BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machstaat). Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Dalam paham negara hukum itu, hukumlah yang menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Pada hakikatnya, negara Indonesia menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos (Kaelan, 2012). Konsep negara hukum dan Rule of Law sulit dipisahkan satu sama lain. Menurut Thomas Paine, konsep Rule of Law adalah tidak ada satu pun yang berada di atas hukum dan hukumlah yang berkuasa. Selain itu, dunia modern juga mendifinisikan Rule of Law sebagai konsep yang melibatkan prinsip dan aturan yang memberi pedoman pada mekansime tertib hukum (legal order) (Ain, 2012). Indonesia sebagai negara hukum, seperti yang tercantum dalam UUD 1945, mempunyai kewajiban untuk menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) demi kesejahteraan hidup bersama (Kaelan, 2012). Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak- hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir, berlaku seumur hidup, dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Menurut UU No.39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan
negara kekuasaan (machstaat). Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Dalam
paham negara hukum itu, hukumlah yang menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaraan
negara. Pada hakikatnya, negara Indonesia menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”,
yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum
atau nomos (Kaelan, 2012).
Konsep negara hukum dan Rule of Law sulit dipisahkan satu sama lain. Menurut
Thomas Paine, konsep Rule of Law adalah tidak ada satu pun yang berada di atas hukum dan
hukumlah yang berkuasa. Selain itu, dunia modern juga mendifinisikan Rule of Law sebagai
konsep yang melibatkan prinsip dan aturan yang memberi pedoman pada mekansime tertib
hukum (legal order) (Ain, 2012).
Indonesia sebagai negara hukum, seperti yang tercantum dalam UUD 1945,
mempunyai kewajiban untuk menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) demi
kesejahteraan hidup bersama (Kaelan, 2012). Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak
yang dimiliki manusia sejak ia lahir, berlaku seumur hidup, dan tidak dapat diganggu gugat
siapapun. Menurut UU No.39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Purwanti, 2008). Hak Asasi dilandasi oleh sebuah kebebasan setiap individu dalam
menentukan jalan hidupnya. Hak Asasi juga tidak dapat lepas dari kontrol bentuk norma-
norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-
bedakan suku, golongan, keturunan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap
manusia yagn hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan (Ain, 2012).
Natsif dkk (2010) menyimpulkan bahwa konsep negara hukum erat kaitannya dengan
perlindungan HAM. Bahkan, substansi negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan
hukum terhadap HAM. Selain itu, Randall P. Peerenboom juga meneliti keterkaitan Rule of
Law dengan HAM yang kompleks. Pereenboom menyatakan bahwa yang menjadi persoalan
bukanlah prinsip-prinsip Rule of Law, tetapi kegagalan untuk menaati prinsip-prinsip
1
tersebut. Menurutnya, Rule of Law bukanlah ‘obat mujarab’ yang dapat mengobati semua
masalah.
Terkait tentang hakikat HAM, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan
harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada
kenyataannya, kita melihat di negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering
kita temui. Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. HAM memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi
manusia, yaitu Komnas HAM. Namun, tanpa dipungkiri, kasus pelanggaran HAM di
Indonesia masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas. Pelanggaran berat HAM masih
banyak ditemukan, baik yang bersifat kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan,
perbudakan, penyiksaan, perkosaan dan penganiayaan kelompok, maupun kejahatan genosida
yang ingin menghancurkan kelompok bangsa,ras atau agama tertentu (Gusman, 2009).
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik itu berat ataupun tidak, senantiasa
menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian
tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan hak-hak korban, tetapi juga supaya tidak
terulangnya pelanggaran serupa di masa depan (Gusman, 2009). Untuk itulah, menurut
Peerenboom, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melaksanakan Rule of Law yang
dapat menyebabkan kemajuan kualitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya HAM. Namun,
memang Rule of Law bukanlah obat paling mujarab bagi terpenuhinya HAM (Ain, 2012).
