Page 1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN – INDONESIA
Jl. A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714
Telepon (0511) 4773868. Fax (0511) 4781730
Page 2
Ucapan Terimakasih kepada :
Rektor
Prof Dr H Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. (di tengah)
Dekan
Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Rijali Noor, S.T., M.T.
Page 3
Dosen Pengasuh Mata Kuliah
Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes
Tim Penyusun :
M. Ravie Azemy Hernarsi (H1E112031)
Indra Triyanto (H1E112046)
Page 4
Diah Octarinie (H1E112051)
Ahdi Noor Fajrin (H1E112202)
Wiwin Anggraini (H1E112208)
Page 5
MAKALAH EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI INDUSTRI RUMAHAN KAIN SASIRANGAN
Dosen Pembimbing:
Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes
19780420 200501 2 002
Disusun Oleh:
M. Ravie Azemy Hernarsi H1E112031
Indra Triyanto H1E112046
Diah Octarinie H1E112051
Ahdi Noor Fajrin H1E112202
Wiwin Anggraini H1E112208
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2014
Page 6
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.
Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah
ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan terimakasih
kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes selaku dosen
pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak lupa juga ucapan terimakasih kepada
teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga
terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran,
bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam
meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia
seutuhnya. Amin.
Banjarbaru, Desember 2014
Penyusun
Page 7
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 80
3.1 Pengelolaan Limbah Sasirangan beserta Tempat Pembuangan
Limbah Sasirangan ............................................................................... 81
3.2 Dampak yang Dihasilkan dalam Pembuatan Kain Sasirangan ............. 82
3.3 Bahaya Limbah yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih
Dahulu .................................................................................................. 83
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 84
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 84
4.2 Saran ...................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 85
Page 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan
dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan
kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses
terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat
kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan berbagai sifatdengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari
epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu
penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran
penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat.
Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang
diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry
ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah
pembuatan motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan
pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dari hasil penelitian
kami di lapangan dalam kegiatan produksinya, selalu menghasilkan limbah cair
dalam konsentrasi yang banyak. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke
lingkungan sekitar tanpa melalui proses pengolahan.Industri sasirangan tersebut
dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa tahapan, yaitu : membuat motif
sasirangan pada kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian, penjemuran
dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal dari proses
pewarnaan dan pencucian.Jenis bahan sasirangannya sendiri pun bermacam-
macam, mulai dari katun satin, polisima, sutra, dan semi sutra. Pembuatan
sasirangan dengan menggunakan katun satin paling banyak di minati masyarakat
Page 9
Kalimantan karena mempunyai kualitas kain yang tebal, sedangkan kain polisima
kurang diminati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tipis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat
pembuangan limbah sasirangan ?
2. Apakah dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan ?
3. Apakah pekerja mengetahui bahaya limbah yang langsung dibuang tanpa
diolah terlebih dahulu ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat
pembuangan limbah sasirangan.
2. Mengetahui dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan.
3. Mengetahui bahaya limbah yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih
dahulu.
Page 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu
epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan
logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah
salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya.
Pengertian epidemiologi menurut beberapa ahli :
1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,
penyebaran dari jenis–jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di
berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal(Kristiani,
2012).
2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari
tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)
penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).
3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang
penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab
terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan
distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu
penyakit (Kristiani, 2012).
4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan
“Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass
phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)
penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian
epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang
terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).
Page 11
5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai
terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada
kelompok penduduk (Kristiani, 2012).
6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).
7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang
membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi
(Kristiani, 2012).
8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn(1991) epidemiologi adalah
deskripsi dan penjelasan tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi
perhatian medis di subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut
beberapa karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani,
2012).
9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang
penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan
suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).
10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat
dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).
11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000
menyatakan bahwa epidemiologi adalah : “studi yang mempelajari distribusi
dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta
penerapannya untuk pengendalian masalah–masalah kesehatan” (Kristiani,
2012).
12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan
dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan
ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut”.
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,
Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)
Page 12
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000).Menurut salah
seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis
dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal
dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk
menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)
mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini
memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan
atau ruang lingkup epidemiologi antara lain :
1. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor
fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini
masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak
segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia
mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu
hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada
mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama,
ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai
masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010).
2. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti
cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh
manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai
factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak
menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun
lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan
Page 13
penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama
dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai
gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang banyak
mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun
lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).
3. Epidemiologi klinik
Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini
dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para
klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu
epidemiologi. Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas
medis terutama para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi
dalam menangani kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada
penyebab dan cara mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya
tidak tertarik unutk mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara
penularan dan sifat penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang
diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan data informasi yng sanat berguna
dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi
bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin
ilmu yang memeliki metode pendekatan serta penerapannya secara khusus
(Dinfania, 2010).
4. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu
epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam
menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta
faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi
didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya
memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam
hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi
juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga
berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat
seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat
Page 14
berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang dilayani. Dalam hal ini
peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk digunakan sebagai
dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun perencanaan yang baik.
Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem reproduksi yang erat kaitannya
dengan gerakan keluarga berencana dan kependudukan (Dinfania, 2010).
5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam
menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta
penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Sistem
pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak digunakan
oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi, penentuan
prioritas maupun dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang
bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).
6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari
serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan
pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial
budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam
analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan
kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).
7. Epidemiologi kesehatan jiwa
Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan dan
analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan
kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan
meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak mengarah
ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat menuntut suatu
cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan dengan epidemiologi
kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan kesehatan jiwa tidak lagi
merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi telah merupakan masalah
sosial masyarakat (Dinfania, 2010).
Page 15
8. Epidemiologi gizi
Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat
dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut
pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi
gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan
timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang
berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi
masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada
penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah
tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau
lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan
bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-
tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi
pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan
teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan
masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat
yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk
penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup
kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan
wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis
ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk.
Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :
a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak
mempelajari individu.
b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.
c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu
lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa
kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik
tertentu tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan
Page 16
kelompok yang kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan
kelompok beresiko rendah.
(Sukmaardy, 2010).
Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai
penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab
dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan
penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan
epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk :
a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;
b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah
kesehatan;mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di
masyarakat;
c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah
ada sebelumnya maupun yang baru, dan
d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan
kesehatan.
(Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003).
Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal,
yaitu;
Page 17
a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi
lebih buruk ?
b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial ?
c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency
d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan
e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda
f. Identifikasi sindroma- “Lumping and spitting”
g. Mencari penyebab- Case control and cohort studies
h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda
i. Analisis keputusan klinis
(Last, 1987).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan
determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang penyebab penyakit, misalnya:
1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat
keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan
yang tercemar dan menemukan penyebabnya
2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
karsinoma paru-paru dengan asbes
3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan
konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang
terjadinya karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk
mengetahui apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan
pada manusia, dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma
kandung kemih lebih banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan
bukan penderita
4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta
menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya:
Page 18
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat
dimasyarakat dapat digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan
pelayanan kesehatan disuatu wilayah dan menentukan prioritas
masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi
tetanus neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut
dapat digunakan untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien
dalam menggulangi masalah tersebut, misalnya dengan mengirirm
petugas lapangan untuk memberikan penyuluhan pada ibu-ibu serta
mengadakan imunisasi pada ibu hamil.
(Budioro, 2007).
Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan berbagai
macam, beberapa di antaranya adalah :
a. Rancangan Kasus control
Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu
menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan
dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang
bersifat causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki
potensi untuk mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya
karena adanya chance (kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang
berhubungan dengan baik paparan maupun outcome penyakit(Meirik,
2012).Pada metode kasus kontrol ini dilakukan perbandingan antara
kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (individu yang
tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik
tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/
faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya
diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya
dimulai dari subyek yang memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti
(kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus
inilah yang kemudian direkam atau dicatat. Demikian pula pada
kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan pencatatan mengenai
Page 19
ada tidaknya paparan. Tujuan dari adanya kelompok kontrol ini adalah
untuk memberikan perkiraan mengenai frekuensi paparan pada populasi
yang tidak sakit(Meirik, 2012).
Keuntungan atau kelebihan rancangan kasus control yaitu,
memungkinkan meneliti penyakit-penyakit yang jarang terjadi,
memungkinkan meneliti penyakit yang memiliki masa laten yang lama
antara paparan dan manifestasi klinis, dapat dilaksanakan pada periode
waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan penelitian kohort,
penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat meneliti
beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab
penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai
paparan diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi
dari informasi mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan,
informasinya tidak legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya
memusatkan perhatian pada satu penyakit saja, biasanya tidak dapat
menyediakan informasi mengenai angka kejadian penyakit, secara
umum tidak lengkap Generally incomplete control of extraneous
variables, pemilihan kontrol yang tepat bisa jadi merupakan hal yang
sulit, metode penelitian bisa jadi sulit dipahami oleh orang yang bukan
ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa jadi sulit(Meirik, 2012).
b. Cohort
Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang
akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan
hasilnya (sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan
demikian, pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan
tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit
atau tidak(Meirik, 2012).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain,
informasi mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk
pengendalian mutu data dan pengalaman sebelumnya, memberikan
urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit, terdapat
Page 20
kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus yang terkait
dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka insidensi
(absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian
mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan
meneliti paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun
demikian, rancangan kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti, kurang sesuai untuk penyakit-penyakit yang jarang terjadi
karena dibutuhkan subyek dalam jumlah yang besar, tidak sesuai
apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara paparan dan
manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan model
penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :
1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian
tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita
meneliti mengenai paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi
perubahan komposisi selama pelaksaan penelitian yang
mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi
(jumlah subyek yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan
hal yang sulit.
3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena
biasanya dibutuhkan jumlah subyek yang besar.
4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit
karena banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk
dilakukan wawancara yang lama.
(Meirik, 2012).
c. Cross-sectional
Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antara penyakit dan penyebab yang
mungkin seperti halnya dalam penelitian kasus control maupun kohort.
Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik variable tergantung
maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya diukur pada
saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini lebih
Page 21
merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati. Bentuk paling
sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran prevalensi
penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa
kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset
kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor
risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi
kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk
mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu
penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset
(tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis
kronis.
Aktivitas Epidemiologi, antara lain:
1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga
kesehatan, klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program
pemberantasan atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan
komunitas yang lain
5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan
6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah
yang menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau
penggunaan napza
7. Skrining (penapisan) untuk penyakit
8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru
9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit
10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap
peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu
11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit
12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar
distribusi, frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat
(Amiruddin, 2011).
Page 22
Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan
industri. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit
akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor
penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada
umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain:
golongan fisik (suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan
kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam
lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut),
golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya
disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial
(lingkungan kerja yang mengakibatkan stress).Pemanfaatan epidemiologi K3
sangat dibutuhkan dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja.
Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena penyakit
akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor
Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan
oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai dengan
pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan kesehatan
tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang
bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para
pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta
untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja. Dalam
beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir kesehatan
seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga
reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,
tetapi juga dalam bentuk jasa.
Adapun pengertian industri menurut beberapa ahli, yaitu :
Page 23
1. Bambang Utoyo, pengertian industri secara sempit dapat diartikan sebagai
semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk mengolah
bahan mentah yang ada menjadi bahan setengah jadi atau mengolah bahan
yang setengah jadi tersebut menjadi bahanj yang benar-benar jadi sehinggan
berguna untuk lebih lagi untuk keperluan manusia. Sedangkan secara luas,
industri dalah kegiatan manusia yang bergerak dibidang ekonomi yang
memiliki sifat produktif dan komersial untuk memnuhi kebutuhan hidupnya
(Sasrawan, 2014).
2. Wirasti dan Dini Natalia, industri diartikan sebagai pengolahan barang
setengah jadi menjadi barang yang telah jadi dan dapat mendatangkan
keuntungan bagi pelaksananya (Sasrawan, 2014).
3. Teguh S. Pambudi, industri merupakan sekelompok perusahaan yang bisa
menghasilkan sebuah produk yang dapat menghasilkan sebuah produk yang
dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang lainnya (Sasrawan,
2014).
4. Hinsa Siahaan, industri adalah sebuah kumpulan dan beberapa perusahaan
firma yang menghasilkan barang atau jasa yang sejenis yang ada dalam
sebuah pasar (Sasrawan, 2014).
5. Badan Pusat Statistik (BPS), industri diartikan sebagai bagian dari sebuah
proses yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi sehingga menjadi
barang baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat
(Sasrawan, 2014).
Pengertian industri menurut undang-undang tentang perindustrian adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah , bahan baku, bahan setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha
mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah
pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah.
Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi,
budaya dan politik.
Beberapa konsep beserta definisinya:
Page 24
1. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya menjadi
lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan industri
adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) (Badan Pusat
Statistik, 2014).
2. Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain.
Pada kegiataan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain, sedangkan
pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapatkan
imbalan sebagai balas jasa (upah maklon) (Badan Pusat Statistik, 2014).
Pengelompokan industri pengolahan biasanya didasarkan pada jumlah
tenaga kerja yaitu: Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil, dan
Industri Mikro (Fathin, 2011).
1. Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
100 orang atau lebih (Fathin, 2011).
2. Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 20 sampai 99 orang (Fathin, 2011).
3. Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 5 sampai 19 orang (Fathin, 2011).
4. Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 1 sampai 4 orang (Fathin, 2011).
Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku seperti
berikut ini :
1. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari
alam sekitar.Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan,
peternakan, pertambangan, dan lain lain (Fathin, 2011).
2. Industri nonekstaktif
Page 25
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain
selain alam sekitar (Fathin, 2011).
3. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk
jasa yang dijual kepada para konsumennya.Contoh : Asuransi, perbankan,
transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya (Fathin, 2011).
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal seperti berikut
ini :
1. Industri padat modal
adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk
kegiatan operasional maupun pembangunannya (Fathin, 2011).
2. Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja
atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (Fathin, 2011).
