BAB IPENDAHULUAN
1. GEOLOGI CEKUNGANBasin ( Cekungan ) berasal dari terjemahan
dari cekungan secara bebas adalah topografi yang cekung (legok)
yang terbentuk secara alamiah dimana tempat sedimen berakumulasi
atau berkumpul.
Ada banyak klasifikasi jenis cekungan sedimen, dengan
menggunakan kriteria yang berbeda dan tentu saja oleh orang yang
memiliki pemikiran berbeda pula. Terminologi yang digunakan pun
macam-macam, bahkan kadang saling bertentangan. Untungnya, tujuan
klasifikasi cekungan ini cuma satu, yaitu : untuk membantu analisis
evolusi struktur dan stratigrafi cekungan dalam rangka mencari
hidrokarbon.Jika sebuah cekungan berhasil dikelompokkan ke jenis
cekungan tertentu, orang-orang berharap agar hal-hal yang sudah
diketahui mengenai jenis cekungan itu dapat diterapkan di tempat
lain, menjadi semacam analog.Beberapa jenis klasifikasi cekungan :
1) Yang sederhana berdasarkan hubungan antara morfologi/bentuk
cekungan dan kapan sedimen mengisinya:
A. Syn-depositional : sedimentasi bersamaan dengan subsidence,
jenis facies sedimen pengisi cekungan akan dipengaruhi oleh
perubahan akomodasi, pola penyebaran facies dapat diprediksi; di
bagian pinggiran facies dangkal, di tengah cekungan facies yang
lebih dalam.
B. Post-depositional : cekungan terbentuk lebih belakangan
dibandingkan dengan sedimentasi yang lebih dulu terjadi. Pola
penyebaran facies sedimen-sedimen yang lebih tua tidak dikontrol
oleh morfologi cekungan yang terbentuk belakangan tapi mengikuti
cekungan yang terbentuk lebih awal
C. Pre-depositional : cekungan terbentuk lebih dulu, lalu
subsidence terjadi dengan cepat karena tektonik sehingga lokasi
depocentre dalam , baru kemudian sedimen masuk ke cekungan setelah
tektonik berhenti.
2) Berdasarkan jenis litosfer dan gaya struktur (structural
style) Kingston et al. (1983):
Continental interior sag : posisi di dalam kontinen, sag artinya
subsidence karena loading, tanpa tektonik . Continental interior
fracture : posisi di dalam kontinen, fracture artinya rekah (
patahan ekstensional ). Passive continental margin, margin sarg: di
pinggir kontinen, passive margin. Oceanic sag: di laut ( kerak
samudra ), sag. Basins related to subduction : berkaitan dengan
subduksi. Basins related to collision : berkaitan dengan tabrakan.
Strike slip basin : berkaitan dengan sesar mendatar. 3).
Berdasarkan mekanisme pembentukan terbagi menjadi : proses thermal.
stretching ( memelar, ekstensional ). Loading. strike slip.
2. CEKUNGAN SULAWESIBerdasarkan keadaan litotektonik atau
tektonikstratigrafi,Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu:a) Mandala
barat(West &North Sulawesi Volcano- Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks)yang merupakan
bagian ujung timur Paparan Sunda;b) Mandala tengah (CentralSulawesi
Metamorphic Belt)berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan
bancuh sebagai bagian dari blok Australia;c) Mandala timur (East
Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari
kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur
Trias-Miosend) BanggaiSula and Tukang Besi Continental fragments
kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan
benua yang berpindah ke arah barat karena strike slip faults dari-
New Guinea.
3. CEKUNGAN BONE
Cekungan Bone ini merupakan salah satu cekungan penghasil
hidrokarbon di Indonesia. Lataknya di daerah Sulawesi bagian
selatan. Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang
terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini telah
menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga
merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan
lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud
escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar
mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan
Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya,
Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman.
Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali
garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan
Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah: Sesar
Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three
Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.Eksplorasi
hidrokarbon di Teluk Bone bagian utara sudah mulai dilakukan pada
tahun 1971. Eksplorasi daerah tersebut dilakukan karena di
perkirakan daerah ini berpotensi mengandung hidrokarbon. Beberapa
petunjuk adanya hidrokarbon diantaranya adanya rembesan gas di
Sengkang, Desa Pongko dan Malangke. Pengambilan data seismik dan
kegiatan pemboran ekspolrasi telah dilakukan di daerah tersebut.
