TEORI KEPRIBADIAN ALFRED ADLER Psikologi Individual MAKALAH Ditulis oleh: Theresia Tjandra (12120080006) Shindy Suhada (12120080013) Merliana Paulus Abung (12120080026) Ifonny Pasongli (12120080027) Ryan Daniel de Fretes (12120080029) Yurike A. Ranteallo (12120080031)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TEORI KEPRIBADIAN ALFRED ADLER
Psikologi Individual
MAKALAH
Ditulis oleh:
Theresia Tjandra (12120080006)
Shindy Suhada (12120080013)
Merliana Paulus Abung (12120080026)
Ifonny Pasongli (12120080027)
Ryan Daniel de Fretes (12120080029)
Yurike A. Ranteallo (12120080031)
Novia (12120080037)
Joice Novita Limpo (12120080039)
Restu Randesalu (12120080045)
Fakultas Psikologi
Universitas Pelita Harapan Surabaya
2009
Teori Kepribadian Alfred Adler
Psikologi Individual
1. Pendahuluan
Makalah ini adalah tulisan yang disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
Psikologi Kepribadian. Di dalam tulisan ini, tim penulis akan memaparkan mengenai
dasar-dasar yang perlu diketahui dari teori kepribadian yang dikembangkan oleh
Adler, salah seorang psikolog Neo-Freudian, yang telah banyak berkontribusi di
dalam bidang psikologi.
Secara umum, makalah ini akan terdiri dari empat bahasan penting, yaitu mulai
dari memaparkan teori-teori Adler yang disadur dari beberapa buku, lalu diikuti oleh
kelebihan dan kelemahan teori Adler tersebut menurut tim penulis. Selanjutnya, tim
penulis mengutip beberapa kritik dari para ahli mengenai teori Adler ini, dan pada
akhirnya tim penulis akan memberikan aplikasi teori ini, dengan cara mengutip
berbagai artikel koran, internet, maupun dari kehidupan tokoh besar dunia, yang
mendukung teori Adler tersebut. Tim penulis menyertakan aplikasi-aplikasi ini
dengan harapan agar pembaca dapat melihat dengan jelas bagaimanakah teori Adler
tersebut, dan pada akhirnya pembaca dapat mengidentifikasi hal-hal yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari yang juga signifikan terhadap teori kepribadian Adler.
Karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, tim penulis akan menyajikan teori Adler
tersebut secara singkat dan padat, agar pembaca dapat dengan mudah menangkap
garis besar pemikiran sang teoris terkemuka, Alfred Adler.
2. Biografi Alfred Adler
Teori kepribadian Adler, lebih sering dikenal sebagai Psikologi Individual,
adalah suatu teori yang sampai sekarang banyak dipakai dalam dunia psikologi. Dari
teori seseorang, kepribadian orang itu sendiri pun sesungguhnya dapat diungkap.
Karena itu, untuk bisa mengerti pemikiran dan teori Adler, sungguh bijak bila dimulai
dengan mengenal sang teoris lebih dalam.
Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Pebruari 1870 di Viena (Austria) dan
wafat pada tanggal 28 Mei 1937 di Aberdeen (Skotlandia). Ia adalah seorang Yahudi
1
yang lahir dari keluarga berstatus sosial-ekonomi menengah pada saat itu. Semasa
mudanya, Adler mengalami masa-masa yang sangat sulit. Ketika ia berusia 5 tahun ia
terkena penyakit pneumonia (radang paru-paru) yang menurut dokter hampir mustahil
untuk disembuhkan. Ketika mendengar kabar tersebut, Adler berjanji jika ia bisa
sembuh maka ia akan menjadi dokter dan bertekad untuk memerangi penyakit yang
mematikan tersebut. Akhirnya pada tahun 1895, setelah dinyatakan sembuh dari
penyakitnya, ia benar-benar mewujudkan tekadnya dan berhasil meraih gelar sarjana
kedokteran dari University of Vienna. Ia akhirnya dikenal sebagai seorang ahli
penyakit dalam.
Pada tahun 1898, ia menulis buku pertamanya yang memfokuskan pada
pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari sudut pandang individu sebagai pribadi,
dan bukan membagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Pada
tahun 1902, ia mendapat tawaran kerjasama dari Freud untuk bergabung dalam
kelompok diskusi untuk membahas masalah psikopatologi. Adler akhirnya ikut
bergabung dan kemudian menjadi pengikut setia Freud, namun hubungan tersebut
tidak berlangsung lama. Pada tahun 1907, Adler menulis sebuah paper berjudul
"Organ Inferiority" yang menjadi pemicu rusaknya hubungan Freud dengan Adler.
Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya
mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi
dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah
yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena
mendorong manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan). Adler juga
tidak sependapat dengan teori psikoseksual Freud. Pada tahun 1911, Adler
meninggalkan kelompok diskusi, bersama dengan delapan orang koleganya, dan
mendirikan sekolah sendiri. Sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Freud.
3. Teori Kepribadian Alfred Adler
Semasa hidupnya, Adler membangun sebuah teori, dengan mengungkapkan
beberapa poin penting dalam menjelaskan kepribadian manusia. Dalam usahanya
tersebut, Adler mengusulkan sebuah kerangka pemikiran yang terdiri dari enam
diktum penting, yang akan dibahas selanjutnya, yaitu:
1. Satu-satunya kekuatan dinamis dibalik perilaku manusia adalah perjuangan
menuju keberhasilan atau keunggulan.
2. Persepsi-persepsi subjektif manusia membentuk perilaku dan kepribadian.
2
3. Kepribadian merupakan sebuah kesatuan dan konsisten –dalam-diri.
4. Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang kepedulian sosial.
5. Struktur kepribadian yang selalu konsisten dalam-diri ini berkembang menjadi
gaya hidup pribadi.
6. Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif manusia.
3.1 Perjuangan Menuju Keberhasilan atau Keunggulan
Diktum pertama teori Adlerian adalah: Satu-satunya kekuatan dinamis di balik
perilaku manusia adalah perjuangan menuju keberhasilan atau keunggulan.
3.1.1 Tujuan Akhir
Menurut Adler manusia selalu berjuang menuju sebuah tujuan akhir entah
keunggulan pribadi maupun keberhasilan bagi seluruh kemanusiaan. Tujuan
akhir itu sendiri merupakan sebuah fiksionalisme dan tidak memiliki eksistensi
objektif. Tujuan akhir baru memiliki makna penting jika dia sanggup
menyatukan kepribadian dan menjadikan semua perilaku bisa dipahami.
Tujuan akhir adalah prodik dari daya kreatif, yaitu kemampuan manusia untuk
membentuk dengan bebas perilaku mereka dan menciptakan kepribadian
mereka sendiri.
Ketika anak berusia empat atau lima tahun, daya kreatif mereka telah
berkembang sampai ke satu titik yang pada titik tersebut mereka dapat mulai
menetapkan tujuan akhir. Untuk memperjuangkan tujuan akhir, manusia
menciptakan dan mengejar banyak tujuan pendukung. Jika dilihat dari sudut
pandang akhir, semua tujuan pendukung ini akan bersesuaian satu sama lain
dengan pola yang selalu konsisten dalam dirinya.
3.1.2 Daya Juang sebagai Kompensasi
Diawali Adler percaya kalau kelahiran manusia dengan tubuh yang kecil,
lemah dan inferior merupakan sebuah “anugerah” (Feist, 2008). Dilihat dari
pernyataan Adler tersebut, dia yakin bahwa individu memulai hidupnya
dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior. Inferioritas bagi
Adler diartikan sebagai perasaan lemah dan tidak cakap dalam menghadapi
tugas yang harus diselesaikan. Inferioritas merupakan suatu perasaan yang
3
menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superioritas. Disisi lain perasaan
inferior menjadi negatif, tetapi disisi lain menjadi dorongan bagi individu
untuk menuju keunggulan.
Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik
yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan
bahwa perasaan inferior adalah umum. Setiap manusia pasti punya perasaan
inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas
perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun
membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan
tersebut. Setiap individu sejak lahir memiliki kemampuan untuk berjuang
menuju kesuksesan, akan tetapi tinggal bagaimana individu memproses
kemampuan tersebut dalam hidupnya. Contohnya seorang dengan tubuh lemah
tidak selalu menjadi seorang atlet yang kuat namun dia bisa menjadi seniman,
penulis, atau aktor.
3.1.3 Perjuangan menuju Keunggulan Pribadi
Selanjutnya, Adler juga membahas tentang perjuangan menuju keunggulan
pribadi, yaitu dorongan untuk mengatasi inferioritas dengan mencapai
keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak
yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya perjuangan menuju
keunggulan pribadi menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah
kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih
optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan.
Beberapa orang berjuang menuju keunggulan secara egois, maksudnya
tidak peduli dengan orang lain dan terpusat untuk mendapatkan keunggulan
diri sendiri. Hal ini disebabkan oleh perasaan inferior yang berlebihan.