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya
(Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986)
1. Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar
misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
3. Industri kecil
Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,es, minyak
goreng curah, dll
4. Aneka industri
misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
1. Industri rumah tangga
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4
orang (Fathin, 2011).
2. Industri kecil
Page 26
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19
orang (Fathin, 2011).
3. Industri sedang atau industri menengah
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99
orang (Fathin, 2011).
4. Industri besar
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100
orang atau lebih (Fathin, 2011).
Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi
1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market
oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi
target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana
konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi
lebih baik (Fathin, 2011).
2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor
(man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di
pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut
membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien
(Fathin, 2011).
3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply
oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan
baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar
(Fathin, 2011).
Macam-Macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan
1. Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan
hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah
hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
2. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga
menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.Misalnya adalah
pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.
Page 27
3. Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan
jasa.Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Kriteria Industri Menurut Beberapa Lembaga:
1. Meneg Koperasi dan UKM
Usaha Kecil (Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan
lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak
terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan hukum, boleh tidak
Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp.200 Juta – Rp.10 milyar.
2. Badan Pusat Statistik (BPS)
Usaha Mikro Pekerja lebih kecil dari 4 orang, termasuk tenaga kerja yang
tidak dibayar.
Usaha Kecil jumlah Pekerja 5-19 orang
Usaha Menengah jumlah Pekerja 20-99 orang
3. Bank Indonesia
Usaha Mikro
(SK Dir BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) Usaha yang dijalankan oleh
rakyat miskin atau mendekati miskin. Dimiliki keluarga. Sumberdaya lokal
dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry
Usaha Kecil
(Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan
lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak
terafiliasi dengan usaha menengah, besar.Boleh berbadan hukum, boleh tidak
Usaha Menengah
(SK Dir BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Jan 1997)
Aset lebih kecil dari Rp.5 milyar untuk sektor industri. Aset lebih kecil dari
Rp.600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non-industri
manufacturing. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.3 milyar
Page 28
4. Bank Dunia
Usaha Mikro jumlah Pekerja lebih kecil dari 20 orang
Kecil-Menengah jumlah Pekerja 20-150 orang Aset lebih kecil dari US$
500 ribu diluar tanah dan bangunan
5. Departemen Perindustrian
Industri Kecil
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet
tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia
independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan
hukum, boleh tidak.
Skala usaha (menurut BPS yang diujicobakan dilingkungan Depperind)
1. Industri dan Dagang Mikro : 1-4 orang Industri dan Dagang Kecil : 5 – 19
orang Industri dan Dagang Menengah : 20-99 org
2. Industri Menengah (Konsensus Depperindag-BPS)
Omzet penjualan antara Rp.1 milyar hingga Rp.50 milyar
Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan
dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang
sangat dominan di zaman sekarang.
Karena sebegitu pentingnya sektor industri ini bagi perekonomian
Indonesia, maka sudah tentu harus dibentuk satu aturan hukum yang berguna
untuk mengatur regulasi di wilayah sektor Industri ini.
Cabang-cabang industri Indonesia
Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
1. Makanan dan minuman
2. Furniture dan industri pengolahan lainnya
3. Pakaian jadi
4. Kulit dan barang dari kulit
5. Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
6. Kertas dan barang dari kertas
7. Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
Page 29
8. Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
9. Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
10. Karet dan barang-barang dari plastik
11. Barang galian bukan logam
12. Logam dasar
13. Barang-barang dari logam dan peralatannya
14. Mesin dan perlengkapannya
15. Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
16. Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
17. Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
18. Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
19. Kendaraan bermotor
20. Alat angkutan lainnya
21. Tekstil
(Muhammad Febriza, 2011).
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan (Anonim1, 2014). Sedangkan tekstil adalah bahan
yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan
untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari pengertian
tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan/produk tekstil meliputi
produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari
serat. Industri tekstil adalah industri yang mengolah serat menjadi benang
kemudian menjadi busana, baik itu busana muslim atau lainnya, dan setiap
industri pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah padat atau limbah cair (Ruthe,
2014).
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada satu tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nialai ekonomis. Limbah
yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal
sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif
sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan dan sumberdaya (Ginting,
2007).
Page 30
Berdasarkan nilai ekonomisnya limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah yang memiliki nilai ekonomis adalah limbah yang melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah yang tidak memiliki nilai
ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut
dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk
mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan
masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002). Limbah cair
adalah buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat umum
lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan
manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).
Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan
melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan pewarna
sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif, dan indanthreen yang akan
menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar
(Hardini, 2009). Pelepasan air limbah industri kain sasirangan ke lingkungan
tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dapat merusak ekosistem badan
air, bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen (zat yang dapat
menyebabkan penyakit kanker) dan membahayakan kesehatan manusia (Mizwar,
2012).
Limbah tekstil jika tidak ditangani dengan baik dapat memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan alam sekitar kita. Hal ini karena limbah
tekstil memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Samsudin, 2012) :
1. Sulit menyatu kembali dengan lingkungan alam.
Limbah tekstil yang berupa sisa potongan kain akan sulit hancur meskipun
sudah bertahun-tahun lamanya tertimbun didalam tanah, terlebih lagi jika
kain itu terbuat dari bahan serat sintetis dan bukan serat alami.
2. Dapat merusak biota yang ada didalam tanah dalam jangka waktu tertentu.
Akibat dari tidak dapat terurainya limbah padat tekstil seiring berjalannya
waktu maka hal ini dapat membawa dampak berupa rusaknya biota tanah
dimana limbah itu dibuang.
3. Apabila dibakar asapnya dapat mencemari udara.
Page 31
Pembakaran limbah padat tekstildalam jumlah yang besar akan berdampak
pada lingkungan udara disekitarnya. Asap dan bau yang ditimbulkannya
bisa mengganggu pernafasan dan iritasi mata.
4. Bisa menjadi media berkembangnya bibit penyakit.
Gumpalan-gumpalan limbah padattekstil yang bercampur dengan jenis
sampah lainnya merupakan media yang baik bagi berkembangnya bibit-
bibit penyakit.
5. Bisa menyumbat saluran-saluran air yang pada akhirnya bisa
menimbulkan banjir.
Limbah padattekstil yang menggumpal bersama tanah dan sampah plastik
bisa menyumbat selokan-selokan dan saluran air lainnya, sehingga pada
akhirnya bisa menimbulkan banjir.
6. Membutuhkan lahan yang luas sebagai tempat pembuangannya.
Limbah padat dari industri tekstil ada dalam volume yang besar sehingga
penanganannya membutuhkan lahan yang luas pula. Hal ini akan menjadi
kesulitan tersendiri jika industri tekstil penghasil limbah itu berada pada
daerah yang padat penduduknya, dimana tidak tersedia lagi lahan yang
cukup untuk penimbunan limbah tersebut.
Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya
kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan
membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang
berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang
membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan.
Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan
menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu
keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan
karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius
(Handy, 2007).
Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah
cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna
yang merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk
diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari
Page 32
limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi
warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh
mikoorganisme aerobik. Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat
warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil
sekarang ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan
poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya
dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif
yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik (Iwan, 2014).
Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang akan terjadi
akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan :
Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan
karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah
sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.
Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah (A.K. Haghi,
2010) :
a. Volume limbah
b. Kandungan bahan pencemar
c. Frekuensi pembuangan limbah
Melalui banyaknya proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan
pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang
digunakan misalnya zat warna indigo ( C12H10 N12 O12 ) dan sulfur. Limbah-
limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan ke
sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan
perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar kriteria
yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu
merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan dibuang ke
lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan
pencemaran dan melestarikan lingkungan (Alekto, 2014).
Page 33
Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat
warna tekstil. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya
dari gugus benzen. Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi,
kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu
lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya
karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk
menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang
tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam. Warna selain
mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar dihilangkan.
Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat warna
azo.Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen (Alekto, 2014).
Penggolongan Zat Warna
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat
warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna
berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai
serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-
zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck
membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya,
yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat
warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat
warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul)
dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam
pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain
(Alekto, 2014).
Penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3, yang
terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat
warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin,
Page 34
Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil,
Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.Zat warna Azo merupakan jenis
zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar
Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem
kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik.
Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL
(Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat
terbatas.Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses
pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan
aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat
warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan
lain-lain (Alekto, 2014).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai
kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan
dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan
diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan
lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik (Alekto, 2014).
Zat Warna Reaktif
Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan
antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak
besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah
dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan
ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan
bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif
ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar
reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam
Page 35
sehingga mencapai pH tertentu.Disamping terjadinya reaksi antara zat warna
dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo
ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan
molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif
lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur.
Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya
mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif
alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi
pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat
warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat
bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur
suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan
menetralkan asam-asam hasil reaksi(Alekto, 2014).
Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, di antaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik
yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah
setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi
kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik.
e. Temperatur
Page 36
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari – hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena
terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup
untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia
guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part
per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
Adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob
mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan
salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,
1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion
ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu
proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L.
Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenolmudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero
intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).
Page 37
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau
terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk
kehidupan air adalah 6–8.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu
membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki
konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat
dibagi menjadi 3 golongan :
Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan
yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain :
Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih
maupun yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama,
logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan
Zn .
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa
digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme
terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta
plankton.penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran
bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka
penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme
indikator pencemaran(Alekto, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang
terdapat di dalam air yaitu:
Page 38
1. Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber
seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
2. Komponen nutrien dalam air
Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk
kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme
tertentu.
3. Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme
yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik,
khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam
air.
4. Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.
5. Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi,
dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terapat di dalam air.
Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan
perekonomian akan tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan
lingkungan. Efek negative dari industri tekstil salah satu adalah air limbahnya
yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila
dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi
secara alami di badan air.Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan
organisme air(Alekto, 2014). Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai
indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan penting dalam
lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain
yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme
perairan seperti bentik dan ikan.Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung
yang penting antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan
Page 39
hidup dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari
limbah ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap,
tanaman air, cacing, algae, dan bakteri(Sachlan, 1982).
Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat
pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu
kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari
industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan
limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang
ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.Pengoperasian unit
pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang
benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter
diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan
tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada
akhirnya akan menyebabkan biaya pengolahan yang tinggi (Oktavia, 2011).
Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang
dapat diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya
perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut
Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat
tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat
mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan
hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran
lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil(Oktavia, 2011)
Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu sistem
rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi alam akan mempengaruhi
petumbuhan atau perkembangan kehidupan. Apabila suatu ekosistem telah
tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan menurunkan
tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang menghasilkan limbah
Page 40
dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu
dengan standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.
Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat
berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara
kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk
memudahkan pengidentifikasian peralatan (Oktavia, 2011).
a. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses
pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-
proses tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air,
penggumpalan, sedimentasi, pengapungan dan filtrasi.
b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi
konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses
kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi,
netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan
mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa
organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian
mudah mengambilnya. Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau
gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan
zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses
kimia zat tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan
kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara.
Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah
senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.
Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya
penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya. Adanya perubahan dalam
lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
Page 41
fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan
komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi
dengan kondisi yang baru. Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting
artinya dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara
koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan
/ pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antarfasa. Dengan adanya
penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan
jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga
efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena
adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan
gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua
arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi
molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak
diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat
padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal
dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben (Oktavia, 2011).
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi
secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat
pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat
(adsorben) untuk mengatasi energi kinetik molekul pencemar pada fase cair
(adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik
pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energi atau gaya Van der
Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding
dengan konsentrasi pencemar. Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi
pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses
adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada
kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul
adsorben.Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi
antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan
molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia
Page 42
diperlukan energi dan energi juga diperlukan untuk membalikan proses ini,
sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible (Oktavia, 2011).
Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi
dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organik
tersebut, diantaranya (Oktavia, 2011) :
Konsentrasi
Berat molekul
Struktur molekul
Tingkat kepolaran molekul
Temperatur
pH
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia,
fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya. Pengolahan secara kimia
dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan
flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk
menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk
gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara
kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang
diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan
ozon(Oktavia, 2011).
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara
adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan
adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan
padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses
pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan
adanya gaya gravitasi.Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan
aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung
dalam air limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan
menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah
baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya
tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah.
Page 43
Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna
menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif
mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif
tersebut (Oktavia, 2011).
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif
pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan
kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih
rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada
pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.
Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien
untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil. Bahwa penghilangan
warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian
yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat
beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana (Alekto, 2014).
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industri tekstil.
Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-
spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk
zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih
mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan
radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan
ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat
direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya
malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang
menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang
diketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan
menjadi asam amino (Handy, 2007).
Degradasi Zat Warna(Alekto, 2014)
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses
pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-
sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat
alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan
sukar dihilangkan.Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil
Page 44
metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat
warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora
yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang
direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo
benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi
azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza
aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari
hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat
warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi
anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan
pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar
untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul
yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga
mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan
Biomassa.
Proses atau tahap dalam penanganan limbah meliputi (Oktavia, 2011) :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil
adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus
diperiksa pula.
2. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah
proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna
dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila
digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin
diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.
Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan
sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat
mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
3. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat
warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan
diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif
Page 45
untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia,
koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit).
Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah
yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan
pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan
pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi
yang telah terbukti efektif ialah aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem
dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena
biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang
murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah,
diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya
kerjanya (Anonim2, 2008).
Pemanfaatan limbah industri tekstil dapat berupa (Restiani, 2014) :
1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur
yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama
limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani
adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain
adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan
kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan
boneka sebagai pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan
saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai
tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas
tanah.
Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan Adsorpsi Karbon
Aktif Dalam Fixed-Bed Column
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang
dibuat dengan teknik tusuk jelujur. Sebagaimana industri tekstil lainnya,
pembuatan kain sasirangan melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan
menggunakan pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthreen
Page 46
yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup
besar (Hardini dkk., 2009). Karena alasan estetika dan toksikologi, warna
merupakan hal yang paling tidak diinginkan dari semua kontaminan yang
terkandung dalam limbah cair industri tekstil, (O’Neill et al., 1999; Crini, 2006).
Bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen dan membahayakan
kesehatan manusia (Pinheiro et al., 2004; Erdem et al., 2005; Babu et al., 2007;
Hameed, 2009).
Berbagai proses pengolahan telah digunakan untuk menghilangkan warna
pada limbah cair industri tekstil, seperti; proses koagulasi-flokulasi (Butt et al.,
2005; Fang et al., 2010), membran tukar kation (Wu et al., 2008), degradasi
elektrokimia (Fan et al., 2008), advanced oxidative process (Banerjee et al., 2007;
Mahmoud et al., 2007; Fathima et al., 2008), fenton-biological treatment (Lodha
and Chaudhari, 2007; García-Montaño et al., 2008), dan adsorpsi (Allen et al.,
2004; Erdem et al., 2005; Hameed 2009; Rafatullah et al., 2010). Namun sampai
saat ini teknik adsorpsi dengan menggunakan berbagai macam adsorben masih
merupakan metode yang paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas
adsorpsinya yang tinggi serta biaya operasionalnya yang rendah (Rafatullah et al.,
2010; Syafalni et al., 2012). Karbon aktif yang didefinisikan sebagai bahan
karbon yang telah mengalami proses karbonisasi untuk meningkatkan
porositasnya (Marsh, 1989) merupakan salah satu jenis adsorben yang umum
digunakan dalam pengolahan limbah cair dan dinilai sangat cocok untuk
mengurangi zat organik dan warna (Alvares et al., 2001; Kalderis et al., 2008;
Ahmad and Hameed, 2009). Oleh karena itu, berbagai jenis karbon aktif sebagai
adsorben telah banyak dikembangkan dan diterapkan secara luas (Zhang et al.,
2011).
Pada penelitian sebelumnya, penggunaan karbon aktif berbahan dasar
tempurung kelapa dalam sistem batch terbukti dapat menyisihkan 39,16%
konsentrasi warna pada air limbah sasirangan dengan kapasitas adsorpsi
maksimum sebesar 29,412 mg/g dan pola adsorpsi mengikuti model Isoterm
Langmuir (Mizwar dan Diena, 2012). Namun data yang diperoleh dari sistem
batch umumnya kurang cocok untuk langsung diterapkan pada desain dan
pengoperasian instalasi pengolahan air limbah karena waktu kontak yang
Page 47
diterapkan tidak cukup memadai untuk mencapai kesetimbangan (Zhang et al.,
2011; Patel and Vashi, 2012). Sebaliknya sistem kolom adsorpsi telah banyak
digunakan dalam proses pengolahan limbah cair dalam skala industri, seperti
untuk menghilangkan ion dengan ion-exchage bed dan senyawa organik beracun
dengan fixed-bed (Xu et al., 2009; Unuabonah et al., 2010). Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan percobaan adsorpsi warna pada limbah cair sasirangan
dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed-
bed column. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja dari pengaturan
tebal kolom karbon aktif dan laju aliran limbah cair pada kondisi pH dan suhu
konstan terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan, serta
mempelajari kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada proses tersebut dengan
menggunakan Model Thomas, Yoon-Nelson dan Adam-Bohart (Mizwar, 2013).
Sampel limbah cair sasirangan diambil di Kampung Sasirangan, Desa
Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Hasil analisis sampel limbah cair tersebut menunjukkan
konsentrasi warna 3200 mg PtCo/l, TSS 3382 mg/l, BOD5 277 mg/l, COD 536
mg/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC (Mizwar, 2013). Adsorben yang digunakan
dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa
berbentuk bubuk dengan spesifikasi; kadar air 4,15%, kadar abu 2,14%, kadar
karbon 80,24%, bulk density 0,48 kg/l, iodine number adsorption 1019,36 mg/g
dan ukuran partikel 44 - 117 μm (Mizwar, 2013). Pada penelitian ini, adsorpsi
warna pada limbah cair sasirangan dianalisis dengan mengalirkan air limbah
sasirangan secara kontinu ke dalam kolom adsorpsi yang terbuat dari pipa PVC
berdiameter 2,5 inch dan tinggi 20, 40 dan 70 cm. Pengambilan sampel air olahan
dilakukan setiap 10 menit sampai dengan karbon aktif jenuh (Mizwar, 2013).
Page 48
Gambar 1 menunjukkan skema alat penelitian.
Detail desain penelitian mengacu pada prosedur penelitian yang
dilakukan oleh Patel and Vashi (2012) dengan beberapa penyesuaian,
sebagaimana disajikan pada tabel 1. Kinerja kolom adsorpsi digambarkan dengan
kurva breakthrough. Waktu breakthrough dan bentuk kurva breakthrough yang
dihasilkan merupakan parameter untuk menentukan pola operasi dan respon
dinamis dari kolom adsorpsi. Jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam
kolom adsorpsi dan persentase penyisihan ditentukan dengan persamaan berikut
(Zhang et al., 2011) :
qt (mg) adalah jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam kolom
adsorpsi, R (%) adalah persentase penyisihan, v (ml/menit) adalah laju alir
Page 49
influent, C0 (mg/l) adalah konsentrasi warna awal, Ct (mg/l) adalah konsentrasi
warna pada waktu t (menit), dan ttotal (menit) adalah total waktu operasi kolom
adsorpsi yang nilainya setara dengan waktu jenuh.
Kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada fixed-bed column dianalisis
dengan Model Thomas, Yoon-Nelson, dan Adam and Bohart. Model Thomas
merupakan salah satu model teori kinerja kolom yang paling umum digunakan.
Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah isoterm Langmuir, tidak ada
dispersi aksial, dan adsorpsi kinetik orde dua (Zhang et al., 2011). Bentuk linier
persamaan Model Thomas adalah sebagai berikut:
kTh (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Thomas, qTh (mg/g) adalah kapasitas
adsorpsi pada model Thomas, m (g) adalah masa adsorben, dan Veff (ml) adalah
volume effluent. Konstanta kinetik Thomas (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom
(qTh) dapat ditentukan dari plot ln(C0/Ct–1) terhadap t pada laju alir tertentu,
masing-masing sebagai slope dan intercept (Sekhula et al., 2012).
Model Yoon-Nelson merupakan model yang relatif sederhana dengan
mengasumsikan bahwa tingkat penurunan pada penyerapan untuk setiap molekul
adsorbat adalah sebanding dengan probabilitas penyerapan dan breakthrough
adsorbat pada adsorben (Zhang et al., 2011).
Bentuk linier persamaan Model Yoon-Nelson adalah sebagai berikut:
kYN (ml/menit) adalah konstanta kinetik Yoon- Nelson, τ (menit) adalah waktu
yang diperlukan untuk mencapai 50% breakthrough adsorbat, dan t (menit) adalah
waktu pengambilan sampel. Plot nilai ln (Ct/(C0-Ct)) terhadap t membentuk garis
lurus dengan slope menunjukkan nilai kYN dan intercept menunukkan nilai –
τkYN. Berdasarkan nilai τ yang dihasilkan, maka kapasitas adsorpsi kolom pada
model Yoon-Nelson (qYN, mg/g) dapat ditentukan dengan persamaan berikut
(Patel and Vashi, 2012):
Page 50
Model Adam and Bohart mengasumsikan laju adsorpsi sebanding dengan
kapasitas sisa padat dan konsentrasi zat teradsorpsi. Model ini cocok untuk
menggambarkan bagian awal dari kurva breakthrough (Hoces et al., 2010).
Bentuk linier persamaan Model Adam and Bohart adalah sebagai berikut:
kAB (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Adam-Bohart, N0 (mg/ml) adalah
kapasitas adsorpsi maksimum volumetrik, Z (cm) adalah tebal adsorben, dan F
(ml/menit) adalah laju alir. Konstanta kinetik (kAB) dan kapasitas adsorpsi kolom
(N0) dapat ditentukan dari plot ln Ct/C0 terhadap t, masing-masing sebagai slope
dan intercept (Sekhula et al., 2012). Berdasarkan nilai N0 yang dihasilkan, maka
kapasitas adsorpsi kolom pada model Adam and Bohart (qAB, mg/g) dapat
ditentukan dengan persamaan berikut (Trgo et al., 2011):
Vbed (ml) adalah volume karbon aktif, dan ρ (g/ml) adalah densitas karbon aktif.
Untuk mengetahui pengaruh laju aliran terhadap efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan
dasar tempurung kelapa dalam fixed-bed column, telah dilakukan percobaan
adsorpsi pada tiga laju aliran yang berbeda, yaitu; 20, 40 dan 80 ml/menit pada
tebal adsorben 30 cm, dengan konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan
sebesar 3200 mg PtCo/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Kurva breakthrough yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Breakthrough paling cepat terjadi pada
laju aliran 80 ml/menit dengan waktu breakthrough 40 menit dan waktu jenuh 100
menit yang menandakan bahwa proses adsorpsi berlangsung singkat. Sedangkan
pada laju aliran 20 ml/menit breakthrough cenderung terjadi secara bertahap
dengan waktu breakthrough 140 menit dan waktu jenuh 260 menit yang
menandakan bahwa kolom sulit untuk benar-benar jenuh. Dari Gambar 2 juga
Page 51
dapat diketahui bahwa peningkatan laju aliran mengakibatkan penurunan
efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat dari nilai
persentase penyisihan (R) yang dihitung dengan persamaan (2), sebesar 57,48%
pada laju aliran 20 ml/menit, 39,68% pada laju aliran 40 ml/menit dan 31,86%
pada laju aliran 80 ml/menit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ozdemir et
al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang menunjukkan
bahwa waktu kontak yang singkat antara adsorben dan adsorbat akibat
peningkatan laju aliran akan mengakibatkan penurunan efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair. Selain itu, pada laju aliran yang lebih cepat, pergerakan
zona adsorpsi disepanjang kolom terjadi lebih cepat dan mengakibatkan
penurunan waktu penyerapan zat warna pada limbah cair oleh karbon aktif (Patel
and Vashi, 2012).
Pengaruh tebal adsorben terhadap efektifitas penyisihan warna pada
limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar
tempurung kelapa dalam fixed-bed column dianalisis dengan mengalirkan limbah
cair sasirangan sebanyak 40 ml/menit ke dalam kolom adsorpsi setebal 10, 30 dan
60 cm. Konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan sebesar 3200 mg
PtCo/l dengan pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Gambar 3 menunjukkan kurva
breakthrough pengaruh tebal adsorben yang dihasilkan (Mizwar, 2013).
Page 52
Waktu breakthrough dan waktu jenuh masing-masing pada tebal
adsorben 10 cm adalah 30 dan 80 menit, pada tebal adsorben 30 cm adalah 100
dan 180 menit, dan pada tebal 60 cm selama 160 dan 280 menit. Dari Gambar 3
juga dapat diketahui bahwa peningkatan tebal adsoben mengakibatkan
peningkatan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat
pada nilai persentase penyisihan (R) sebesar 30% pada tebal 10 cm, 39,68% pada
tebal 30 cm dan 50,88% pada tebal 60 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Ozdemir et al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang
menunjukkan bahwa waktu kontak antara adsorben dan adsorbat akan meningkat
seiring dengan peningkatan tebal adsorben (Mizwar, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas penyisihan warna
tertinggi (57,48%) terjadi pada tebal karbon aktif 30 cm dengan laju aliran 20
ml/menit, sedangkan yang terendah (30%) terjadi pada tebal karbon aktif 10 cm
dengan laju aliran 40 ml/menit. Hal ini menandakan bahwa efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada
penelitian ini masih tergolong rendah. Kondisi ini dimungkinkan karena tingginya
kandungan bahan organik (BOD5 277 mg/l dan COD 536 mg/l) serta konsentrasi
TSS (3382 mg/l) pada sampel limbah cair sasirangan yang menyebabkan
terjadinya kompetisi penyerapan zat-zat adsorbat tersebut oleh karbon aktif,
sebagaimana dijelaskan oleh Allen and Koumanova (2005) bahwa kapasitas
Page 53
adsorpsi terhadap zat warna akan berkurang dengan adanya kehadiran adsorbat
lain dalam larutan yang diolah ( Mizwar, 2013).
Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya nilai efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada
penelitian ini adalah pH sampel limbah cair yang bersifat basa (pH = 12,38).
Sebagaimana dijelaskan oleh Isa et al. (2007), bahwa pH larutan yang bersifat
basa mengakibatkan permukaan adsorben cenderung menjadi bermuatan negatif
sehingga tidak mendukung adsorpsi zat warna karena tolakan elektrostatik. Dalam
penelitiannya, Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) memperoleh
rentang nilai pH 7 – 9 sebagai kondisi optimum adsorpsi warna pada limbah cair
tekstil dengan menggunakan karbon aktif (Mizwar, 2013).
Konstanta kinetik (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom (qTh) model
Thomas pada berbagai kondisi percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan
dengan karbon aktif dalam fixed-bed column disajikan pada Tabel 2. Seperti
terlihat pada Tabel 2, nilai kTh meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran
(v) dan penurunan tebal adsorben (h). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi
transportasi masa menurun karena adanya perbedaan konsentrasi warna pada
karbon aktif dan larutan sebagaimana hasil penelitian Zhang et al., (2011) dan
Patel and Vashi (2012). Kapasitas adsorpsi maksimum Model Thomas (qTH)
sebesar 72,339 mg/g pada v = 40 ml/menit dan h = 10 cm ( Mizwar, 2013).
Page 54
Dengan nilai koefisien determinasi (R²) yang diperoleh dari hasil
percobaan lebih besar dari 0,90 menunjukkan bahwa difusi eksternal dan internal
tidak mempengaruhi proses adsorpsi yang terjadi, sehingga Model Thomas cocok
digunakan untuk menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi. Hal ini
memperkuat hasil penelitian sebelumnya (Mizwar dan Diena, 2012), yang
menunjukkan bahwa penggunaan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa
dalam sistem batch mengikuti model Isoterm Langmuir yang juga merupakan
salah satu dasar asumsi dari Model Thomas pada sistem fixed-bed column. Dari
sudut pandang mekanisme adsorpsi di tingkat molekuler, zat warna yang
teradsorpsi ke karbon aktif melalui interaksi elektrostatik antara gugus karboksil
anionik dan kationik molekul zat warna, sesuai dengan proses kimia adsorpsi
monolayer (Zhang et al., 2011).
