Top Banner
PRODUKSI BAHASA DAN PENCAPAIAN PEMBELAJARAN BAHASA PRANCIS PENDERITA BIPOLAR (STUDI KASUS SEORANG MAHASISWA DI UNIVERSITS BRAWIJAYA) SKRIPSI OLEH TRYUANDHA KHAIRUNNISA 1451110300111013 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2018
61

Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

May 01, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

PRODUKSI BAHASA DAN PENCAPAIAN PEMBELAJARAN

BAHASA PRANCIS PENDERITA BIPOLAR

(STUDI KASUS SEORANG MAHASISWA DI UNIVERSITS

BRAWIJAYA)

SKRIPSI

OLEH

TRYUANDHA KHAIRUNNISA

1451110300111013

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2018

Page 2: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

ii

PRODUKSI BAHASA DAN PENCAPAIAN PEMBELAJARAN

BAHASA PRANCIS PENDERITA BIPOLAR

(STUDI KASUS SEORANG MAHASISWA DI UNIVERSITS

BRAWIJAYA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Brawijaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

OLEH

TRYUANDHA KHAIRUNNISA

1451110300111013

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2018

Page 3: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

iii

Page 4: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

iv

Page 5: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

v

Page 6: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

vi

CURRICULUM VITAE

Nama : Tryuandha Khairunnisa

Tempat/Tanggal Lahir : Banjarmasin, 8 September 1996

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pandan Arum 3 No. 74 RT 16

Kelurahan Belimbing Raya Kec. Murung Pudak

Kab.Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan

Email : [email protected]

Telp. : 089691633279

RIWAYAT PENDIDIKAN

2014 – sekarang : Universitas Brawijaya

Fakultas Ilmu Budaya

(Program Studi Bahasa dan Sastra Perancis)

2011 – 2014 : SMAN 1 Banjarmasin

2008 - 2011 : SMPN 1 Pugaan

2002 – 2008 : SDN Pugaan

2000 – 2002 : TK Hidayah

PENGALAMAN ORGANISASI

- Wakil Ketua OSIS SMPN 1 Pugaan (2009-2010)

- Staff Genki Kurabu SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)

Page 7: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

vii

- Staff English Conversation Club SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)

- Staff KSI Iqra’ SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)

- Koordinator Bahasa Genki Kurabu SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)

- Wakil Ketua English Conversation Club SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)

- Sekretaris I KSI Iqra’ SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)

- Staff English Club FIB UB (2014-2015)

- Koordinator PSDM Himaprodi Bahasa dan Sastra Prancis (2017-sekarang)

PENGALAMAN KEPANITIAAN

- Koordinator Divisi Acara Momiji Matsuri 3 SMAN 1 Banjarmasin tahun 2012

- Sekretaris SMASA Islamic Festival SMAN 1 Banjarmasin tahun 2013

- Staff Divisi Acara Momiji Matsuri 4 SMAN 1 Banjarmasin tahun 2013

- Volunteer Divisi Acara Bon Courage 7 tahun 2014

- Staff Konsumsi Movie Night English Club tahun 2014

- Staff Divisi Danus Bon Courage 8 tahun 2015

- Sekretaris I Bon Courage 9 tahun 2016

- Staff Divisi Konsumsi Upgrading Himaprodi Bahasa dan Sastra Prancis 2017

PRESTASI

- Juara 1 Lomba Cerdas Cermat SD Dies Natalies SMPN 1 Pugaan tahun 2007

- Juara 2 OSN Fisika SMP Tingkat Kabupaten Tabalong tahun 2009

- Juara 2 OSN Fisika SMP Tingkat Kabupaten Tabalong tahun 2010

Page 8: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

viii

- Juara 2 Lomba Cerdas Cermat SMP Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong

tahun 2010

- Juara 1 Lomba Cerdas Cermat SMP Ulang Tahun Kabupaten Tabalong tahun

2010

- 5 besar Lomba Spelling Bee Peringatan Bulan Bahasa SMAN 7 Banjarmasin

tahun 2011

KEMAMPUAN

- Informasi Teknologi : Ms. Word, Ms. Powerpoint, Ms. Excel, Internet

- Bahasa : Bahasa Banjar (aktif), Bahasa Indonesia (aktif),

Bahasa Inggris (aktif), Bahasa Jepang

(intermediate), Bahasa Prancis (intermediate)

- Menyukai seni musik.

- Disiplin waktu, bisa mengorganisir pekerjaan dengan baik, bisa bekerja sama

dengan baik.

SEMINAR DAN PELATIHAN

- Penyanyi Vocal Group pada Colloque International de français 2014

- Peserta pada Seminar Be Active, Be superself 2014

- Peserta pada Seminar Multikomparasi IMASPI 2016

- Peserta pada Workshop Kepenulisan Teater Lingkar 2016

Page 9: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mencurahkan

semua berkah, rahmat dan karunia serta izin dan kuasa-Nya sehingga skripsi yang

“Analisis Pengaruh Gangguan Bipolar pada Produksi Bahasa dan Keberhasilan

Pembelajaran Bahasa Prancis” ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana

Sastra pada Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Brawijaya.

Segala proses pada penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan begitu

banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucakan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan kasih

sayang-Nya sepanjang hidup penulis sehingga penulis masih mampu

untuk menempuh masa pendidikan yang semestinya dan penyusunan

skripsi ini.

2. Madame Ika Nurhayani, Ph. D selaku dosen pembimbing skripsi penulis

yang begitu sabar dan banyak sekali membantu penulis ketika penulis

kekurangan bahan untuk skripsi baik dalam hal ilmu maupun waktu.

3. Ibu Eni Maharsi, M.A selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan-masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi

penulis.

Page 10: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

x

4. Madame Intan Dewi Savitri, M. Hum selaku dosen pembimbing

akademik penulis yang memberikan banyak perhatian juga ilmu kepada

penulis.

5. Seluruh jajaran dosen pengajar Bahasa dan Sastra Prancis yang telah

memberikan banyak ilmu yang tidak ternilai kepada penulis selama

masa perkuliahan.

6. Untuk keluarga besar papa Agus Teguh Wahyudi, mama Mus Yulinda,

kakak pertama Adhystira Dzikritami, kakak kedua Muhammad Adya

Pangestu, serta adik Rahmatullah Husein yang selalu berada di dekat

penulis dan mendukung semua yang penulis impikan hingga penulis

berada di titik ini dan sekuat ini.

7. Saudara Muhammad Riza Rahman Pambudi yang telah begitu banyak

membantu serta mendukung penulis dalam setiap keadaan dalam proses

pengerjaan skripsi ini.

8. Saudara Brahmantio Rendra Nugraha, Ade Rizkia Nurfitriani dan

Winda Agustin yang selalu ada untuk penulis sebagai sahabat satu prodi

penulis.

9. Saudara Ari Iswanto dan Zata Firdha Syafira yang selalu ada untuk

penulis sebagai sahabat sejak masa orientasi penulis.

10. Saudari Prissy Prakasita Aminanda, Khikmah Alulya, Luthfi Kauthar,

Dita Wahyu Kurnia dan teman-teman lain yang selalu menemani penulis

selama masa magang di Disparta Batu Juli-Agustus 2017.

Page 11: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xi

11. Saudari Anggrita Fitriana, Avina Triani Almira, Desy Nurmanita, Dini

Anisa Pratidinia, Norhalita, Chindy Amelia Putri beserta teman-teman

terdekat penulis selama masa pendidikan menengah atas yang sangat

membantu penulis untuk menjadi penulis yang sekarang ini.

12. Seluruh teman-teman Bahasa dan Sastra Prancis angkatan 2014.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua kebaikan budi yang

diberikan kepada penulis selama ini dan selalu merahmati kita semua.

Malang, 21 Desember 2018

Penulis

Page 12: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xii

EXTRAIT

Khairunnisa, Tryuandha. 2018. La production linguistique et l’achèvement de

l’apprentissage de la langue française chez un patient bipolaire (étude de cas à

l’Université de Brawijaya) Programme d’etudes en langue et littérature française,

l’univérsité de Brawijaya. Conseillère : Ika Nurhayani, Ph.D.

Les mots-clés : Psychologie, psychologie anormale, psycholinguistique, trouble

cognitif, bipolaire.

Le trouble bipolaire est un trouble mental provoqué par une anomalie

cérébrale provoquant des perturbations émotionnelles extrêmes chez les patients.

Ce changement d'humeur n'est pas la même chose que les changements d'humeur

normaux. Les changements d'humeur chez des patients trouble bipolaire auront une

incidence sur les habitudes de sommeil, les habitudes alimentaires et la capacité de

penser du patient. Ces éléments sont intéressants à étudier car il n’existe encore

aucune étude établissant un lien entre les troubles mentaux, en particulier bipolaire,

la production langagière et les résultats de l’apprentissage du français des personnes

atteintes.

Cette recherche utilise une méthode descriptive qualitative dans laquelle

l'auteur observe la production de la langue du malade et les résultats de

l'apprentissage des français. L'auteur analyse ensuite les résultats en se basant sur

la théorie que l'auteur a préparée à l'avance.

Les résultats de cette recherche indique que la patiente bipolaire recherché

dans les domaines de la phonologie, de la morphosyntaxe et de la sémantique dans

la production du langage, où la prononciation du son, la structure grammaticale et

l'adéquation du sens avec le contexte ne font pas l'objet d'erreurs significatives. .