Biasanya hal ini dilakukan oleh orang-orang plagiat, psikopat, pencuri, dan
lain-lain. Contohnya, seorang guru SMA yang selalu berkumpul dengan anak-
anak didiknya saat jam istirahat, sehingga kebanyakan siswa-siswi menjalin
hubungan pribadi dengannya. Ketika hubungan pribadi terjalin semakin erat,
dia memberikan saran maupun solusi pada masalah-masalah yang diceritakan
siswa-siswi yang dekat dengannya. Karena hal tersebut dia memiliki citra guru
yang supel dan pehatian. Tindakannya ini ternyata termotivasi oleh
4
kompensasi yang berlebihan, sehingga menimbulkan keunggulan pribadi yang
dilebih-lebihkan.
Jika dilihat dari contoh yang disampaikan bisa diketahui bahwa guru
tersebut mengejar keunggulan pribadi yaitu dianggap sebagai pengajar yang
supel dan perhatian. Hal ini berdampak bagi pengajar-pengajar lainnya yang
tidak dekat dengan siswa-siswi yaitu kemungkinan tidak adanya dukungan
terhadap mereka dalam proses pengajaran.
3.1.4 Perjuangan menuju Keberhasilan
Perjuangan menuju keberhasilan berbeda dengan perjuangan menuju
keunggulan pribadi, karena usaha yang dilakukan tidak hanya memikirkan
keunggulan pribadi. Dalam hal ini individu lebih memikirkan kepedulian
sosial dan keberhasilan seluruh individu, suatu kemajuan sosial lebih penting
daripada pujian pribadi. Individu ingin mencapai keberhasilan, bukan sekedar
pujian dari orang lain.
Di samping itu, individu yang tidak mementingkan pujian pribadi serta
memikirkan kemajuan sosial menjadi individu yang tidak egois dan dapat
diajak bekerja sama karena pada hakekatnya tiap individu merupakan makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain dalam mencapai suatu keberhasilan. Hal
ini juga dapat membuat setiap individu dapat melihat orang lain bukan sebagai
musuh untuk bersaing menuju suatu keberhasilan dan tidak menghitung
untung-rugi dalam bekerja sama.
3.2 Persepsi-persepsi Subjektif
Diktum kedua teori Adler adalah: Persepsi-persepsi subjektif manusia
membentuk perilaku dan kepribadian mereka. Perjuangan menuju keunggulan
ataupun keberhasilan merupakan kompensasi bagi perasaan inferioritas manusia, dan
cara individu berjuang didasarkan pada fiksi-fiksi, harapan-harapan, atau persepsi
subjektif mereka terhadap realitas.
3.2.1 Fiksionalisme
Fiksi merupakan hal yang penting dalam usaha kita mencapai keberhasilan
seseorang karena hal tersebut merupakan tujuan seseorang untuk menjadi
unggul dan berhasil. Tujuan finalseseorang dalam mencapai keberhasilan akan
menuntun gaya hidup kita dan memberikan integritas bagi kepribadian kita.
5
Penekanan Adler tentang fiksi ini lebih menyoroti tujuan atau kondisi
akhir di masa depan, sedangkan kausalitas masih melihat pengalaman-
pengalaman masa lalu yang menghasilkan beberapa akibat di masa kini.
Adanya pandangan Adler ini, manusia termotivasi oleh pandangan-pandangan
mereka tentang masa depan.
Adanya fiksionalisme ini menjadikan individu lebih termotivasi untuk
mencapai keunggulan atau keberhasilan dalam kehidupan. Hal ini juga akan
membuat individu yang tadinya lemah, kecil dan inferior memiliki keyakinan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan fisik tersebut menjadi suatu keung-
gulan dan keberhasilan.
3.2.2 Inferioritas Fisik
Adler menegaskan bahwa seluruh ras manusia “diberkati” dengan
inferioritas organ-organ tubuhnya. Kelemahan fisik yang dipunyai oleh
seseorang tidak mempengaruhi gaya hidup mereka malah itu semakin
membuat mereka menjadikan perasaan-perasaan inferioritas tersebut sebagai
cara untuk mendapat kesehatan secara psikologis walaupun fisik mereka tidak
memperlihatkan hal seperti itu.
Adler sendiri pada waktu kecil adalah seorang anak yang lemah dan sakit-
sakitan, namun hal tersebut tidak membuat dia kurang, malah itu yang
memotivasi dia menjadi seorang dokter.