Model Yoon-Nelson secara matematis analog dengan Model Thomas
(Zhang et al., 2011). Oleh karena itu, pemodelan data hasil percobaan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat dikatakan cukup sesuai dengan nilai
R² > 0,90. Analisis regresi linier digunakan pada setiap set data untuk menentukan
parameter model Yoon-Nelson, yaitu; kYN (ml/mg/menit) dan τ (menit), yang
hasilnya sebagaimana tertera pada Tabel 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
nilai kYN meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran (v) dan penurunan
tebal adsorben (h). Hal sebaliknya terjadi pada nilai τ yang meningkat seiring
dengan penurunan laju alir (v) dan peningkatan tebal adsorben (h). Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa laju aliran yang lebih tinggi akan mengakibatkan
pengurangan waktu untuk proses adsorpsi dan mempercepat tercapainya
kesetimbangan adsorpsi (Zhang et al., 2011). Konstanta kinetik (kAB) dan
kapasitas adsorpsi kolom (qAB) model Adam and Bohart pada berbagai kondisi
percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan dengan karbon aktif dalam
fixed-bed column dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan nilai R² < 0,90,
menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian model ini dengan data hasil penelitian
tergolong rendah, sehingga hasil perhitungan nilai qAB tidak cocok dengan data
hasil penelitian dan model Adam and Bohart dianggap tidak tepat untuk
menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi (Mizwar, 2013).
Page 55
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja dari
pengaturan laju aliran berbanding terbalik dengan efektifitas penyisihan warna,
dan sebaliknya pengaturan tebal adsorben berbanding lurus dengan efektifitas
penyisihan warna pada limbah cair sasirangan. Persentase penyisihan maksimum
(%Rmax) yang diperoleh adalah sebesar 57,48% pada laju aliran 20 ml/menit dan
tebal karbon aktif 30 cm. Pola adsorpsi warna oleh karbon aktif pada penelitian ini
mengikuti model Thomas dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 72,339
mg/g. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dan efektifitas penyerapan warna
pada limbah cair industri sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column
perlu diperhatikan kondisi pH operasi dan konsentrasi zat pencemar lain yang ada
dalam limbah cair industri sasirangan (Mizwar, 2013).
Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Biosorben
Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan Dengan Metode Teh Celup
Sasirangan merupakan kain khasdaerah Kalimantan Selatan
dandiproduksi oleh masyarakat Banjardalam skala industri rumah tangga.Industri
kain sasirangan dalampembuatannya sebagaimana industritekstil lainnya banyak
melibatkan prosespewarnaan dan pencelupan. Dalampewarnaan, digunakan
bahan-bahanpewarna sintetik seperti pewarnaannaphtol dan senyawaan
garam.Pemakaian bahan pewarna sintetis initentu saja mengakibatkan limbah
cairyang dihasilkan sebagai buanganmengandung berbagai macampencemar,
seperti fenol; senyawaanorganik sintesis; dan logam berat. Sejumlah penelitian
telahdilakukan untuk mengolah limbah cairindustri sasirangan ini. Pada
umumnyametode yang sering digunakan untukpenyerapan logam berat adalah
metodekolom dan metode batch. Hanya sajaada beberapa kelemahan dari
keduametode yang sering digunakan tersebut.Salah satu metode yang relatif
mudahdan bahan yang digunakan relatif murahadalah menggunakan
biomassatumbuhan sebagai adsorben logamberat. Salah satu tumbuhan yang
dapatdigunakan sebagai biomassa adalahImperata cylindrica (rumput alang-
alang).Tumbuhan ini dapat hidup dalam kondisilingkungan yang ekstrim,
termasuklingkungan yang banyak terdapat logamberat toksik (Sastroutomo,
1990).
Page 56
Dalam rangka meningkatkan nilaiguna tumbuhan ini maka
Imperatacylindrica dimanfaatkan sebagaiadsorben logam berat. Hal inididasarkan
bahwa, setiap bagiantumbuhan mengandung biopolimer,diantaranya selulosa yang
merupakanpolisakaridaarsitektural yangmembentuk komponen serat dari
dindingsel tumbuhan dan protein yangmengandung gugus fungsional:karboksilat,
hidroksil, dan gugus aminoyang dapat berinteraksi dengan logam. Tumbuhan
Imperata cylindricadikumpulkan bagian daunnya kemudiandicuci dan
dikeringkan. Setelah itudihaluskan dan disaring denganmenggunakan saringan
120 meshdandisimpan dalam desikator. Preparasi biomassa dilakukandengan
mencuci biomassamenggunakan HCl 0,1 M sampaiterbentuk pasta. Pencucian ini
dilakukansebanyak 2 kali yang diikuti dengansentrifuge 2800 rpm selama 5
menit.Endapan disaring dengan kertas saringkemudiandicuci dengan akuades
hinggabiomassa bebas ion Cl-. Biomassadikeringkan dalam oven dengan suhu
60oC selama 5 jam, lalu disimpan dalamdesikator sampai beratnya
konstan,kemudian disaring kembalimenggunakan saringan 120 mesh.Biomassa
telah siapdigunakan untukprosedur selanjutnya (Hardini, 2009).
Kertas saring dibuat sedemikianrupa membentuk suatu kantong
dengantali sebagaialat penarik saat kantongtersebut dicelupkan ke dalam
sampelseperti kantong yangbiasanyadigunakan untuk teh
celup.Selanjutnyabiomassa dapat dimasukkan ke dalamkantong tersebut danmedia
pencelupsiap untuk digunakan. Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yangberisi 100 ml larutan Cr(VI) dengankonsentrasi 20 mg/l yang
sudah diaturpH nya dengan penambahan HCl 0,01 Mdan NaOH sehingga pH
larutan berturutturutmenjadi 2, 3, 4, 5, 6. Kemudiandiaduk selama 60 menit dan
disentrifugepada 2800 rpm selama 5 menit.Endapan disaringdengan kertas
saringdan supernatan diukur denganSpektrofotometer Serapan Atom
(AAS).Konsentrasi awal larutan logam jugadiukur dengan AAS. Sebanyak 1 gram
biomassadimasukkan ke dalam Erlenmeyer yangberisi 100 mlarutan Cr(VI)
dengankonsentrasi 20 mg/l yang sudah diaturpH-nya pada pH
optimum.Larutandiaduk selama waktu kontak 15, 30, 45,60, 75, 90 dan120 menit
kemudiandisentrifuge dengan kecepatan 2800 rpmselama 5 menit. Endapan
Page 57
disaring dansupernatandiukur dengan AAS.Konsentrasi awal larutan logam
jugadiukur dengan AAS (Hardini, 2009).
Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam media
pencelup,kemudian biomassa tersebut dicelupkanke dalam Erlenmeyer yang berisi
100 mllarutan logam Cr(VI) 20 mg/l yang sudahdiatur pH pada waktu kontak
optimum.Larutan logam yang sudah dikontakkandengan biomassa tersebut
diambilsetelah waktu kontak optimum.Biomassanya kemudiandicelupkankembali
ke dalam 100 ml HCl 0,1 M dandikontakkan selama waktu kontakoptimum.
Larutan diambil kembali.Konsentrasi awal dan larutan yangsudah dikontakkan
dengan biomassadiukur dengan AAS. Prosespenambahan larutan logam dan
recoverydilakukan sebanyak 2 kali (Hardini, 2009).
Untuk mengidentifikasi gugusfungsi pada biomassa dan gugus
fungsiyang berinteraksi dengan ion logamCr(VI) dilakukan analisis
denganSpektroskopi Inframerah. Masing-masing+ 1 mg sampel biomassa dan
biomassayang telah dikontakkan logam dibuatpelet dengan menggunakan KBr
kering.Sebanyak 300 mg, hasil pelet masing-masingselanjutnya diukur
menggunakanSpektrofotometer Inframerah (Shimadzumodel FTIR-8201 P).
Preparasi biomassa rumputalang-alang dilakukan dengan mencucirumput alang-
alang, dikeringkan, dandihaluskan sampai berukuran 120 mesh,kemudian
biomassa tersebut dicucidengan HCl 0,1 M sebanyak dua kali.Pencucian ini
dimaksudkan untukmelepaskan pengotor dan mendesorpsilogam-logam yang
mungkin terikat padadinding sel biomassa melalui prosespertukaran ion sebagai
berikut :
M-Biomassa + 2HCl D M2+
+ 2Cl- + 2HBiomassa
Hal ini akan menambah situs aktif padabiomassa yang dapat digunakan
untukmengikat logam.Tahap pencucian selanjutnyadigunakan akuades, di mana
akuades iniuntuk menghilangkan ion Cl- yangterdapat pada biomassa.
Keberadaanion Cl- dapatdideteksi denganpenambahan AgNO3 pada air
pencucibiomassa membentuk endapan putihAgCl. Jika pada air pencuci
tidakterbentuk endapan putih lagi makabiomassa sudah bebas dari ion Cl
(Hardini, 2009).
Page 58
Ag+ + Cl- D AgCl (s)
Biomassa yang telah dicucikemudian dikeringkan kembali dandisaring.
Penyaringanbiomassa sampaiberukuran 120 mesh ini dilakukan untukmemperluas
permukaan biomassa, dimana hal ini diharapkan dapatmemperluas pula
penyerapan logamoleh biomassa. Biomassa yang diperolehmelalui tahap preparasi
merupakanbiomassa denganberat kering.Biomassa inilah yang selanjutnya
akandiinteraksikan dengan ion logam. Derajat keasaman (pH)merupakan salah
satu faktor yangmempengaruhi biosorpsi logam olehbiomassa. pH akan
mempengaruhimuatan situs aktif yang terdapat padabiomassa. Selain itu, pH juga
akanmempengaruhi spesies logam yang adadalam larutan sehingga
akanmempengaruhi terjadinya interaksi ionlogam dengan situs aktif
dariadsorben(Lestari et al., 2003; Horsfall & Spiff,2004).
Untuk mempelajari pengaruh pHterhadap interaksiantara Cr(VI)
denganbiomassa rumput alang-alang. Makalarutan Cr(VI)
diinteraksikandenganbiomassa pada beberapa titik pH yaitu 2,3, 4, 5 dan 6 seperti
yang ditunjukkanpada tabel 1. Penelitian sebelumnya telahdilaporkan bahwa
logam dapat berikatandengan beberapa asam organik yangterdiri atas ligan
karboksil. Pada pHrendah gugus karboksil di permukaanbiosorben mengalami
protonasi sehinggakemungkinan untuk berikatan dengan ionbermuatan positif
sangat kecil. Pada pHtinggi (di atas 4), gugus karboksilmengalami deprotonasi
mengakibatkanpermukaan biosorben menjadibermuatan negatif sehingga ion
positifdari logam akan tertarik dan membentukikatan dengan gugus di
permukaanbiosorben (Baig et al., 1999). Sehinggasemakin tinggi pH maka
semakin banyakguguskarboksil pada biomassa yangakan bertindak sebagai ligan
Page 59
dalampembentukkan kompleks dengan ionlogam seperti yang terlihat pada
gambar1 (Hardini, 2009).
Gambar 1. menunjukkan bahwaadsorpsi Cr(VI) meningkat tajam
didaerah 2-3 dengan adsorpsi optimumterjadi pada pH 3 sebanyak
94,03%.Sedangkan adsorpsi Cr(VI) olehbiomassa cenderung menurun
seiringdengan kenaikan pH. Pada pH 3, Cr(VI)teradsorpsebanyak 94,03%
sedangkanpada pH 4 hanya 92,44% Cr(VI) yangteradsorpsi. Haltersebut
menunjukkanbahwa pH optimum adsorpsi Cr(VI)terjadi pada pH 3. Hasil
penelitian Guptadan Babu (2006) tentang adsorpsiCr(VI) menggunakan biomassa
benihasam jawa juga menunjukkan adsorpsioptimum Cr(VI) terjadi sekitar pH 1-
3.Fenomena ini dapat dijelaskanberdasarkan mekanisme ikatan antaraCr(VI) dan
biomassa, yaitu pada pH lebihtinggi Cr(VI) terdapat sebagai anion oksiseperti
CrO42-, HCrO4- atau Cr2O72-,danbiomassa juga bermuatan negatifsehingga
adsorpsinya rendah.Sedangkan pada pHrendah, Cr(VI)direduksi menjadi Cr(III)
oleh biomassasehingga adsorpsi optimum Cr(VI)terjadi pada pH 3 (Hardini,
2009).
Umumnya, tumbuhan memilikiwaktu retensi (waktu yang
diperlukanuntukmengadsorpsi ion logam hinggajenuh) yang berbeda-beda.
Biomassadapat mengikat ion logam dalam rentangwaktu yang spesifik, dimana
adsorpsiterjadi selama permukaanbiomassabelum mencapai kejenuhan. Tiap
jenisbiomassa memiliki kemampuan untukmengikat ion logam hingga
mencapaimaksimum. Namum setelah batasmaksimum telah dilewati dan
permukaanbiomassa menjadi terlalu jenuh untukmenjerap ion logam, maka
Page 60
biomassadinyatakan telah melampaui batastoleransi (Kaim & Schwedersky
(1994)dalam Yudistri, 2007). Pengaruh waktukontak terhadap jumlah Cr(VI)
yangdapat teradsorpsi oleh biosorbendisajikan dalam tabel 2 (Hardini, 2009).