Néanmoins, en termes d'apprentissage, le patient obtient une valeur insatisfaisante

lorsque le score final moyen du patient est inférieur à la valeur B pour les trois cours

de langue étudiés.

L’auteur a ensuite suggéré au chercheur suivant d’examiner plus en

profondeur les troubles mentaux et leurs effets sur la vie. L’auteur suggère au grand

public d’être plus conscient des troubles mentaux, car ceux-ci constituent une

menace réelle.. L’auteur conseillent également au milieu universitaire de prêter plus

d'attention à l'environnement s'il présente des caractéristiques ou des symptômes de

troubles mentaux.

Page 13: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xiii

ABSTRAK

Khairunnisa, Tryuandha. 2018. Produksi Bahasa dan Pencapaian Pembelajaran

Bahasa Prancis Penderita Bipolar (Studi Kasus di Universitas Brawijaya).

Program Studi Bahasa dan Sastra Prancis, Universitas Brawijaya. Pembimbing : Ika

Nurhayani, Ph.D.

Kata kunci : Psikologi, Abnormal Psikologi, Psikolinguistik, kognitif, bipolar

disorder.

Gangguan Bipolar adalah sebuah gangguan mental yang terjadi dikarenakan

kecacatan otak yang menyebabkan terjadinya gangguan emosi atau mood yang

ekstrem oleh penderita. Perubahan mood ini tidak sama dengan perubahan mood

biasa, perubahan mood penderita Bipolar akan mempengaruhi pola tidur, pola

makan, dan kemampuan penderitanya untuk berpikir. Hal-hal tersebut menarik

untuk diteliti karena masih belum ada penelitian yang mengaitkan gangguan mental

terutama Bipolar kepada produksi bahasa dan hasil pembelajaran bahasa Prancis

penderitanya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif di mana penulis

mengobservasi produksi bahasa penderita dan hasil pembelajaran bahasa Prancis

penderita. Penulis kemudian menganalisis temuan-temuan berdasarkan teori yang

sudah penulis siapkan sebelumnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita Bipolar yang diteliti

dalam bidang fonologi, morfosintaksis dan juga semantik dalam memproduksi

bahasa, di mana pengucapan bunyi, susunan gramatikal serta kesesuaian makna

dengan konteks tidak mengalami kekeliruan yang sangat berarti, sehingga bisa

dikatakan bahwa produksi bahasa penderita masih tergolong normal. Meskipun

begitu, dalam hal pembelajaran penderita mendapat nilai yang kurang memuaskan

di mana rata-rata nilai akhir penderita berada di bawah nilai B untuk tiga buah mata

kuliah berbahasa yang diteliti.

Peneliti kemudian menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti

lebih dalam tentang gangguan mental serta pengaruhnya dalam kehidupan. Kepada

masyarakat umum peneliti menyarankan agar lebih peka dan sadar terhadap

gangguan mental karena gangguan mental merupakan gangguan yang nyata.

Peneliti juga menyarankan kepada lingkungan akademisi agar lebih memerhatikan

lingkungan tersebut jika ada ciri atau gejala gangguan mental terlihat.

Page 14: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

EXTRAIT .......................................................................................................... ix

ABSTRAK ......................................................................................................... x

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 5

1.6 Definisi Istilah Kunci ........................................................................ 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 7

2.1 Landasan Teori .................................................................................. 7

2.1.1 Teori Abnormal Psychology ................................................... 7

2.1.1.1 Faktor Biologis ............................................................ 8

2.1.1.2 Faktor Psikologis ........................................................ 8

2.1.1.3 Faktor Sosiokultural .................................................... 8

2.1.1.4 Hubungan Antara Gangguan Mental dan

Kecacatan Otak ........................................................... 9

2.1.1.5 Gangguan Bipolar ....................................................... 10

2.1.2 Teori Psikolinguistik ............................................................... 12

2.1.2.1 Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget ............ 12

2.1.2.2 Produksi Kebahasaan Penderita Gangguan Mental .... 14

2.1.2.2.1 Fonologi ........................................................ 18

2.1.2.2.2 Morfosintaksis .............................................. 19

2.1.2.2.3 Semantik ....................................................... 21

2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 22

Page 15: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xv

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 24

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 24

3.2 Sumber Data ...................................................................................... 25

3.3 Pengumpulan Data ............................................................................ 25

3.4 Analisis Data ..................................................................................... 26

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ..................................................... 27

4.1 Temuan .............................................................................................. 27

4.1.1 Produksi Bahasa Penderita Bipolar ......................................... 27

4.1.1.1 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Pertama ..... 28

4.1.1.2 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Kedua ........ 29

4.1.1.3 Produksi Bahasa Penderita pada gambar Ketiga ........ 30

4.1.2 Hasil Pembelajaran Penderita.................................................. 32

4.2 Pembahasan ....................................................................................... 34

4.2.1 Analisis Pengaruh Bipolar pada Produksi

Bahasa Penderita ..................................................................... 34

4.2.2 Analisis Pengaruh Bipolar pada Hasil

Pembelajaran Penderita ........................................................... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 40

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40

5.2 Saran .................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43

LAMPIRAN ....................................................................................................... 45

Page 16: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Letak Lobus Frontal dan Area Broca pada

Otak Manusia .............................................................................. 15

Gambar 2.2 Letak Area Broca dan Area Motorik pada

Otak Manusia .............................................................................. 16

Gambar 4.1 Seorang Pria yang Berbicara Menggunakan

Mikrofon ..................................................................................... 28

Gambar 4.2 Dua Orang Anak yang Menaiki Tangga ..................................... 30

Gambar 4.3 Sekumpulan Orang dalam Transportasi Umum ......................... 31

Page 17: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Curriculum Vitae

Lampiran 2 Rekaman Audio Penelitian

Lampiran 3 Transkrip Nilai Penderita Bipolar

Page 18: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otak merupakan pusat pengendalian tubuh manusia yang mengatur sebagian

besar koordinasi gerakan, perilaku, dan tentu saja cara berpikir manusia. Otak dan

saraf sel di dalamnya diyakini mempengaruhi kondisi tubuh manusia. Ilmu yang

dimiliki otak atau pengetahuan dapat mempengaruhi psikologi kognitif. Otak juga

bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi yakni pembelajaran motorik, pengenalan,

bentuk pembelajaran emosi dan bentuk ingatan lainnya (Susanto, 2016).

Otak terbagi menjadi beberapa bagian dengan bagian yang paling menonjol

adalah otak besar. Otak besar sendiri memiliki beberapa bagian yaitu lobus frontal,

lobus parietal, lobus temporal dan lobus oksipital. Lobus frontal berhubungan

dengan penalaran, perencanaan, bagian dari ucapan, gerakan, emosi dan pemecahan

masalah. Lobus parietal berfungsi mengendalikan gerakan, orientasi, pengenalan

dan persepsi rangsangan. Lobus temporal berhubungan dengan persepsi dan

pengakuan rangsangan, memori, ucapan dan pendengaran, sedangkan lobus

oksipital memiliki hubungan dengan pengolahan visual (Negara, 2018).

Ketika otak mengalami gangguan, maka dapat dipastikan ada beberapa fungsi

otak yang juga terganggu dan memberikan pengaruh pada penderitanya, seperti

ketika seorang penderita Afasia yang mengalami gangguan pada lobus frontalnya,

Page 19: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

2

maka penderita ini akan mengalami kesulitan berbicara atau memproduksi bahasa.

Di lain sisi, seorang pria bernama Phineas T. Gage yang berprofesi sebagai mandor

berusia 25 tahun mengalami kecelakaan kerja pada tanggal 18 September 1848

bersama rekan-rekannya ketika salah satu beton terlempar dan mengenai bagian

atas tengkoraknya. Meski sembuh dalam hitungan beberapa minggu, Phineas

berubah menjadi orang yang berbeda 180 derajat dari sebelumnya dengan menjadi

orang yang keras kepala, tidak bertanggung jawab dan egois. Diketahui saat itu

beton tersebut telah merusak lobus frontal Phineas hingga menyebabkan

kepribadian Phineas berubah.

Gangguan Bipolar adalah sebuah gangguan mental yang juga terjadi

dikarenakan kecacatan otak yang menyebabkan terjadinya gangguan emosi yang

ekstrem oleh penderita. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

emosi diatur oleh lobus frontal, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Bipolar

juga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan berbahasa penderita. Menurut

situs Timberline Knolss, para ahli juga telah menyebutkan bahwa Bipolar dapat

memberikan pengaruh pada kinerja penderita dalam kegiatan belajar mengajar.

Gangguan Bipolar juga merupakan sebuah penyakit kejiwaan serius yang

menjadikan penderitanya memiliki perubahan mood yang sangat ekstrim.

Perubahan mood ini tidak sama dengan perubahan mood biasa, perubahan mood

penderita Bipolar akan mempengaruhi pola tidur, pola makan, dan kemampuan

penderitanya untuk berpikir.

Page 20: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

3

Penderita Bipolar memiliki dua episode (keadaan) utama, yaitu hypermanic

(aktif) dan hypomanic (depresif). Dalam episode hypermanic, penderita biasanya

menjadi penuh gagasan cemerlang, menjadi agresif, mempunyai hasrat dan

semangat yang menggebu-gebu, dan lebih aktif dalam berbagai kegiatan.