Adler menekankan bahwa kelemahan-kelemahan fisik saja tidak
menyebabkan gaya hidup sendiri, dimana kesehatan fisik akan menyediakan
motivasi untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.
3.3 Kesatuan dan Konsistensi-dalam-Diri Kepribadian
Diktum ketiga teori Adlerian adalah: Kepribadian disatukan dan konsisten-
dalam-diri.
Dalam terminologi psikologi individu, Adler berharap dapat menekankan bahwa
setiap orang itu unik dan tidak bisa terbagi-bagi. Pikiran, perasaan, dan tindakan
semuanya mengarah kepada satu tujuan. Adler menemukan beberapa ciri operasi
secara keseluruhan dengan kesatuan dan konsistensi diri.
3.3.1 Dialek Organ Tubuh
Adler mengatakan sebuah pribadi secara keseluruhan dengan cara yang
konsisten dalam sirinya menuju satu tujuan tunggal. Gangguan tidak bisa
6
dilihat secara terpisah karena gangguan ini mempengaruhi seluruh
kepribadian. Melalui dialek organ tubuh dapat menunjukkan ekspresi individu
lebih jelas daripada harus mengatakan langsung dengan kata-kata.
3.3.2 Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar
Adler mendefinisikan bahwa alam bawah sadar sebagai bagian dari tujuan
yang tidak terumuskan dengan jelas atau tidak sepenuhnya dimengerti oleh
individu. Adler tidak menyetujui pendapat dari Freudian bahwa alam bawah
sadar dan alam sadar adalah suatu yang terpisah namun Adler mengatakan
bahwa kedua hal ini adalah satu dan tidak dapat dipisahkan dan saling bekerja
sama. Pikiran sadar adalah pikiran yang dimengerti dan digunakan oleh
seseorang untukl membantu mereka mencapai suatu tujuan, sementara pikiran-
pikiran bawah sadar adalan pikiran yang tidak dapat membantunya secara
langsung.
3.4 Kepedulian Sosial
Diktum keempat Adler adalah: Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari
sudut pandang kepedulian sosial. Kepedulian sosial adalah sebuah sikap
keterhubungan dengan kemanusiaan pada umumnya, sebuah empati bagi semua
anggota komunitas manusia, dalam arti manusia bekerja sama dengan orang lain
dengan kemajuan sosial.
3.4.1 Asal Usul Kepedulian Sosial
Setiap orang sudah memiliki kepedulian sosial yang muncul selama bulan-
bulan awal hidupnya karena setiap orang yang bertahan melewati masa bayi
sebenarnya dipertahankan hidupnya oleh pribadi keibuan yang juga
menanamkan sejumlah kepedulian sosial dalam dirinya. Adler mengemukakan
bahwa ibu dan ayah mempengaruhi kepedulian sosial anak dengan cara yang
berbeda. Tugas ibu adalah mengembangkan ikatan antara ibu dan anak yang
akan memperkuat kepedulian sosial anak, serta menanamkan perasaan kerja
sama. Artinya, ibu harus dengan tulus tanpa kepalsuan menyayangi anak
dengan cinta yang berpusat pada kesejahteraan (well-being) si anak, bukan
hanya kebutuhan atau keinginan sang ibu.
Hubungan kasih sayang yang sehat berkembang dari sebuah dorongan
yang benar untuk merawat anak, suami, dan orang lain sehingga jika ibu sudah
belajar untuk memberikan dan menerima cinta dari orang lain, maka dia tidak
7
akan kesulitan untuk memperluas kepedulian sosial anaknya. Sedangkan
menurut Adler, seorang ayah harus menghindari keterpisahan emosional dari
anak dan otoritaianisme orangtua terhadap anak. Keterpisahan emosional ayah
bisa mempengaruhi anak untuk mengembangkan sebuah perasaan kepedulian
sosial yang cacat, perasaan tertolak, bahkan mungkin menyebabkan anak lebih
dekat kepada ibu (menjauhi sang ayah).
Kesalahan lain yakni otoritarianisme orang tua bisa yang juga
mengarahkan anak pada gaya hidup yang tidak sehat. Karena jika seorang
anak yang melihat ayahnya sebagai seorang tiran maka ia akan belajar untuk
memperjuangkan kekuasaan dan keunggulan pribadi. Adler yakin bahwa efek-
efek lingkungan sosial awal ini sangat penting karena hubungan seorang anak
dengan ibu dan ayahnya begitu kuat sampai-sampai mengikis efek-efek
hereditas. Adler percaya bahwa setelah usia lima tahun, efek-efek hereditas ini
menjadi terburamkan oleh pengaruh kuat lingkungan sosial anak karena pada
saat itu, kekuatan-kekuatan lingkungan telah memodifikasi atau membentuk
hampir setiap aspek kepribadian seorang anak.