Berdasarkan tabel 2menunjukkan Cr(VI) sudah dapatteradsorpsi pada
biomassaImperatacylindrica dalam waktu yang relatifsingkat. Adsorpsi Cr(VI)
pada biomassaImperata cylindrica terus meningkatsampai 90 menit, kemudian
mengalamipenurunansetelah interaksinya stabil.Waktu optimum biomassa
Imperatacylindrica untukmengadsorpsi Cr(VI)terjadi pada waktu interaksi 90
menitdengan jumlah ion logam yang terjerap13,51351% (Hardini, 2009). Relatif
cepatnya adsorpsi Cr(VI)oleh biosorben kemungkinan besardisebabkan
karenainteraksinyamerupakan interaksi pasif yang tidakmelibatkan proses
metabolisme (Lestariet al., 2003). Proses ini terjadi ketika ionlogam terikat pada
dinding sel biosorben.Mekanisme pasif dapat dilakukandengan dua cara, yaitu
pertama denganpertukaran ion dimana ion pada dindingsel biosorben digantikan
oleh ion-ionlogam; dan kedua adalahpembentukansenyawa kompleks antara ion
logamdengan gugus fungsi seperti karbonil, amino, thiol, hidroksil, fosfat
danhidroksi-karboksil secara bolak balik dancepat (Putra & Putra, 2003).
Page 61
Pengikatan ion logam umumnyaterjadi pada awal-awal reaksi dan
padareaksi selanjutnya akan berjalanseragam, atau bahkan bisa terjadipenurunan
karena dinding sel biomassasudah mengalami dekomposisi lebihlanjut (Jasmidi
dkk., 2002). Adsorpsi ionlogam pada dinding sel biomassadisebabkan karena
terjadinya ikatanpada permukaan dinding sel (surfacebinding),melalui mekanisme
fisika dankimia, seperti pertukaran iondanpembentukan kompleks (Hardini,
2009).
Penentuan kapasitas penjerapanion logam oleh biomassa dilakukan
padapH dan waktu optimum, yang dinyatakandalam mg ion logam per gram
biomassa(mg/g). Untukmengetahui besarnyakapasitas adsorpsi Cr(VI) oleh
biomassarumput alang-alang, maka larutan Cr(VI)dengan berbagai variasi
konsentrasiawal diinteraksikan dengan biomassayang beratnya konstan.
Variasikonsentrasi awal larutan logam yangdigunakan adalah 10,20, 25, 50, 75
dan100 mg/l. dalam menentukan kapasitasadsorpsi ion logam Cr(VI)
inidigunakanmetode teh celup, yaitu suatu metodeyang menggunakan kantung teh
celupsebagai wadah biomassa rumput alangalang.Biomassa dalam kantung
tehcelup itu kemudian dikontakkan denganlogam dengan cara
mencelupkannyapada pH dan waktukontak optimum.Sebagai kontrol digunakan
kantung tehcelup tanpa berisi biomassa yangdicelupkan ke dalam larutan
logam.Selain itu juga dilakukan aplikasilangsung ke limbahcair sasiranganuntuk
mengetahui besar kapasitas Cr(VI)dari limbah tersebut yang dapatteradsorpsi
dengan menggunakanbiomassa Imperata cylindrica denganmenggunakanmetode
Page 62
teh celup ini.Hasil dari kapasitas Cr(VI) yangteradsorpsi dapat dilihat pada tabel
2dan 3 (Hardini, 2009).
Page 63
Tabel 3 menunjukkan bahwajumlah Cr(VI) yang dapat teradsorpsipada
biomassa Imperata cylindricameningkat seiring dengan bertambahnyakonsentrasi
Cr(VI) yang dipakai.Peningkatan yang relatif tajam terjadimulai dari konsentrasi
10 mg/l hingga 20mg/l. Selanjutnya, setelahkonsentrasinya mencapai 20
mg/l,kenaikan konsentrasi Cr(VI) relatif tidakbanyak menaikkan jumlah logam
yangteradsorpsi. Kontrol yang digunakandalam penelitian ini berfungsi
untukmengetahui besar kapasitas adsorpsiCr(VI) dari kertas saring yang
digunakansebagai kantung teh celup tanpa diisidengan biomassa. Adapun data
yangdapat diperoleh dari kontrol yangdigunakan pada larutan Cr(VI)
padakonsentrasi 20 mg/l diketahui kapasitasadsorpsi yang diperoleh sebesar
5,20%dengan konsentrasi logamyangteradsorpsi sebesar 0,95 mg/l.
Nilaipersentase dari kapasitas adsorpsi untukkontrol ini lebih kecil dari
persentaseuntuk larutan Cr(VI) pada konsentrasi 20mg/l dengan menggunakan
biomassa (Hardini, 2009).
Tabel 4 menunjukkan bahwajumlah Cr(VI) dalam limbah cairsasirangan
sebelum diadsorpsi denganbiomassa Imperata cylindrica sebesar0,1639 mg/l.
Namun, setelahdiadsorpsidengan biomassa Imperata cylindricajumlah Cr(VI)
dalam limbah cairsasirangan tersebut mengalamipenurunan menjadi 0,1215 mg/l.
Daridata tersebut dapat diketahui bahwabiomassa Imperata cylindrica
dapatmengadsorpsi logam Cr(VI) dalamlimbah cair sasirangan tersebut
dengankapasitas adsorpsi sebesar 25,87%. Proses recovery berkaitandengan
proses pelepasan ion logamyang terikat pada biomassa. RecoveryCr(VI) dari
Page 64
biomassa rumput alang-alangdilakukan dengan metode tehcelup.Seperti halnya
proses adsorpsi, recoveryjuga menggunakan biomassa yangdikontakkan dengan
larutan logamdengan metode teh celup (Hardini, 2009).
Menurut Ahalya et al. (2005)recovery dapat dilakukan
menggunakanasam-asam mineral encer seperti HCl,H2SO4, HNO3dan
CH3COOH untukmendesorpsi logam dari biomassa.Asam mineral dengan
konsentrasi diatas 0,1M tidak cocok digunakan untukmeregenerasi biomassa
karena akanmerusak biomassa (Susanti et al., 2004).Padapenelitian ini digunakan
HCl 0,1 Muntuk me-recovery Cr(VI) dari biomassarumput alang-alang.
Logam Cr(VI) yang dapatdiperoleh kembali (recovery) dapat dilihat pada
tabel 5 dan pada gambar 4.Pada ulangan ke 1, Cr(VI) yang dapatdiperoleh
kembali sebesar 76,47059%,sedangkan pada ulangan ke 2 sebesar66,07143%.
Persen recovery Cr(VI) yangdapat diperoleh pada ulangan 1 lebihbesar hal itu
disebabkan karena jumlahgugus aktif yang dapat mengikat logamlebih banyak
sehingga jumlah Cr(VI)yang dapat terserapjuga lebih banyak,sedangkan pada
ulangan ke 2 jumlahCr(VI) yang dapat terserap olehbiomassa menurun, hal itu
disebabkankarena berkurangnya kemampuanbiomassa yaitu berkurangnya gugus
aktifdari biomassa yang dapat mengikatlogam Cr(VI) karena gugus aktifbiomassa
telah berikatan dengan logamCr(VI) pada ulangan 1. Cr(VI) dapat terlepas
Page 65
denganmudah dari biomassa Imperata cylindricasetelah perlakuan dengan
HCl.Perlakuan dengan HCl pada proses inibertujuan untuk melepaskan ion
logamyang terikat pada dinding sel biomassamelalui mekanisme pertukaran ion
(Hardini, 2009).
Proses terikatnya Cr(VI) pada dinding selbiomassa Imperata cylindrica
terjadimelalui mekanisme pertukaran ion sajasehingga dapat dengan mudah
lepasdari dinding sel tersebut melaluipertukaran ion H+. Proses recoverylogam ini
sangat berkaitan denganprinsip HSAB, dimana asam kerascenderung berikatan
dengan basa kerasdan asam lunak cenderung berikatandengan basa lunak. Ion
logam Cr(VI)merupakan asam keras, sedangkan ionH+ merupakan asam keras
sehingga ionlogam Cr(VI) dapat ditukar oleh ion H+.Larutan HCl pada proses ini
hanyamelepaskan ion logam yang terikat padadinding sel biomassa melalui
mekanismepertukaran ion (Hardini, 2009).Hal ini juga dapat
dijelaskanberdasarkan kemampuan polarisasinya.Menurut Hughes & Poole (1989)
dalamJasmidi dkk., (2002), menyatakan bahwakation dengan
kemampuanpolarisasiyang tinggi merupakan pusat muatanpositif yang
berkerapatan tinggimenghasilkan interaksi yang kuatdengan ligan dan ion yang
berukurankecil bermuatan tinggi akan memilikikekuatan ikatan yang makin
besardaripada ion yang berukuran besar bermuatan rendah. Proses perolehan
kembali(recovery) logam Cd(II) yang terikat padabiomassa dilakukan
denganmenggunakan asam encer dalampenelitian ini menggunakan HCl 0,1
M.Penggunaan asam encer 0,1 M karenaasam mineral di atas 0,1 M dapatmerusak
biomassa (Susanti, dkk., 2004).
Biomassa Imperata cylindricayang dianalisis merupakan biomassayang
alami atau belum diinteraksikandengan logam Cr(VI). BiomassaImperata
cylindrica tersebut dianalisisdengan FTIR Shimadzu 8400 untukmengidentifikasi
keberadaan gugus-gugusfungsional yang terdapat padabiomassa Imperata
cylindrica. Hasilanalisis gugus fungsional yang berupaspektrum Inframerah
Imperata cylindricatersebut dapat dilihat pada Gambar 5 (Hardini, 2009).
Page 66
Berdasarkan spektrumInframerah biomassa Imperata cylindricayang
disajikan pada gambar 5, terdapatbeberapa puncak-puncak serapan padabilangan
gelombang sebagai berikut,3413,8 ; 2920,0 ; 2854,5 ; 2430,1 ;1631,7 ; 1512,1 ;
1384,8 ; 1319,2 dan1037,6 cm-1. Pita serapan yang munculpada bilangan
gelombang 3413,8 cm-1menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH.Pada bilangan
gelombang ini jugamenunjukkan adanya vibrasi ulur N–Hyang diperkuat dengan
adanya pitaserapan lemah di sebelah kiri bilangangelombang 3413,8 cm-1 yang
merupakanvibrasi dari ion ammonium. Pernyataanini diperkuat lagi dengan
adanya serapanpada bilangan gelombang 1161,1 cm-1dan 898,8 cm-1 yang
menunjukkanadanya vibrasi ulur C–N dari aminaaromatik tersier dan
vibrasitekukan N–Hke luar bidang (Hardini, 2009).
Serapan lemah pada bilangangelombang 2920,0 cm-1 dan 2854,5 cm-
1yang mengidentifikasikan adanya vibrasiulur dari –CH alifatik. Vibrasi ulur –
OHdari ikatan hidrogen juga teridentifikasipada bilangan gelombang 2430,1 cm-
1dengan pita serapan yang lemah. Padabilangan gelombang 1631,7 cm-1
munculpita serapan yang cukup kuatyangmenunjukkan vibrasi ulur asimetri
anion–COO-. Pita serapan yang muncul padabilangan gelombang 1384,8 cm-
1menunjukkan adanya vibrasi ulur –C-Hdari CH3 dan pita serapan pada
bilangangelombang 1319,2 cm-1 menunjukkanadanya vibrasi ulur –C-O
Page 67
asamkarboksilat dalam bentuk dimer. Getarandari –O-CH3 teridentifikasi pada
bilangangelombang 1037,6 cm-1 (Tan, 1998).
Spektrum Inframerah yang tersajipada gambar 6 memperlihatkan
adanyapergeseran serapan pada beberapabilangan gelombang, yaitu
bilangangelombang 3413,8 cm-1 yang lebarmengidentifikasikan adanya vibrasi
O–Hyang berikatan hidrogen mengalamipergeseran menjadi 3425,58 cm-
1.Vibrasi ulur C–H alifatik untuk CH2 yangteridentifikasi pada bilangan
gelombang2920,0 cm-1 dan 2854,5 cm-1 mengalamipergeseran menjadi 2916,37
cm-1. Padabilangan gelombang 1384,8 cm-1mengalami pergeseran
menjadi1373,32cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur –C-Hdari CH3. Pergeseran
puncak juga terjadipada bilangan gelombang 1631,7 cm-1yang menunjukkan
vibrasi ulur asimetrianion –COO- menjadi 1635,64 cm-1. Pitaserapan pada
bilangan gelombang1512,1 cm-1 yang menunjukkan vibrasiulur C=C aromatik
juga mengalamipergeseran menjadi 1512,19 cm-1.Sedangkan untuk rangkaian C-
O untukkarboksilat juga mengalami pergeserandari bilangan gelombang 1319,2
cm-1menjadi 1319,31 cm-1. Pada bilangangelombang 1037,6 cm-1 untuk getaran
OCHbergeser menjadi 1064,71 cm-1 (Hardini, 2009).
Selain itu, pergeseran yangmuncul pada bilangan gelombang3413,8 cm-1
juga mengidentifikasikanadanya vibrasi N–H yang diperkuatdengan munculnya
Page 68
serapan di sekitar1100 cm-1 yang menunjukkan ibrasi ulurC–N dari amina, serta
munculnyaserapan lemah di sebelah kiri daribilangan gelombang 3413,8 cm-1
yangmenunjukkan adanya ion ammonium.Adanya pergeseran yang terjadi
padapita serapan dari suatu gugus fungsimenunjukkan bahwa biomassa
Imperatacylindrica mampu mengikat Cr(VI), yaitumelalui gugus hidroksil,
karboksil, metil, ammonium, dan rangkaian alkana (Hardini, 2009).
Pengolahan Limbah Cair Sasirangan Secara Filtasi Melalui Pemanfaatan
Arang Kayu Ulin Sebagai Adsorben
Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang
diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry
ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah
membuat motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan
pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dalam kegiatan
produksinya, selalu dihasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak.
Limbah cair tersebut langsung dibuang ke lingkungan sekitar tanpa melalui proses
pengolahan.Industri sasirangan dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa
tahapan, yaitu : penyirangan kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian,
penjemuran dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal
dari proses pewarnaan dan pencucian. Dalam tahap pewarnaan, zat warna yang
digunakan adalah pewarna sintetis dan zat warna yang berasal dari tumbuhan dan
akar-akaran yang berasal dari hutan di Kalimantan. Sebagai bahan pembantu
untuk menimbulkan dan menguatkan warna dipergunakan antara lain adalah jeruk
Page 69
nipis, jeruk sitrun, cuka, sendawa, tawas, air kapur, terusi, garamdiazonium,
NaOH, spiritus, asam sulfat, dan lain-lain, sedangkan untuk pencucian digunakan
detergen (Utami, 2008).