Sementara ketika dalam episode hypomanic, penderita biasanya menjadi mudah

putus asa, tidak memiliki semangat hidup, dan bahkan dalam banyak kasus

memiliki keinginan untuk bunuh diri yang sangat kuat dan seringkali tidak dapat

dikontrol. Selain itu, penderita Bipolar bisa menjadi sangat antusias dalam satu

waktu dan menjadi sangat pasif setelahnya maupun sebaliknya tanpa alasan,

termasuk dalam waktu pembelajaran dan berkomunikasi (Yamudaha dkk, 2015).

Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang bagaimana Bipolar dapat

memengaruhi produksi kebahasaan dan keberhasilan pembelajaran penderitanya

dalam bahasa Prancis pada saat penderita mengalami episode hypomanic di mana

penderita akan merasa putus asa, depresi, tertekan dan sebagainya, karena sejauh

ini penulis belum menemukan adanya penelitian yang serupa dalam bidang

psikolinguistik. Sejauh ini penulis hanya menemukan penelitian tentang penderita

Aphasia dan bagaimana produksi kebahasaannya, atau penelitian tentang penderita

Bipolar dan bagaimana perilakunya yang akan penulis jabarkan pada subbab

penelitian terdahulu, sehingga penelitian yang penulis lakukan benar-benar orisinil.

Dengan latar belakang inilah, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang

Bipolar dan pengaruhnya saat berada pada episode hypomanic terhadap produksi

kebahasaan dan keberhasilan pembelajaran penderitanya sebagaimana Bipolar

dapat memengaruhi tingkah laku dan pemikiran penderitanya.

Page 21: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana produksi bahasa penderita Bipolar?

2. Apakah Bipolar juga memengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa

Prancis sang penderita?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai

berikut :

1. Mengetahui bagaimana produksi bahasa penderita Bipolar.

2. Mengetahui apakah gangguan Bipolar juga memengaruhi keberhasilan

pembelajaran bahasa Prancis penderita.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Manfaat penelitian ini secara akademis adalah diharapkan dapat menjadi

referensi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan bidang

psikolinguistik.

Page 22: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

5

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru kepada pembaca

mengenai gangguan Bipolar dan pengaruh-pengaruhnya terhadap keberhasilan

pembelajaran penderita khususnya dalam pembelajaran bahasa Prancis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pembahasan pada penelitian ini dibatasi pada produksi bahasa seorang

mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis yang telah didiagnosa memiliki gangguan

Bipolar oleh dokter kejiwaan mengenai keberhasilan pembelajarannya terutama

pada pembelajaran bahasa Prancis.

1.6 Definisi Istilah Kunci

1. Psikologi : ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal

maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2008 : 1109)

2. Abnormal psikologi : cabang ilmu psikologi yang berkaitan dengan

hambatan atau kelainan kepribadian, di mana ini menyangkut isi dan proses

kejiwaan. (Singgih Dirgagunarsa, 1999 : 140)

3. Psikolinguistik : suatu ilmu yang mengeksplorasi hubungan antara

pikiran dan dan bahasa manusia. (Field, 2003 : 2)

4. Kognitif : mengacu pada semua aktifitas mental yang berkaitan

dengan berpikir, memahami dan mengingat. (Myers, 1996)

Page 23: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

6

5. Bipolar disorder : suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi

yang diselingi dengan periode manakala suasana hati dan energi sangat

meningkat. (Barbara D. Ingersoll, Ph.D dan Sam Goldstain, Ph.D, 1993)

Page 24: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Teori yang penulis gunakan berasal dari informasi-informasi yang diambil

dari berbagai sumber, seperti teori Abnormal Psychology sebagai acuan dalam

menilik gangguan kejiwaan juga gangguan Bipolar secara umum dan teori

psikolinguistik untuk mengamati hubungan Bipolar dengan produksi bahasa dan

keberhasilan pembelajaran penderita secara khusus.

2.1.1 Teori Abnormal Psychology

Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya

untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang

mengalaminya. Perilaku abnormal ini disebut sebagai perilaku yang tidak biasa,

yang melebihi batas kewajaran seseorang. Dalam teori psikologi abnormal,

dikatakan bahwa gangguan kejiwaan adalah sebuah ketidakmampuan atau

kecacatan dalam otak dalam menangani emosi dan tindakan dari penderita. Hal ini

bisa terjadi karena faktor-faktor biologis, psikologis maupun sosiokultural dari

penderita itu sendiri.

Page 25: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

8

2.1.1.1 Faktor Biologis

Gangguan kejiwaan bisa terjadi jika seseorang memiliki salah seorang

keluarga atau saudara kandung yang memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Seperti

misal, seseorang bisa saja memiliki gangguan depresi akut jika ayah atau ibunya

juga memiliki riwayat gangguan tersebut. Hal ini didasari karena kesamaan struktur

dan kode genetik yang bermasalah antara seseorang tersebut dengan penderita yang

merupakan keluarga atau saudaranya. Meskipun begitu, gangguan kejiwaan bukan

berarti bisa disebut menular.

2.1.1.2 Faktor Psikologis

Keyakinan, sugesti dan kemampuan kognitif seseorang juga bisa memicu

timbulnya gangguan kejiwaan. Hal ini bisa terjadi jika salah satu aspek di atas

bermasalah tanpa disadari oleh orang tersebut sehingga lama-kelamaan akan terjadi

gangguan pada kejiwaannya. Contoh paling mudah adalah ketika seseorang

memiliki keyakinan terhadap sesuatu secara berlebihan, maka ia akan menjadi

fanatik dan kemudian lama-kelamaan pola pikir dan kejiwaannya akan terganggu.

2.1.1.3 Faktor Sosiokultural

Keadaan lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi keadaan kejiwaan

seseorang yang berakibat munculnya gangguan pada kejiwaannya tersebut.

Misalnya, hubungan yang buruk terhadap pasangan, teman, atau keluarga, atau

karena huru-hara politik maupun sikap diskriminasi terhadap seseorang yang bisa

mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan.

Page 26: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

9

2.1.1.4 Hubungan Antara Gangguan Mental dan Kecacatan Otak

Gangguan mental merupakan penyakit yang sangat serius, karena gangguan

ini dapat memengaruhi cara seseorang untuk berpikir dan mengendalikan emosinya

yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu.

Gangguan ini juga dapat menimbulkan stress dan masalah lain bagi penderita

maupun orang terdekat penderita, yang mana penderita itu sendiri bisa siapa saja

tanpa mengenal umur, status sosial, agama maupun ras seseorang.

Penyebab utama dari gangguan ini terjadi dalam diri penderita, yaitu

ketidaknormalan yang terjadi dalam syaraf-syaraf otak penderita, maupun

terjadinya ketidakseimbangan pada psikologis penderita. Ketidaknormalan pada

syaraf otak ini terjadi karena beberapa penyebab, yaitu adanya gangguan pada

neurokimia, neurofisiologi dan neuroanatomi penderita (Maramis, 2010).

Seperti contoh, penderita Down Syndrome merupakan salah satu bentuk

gangguan yang terjadi karena faktor adanya gangguan pada neurokimia

penderitanya, di mana gangguan ini terjadi pada kromosom 21 yang memunculkan

kromosom tambahan. Gangguan pada kromosom ini menyebabkan penderita Down

Syndrome memiliki wajah yang bundar, tengkorak yang rata, lipatan kulit

tambahan sepanjang kelopak mata, lidah yang menonjol keluar, tungkai dan lengan

yang pendek, hingga keterbelakangan motoric dan mental penderitanya.

Dalam penelitian ini, penulis akan menitikberatkan pada salah satu gangguan

mental yang juga dipengaruhi oleh kecacatan pada otak pada sistem emosi yaitu

gangguan Bipolar.

Page 27: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

10

2.1.1.5 Gangguan Bipolar

Gangguan Bipolar (juga dikenal dengan gangguan manic-depressive),

merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi akut yang diselingi

dengan episode manakala suasana hati dan energi penderita sangat meningkat

hingga melampaui batas normal suasana hati yang stabil. Gangguan ini adalah suatu

gangguan kejiwaan serius yang susah untuk disembuhkan dan ditangani. Biasanya,

penderita gangguan Bipolar harus menjalani berbagai terapi secara rutin untuk

menghilangkan gangguan ini.

Gejala umum dari penderita Bipolar mencakup pola berpikir yang sangat

cepat, opsimistik, cerewet, dan kemampuan untuk dapat terjaga selama berhari-hari

tanpa tidur, dengan tidak adanya tanda-tanda kekurangan energi. Ini adalah fase

ketika seseorang sedang dalam episode hypermanic. Sementara fase ketika

seseorang dalam episode hypomanic, penderita akan merasa sangat putus asa,

pesimistik, menjadi sedih, marah sekaligus benci terhadap sesuatu secara berlarut-

larut tanpa perlu sebuah alasan, dan keinginan untuk bunuh diri yang sangat kuat.

Gangguan Bipolar tidak hanya membolak-balik emosi dan tindakan dari

penderita, gangguan ini juga bisa mengubah-ubah pola pikir penderitanya,

kecacatan otak dalam memproduksi dan merespons informasi bisa membuat

penderita menjadi cerdas dan kritis dalam satu waktu dan menjadi bodoh dan apatis

dalam waktu berikutnya, tergantung episode apa yang saat itu sedang ia jalani.

