang memadai. Excisions serial untuk beberapa tahun dengan
penutupan primer atau pencangkokan kulit dan perluasan jaringan di
kulit sekitarnya yang normal adalah mode saat terapi. Pada umumnya
tidak memerlukan terapi, kecuali bila pasien menginginkan nevus
diangkat atau dokter mencurigai metaplasia ke arah keganasan.
Keratosis (seboroik, solar)Keratosis seboroik merupakan suatu
tumor jinak yang berasal dari hiperplasia epidermis. Biasanya
terjadi di dada, punggung, dan perut pada lansia. Gejala klinis :
sering multiple, diameter jarang lebih dari 3 cm, berbatas tegas
sedikit meninggi, warna kecoklatan, permukaan seperti beludru
sampai verukos, konsistensi lunak. Diagnosa : berdasarkan gejala
klinis, dengan kaca pembesar ditemukan tanda khas berupa
sutura-sutura halus pada permukaannya. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Soft-Tissue Tumors (Acrochordons,
Dermatofibromas, Lipomas)Acrochordons (skin tags) adalah massa
berdaging, pedunkulata terletak di ketiak, batang dan kelopak mata.
Mereka terdiri dari epidermis hiperplastik batang jaringan ikat
fibrosa. Lesi ini biasanya kecil dan selalu jinak.2Dermatofibroma
berupa nodul soliter atau multiple yang keras, tidak nyeri.
Biasanya terdapat di ekstremitas. Ukuran kira-kira 1-2 cm, warna
merah tau kecoklatan, bisa juga biru kehitaman karena deposisi
hemosiderin. Dimple sign (+), yaitu bila kulit sekitar lesi dicubit
maka benjolan akan melekuk ke dalam. Dermatofibromas dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Ketika lesi membesar 2 - 3
cm, biopsi eksisi dianjurkan untuk menilai terhadap keganasan.
Lipoma adalah tumor jinak jaringan lemak yang dikelilingi kapsul
fibrosa tipis. sebagian besar ditemukan di bagasi tetapi dapat
muncul di mana saja. Etiologi lipoma belum diketahui pasti, akan
tetapi kecenderungan mendapat lipoma dapat diturunkan. Beberapa
lipoma dapat terjadi akibat trauma tumpul. Kadang-kadang dapat
tumbuh hingga ukuran besar. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
sel-sel tumor lobulated mengandung lemak yang normal. Eksisi
dilakukan untuk diagnosis dan untuk mengembalikan kontur kulit
normal.Vascular Tumors Hemangiomas (Capillary, Cavernous)Hemangioma
adalah neoplasma jinak pembuluh darah dengan ciri proliferasi
endotel yang meningkat pesat pada waktu bayi (1 tahun pertama), dan
dapat mengalami involusi secara perlahan pada masa anak-anak
melalui proses kematian sel secara progresif atau terjadinya
fibrosis (sampai usia 6 7 tahun).Patogenesis Merupakan suatu tipe
angiogenesis murni, yaitu meningkatnya faktor angiogenesis dan
berkurangnya faktor supresi sel-sel. Hemangioma yang berproliferasi
terdiri atas kumpulan sel-sel endotel yang membelah dengan cepat.
Saat mengalami involusi, aktivitas endotel berkurang, dan
sel-selnya menjadi lebih rata dan matur. Bekas hemangioma yang
telah involusi berupa kulit yang agak tipis, pigmen bisa berkurang,
atau ada bagian yang sedikit lebih gelap, dengan permukaan yang
tidak terlalu rata. Lesi papular dengan batas yang tegas, sebagian
besar terletak di bahu, wajah, dan kulit kepala. hemangioma
memiliki konsistensi kenyal. Secara histologi, hemangioma kapiler
terdiri dari sel endotel terlihat terutama pada pembuluh darah
janin. Lesi mengandung sebuah gua yang besar, ruang diisi darah
yang dibatasi oleh sel-sel endotel tampak normal.Pengobatan akut
terbatas pada lesi yang mengganggu fungsi, seperti penglihatan,
makan, dan buang air kecil, atau yang menyebabkan masalah sistemik,
seperti trombositopenia dan gagal jantung-output tinggi.