3.4.2 Pentingnya Kepedulian Sosial
Adler menjadikan kepedulian sosial sebagai tongkat pengukur untuk
menentukan kesehatan psikologis seseorang dan satu-satunya kriteria bagi
nilai-nilai manusia. Jika manusia sudah memiliki kepedulian sosial, maka dia
sudah mencapai kedewasaan psikologis. Manusia yang tidak dewasa tidak
akan memiliki kepedulian sosial, lebih memusatkan pada diri sendiri, dan
berjuang demi kekuasaan dan keunggulan pribadi terhadap manusia lainnya
karena individu yang sehat benar-benar memedulikan masyarakat dan
memiliki tujuan keberhasilan yang menjadi kompas kesejahteraan semua
orang.
Menurut Adler, kepedulian sosial tidak sama dengan kedermawanan dan
ketidakegoisan karena tindakan-tindakan filantropis dan kebaikan hati bisa
saja dimotivasikan atau tidak dimotivasi oleh rasa kepedulian sosial. Dengan
mudah dapat dipahami bahwa setiap manusia memulai hidup dengan daya
juang dasar yang diktifkan oleh kekurangan-kekurangan fisik yang ada.
Kelemahan fisik ini mengarah pada perasaan inferioritas. Oleh karena itu,
semua orang memiliki perasaan inferioritas. Namun, individu yang tidak sehat
secara psikologis akan mengembangkan perasaan-perasaan inferioritas secara
8
berlebihan dan berusaha mengompensasikannya dengan menetapkan tujuan
yang berbentuk keunggulan pribadi dan lebih termotivasi oleh pencapaian
pribadi daripada kepedulian sosial, sementara individu yang sehat termotivasi
oleh perasaan-perasaan normal ketidaklengkapan dan tingkat kepedulian sosial
yang tinggi serta memperjuangkan tujuan keberhasilan dari sudut pandang
penyempurnaan dan penyelesaian bagi setiap orang.
3.5 Gaya Hidup
Diktum kelima Adler adalah: Struktur kepribadian yang konsisten-dalam-dirinya
ini berkembang menjadi gaya kehidupan tersebut.
Gaya hidup adalah produk dari interaksi hereditas, lingkungan, dan daya kreatif
pribadi. Gaya hidup sebuah pribadi mulai terbangun pada usia empat atau lima tahun
dan setelah usia tersebut, semua tindakan kita berpusat pada gaya hidup kita. Individu
yang tidak sehat secara psikologis sering kali mengarah pada kehidupan yang tidak
fleksibel, ditandai oleh ketidakmampuan memilih cara-cara baru untuk bisa bereaksi
terhadap lingkungannya. Sebaliknya, pribadi yang sehat secara psikologis bersikap
dengan cara yang beragam dan fleksibel dengan gaya hidup yang kompleks, kaya, dan
selalu berubah. Manusia dengan gaya hidup sehat dan berguna secara sosial
mengekspresikan kepedulian sosial mereka lewat tindakan. Mereka mengutamakan
kerja sama, keberanian pribadi, dan kesediaan untuk memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan orang lain. Adler percaya bahwa manusi dengan gaya hidup yang
berguna secara sosial merepresentasikan bentuk tertinggi kemanusiaan dalam proses
evolusi dan akan mampu menguasai dunia masa depan.
3.6 Daya Kreatif
Diktum terakhir teori Adlerian adalah: Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif
manusia.
Teori Adlerian mengemukakan bahwa gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif
manusia. Daya kreatif menempatkan individu dalam kendali hidup mereka sendiri,
bertanggung jawab bagi tujuan akhir, menentukan metode perjuangan untuk mencapai
tujuan tersebut, dan memberikan kontribusi bagi perkembangan kepedulian sosial.
Adler mengakui pentingnya hereditas dan lingkungan dalam membentuk kepribadian.
