Page 1
PRODUKSI BAHASA DAN PENCAPAIAN PEMBELAJARAN
BAHASA PRANCIS PENDERITA BIPOLAR
(STUDI KASUS SEORANG MAHASISWA DI UNIVERSITS
BRAWIJAYA)
SKRIPSI
OLEH
TRYUANDHA KHAIRUNNISA
1451110300111013
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
Page 2
ii
PRODUKSI BAHASA DAN PENCAPAIAN PEMBELAJARAN
BAHASA PRANCIS PENDERITA BIPOLAR
(STUDI KASUS SEORANG MAHASISWA DI UNIVERSITS
BRAWIJAYA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Brawijaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
OLEH
TRYUANDHA KHAIRUNNISA
1451110300111013
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
Page 6
vi
CURRICULUM VITAE
Nama : Tryuandha Khairunnisa
Tempat/Tanggal Lahir : Banjarmasin, 8 September 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pandan Arum 3 No. 74 RT 16
Kelurahan Belimbing Raya Kec. Murung Pudak
Kab.Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan
Email : [email protected]
Telp. : 089691633279
RIWAYAT PENDIDIKAN
2014 – sekarang : Universitas Brawijaya
Fakultas Ilmu Budaya
(Program Studi Bahasa dan Sastra Perancis)
2011 – 2014 : SMAN 1 Banjarmasin
2008 - 2011 : SMPN 1 Pugaan
2002 – 2008 : SDN Pugaan
2000 – 2002 : TK Hidayah
PENGALAMAN ORGANISASI
- Wakil Ketua OSIS SMPN 1 Pugaan (2009-2010)
- Staff Genki Kurabu SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)
Page 7
vii
- Staff English Conversation Club SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)
- Staff KSI Iqra’ SMAN 1 Banjarmasin (2011-2012)
- Koordinator Bahasa Genki Kurabu SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)
- Wakil Ketua English Conversation Club SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)
- Sekretaris I KSI Iqra’ SMAN 1 Banjarmasin (2012-2013)
- Staff English Club FIB UB (2014-2015)
- Koordinator PSDM Himaprodi Bahasa dan Sastra Prancis (2017-sekarang)
PENGALAMAN KEPANITIAAN
- Koordinator Divisi Acara Momiji Matsuri 3 SMAN 1 Banjarmasin tahun 2012
- Sekretaris SMASA Islamic Festival SMAN 1 Banjarmasin tahun 2013
- Staff Divisi Acara Momiji Matsuri 4 SMAN 1 Banjarmasin tahun 2013
- Volunteer Divisi Acara Bon Courage 7 tahun 2014
- Staff Konsumsi Movie Night English Club tahun 2014
- Staff Divisi Danus Bon Courage 8 tahun 2015
- Sekretaris I Bon Courage 9 tahun 2016
- Staff Divisi Konsumsi Upgrading Himaprodi Bahasa dan Sastra Prancis 2017
PRESTASI
- Juara 1 Lomba Cerdas Cermat SD Dies Natalies SMPN 1 Pugaan tahun 2007
- Juara 2 OSN Fisika SMP Tingkat Kabupaten Tabalong tahun 2009
- Juara 2 OSN Fisika SMP Tingkat Kabupaten Tabalong tahun 2010
Page 8
viii
- Juara 2 Lomba Cerdas Cermat SMP Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong
tahun 2010
- Juara 1 Lomba Cerdas Cermat SMP Ulang Tahun Kabupaten Tabalong tahun
2010
- 5 besar Lomba Spelling Bee Peringatan Bulan Bahasa SMAN 7 Banjarmasin
tahun 2011
KEMAMPUAN
- Informasi Teknologi : Ms. Word, Ms. Powerpoint, Ms. Excel, Internet
- Bahasa : Bahasa Banjar (aktif), Bahasa Indonesia (aktif),
Bahasa Inggris (aktif), Bahasa Jepang
(intermediate), Bahasa Prancis (intermediate)
- Menyukai seni musik.
- Disiplin waktu, bisa mengorganisir pekerjaan dengan baik, bisa bekerja sama
dengan baik.
SEMINAR DAN PELATIHAN
- Penyanyi Vocal Group pada Colloque International de français 2014
- Peserta pada Seminar Be Active, Be superself 2014
- Peserta pada Seminar Multikomparasi IMASPI 2016
- Peserta pada Workshop Kepenulisan Teater Lingkar 2016
Page 9
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mencurahkan
semua berkah, rahmat dan karunia serta izin dan kuasa-Nya sehingga skripsi yang
“Analisis Pengaruh Gangguan Bipolar pada Produksi Bahasa dan Keberhasilan
Pembelajaran Bahasa Prancis” ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Sastra pada Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Brawijaya.
Segala proses pada penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan begitu
banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucakan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan kasih
sayang-Nya sepanjang hidup penulis sehingga penulis masih mampu
untuk menempuh masa pendidikan yang semestinya dan penyusunan
skripsi ini.
2. Madame Ika Nurhayani, Ph. D selaku dosen pembimbing skripsi penulis
yang begitu sabar dan banyak sekali membantu penulis ketika penulis
kekurangan bahan untuk skripsi baik dalam hal ilmu maupun waktu.
3. Ibu Eni Maharsi, M.A selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan-masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi
penulis.
Page 10
x
4. Madame Intan Dewi Savitri, M. Hum selaku dosen pembimbing
akademik penulis yang memberikan banyak perhatian juga ilmu kepada
penulis.
5. Seluruh jajaran dosen pengajar Bahasa dan Sastra Prancis yang telah
memberikan banyak ilmu yang tidak ternilai kepada penulis selama
masa perkuliahan.
6. Untuk keluarga besar papa Agus Teguh Wahyudi, mama Mus Yulinda,
kakak pertama Adhystira Dzikritami, kakak kedua Muhammad Adya
Pangestu, serta adik Rahmatullah Husein yang selalu berada di dekat
penulis dan mendukung semua yang penulis impikan hingga penulis
berada di titik ini dan sekuat ini.
7. Saudara Muhammad Riza Rahman Pambudi yang telah begitu banyak
membantu serta mendukung penulis dalam setiap keadaan dalam proses
pengerjaan skripsi ini.
8. Saudara Brahmantio Rendra Nugraha, Ade Rizkia Nurfitriani dan
Winda Agustin yang selalu ada untuk penulis sebagai sahabat satu prodi
penulis.
9. Saudara Ari Iswanto dan Zata Firdha Syafira yang selalu ada untuk
penulis sebagai sahabat sejak masa orientasi penulis.
10. Saudari Prissy Prakasita Aminanda, Khikmah Alulya, Luthfi Kauthar,
Dita Wahyu Kurnia dan teman-teman lain yang selalu menemani penulis
selama masa magang di Disparta Batu Juli-Agustus 2017.
Page 11
xi
11. Saudari Anggrita Fitriana, Avina Triani Almira, Desy Nurmanita, Dini
Anisa Pratidinia, Norhalita, Chindy Amelia Putri beserta teman-teman
terdekat penulis selama masa pendidikan menengah atas yang sangat
membantu penulis untuk menjadi penulis yang sekarang ini.
12. Seluruh teman-teman Bahasa dan Sastra Prancis angkatan 2014.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua kebaikan budi yang
diberikan kepada penulis selama ini dan selalu merahmati kita semua.
Malang, 21 Desember 2018
Penulis
Page 12
xii
EXTRAIT
Khairunnisa, Tryuandha. 2018. La production linguistique et l’achèvement de
l’apprentissage de la langue française chez un patient bipolaire (étude de cas à
l’Université de Brawijaya) Programme d’etudes en langue et littérature française,
l’univérsité de Brawijaya. Conseillère : Ika Nurhayani, Ph.D.
Les mots-clés : Psychologie, psychologie anormale, psycholinguistique, trouble
cognitif, bipolaire.
Le trouble bipolaire est un trouble mental provoqué par une anomalie
cérébrale provoquant des perturbations émotionnelles extrêmes chez les patients.
Ce changement d'humeur n'est pas la même chose que les changements d'humeur
normaux. Les changements d'humeur chez des patients trouble bipolaire auront une
incidence sur les habitudes de sommeil, les habitudes alimentaires et la capacité de
penser du patient. Ces éléments sont intéressants à étudier car il n’existe encore
aucune étude établissant un lien entre les troubles mentaux, en particulier bipolaire,
la production langagière et les résultats de l’apprentissage du français des personnes
atteintes.
Cette recherche utilise une méthode descriptive qualitative dans laquelle
l'auteur observe la production de la langue du malade et les résultats de
l'apprentissage des français. L'auteur analyse ensuite les résultats en se basant sur
la théorie que l'auteur a préparée à l'avance.
Les résultats de cette recherche indique que la patiente bipolaire recherché
dans les domaines de la phonologie, de la morphosyntaxe et de la sémantique dans
la production du langage, où la prononciation du son, la structure grammaticale et
l'adéquation du sens avec le contexte ne font pas l'objet d'erreurs significatives. .