Dalam banyak kasus, penderita Bipolar tidak dapat berinteraksi dengan baik

dalam berkomunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal, sehingga bisa

Page 28: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

11

membuat penderitanya memiliki kesulitan dalam menerima pembelajaran

(Yamudaha dkk, 2015). Komunikasi yang baik antara pengajar dan pelajar terutama

dalam konteks ini mahasiswa dengan gangguan Bipolar, dapat membuat cara

pembelajaran berbahasa mahasiswa tersebut menjadi lebih baik dan begitu pula

sebaliknya. Komunikasi ini dipengaruhi oleh bagaimana pengajar menjelaskan

materi pembelajaran kepada penderita, apakah dengan kalimat yang mudah

dimengerti atau tidak oleh penderita tersebut, karena kadang penderita Bipolar

memiliki kesulitan dalam menyerap informasi yang diberikan (Yamudaha dkk,

2015).

Hal tersebut dikarenakan oleh kacaunya mekanisme otak dan banyaknya

aktivitas pada pusat emosi penderita, yang membuat penderita sering salah

menginterpretasikan suatu informasi yang diberikan sehingga informasi tersebut

tidak terserap dengan baik (Kliping Kesehatan Mental, 2016), termasuk dalam hal

pembelajaran, terutama pembelajaran bahasa yang notabenenya dilakukan secara

verbal.

Page 29: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

12

1.1.2 Teori Psikolinguistik

2.1.2.1 Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget

Jean Piaget, seorang psikolog berkebangsaan Swiss, merupakan seseorang

yang sangat proaktif dalam perkembangan kognitif, yang mana kognitif sendiri

adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu

manusia sedang berpikir, yang berhubungan dengan intelektualitas seseorang.

Piaget juga berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan, yang mana bahasa itu

merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai

lanjutan pola-pola perilaku yang sederhana.

Jean Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan kognitif manusia sejak

lahir hingga dewasa menjadi sebagai berikut :

1. Periode sensorik motorik, periode ketika manusia baru dilahirkan hingga

mencapai umur dua tahun, periode ini merupakan hasil dari refleks bawaan

bayi dan juga dorongan untuk mengeksplor dunianya.

2. Periode praoperasional, yaitu periode ketika manusia mencapai umur dua

hingga tujuh tahun, yaitu prosedur untuk melakukan sebuah tindakan

secara mental terhadap objek-objek.

3. Periode operasional konkrit, yaitu periode masa kanak-kanak yang ditandai

dengan penggunaan logika yang sudah memadai, yang terjadi saat

seseorang telah mencapai umur tujuh hingga sebelas tahun.

Page 30: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

13

4. Periode operasional formal, yaitu periode yang dialami ketika seseorang

mencapai umur sebelas tahun hingga dewasa, yang mana memiliki

karakteristik untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan

menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

Periode-periode ini terjadi secara universal, meski bisa saja terjadi dalam usia

yang bervariasi pada tiap-tiap individu. Periode yang terjadi juga bersifat hierarkis

di mana setiap periode mencakup elemen-elemen dari periode sebelumnya, dan

terjadi dengan urutan yang selalu sama tanpa ada salah satu periode yang diloncati

dan tidak juga bisa terjadi secara mundur.

Jean Piaget juga mengatakan jika seseorang dapat menggolongkan

sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan sebelum dapat

menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognitif telah terjadi

sebelum orang tersebut dapat berbahasa. Lebih lanjut, seseorang mempelajari

segala sesuatu tentang dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan

kemudian baru melalui bahasa.

Dari hal-hal tersebut, maka fungsi kognitif mendahului pertumbuhan bahasa,

dan bahasa itu sendiri tidak melahirkan aktivitas berpikir, dan bagi Piaget bahasa

merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan. Piaget juga

menyatakan bahwa bahasa itu tumbuh dari hasil berpikir dan kemampuan seseorang

untuk menata informasi-informasi yang berserakan, di mana dalam proses belajar,

seseorang harus memiliki perkembangan kognitif yang baik.

Pendapat-pendapat Piaget tersebut juga memberikan penegasan tentang

bagaimana aktivitas kognitif seseorang memengaruhi hasil pembelajarannya, yang

Page 31: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

14

mana secara keseluruhan aktivitas kognitif ini dipengaruhi oleh kinerja otak orang

tersebut. Ketika seseorang mengalami satu atau lebih disfungsi pada otaknya, maka

aktivitas kognitif ini juga akan mengalami sebuah gangguan, yang mana akan

menghasilkan hasil pembelajaran yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, begitu

pula sebaliknya.

Dalam penderita Bipolar, bagian otak yang mengalami disfungsi merupakan

lobus frontal yang mengalami terlalu sedikit aktivitas untuk mencegah tindakan-

tindakan yang terjadi karena banyaknya aktivitas pada pusat emosi penderita. Hal

ini dapat berpengaruh pada perbedaan ukuran otak penderita dan manusia normal.

Lobus frontal, yang merupakan pusat pembuatan keputusan dan pengendalian

kebiasaan impulsif serta mengatur kebahasaan seseorang dapat mengalami

penyusutan ukuran jika gangguan ini dibiarkan berkembang tanpa perawatan.

1.1.2.2 Produksi Kebahasaan Penderita Gangguan Mental

Pada subbab ini, penulis akan menjelaskan bagaimana produksi kebahasaan

penderita gangguan otak, secara khusus produksi kebahasaan penderita Afasia

Broca, yaitu gangguan atau kecacatan pada area Broca pada otak. Area ini

ditemukan oleh seorang dokter berkebangsaan Prancis yang bernama Paul Broca

pada abad ke-19, setelah melakukan penelitian selama bertahun-tahun terhadap

pasiennya yang mengalami gangguan berbicara dan hanya mampu memprodusi

satu kata, yaitu “tan”. Hasil penelitian yang dilakukan Broca menunjukkan bahwa

manusia berbicara menggunakan fungsi dari suatu bagian yang terletak di lobus

frontal yang sampai sekarang dinamakan area Broca.

Page 32: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

15

Area Broca ini memiliki peran penting dalam memproduksi bahasa, yang

mana jika area ini memiliki gangguan atau kecacatan, maka penderita akan

memiliki keterbatasan dalam memproduksi bahasa. Area ini sebenarnya tidak

bertanggung jawab secara langsung pada produksi bahasa, hanya saja area ini

mengirimkan sinyal ke syaraf-syaraf motorik manusia untuk menstimulasi

pergerakan otot mulut dan wajah untuk memproduksi bahasa, sehingga penderita

hanya bisa mengucapkan beberapa buah kata dan menyusun kalimat-kalimat

pendek yang disertai dengan jedaan-jedaan.

Berikut adalah gambaran mengenai letak lobus frontal dan area Broca :

Gambar 2.1 : Letak Lobus Frontal dan Area Broca

Sumber : Van de Graaff (2001 : 366)

Gangguan yang terjadi pada area Broca menyebabkan terjadinya Afasia

Broca, di mana penderita akan mengalami disfungsi dalam merencanakan dan

memproduksi bahasa. Kebanyakan penderita Afasia Broca bisa memahami suatu

bahasa namun memiliki kesulitan dalam memproyeksikan bahasa tersebut menjadi

sebuah ujaran. Selain disebut Afasia Broca, penyakit ini juga seringkali disebut

Page 33: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

16

dengan Afasia Ekspresif atau Afasia Motorik, karena gangguan ini disebabkan

karena penderita memiliki kecacatan pada area Broca yang berdekatan dengan

sistem motorik yang mengontrol otot-otot wajah, lidah, tenggorokan dan rahang

sehingga penderita mengalami kesulitan dalam artikulasi dan karena hal ini juga

penderita terganggunya perintah otak ke pita suara dan di sinilah letak gangguan

berbahasa terjadi.

Gangguan maupun kecacatan yang terjadi pada area Broca dapat terjadi

karena banyak hal, salah satunya adalah karena terjadinya benturan pada kepala

yang mengenai area Broca. Benturan ini terkadang bisa menyebabkan stroke, dan

meski gangguan yang terjadi pada area Broca merupakan gangguan kecil dan

terkadang tidak permanen, namun penderita Afasia Broca tetap mengalami

kekeliruan dalam memproduksi bahasa.

Berikut adalah gambaran letak area Broca dan area motorik pada otak

manusia :

Gambar 2.2 : Letak Area Broca dan Area Motorik pada Otak Manusia

Sumber : princetonbrainandspine.com

Page 34: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

17

Gangguan maupun kecacatan pada area Broca yang kemudian memengaruhi

motorik penderita, akan mengakibatkan penderita mengalami situasi di mana ia

akan sulit untuk berbicara, hanya dapat menghasilkan kata-kata secara terbatas dan

akan mengalami kesulitan dalam memahami suatu bahasa dan

memproyeksikannya.

Lebih jauh, penderita Afasia Broca juga memiliki kekeliruan dalam penulisan

sebuah bahasa. Penderita yang memiliki kesulitan pada saat mengucapkan suatu

ujaran, akan berbanding lurus dengan penulisan penderita di mana ketika penderita

memiliki kesulitan dalam mengucapkan suatu kta, maka penderita juga akan

menuliskan kata tersebut sesuai dengan caranya mengucapkan kata tersebut. Hal

yang sama akan terjadi ketika penderita diminta untuk membaca sebuah teks

dengan keras, penderita akan mengalami kesulitan yang sama di mana penderita

hanya akan membaca dan mengucapkan dengan keras kata-kata yang sama seperti

caranya memproduksi sebuah bahasa (Aronoff, 1997 : 429).