Berdasarkan hal-hal tersebut, sebagai mahasiswa sekaligus generasi penerus bangsa,
kita menyadari bahwa pemahaman lebih lanjut mengenai konsep negara hukum, Rule of Law
dan HAM harus lebih diperhatikan. Kita harus mengetahui bahwa masih banyak pelanggaran
HAM yang terjadi di negara kita ini. Makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan, juga menjadi kesempatan kita untuk mengetahui dan
memahami lebih lanjut konsep-konsep tersebut beserta isu-isu yang ada di Indonesia saat ini.
Dengan demikian, kita tidak hanya terpaku untuk belajar satu bidang ilmu sesuai profesi kita,
melainkan juga mulai memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan-permasalahan
lain yang ada di Indonesia.
2
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Analisis Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rule of Law?
2. Apa yang dimaksud dengan negara hukum?
3. Mengapa negara Indonesia dikatakan sebagai negara yang berdasarkan atas hukum serta menganut prinsip Rule of Law?
4. Bagaimana prinsip-prinsip Rule of Law?
5. Bagaimana sejarah munculnya konsep Hak Asasi Manusia (HAM)?
6. Bagaimana UUD 1945 menjabarkan HAM?
7. Bagaimana rincian HAM dalam pasal-pasal UUD 1945?
8. Sebutkan contoh-contoh pelanggaran konkrit HAM di Indonesia!
a. pelanggaran pasal 28A hingga 28D;
b. pelanggaran pasal 28E hingga 28H;
c. pelanggaran pasal 28I hingga 28J.
9. Bagaimana perkembangan pelaksanaan perlindungan HAM di Indonesia?
10. Bagaimana ketentuan tentang HAM dalam Deklarasi Universal PBB?
11. Sebutkan contoh-contoh pelanggaran konkrit HAM di Indonesia!
a. pelanggaran pasal 1 hingga 10;
b. pelanggaran pasal 11 hingga 20;
c. pelanggaran pasal 21 hingga 30.
12. Apa yang dimaksud dengan warga negara dan penduduk?
13. Bagaimana asas-asas kewarganegaraan?
14. Bagaimana hak dan kewajiban warga negara menurut UUD 1945?
15. Bagaimana hak dan kewajiban bela negara?
3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Rule of Law dan Negara Hukum
3.1.1. Pengertian Rule of Law
Rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul
pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan
demokrasi, kehadirannya boleh disebut dengan reaksi dan koreksi terhadap
negara absolut. Rule of law lahir dengan semangat yang tinggi, bersama-
sama dengan demokrasi, parlemen, dan lain-lain, kemudian mengambil
alih dominasi dari golongan-golongan gereja, ningrat, prajurit dan
kerajaan. Keadilan harus berlaku untuk setiap orang. Oleh karena itu,
lahirlah doktrin Rule Of Law.
Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme
keadilan yang tinggi. Fried Man membedakan pengertian Rule of law:
1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu ‘organized public
power’ atau kekuasaan umum yang terorganisasikan.
2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan
‘menegakkan rule of law’ karena menyangkut ukuran-ukuran tentang
hukum yang baik & buruk.
Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law,
tapi pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang
oleh masyarakat/bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan,
khususnya keadilan sosial.
Menurut Satjipto Raharho, Rule Of Law ialah suatu institusi sosial
yang memiliki struktur sosial sendiri dan memperakar budaya sendiri. Rule
Of Law tumbuh dan berkembang ratusan tahun seiring dengan
pertumbuhan masyarakat Eropa, sehingga memperakar sosial dan budaya
eropa, bukan institusi netral. Rule Of Law juga merupakan suatu legalisme,
suatu aliran hukum yang didalamnya terkandung wawasan sosial. Rule Of
Law adalah suatu legalisme literal (bahwa keadilan dapat dilayani melalui
4
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat obyektif,
tidak memihak, dan otonom) (Serenade, Aristha 2011).
Menurut Hadjon, Rule of Law lebih memiliki ciri yang evolusioner.