Néanmoins, en termes d'apprentissage, le patient obtient une valeur insatisfaisante
lorsque le score final moyen du patient est inférieur à la valeur B pour les trois cours
de langue étudiés.
L’auteur a ensuite suggéré au chercheur suivant d’examiner plus en
profondeur les troubles mentaux et leurs effets sur la vie. L’auteur suggère au grand
public d’être plus conscient des troubles mentaux, car ceux-ci constituent une
menace réelle.. L’auteur conseillent également au milieu universitaire de prêter plus
d'attention à l'environnement s'il présente des caractéristiques ou des symptômes de
troubles mentaux.
Page 13
xiii
ABSTRAK
Khairunnisa, Tryuandha. 2018. Produksi Bahasa dan Pencapaian Pembelajaran
Bahasa Prancis Penderita Bipolar (Studi Kasus di Universitas Brawijaya).
Program Studi Bahasa dan Sastra Prancis, Universitas Brawijaya. Pembimbing : Ika
Nurhayani, Ph.D.
Kata kunci : Psikologi, Abnormal Psikologi, Psikolinguistik, kognitif, bipolar
disorder.
Gangguan Bipolar adalah sebuah gangguan mental yang terjadi dikarenakan
kecacatan otak yang menyebabkan terjadinya gangguan emosi atau mood yang
ekstrem oleh penderita. Perubahan mood ini tidak sama dengan perubahan mood
biasa, perubahan mood penderita Bipolar akan mempengaruhi pola tidur, pola
makan, dan kemampuan penderitanya untuk berpikir. Hal-hal tersebut menarik
untuk diteliti karena masih belum ada penelitian yang mengaitkan gangguan mental
terutama Bipolar kepada produksi bahasa dan hasil pembelajaran bahasa Prancis
penderitanya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif di mana penulis
mengobservasi produksi bahasa penderita dan hasil pembelajaran bahasa Prancis
penderita. Penulis kemudian menganalisis temuan-temuan berdasarkan teori yang
sudah penulis siapkan sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita Bipolar yang diteliti
dalam bidang fonologi, morfosintaksis dan juga semantik dalam memproduksi
bahasa, di mana pengucapan bunyi, susunan gramatikal serta kesesuaian makna
dengan konteks tidak mengalami kekeliruan yang sangat berarti, sehingga bisa
dikatakan bahwa produksi bahasa penderita masih tergolong normal. Meskipun
begitu, dalam hal pembelajaran penderita mendapat nilai yang kurang memuaskan
di mana rata-rata nilai akhir penderita berada di bawah nilai B untuk tiga buah mata
kuliah berbahasa yang diteliti.
Peneliti kemudian menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti
lebih dalam tentang gangguan mental serta pengaruhnya dalam kehidupan. Kepada
masyarakat umum peneliti menyarankan agar lebih peka dan sadar terhadap
gangguan mental karena gangguan mental merupakan gangguan yang nyata.
Peneliti juga menyarankan kepada lingkungan akademisi agar lebih memerhatikan
lingkungan tersebut jika ada ciri atau gejala gangguan mental terlihat.
Page 14
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
EXTRAIT .......................................................................................................... ix
ABSTRAK ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 5
1.6 Definisi Istilah Kunci ........................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Landasan Teori .................................................................................. 7
2.1.1 Teori Abnormal Psychology ................................................... 7
2.1.1.1 Faktor Biologis ............................................................ 8
2.1.1.2 Faktor Psikologis ........................................................ 8
2.1.1.3 Faktor Sosiokultural .................................................... 8
2.1.1.4 Hubungan Antara Gangguan Mental dan
Kecacatan Otak ........................................................... 9
2.1.1.5 Gangguan Bipolar ....................................................... 10
2.1.2 Teori Psikolinguistik ............................................................... 12
2.1.2.1 Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget ............ 12
2.1.2.2 Produksi Kebahasaan Penderita Gangguan Mental .... 14
2.1.2.2.1 Fonologi ........................................................ 18
2.1.2.2.2 Morfosintaksis .............................................. 19
2.1.2.2.3 Semantik ....................................................... 21
2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 22
Page 15
xv
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 24
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 24
3.2 Sumber Data ...................................................................................... 25
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................ 25
3.4 Analisis Data ..................................................................................... 26
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ..................................................... 27
4.1 Temuan .............................................................................................. 27
4.1.1 Produksi Bahasa Penderita Bipolar ......................................... 27
4.1.1.1 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Pertama ..... 28
4.1.1.2 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Kedua ........ 29
4.1.1.3 Produksi Bahasa Penderita pada gambar Ketiga ........ 30
4.1.2 Hasil Pembelajaran Penderita.................................................. 32
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 34
4.2.1 Analisis Pengaruh Bipolar pada Produksi
Bahasa Penderita ..................................................................... 34
4.2.2 Analisis Pengaruh Bipolar pada Hasil
Pembelajaran Penderita ........................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 40
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40
5.2 Saran .................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
LAMPIRAN ....................................................................................................... 45
Page 16
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Letak Lobus Frontal dan Area Broca pada
Otak Manusia .............................................................................. 15
Gambar 2.2 Letak Area Broca dan Area Motorik pada
Otak Manusia .............................................................................. 16
Gambar 4.1 Seorang Pria yang Berbicara Menggunakan
Mikrofon ..................................................................................... 28
Gambar 4.2 Dua Orang Anak yang Menaiki Tangga ..................................... 30
Gambar 4.3 Sekumpulan Orang dalam Transportasi Umum ......................... 31
Page 17
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Curriculum Vitae
Lampiran 2 Rekaman Audio Penelitian
Lampiran 3 Transkrip Nilai Penderita Bipolar
Page 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak merupakan pusat pengendalian tubuh manusia yang mengatur sebagian
besar koordinasi gerakan, perilaku, dan tentu saja cara berpikir manusia. Otak dan
saraf sel di dalamnya diyakini mempengaruhi kondisi tubuh manusia. Ilmu yang
dimiliki otak atau pengetahuan dapat mempengaruhi psikologi kognitif. Otak juga
bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi yakni pembelajaran motorik, pengenalan,
bentuk pembelajaran emosi dan bentuk ingatan lainnya (Susanto, 2016).
Otak terbagi menjadi beberapa bagian dengan bagian yang paling menonjol
adalah otak besar. Otak besar sendiri memiliki beberapa bagian yaitu lobus frontal,
lobus parietal, lobus temporal dan lobus oksipital. Lobus frontal berhubungan
dengan penalaran, perencanaan, bagian dari ucapan, gerakan, emosi dan pemecahan
masalah. Lobus parietal berfungsi mengendalikan gerakan, orientasi, pengenalan
dan persepsi rangsangan. Lobus temporal berhubungan dengan persepsi dan
pengakuan rangsangan, memori, ucapan dan pendengaran, sedangkan lobus
oksipital memiliki hubungan dengan pengolahan visual (Negara, 2018).
Ketika otak mengalami gangguan, maka dapat dipastikan ada beberapa fungsi
otak yang juga terganggu dan memberikan pengaruh pada penderitanya, seperti
ketika seorang penderita Afasia yang mengalami gangguan pada lobus frontalnya,
Page 19
2
maka penderita ini akan mengalami kesulitan berbicara atau memproduksi bahasa.
Di lain sisi, seorang pria bernama Phineas T. Gage yang berprofesi sebagai mandor
berusia 25 tahun mengalami kecelakaan kerja pada tanggal 18 September 1848
bersama rekan-rekannya ketika salah satu beton terlempar dan mengenai bagian
atas tengkoraknya. Meski sembuh dalam hitungan beberapa minggu, Phineas
berubah menjadi orang yang berbeda 180 derajat dari sebelumnya dengan menjadi
orang yang keras kepala, tidak bertanggung jawab dan egois. Diketahui saat itu
beton tersebut telah merusak lobus frontal Phineas hingga menyebabkan
kepribadian Phineas berubah.
Gangguan Bipolar adalah sebuah gangguan mental yang juga terjadi
dikarenakan kecacatan otak yang menyebabkan terjadinya gangguan emosi yang
ekstrem oleh penderita. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
emosi diatur oleh lobus frontal, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Bipolar
juga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan berbahasa penderita. Menurut
situs Timberline Knolss, para ahli juga telah menyebutkan bahwa Bipolar dapat
memberikan pengaruh pada kinerja penderita dalam kegiatan belajar mengajar.
Gangguan Bipolar juga merupakan sebuah penyakit kejiwaan serius yang
menjadikan penderitanya memiliki perubahan mood yang sangat ekstrim.
Perubahan mood ini tidak sama dengan perubahan mood biasa, perubahan mood
penderita Bipolar akan mempengaruhi pola tidur, pola makan, dan kemampuan
penderitanya untuk berpikir.
