1. PendahuluanPenggunaan bahan bakar fossil untuk memenuhi
kebutuhan energi kehidupan manusia pada saat sekarang ini
perlahan-lahan mulai dihindari. Tidak hanya karena jumlahnya yang
semakin berkurang, tetapi emisi yang ditimbulkan sebagai hasil
pembakarannya dapat mencemari lingkungan. Untuk itu sudah banyak
penelitian yang dilakukan untuk mencari sumber energi baru yang
jumlahnya melimpah, keberadaannya mudah dijaga secara
kesinambungan, serta tidak mencemari lingkungan. Pada tahun 2014 di
Eropa telah diadakan European Geosciences Union (EGU), suatu
konferensi dunia yang bertujuan untuk mencari sumber-sumber bahan
alternatif yang mampu menjadi bahan terbaharukan atau renewable
(Juhlin, 2014). Biomassa menjadi sumber energi utama tepatnya sejak
masa revolusi industri pada pertengahan abad ke-19. Bahan biomassa
seperti jenis limbah-limbah pertanian menjadi fokus utama, dimana
limbah dapat diproses kembali untuk menghasilkan energi yang ramah
lingkungan atau lebih dikenal dengan waste to energy (limbah
dikonversi menjadi energi).
Pada limbah pertanian dimana terdapat kandungan bahan-bahan
seperti pati, gula, selulosa, hemiselulosa dan lignin yang mampu
dikonversi menjadi sumber energi terbarukan misalnya biofuels,
bioetanol dan produksi bioplastik. Plastik yang fungsinya untuk
kemasan yang dibuat dari bahan bakar fossil tidak dapat didegradasi
oleh alam. Kalaupun mampu didegradasi tetapi membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk bisa terurai. Oleh karena itu supaya bisa
dikurangi, limbah plastik biasanya dibakar atau ditimbun begitu
saja. Padahal jika dibakar bisa menghasilkan gas dioxin yang sangat
beracun, dapat mengganggu pernafasan dan dapat memicu kanker. Hal
ini mampu menjadi salah satu penyebab pemanasan global karena
meningkatkan gas rumah kaca.International Union of Pure and Applied
Chemistry (IUPAC) mendefinisikan plasticizer sebagai suatu bahan
yang mampu bergabung dengan bahan lain, untuk meningkatkan
elastisitas bahan, polaritas, ikatan hidrogen, konstanta dielektrik
maupun kelarutan bahan campuran. Plasticizer dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Plasticizer yang mampu
melarutkan polimer dengan konsentrasi tinggi disebut primer.
Sedangkan sekunder, campuran memiliki kemampuan gelatinisasi atau
perekatan yang rendah serta terbatas.
2. BiopolimerBiopolimer adalah polimer yang terdiri dari unit
monomer yang berikatan kovalen, membentuk rantai seperti molekul.
Awalan bio menunjukkan bahwa biopolimer termasuk biodegradasi.
Dengan demikian, biopolimer memiliki kemampuan akan terdegradasi
atau rusak melalui aktivitas organisme alami sehingga menghasilkan
produk berupa senyawa organik seperti CO2 dan H2O yang aman
terhadap lingkungan (Liu, et al., 2005; Muratore et al., 2005).
Bahan baku polimer selama ini berasal dari bahan yang tidak
mudah didegradasi serta dari sumber yang terbatas. Oleh karena itu
sumber bahan baku alternatif harus dicari untuk menangani
permasalahan ini. Jenis biopolimer dari bahan yang mampu
didegradasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Vieira,
2010):
a. Polimer dari biomassa
- Dari limbah pertanian yang mengandung polisakarida atau pati
(gandum, kentang dan jagung), mengandung lignoselulosa (kayu dan
jerami) dan kandungan bahan yang lain seperti pektin, kitosan dan
gum
- Dari hewan yang mengandung protein dan lemak (ang casein,
whey, kolagen dan gelatin)- Dari tumbuhan (protein jagung atau
zein, kacang kedelai dan gluten)b. Polimer yang diproduksi oleh
mikroorganisme (polyhydroxyalkanoat/ PHA,
polyhydroxybutirat/ PHB dan polyhydroxyvalerat/ PHBv)
c. Polimer sintetis dari monomer gula yang terkandung di dalam
limbah pertanian (poly lactic
acid/ PLA)
d. Polimer dan monomer sintetis kimia dari sumber fosil
(polycaprolactones/ PCL,
polyesteramides/ PEA, aliphatic co-polyesters/ PBSA dan aromatik
co-polyesters (PBAT)
Menurut laporan Pranamuda H (2009) dalam penelitiannya,
menyatakan bahwa saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah
diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik.
Penjelasan mengenai macam-macam bioplastik adalah sebagai
berikut:
a. Poli (-kaprolakton) (PCL) merupakan polimer hasil sintesa
kimia dari minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang
tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang
tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik
lelehnya yang rendah, Tm = 60oC. (Awaliyyah RF, 2008; Pranamuda H,
2009).
Gambar 1. Poli (-kaprolakton) (PCL)b. PHA (poli hidroksi
alkanoat) adalah material cadangan mikroba, sehingga diharapkan
mudah termetabolisasi oleh mikroorganisme denitrifikasi. Salah satu
faktor yang mempengaruhi proses denitrifikasi jenis ini adalah
kristalinitas polimer. PHA yang bersifat amorf lebih mudah
terdegradasi daripada PHA yang bersifat kristalin. PHA bentuk amorf
berada dalam tubuh bakteri (intraseluler), sedangkan produk PHA
yang telah diekstraksi (ekstraseluler) berbentuk kristalin (Yan
dkk, 2009; Coats dkk, 2007; Rahayu D, 2007).
Gambar 2. Polidiroksialkanoatc. Poli (-hidroksi butirat) (PHB)
merupakan poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh
mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus
megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180oC),
tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat
mekanik dari PHB kurang baik (Ping KC, 2006).
Gambar 3. Poli (-hidroksi butirat) (PHB)d. Poli (butilena
suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan
plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113oC.
Gambar 4. Poli (butilena suksinat)e. Poli asam laktat (PLA) :
PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan
baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui
fermentasi asam laktat. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi
sekitar 175oC, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang
transparan (Pranamuda H, 2009).
Gambar 5. Poli Asam Laktat (PLA)Inovasi terbaru dari bahan
polimer yang mampu didegradasi dapat diaplikasikan sebagai bahan
campuran untuk kemasan produk makanan, kemasan peralatan medis,
kosmetik dan farmasi. Biopolimer ditambahkan dengan nanofillers
seperti MMT (Montmorillonite), perak, dan ZnO sehingga membuka
potensi baru untuk membuat bahan bio-nano komposit baru dan
inovatif dengan meningkatkan sifat dan kinerja dari biopolimer.
Kriteria bahan alami yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku
seperti biaya, ketersediaan, kandungan bahan, fleksibel, kualitas
penampilan luar baik, kandungan bahan-bahan yang harus dibatasi
(uap air, O2 dan permeabilitas CO2), tidak larut air dan kriteria
lainnya. Untuk meningkatkan kualitas biopolimer adalah melalui
konsep nanocomposite (Othman, 2014). Bio- nanocomposite terdiri
dari multifase proses yaitu fase kontinyu dan fase diskontinyu
nanodimensional (nanofilter