Rekaman seismik daerah tersebut kurang sempurna. Interpretasi
seismik daerah tersebut menunjukan ketebalan batuan sedimen Tertier
di sumur BBA 1x adalah 1600 meter. Pemboran yang dilakukan berhenti
pada batuan berumur Miosen tengah, pada kedalaman 10500 feet, dan
dihasilkan dry hole.Korelasi stratigrafi regional menunjukkan bahwa
pemboran belum mencapai batuan sedimen berumur Eosen yang di duga
terdapat di daerah tersebut, dimana batuan tersebut dapat berfungsi
sebagai batuan sumber dan reservoir hidrokarbon.Evaluasi data
gravity menunjukan bahwa ketebalan sedimen Tertier mencapai
ketebalan lebih dari 1600 meter. Dengan harapan untuk menemukan
hidrocarbon di daerah tersebut disarankan perlu dilakukan evaluasi
ulang terutama pemrosesan data seismik di daerah tersebu
BAB IIGEOLOGI REGIONAL
1. FISIOGRAFI
Teluk Bone atau cekungan Bone terletak di antara dua lengan
Pulau Sulawesi, yaitu lengan selatan dan tenggara. Daerah ini dapat
dibagi menjadi beberapa sub-cekungan dan tinggian yang memiliki
latar belakang yang kompleks dalam sejarah pembentukannya
masing-masing. Cekungan ini juga memiliki potensi hidrokarbon,
bahkan di beberapa tempat terdapat rembesan minyak. Namun, area
Teluk Bone ini dilewati oleh beberapa struktur sesar, hal ini
menyebabkan resiko eksplorasi menjadi lebih tinggi. Kompleksitas
struktur yang terdapat di Teluk Bone perlu dipertimbangkan pula
dalam kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Pengkajian sejarah cekungan
yang lebih mendetail oleh penulis diharapkan dapat membantu dalam
kegiatan eksplorasi terutama pada tahap pengembangan. Teluk Bone
merupakan cekungan yang terletak di antara lengan selatan dan
lengan tenggara Pulau Sulawesi. Pada bagian utara, Teluk Bone
dibatasi oleh bagian tengah Sulawesi, sementara di bagian selatan
dibatasi oleh Laut Flores. Teluk Bone dibatasi oleh lengan selatan
Sulawesi di bagian barat, dan di bagian timur dibatasi oleh lengan
tenggara Sulawesi. Pada bagian timur Teluk Bone juga berbatasan
dengan Cekungan Sengkang Timur yang terletak di lengan selatan
Pulau Sulawesi. Selain itu di bagian tenggara Teluk Bone juga
terdapat beberapa pulau, yaitu Pulau Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau
Buton. Di sisi selatan Teluk Bone dapat ditemukan pula Kepulauan
Bonerate
Teluk Bone merupakan cekungan yang terletak di antara lengan
selatan dan lengan tenggara Pulau Sulawesi. Pada bagian utara,
Teluk Bone dibatasi oleh bagian tengah Sulawesi, sementara di
bagian selatan dibatasi oleh Laut Flores. Teluk Bone dibatasi oleh
lengan selatan Sulawesi di bagian barat, dan di bagian timur
dibatasi oleh lengan tenggara Sulawesi. Pada bagian timur Teluk
Bone juga berbatasan dengan Cekungan Sengkang Timur yang terletak
di lengan selatan Pulau Sulawesi. Selain itu di bagian tenggara
Teluk Bone juga terdapat beberapa pulau, yaitu Pulau Kabaena, Pulau
Muna, dan Pulau Buton. Di sisi selatan Teluk Bone dapat ditemukan
pula Kepulauan Bonerate. Perairan di Teluk Bone terhubung dengan
Laut Banda di bagian tenggara (Gambar 2.1). Kedalaman di pusat
Teluk Bone mencapai 1800 m, pusat ini dikelilingi oleh
paparan-paparan sempit dengan lebar kurang dari 25 km (Camplin dan
Hall, 2014). Teluk Bone memiliki cakupan wilayah mencapai 50.000
km
Di barat, tengah, dan tenggara Sulawesi, terdapat batuan
metamorf yang terlapisi oleh batuan sedimen volkanik kemudian
mengalami intrusi granitoid pada umur Pliosen (Sukamto, 1973;
Sukido dkk., 1993; Elburg dkk., 2003; van Leeuwen dan Muhardjo,
2005; dalam Watkinson dkk., 2012). Pada bagian timur Sulawesi,
terdapat tumbukan yang menyebabkan terjadinya anjakan ofiolit
dan
Gambar 2.1 Lokasi Teluk Bone di antara lengan selatan dan
tenggara Pulau Sulawesi (Camplin dan Hall, 2014).