Page 20
3
Penderita Bipolar memiliki dua episode (keadaan) utama, yaitu hypermanic
(aktif) dan hypomanic (depresif). Dalam episode hypermanic, penderita biasanya
menjadi penuh gagasan cemerlang, menjadi agresif, mempunyai hasrat dan
semangat yang menggebu-gebu, dan lebih aktif dalam berbagai kegiatan.
Sementara ketika dalam episode hypomanic, penderita biasanya menjadi mudah
putus asa, tidak memiliki semangat hidup, dan bahkan dalam banyak kasus
memiliki keinginan untuk bunuh diri yang sangat kuat dan seringkali tidak dapat
dikontrol. Selain itu, penderita Bipolar bisa menjadi sangat antusias dalam satu
waktu dan menjadi sangat pasif setelahnya maupun sebaliknya tanpa alasan,
termasuk dalam waktu pembelajaran dan berkomunikasi (Yamudaha dkk, 2015).
Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang bagaimana Bipolar dapat
memengaruhi produksi kebahasaan dan keberhasilan pembelajaran penderitanya
dalam bahasa Prancis pada saat penderita mengalami episode hypomanic di mana
penderita akan merasa putus asa, depresi, tertekan dan sebagainya, karena sejauh
ini penulis belum menemukan adanya penelitian yang serupa dalam bidang
psikolinguistik. Sejauh ini penulis hanya menemukan penelitian tentang penderita
Aphasia dan bagaimana produksi kebahasaannya, atau penelitian tentang penderita
Bipolar dan bagaimana perilakunya yang akan penulis jabarkan pada subbab
penelitian terdahulu, sehingga penelitian yang penulis lakukan benar-benar orisinil.
Dengan latar belakang inilah, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang
Bipolar dan pengaruhnya saat berada pada episode hypomanic terhadap produksi
kebahasaan dan keberhasilan pembelajaran penderitanya sebagaimana Bipolar
dapat memengaruhi tingkah laku dan pemikiran penderitanya.
Page 21
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana produksi bahasa penderita Bipolar?
2. Apakah Bipolar juga memengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa
Prancis sang penderita?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1. Mengetahui bagaimana produksi bahasa penderita Bipolar.
2. Mengetahui apakah gangguan Bipolar juga memengaruhi keberhasilan
pembelajaran bahasa Prancis penderita.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoretis
Manfaat penelitian ini secara akademis adalah diharapkan dapat menjadi
referensi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan bidang
psikolinguistik.
Page 22
5
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru kepada pembaca
mengenai gangguan Bipolar dan pengaruh-pengaruhnya terhadap keberhasilan
pembelajaran penderita khususnya dalam pembelajaran bahasa Prancis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan pada penelitian ini dibatasi pada produksi bahasa seorang
mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis yang telah didiagnosa memiliki gangguan
Bipolar oleh dokter kejiwaan mengenai keberhasilan pembelajarannya terutama
pada pembelajaran bahasa Prancis.
1.6 Definisi Istilah Kunci
1. Psikologi : ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal
maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008 : 1109)
2. Abnormal psikologi : cabang ilmu psikologi yang berkaitan dengan
hambatan atau kelainan kepribadian, di mana ini menyangkut isi dan proses
kejiwaan. (Singgih Dirgagunarsa, 1999 : 140)
3. Psikolinguistik : suatu ilmu yang mengeksplorasi hubungan antara
pikiran dan dan bahasa manusia. (Field, 2003 : 2)
4. Kognitif : mengacu pada semua aktifitas mental yang berkaitan
dengan berpikir, memahami dan mengingat. (Myers, 1996)
Page 23
6
5. Bipolar disorder : suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi
yang diselingi dengan periode manakala suasana hati dan energi sangat
meningkat. (Barbara D. Ingersoll, Ph.D dan Sam Goldstain, Ph.D, 1993)
Page 24
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Teori yang penulis gunakan berasal dari informasi-informasi yang diambil
dari berbagai sumber, seperti teori Abnormal Psychology sebagai acuan dalam
menilik gangguan kejiwaan juga gangguan Bipolar secara umum dan teori
psikolinguistik untuk mengamati hubungan Bipolar dengan produksi bahasa dan
keberhasilan pembelajaran penderita secara khusus.
2.1.1 Teori Abnormal Psychology
Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya
untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang
mengalaminya. Perilaku abnormal ini disebut sebagai perilaku yang tidak biasa,
yang melebihi batas kewajaran seseorang. Dalam teori psikologi abnormal,
dikatakan bahwa gangguan kejiwaan adalah sebuah ketidakmampuan atau
kecacatan dalam otak dalam menangani emosi dan tindakan dari penderita. Hal ini
bisa terjadi karena faktor-faktor biologis, psikologis maupun sosiokultural dari
penderita itu sendiri.
Page 25
8
2.1.1.1 Faktor Biologis
Gangguan kejiwaan bisa terjadi jika seseorang memiliki salah seorang
keluarga atau saudara kandung yang memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Seperti
misal, seseorang bisa saja memiliki gangguan depresi akut jika ayah atau ibunya
juga memiliki riwayat gangguan tersebut. Hal ini didasari karena kesamaan struktur
dan kode genetik yang bermasalah antara seseorang tersebut dengan penderita yang
merupakan keluarga atau saudaranya. Meskipun begitu, gangguan kejiwaan bukan
berarti bisa disebut menular.
2.1.1.2 Faktor Psikologis
Keyakinan, sugesti dan kemampuan kognitif seseorang juga bisa memicu
timbulnya gangguan kejiwaan. Hal ini bisa terjadi jika salah satu aspek di atas
bermasalah tanpa disadari oleh orang tersebut sehingga lama-kelamaan akan terjadi
gangguan pada kejiwaannya. Contoh paling mudah adalah ketika seseorang
memiliki keyakinan terhadap sesuatu secara berlebihan, maka ia akan menjadi
fanatik dan kemudian lama-kelamaan pola pikir dan kejiwaannya akan terganggu.
2.1.1.3 Faktor Sosiokultural
Keadaan lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi keadaan kejiwaan
seseorang yang berakibat munculnya gangguan pada kejiwaannya tersebut.
Misalnya, hubungan yang buruk terhadap pasangan, teman, atau keluarga, atau
karena huru-hara politik maupun sikap diskriminasi terhadap seseorang yang bisa
mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan.
Page 26
9
2.1.1.4 Hubungan Antara Gangguan Mental dan Kecacatan Otak
Gangguan mental merupakan penyakit yang sangat serius, karena gangguan
ini dapat memengaruhi cara seseorang untuk berpikir dan mengendalikan emosinya
yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu.
Gangguan ini juga dapat menimbulkan stress dan masalah lain bagi penderita
maupun orang terdekat penderita, yang mana penderita itu sendiri bisa siapa saja
tanpa mengenal umur, status sosial, agama maupun ras seseorang.
Penyebab utama dari gangguan ini terjadi dalam diri penderita, yaitu
ketidaknormalan yang terjadi dalam syaraf-syaraf otak penderita, maupun
terjadinya ketidakseimbangan pada psikologis penderita. Ketidaknormalan pada
syaraf otak ini terjadi karena beberapa penyebab, yaitu adanya gangguan pada
neurokimia, neurofisiologi dan neuroanatomi penderita (Maramis, 2010).
Seperti contoh, penderita Down Syndrome merupakan salah satu bentuk
gangguan yang terjadi karena faktor adanya gangguan pada neurokimia
penderitanya, di mana gangguan ini terjadi pada kromosom 21 yang memunculkan
kromosom tambahan. Gangguan pada kromosom ini menyebabkan penderita Down
Syndrome memiliki wajah yang bundar, tengkorak yang rata, lipatan kulit
tambahan sepanjang kelopak mata, lidah yang menonjol keluar, tungkai dan lengan
yang pendek, hingga keterbelakangan motoric dan mental penderitanya.
Dalam penelitian ini, penulis akan menitikberatkan pada salah satu gangguan
mental yang juga dipengaruhi oleh kecacatan pada otak pada sistem emosi yaitu
gangguan Bipolar.
Page 27
10
2.1.1.5 Gangguan Bipolar
Gangguan Bipolar (juga dikenal dengan gangguan manic-depressive),
merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi akut yang diselingi
dengan episode manakala suasana hati dan energi penderita sangat meningkat
hingga melampaui batas normal suasana hati yang stabil. Gangguan ini adalah suatu
gangguan kejiwaan serius yang susah untuk disembuhkan dan ditangani. Biasanya,
penderita gangguan Bipolar harus menjalani berbagai terapi secara rutin untuk
menghilangkan gangguan ini.
Gejala umum dari penderita Bipolar mencakup pola berpikir yang sangat
cepat, opsimistik, cerewet, dan kemampuan untuk dapat terjaga selama berhari-hari
tanpa tidur, dengan tidak adanya tanda-tanda kekurangan energi. Ini adalah fase
ketika seseorang sedang dalam episode hypermanic. Sementara fase ketika
seseorang dalam episode hypomanic, penderita akan merasa sangat putus asa,
pesimistik, menjadi sedih, marah sekaligus benci terhadap sesuatu secara berlarut-
larut tanpa perlu sebuah alasan, dan keinginan untuk bunuh diri yang sangat kuat.