Hal-hal yang terjadi pada penderita Afasia Broca yang mana merupakan hasil

dari kecacatan pada area Broca yang terletak pada lobus frontal manusia. Oleh

karena itu penulis akan menggunakan gangguan berbahasa yang terjadi pada

penderita Afasia Broca sebagai contoh untuk mengetahui apakah nantinya

gangguan Bipolar yang juga terjadi karena kecacatan pada lobus frontal, juga

mengalami hal yang sama dengan penderita Afasia Broca, di mana akan berkaitan

dengan ilmu fonologi, morfosintaksis dan semantik.

Page 35: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

18

1.1.2.2.1 Fonologi

Fonologi merupakan ilmu tentang bunyi, di mana bunyi adalah salah satu

komponen penting dalam memproduksi bahasa, baik bunyi itu akan mengubah

makna atau tidak. Bunyi ini merupakan sebuah komponen yang sangat penting dan

paling mendasar untuk memproduksi bahasa.

Dalam fonologi, bunyi yang mengubah makna disebut fonem, dibentuk dan

disusun untuk membentuk sebuah kata. Jika bunyi yang dibentuk tersebut tidak

sesuai maka bunyi yang sudah berbentuk kata akan menyebabkan terjadinya

kesalahan produksi bahasa. Hal inilah yang juga terjadi pada penderita Afasia Broca

di mana bunyi yang diproduksi oleh penderita tidak sesuai untuk membentuk

sebuah kata yang benar, maupun memproduksi sebuah kata dengan

ketidaklengkapan bunyi. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini :

a. “It’s hard to eat with a spoon.”

b. “I…har it…wit…pun.”

(Sumber : Aronoff, 1997 : 425)

Pada dua kalimat contoh di atas, kalimat a merupakan kalimat yang

seharusnya diproduksi oleh penderita, namun dikarenakan penderita memiliki

kesulitan dalam memproduksi beberapa bunyi, penderita akhirnya memproduksi

kalimat b di mana kalimat tersebut merupakan kalimat yang susah dimengerti.

Titik-titik (…) yang terdapat pada kalimat b merupakan sebuah jedaan yang

dikeluarkan oleh penderita sebagai suatu indikasi bahwa penderita mengalami

kesulitan dalam memproduksi beberapa bunyi tertentu. Dapat dilihat bahwa ketika

Page 36: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

19

penderita ingin mengucapkan kata “spoon” penderita hanya dapat mengucapkan

“pun” di mana bunyi /s/ menghilang (Aronoff, 1997 : 425).

Kekeliruan berbahasa seperti yang terjadi seperti contoh di atas disebabkan

oleh rusaknya area Broca penderita yang mana letaknya berdekatan dengan sistem

motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot wajah dan memengaruhi artikulasi

penderita. Hal ini jugalah yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam

mengucapkan beberapa bunyi ketika memproduksi sebuah bahasa.

Dardjowidjojo (2010: 159) menyebut kasus ini sebagai kekeliruan asembling,

yaitu suatu kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih untuk membentuk sebuah

kalimat sudah benar tetapi asembling atau penyatuan komponen, yang mana dalam

hal ini adalah bunyi, pada kata tersebut mengalami kekeliruan, sehingga

menyebabkan terjadinya kekeliruan pada saat memproduksi bahasa dalam

menyebut suatu kata meski susunan kata tersebut telah benar.

1.1.2.2.2 Morfosintaksis

Morfosintaksis merupakan ilmu tentang kalimat, di mana kalimat tersebut

memiliki makna. Namun jika dilihat dari kesulitan penderita Afasia Broca dalam

memproduksi beberapa bunyi tertentu, kebanyakan penderita juga akan

memproduksi sebuah kalimat dengan berusaha meminimalisir kata-kata yang

mereka keluarkan yang kemudian hal ini akan memengaruhi makna dari kalimat

yang mereka produksi.

Sebuah kalimat juga disusun sesuai struktur gramatikal untuk memiliki

makna yang tepat, dan akan mengubah makna kalimat tersebut jika struktur

Page 37: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

20

gramatikalnya juga berubah atau mengalami kekeliruan. Kekeliruan struktur

gramatikal ini juga terjadi pada penderita, di mana dalam memproduksi sebuah

kalimat penderita keliru dalam menempatkan subyek dan obyek yang tepat. Hal ini

dapat dilihat dari contoh berikut :

a. “The mouse was chased by the cat.”

b. “The cat was chased by the mouse.”

(Sumber : Aronoff, 1997 : 426)

Pada dua kalimat contoh di atas, kalimat a merupakan kalimat yang

seharusnya diproduksi, di mana kalimat tersebut berarti “tikus itu dikejar oleh

kucing”. Namun, penderita mengalami kekeliruan dalam menempatkan subyek dan

obyek dalam kalimat di mana seharusnya subyek yang benar dalam kalimat tersebut

adalah “mouse” atau tikus menjadi “cat” atau kucing dan begitupun sebaliknya

seperti yang terjadi pada kalimat b yang berarti “kucing itu dikejar oleh tikus”

(Aronoff, 1997 : 426).

Pada dasarnya jika diperhatikan secara sekilas, penderita Afasia Broca tidak

mengalami kesalahan dalam memproduksi bahasa, karena penderita sendiri

sebenarnya memahami apa yang hendak ia ucapkan. Penderita memahami

bagaimana perilaku kucing dan tikus namun penderita mengalami kebingungan

dalam memproyeksikannya sehingga terjadilah kalimat b yang diproduksi

penderita. Kalimat ini pada akhirnya merupakan kalimat yang keliru dalam struktur

gramatikal yang memengaruhi makna kalimat tersebut dan dapat diketahui dalam

dunia nyata bahwasanya tidak mungkin seekor kucing dikejar oleh tikus.

Page 38: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

21

1.1.2.2.3 Semantik

Semantik merupakan ilmu tentang makna, atau arti, di mana makna ini

memiliki peran penting untuk dapat memahami suatu bahasa. Pada penderita Afasia

Broca, penderita akan mengalami berbagai kekeliruan semantik dalam

memproduksi bahasa, di mana penderita bisa saja memproduksi kalimat dengan

fonologi dan morfosintaksis yang tepat, tetapi kalimat tersebut tidak memiliki

makna. Selain itu, penderita juga bisa memproduksi bahasa dengan fonologi dan

morfosintaksis yang benar namun makna yang ada dalam kalimat tersebut tidak

sesuai dengan konteks, situasi maupun kondisi yang terjadi saat itu. Hal ini dapat

dilihat dari contoh berikut :

“Ade, teteh udah bangun?”

(Sumber : Hartini dkk, 2011 : 255)

Dapat dilihat dari contoh di atas bahwa tidak ada yang salah dalam kalimat

tersebut, karena secara fonologi dan morfosintaksis telah sesuai. Namun, kalimat

tersebut diucapkan oleh penderita saat Maghrib ketika orang yang ia sebut teteh

belum pulang sekolah. Hal ini terjadi di mana penderita mengganti kata yang

seharusnya “pulang” menjadi “bangun”. Kata “pulang” dan “bangun” ini sendiri

bukan sebuah sinonim, homonim maupun memiliki kemiripan makna, sehingga

akan terdapat sebuah kekeliruan oleh lawan bicara dalam memaknai apa yang

diucapkan oleh penderita (Hartini dkk, 2011).

Kekeliruan yang dialami oleh penderita mencerminkan bahwa penderita

mengalami kesulitan dalam memproduksi sebuah bahasa meski penderita

Page 39: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

22

sebenarnya telah memahami apa yang hendak ia ucapkan. Penderita juga

sebenarnya telah memahami konteks dan maksud mengapa ia menanyakan hal

tersebut, yakni dikarenakan orang yang ia sebut teteh tidak berada di dekatnya,

namun penderita keliru dalam memasukkan kata yang seharusnya “pulang” karena

teteh belum pulang sekolah, menjadi “bangun” yang berarti seharusnya teteh

sedang tidur.

Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan berusaha mencari

tahu apakah penderita Bipolar juga mengalami kesulitan maupun kekeliruan dalam

memproduksi bahasa sebagaimana yang dilakukan oleh penderita Afasia Broca,

dengan meneliti dan mengamati dalam bidang fonologi, morfosintaksis dan juga

semantik seperti contoh-contoh di atas.

2.2 Penelitian Terdahulu

Untuk saat ini, penulis belum menemukan penelitian yang sama dengan

penelitian ini, namun terdapat beberapa penelitian dengan objek yang mirip dengan

objek yang penulis gunakan, dua diantaranya yaitu pertama, Perilaku Keagamaan

Pengidap Bipolar Disorder : Studi Kasus Pada Saudari Yayuk Sunarsih oleh

Nurhairunnisa tahun 2015 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Hasil

penelitian tersebut yaitu penyimpangan perilaku keagamaan oleh Yayuk Sunarsih

yang disebabkan oleh gangguan Bipolar yang ia idap, dengan beribadah tanpa henti

dan tanpa tidur, makan, ataupun melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan

kekacauan dalam kehidupannya sendiri. Kesamaan penelitian oleh Nurhairunnisa

dengan penelitian yang penulis lakukan adalah persamaan obyek yaitu penderita

Page 40: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

23

Bipolar, namun penelitian oleh Nurhairunnisa dikaitkan dengan perilaku

keagamaan penderita sedangkan penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan

kebahasaan penderita.