Limbah cair sasirangan yang dibuang umumnya berasal dari proses
pewarnaan, baik buangan dari sisa pencelupan maupun dari proses pencucian.
Limbah cair industri sasirangan umumnya mengandung kontaminankontaminan
yang jumlahnya melebihi Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor:
KEP-51/MENLH/10/1995. Kontaminan-kontaminan tersebut adalah TSS (total
suspended solid) dan logam krom dengan jumlah diatas 50 ppm dan 1 ppm serta
bahanbahan organik yang menyebabkan tingginya nilai COD (chemical oxygen
demand) dan BOD (biochemical oxygen demand), sehingga bila tidak ditangani
secara tepat dapat mengganggu lingkungan sekitarnya (Utami, 2008).
Pemanfatan arang atau arang aktif sebagai adsorben limbah cair
sasirangan sangat memungkinkan untuk dilakukan di Kalimantan Selatan,
mengingat banyak limbah kayu tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal,
dimana selama ini hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan arang, arang oleh
masyarakat baru dimanfaatkan untuk keperluan memasak. Karbon aktif kayu
galam dengan waktu variasi pengarbonan 1,5; 2,0; 2,5 dan 3 jam serta variasi suhu
500, 650, 750, dan 900oC masih di bawah standar SII4, 5). Adsorbsi arang kayu
ulin menunjukkan bahwa karbon aktif limbah kayu ulin dengan waktu kontak 24
jam ukuran 100 mesh mampu menurunkan kadar COD sampai dibawah batas
baku mutu limbah., namun kadar TSS belum mampu diturunkan sampai batas
baku mutu limbah6). Proses filtrasi dapat dilakukan dengan pemakaian arang atau
arang aktif berserta kerikil, pasir, dan ijuk, dimana diharapkan pH kadar COD,
TSS, fenol dan logam berat akan turun. Penelitian ini bertujuan untuk ini
menganalisis limbah cair sasirangan (COD, TSS, pH, fenol, dan krom) sebelum
diolah dan mengetahui ukuran arang ulin yang maksimum pengolahan limbah
secara filtrasi untuk COD, TSS, pH, fenol, dan krom (Utami, 2008).
Analisis Limbah Cair Sasirangan
Analisis limbah cair sasirangan meliputi : COD, TSS, pH, fenol , dan
krom dengan cara:
Page 70
Parameter COD (Chemical Oxygen Demand) berdasarkan SII No. 1835-85,
Tentang Cara Uji COD Air Limbah
Parameter TSS (Total Suspended Solid) dianalisis menggunakan
spektrofotometer DR 2000
Pengujian pH air limbah dengan pH meter
Fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV_Vis
Logam berat krom dianalisis dengan menggunakan AAS
(Utami, 2008).
Karbonisasi Kayu Ulin
Alat yang digunakan adalah drum dari seng atau besi diameter 0,5 m
kapasitas kayu 5 kg, timbangan, dan minyak tanah sedangkan bahan yang
digunakan adalah limbah kayu ulin.
Cara kerja: Sejumlah limbah kayu ulin yang sudah bersih dan kering
dimasukkan dalam drum dan dilakukan karbonisasi dengan menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakarnya, kurang lebih selama 8 jam.
Pembuatan Unit Pengolahan Limbah
Alat-alat yang digunakan adalah drum, kayu, mur, dan kran. Bahan-
bahan yang digunakan adalah arang limbah kayu ulin, pasir, kerikil, dan ijuk
Adapun pembuatan unit pengolahan limbah adalah sebagai berikut
(Utami, 2008) :
1. Menyediakan 2 drum kecil yang mempunyai kapasitas 20 liter atau lebih.
Agar tidak berkarat dapat digunakan drum plastik.
2. Menyediakan rak bertingkat seperti gambar.
3. Mencuci bahan-bahan yang akan digunakan sebagai penyaring (kerikil,
arang, ijuk, dan pasir) dengan menggunakan air panas.
4. Menyusun bak penyaring seperti Gambar 1.
Page 71
Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan
Arang Kayu Ulin
Parameter yang dianalisis adalah COD, TSS, pH, fenol dan logam berat
Cr sebelum dan setelah diolah dengan menggunakan instalasi pengolahan limbah
secara filtrasi (Utami, 2008). Analisis dilakukan seperti pada Prosedur 3.1.
Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan
Arang Kayu Ulin
Penelitian pengaruh ukuran arang limbah kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri T) pada pengolahan limbah cair sasirangan secara filtrasi dilakukan
dengan mengukur penurunan nilai parameter pH, COD, fenol, kadar Cr dan
padatan tersusupensi. Berikut ini hasil pengamatan terhadap parameter-parameter
tersebut sebelum dan sesudah mengalami proses filtrasi dengan arang pada
berbagai variasi ukuran (Utami, 2008).
Page 72
1. pH
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap
penyerapan pH limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara
filtrasi seperti terdapat pada Tabel 3.Limbah cair sasirangan sebelum diolah
memiliki Ph 10,155 yang menandakan bahwa limbah cair sasirangan bersifat basa.
Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan sasirangan banyak menggunakan
bahan-bahan yang bersifat basa seperti air kapur dan NaOH.Nilai pH merupakan
keadaan yang mencirikan keseimbangan antara asam dan basa, serta merupakan
pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Berdasarkan Tabel 4,
dapat diketahui bahwa proses filtrasi menggunakan arang limbah kayu ulin
menurunkan nilai pH. Penurunan pH ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang,
meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Hal ini menandakan
arang dapat menyerap ion hidrogen (H+) dari suatu larutan sehingga menurunkan
nilai pH dari limbah cair sasirangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pH
limbah cair sasirangan yang telah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku
mutu limbah tekstil (Utami, 2008).
2. COD
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap
penyerapan kadar COD limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah
secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 4.Tabel 4 menunjukkan bahwa proses
filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan nilai kadar COD.
Page 73
Penurunan kadar COD ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun
penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Kadar COD sebelum diolah
rataratanya adalah 456,960 mg/l. Penelitian menunjukkan bahwa kadar COD
limbah cair sasirangan yang telah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku
mutu limbah tekstil.Pada Tabel 4 juga terlihat bahwa ukuran arang dari kayu ulin
mempengaruhi kadar COD limbah cair sasirangan setelah diolah secara filtrasi.
Ukuran 20 – 40 mesh menunjukkan penurunan kadar COD sampai 81,358 % yang
merupakan ukuran yang maksimum merurunkan kadar COD (Utami, 2008).
3. Fenol
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap
penyerapan kadar fenol limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah
secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 5. Tabel 6 menunjukkan bahwa proses
filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar fenol. Penurunan
kadar fenol ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya
tidak sebesar filtrasi tanpa arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar fenol
limbah cair sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi dapat
memenuhi baku mutu limbah tekstil. Pada Tabel 5 terlihat juga bahwa ukuran
arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar fenol limbah cair sasirangan setelah
diolah secara filtrasi. Ukuran arang 20 - 40 mesh menunjukkan penurunan kadar
fenol sampai 63,259 %, merupakan ukuan yang mampu menyerap kadar fenol
yang paling maksimum. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan
organik yang bersifat non polar seperti fenol karena arang masih memiliki struktur
permukaan kimia yang mengandung senyawa-senyawa seperti asam alifatik,
karbonil dan alkohol 70% (Utami, 2008).
Page 74
Pada penelitian ini, adsorpsi arang yang terjadi merupakan proses
reversibel. Hal ini dapat dilihat dari nilai fenol pada ukuran arang lebih kecil dari
20 – 40 mesh adalah meningkat, tidak sesuai dengan teori bahwa semakin kecil
ukuran arang, semakin luas permukaannya, maka semakin banyak bahan
pencemar yang terserap. Arang dengan ukuran yang lebih halus akan ikut larut
saat filtrasi, sehingga bahan pencemar yang seharusnya terserap akan terlepas
kembali ke limbah yang menyebabkan kadar fenol semakin naik (Utami, 2008).
4. Kadar Cr
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap
penyerapan kadar Cr limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah
secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 6.Tabel 6 menunjukkan bahwa proses
filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar Cr.Penurunan
kadar Cr ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak
sebesar filtrasi dengan arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar Cr limbah cair
sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi tidak dapat
memenuhi baku mutu limbah tekstil.Pada Tabel 6 terlihat juga bahwa ukuran
arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar Cr limbah cair sasirangan setelah diolah
secara filtrasi. Ukuran arang 60 mesh menunjukkan penurunan kadar Cr sampai
79,432 %.Hal ini berarti ukuran arang kayu ulin yang lebih halus cenderung
menurunkan kadar Cr pada limbah cair sasirangan (Utami, 2008).
5. Total suspended solid (TSS)
Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap
penyerapan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah
secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada
ukuran arang 20 – 40 mesh memberikan daya serap maksimum terhadap
Page 75
penurunan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah diolah melalui filtrasi yaitu
sebesar 14 mg/l. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan pada air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Padatan seperti
ini biasanya terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
dari sedimen. Padatan seperti ini merupakan endapan atau koloidal yang berasal
dari bahan buangan organik maupun anorganik. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa arang mampu menyerap bahan bahan pencemar seperti bahan organik
maupun anorganik. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan
pencemar baik bahan organik maupun anorganik, hal ini disebabkan karena pada
permukaan arang masih memiliki gugus-gugus kimia seperti karbonil, alkohol dan
asam alifatik (Utami, 2008).
Proses adsorpsi arang terhadap bahan pencemar. Pada proses adsorpsi,
gaya yang mungkin terjadi antara adsorben dan adsorbat adalah gaya van der
Waals atau gaya London. Gaya ini terjadi karena adanya pengaruh interaksi antara
dipol-dipol. Jika adsorbat memiliki permanen dipol dan interaksi terjadi, maka hal
ini disebabkan adanya distribusi muatan oleh adsorben6).. Gaya ini sangat lemah
tergantung dari laju adsorpsinya, oleh karena itu proses adsorpsi dapat bersifat
reversibel (dapat balik) akibat lemahnya gaya antara adsorbat maupun adsorben.
Pengaruh tekanan atau temperatur dapat membuat ikatan antara adsorbat maupun
adsorben lepas, oleh karena itu dalam beberapa proses pada penelitian ini arang
seringkali meningkatkan kembali kadar bahan pencemar dari limbah yang telah
Page 76
diolah. Pada proses adsopsi arang , adsopsi yang terjadi adalah adsopsi fisika,
dimana molekul –molekul teradsopsi dengan ikatan yang lemah pada permukaan
adsorben. Proses adsopsi ini bersifat dapat balik, sehingga memungkinkan terjadi
desopsi molekulmolekul yang teradsopsi dapat terjadi pada suhu yang sama8)
(Utami, 2008).
Pada penelitian terlihat bahwa variasi ukuran arang limbah kayu ulin
mempengaruhi penurunan pH, kadar COD, fenol, logam Cr dan TSS. Penyerapan
maksimal ditunjukkan pada ukuran arang 20 – 40 mesh, kecuali pada kadar Cr
yang memberikan penyerapan maksimal pada 60 mesh (Utami, 2008).
Hasil analisis kinerja arang limbah kayu ulin pada ukuran arang yang
memberikan daya serap maksimal terhadap pH,kadar COD, Fenol, logam Cr dan
TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi
adalah sebagai berikut. Tabel 8 menunjukkan bahwa arang limbah kayu ulin yang
memiliki daya serap maksimum terhadap penurunan pH, COD, fenol, logam Cr
dan TSS pada ukuran 20 - 40 mesh. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa
semakin kecil ukuran arang, semakin luas permukaan kontaknya maka semakin
banyak bahan pencemar yang diadsorb. Hal ini disebabkan karena semakin kecil
ukuran arang, maka semakin banyak pula yang ikut larut saat proses filtrasi.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian arang cangkang kelapa sawit
diaktivasi pada suhu 700oC dan diaplikasikan pada limbah kayu lapis ternyata
mampu merurunkan BOD, COD, TSS dan fenol9), juga penelitian arang dari
baggase yang mampu menurunkan Pb pada zat warna tektil10), serta arang galam
untuk menurunkan kadar limbah sasirangan5) (Utami, 2008).
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil
ananlisis limbah sasirangan sebelum pengolahan menunjukkan diatas ambang
baku mutu limbah cair; (2) Daya serap maksimum arang limbah kayu ulin
terhadap limbah cair sasirangan yang diolah secara filtrasi ditunjukkan pada
Page 77
ukuran arang 20 – 40 mesh. Hasil analisis limbah cair sasirangan setelah diolah
secara filtrasi tuntuk parameter pH, kadar COD, fenol dan TSS telah memenuhi
syarat sesuai dengan Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor: KEP
51/MENLH/10/1995, kecuali kadar logam Cr (Utami, 2008).
Kain Sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan
yang diwariskan secara turun temurun sejak abad XII, saat Lambung Mangkurat
menjadi Patih Negara Dipa. Cerita yang berkembang di masyarakat Kalimantan
Selatan adalah bahwa kain Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung
Mangkurat setelah bertapa 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu. Konon
menjelang akhir tapanya, rakitnya tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Di
tempat ini, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih.
Perempuan itu adalah Putri Junjung Buih, yang kelak menjadi Raja di daerah ini.
Sang Putri hanya akan menampakkan wujudnya jika permintaannya dikabulkan,
yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan dicalap (diwarnai)
oleh 40 putri dengan motif wadi/padiwaringin. Kedua permintaan itu harus selesai
dalam waktu satu hari. Kain yang dicalap itu kemudian dikenal sebagai kain
sasirangan yang pertama kali dibuat (Anonim3, 2010).
Sasirangan berasal dari bahasa Banjar “sirang” yang berarti dirajut, diikat
atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya. Sasirangan merupakan kain
adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur.