Gangguan Bipolar tidak hanya membolak-balik emosi dan tindakan dari
penderita, gangguan ini juga bisa mengubah-ubah pola pikir penderitanya,
kecacatan otak dalam memproduksi dan merespons informasi bisa membuat
penderita menjadi cerdas dan kritis dalam satu waktu dan menjadi bodoh dan apatis
dalam waktu berikutnya, tergantung episode apa yang saat itu sedang ia jalani.
Dalam banyak kasus, penderita Bipolar tidak dapat berinteraksi dengan baik
dalam berkomunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal, sehingga bisa
Page 28
11
membuat penderitanya memiliki kesulitan dalam menerima pembelajaran
(Yamudaha dkk, 2015). Komunikasi yang baik antara pengajar dan pelajar terutama
dalam konteks ini mahasiswa dengan gangguan Bipolar, dapat membuat cara
pembelajaran berbahasa mahasiswa tersebut menjadi lebih baik dan begitu pula
sebaliknya. Komunikasi ini dipengaruhi oleh bagaimana pengajar menjelaskan
materi pembelajaran kepada penderita, apakah dengan kalimat yang mudah
dimengerti atau tidak oleh penderita tersebut, karena kadang penderita Bipolar
memiliki kesulitan dalam menyerap informasi yang diberikan (Yamudaha dkk,
2015).
Hal tersebut dikarenakan oleh kacaunya mekanisme otak dan banyaknya
aktivitas pada pusat emosi penderita, yang membuat penderita sering salah
menginterpretasikan suatu informasi yang diberikan sehingga informasi tersebut
tidak terserap dengan baik (Kliping Kesehatan Mental, 2016), termasuk dalam hal
pembelajaran, terutama pembelajaran bahasa yang notabenenya dilakukan secara
verbal.
Page 29
12
1.1.2 Teori Psikolinguistik
2.1.2.1 Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget
Jean Piaget, seorang psikolog berkebangsaan Swiss, merupakan seseorang
yang sangat proaktif dalam perkembangan kognitif, yang mana kognitif sendiri
adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu
manusia sedang berpikir, yang berhubungan dengan intelektualitas seseorang.
Piaget juga berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan, yang mana bahasa itu
merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai
lanjutan pola-pola perilaku yang sederhana.
Jean Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan kognitif manusia sejak
lahir hingga dewasa menjadi sebagai berikut :
1. Periode sensorik motorik, periode ketika manusia baru dilahirkan hingga
mencapai umur dua tahun, periode ini merupakan hasil dari refleks bawaan
bayi dan juga dorongan untuk mengeksplor dunianya.
2. Periode praoperasional, yaitu periode ketika manusia mencapai umur dua
hingga tujuh tahun, yaitu prosedur untuk melakukan sebuah tindakan
secara mental terhadap objek-objek.
3. Periode operasional konkrit, yaitu periode masa kanak-kanak yang ditandai
dengan penggunaan logika yang sudah memadai, yang terjadi saat
seseorang telah mencapai umur tujuh hingga sebelas tahun.
Page 30
13
4. Periode operasional formal, yaitu periode yang dialami ketika seseorang
mencapai umur sebelas tahun hingga dewasa, yang mana memiliki
karakteristik untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Periode-periode ini terjadi secara universal, meski bisa saja terjadi dalam usia
yang bervariasi pada tiap-tiap individu. Periode yang terjadi juga bersifat hierarkis
di mana setiap periode mencakup elemen-elemen dari periode sebelumnya, dan
terjadi dengan urutan yang selalu sama tanpa ada salah satu periode yang diloncati
dan tidak juga bisa terjadi secara mundur.
Jean Piaget juga mengatakan jika seseorang dapat menggolongkan
sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan sebelum dapat
menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognitif telah terjadi
sebelum orang tersebut dapat berbahasa. Lebih lanjut, seseorang mempelajari
segala sesuatu tentang dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan
kemudian baru melalui bahasa.
Dari hal-hal tersebut, maka fungsi kognitif mendahului pertumbuhan bahasa,
dan bahasa itu sendiri tidak melahirkan aktivitas berpikir, dan bagi Piaget bahasa
merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan. Piaget juga
menyatakan bahwa bahasa itu tumbuh dari hasil berpikir dan kemampuan seseorang
untuk menata informasi-informasi yang berserakan, di mana dalam proses belajar,
seseorang harus memiliki perkembangan kognitif yang baik.
Pendapat-pendapat Piaget tersebut juga memberikan penegasan tentang
bagaimana aktivitas kognitif seseorang memengaruhi hasil pembelajarannya, yang
Page 31
14
mana secara keseluruhan aktivitas kognitif ini dipengaruhi oleh kinerja otak orang
tersebut. Ketika seseorang mengalami satu atau lebih disfungsi pada otaknya, maka
aktivitas kognitif ini juga akan mengalami sebuah gangguan, yang mana akan
menghasilkan hasil pembelajaran yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, begitu
pula sebaliknya.
Dalam penderita Bipolar, bagian otak yang mengalami disfungsi merupakan
lobus frontal yang mengalami terlalu sedikit aktivitas untuk mencegah tindakan-
tindakan yang terjadi karena banyaknya aktivitas pada pusat emosi penderita. Hal
ini dapat berpengaruh pada perbedaan ukuran otak penderita dan manusia normal.
Lobus frontal, yang merupakan pusat pembuatan keputusan dan pengendalian
kebiasaan impulsif serta mengatur kebahasaan seseorang dapat mengalami
penyusutan ukuran jika gangguan ini dibiarkan berkembang tanpa perawatan.
1.1.2.2 Produksi Kebahasaan Penderita Gangguan Mental
Pada subbab ini, penulis akan menjelaskan bagaimana produksi kebahasaan
penderita gangguan otak, secara khusus produksi kebahasaan penderita Afasia
Broca, yaitu gangguan atau kecacatan pada area Broca pada otak. Area ini
ditemukan oleh seorang dokter berkebangsaan Prancis yang bernama Paul Broca
pada abad ke-19, setelah melakukan penelitian selama bertahun-tahun terhadap
pasiennya yang mengalami gangguan berbicara dan hanya mampu memprodusi
satu kata, yaitu “tan”. Hasil penelitian yang dilakukan Broca menunjukkan bahwa
manusia berbicara menggunakan fungsi dari suatu bagian yang terletak di lobus
frontal yang sampai sekarang dinamakan area Broca.
Page 32
15
Area Broca ini memiliki peran penting dalam memproduksi bahasa, yang
mana jika area ini memiliki gangguan atau kecacatan, maka penderita akan
memiliki keterbatasan dalam memproduksi bahasa. Area ini sebenarnya tidak
bertanggung jawab secara langsung pada produksi bahasa, hanya saja area ini
mengirimkan sinyal ke syaraf-syaraf motorik manusia untuk menstimulasi
pergerakan otot mulut dan wajah untuk memproduksi bahasa, sehingga penderita
hanya bisa mengucapkan beberapa buah kata dan menyusun kalimat-kalimat
pendek yang disertai dengan jedaan-jedaan.
Berikut adalah gambaran mengenai letak lobus frontal dan area Broca :
Gambar 2.1 : Letak Lobus Frontal dan Area Broca
Sumber : Van de Graaff (2001 : 366)
Gangguan yang terjadi pada area Broca menyebabkan terjadinya Afasia
Broca, di mana penderita akan mengalami disfungsi dalam merencanakan dan
memproduksi bahasa. Kebanyakan penderita Afasia Broca bisa memahami suatu
bahasa namun memiliki kesulitan dalam memproyeksikan bahasa tersebut menjadi
sebuah ujaran. Selain disebut Afasia Broca, penyakit ini juga seringkali disebut
Page 33
16
dengan Afasia Ekspresif atau Afasia Motorik, karena gangguan ini disebabkan
karena penderita memiliki kecacatan pada area Broca yang berdekatan dengan
sistem motorik yang mengontrol otot-otot wajah, lidah, tenggorokan dan rahang
sehingga penderita mengalami kesulitan dalam artikulasi dan karena hal ini juga
penderita terganggunya perintah otak ke pita suara dan di sinilah letak gangguan
berbahasa terjadi.
Gangguan maupun kecacatan yang terjadi pada area Broca dapat terjadi
karena banyak hal, salah satunya adalah karena terjadinya benturan pada kepala
yang mengenai area Broca. Benturan ini terkadang bisa menyebabkan stroke, dan
meski gangguan yang terjadi pada area Broca merupakan gangguan kecil dan
terkadang tidak permanen, namun penderita Afasia Broca tetap mengalami
kekeliruan dalam memproduksi bahasa.