Namun begitu, manusia jauh lebih daripada produk hereditas dan lingkungan karena
manusia adalah makhluk kreatif yang tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan
9
namun juga bertindak di dalamnya, yang menyebabkan lingkungan bereaksi kembali
pada kita. Manusia menggunakan hereditas dan lingkungan sebagai alat untuk
membangun kepribadian namun daya kreatif-lah yang merefleksikan gaya pribadi itu
sendiri. Adler menggunakan analogi yang menarik, yang disebutnya “hukum pintu
rendah”. Jika kita berusaha melewati sebuah pintu yang hanya empat kaki tingginya,
maka kita memiliki dua pilihan dasar. Pertama, kita dapat menggunakan daya kreatif
kita untuk membungkukkan diri serendah mungkin agar bisa melewatinya sehingga
berhasil masuk dan menyelesaikan masalah tersebut. Ini adalah cara individu yang
sehat secara psikologis memecahkan masalah. Kedua dan sebaliknya, jika kita tetap
memaksa masuk dengan membenturkan kepala sehingga kta terjatuh ke belakang,
maka kita masih harus memecahkan masalah ini dengan benar atau terus saja
membenturkan kepala kita. Individu yang psikologisnya tidak sehat seringkali
memilih mmbenturkan kepala mereka pada realitas hidup.
4. Perkembangan Abnormal
4.1 Deskripsi Umum
Ada satu faktor yang melandasi semua jenis perilaku menyimpang
(maladjustment), yaitu underdeveloped social interest, yaitu kepedulian sosial yang
tidak berkembang (Adler, Feist, 2006 hal. 79). Dalam hal ini, orang yang mengalami
underdeveloped social interest akan sangat kurang kepedulian sosialnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia akan mengalami kegagalan
jika dalam kehidupannya, mereka hanya berpusat pada diri sendiri, terlalu sibuk
dengan hal-hal yang bersifat pribadi sehingga kurang memperhatikan orang lain yang
ada di sekitarnya. Hal ini membuat mereka akan terpisah dari komunitas lainnya,
terpisah dari dunia sosial.
Selain dari hal diatas, orang-orang yang mengalami gangguan neurotik
cenderung untuk: (1) menetapkan tujuan akhir yang terlalu tinggi, (2) hidup di
dunianya sendiri, (3) memiliki gaya hidup yang kaku (rigid) dan dogmatis.
4.2 Faktor-faktor Eksternal Perilaku Menyimpang
Penyebab dari perilaku menyimpang ada tiga faktor, dalam pandangan Adler,
yaitu:
a. Kelemahan fisik yang dibesar-besarkan
10
Tiap-tiap orang dilahirkan ke dunia memiliki kelemahan fisik. Mereka yang tidak
dapat menerima kelemahan itu akan mengembangkan sikap rendah diri. Mereka
akan lebih fokus dan sibuk dengan diri sendiri dan kurang memperhatikan orang
lain. Mereka merasa bahwa mereka hidup di negeri musuh, ketakutan mereka
mengalahkan usaha-usaha untuk mencapai kesuksesan. Mereka cenderung
memiliki pandangan hidup individualistik atau lebih tepat disebut selfish,
menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri.
b. Gaya hidup yang manja
Orang-orang manja biasanya berawal dari masa kecil dimana orang tua
memperlakukan anaknya secara berlebihan. Anak yang manja tidak menerima
kasih sayang yang cukup, bahkan merasa tidak dicintai. Orang tua mereka
memperlihatkan kurangnya kasih sayang dengan melakukan terlalu banyak hal
untuk mereka seolah-olah mereka tidak bisa melakukannya sendiri, yang pada
akhirnya mereka merasa bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa tanpa orang
tua mereka. Karena terlalu dilindungi oleh orang tuanya, mereka pun merasa
takut untuk berpisah dari orang tua. Saat mereka hidup sendirian, mereka akan
merasa tertolak, hal ini semakin menambah perasaan inferioritas mereka.
Ciri-ciri orang yang manja yaitu: memiliki sifat pengecut, terlalu sensitif, tidak
sabar, dan memiliki emosi yang berlebihan. Karena mereka diperlakukan secara
berlebihan, pada akhirnya mereka kurang memiliki kepedulian sosial. Mereka
bahkan memiliki hasrat untuk terus mengulangi kemanjaannya untuk terus
mendapatkan perhatian yang lebih.
c. Gaya hidup yang tertolak
Anak-anak yang merasa tertolak dan tidak dicintai akan menciptakan perasaan-
perasaan yang membuat mereka mengembangkan gaya hidup yang tertolak.