2. STATIGRAFI SEISMIKPada penelitian, pembagian stratigrafi
dilakukan dengan metode stratigrafi seismik, yaitu dengan
mengklasifikasikan satuan litologi berdasarkan karakteristik
pantulan gelombang seismiknya. Penelitian dilakukan dengan metode
survey seismik refleksi dan multibeam dengan lintasan berupa kisi.
Kisi dibuat dengan arah utara-selatan serta barat-timur melingkupi
wilayah Teluk Bone (Gambar 2.4). Terdapat 16 garis seismik 2D yang
memiliki cakupan hingga 43.000 km dengan jarak antar garis yaitu 25
hingga 40 km dan batas kedalaman 8 detik TWT. Dalam survei ini
digunakan pula data multibeam menggunakan Kongsberg Simrad EM120
Multibeam Echo Sounder dengan cakupan seluas 37.500 km, sementara
untuk penentuan posisi digunakan C-Nav Starfire DGPS. Survei
dilengkapi dengan data pengeboran dari sumur BBA-IX yang terletak
di Sub-cekungan Bulupulu
Gambar 2.4DEM dari SRTM bagian selatan Sulawesi dilengkapi
dengan peta batimetri. Terdapat garis-garis yang menunjukkan
lintasan survei seismik dan lokasi sumur BBA-IX di utara Teluk Bone
(Camplin dan Hall, 2014
Teluk Bone dibagi menjadi 7 satuan batuan dalam 6 tipe fasies
seismik yang berbeda : Tipe fasies seismik 1 memiliki konfigurasi
reflektor berbentuk sigmoidal hingga membentuk klinoform, serta
reflektor yang menerus dalam skala lokal. Tipe fasies ini
diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal dan paparan. Tipe
fasies seismik 2 memiliki reflektor subparalel hingga membentuk
hummocky Tipe fasies ini diinterpretasikan sebagai fasies seismik
dengan morfologi canyon cut and fill Tipe fasies seismik 3 memiliki
reflektor yang bergelombang hingga subparalel dan jarang terdapat
pengungkitan. Tipe fasies ini diinterpretasikan sebagai endapan
laut, termasuk pembentukan gumuk raksasa dan slump. Tipe fasies
seismik 4 memiliki konfigurasi reflektor acak dan subparalel,
sebagian mengalami sesar. Reflektor pada fasies ini tidak menerus
dan diinterpretasikan sebagai endapan aliran transport massa. Tipe
fasies seismik 5 memiliki reflektor paralel, menyebar, dan menerus.
Fasies ini diinterpretasikan sebagai endapan berlapis yang tidak
tertata ulang (reworked). Tipe fasies seismik 6 memiliki reflektor
acak, tidak beraturan, dan tidak menerus. Fasies ini memiliki
amplitudo sedang hingga tinggi dan diinterpretasikan sebagai batuan
dasar yang tererosi atau batuan beku (Gambar 2.5). Fasies ini dapat
ditemukan dalam Satuan X pada Tinggian Maniang dan Kabaena.