Berikut adalah gambaran letak area Broca dan area motorik pada otak
manusia :
Gambar 2.2 : Letak Area Broca dan Area Motorik pada Otak Manusia
Sumber : princetonbrainandspine.com
Page 34
17
Gangguan maupun kecacatan pada area Broca yang kemudian memengaruhi
motorik penderita, akan mengakibatkan penderita mengalami situasi di mana ia
akan sulit untuk berbicara, hanya dapat menghasilkan kata-kata secara terbatas dan
akan mengalami kesulitan dalam memahami suatu bahasa dan
memproyeksikannya.
Lebih jauh, penderita Afasia Broca juga memiliki kekeliruan dalam penulisan
sebuah bahasa. Penderita yang memiliki kesulitan pada saat mengucapkan suatu
ujaran, akan berbanding lurus dengan penulisan penderita di mana ketika penderita
memiliki kesulitan dalam mengucapkan suatu kta, maka penderita juga akan
menuliskan kata tersebut sesuai dengan caranya mengucapkan kata tersebut. Hal
yang sama akan terjadi ketika penderita diminta untuk membaca sebuah teks
dengan keras, penderita akan mengalami kesulitan yang sama di mana penderita
hanya akan membaca dan mengucapkan dengan keras kata-kata yang sama seperti
caranya memproduksi sebuah bahasa (Aronoff, 1997 : 429).
Hal-hal yang terjadi pada penderita Afasia Broca yang mana merupakan hasil
dari kecacatan pada area Broca yang terletak pada lobus frontal manusia. Oleh
karena itu penulis akan menggunakan gangguan berbahasa yang terjadi pada
penderita Afasia Broca sebagai contoh untuk mengetahui apakah nantinya
gangguan Bipolar yang juga terjadi karena kecacatan pada lobus frontal, juga
mengalami hal yang sama dengan penderita Afasia Broca, di mana akan berkaitan
dengan ilmu fonologi, morfosintaksis dan semantik.
Page 35
18
1.1.2.2.1 Fonologi
Fonologi merupakan ilmu tentang bunyi, di mana bunyi adalah salah satu
komponen penting dalam memproduksi bahasa, baik bunyi itu akan mengubah
makna atau tidak. Bunyi ini merupakan sebuah komponen yang sangat penting dan
paling mendasar untuk memproduksi bahasa.
Dalam fonologi, bunyi yang mengubah makna disebut fonem, dibentuk dan
disusun untuk membentuk sebuah kata. Jika bunyi yang dibentuk tersebut tidak
sesuai maka bunyi yang sudah berbentuk kata akan menyebabkan terjadinya
kesalahan produksi bahasa. Hal inilah yang juga terjadi pada penderita Afasia Broca
di mana bunyi yang diproduksi oleh penderita tidak sesuai untuk membentuk
sebuah kata yang benar, maupun memproduksi sebuah kata dengan
ketidaklengkapan bunyi. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini :
a. “It’s hard to eat with a spoon.”
b. “I…har it…wit…pun.”
(Sumber : Aronoff, 1997 : 425)
Pada dua kalimat contoh di atas, kalimat a merupakan kalimat yang
seharusnya diproduksi oleh penderita, namun dikarenakan penderita memiliki
kesulitan dalam memproduksi beberapa bunyi, penderita akhirnya memproduksi
kalimat b di mana kalimat tersebut merupakan kalimat yang susah dimengerti.
Titik-titik (…) yang terdapat pada kalimat b merupakan sebuah jedaan yang
dikeluarkan oleh penderita sebagai suatu indikasi bahwa penderita mengalami
kesulitan dalam memproduksi beberapa bunyi tertentu. Dapat dilihat bahwa ketika
Page 36
19
penderita ingin mengucapkan kata “spoon” penderita hanya dapat mengucapkan
“pun” di mana bunyi /s/ menghilang (Aronoff, 1997 : 425).
Kekeliruan berbahasa seperti yang terjadi seperti contoh di atas disebabkan
oleh rusaknya area Broca penderita yang mana letaknya berdekatan dengan sistem
motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot wajah dan memengaruhi artikulasi
penderita. Hal ini jugalah yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam
mengucapkan beberapa bunyi ketika memproduksi sebuah bahasa.
Dardjowidjojo (2010: 159) menyebut kasus ini sebagai kekeliruan asembling,
yaitu suatu kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih untuk membentuk sebuah
kalimat sudah benar tetapi asembling atau penyatuan komponen, yang mana dalam
hal ini adalah bunyi, pada kata tersebut mengalami kekeliruan, sehingga
menyebabkan terjadinya kekeliruan pada saat memproduksi bahasa dalam
menyebut suatu kata meski susunan kata tersebut telah benar.
1.1.2.2.2 Morfosintaksis
Morfosintaksis merupakan ilmu tentang kalimat, di mana kalimat tersebut
memiliki makna. Namun jika dilihat dari kesulitan penderita Afasia Broca dalam
memproduksi beberapa bunyi tertentu, kebanyakan penderita juga akan
memproduksi sebuah kalimat dengan berusaha meminimalisir kata-kata yang
mereka keluarkan yang kemudian hal ini akan memengaruhi makna dari kalimat
yang mereka produksi.
Sebuah kalimat juga disusun sesuai struktur gramatikal untuk memiliki
makna yang tepat, dan akan mengubah makna kalimat tersebut jika struktur
Page 37
20
gramatikalnya juga berubah atau mengalami kekeliruan. Kekeliruan struktur
gramatikal ini juga terjadi pada penderita, di mana dalam memproduksi sebuah
kalimat penderita keliru dalam menempatkan subyek dan obyek yang tepat. Hal ini
dapat dilihat dari contoh berikut :
a. “The mouse was chased by the cat.”
b. “The cat was chased by the mouse.”
(Sumber : Aronoff, 1997 : 426)
Pada dua kalimat contoh di atas, kalimat a merupakan kalimat yang
seharusnya diproduksi, di mana kalimat tersebut berarti “tikus itu dikejar oleh
kucing”. Namun, penderita mengalami kekeliruan dalam menempatkan subyek dan
obyek dalam kalimat di mana seharusnya subyek yang benar dalam kalimat tersebut
adalah “mouse” atau tikus menjadi “cat” atau kucing dan begitupun sebaliknya
seperti yang terjadi pada kalimat b yang berarti “kucing itu dikejar oleh tikus”
(Aronoff, 1997 : 426).
Pada dasarnya jika diperhatikan secara sekilas, penderita Afasia Broca tidak
mengalami kesalahan dalam memproduksi bahasa, karena penderita sendiri
sebenarnya memahami apa yang hendak ia ucapkan. Penderita memahami
bagaimana perilaku kucing dan tikus namun penderita mengalami kebingungan
dalam memproyeksikannya sehingga terjadilah kalimat b yang diproduksi
penderita. Kalimat ini pada akhirnya merupakan kalimat yang keliru dalam struktur
gramatikal yang memengaruhi makna kalimat tersebut dan dapat diketahui dalam
dunia nyata bahwasanya tidak mungkin seekor kucing dikejar oleh tikus.
Page 38
21
1.1.2.2.3 Semantik
Semantik merupakan ilmu tentang makna, atau arti, di mana makna ini
memiliki peran penting untuk dapat memahami suatu bahasa. Pada penderita Afasia
Broca, penderita akan mengalami berbagai kekeliruan semantik dalam
memproduksi bahasa, di mana penderita bisa saja memproduksi kalimat dengan
fonologi dan morfosintaksis yang tepat, tetapi kalimat tersebut tidak memiliki
makna. Selain itu, penderita juga bisa memproduksi bahasa dengan fonologi dan
morfosintaksis yang benar namun makna yang ada dalam kalimat tersebut tidak
sesuai dengan konteks, situasi maupun kondisi yang terjadi saat itu. Hal ini dapat
dilihat dari contoh berikut :
“Ade, teteh udah bangun?”
(Sumber : Hartini dkk, 2011 : 255)
Dapat dilihat dari contoh di atas bahwa tidak ada yang salah dalam kalimat
tersebut, karena secara fonologi dan morfosintaksis telah sesuai. Namun, kalimat
tersebut diucapkan oleh penderita saat Maghrib ketika orang yang ia sebut teteh
belum pulang sekolah. Hal ini terjadi di mana penderita mengganti kata yang
seharusnya “pulang” menjadi “bangun”. Kata “pulang” dan “bangun” ini sendiri
bukan sebuah sinonim, homonim maupun memiliki kemiripan makna, sehingga
akan terdapat sebuah kekeliruan oleh lawan bicara dalam memaknai apa yang
diucapkan oleh penderita (Hartini dkk, 2011).
Kekeliruan yang dialami oleh penderita mencerminkan bahwa penderita
mengalami kesulitan dalam memproduksi sebuah bahasa meski penderita
Page 39
22
sebenarnya telah memahami apa yang hendak ia ucapkan. Penderita juga
sebenarnya telah memahami konteks dan maksud mengapa ia menanyakan hal
tersebut, yakni dikarenakan orang yang ia sebut teteh tidak berada di dekatnya,
namun penderita keliru dalam memasukkan kata yang seharusnya “pulang” karena
teteh belum pulang sekolah, menjadi “bangun” yang berarti seharusnya teteh
sedang tidur.
Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan berusaha mencari
tahu apakah penderita Bipolar juga mengalami kesulitan maupun kekeliruan dalam
memproduksi bahasa sebagaimana yang dilakukan oleh penderita Afasia Broca,
dengan meneliti dan mengamati dalam bidang fonologi, morfosintaksis dan juga
semantik seperti contoh-contoh di atas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Untuk saat ini, penulis belum menemukan penelitian yang sama dengan
penelitian ini, namun terdapat beberapa penelitian dengan objek yang mirip dengan
objek yang penulis gunakan, dua diantaranya yaitu pertama, Perilaku Keagamaan
Pengidap Bipolar Disorder : Studi Kasus Pada Saudari Yayuk Sunarsih oleh
Nurhairunnisa tahun 2015 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Hasil
penelitian tersebut yaitu penyimpangan perilaku keagamaan oleh Yayuk Sunarsih
yang disebabkan oleh gangguan Bipolar yang ia idap, dengan beribadah tanpa henti
dan tanpa tidur, makan, ataupun melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan
kekacauan dalam kehidupannya sendiri. Kesamaan penelitian oleh Nurhairunnisa
dengan penelitian yang penulis lakukan adalah persamaan obyek yaitu penderita
Page 40
23
Bipolar, namun penelitian oleh Nurhairunnisa dikaitkan dengan perilaku
keagamaan penderita sedangkan penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan
kebahasaan penderita.
Penelitian yang kedua merupakan penelitian oleh Rezia Delfiza Febrini
dengan judul Kalimat Penderita Afasia (Studi Kasus Pada Anggela Efellin) tahun
2013 Universitas Negeri Padang. Penelitian oleh Febrini ini memiliki kesamaan
dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang proses
kebahasaan seseorang yang menderita gangguan mental, namun penelitian oleh
Febrini ini juga memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang penulis
lakukan. Penelitian yang penulis lakukan berfokus pada penderita Bipolar dan juga
mengkaji tentang keberhasilan pada pembelajaran bahasa Prancis penderita,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Febrini berfokus pada penderita afasia
dan hanya mengkaji tentang produksi bahasanya saja.
Page 41
24
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), penelitian adalah kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu
hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.
Dalam bab tiga ini, penulis akan membahas tentang jenis penelitian yang akan
dilakukan, sumber data yang akan dipakai, bagaimana cara pengumpulan data serta
analisis data yang akan digunakan untuk menjabarkan pengaruh gangguan Bipolar
pada produksi bahasa dan hasil pembelajaran bahasa Prancis penderita.
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan penulis teliti, maka jenis penelitian
yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
berarti metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu
fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, menganalisis data, dan
menginterpretasikannya (Suryana, 2010, hal 20).
Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan
untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan
mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti
Page 42
25
dengan fenomena yang diteliti menurut Meolong (2005 dikutip dari Herdiansyah,
2010, hal 3).
3.2 Sumber Data
Penulis akan mengamati produksi kebahasaan dan hasil pembelajaran seorang
mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya
yang telah didiagnosa memiliki gangguan Bipolar oleh dokter kejiwaan sebagai
sumber data utama dalam penelitian ini. Penulis meminta dan meneliti hasil
pembelajaran penderita yang berhubungan dengan bahasa Prancis untuk
mengetahui apakah Bipolar memengaruhi hasil pembelajaran penderita.
3.3 Pengumpulan Data
Hal pertama yang penulis lakukan adalah mengamati produksi kebahasaan dan
hasil pembelajaran seorang mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis FIB UB yang
telah didiagnosa oleh dokter kejiwaan memiliki gangguan Bipolar. Setelah
pengamatan dan data terkumpul, penulis akan meneliti dengan menggunakan teori-
teori yang berkaitan dengan topik ini.
Penulis memberikan beberapa buah gambar dengan pertimbangan garmbar-
gambar tersebut dapat memicu produksi bahasa kepada penderita Bipolar untuk
dideskripsikan sejelas mungkin apa yang terjadi dalam gambar tersebut untuk
mengetahui bagaimana produksi bahasa penderita. Selain itu, penulis akan meminta
hasil pembelajaran penderita tersebut untuk diamati dan diteliti apakah hasil
pembelajaran penderita mendapat pengaruh dari gangguan Bipolar yang penderita
idap.
Page 43
26
3.4 Analisis Data
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
akan menganalisis data-data tersebut. Langkah-langkah dalam menganalisis data
yaitu :
1. Penulis memberikan beberapa buah gambar kepada penderita untuk
dideskripsikan dan penulis akan menyimak serta merekam produksi bahasa
penderita.
2. Penulis juga mengumpulkan hasil pembelajaran dan pengamatan terhadap
seorang mahasiswi Bahasa dan Sastra Prancis FIB UB yang telah
didiagnosa menderita Bipolar oleh dokter kejiwaan.
3. Penulis membaca teori-teori berhubungan dengan Bipolar maupun
psikolinguistik sebagai acuan.
4. Penulis mencocokkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul
tersebut dengan teori-teori yang berkaitan dengan gangguan Bipolar.
5. Penulis menuliskan hasilnya ke dalam bentuk deskripsi.
6. Penulis menarik kesimpulan dari hasil tersebut.
Page 44
27
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan serta dibantu dengan teori-teori
yang telah tersedia, peneliti menemukan beberapa hal yang berhubungan dengan
produksi bahasa penderita Bipolar dan hasil pembelajaran penderita dalam
pembelajaran bahasa Prancis serta Indonesia.
4.1.1 Produksi Bahasa Penderita Bipolar
Pada subbab ini, peneliti akan memaparkan temuan yang peneliti dapatkan
tentang produksi berbahasa penderita Bipolar. Peneliti telah memberikan beberapa
buah gambar kepada penderita untuk dideskripsikan untuk mengetahui produksi
bahasa penderita.
Gambar tersebut merupakan kumpulan gambar yang peneliti unduh di internet
dan kemudian peneliti berikan kepada penderita seraya peneliti simak dan amati
serta peneliti rekam ketika penderita menjelaskan gambar-gambar tersebut. Peneliti
kemudian menemukan beberapa hal dalam produk bahasa penderita.
Page 45
28
4.1.1.1 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Pertama
Gambar pertama yang peneliti berikan kepada penderita merupakan gambar
seorang pria yang terlihat sedang berbicara menggunakan mikrofon dan bayangan
pria tersebut seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :
Gambar 4.1 Seorang Pria yang Berbicara Menggunakan Mikrofon
Sumber : pictaram.com
Penderita mendeskripsikan gambar di atas seperti berikut :
“Hm…kalau dari gambar pertama ini…ya…terdapat seorang laki-laki seperti
sedang berpidato tapi ba-bayangannya itu eee…miknya itu jadi gak kelihatan
kabelnya gitu seorah, seolah tuh kalau menurut pandangan aku ini adalah orang
yang jago ngomong tapi rata-rata bohong. Ya jadi apa yang diomongin sama
dia itu belum tentu benar.”
Dari kutipan penjelasan penderita di atas, terdapat beberapa buah titik (…)
yang mengindikasikan sebuah jeda, di mana jeda yang dikeluarkan oleh penderita
masih tergolong normal layaknya manusia sedang berpikir secara normal dan
Page 46
29
belum sampai pada tahap terbata-bata sebagaimana penderita Afasia. Penderita
juga mengalami satu dua buah kekeliruan dalam memproduksi kata tertentu namun
dengan cepat mengoreksinya kembali. Hal ini dapat dilihat pada kutipan yang
awalnya penderita mengatakan kata “seorah” namun dapat mengoreksinya menjadi
“seolah”.
Penderita juga menjelaskan lebih lanjut bahwa bayangan pria tersebut
merupakan perspektif orang lain dalam memandang pria yang sedang berpidato
tersebut dan mengetahui bahwa apa yang diucapkan oleh pria tersebut merupakan
sebuah kebohongan.
4.1.1.2 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Kedua
Gambar kedua yang dideskripsikan penderita adalah seperti gambar di bawah
di mana terdapat dua orang anak yang sedang menaiki tangga :
Gambar 4.2 Dua Orang Anak yang Menaiki Tangga
Sumber : pinterest.com
Page 47
30
Pada gambar kedua di atas, penderita menjelaskan bahwa kedua anak tersebut
sedang berkompetisi di mana seorang anak mendapat bantuan yaitu menggunakan
uang. Secara lebih lengkap penderita menjelaskan seperti berikut :
“Oke gambaran di sini ini jelasnya…eee…dua anak ini kompetisi sedang naik
ke atas ya, yang satunya lebih mudah naik karena ada bantuan tangga, nah
tangganya ini kan duit. Nah yang satunya ini struggling ke atas karena dia gak
punya duit. Ya otomatis eee…yang satu lebih lancar naik ke atas karena dia
punya uang.”