Penelitian yang kedua merupakan penelitian oleh Rezia Delfiza Febrini

dengan judul Kalimat Penderita Afasia (Studi Kasus Pada Anggela Efellin) tahun

2013 Universitas Negeri Padang. Penelitian oleh Febrini ini memiliki kesamaan

dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang proses

kebahasaan seseorang yang menderita gangguan mental, namun penelitian oleh

Febrini ini juga memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang penulis

lakukan. Penelitian yang penulis lakukan berfokus pada penderita Bipolar dan juga

mengkaji tentang keberhasilan pada pembelajaran bahasa Prancis penderita,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Febrini berfokus pada penderita afasia

dan hanya mengkaji tentang produksi bahasanya saja.

Page 41: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

24

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), penelitian adalah kegiatan

pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara

sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu

hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.

Dalam bab tiga ini, penulis akan membahas tentang jenis penelitian yang akan

dilakukan, sumber data yang akan dipakai, bagaimana cara pengumpulan data serta

analisis data yang akan digunakan untuk menjabarkan pengaruh gangguan Bipolar

pada produksi bahasa dan hasil pembelajaran bahasa Prancis penderita.

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan penulis teliti, maka jenis penelitian

yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif

berarti metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu

fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, menganalisis data, dan

menginterpretasikannya (Suryana, 2010, hal 20).

Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan

untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan

mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti

Page 42: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

25

dengan fenomena yang diteliti menurut Meolong (2005 dikutip dari Herdiansyah,

2010, hal 3).

3.2 Sumber Data

Penulis akan mengamati produksi kebahasaan dan hasil pembelajaran seorang

mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

yang telah didiagnosa memiliki gangguan Bipolar oleh dokter kejiwaan sebagai

sumber data utama dalam penelitian ini. Penulis meminta dan meneliti hasil

pembelajaran penderita yang berhubungan dengan bahasa Prancis untuk

mengetahui apakah Bipolar memengaruhi hasil pembelajaran penderita.

3.3 Pengumpulan Data

Hal pertama yang penulis lakukan adalah mengamati produksi kebahasaan dan

hasil pembelajaran seorang mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis FIB UB yang

telah didiagnosa oleh dokter kejiwaan memiliki gangguan Bipolar. Setelah

pengamatan dan data terkumpul, penulis akan meneliti dengan menggunakan teori-

teori yang berkaitan dengan topik ini.

Penulis memberikan beberapa buah gambar dengan pertimbangan garmbar-

gambar tersebut dapat memicu produksi bahasa kepada penderita Bipolar untuk

dideskripsikan sejelas mungkin apa yang terjadi dalam gambar tersebut untuk

mengetahui bagaimana produksi bahasa penderita. Selain itu, penulis akan meminta

hasil pembelajaran penderita tersebut untuk diamati dan diteliti apakah hasil

pembelajaran penderita mendapat pengaruh dari gangguan Bipolar yang penderita

idap.

Page 43: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

26

3.4 Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis

akan menganalisis data-data tersebut. Langkah-langkah dalam menganalisis data

yaitu :

1. Penulis memberikan beberapa buah gambar kepada penderita untuk

dideskripsikan dan penulis akan menyimak serta merekam produksi bahasa

penderita.

2. Penulis juga mengumpulkan hasil pembelajaran dan pengamatan terhadap

seorang mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis FIB UB yang telah

didiagnosa menderita Bipolar oleh dokter kejiwaan.

3. Penulis membaca teori-teori berhubungan dengan Bipolar maupun

psikolinguistik sebagai acuan.

4. Penulis mencocokkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul

tersebut dengan teori-teori yang berkaitan dengan gangguan Bipolar.

5. Penulis menuliskan hasilnya ke dalam bentuk deskripsi.

6. Penulis menarik kesimpulan dari hasil tersebut.

Page 44: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

27

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Temuan

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan serta dibantu dengan teori-teori

yang telah tersedia, peneliti menemukan beberapa hal yang berhubungan dengan

produksi bahasa penderita Bipolar dan hasil pembelajaran penderita dalam

pembelajaran bahasa Prancis serta Indonesia.

4.1.1 Produksi Bahasa Penderita Bipolar

Pada subbab ini, peneliti akan memaparkan temuan yang peneliti dapatkan

tentang produksi berbahasa penderita Bipolar. Peneliti telah memberikan beberapa

buah gambar kepada penderita untuk dideskripsikan untuk mengetahui produksi

bahasa penderita.

Gambar tersebut merupakan kumpulan gambar yang peneliti unduh di internet

dan kemudian peneliti berikan kepada penderita seraya peneliti simak dan amati

serta peneliti rekam ketika penderita menjelaskan gambar-gambar tersebut. Peneliti

kemudian menemukan beberapa hal dalam produk bahasa penderita.

Page 45: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

28

4.1.1.1 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Pertama

Gambar pertama yang peneliti berikan kepada penderita merupakan gambar

seorang pria yang terlihat sedang berbicara menggunakan mikrofon dan bayangan

pria tersebut seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1 Seorang Pria yang Berbicara Menggunakan Mikrofon

Sumber : pictaram.com

Penderita mendeskripsikan gambar di atas seperti berikut :

“Hm…kalau dari gambar pertama ini…ya…terdapat seorang laki-laki seperti

sedang berpidato tapi ba-bayangannya itu eee…miknya itu jadi gak kelihatan

kabelnya gitu seorah, seolah tuh kalau menurut pandangan aku ini adalah orang

yang jago ngomong tapi rata-rata bohong. Ya jadi apa yang diomongin sama

dia itu belum tentu benar.”

Dari kutipan penjelasan penderita di atas, terdapat beberapa buah titik (…)

yang mengindikasikan sebuah jeda, di mana jeda yang dikeluarkan oleh penderita

masih tergolong normal layaknya manusia sedang berpikir secara normal dan

Page 46: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

29

belum sampai pada tahap terbata-bata sebagaimana penderita Afasia. Penderita

juga mengalami satu dua buah kekeliruan dalam memproduksi kata tertentu namun

dengan cepat mengoreksinya kembali. Hal ini dapat dilihat pada kutipan yang

awalnya penderita mengatakan kata “seorah” namun dapat mengoreksinya menjadi

“seolah”.

Penderita juga menjelaskan lebih lanjut bahwa bayangan pria tersebut

merupakan perspektif orang lain dalam memandang pria yang sedang berpidato

tersebut dan mengetahui bahwa apa yang diucapkan oleh pria tersebut merupakan

sebuah kebohongan.

4.1.1.2 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Kedua

Gambar kedua yang dideskripsikan penderita adalah seperti gambar di bawah

di mana terdapat dua orang anak yang sedang menaiki tangga :

Gambar 4.2 Dua Orang Anak yang Menaiki Tangga

Sumber : pinterest.com

Page 47: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

30

Pada gambar kedua di atas, penderita menjelaskan bahwa kedua anak tersebut

sedang berkompetisi di mana seorang anak mendapat bantuan yaitu menggunakan

uang. Secara lebih lengkap penderita menjelaskan seperti berikut :

“Oke gambaran di sini ini jelasnya…eee…dua anak ini kompetisi sedang naik

ke atas ya, yang satunya lebih mudah naik karena ada bantuan tangga, nah

tangganya ini kan duit. Nah yang satunya ini struggling ke atas karena dia gak

punya duit. Ya otomatis eee…yang satu lebih lancar naik ke atas karena dia

punya uang.”

Pada kutipan penjelasan di atas, penderita kembali mengeluarkan jeda yang

masih tergolong normal dan berlangsung sebentar. Selain itu, penderita juga

mengganti sebuah kata dalam bahasa Indonesia menjadi kata berbahasa Inggris

yaitu kata “struggling” di mana kata ini berarti “kesusahan” dalam bahasa

Indonesia.

Penderita juga menjelaskan lebih lanjut kompetisi yang dimaksud merupakan

sebuah tujuan dari hidup seseorang, yang dapat berarti posisi atau jabatan baik

dalam perusahaan maupun dalam dunia pendidikan. Dalam kompetisi tersebut,

penderita menyebut ada yang lebih memilih menempuh jalur depan di mana

dengan susah payah dan ada juga yang memilih menempuh jalur belakang yaitu

dengan bantuan uang.

4.1.1.3 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Ketiga

Gambar ketiga merupakan gambar sekumpulan orang yang terlihat sedang

berada di dalam suatu transportasi umum, di mana terdapat seorang yang terlihat

Page 48: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

31

sedang membaca dan orang lain di sekitarnya mendokumentasikan hal tersebut.

Gambar tersebut dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 4.3 Sekumpulan Orang dalam Transportasi Umum

Sumber : rover.ebay.com

Pada gambar ketiga ini, penderita mengungkapkan bahwa ada seseorang yang

terlihat berbeda dari yang lainnya dan dianggap tidak biasa sebagaimana dapat

dilihat pada kutipan di bawah ini :

“Eee…kalau menurut aku ya, kalau menurut aku di gambar yang nomor tiga

ini, di sini itu…orang yang beda dari orang lain tapi…dipandang sebelah

mata istilahnya gitu. Jadi eee…aku berbeda dari yang lain ketika aku

mengenakan baju dengan warna mencolok semua orang menertawai aku. Dia

menjadikan aku eee…sebuah figur, bahan tertawaan untuk orang lain

sedangkan justru aku merasa diri aku sendiri aku normal lebih normal daripada

yang lain.”