Istilah ini tertuju pada gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa
kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur
melalui suatu perundang-undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya
dengan segala peraturan (Kaelan, 2012)
3.1.2. Pengertian Negara Hukum
Pada masa Yunani kuno, pemikiran tentang negara hukum
dikembangkan oleh para filosof besar Yunani kuno, Plato (429-347 s.M)
dan Aristoteles (384-322 s.M). Plato menguraikan bentuk-bentuk
pemerintahan. Menurutnya, ada dua macam pemerintahan: pemerintahan
yang dibentuk melalui jalan hukum dan pemerintahan yang terbentuk tidak
melalui jalan hukum. Aristoteles merumuskan negara hukum adalah
negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga negara dan keadilan perlu diajarkan rasa susila kepada
setiap manusia agar menjadi warga negara yang baik. Menurut Aristoteles,
negara yang baik adalah negara yang diperintah degan konstitusi dan
berkedaulatan hukum. Hugo Krabbe sebagai seorang ahli berpendapat
bahwa negara seharusnya negara hukum (rechsstaat) dan setiap tindakan
negara harus didasarkan pada hukum atau harus dipertanggungjawabkan
pada hukum.
Pada masa abad pertengahan, pemikiran tentang negara hukum lahir
sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Menurut Paul
Scholten, istilah negara hukum berasal dari abad XIX, tetapi gagasan
tentang negara hukum tumbuh di Eropa sudah dari abad XVII. Gagasan itu
tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution
1688 M sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut dan dirumuskan
dalam piagam Bill of Right 1689 (Great Britain) yang berisi hak dan
kebebasan dari kawula negara serta peraturan pengganti raja di Inggris.
5
Paham rechtsstaast pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum eropa
kontinental yang mulai populer pada abad XVII sebagai akibat dari situasi
politik eropa yang didominasi oleh absolutisme raja. Paham rechtsstaats
dikembangkan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedricht Julius
Sthal. Lain halnya dengan paham the rule of law yang mulai dikenal
setelah Albert Venn Dicey pada tahu 1885 menerbitkan bukunya
Introduction to Study of The Law of The Constitution yang bertumpu pada
sistem hukum anglo saxon atau common law system.
Dalam bukunya, Immanuel Kant mengemukakan konsep negara
hukum liberal atau negara hukum dalam arti sempit yang menempatkan
fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual
dan kekuasaan negara secara pasif yang bertugas sebagai pemelihara
ketertiban dan keamanan masyarakat. Menurut Friedrich Julius Stahl,
dalam bukunya, negara harus menjadi negara hukum yang menentukan
secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya lingkungan
kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Berdirinya negara hukum dapat
terwujud dengan empat unsur, yaitu: (1) hak-hak manusia; (2) pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan; dan (4) peradilan administrasi dalam
perseisihan. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak
dari segi negara yang secara langsung menurut suasana hukum. Jadi
negara hukum bukan hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan
pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan,
melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya. Menurut F.R.
Bothlingk, negara hukum ialah negara dimana kebebasan kehendak
pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum yang diwujudkan
dengan cara di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah terhadap
undang-undang dan di sisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat
undang-undang. Menurut Frans Magnis Suseno, SJ, negara hukum
memiliki ciri sebagai berikut: (1) fungsi-fungsi kenegaraan dijalankan oleh
lembaga-lembaga sesuai dengan ketetapan-ketetapan sebuah undang-
undang dasar; (2) undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang
merupakan unsur yang paling penting; (3) badan negara menjalankan
6
kekuasaan masing-masing selalu dan hanya atas dasar hukum yang
berlaku; (4) terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu
ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara; (5)
badan kehakiman bebas dan tidak memihak (Bastari, Romzie A dkk 2010)
Menurut Philipus M. Hadjon, negara hukum lahir dari suatu
perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam proses
perkembangannya rechtsstaat itu lebih memiliki ciri yang revolusioner.
Contohnya, gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme
di Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan,
maupun golongan teologis (Kaelan, 2012).
3.1.3. Negara Indonesia sebagai negara hukum dan penganut prinsip Rule
of Law
Negara Indonesia ditentukan secara yuridis formal bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas negara hukum. Hal itu
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang secara eksplisit
dijelaskan bahwa “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia...” Hal ini
mengandung arti bahwa suatu keharusan negara Indonesia yang didirikan
itu berdasarkan atas Undang-Undang Dasar Negara.