Pada kutipan penjelasan di atas, penderita kembali mengeluarkan jeda yang
masih tergolong normal dan berlangsung sebentar. Selain itu, penderita juga
mengganti sebuah kata dalam bahasa Indonesia menjadi kata berbahasa Inggris
yaitu kata “struggling” di mana kata ini berarti “kesusahan” dalam bahasa
Indonesia.
Penderita juga menjelaskan lebih lanjut kompetisi yang dimaksud merupakan
sebuah tujuan dari hidup seseorang, yang dapat berarti posisi atau jabatan baik
dalam perusahaan maupun dalam dunia pendidikan. Dalam kompetisi tersebut,
penderita menyebut ada yang lebih memilih menempuh jalur depan di mana
dengan susah payah dan ada juga yang memilih menempuh jalur belakang yaitu
dengan bantuan uang.
4.1.1.3 Produksi Bahasa Penderita pada Gambar Ketiga
Gambar ketiga merupakan gambar sekumpulan orang yang terlihat sedang
berada di dalam suatu transportasi umum, di mana terdapat seorang yang terlihat
Page 48
31
sedang membaca dan orang lain di sekitarnya mendokumentasikan hal tersebut.
Gambar tersebut dapat dilihat di bawah ini :
Gambar 4.3 Sekumpulan Orang dalam Transportasi Umum
Sumber : rover.ebay.com
Pada gambar ketiga ini, penderita mengungkapkan bahwa ada seseorang yang
terlihat berbeda dari yang lainnya dan dianggap tidak biasa sebagaimana dapat
dilihat pada kutipan di bawah ini :
“Eee…kalau menurut aku ya, kalau menurut aku di gambar yang nomor tiga
ini, di sini itu…orang yang beda dari orang lain tapi…dipandang sebelah
mata istilahnya gitu. Jadi eee…aku berbeda dari yang lain ketika aku
mengenakan baju dengan warna mencolok semua orang menertawai aku. Dia
menjadikan aku eee…sebuah figur, bahan tertawaan untuk orang lain
sedangkan justru aku merasa diri aku sendiri aku normal lebih normal daripada
yang lain.”
Page 49
32
Pada kutipan di atas, kembali terdapat beberapa jeda yang dikeluarkan oleh
penderita yang tetap tergolong normal dan berlangsung sebentar, tanpa menjadi
terbata-bata. Selain itu terdapat juga beberapa ucapan yang diulang oleh penderita.
Penderita juga dalam gambar ini memberikan contoh di mana dirinya sendiri yang
terlihat berbeda dibanding orang lain meski penderita merasa itu hal yang biasa.
Dari kutipan-kutipan penjelasan penderita di atas, dapat disimpulkan bahwa
produksi bahasa penderita tergolong lancar dan normal tanpa menjadi kalimat
yang tidak sempurna dengan menjadi terbata-bata, ada kata yang hilang dan
mengalami beberapa kesalahan dalam struktur gramatikalnya sebagaimana
kalimat yang diproduksi penderita Afasia. Selain itu, penderita juga bisa dengan
cepat merespon apa yang peneliti sajikan dan jika terdapat kekeliruan dalam
produksi bahasanya penderita akan langsung mengoreksi kekeliruan tersebut.
4.1.2 Hasil Pembelajaran Penderita
Peneliti telah meminta hasil pembelajaran penderita dalam beberapa mata
kuliah yang telah penderita ikuti untuk mengetahui apakah gangguan Bipolar
memengaruhi hasil pembelajaran penderita. Hasil pembelajaran mata kuliah yang
peneliti minta ialah mata kuliah Bahasa Indonesia, mata kuliah Bahasa Prancis
Madya Lisan dan mata kuliah Bahasa Prancis Mahir. Untuk hasil pembelajaran ini
dapat dilihat pada grafik berikut :
Page 50
33
Grafik 4.1 Hasil Pembelajaran Penderita Bipolar
Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai yang didapat penderita dalam
mata kuliah tersebut berada di bawah 80. Dalam hasil akhir pembelajaran,
penderita mendapatkan nilai C+ untuk mata kuliah Bahasa Indonesia dan Bahasa
Prancis Madya Lisan dan nilai D untuk mata kuliah Bahasa Prancis Mahir. Dari
sini dapat disimpulkan juga bahwa gangguan Bipolar yang penderita idap sedikit
banyak memberikan pengaruh pada hasil pembelajaran penderita.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan temuan-temuan di atas, peneliti akan mencoba memaparkan
lebih detail tentang produksi bahasa penderita dalam bidang fonologi,
morfosintaksis dan semantik serta hasil pembelajaran penderita dan bagaimana
gangguan Bipolar memengaruhi hal tersebut.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Bahasa Indonesia Bahasa Prancis Madya
Lisan
Bahasa Prancis Mahir
Nil
ai
Mata Kuliah
Hasil Pembelajaran Penderita
Page 51
34
4.2.1 Analisis Pengaruh Bipolar terhadap Produksi Bahasa Penderita
Dalam memproduksi bahasa, penderita Bipolar yang peneliti amati cenderung
tidak melakukan kekeliruan yang berarti. Meski terdapat beberapa jeda ketika
memproduksi bahasa, namun jeda yang dikeluarkan oleh penderita masih
tergolong normal. Jeda yang dikeluarkan oleh penderita tidak sampai membuat
penderita menjadi terbata-bata maupun berpikir sangat keras seperti halnya
penderita Afasia Broca.
Jika dilihat dalam bidang fonologi, penderita juga melakukan kekeliruan di
mana penderita keliru dalam menyebutkan sebuah kata. Dalam konteks ini,
penderita memahami apa yang ingin ia sampaikan namun terdapat kekeliruan
pada salah satu bunyi dalam sebuah kata. Kata yang dimaksud ialah kata “seolah”
di mana penderita awalnya mengucapkan “seorah”. Di sini, bunyi yang tepat
adalah bunyi /l/ namun penderita malah mengeluarkan bunyi /r/. Meskipun begitu,
penderita langsung menyadari kekeliruan tersebut dan dengan cepat mengoreksi
kata tersebut menjadi “seolah” dengan tepat.
Selain itu, pada kutipan di atas juga terdapat sebuah kata berbahasa Inggris
yang penderita ucapkan meski kalimat yang peneliti minta dan penderita susun
merupakan kalimat berbahasa Indonesia. Dalam hal ini, penderita mengganti
sebuah kata berbahasa Indonesia dengan kata berbahasa Inggris yang mempunyai
makna yang sama. Penderita mengucapkan kata “struggling” yang mana jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti “kesusahan”.
Page 52
35
Secara keseluruhan, penderita tidak mengalami kekeliruan fonologi yang
berarti. Kosakata yang diingat oleh penderita masih cukup banyak meski terdapat
satu dua buah kekeliruan dalam menyebut suatu kata. Penderita juga cenderung
lancar dan normal dalam memproduksi bahasa di mana jeda yang dikeluarkan
oleh penderita hanya berlangsung sebentar tanpa menjadi sebuah jeda yang
menyebabkan penderita terbata-bata dan penderita bisa dengan cepat
menyempurnakan kalimat yang ia produksi. Oleh karena itu, kekeliruan-
kekeliruan dalam bidang fonologi saat penderita memproduksi bahasa masih
tergolong normal.
Dalam bidang morfosintaksis, bahasa yang diproduksi penderita masih
tersusun secara gramatikal. Hal ini merujuk kepada artian bahwa penderita tidak
memiliki kebingungan tentang subyek dan obyek dan penempatannya seperti
halnya penderita Afasia Broca.
Meskipun penderita dalam produksi bahasa melakukan pengulangan kata atau
frase pada sebuah kalimat, namun pengulangan ini bukan dikarenakan oleh
kebingungan dalam memproduksi bahasa melainkan sebuah penegasan yang
dilakukan oleh penderita. Pengulangan ini seperti yang terdapat pada kalimat yang
diproduksi penderita saat diminta mendeskripsikan gambar ketiga, yaitu “kalau
menurut aku ya, kalau menurut aku” dan “aku normal lebih normal”.
Pada kalimat tersebut jika diperhatikan pengulangan yang terjadi bukan
pengulangan yang disebabkan oleh bingungnya penderita dalam memproduksi
bahasa. Hal ini dapat dilihat dari setelah penderita mengucapkan pengulangan
Page 53
36
tersebut, penderita langsung menyambung frase tersebut menjadi sebuah kalimat
secara lancar.
Secara keseluruhan, penderita juga tidak mengalami kekeliruan yang berarti
dalam bidang morfosintaksis saat memproduksi bahasa. Penderita bisa dengan
lancar memproduksi kalimat tanpa ada kebingungan dalam penempatan subyek
maupun obyek yang bisa mengubah makna kalimat sehingga bisa dikatakan
morfosintaksis penderita cukup baik.