Pertumbuhan lesi yang cepat membesar dapat dihentikan dengan obat
prednison atau interferon alfa-2a. Hemangioma yang tetap setelah
awal masa remaja umumnya tidak akan sulit, karena eksisi bedah
dianjurkan. Neural Tumors (Neurofibromas, Neurilemomas, Granular
Cell Tumors)Neurofibroma merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominan ditandai dengan pigmentasi kulit (bercak cafe au
lait) dan tumor tumor pada sistem saraf berupa perubahan-perubahan
pada kulit, tulang, otot, serta sistem endokrin. Kelainan ini
dibedakan dalam dua tipe, dimana kasus terbanyak (85%) adalah
neurofibroma tipe 1. Gejala klinis : Bercak cafe au lait yang
multiple. Axillary freckling (Crowes sign) Neurofibromas Bercak
pseudoatrofik warna merah-biru. Manifestasi pada mata : nodula
Lisch pada iris Manifestasi sistemik : pada sistem saraf, tulang,
dan endokrin.Penatalaksanaan Untuk tumor-tumor yang mengganggu
fungsi atau mudah infeksi/trauma dapat dilakukan bedah
eksisi.Pemeriksaan fisik lengkap secara periodik untuk mendeteksi
kelainan-kelainan sistemik.Konseling genetik dan
edukasi.Neurilemomas adalah tumor soliter yang ditemukan di
sepanjang saraf perifer kepala dan ekstremitas. Berupa nodul
diskrit yang mungkin menyakitkan atau secara lokal memancarkan
sepanjang distribusi saraf. Mikroskopis, tumor mengandung sel
Schwann dengan inti palisading dikemas dalam baris.Tumor sel
granular biasanya lesi soliter dari kulit atau, lebih umum, pada
lidah. terdiri dari sel granular berasal dari sel Schwann yang
sering menyusup otot lurik sekitarnya.2. Tumor Ganas (Malignant
Tumors)Yang paling sering ditemukan Kanker kulit yang timbul dari
sel-sel pada lapisan epidermal dan dalam urutan frekuensi,
Karsinoma sel basal (Basal sel karsinoma) Karsinoma sel skuamosa
(Skuamous sel karsinoma), dan Melanoma maligna. Keganasan yang
timbul dari sel-sel dermis atau struktur adneksa jarang ditemukan.
Pengaruh lingkungan dan penyakit bersamaan dikaitkan dengan
peningkatan kejadian keganasan epidermis. Faktor-faktor ini telah
dipelajari secara ekstensif dan beberapa bentuk terbaik dari
pemahaman tentang penyebab kanker.
Basal Cell CarcinomaKarsinoma sel basal mengandung sel-sel yang
menyerupai sel-sel basal epidermis. Merupakan jenis yang paling
sering ditemukan pada kanker kulit dan dibagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan morfologi dan histologis. Jenis nodulocystic atau
noduloulcerative sebesar 70% dari karsinoma sel basal. Karsinoma
sel basal biasanya lambat tumbuh, dan pasien sering mengabaikan
lesi ini selama bertahun-tahun. Metastasis dan kematian dari
penyakit ini sangat jarang, tetapi lesi ini dapat menyebabkan
kerusakan lokal yang luas. Sebagian kecil (kurang dari 2 mm), lesi
nodular dapat diobati oleh ahli dermatologi dengan kuretase dan
electrodesiccation atau penguapan laser. Sebuah kelemahan dari
prosedur ini adalah bahwa tidak ada spesimen patologis diperoleh
untuk mengkonfirmasikan diagnosis atau mengevaluasi margin tumor.
Tumor yang lebih besar, lesi yang menyerang tulang atau struktur di
sekitarnya, dan tipe histologis lebih agresif (morpheaform,
infiltrasi, dan basosquamous) paling baik diobati dengan eksisi
bedah dengan 2 4 mm margin jaringan normal.Kejadian BCC meningkat
menurut usia dan lebih sering terjadi pada orangtua. Lebih dari 90
% dari BCC yang terdeteksi terdapat pada pasien yang berusia 60
tahun atau lebih. Gambaran klinik basal cell karsinoma bervariasi.
Terdapat 5 tipe dan 3 sindroma klinik, yaitu:1. Tipe
Nodular-Ulseratif (Ulkus Rosdens)Jenis ini dimulai dengan nodus
kecil 2-4 mm, translusen, warna pucat seperti lilin (Waxy-nodule).
Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan pembuluh darah
superficial melebar (telangiektasis).Permukaan nodus mula-mula rata
tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan ditengahnya dan
pinggir lesi menyerupai bintil-bintil seperti mutiara (pearly
border). Nodus mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan
erosi spontan yang kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian
sentral lesi.Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah,
berbatas tegas, dasar irreguler dan ditutupi oleh krusta. Pada
palpasi teraba adanya indurasi disekitar lesi terutama pada lesi
yang mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas tegas,
tidak sakit atau gatal. Dengan trauma ringan atau bila krusta
diatasnya diangkat, mudah berdarah.2. Tipe PigmentedGambaran
klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, pada jenis ini berwarna
coklat atau berbintik-bintik atau homogeni (hitam merata)
kadang-kadang menyerupai melanoma. Banyak dijumpai pada orang
dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah tropis.3. Tipe
Morphea-Like atau FibrosingMerupakan jenis yang agak jarang
ditemukan. Lesinya berbentuk plakat yang berwarna kekuningan dengan
tepi yang tidak jelas, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada
permukaannya tampak beberapa folikel rambut yang mencekung sehingga
memberikan gambaran seperti sikatriks.Kadang-kadang tetutup krusta
yang melekat erat. Jarang mengalami ulserasi. Tapi ini cenderung
invasive kearah dalam. Tepi ini menyerupai morphea atau
skleroderma. 4. Tepi SuperficialBerupa bercak kemerahan dengan
skuama halus dan tepi yang yang meninggi. Lesi dapat meluas secara
lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya multiple, terutama
dijumpai pada badan, kadang-kadang pada leher dan kepala.5. Tipe
FibroepitelialBerupa satu atau beberapa nodul keras dan sering
bertangkai pendek, permukaannya halus dan sedikit kemerahan.
Terutama dijumpai dipunggung.Tipe ini sangat jarang
ditemukan.Sindrom klinik yang merupakan bagian penting dari Basal
Cell Karsinoma, yaitu: Sindrom Karsinoma Sel Basal NevoidDikenal
sebagai sindrom Gorlin Goltz. Merupakan suatu sindrom yang
diturunkan secara autosomal dan terdiri dari: Kelainan kulit :
Berupa nodul kecil yang multiple yang terdapat pada masa
kanak-kanak atau akhir pubertas, terutama dijumpai pada muka dan
badan. Selama stadium nevoid, ukuran dan jumlah nodul bertambah.
Sering setelah umur dewasa, lesinya mengalami ulserasi dan kedalam
stadium neoplastik dimana terjadi invasi, destruksi dan mutilasi.
Kematian dapat terjadi karena invasi ke otak terdapat cekungan
(pits) pada telapak tangan dan kaki. Kelainan tulang : Berupa kista
pada rahang, kelainan pada tulang iga dan tulang belakang
(skoliosis,spina bifida) Kelainan mata: berupa katarak, buta
congenital. Sindrom Linear and Generalized Follicular Basal Cell
neviMerupakan jenis yang sangat jarang ditemukan pada lesi yang
linear, berupa nodul yang disertai komedo dan kista epidermal,
tersusun seperti garis dan unilateral, akibat kerusakan folikel
rambut akibat pertumbuhan tumor. Sindrom Bazex : atrophoderma
dengan multiple karsinoma sel basalDisamping itu ada juga tipe-tipe
klinis yang jarang dijumpai, yaitu: Fibroepitelioma, giant pore
KSB,wild fire KSB, angiomatous KSB, Lipoma like KSB, giant
exophytic KSB, hiperkeratotic KSB dan intra oral KSB.
10. Cairan yang sering digunakan dan cara menghitung tetesan1.
Cairan hipotonikOsmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga
larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan
pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak)
pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.1. Cairan Isotonik:Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun).Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
1. Cairan hipertonik:Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel
ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak).Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin.Untuk memahami lebih lanjut, terlebih dahulu kita harus
mengetahui rumus dasar menghitung jumlah tetesan cairan dalam
satuan menit dan dalam satuan jam:
Rumus dasar dalam satuan menit
Rumus dasar dalam satuan jam
Tugas Orthopaedi Definisi fraktur : putusnya kontinuitas tulang,
tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. Jenis-jenis fraktur
:1. Komplit dan tidak komplit Fraktur komplit : garis patah melalui
seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. Fraktur
tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:a. Hairline fracture (patah retak rambut)b. Buckle fracture
dan Torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya). Fraktur ini umumnya terjadi
pada distal radius anak-anak.c. Greenstick fracture (fraktur
tungkai dahan muda). Mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.2. Bentuk garis patah
dan hubungannya dengan mekanisme trauma Garis patah melintang :
trauma angulasi atau langsung Garis patah oblique : trauma angulasi
Garis patah spiral : trauma rotasi Fraktur kompresi : trauma
aksial-fleksi pada tulang spongiosa. Fraktur avulsi : trauma
tarikan atau traksi otot pada tulang, misalnya : fraktur pada
patella.3. Jumlah garis patah1. Fraktur kominutifGaris patah lebih
dari satu dan saling berhubungan.2. Fraktur segmentalGaris patah
lebih dari satu tapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah
disebut pula fraktur bifokal.3. Fraktur multipleGaris patah lebih
dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya :
fraktur femur, fraktur kruris,, dan fraktur tulang belakang.4.