Gambar 2.5Tipe fasies seismik yang digunakan dalam interpretasi
(Camplin dan Hall, 2014 )BAB IIISRUKTUR GEOLOGI
Di barat, tengah, dan tenggara Sulawesi, terdapat batuan
metamorf yang terlapisi oleh batuan sedimen volkanik kemudian
mengalami intrusi granitoid pada umur Pliosen (Sukamto, 1973;
Sukido dkk., 1993; Elburg dkk., 2003; van Leeuwen dan Muhardjo,
2005; dalam Watkinson dkk., 2012). Pada bagian timur Sulawesi,
terdapat tumbukan yang menyebabkan terjadinya anjakan ofiolit dan
fragmen kontinen Australia. Proses akresi fragmen kontinen ini
terjadi pada Zaman Kapur (Hall, 2009). Lengan selatan Sulawesi ini
kemudian dipotong oleh Sesar Walanae yang merupakan sesar geser
sinistral (Gambar 2.2). Di dalam Teluk Bone terdapat dua zona
sesar, yaitu Zona Sesar Bone Barat dan Zona Sesar Bone Timur. Kedua
zona sesar ini memiliki arah utara-selatan. (Sukamto, 1975; dalam
Camplin dan Hall, 2014).Pada Eosen Tengah hingga Eosen Akhir, di
bagian barat dari Sesar Walanae terendapkan Formasi Malawa atau
Toraja berupa endapan batubara dan laut dangkal secara tidak
selaras (Sukamto, 1982 dalam Suyono dan Kusnama, 2010). Kemudian,
proses tersebut diikuti oleh pengendapan Formasi Tonasa mulai
Oligosen, pengendapan ini menandakan awal perkembangan paparan
karbonat laut dangkal di selatan Sulawesi (Supriatna dkk., 1993;
Wilson dan Moss, 1999 dalam Suyono dan Kusnama, 2010). Pada Miosen
Tengah dan Miosen Akhir, 75 % permukaaan bagian barat Sulawesi
terlingkupi oleh batuan beku dari Kompleks Volkanik
Camba-Enrekang-Mamasa dan endapan volkaniklastik (Suyono dan
Kusnama, 2010). Deformasi kontraksional yang terjadi di Sulawesi
kemudian diikuti dengan proses ekstensional pada Miosen Tengah.
Pada masa ini terdapat aktivitas volkanisme dari hasil ekstensi dan
juga pembentukan Teluk Gorontalo dan Teluk Bone (Hall, 2009).
Gambar 2.2Peta struktur berdasarkan interpretasi seismik, SRTM,
dan peta geologi EBF adalah Sesar Bone Timur, WBF adalah Sesar Bone
Barat (Camplin dan Hall, 2013).
Di Teluk Bone terdapat 3 sub-cekungan yang memiliki arah barat
laut-timur laut yaitu Sub-cekungan Bulupulu, Padamarang, dan
Kabaena. Sub-cekungan Kabaena dan Padamarang dibatasi oleh Zona
Sesar Bone Timur dan Zona Sesar Bone Barat. Di antara dua
sub-cekungan tersebut dibatasi oleh Tinggian Basa.
Kemudian pada sisi timur Teluk Bone terdapat pula Tinggian
Kolaka yang diinterpretasikan sebagai terusan dari Zona Sesar
Kolaka di darat, Tinggian ini memisahkan Sub-cekungan Padamarang
dan Sub-cekungan Bulupulu. Sub-cekungan Padamarang juga dibatasi
oleh Tinggian Maniang di sisi timur dan di sisi barat dibatasi oleh
Cekungan Sengkang Timur. Sub-cekungan Kabaena dibatasi oleh
Tinggian Kabaena di sisi timur dan Tinggian Bonerate di sisi
barat.
Terdapat dua sub-cekungan yang berukuran lebih kecil di Teluk
Bone, yaitu Sub-cekungan Tulang dan Sub-cekungan Liang-Liang.
Sub-cekungan ini tidak seluas Sub-cekungan Kabaena, Padamarang, dan
Bulupulu. Sub-cekungan Tulang terletak di antara lengan tenggara
Pulau Sulawesi dan Pulau Kabaena, sementara Sub-cekungan
Liang-Liang terletak di utara Tinggian Bonerate. Di sisi selatan,
tepatnya di timur Tinggian Bonerate, terdapat pula Palung Selayar
(Gambar 2.3). Palung ini memiliki morfologi yang curam dan
sempit.