Penolakan adalah konsep yang relatif. Tidak ada seorang pun yang dapat
dikatakan tertolak secara utuh. Keberadaan kita di dunia, melewati masah bayi
hingga saat ini menjadi bukti bahwa sekalipun seseorang merasa tertolak, namun
masih ada satu sisi yang tidak tertolak. Masih ada yang memedulikannya, benih
kepedulian sosial sudah ditanamkan pada dirinya.
Orang yang merasa tertolak akan kurang memiliki kepedulian sosial. Mereka
tidak memiliki kepercayaan diri, tidak mudah untuk percaya pada orang lain,
tidak memiliki kepekaan, tidak dapat bekerja sama, merasa terasing dari orang
11
lain, memiliki rasa iri hati yang kuat terhadap keberhasilan orang lain, dan
umumnya memiliki rasa curiga yang besar serta dapat membahayakan orang lain.
4.3 Kecenderungan Melindungi Diri
Kecenderungan melindungi diri merupakan suatu pola perilaku tertentu yang
diciptakan manusia untuk melindungi perasaan harga diri mereka, memampukan
mereka untuk menyembunyikan citra diri mereka yang berlebihan dan
mempertahankan gaya hidup mereka.
Konsep Adler mengenai Safeguarding Tendencies ini bisa dibandingkan dengan
Self Defence Mechanism yang dikemukakan oleh Freud. Persamaan dari keduanya
yaitu perlindungan diri ini dibentuk untuk melindungi diri terhadap kecemasan. Selain
adanya persamaan, tentunya ada perbedaan yang sangat signifikan antara keduanya.
Self Defence Mechanism Freud dibentuk dan beroperasi pada alam bawa sadar
manusia untuk melindungi ego dari kecemasan. Sedangkan safeguarding tendencies
Adler sebagian besar disadari demi melindungi harga diri seseorang yang rapuh dari
penghinaan publik.
Kecenderungan melindungi diri yang dikemukakan oleh Adler adalah sebagai
berikut.
a. Excuses (Berdalih)
Berdalih merupakan kecenderungan melindungi diri yang paling umum
dilakukan. Terekspresi dalam format “Ya..., tetapi...” atau “Jika saja...”
Dalam format “Ya..., tetapi...”, manusia terlebih dahulu menyatakan bahwa
mereka ingin bertindak demikian, namun mereka meneruskan dengan
mengatakan sebuah dalih untuk menjelaskan mengapa pada akhirnya mereka
tidak dapat melakukannya. Contohnya seorang mahasiswa berkata kepada
dosennya, “Ya, saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu, tetapi kesehatan
saya sedang terganggu.”
Format “Jika saja...” sama dengan format diatas namun cara penyampaiannya
yang berbeda. “Jika saja waktunya masih panjang, saya pasti bisa mengerjakan
soal ujian dengan tuntas.”
Dalih-dalih ini dibuat untuk melindungi rasa percaya diri yang rendah, namun
dibuat seolah-olah tinggi, dan memanipulasi orang lain untuk percaya bahwa diri
mereka lebih unggul daripada yang sebenarnya.
12
b. Aggression (Agresi)
Terdapat tiga bentuk dari agresi, yaitu:
Depreciation
Merupakan suatu kecenderungan untuk menyombongkan diri untuk
merendahkan keberhasilan orang lain dan melebih-lebihkan prestasinya
sendiri. Contoh yang sering kita liat atau bahkan ada diantara kita yang sering
melakukannya yaitu memberikan kritik pedas pada orang lain serta
menyebarkan gosip-gosip tentang orang lain. Misalnya teman Anda yang
menjadi “saingan” utama dalam kelas mendapat gelar sebagai Best Student of
The Years. Agar harga diri Anda tidak jatuh, Anda kemudian berkata: “Dia
mendapat gelar itu karena dia “ada apa-apanya” dengan ketua jurusan kami.”
Accusation
Merupakan perlindungan diri dimana seseorang cenderung menyalahkan
seseorang atas kegagalan dirinya dan berusaha mencari kesempatan untuk
membalasnya agar dapat melindungi rasa percaya dirinya yang rapuh.
Contohnya: “Saya sebenarnya punya kemampuan yang lebih dalam hal
marketing, tetapi anggota tim kerja saya masih pemula. Jadinya kerjaan kami
tidak maksimal.