Bergeser tidak bergeserDalam literatur Inggris :
displaced-undisplaced Fraktur undisplaced (tidak bergeser)Garis
patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Periosteumnya
masih utuh. Fraktur displaced (bergeser):Terjadi pergeseran
fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut dislokasi fragmen.a.
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping)b. Dislokasi ad axim (pergerseran yang
membentuk sudut)c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua
fragmen saling menjauhi)5. Terbuka tertutup Fraktur terbuka : bila
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit. Fraktur tertutup : bilamana tidak ada
luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan
kulit. Diagnosa fraktur ditegakkan berdasarkan :1. Anamnesa : ada
traumaBilamana tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis.
Trauma harus diperinci jenisnya, besar ringannya trauma, arah
trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan
(mekanisme trauma).Dari anamnesa saja dapat diduga : Kemungkinan
politrauma Kemungkinan fraktur multiple Kemungkinan fraktur fraktur
tertentu, misalnya : fraktur Colles, fraktur suprakondilair
humerus, fraktur kolum femur Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak
jelas pada fraktur inkomplit Ada gangguan fungsi, misalnya: fraktur
femur, penderita tidak dapat berjalan. Kadang-kadang fungsi masih
bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted (impkasi
tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa)2. Pemeriksaan umumDicari
kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada
fraktur terbuka terinfeksi.3. Pemeriksaan status lokalisTanda-tanda
fraktur yang klasik adalah untuk fraktur tulang panjang. Fraktur
vtulang-tulang kecil, misalnya navikulare manus, fraktur avulsi,
fraktur intra artikuler, fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang
yang dalam misalnya odntoid-servikal, servikal, acetabulum, dan
lain-lain, mempunyai tanda-tanda tersendiri.Tanda-tanda fraktur
yang klasik tersebut adalah :Looka. Deformitas : Penonjolan yang
abnormal misalnya fraktur kondilus lateralis humerus Angulasi
Rotasi Pemendekanb. Fungsio laesa: Hilangnya fungsi misalnya pada
fraktur kruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur antebrakhii
tidak dapat menggunakan lengan.FeelTerdapat nyeri tekan dan nyeri
sumbu.Movea. KrepitasiTeraba krepitasi bila fraktur digerakkan,
tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada
tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak teraba
krepitasi.b. Nyei bila digerakkan baik pada gerakan aktif maupun
pasif.c. Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi ,
gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan
kekuatan.d. Gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak
pada sendi, misalnya : pertengahan femur dapat digerakkan. Ini
adalah bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya
putusnya kontinuitas tulang sesuai definisi fraktur . Hal ini
penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgenPada look-feel and move ini juga dicari
komplikasi lokal dan keadaan neurovascular distal.4. Pemeriksaan
radiologisUntuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik,
diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan
radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan
dasar untuk tindakan selanjutnya.Untuk fraktur-fraktur yang tidak
memberikan tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu
dengan pemeriksaan radiologis, baik rontgen biasa atau pun
pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang
belakang dengan komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus
dua proyeksi yaitu AP dan lateral. Ap dan lateral harus benar-benar
AP dan lateral. Posisi yang salah akan memberikan interpretasi yang
salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan
posisi aksial pengganti lateral. Untuk asetabulum diperlukan
proyeksi khusus alar dan obturator.
Pengobatan FrakturPilihan adalah terapi konservatif atau
operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu
mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat
mungkin.Terapi konservatif1. Proteksi sajaMisalnya Mitella untuk
fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.2.
Imobilisasi saja tanpa reposisiMisalnya pemasangan gips atau bidai
pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.3.
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gipsMisalnya pada fraktur
supra kondilair, fraktur calles, fraktur Smith. Reposisi dapat
dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat
anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada
kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam
kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya : fraktur distal radius,
imobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.4.
TraksiTraksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi
hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada
anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi
Bryant)Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5kg,
untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai
sebagai traksi definitive, bilamana tidak maka diteruskan dengan
imobilisasi gips.Untuk orang dewasa traksi definitive harus traksi
skeletal berupa balanced traction.Terapi operatifTerapi operatif
dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image
intensifier, C-arm):1. Reposisi tertutup-fiksasi eksternaSetelah
reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi eksterna. Fikasasi eksterna dapat model
sederhana seperti Roger Anderson, Judet, screw dengan bone cement
atau Ilizarov yang lebih canggih.2. Reposisi tertutup dengan
kontrol radiologis diikuti fiksasi interna. Misalnya : reposisi
tertutup fraktur suprakondilair humerus pada anak diikuti dengan
pemasangan parallel pins. Reposisi tertutup fraktur kolum pada anak
diikuti dengan pinning dan imobilisasi gips. Cara ini sekarang
terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan
tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intramedular (pen) tanpa
membuka frakturnya.Terapi operatif dengan membuka frakturnya1.
Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (open Reduction and
Internal Fixation)Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan
mobilisasi dini tanpa fiksasi luarIndikasi ORIF :a. Fraktur yang
tidak bisa sembuh atau bahaya avaskulair nekrosis tinggi. Misalnya
fraktur talus, fraktur kolum femur.b. Fraktur yang tidak bisa
direposisi tertutup. Misalnya : fraktur avulse, fraktur
dislokasi.c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan. Misalnya : Fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi,
fraktur antebrachii, fraktur pergelangan kaki.d. Fraktur yang
berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
misalnya fraktur femur.2. Excisional ArthroplastyMembuang fragmen
yang patah yang membentuk sendi. Misalnya: fraktur caput radii pada
orang dewasa, fraktur collum femur yang dilakukan operasi
Girdlestone.
3. Eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesisDilakukan eksisi
kapur femur dan pemasangan endoprostesis Moore atau yang
lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan
fungsi, maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan latihan
untuk mencegah disuse atrofi otot dan kekakuan sendi, disertai
mobilisasi dini.Pengobatan Fraktur TerbukaFraktur terbuka adalah
suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.Tindakan
sudah harus dimulai dari fase pra rumah sakit: Pembidaian
Menghentikan perdarahan dengan perban tekan. Menghentikan
perdarahan besar dengan klem.Tiba di UGD rumah sakit harus segera
diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan
politrauma.Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam
kerangka kerja terpadu (team work).Tindakan Debridement dan Posisi
terbuka.1. Penderita diberi toksoid, ATS dan tetanus human
globulin.2. Antibiotika untuk kuman gram positif dan negatif dengan
dosis tinggi3. Kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka.4. Tourniquet disiapkan tetapi tidak perlu ditiup.5.
Setelah dalam narkose seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit
dan dicukur.6. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air
matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari
kontaminasi (jet lavage)7. Tindakan desinfeksi dan pemasangan duk
(draping)8. Eksisi luka lapis demi lapis . Eksisi kulit , subkutis,
fasia, otot. Otot-otot yang tidak vital dieksisi. Tulang-tulang
kecil yang tidak melekat pada periosteum dibuang. Fragmen tulang
besar yang perlu untuk stabilitas dipertahankan.9. Bila letak luka
tidak menguntungkan maka untuk reposisi terbuka dibuat insisi baru
yang biasa dipergunakan, misalnya fraktur femur dengan fragmen
distal menembus dekat lipat paha, untuk reposisi terbuka dipakai
approach posterolateral biasa.10. Luka fraktur terbuka selalu
dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup setelah satu minggu
setelah edema menghilang . Luka untuk reposisi terbuka dijahit
primer.11. Fiksasi yang baik adalah fiksasi eksterna. Bagi yang
sudah berpengalaman dan di rumah sakit dengan perlengkapan yang
baik, penggunaan fiksasi interna dapat dibenarkan. Bila fasilitas
tidak memadai, gips sirkuler dengan jendela atau traksi dapat
digunakan dan kemudian dapat direncanakan untuk fiksasi interna
setelah luka sembuh (delayed internal fixation). Pemakaian
antibiotika diteruskan untuk tiga hari dan bila diperlukan
debridement harus diulang. Prinsip penanganan fraktur2. Recognize
(mengenali)Mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada
jaringan lunak maupun pada tulang serta mengetahui mekanisme
trauma.2. Reduction (mengembalikan)Mengembalikan atau fragmen ke
posisi semula2. Retaining (mempertahankan)Mempertahankan hasil
reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan
spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih
nyaman dan dapat sembuh dengan cepat. 2.
Rehabilitation)Mengembalikan kemampuan anggota tubuh yang sakit
agar dapat berfungsi kembali.