Dengan pengertian lain, dalam Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum atau rechtsstaat
dan bukan negara kekuasaan atau machtsstaat. Di dalamnya terkandung
pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konsitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan
menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,
adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap warga negara dalam hukum itu, hukumlah yang menjadi
komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dalam
7
penyelenggaraan negara, yang sesungguhnya memimpin adalah hukum itu
sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian ini Negara Indonesia pada
hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan
dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh
hukum atau normos.
Dalam kekuasaan negara hukum yang demikian ini, harus diadakan
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut
prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan
hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh
karena itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan
menurut pinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hukum tidak
boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi
berdasarkan kekuasaan belaka atau machtsstat. Prinsip negara hukum tidak
boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang
diatur oleh Undang-Undang Dasar. Karena itu perlu ditegaskan pula
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy yang diimbangi
dengan kedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat)
(Kaelan, 2012).
Di Indonesia,prinsip-prinsip RULE OF LAW secara formal
terteradalampembukaan UUD 1945. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law
secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3);
2. Kekuasaan kehakima nmerupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
(Pasal 24 ayat1);
3. Segenap warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara
lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum (pasal 28 ayat 1);
8
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 ayat 2)
3.1.4. Prinsip-prinsip Rule of Law
Negara yang menganut system Rule of Law harus memiliki
prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi
Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey, Rule of Law memiliki
3 unsur fundamental:
1. supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang boleh dihukum
jikalau memang melanggar hukum;
2. kedudukan yang sama di muka hukum. Berlaku bagi
masyrakat maupun pejabat negara;
3. terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta
keputusan-keputusan pengadilan.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan
dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas
dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif
melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara
hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi
semata. Negara harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial-
ekonomi.
Pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat
pemrintahan yang demokratis di bawah rule of law yang dinamis, yaitu
(Kaelan, 2012):
perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individual, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak (Independent
and impartial tribunals);
pemilihan umum yang bebas;
9
kebebasan untuk menyatakan pendapat;
kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi;
pendidikan kewarganegaraan
3.2. Hak Asasi Manusia (HAM)
3.2.1. Sejarah Konsep HAM
Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka
konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam
‘Universal Declaration of Human Right’ 10 Desember 1948. Namun,
melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban
manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh
Majelis Umum PBB dihayati sebagai suatu pegakuan yuridis formal dan
merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di
belahan dunia khusunya yang tergabung dalam PBB.
Pada zaman Yunani kuno, Plato telah memaklumkan kepada warga
polisinya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap
warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Awal
perkembangan HAM dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta
(1215), oleh Raja John Lackland. Kemudian juga penandatanganan
Petition of Right pada tahun 1628 oleh Charles I. Dalam hubungan ini Raja
berhadapan dengan utusan rakyat (House of Commons). Dalam hubungan
inilah maka perkembanga HAM itu sangat erat hubungannya dengan
perkembangan demokrasi. Setelah itu, perjuangan lebih nyata pada
peandatanganan Bill of Right, oleh Raja Willem III pada tahun 1689,
sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the
Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu kemenangan
parlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam
pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of Rights yang berlangsung
selama 60 tahun. Perkembangan selanjutnya perjuangan HAM dipengaruhi
oleh pemikiran filsuf Inggris John Locke yang berpendapat bahwa
manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada
penguasa. Hak-hak yang diserahkan pada penguasa adalah hak yang
10
berkaitan dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap
berada pada masing-masing individu.
Puncak perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut
yaitu ketika Human Rights itu untuk pertama kalinya dirumuskan secara
resmi dalam Declaration of Independence Amerika Serikat tertanggal 4
Juli 1776 tersebut dinyatan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh
Tuhan Yang Maha Esa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya.
Perumusan HAM secara resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi
Negara Amerika Serikat tahun 1787, yang mulai berlaku 4 Maret 1789.
Perjuangan HAM tersebut sebenarnya telah diawali di Perancis sejak
Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam revolusi Peranis, yang
berhasil menetapkan hak-hak asasi manusia dalam Declaration des Droits
L ‘Homme et du Citoyen yang ditetapkan oleh Assemblee Nationale, pada
26 Agustus 1789. Semboyan revolusi Perancis yang terkenal yaitu: (1)