Sejak tahun 2007, industri sasirangan ditetapkan sebagai salah satu dari sepuluh
komoditi/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan Kalimantan Selatan. Kain
sasirangan memiliki keunikan yaitu kain ini tampak pada ragam motifnya yang
kaya dan beragam. Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang
bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh
jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan
sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya
dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).Menurut para tetua masyarakat setempat,
kain sasirangan dulu digunakan sebagai laung (ikat kepala), dan juga sabuk yang
dipakai kaum pria, serta kaum wanita menggunakan kain sasirangan sebagai
selendang, kerudung, dan udat (kemben). Kain sasirangan juga digunakan sebagai
pakaian adat yang dipakai pada upacara-upacara tertentu. Namun saat ini, kain
Page 78
sasirangan tidak lagi diperuntukkan untuk spiritual. Seiring perkembangan zaman,
kain sasirangan kini lebih mengarah untuk keperluan fashion, penggunaannya pun
lebih kreatif, tidak hanya sekedar digunakan sebagai kemben, digunakan dalam
keperluan sehari-hari, dan kain sasirangan merupakan ciri khas sandang dari
Kalsel.Seperti halnya batik kalau dijawa, Kota Banjar pun memiliki kain khas
yang dikenal dengan nama “Sasirangan”. Sasirangan berasal dari kata Sirang.
Kata sirang diambil dari bahasa Banjar yang artinya rajut atau dirajut. Untuk lebih
memudahkan dalam pengucapan atau mengingatnya maka kata sirang itu
ditambah awalan dan akhiran, menjadi sasirangan (Agus, 2014).
Bagi masyarakat Banjar, Sasirangan bukan hanya kain sebagai penutup
dan penghias tubuh, melainkan dapat dijadikan sebagai obat. Mulanya Sasirangan
bernama Langundi yang berarti kain tenun berwarna kuning. Langundi hanya
digunakan oleh kerabat kerajaan Dipa yang berjaya pada tahun 1355-1362.
Langundi berubah nama menjadi Sasirangan setelah menjadi media obat pingitan
(penyakit yang disebabkan oleh roh halus). Secara etimologis, nama Sasirangan
diambil dari kata Sirang yang disesuaikan dengan proses pembuatannya. (dijahit
jelujur kemudian dicelupkan pada pewarna). Pamintan adalah salah satu julukan
Sasirangan yang artinya permintaan, ketika seseorang sedang berobat akibat
terkena pingitan, maka dia akan meminta seorang pengrajin untuk membuat motif
dan warna dari kain putih yang telah disiapkan sebelumnya.Aplikasi Sasirangan di
era modern telah beragam, mulai dari fashion (sepatu, tas, gaun, kaos), elemen
interior (wallpaper, bantal, seprai), dan lain-lain. Keunikan dari motif dan teknik
celup Sasirangan menjadi daya tarik tersendiri. Di bidang interior, motif
sasirangan dapat diaplikasikan mulai dari ethnik- rustik- tradisional- kontemporer
– modern (styles). Daya tarik dari warna dan motif Sasirangan terletak pada
keunikan cara pembuatan sasirangan. Teknik lipat, ikat rafia, karet, ikat kelereng,
jahit jelujur dan eksperimen lainnya membuat motif Sasirangan menjadi sangat
beragam (Anonim4, 2014).
Membuat Kain Sasirangan
Jenis bahan sasirangan sendiri pun bermacam-macam, mulai dari sutra
ATBM (alat tenun bukan mesin), sutra serat nenas, sutra
grand/super/organdi/chiffon, prima, katun Jepang, satin dan dorbi. Harganya
Page 79
cukup bervariasi tergantung jenis bahan dan motif yang anda pilih. Untuk jenis
sutra, semakin sulit pembuatan corak/motif atau yang disebut motif berpola, maka
harganya pun semakin mahal. Kembali ke asal sasirangan, mungkin anda sering
mendengar kain jumputan Palembang. Kata jumputan itu pun berasal dari kata
jumput yang artinya diikat, kemudian mendapat akhiran maka dikenallah dengan
sebutan kain jumputan.Kalau anda perhatikan antara kain Sasirangan dan kain
Jumputan, kelihatan ada sedikit persamaan, dari segi warna maupun motif. Bahan
baku kain dan bahan pewarna yang digunakan oleh pengrajin jumputan, sebagian
juga ada yang digunakan oleh pengrajin sasirangan. Perbedaannya mungkin
terletak pada proses pembuatannya, kalau kain jumputan mereka menggunakan
tali rapia yang sudah dikecilkan untuk mengikat motif dan merajut, sedangkan
kain sasirangan itu lebih dominan menggunakan benang untuk menyirang atau
merajut sehingga ketika proses akhir selesai, benang yang melekat pada kain
itulah yang dinamakan sasirangan.Untuk mendapatkan motif sasirangan yang
bagus diperlukan ketelitian pengrajin bagian sirang atau merajut, jika penusukan
jarum yang mengikuti pola motif yang ada pada lembaran kain itu jaraknya tidak
terlalu jauh dan juga menarik ikatan benangnya pada masing-masing motif itu
kuat, istilah bahasa banjarnya pisit maka hasilnya akan jauh lebih baik dan motif
sasirangan terlihat jelas (Anonim4, 2014).
Proses pembuatan kain sasirangan cukup rumit/unik, dikerjakan melalui
tahap-tahapan mulai dari mendesign motif, merajut, mencelup, membuka rajutan,
mencuci dan menstrika. Keseluruhan penyelesaiannya dikerjakan oleh masing-
masing pengrajin sesuai dengan keahliannya dan tidak menggunakan alat
mekanis.Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pemilihan bahan baku
dan pewarna yang berkualitas, kalau kita menggunakan bahan warna yang
berkualitas maka hasil yang diperoleh pun akan memiliki mutu yang tinggi, hal ini
bisa kita lihat dengan kecerahan warna yang lekat pada kain (tidak kelihatan
suram), awet dan tahan lama.Jika para pengrajin menggunakan bahan pewarna
yang bagus dan berkualitas maka kesan atau image dari masyarakat yang
mengatakan kain sasirangan itu luntur akan hilang dengan sendirinya. Karena itu
para pengrajin berusaha menjaga kualitas. Namun perlu diketahui, anda akan
menemui perbedaan harga antara masing-masing pengrajin, hal tersebut
Page 80
dipengaruhi oleh jenis bahan pewarna maupun kain yang mereka gunakan
(Anonim4, 2014).
Alat yang dibutuhkan(Anonim4, 2014) :
Gunting
Pensil
Benang jeans
Rafia
Karet gelang
Jarum
Manik-manik, biji buah
3 buah ember
Kaos tangan karet
Bahan yang digunakan(Anonim4, 2014) :
Kain primisima
Pewarna batik/ zat warna Naphtol
Proses pembuatan kain sasirangan saat ini bersifat terbuka, artinya siapa
saja dapat melakukan pembuatan kain khas Banjar tersebut, asal memiliki
keterampilan. Diperlukan adanya kesungguhan, ketelitian dan kecermatan,
sehingga menghasilkan selembar kain sasirangan yang baik, sempurna dan
bermutu. Secara kronologis proses pembuatan kain sasirangan adalah sebagai
berikut (Anonim4, 2014) :
1. Menyiapkan Kain Putih
Langkah pertama dalam membuat kain sasirangan yaitu mempersiapkan
bahan kain putih polos sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Pada awal
kemunculannya bahan baku yang digunakan untuk membuat kain sasirangan yaitu
berupa serat kapas (cotton), namun seiring berjalannya waktu saat ini lebih
banyak memanfaatkan material lain seperti santung, balacu, kaci, king, satin,
polyester, rayon, dan sutera (Anonim5, 2010).
Page 81
2. Melukis atau menggambar
Mula-mula pada kain puti dilukis suatu motif sasirangan yang
diinginkan. Kain yang akan dilukis tersebut telah dipotong menurut ukuran yang
diinginkan, misalnya 2 meter atau 3 meter. Kain putih ini bisa dari bahan katun,
santung, balacu,kaci, king, primasima satin atau sutera sesuai yang diinginkan.
Melukis cukup dengan mempergunakan pensil biasa asalkan hasil garis-garis
lukisan tersebut tampak dengan jelas. Pekerjaan melukis atau menggambar ini
dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu:
Melukis atau menggambar dengan langsung dan bebas sesuai dengan
lukisan atau gambar apa yang diinginkan, misalnya melukis selembar
daun, bunga, bintang dan lain-lain
Melukis atau menggambar dengan mempergunakan pola atau mal yang
telah ada. Lukisan atau gambar yang dihasilkan tentu saja telah terikat
dengan pola yang sudah ada. Pola atau mal yang telah tersedia tersebut
terdiri dari sepotong karton tebal yang telah berlubang berupa garis lurus,
garis lengkung, bundar dan sebagainya. Pola atau mal itu diletakan di atas
kain putih yang akan dilukis. Setelah selesai, pola atau mail itu diletakan
lagi ke samping kain tersebut untuk mendapatkan gambar yang sama.
Pekerjaan ini sebenarnya bukan melukis atau menggambar, tetapi hanya
menggaris-garis dengan pensil menurut alur garis-garis sesuai pola yang
sudah ada. Motif gambar yang dihasilkan umumnya adalah untuk
Page 82
mendapat kain sasirangan yang seragam motifnya dalam jumlah
banyak(Anonim5, 2010)
3. Menjahit atau menjelujur
Setelah lukisan selesai tergambar pada lembaran kain putih tersebut,
pekerjaan berikutnya adalah menjahit. Dengan mempergunakan jarum tangan
yang telah diberi benang yang kuat. Kain tersebut dijelujur (dijahit) mengikuti
garis-garis hasil lukisan. Kadang-kadang jahitan itu bisa saja berupa ikatan
dengan benang. Setelah jelujur dengan benang telah selesai untuk selembar kain,
maka benang-benang tersebut disisit (ditarik kuat), sehingga tampak hasilnya
berupa kain yang dijelujur tersebut menjadi takarucut (mengkerut) (Anonim5,
2010).
Page 83
4. Memberi warna
Baskom yang telah disediakan ditaburi zat pewarna yang diinginkan,
kemudian dicarikan dengan ait panas, dan diaduk dengan wancuh atau potongan
kayu sampai cairan warna benar-benar telah merata. Setelah cairan warna sudah
agak dingin, kain yang telah dijelujur dicelupkan ke dalam baskom yang berisi
cairan perwarna tersebut. Pada saat mencelupkan kain kedalam baskom, kedua
belah tangan harus menggunakan sarung tangan dari karet tebal yang panjangnya
sampai ke siku. Kain yang diberi warna tersebut tidak sekedar dicelupkan begitu
saja ke dalam baskom, tetapi harus diremas-remas, dibolak-balik beberapa kali,
sehingga warna yang diinginkan benar-benar telah merata dengan baik pada kain.
Pekerjaan ini biasanya berlangsung antara 5 sampai 10 menit. Setelah selesai
memberi warna di dalam baskom tersebut kain itu kemudian ditempatkan pada
balok rentak guna dikeringkan, tetapi tidak dijemur langsung kena cahaya
matahari. Perendaman kain ke dalam baskom ini bisa beberapa kali, sesuai dengan
jumlah warna yang diinginkan. Kain yang telah diberi warna tersebut ditiisakan
(dikeringkan airnnya dengan cara dibiarkan) lebih kurang 30 menit (Anonim5,
2010).
Page 84
5.
Melepaskan benang jahitan
Apabila kain yang telah diberi warna tersebut sudah agak kering,
selanjutnya kain ini digelar di atas tikar purun, benang-benang jahitan atau ikatan
pada kain tersebut dilepaskan seluruhnya. Akan tampai kain tersebut telah
berwarna dengan warna yang diinginkan. Apabila terdapat bagian-bagian tertentu
warnanya belum sempurna, maka secara hati-hati diberikan lagi dengan warna
yang dikehendaki atau terdapat pula tambahan warna yang lain dengan pekerjaan
tambahan yang disebut mencacak, dengan menggunakan kapas yang diikatkan
pada sebatang bilah seperti pensil (Anonim5, 2010).
6. Pengawetan warna
Page 85
Selanjutnya dilakukan pencelupan ke dalam larutan pengawet warna
selama beberapa menit, maksudnya agar warna kain sasirangan tersebut dapat
awet (Anonim5, 2010).
7. Dicuci dan dikeringkan
Selanjutnya kain yang sudah selesai diberi warna dan cairan pengawet itu
dicuci dan dikeringkan. Mengeringkan kain tersebut dengan cara dijemur ditempat
yang teduh dan tidak kena sinar matahari secara langsung (Anonim5, 2010).
8. Disetrika
Sebagai penyempurnaan akhir dari proses pembuatan kainsasirangan,
kain tersebut kemudian di setlika agar menjadi halus, licin dan rapi (Anonim5,
2010).
Page 88
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengelolaan Limbah Sasirangan Beserta Tempat Pembuangan Limbah
Sasirangan
Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan
air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan bahan-bahan
kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan lainnya. Air buangan yang
bersifat asam atau basa dapat menurunkan daya pembersih alam yang dipunyai air
penampungnya. Air buangan yang mengandung bahan kimia dan sisa-sisa
pelumas dapat merubah warna, bahkan dapat mengakibatkan matinya makhluk-
makhluk air yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia.
Dari penelitian lapangan yang kami lakukan di Nida Sasirangan, industri
tersebut hanya menampung limbah sisa pewarnaannya. Sisa pewarna tersebut
ditampung dalam drum dan mesin cuci bekas, bertujuan agar dapat digunakan lagi
saat ingin mewarnai kain. Limbah air hasil pencucian dari proses pewarnaan
tersebut langsung dibuang di bawah tempat proses pewarna dan pembilasan tanpa
dikelola terlebih dahulu.
Page 89
Berdasarkan informasi yang diperoleh tentang pengelolaan limbah cair
kimia secara baik, maka kami selaku pengamat dalam penelitian lapangan ini
memberikan saran-saran antara lain :
1) Bagi pihak industri sasirangan tersebut untuk membuatkan kolam
penampungan dengan teknik pengolahan seperti diatas agar limbah dari
perwarna tidak langsung di buang ke lingkungan karena sifatnya
membahayakan.