Gambar 2.3Peta geologi selatan Sulawesi dan lokasi sub-cekungan
dan tinggian yang diidentifikasi dalam studi ini (Camplin dan Hall,
2014)
Pada penelitian yang dilakukan, tidak ditemukan bukti bahwa
dasar dari Teluk Bone terbentuk dari lempeng samudera. Pada
kedalaman lebih dari 3 detik TWT sangat sedikit ditemukan reflektor
kuat sebagai penciri permukaan lempeng samudera, jika terdapat
reflektor yang kuat, reflektor ini masih dapat diinterpretasikan
sebagai batuan karbonat laut dangkal. Data seismik yang baru juga
tidak menunjukkan peristiwa subduksi di Palung Selayar. Bentuk yang
curam, dalam, dan berumur relatif muda ini merupakan hasil dari
proses ekstensional. Bukti keberadaan zona ekstensional ini juga
didukung dengan batuan volkanik di lengan selatan Sulawesi yang
kaya potasium. Tinggian Bonerate dan Kabaena juga termasuk dalam
morfologi yang dibentuk oleh proses ekstensi. Pada Paleogen dan
Miosen, lengan selatan Sulawesi mengalami volkanisme, bentuk gumuk
yang dilapisi oleh batuan karbonat di Tinggian Bonerate mungkin
adalah salah satu bukti gunung yang berumur muda.Di Tinggian
Bonerate ini beberapa satuan batuan terpotong oleh sesar sintetik
yang berhubungan dengan Zona Sesar Bone Barat. Batuan tersebut
diduga mengandung serpentinit melapisi peridotit, batuan volkanik
melapisi batuan dasar metamorf, atau batuan karbonat melapisi
litologi yang lebih berat. Ciri seperti ini dapat ditemukan pada
batuan di timur Zona Sesar Walanae yaitu batuan metamorf yang
terubah oleh air permukaan sehingga membentuk batas fasa
mineral.Tumbukan dan anjakan yang terjadi pada tipe batuan yang
berbeda-beda menyebabkan batuan dasar di lengan selatan dan
tenggara Sulawesi memiliki banyak variasi. Di bagian barat Teluk
Bone, batuan dasar tersusun dari batuan volkanik kalk alkali,
ofiolit, dan batuan metamorf. Batuan volkanik kalk alkali terdapat
pada Pegunungan Bone dan Cekungan Sengkang Timur, sementara ofiolit
dan batuan metamorf terdapat di Pegunungan Latimojong. Di bagian
timur Teluk Bone, batuan dasar tersusun dari peridotit, batuan
metamorf, dan batupasir Trias yang mengalami metamorfosis.
BAB IV SUMBER DAYA
A. PENCAHRIAN SUMBER DAYA ( Metode Seismik )
Rembesan minyak dan gas di Cekungan Sengkang Timur dan
Pegunungan Latimojong diduga berasal dari lapisan batubara dan
serpih berumur Eosen di barat Sesar Walanae. Gas yang terdapat di
reservoir batugamping Cekungan Sengkang Timur diduga berasal dari
Cekungan Sengkang Barat dan mengalami migrasi melalui Sesar
Walanae. Migrasi ini menjadi sumber potensial untuk bagian barat
Teluk Bone. Rembesan minyak juga dapat ditemukan di Tinggian Kolaka
dan barat daya Teluk Bone. Rembesan di Tinggian Kolaka mungkin
berasal dari batuan induk di Sub-cekungan Padamarang dan mengalami
migrasi melalui Zona Sesar Kolaka, sementara rembesan di barat daya
Teluk Bone merupakan hasil migrasi dari Sub-cekungan Kabaena atau
sedimen berumur Paleogen.
Berdasarkan stratigrafi lengan selatan dan tenggara Sulawesi,
maka memungkinkan untuk membuat korelasi dengan stratigrafi seismik
yang ada di Teluk Bone. Teluk Bone dibagi menjadi 7 satuan, yaitu
satuan A, B, B1, C, D, E, dan X. Satuan X tersusun dari beberapa
litologi yang berbeda. Di bagian barat Teluk Bone, Satuan X mungkin
mirip dengan batuan volkanik di Pegunungan Bone yang berumur
Paleogen atau termasuk dalam bagian paling bawah dari Cekungan
Sengkang Timur. Di bagian timur terdapat peridotit, batuan metamorf
berumur Paleozoikum atau Mesozoikum, dan batupasir Trias yang
mengalami metamorfosis (Surono, 1994; Ferdian dkk., 2012; dalam
Camplin dan Hall, 2013). Satuan A diinterpretasikan sebagai endapan
silisiklastik laut dalam yang mengandung karbonat laut dangkal di
bagian dasarnya. Satuan A mungkin mirip dengan karbonat laut
dangkal berumur Miosen Awal di lengan tenggara Sulawesi, selain itu
Satuan A juga memiliki kemiripan dengan batugamping dan batulempung
gampingan berumur Miosen Awal di Cekungan Sengkang Timur. Satuan B
diinterpretasikan sebagai batuan karbonat dan membentuk paparan
karbonat di tepi cekungan. Satuan B mungkin ekuivalen dengan
batulempung karbonatan pada sumur BBA-IX dan juga pada Formasi
Camba di Cekungan Sengkang Timur yang berumur Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir. Satuan B1 diinterpretasikan sebagai bagian dari
Satuan A dan memiliki umur ekuivalen dengan Satuan B.