Self-accusation
Merupakan bentuk agresi yang ditandai oleh adanya rasa bersalah dan
dorongan untuk menyiksa diri sendiri. Penyiksaan diri ini bertujuan untuk
mencapai kepentingan pribadi, namun mereka merendahkan diri agar
memunculkan penderitaan bagi orang lain sembari melindungi rasa
inferioritas mereka.
c. Withdrawal (Menarik Diri)
Dalam menghadapi masalah-masalah hidup, manusia sering kali melarikan diri
dari kesulitan dengan menjaga jarak antara diri mereka dengan masalah yang
dihadapi tersebut, yang dilakukan tanpa disadari ataupun dengan disadari. Adler
menyebut kecenderungan ini sebagai menarik-diri (withdrawal) atau melindungi
diri dari kejauhan. Hal ini dapat menyebabkan perkembangan kepribadian dapat
berhenti.
Ada empat model perlindungan lewat menarik-diri, antara lain:
Mundur ke belakang
13
Mundur ke belakang (moving backward) adalah kecenderungan untuk
melindungi tujuan keunggulan fiksional seseorang dengan mundur secara
psikologis ke periode kehidupan yang lebih aman. Model perlindungan ini
mirip dengan konsep Freud tentang regresi, namun tidak seperti regresi yang
dilakukan tanpa disadari, mundur ke belakang kadang-kadang bisa menjadi
disadari. Mundur ke belakang bisa menarik simpati, tapi pada dasarnya
bersifat merusak.
Diam di tempat
Kecenderungan menarik-diri ini mirip dengan mundur ke belakang namun,
umumnya tidak begitu merusak. Mereka melindungi aspirasi-aspirasi fiksional
mereka karena tidak pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa
mereka tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mereka. Contohnya, seorang anak
yang selalu menghindari pertemuan dengan anak lain tidak akan merasa
tertolak oleh mereka. Dengan tidak melakukan apa pun, mereka melindungi
harga diri mereka dan melindungi diri mereka dari kegagalan.
Ragu-ragu
Model perlindungan ragu-ragu (hestitating) berhubungan dekat dengan diam
di tempat. Dalam menghadapi masalah yang sulit, individu sering kali ragu-
ragu untuk melakukan sesuatu sehingga menyebabkan penundaan. Penundaan
ini akhirnya memberi dalih, ”Sudah terlambat sekarang.” Bagi orang lain,
keragu-raguan ini dianggap sebagai tindakan mengalah, namun fungsinya
untuk melindungi harga diri yang dilebih-lebihkan.
Menjadi pengamat
Kecenderungan melindungi-diri yang paling lunak adalah dengan menjadi
pengamat (constructing obstacle). Dengan menjadi pengamat, mereka
melindungi harga diri dan prestise mereka. Jika mereka gagal menaklukkan
rintangan, mereka selalu dapat memiliki kesempatan untuk berdalih.
4.4 Protes Maskulin (Masculine Protest)
Dibandingkan Freud, Adler percaya bahwa kehidupan psikis perempuan pada
esensinya sama dengan laki-laki, dan bahwa masyarakat yang didominasi laki-laki
bukan sesuatu yang alamiah melainkan lebih merupakan produk artifisial
perkembangan sejarah. Menurut Adler, praktik budaya dan sosial – bukannya anatomi
– yang memengaruhi banyak laki-laki maupun perempuan, menekankan secara
14
berlebihan pentingnya menjadi laki-laki, sebuah kondisi yang disebutnya protes
maskulin.
Di banyak masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan menempatkan nilai
inferior pada perempuan. Anak laki-laki sering kali diajarkan sejak dini bahwa
menjadi maskulin berarti menjadi berani, kuat dan dominan. Standar keberhasilan
bagi anak laki-laki adalah menang, menjadi kuat, menjadi di atas. Sebaliknya, anak
perempuan sering kali belajar menjadi pasif dan menerima posisi inferior di
masyarakat.
Freud percaya bahwa ”anatomi adalah sebuah takdir”, dan bahwa dia
menganggap perempuan sebagai ”’benua gelap’ bagi psikologi”. Selain itu, menjelang
akhir hidupnya, dia masih menanyakan ”Apakah yang sebenarnya diinginkan
perempuan?” Menurut Adler, sikap terhadap perempuan seperti ini menjadi bukti bagi
sosok pribadi dengan protes maskulin yang kuat. Terbalik dari pandangan Freud
mengenai perempuan, Adler menganggap perempuan – karena memiliki kebutuhan
fisiologis dan psikologis yang sama dengan laki-laki – kurang lebih juga
menginginkan hal yang sama dengan yang diinginkan laki-laki.
5. Aplikasi dari Psikologi Individual
Implementasi teori Adler dapat dibagi dalam empat wilayah, yaitu: (1) konstelasi