Page 49: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

32

Pada kutipan di atas, kembali terdapat beberapa jeda yang dikeluarkan oleh

penderita yang tetap tergolong normal dan berlangsung sebentar, tanpa menjadi

terbata-bata. Selain itu terdapat juga beberapa ucapan yang diulang oleh penderita.

Penderita juga dalam gambar ini memberikan contoh di mana dirinya sendiri yang

terlihat berbeda dibanding orang lain meski penderita merasa itu hal yang biasa.

Dari kutipan-kutipan penjelasan penderita di atas, dapat disimpulkan bahwa

produksi bahasa penderita tergolong lancar dan normal tanpa menjadi kalimat

yang tidak sempurna dengan menjadi terbata-bata, ada kata yang hilang dan

mengalami beberapa kesalahan dalam struktur gramatikalnya sebagaimana

kalimat yang diproduksi penderita Afasia. Selain itu, penderita juga bisa dengan

cepat merespon apa yang peneliti sajikan dan jika terdapat kekeliruan dalam

produksi bahasanya penderita akan langsung mengoreksi kekeliruan tersebut.

4.1.2 Hasil Pembelajaran Penderita

Peneliti telah meminta hasil pembelajaran penderita dalam beberapa mata

kuliah yang telah penderita ikuti untuk mengetahui apakah gangguan Bipolar

memengaruhi hasil pembelajaran penderita. Hasil pembelajaran mata kuliah yang

peneliti minta ialah mata kuliah Bahasa Indonesia, mata kuliah Bahasa Prancis

Madya Lisan dan mata kuliah Bahasa Prancis Mahir. Untuk hasil pembelajaran ini

dapat dilihat pada grafik berikut :

Page 50: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

33

Grafik 4.1 Hasil Pembelajaran Penderita Bipolar

Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai yang didapat penderita dalam

mata kuliah tersebut berada di bawah 80. Dalam hasil akhir pembelajaran,

penderita mendapatkan nilai C+ untuk mata kuliah Bahasa Indonesia dan Bahasa

Prancis Madya Lisan dan nilai D untuk mata kuliah Bahasa Prancis Mahir. Dari

sini dapat disimpulkan juga bahwa gangguan Bipolar yang penderita idap sedikit

banyak memberikan pengaruh pada hasil pembelajaran penderita.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan temuan-temuan di atas, peneliti akan mencoba memaparkan

lebih detail tentang produksi bahasa penderita dalam bidang fonologi,

morfosintaksis dan semantik serta hasil pembelajaran penderita dan bagaimana

gangguan Bipolar memengaruhi hal tersebut.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Bahasa Indonesia Bahasa Prancis Madya

Lisan

Bahasa Prancis Mahir

Nil

ai

Mata Kuliah

Hasil Pembelajaran Penderita

Page 51: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

34

4.2.1 Analisis Pengaruh Bipolar terhadap Produksi Bahasa Penderita

Dalam memproduksi bahasa, penderita Bipolar yang peneliti amati cenderung

tidak melakukan kekeliruan yang berarti. Meski terdapat beberapa jeda ketika

memproduksi bahasa, namun jeda yang dikeluarkan oleh penderita masih

tergolong normal. Jeda yang dikeluarkan oleh penderita tidak sampai membuat

penderita menjadi terbata-bata maupun berpikir sangat keras seperti halnya

penderita Afasia Broca.

Jika dilihat dalam bidang fonologi, penderita juga melakukan kekeliruan di

mana penderita keliru dalam menyebutkan sebuah kata. Dalam konteks ini,

penderita memahami apa yang ingin ia sampaikan namun terdapat kekeliruan

pada salah satu bunyi dalam sebuah kata. Kata yang dimaksud ialah kata “seolah”

di mana penderita awalnya mengucapkan “seorah”. Di sini, bunyi yang tepat

adalah bunyi /l/ namun penderita malah mengeluarkan bunyi /r/. Meskipun begitu,

penderita langsung menyadari kekeliruan tersebut dan dengan cepat mengoreksi

kata tersebut menjadi “seolah” dengan tepat.

Selain itu, pada kutipan di atas juga terdapat sebuah kata berbahasa Inggris

yang penderita ucapkan meski kalimat yang peneliti minta dan penderita susun

merupakan kalimat berbahasa Indonesia. Dalam hal ini, penderita mengganti

sebuah kata berbahasa Indonesia dengan kata berbahasa Inggris yang mempunyai

makna yang sama. Penderita mengucapkan kata “struggling” yang mana jika

diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti “kesusahan”.

Page 52: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

35

Secara keseluruhan, penderita tidak mengalami kekeliruan fonologi yang

berarti. Kosakata yang diingat oleh penderita masih cukup banyak meski terdapat

satu dua buah kekeliruan dalam menyebut suatu kata. Penderita juga cenderung

lancar dan normal dalam memproduksi bahasa di mana jeda yang dikeluarkan

oleh penderita hanya berlangsung sebentar tanpa menjadi sebuah jeda yang

menyebabkan penderita terbata-bata dan penderita bisa dengan cepat

menyempurnakan kalimat yang ia produksi. Oleh karena itu, kekeliruan-

kekeliruan dalam bidang fonologi saat penderita memproduksi bahasa masih

tergolong normal.

Dalam bidang morfosintaksis, bahasa yang diproduksi penderita masih

tersusun secara gramatikal. Hal ini merujuk kepada artian bahwa penderita tidak

memiliki kebingungan tentang subyek dan obyek dan penempatannya seperti

halnya penderita Afasia Broca.

Meskipun penderita dalam produksi bahasa melakukan pengulangan kata atau

frase pada sebuah kalimat, namun pengulangan ini bukan dikarenakan oleh

kebingungan dalam memproduksi bahasa melainkan sebuah penegasan yang

dilakukan oleh penderita. Pengulangan ini seperti yang terdapat pada kalimat yang

diproduksi penderita saat diminta mendeskripsikan gambar ketiga, yaitu “kalau

menurut aku ya, kalau menurut aku” dan “aku normal lebih normal”.

Pada kalimat tersebut jika diperhatikan pengulangan yang terjadi bukan

pengulangan yang disebabkan oleh bingungnya penderita dalam memproduksi

bahasa. Hal ini dapat dilihat dari setelah penderita mengucapkan pengulangan

Page 53: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

36

tersebut, penderita langsung menyambung frase tersebut menjadi sebuah kalimat

secara lancar.

Secara keseluruhan, penderita juga tidak mengalami kekeliruan yang berarti

dalam bidang morfosintaksis saat memproduksi bahasa. Penderita bisa dengan

lancar memproduksi kalimat tanpa ada kebingungan dalam penempatan subyek

maupun obyek yang bisa mengubah makna kalimat sehingga bisa dikatakan

morfosintaksis penderita cukup baik.

Untuk bidang semantik, penderita juga dapat dikatakan tidak memiliki

kekeliruan yang berarti. Berdasarkan temuan di atas, penderita dapat

memproduksi bahasa dengan sesuai konteks dan memberikan makna yang jelas.

Ketika penderita diminta untuk mendeskripsikan gambar-gambar yang peneliti

berikan, penderita kemudian mendeskripsikan gambar tersebut tanpa ada satupun

yang keluar dari konteks, penderita juga dengan lancar memproduksi bahasa yang

mudah dimengerti oleh peneliti sehingga apa yang ingin disampaikan oleh

penderita bisa tercapai.

Secara keseluruhan dalam produksi bahasa, baik pada bidang fonologi,

morfosintaksis serta semantik, penderita tidak mengalami kekeliruan yang berarti.

Penderita masih bisa berbicara dengan lancar tanpa harus terbata-bata dan berpikir

keras, dan juga tanpa mengalami kekeliruan dalam menempatkan subyek dan

obyek dalam kalimat. Selain itu, penderita juga tidak mengalami kendala yang

berarti saat ingin menyampaikan sesuatu di mana tidak terdapat kekeliruan makna

dan konteks saat penderita memproduksi bahasa.

Page 54: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

37

Hal ini menjadi beberapa faktor yang menandakan bahwa gangguan Bipolar

yang penderita idap tidak memiliki pengaruh besar terhadap produksi bahasa

penderita. Penderita masih mampu untuk memproduksi bahasa yang baik meski

mengidap gangguan mental.

4.2.2 Analisis Pengaruh Bipolar terhadap Hasil Pembelajaran Penderita

Hasil pembelajaran penderita menunjukkan bahwa penderita kurang berhasil

dalam mencapai hasil yang memuaskan. Berdasarkan nilai tiga buah mata kuliah

yang peneliti ambil, yang mana merupakan pembelajaran bahasa, penderita

mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami oleh penderita ini merupakan sulit

untuk berkonsentrasi serta daya ingat yang tidak stabil.

Peneliti membandingkan hasil pembelajaran penderita pada mata kuliah

bahasa Indonesia dengan mata kuliah bahasa Prancis untuk mengetahui apakah

penderita hanya kesulitan dalam bahasa Prancis saja ataukah tidak. Setelah

membandingkan, peneliti menemukan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia

yang notabenenya bahasa ibu penderita juga kurang memuaskan. Ketika peneliti

menanyakan hal tersebut kepada penderita, penderita mengatakan bahwa hasil

pembelajaran yang kurang memuaskan tersebut terjadi bukan karena penderita

tidak bisa tetapi dikarenakan penderita sulit untuk berkonsentrasi dalam kegiatan

belajar mengajar terutama saat episode depresif penderita muncul.