Satuan ini kemungkinan adalah campuran antara karbonat laut
dangkal dan batulempung. Satuan C didominasi oleh sedimen
silisiklastik yang berasal dari Sulawesi Tengah dengan kontribusi
sedimen dari lengan selatan dan tenggara. Berdasarkan stratigrafi
pada sumur BBA-IX dan Cekungan Sengkang Timur, Satuan C ditandai
dengan kemunculan sedimen klastik kasar, termasuk konglomerat dan
batugamping. Satuan C juga memiliki kemungkinan tersusun dari
komplek transportasi masa yang diinterpretasikan berumur Pliosen.
Satuan D mungkin ekuivalen dengan bagian atas Satuan X di Tinggian
Maniang, sementara Satuan E menunjukkan karakter karbonat laut
dangkal. Satuan E mungkin telah mengalami erosi dan pertumbuhan
kembali akibat pengungkitan (Camplin dan Hall, 2013) Dari
pengambilan data seismik refleksi yang telah dilakukan, dapat
diketahui penampang bawah permukaan pada setiap lintasan seismik.
Berikut ini adalah analisis struktur dan stratigrafi dari setiap
sub-cekungan dan tinggian yang ada di Teluk Bone berdasarkan survey
seismik refleksi :1) Sub-cekungan Bulupulu Penampang seismik di
Sub-cekungan Bulupulu yang melewati sumur BBA-IX memperlihatkan
bahwa ada ketidakselarasan (Gambar 2.6). Di bawah ketidakselarasan
tersebut ditemukan lapisan batuan Satuan A dan atau Satuan B yang
dicirikan dengan litologi batulempung gampingan, batugamping, dan
batupasir berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, sementara di
atas ketidakselarasan terdapat lapisan konglomerat yang dilapisi
batuan Satuan D dan E yang terdiri dari batupasir, batulanau, dan
batulempung berumur Pliosen-Resen
Gambar 2.6Penampang selatan utara yang melewati Sub-cekungan
Bulupulu (Camplin dan Hall, 2014)
2) Sub-cekungan Padamarang
Pada sub-cekungan ini terdapat geometri half graben yang dapat
diamati dari penampang seismik berarah barat-timur. Dalam geometri
ini tampak Satuan A onlapterhadap Satuan X di sisi timur penampang.
Batas barat cekungan tampak pada dua penampang seismik yang lain
dan menunjukkan bahwa Satuan X memiliki kemiringan 11-21. Penampang
seismik tersebut juga memotong Zona Sesar Bone Barat. Di sebelahnya
terdapat Satuan A yang membentuk struktur menjari dengan prisma
yang tidak cukup jelas terlihat dalam penampang. Hal ini mungkin
menunjukkan morfologi proximal fan dan diduga material pada
lingkungan pengendapan ini berasal dari Tinggian Bone Dalam
sub-cekungan ini Satuan A dan Satuan B memiliki kontak selaras,
sementara di dalam Satuan B tampak ketidakselarasan.
Ketidakselarasan tersebut ditandai dengan keberadaan material
sedimen syn-kinemati yang tipis meskipun tidak terdapat perbedaan
secara signifikan pada fasies seismiknya. Pada sub-cekungan ini
banyak ditemukan diskontinuitas vertikal di antara beberapa lipatan
yang diinterpretasikan sebagai sesar. Diskontinuitas ini dapat
dijadikan bukti keberadaan sesar geser transpresional. Antiklin
yang terbentuk pada masa ini bersebelahan dengan Zona Sesar Bone
Barat. Hal ini dapat mengindikasikan awal perpindahan dari sesar
tersebut.