2) Selanjutnya, setelah dibuatkan kolam penampungan limbah cair dari
sasirangan disarankan untuk dipisahkan dengan cara pengendapan, agar
bahan kimia dari air pencemar tersebut dapat terpisah dengan air yang akan
dibuang ke sekitar pemukiman masyarakat (sudah ramah lingkungan).
3) Jika hal itu sudah dilakukan, maka langkah selajutnya disarankan untuk
pada periode waktu tertentu kolam penampungan tadi diperiksa dalam
waktu 6 bulan sekali untuk mengecek apakah ada yang rusak. Dan jika ada
yang rusak maka hendaklah diperbaiki secepatnya.
4) Selain itu, pada pabrik Nida sasirangan terjadi pencemaran air, udara dan
tanah. Pencemaran udara yang terjadi ialah apada proses pewarnaan kain
sasirangan yang baru dirajut, yaitu air panas yang dicampurkan dengan zat
pewarna mengeluarkan uap yang sangat banyak dan terhirup oleh
pekerjanya maka itu sangat berbahaya. Saran kami untuk para pekerjanya
dalam melakukan pekerjaan menggunakan masker. Pencemaran air dan
tanah yang terjadi pada proses pembuangan limbah, yaitu zat warna yang
Page 90
digunakan dalam proses pewarnaan dibuang langsung ke lingkungan
sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran.
3.2 Dampak yang Dihasilkan Dalam Pembuatan Kain Sasirangan
Berdasarkan hasil penelitian yang kami peroleh di Nida Sasirangan, jenis
bahan sasirangan sendiri pun bermacam-macam, mulai dari katun satin, polisima,
sutra, dan semi sutra. Pembuatan sasirangan dengan menggunakan katun satin
paling banyak di minati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tebal,
sedangkan kain polisima kurang di minati masyarakat karena mempunyai kualitas
kain yang tipis. Harganya cukup bervariasi tergantung jenis bahan dan motif yang
anda pilih. Untuk jenis sutra, semakin sulit pembuatan corak/motif atau yang
disebut motif industri tekstil,berpola, maka harganya pun semakin mahal.
Bahan pewarna yang digunakan dalam pengolahan sasirangan dari
survey yang kami dapatkan mengandung bahan kimia dan tidak menggunakan
bahan pewarna alami. Pengrajin Nida sasirangan saat ini tidak menggunakan
pewarna alami karena sulitnya mencari bahan tersebut. Beberapa contoh pewarna
alami yaitu kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau, dan daun
jambu atau daun jati untuk warna merah. Dampak dari penggunaan bahan kimia
tersebut dapat mencemari lingkungan, seperti menimbulkan bau yang kurang
sedap, dan merusak kualitas air tanah.
Salah satu bahan pewarna yang digunakan yaitu soda api. Soda api dalam
ilmu kimia disebut NaOH termasuk dalam sejenis basa logam kaustik. Soda api
memiliki sifat senyawa alkalin yang fungsinya semakin kuat ketika dilarutkan
dengan air. Fungsi soda api cukup beragam dalam dunia industri pabrikan seperti
industri tekstil. Soda api memiliki efek negatif pada tubuh. Soda api memang
cukup keras, karena pemanfaatannya sebagai bahan untuk mengelupas cat. Dalam
dunia medis, soda api dikenal sebagai unsur yang bersifat melarutkan jaringan
lemak. Oleh karena itu, saat bersentuhan langsung dengan soda api kulit akan
terasa panas.
Keluhan yang dialami pekerja saat membuat sasirangan adalah gatal-
gatal bila terkena air pewarna sasirangan, sesak napas dikarenakan bau yang
menyengat dan udara yang panas di dalam ruangan pengolahan sasirangan yang
sempit. Tidak ada dampak yang signifikan dari masyarakat sekitar pengolahan
Page 91
Nida Sasirangan karena semua masyarakat menggunakan air PDAM bukan air
tanah. Jika terjadi banjir di daerah pengolahan kain sasirangan maka
menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, namun bila banjir surut akan
menimbulkan bau tidak enak.
3.3 Bahaya Limbah Yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih Dahulu
Pada industri rumahan Nida Sasirangan, para pekerja sasirangan
berjumlah tiga orang, antara lain: satu orang bekerja pada bagian penggambaran
pola sasirangan, satu orang bekerja pada bagian penjahitan sasirangan, dan satu
orang bekerja pada bagian pewarnaan pola sasirangan. Pada bagian pewarnaan
pola sasirangan, Alat Perlindungan Diri (APD) yang digunakan pekerja berupa
sarung tangan karet, dan sepatu boot. Alat perlindungan diri ini akan diganti oleh
pekerja tersebut apabila telah sobek atau rusak serta tidak layak untuk dipakai.
Limbah cair sasirangan yang dibuang umumnya berasal dari proses
pewarnaan, baik buangan dari sisa pencelupan maupun dari proses pencucian.
Limbah cair sasirangan berbahaya apabila limbah tersebut dibuang secara
langsung ke lingkungan. Limbah cair industri sasirangan tersebut umumnya
mengandung kontaminan-kontaminan, seperti TSS (total suspended solid) dan
logam krom dengan jumlah diatas 50 ppm dan 1 ppm serta bahan-bahan organik
yang menyebabkan tingginya nilai COD (chemical oxygen demand) dan BOD
(biochemical oxygen demand). Jumlah kandungan kontaminan-kontaminan
tersebut melebihi Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tekstil Nomor: KEP-
51/MENLH/10/1995. sehingga apabila limbah cair sasirangan dibuang langsung
tanpa diolah dapat menyebabkan rusaknya lingkungan sekitarnya industri
sasirangan tersebut.
Dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan, diketahui bahwa pekerja
khususnya yang bekerja pada bagian pewarnaan pola dan pembilasan sasirangan
di Nida Sasirangan kurang mengerti atau mengetahui bahaya limbah cair
sasirangan yang dibuang langsung ke lingkungan karena kurangnya pengetahuan
dan sosialisasi tentang dasar-dasar K3. Oleh karena itu, pentingnya kesadaran dan
pengetahuan dari pekerja sasirangan tentang bahaya limbah cair sasirangan dan
dasar-dasar K3 sangat dibutuhkan.
Page 92
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran dan
penyebab penyakityang banyak terjadi pada sekelompok manusia disuatu
wilayah.
2. Sasirangan merupakan kain khas adat suku Banjar di Kalimantan Selatan
yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur.
3. Pembuatan kain sasirangan dimulai dari menyiapkan kain putih,
menggambar motif sasirangan, menjahit motif, pewarnaan, pelepasan
benang jahit, pengawetan warna, pencucian dan pengeringan kain, dan
disetrika.
4. Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan
air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan
bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan
lainnya
5. Dampak positif dengan adanya indutri rumahan kain sasirangan, yaitu
membuka lapangan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar industri,
melestarikan kebudayaan masyarakat banjar,
6. Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya indutri rumahan kain
sasirangan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar adalah limbah cair
sasirangan dibuang langsung tanpa diolah dapat menyebabkan rusaknya
lingkungan dan apabila terjadi banjir di daerah pengolahan kain sasirangan
maka menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, namun bila banjir
surut akan menimbulkan bau tidak enak.
.4.2. Saran
Disarankan untuk para pembuat kain sasirangan agar lebih memperhatikan
dampaknya di lingkungan dan masyarakat sekitar serta mengutamakan Kesehatan
Keselamatan Kerja (K3) saat bekerja
Page 93
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2014. Produk Unggulan Pariwisata.
http://bkpmd.kalselprov.go.id/artikel_detail.php?id=158
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
A.K. Haghi. 2010. Waste Management. Nova Science: Canada.
Alekto, Afandi. 2014. Makalah Limbah.
https://www.academia.edu/9183677/makalah_limbah
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Amiruddin. Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan.
Makassar. Masagena Press: Yogyakarta.
Anonim1, 2014. Pengertian Industri Menurut Para Ahli.
http://dilihatya.com/1664/pengertian-industri-menurut-para-ahli
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Anonim2. 2008. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah.
http://task-list.blogspot.com/2008/03/pengolahan-dan-pemanfaatan-
limbah.html
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Anonim3. 2010. Kain Sasirangan.
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/kain-sasirangan
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Anonim4. 2014. Cara Pembuatan Kain Sasirangan.
http://www.batik-sasirangan.com/cara-pembuatan-kain-sasirangan/
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Anonim5. 2014. Industri.
http://bimakab.bps.go.id/index.php/index.php?page=statistik&sub=26&bh
s=1&level2view=Industri
Page 94
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Bonita, Beaglehole, dan Kjellström. 2006. Basic Epidemiology. World
Organitation Health: India.
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. . Badan Penerbit
UNDIP:Semarang.
Dadan, Hermawan. et al. 2013. Silikosis Makalah Epidemiologi. Universitas
Respati Indonesia: Jakarta.
Dinfania. 2010. Epidemiologi dan Peranannya dalam Mengatasi Masalah
Kesehatan Masyarakat.
https://dinfannia.wordpress.com/2010/10/18/epidemiologi-dan-
peranannya-dalam-mengatasi-masalah-kesehatan-masyarakat/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Fathin, Khairunnisa. 2011. Sektor Industri.
http://khairunnisafathin.wordpress.com/2011/03/31/sektor-industri/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Firdaus, Erza. 2013. Pengaruh Pelatihan dan Pembinaan Terhadap Kinerja
Alumni Peserta Pelathian Batik Sasirangan. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia: Surabaya.
Fitinline. 2014. 9 Proses Pembuatan Kain Sasirangan.
http://fitinline.com/article/read/9-proses-pembuatan-kain-sasirangan
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.
Yrama Widya: Bandung.
Godam. 2006. Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di
Indonesia.
Page 95
http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-
penggolongan-industri-di-indonesia-perekonomian-bisnis.html
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Handy. 2007. Penggunaan Jamur Lapuk Putih dalam Penghilangan Warna
Limbah Tekstil.
http://majarimagazine.com/2007/11/penggunaan-jamur-lapuk-putih-
dalam-penghilangan-warna-limbah-tekstil/
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Hardini, Rahmi., et al. 2009. Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata
Cylindrica) Sebagai Biosorben Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan
Dengan Metode Teh Celup. Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.
Iwan. 2014. Pengelolaan Air Limbah Industri Tekstil.
http://iwanhtn.wordpress.com/2014/03/14/pemgolahan-air-limbah-
industri-texstil-2/
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Kristiani, Widya. 2010. Definisi Epidemiologi Menurut Para Ahli.
http://widyakristianidory.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Kusnoputranto, Haryoto. 1985.Kesehatan Lingkungan. DEPDIKBUD Universitas
Indonesia: Jakarta.
Lepank. 2012. Pengertian Industri Menurut Beberapa
Ahli.http://www.lepank.com/2012/07/pengertian-industri-menurut-
beberapa.html
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Maskur. 1986. Sejarah Modernisasi Kain sasirangan. Nida Sasirangan:
Banjarmasin.
Page 96
Mizwar, Andy. 2013. Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan
Adsorpsi Karbon Aktif Dalam Fixed-Bed Column. Universitas Lambung
Mangkurat: Banjarbaru.
Muis, Abdul. 2011. Pengolahan Limbah Cair Kain Sasirangan Dengan Proses
Koagulasi, Filtrasi dan Adsorpsi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Noor, Nur nasry. 2000. Dasar epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd
ed. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Oktavia, Dwi. 2011. Pengolahan Limbah Industri Tekstil.
https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-
tekstil/
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Purnawinadi, Gede. 2014. Konsep Dasar Timbulnya Penyakit.
http://purnawinadi.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-timbulnya-
penyakit.html
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Restiani, Ria. 2014. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Tekstil.
https://www.academia.edu/4978824/PENGOLAHAN_DAN_PEMANFA
ATAN_LIMBAH_TEKSTIL_APAKAH_LIMBAH_TEKSTIL_ITU_
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Roswati, Sri. 2014. Dilema Indonesia, Kekurangan 1300 Ahli Epidemiologi.
http://www.tempokini.com/2014/09/indonesia-membutuhkan-1-300-
tenaga-ahli-epidemiologi/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Ruthe. 2014. Jelaskan Bahan Pembuatan Tekstil.
http://brainly.co.id/tugas/54070
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Page 97
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro: Semarang.
Samsudin. 2012. Macam-macam Limbah, Jenis Limbah, Limbah B3 dan
Penanggulangannya.
http://samsudin1712.wordpress.com/2012/11/12/macam-macam-limbah-
jenis-limbah-limbah-b3dan-penanggulanganya/
diakses pada tanggal 15 Desember 2014.
Sianita, Dwi., Setya, Ika. 2009. Kajian Pengolahan Limbah Cair Industri Batik,
Kombinasi Aerob-Anaerob dan Penggunaan Koagulan Tawas. Universitas
Diponegoro: Semarang.
Siswoyo, Agus. 2013. Pengertian Industri Secara Umum, Arti Luas dan Arti
Sempit Industri.
http://agussiswoyo.net/ekonomi/pengertian-industri-secara-umum-arti-
luas-dan-arti-sempit-industri/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Sukma, Ardy, 2010. Epidemiologi Dan Peranannya Didalam Pemecahan
Masalah Kesehatan Di Masyarakat.
http://sukmaardiy.wordpress.com/2010/10/15/epidemiologi-dan-
peranannya-didalam-pemecahan-masalah-kesehatan-di-masyarakat/
Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Suriawiria, Unus.1986.Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis.ITB : Bandung.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar (an Introduction to
Epidemiology). EGC: Jakarta.
Torang, Untung., dkk. 2014. Rumah Sasirangan. KpwBank Indonesia Wilayah
Kalimantan: Banjarmasin.
Page 98
Utami, Umi Baroroh Lili dan Radna Nurmasari. 2008. Pengolahan Limbah Cair
Sasirangan Secara Filtasi Melalui Pemanfaatan Arang Kayu Ulin Sebagai
Adsorben. Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.
Wegiarti, Sikalak. 2014. Pengertian Industri.
http://hedisasrawan.blogspot.com/2014/01/pengertian-industri-artikel-
lengkap.html
Diakses pada tanggal 6 November 2014.