Dalam hasil pembelajaran mata kuliah Bahasa Indonesia, penderita mendapat

nilai akhir C+ di mana seharusnya bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu penderita

bisa mendapatkan nilai yang lebih memuaskan. Terutama seharusnya juga

Page 55: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

38

dikarenakan produksi bahasa penderita juga lancar dalam berbahasa Indonesia.

Namun, dikarenakan sulitnya penderita dalam berkonsentrasi ketika salah satu

episode muncul, hal ini kemudian berdampak pada kegiatan belajar mengajar

penderita.

Hal yang sama terjadi pada mata kuliah berbahasa Prancis yang penderita

ambil, di mana nilai akhir yang penderita dapatkan adalah C+ untuk Bahasa

Prancis Madya Lisan dan D untuk Bahasa Prancis Mahir. Penderita juga

mengungkapkan jika dalam mengerjakan soal ujian, penderita mendapat nilai

yang kurang memuaskan bukan karena penderita tidak mampu tetapi lebih kepada

saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di mana penderita sering merasa susah

berkonsentrasi dan tidak dapat menemukan motivasi untuk ikut berpartisipasi

dalam kelas sehingga seringnya penderita hanya berdiam diri.

Dalam kegiatan belajar mengajar, penderita mengakui jika penderita sedang

berada dalam episode depresif, penderita merasa tidak mempunyai motivasi untuk

ikut berpartisipasi. Penderita juga akan terlihat dengan mata kosong, susah untuk

berpikir serta berkonsentrasi. Penderita akan bersikap pasif dan malas. Namun

jika dalam episode mania, penderita akan mempunyai semangat yang begitu

tinggi, penderita akan menjadi hiperaktif dan banyak berbicara. Penderita juga

mengakui jika sedang berada dalam episode mania, penderita akan insomnia

selama beberapa hari karena banyaknya pemikiran-pemikiran baru muncul.

Menurut situs Timberline Knolls, Bipolar memang memengaruhi keadaan

penderitanya, di mana pada saat episode mania muncul, penderita akan menjadi

Page 56: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

39

banyak berbicara, insomnia selama berhari-hari, susah berkonsentrasi, hiperaktif

dan menjadi penuh semangat. Sementara ketika episode depresif muncul,

penderita akan menarik diri dari pergaulan, pasif, merasa selalu lelah, susah

berkonsentrasi juga dan yang paling parah bisa sampai menimbulkan halusinasi.

Hal ini terjadi dikarenakan kacaunya mekanisme otak di mana pusat pengendalian

emosi pada otak tidak dapat mengontrol emosi-emosi yang dirasakan penderita

tersebut.

Penderita didiagnosis mengidap gangguan Bipolar sejak tahun 2015 oleh

dokter kejiwaan, setelah sebelumnya penderita merasa depresi selama berhari-

hari. Dalam banyak kasus, penderita Bipolar memang kurang bisa berinteraksi

dengan baik dalam berkomunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal,

sehingga bisa membuat penderitanya memiliki kesulitan dalam menerima

pembelajaran (Yamudaha dkk, 2015). Hal ini pula lah yang kemudian

memengaruhi hasil pembelajaran penderita terutama dalam pembelajaran

berbahasa dan bahasa Prancis.

Page 57: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan mengenai

pengaruh Bipolar terhadap produksi bahasa dan hasil pembelajaran penderita,

serta saran yang ditujukan kepada peneliti selanjutnya, masyarakat dan

lingkungan akademisi.

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan analisis yang peneliti lakukan, peneliti memberikan

kesimpulan sebagai berikut :

1. Produksi bahasa penderita Bipolar masih bisa dikatakan normal, penderita

bisa menyampaikan dengan cukup lancar apa yang hendak ia sampaikan.

Penderita juga dapat memahami apa yang disampaikan oleh peneliti dan

merespon dengan cukup baik. Selain itu, kemampuan penderita dalam

fonologi, morfosintaksis serta semantik masih terbilang bagus, di mana

penderita dapat memproduksi bahasa tanpa terbata-bata, tanpa adanya

kekeliruan bunyi yang cukup sering, serta struktur gramatikal penderita

masih sesuai aturan. Sehingga gangguan Bipolar yang penderita idap

tidak memberikan pengaruh yang cukup dalam untuk produksi bahasa

penderita.

Page 58: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

41

2. Hasil pembelajaran bahasa terutama bahasa Prancis penderita mendapat

nilai yang kurang memuaskan dengan rata-rata nilai di bawah 80 serta

nilai akhir rata-rata di bawah B. Hal ini kebanyakan disebabkan karena

penderita yang sulit untuk berkonsentrasi dan memiliki motivasi dalam

kegiatan belajar mengajar terutama ketika episode depresif penderita

muncul. Kacaunya sistem otak dalam mengontrol emosi penderita secara

tidak langsung berdampak pada hasil pembelajaran penderita di mana

seringkali episode dari Bipolar itu muncul dan memberikan efek kepada

penderita. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung

gangguan Bipolar yang penderita idap memengaruhi hasil pembelajaran

penderita yang kurang memuaskan meskipun sebenarnya penderita

mampu mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.

5.2 Saran

Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran

sebagai berikut kepada beberapa pihak :

1. Kepada peneliti selanjutnya, agar bisa meneliti lebih jauh bagaimana

gangguan Bipolar memengaruhi kehidupan penderitanya baik dalam hal

akademis maupun bersosialisasi.

2. Kepada masyarakat umum, agar bisa lebih peka dan awas terhadap

gangguan mental karena gangguan mental merupakan gangguan nyata

yang memengaruhi penderitanya dan masyarakat umum Indonesia masih

menganggap sebelah mata tentang gangguan ini maupun penderitanya.

Page 59: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

42

Penderita gangguan mental juga tidak serta merta merupakan orang gila,

penderita gangguan mental tetap merupakan manusia dan patut untuk

dimanusiakan.

3. Kepada lingkungan akademisi, agar bisa lebih memerhatikan orang

sekitar baik itu mahasiswa atau dosen yang kiranya memiliki gejala

maupun ciri mengidap gangguan mental untuk mencegah gangguan

tersebut menjadi lebih parah.

Page 60: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

43

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Adisti N. (2012). Bipolar Disorder. Diakses pada tanggal 7 April 2017,

dari https://psikologiabnormal.wikispaces.com/Bipolar+Disorder?.

Aronoff, Mark. (1997). Contemporary Linguistics : An Introduction Third Edition.

New York : Bedford/St. Martin’s.

Crampton, Linda. (2017). The Brain : Broca’s and Wernicke’s Area and the Circle

of Willis. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018, dari https://owlcation.com.

Dardjowidjojo, Soenjono. (2010). Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Febrini, Rezia Delfiza. (2013). Kalimat Penderita Afasia (Studi Kasus Pada

Anggela Efellin). Universitas Negeri Padang.

Hartini, Lilis, Dadang Sudana dan Syihabuddin. (2011). Kajian Psikolinguistik

Pada Penderita Afasia Broca Pascastroke : Pemanggilan Leksikon,

Kekeliruan Berbahasa dan Siasat Komunikasi. Universitas Pendidikan

Indonesia.

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.

Ingersoll, Barbara D dan Goldstain, Sam. (2001). Lonely, Sad and Angry : How to

Help Your Unhappy Child. New York : Specialty Press, Incorporated.

Mental, Kliping Kesehatan. (2016). Mekanisme Otak Penderita Bipolar. Diakses

pada tanggal 25 Mei 2018, dari

https://klipingkesehatanmental.wordpress.com/2016/10/31/mekanisme-

otak-penderita-bipolar/

Knolls, Timberline. (2018). Bipolar Disorder. Diakses pada 18 Mei 2018, dari

http://timberlineknolss.com.

Kusbiantari, Dyah. (2012). Psikologi Abnormal. Diakses pada tanggal 25 April

2017, dari http://kusbiantari.blogspot.in/2012/03/.

Maramis, Willy F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya :

Airlangga University Press.

Muti’ah, Mar’atul. (2012). Bipolar. Diakses pada tanggal 25 April 2017, dari

http://maratulmutiah.blogspot.in/2012/05/Bipolar.html.

Negara, Ken Pandu. (2017). Mengenal 9 Bagian Bagian Otak dan Fungsinya +

Ilustrasi. Diakses pada 15 April 2018, dari

www.ebiologi.net/2017/08/bagian-bagian-otak-dan-fungsinya.html.

Page 61: Tryuandha Khairunnisa.pdf - Universitas Brawijaya

44

Nurhairunnisa. (2015). Perilaku Keagamaan Pengidap Bipolar Disorder : Studi

Kasus Pada Saudari Yayuk Sunarsih. Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Santika, Endang. (2016). Psikologi Abnormal. Diakses pada tanggal 7 Mei 2017,

dari http://mylife578.blogspot.in/2016/03/psikologi-abnormal.html.

Suryana. (2010). Metode Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Susanto, Ahmad. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media

Group.

Tsuroyya. (2011). Teori Kognitif Jean Piaget. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018,

dari http://usrotidzurriyyah.blogspot.com/2011/12/teori-kognitif-jean-

piaget.html.

Yamaduha, Merizha dkk. (2015). Komunikasi Psikiater dan Pasien Penderita

Bipolar. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017, dari

http://ejournal.bsi.ac.id/ejournal/index.php/jkom.