BAB V KESIMPULAN
Teluk Bone memiliki sejarah pembentukan yang kompleks pada masa
Neogen, pemebentukan ini didominasi oleh proses ekstensi. Batuan
dasar dari Teluk Bone bukan berasal dari lempeng samudera, tetapi
dari beberapa batuan pra-Neogen. Di bagian barat tersusun oleh
batuan volkanogenik, di bagian utara tersusun oleh batuan metamorf
tingkat rendah dan ofiolit, dan di bagian timur tersusun oleh
batuan metamorf dan ultramafik. Cekungan mulai terbentuk pada
Miosen Awal, umur satuan batuan juga menunjukkan bahwa proses
ekstensi dimulai pada Miosen Tengah meskipun amblasan sudah dimulai
sejak Miosen Awal. Teluk Bone dibagi menjadi beberapa sub-cekungan
dan tinggian. Tinggian di Teluk Bone merupakan refleksi dari zona
sesar geser yang berarah barat barat laut- timur tenggara. Arah
dari sesar geser ini dipengaruhi dari struktur batuan dasar, waktu
aktif dari sesar geser tersebut juga berbeda-beda. Zona sesar geser
yang berasosiasi dengan Tinggian Basa telah aktif sejak awal
pembentukan cekungan, sementara zona sesar geser yang berhubungan
dengan Tinggian Kolaka memiliki umur yang lebih muda. Hal ini
dibuktikan dengan pergerakan pada Sesar Kolaka yang ada di daratan
pada Miosen Akhir hingga Pliosen. Sesar yang membatasi sub-cekungan
memiliki orientasi utara barat laut-selatan tenggara. Sesar-sesar
tersebut memiliki komponen vertikal yang mencolok sehingga dapat
menjadi indikasi pergeseran secara horizontal. Salah satu sesar
yaitu Sesar Walanae yang terdapat di Sulawesi Selatan dan menerus
hingga ke Palung Selayar. Sesar tersebut telah teridentifikasi
sebagai sesar geser, hal ini disertai dengan komponen vertikal yang
juga terdapat di Palung Selayar. Sedimen yang terdapat di Teluk
Bone berasal dari bagian utara, timur, dan barat cekungan. Pada
batas cekungan terdapat endapan karbonat yang berumur sama dengan
endapan laut dalam yang terdapat di pusat cekungan.
Ketidakselarasan antara Satuan D dan E dengan satuan batuan di
atasnya menjadi tanda saat Pulau Sulawesi mengalami pengangkatan
sekaligus saat Teluk Bone mengalami amblasan. Pergerakan pada Zona
Sesar Walanae dan Zona Sesar Bonerate menyebabkan inversi dan
pengungkitan pada cekungan. Peristiwa-peristiwa tersebut
menyebabkan sedimen silisiklastik dari utara cekungan masuk ke
Teluk Bone, hal ini kemudian diikuti dengan pembentukan Ngarai Bone
yang mengarah ke selatan, pembentukan paparan batuan karbonat yang
menunjukkan bentuk drowning di tepi cekungan, dan
back-steppingbatuan karbonat. Potensi hidrokarbon di Teluk Bone
ditandai dengan rembesan minyak dan diskontinuitas vertikal pada
beberapa penampang seismik. Asosiasi dengan batuan pada cekungan di
sekitarnya juga memungkinkan Teluk Bone untuk memiliki potensi
batuan induk, reservoir, dan perangkap hidrokarbon. Namun,
sesar-sesar normal yang memotong satuan batuan dalam sub cekungan
dapat menimbulkan dampak negatif untuk kegiatan eksplorasi
hidrokarbon
BAB VIDAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W.V., 1949, The Geology of Indonesia, vol. I A,
Government Printing Office, The Hague. Camplin, D.J. dan Hall, R.
2013. Insight into the Structural and Stratigraphic Development of
Bone Gulf, Sulawesi Proceedings Indonesian Petroleum Association,
37th Annual Convention and Exhibition May 2013. Camplin, D.J. dan
Hall, R. 2014. Neogene History of Bone Gulf, Sulawesi, Indonesia
Marine and Petroleum Geology, Vol. 57, 2014, 88-108. Hall, R.,
2009. Indonesia, Geology Dalam: Gillespie, R. dan Clague, D.
(Eds.). Encyclopedia of Islands. University of California Press.
Suyono dan Kusnama. 2010. Stratigraphy and Tectonics of the
Sengkang Basin, South Sulawesi Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No.
1 Maret 2010, 1-11. Watkinson, I.M., Hall, R., Cottam, M.A.,
Sevastjanova, I., Suggate, S., Gunawan, I., Pownall, J.M., Hennig,
J., Ferdian, F., Gold, D., Zimmermann, S., Rudyawan, A., dan
Advocaat, E. 2012. New Insights into the Geological Evolution of
Eastern Indonesia from Recent Research Projects by the SE Asia
Research Group Berita Sedimentologi, No.23 Maret 2012, 21-27
http://apayangkaupikirkan.blogspot.com/2009/06/pengenalan-dasar-basin.htmlhttp://ok-review.com/pengertian-cekungan/
http://jojogeos.blogspot.com/2014/09/analisa-cekungan-sedimen-para-ahli.html