Untuk bidang semantik, penderita juga dapat dikatakan tidak memiliki
kekeliruan yang berarti. Berdasarkan temuan di atas, penderita dapat
memproduksi bahasa dengan sesuai konteks dan memberikan makna yang jelas.
Ketika penderita diminta untuk mendeskripsikan gambar-gambar yang peneliti
berikan, penderita kemudian mendeskripsikan gambar tersebut tanpa ada satupun
yang keluar dari konteks, penderita juga dengan lancar memproduksi bahasa yang
mudah dimengerti oleh peneliti sehingga apa yang ingin disampaikan oleh
penderita bisa tercapai.
Secara keseluruhan dalam produksi bahasa, baik pada bidang fonologi,
morfosintaksis serta semantik, penderita tidak mengalami kekeliruan yang berarti.
Penderita masih bisa berbicara dengan lancar tanpa harus terbata-bata dan berpikir
keras, dan juga tanpa mengalami kekeliruan dalam menempatkan subyek dan
obyek dalam kalimat. Selain itu, penderita juga tidak mengalami kendala yang
berarti saat ingin menyampaikan sesuatu di mana tidak terdapat kekeliruan makna
dan konteks saat penderita memproduksi bahasa.
Page 54
37
Hal ini menjadi beberapa faktor yang menandakan bahwa gangguan Bipolar
yang penderita idap tidak memiliki pengaruh besar terhadap produksi bahasa
penderita. Penderita masih mampu untuk memproduksi bahasa yang baik meski
mengidap gangguan mental.
4.2.2 Analisis Pengaruh Bipolar terhadap Hasil Pembelajaran Penderita
Hasil pembelajaran penderita menunjukkan bahwa penderita kurang berhasil
dalam mencapai hasil yang memuaskan. Berdasarkan nilai tiga buah mata kuliah
yang peneliti ambil, yang mana merupakan pembelajaran bahasa, penderita
mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami oleh penderita ini merupakan sulit
untuk berkonsentrasi serta daya ingat yang tidak stabil.
Peneliti membandingkan hasil pembelajaran penderita pada mata kuliah
bahasa Indonesia dengan mata kuliah bahasa Prancis untuk mengetahui apakah
penderita hanya kesulitan dalam bahasa Prancis saja ataukah tidak. Setelah
membandingkan, peneliti menemukan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia
yang notabenenya bahasa ibu penderita juga kurang memuaskan. Ketika peneliti
menanyakan hal tersebut kepada penderita, penderita mengatakan bahwa hasil
pembelajaran yang kurang memuaskan tersebut terjadi bukan karena penderita
tidak bisa tetapi dikarenakan penderita sulit untuk berkonsentrasi dalam kegiatan
belajar mengajar terutama saat episode depresif penderita muncul.
Dalam hasil pembelajaran mata kuliah Bahasa Indonesia, penderita mendapat
nilai akhir C+ di mana seharusnya bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu penderita
bisa mendapatkan nilai yang lebih memuaskan. Terutama seharusnya juga
Page 55
38
dikarenakan produksi bahasa penderita juga lancar dalam berbahasa Indonesia.
Namun, dikarenakan sulitnya penderita dalam berkonsentrasi ketika salah satu
episode muncul, hal ini kemudian berdampak pada kegiatan belajar mengajar
penderita.
Hal yang sama terjadi pada mata kuliah berbahasa Prancis yang penderita
ambil, di mana nilai akhir yang penderita dapatkan adalah C+ untuk Bahasa
Prancis Madya Lisan dan D untuk Bahasa Prancis Mahir. Penderita juga
mengungkapkan jika dalam mengerjakan soal ujian, penderita mendapat nilai
yang kurang memuaskan bukan karena penderita tidak mampu tetapi lebih kepada
saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di mana penderita sering merasa susah
berkonsentrasi dan tidak dapat menemukan motivasi untuk ikut berpartisipasi
dalam kelas sehingga seringnya penderita hanya berdiam diri.
Dalam kegiatan belajar mengajar, penderita mengakui jika penderita sedang
berada dalam episode depresif, penderita merasa tidak mempunyai motivasi untuk
ikut berpartisipasi. Penderita juga akan terlihat dengan mata kosong, susah untuk
berpikir serta berkonsentrasi. Penderita akan bersikap pasif dan malas. Namun
jika dalam episode mania, penderita akan mempunyai semangat yang begitu
tinggi, penderita akan menjadi hiperaktif dan banyak berbicara. Penderita juga
mengakui jika sedang berada dalam episode mania, penderita akan insomnia
selama beberapa hari karena banyaknya pemikiran-pemikiran baru muncul.
Menurut situs Timberline Knolls, Bipolar memang memengaruhi keadaan
penderitanya, di mana pada saat episode mania muncul, penderita akan menjadi
Page 56
39
banyak berbicara, insomnia selama berhari-hari, susah berkonsentrasi, hiperaktif
dan menjadi penuh semangat. Sementara ketika episode depresif muncul,
penderita akan menarik diri dari pergaulan, pasif, merasa selalu lelah, susah
berkonsentrasi juga dan yang paling parah bisa sampai menimbulkan halusinasi.
Hal ini terjadi dikarenakan kacaunya mekanisme otak di mana pusat pengendalian
emosi pada otak tidak dapat mengontrol emosi-emosi yang dirasakan penderita
tersebut.
Penderita didiagnosis mengidap gangguan Bipolar sejak tahun 2015 oleh
dokter kejiwaan, setelah sebelumnya penderita merasa depresi selama berhari-
hari. Dalam banyak kasus, penderita Bipolar memang kurang bisa berinteraksi
dengan baik dalam berkomunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal,
sehingga bisa membuat penderitanya memiliki kesulitan dalam menerima
pembelajaran (Yamudaha dkk, 2015). Hal ini pula lah yang kemudian
memengaruhi hasil pembelajaran penderita terutama dalam pembelajaran
berbahasa dan bahasa Prancis.
Page 57
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan mengenai
pengaruh Bipolar terhadap produksi bahasa dan hasil pembelajaran penderita,
serta saran yang ditujukan kepada peneliti selanjutnya, masyarakat dan
lingkungan akademisi.
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan analisis yang peneliti lakukan, peneliti memberikan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Produksi bahasa penderita Bipolar masih bisa dikatakan normal, penderita
bisa menyampaikan dengan cukup lancar apa yang hendak ia sampaikan.
Penderita juga dapat memahami apa yang disampaikan oleh peneliti dan
merespon dengan cukup baik. Selain itu, kemampuan penderita dalam
fonologi, morfosintaksis serta semantik masih terbilang bagus, di mana
penderita dapat memproduksi bahasa tanpa terbata-bata, tanpa adanya
kekeliruan bunyi yang cukup sering, serta struktur gramatikal penderita
masih sesuai aturan. Sehingga gangguan Bipolar yang penderita idap
tidak memberikan pengaruh yang cukup dalam untuk produksi bahasa
penderita.
Page 58
41
2. Hasil pembelajaran bahasa terutama bahasa Prancis penderita mendapat
nilai yang kurang memuaskan dengan rata-rata nilai di bawah 80 serta
nilai akhir rata-rata di bawah B. Hal ini kebanyakan disebabkan karena
penderita yang sulit untuk berkonsentrasi dan memiliki motivasi dalam
kegiatan belajar mengajar terutama ketika episode depresif penderita
muncul. Kacaunya sistem otak dalam mengontrol emosi penderita secara
tidak langsung berdampak pada hasil pembelajaran penderita di mana
seringkali episode dari Bipolar itu muncul dan memberikan efek kepada
penderita. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung
gangguan Bipolar yang penderita idap memengaruhi hasil pembelajaran
penderita yang kurang memuaskan meskipun sebenarnya penderita
mampu mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
5.2 Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran
sebagai berikut kepada beberapa pihak :
1. Kepada peneliti selanjutnya, agar bisa meneliti lebih jauh bagaimana
gangguan Bipolar memengaruhi kehidupan penderitanya baik dalam hal
akademis maupun bersosialisasi.
2. Kepada masyarakat umum, agar bisa lebih peka dan awas terhadap
gangguan mental karena gangguan mental merupakan gangguan nyata
yang memengaruhi penderitanya dan masyarakat umum Indonesia masih
menganggap sebelah mata tentang gangguan ini maupun penderitanya.
Page 59
42
Penderita gangguan mental juga tidak serta merta merupakan orang gila,
penderita gangguan mental tetap merupakan manusia dan patut untuk
dimanusiakan.
3. Kepada lingkungan akademisi, agar bisa lebih memerhatikan orang
sekitar baik itu mahasiswa atau dosen yang kiranya memiliki gejala
maupun ciri mengidap gangguan mental untuk mencegah gangguan
tersebut menjadi lebih parah.
Page 60
43
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Adisti N. (2012). Bipolar Disorder. Diakses pada tanggal 7 April 2017,
dari https://psikologiabnormal.wikispaces.com/Bipolar+Disorder?.
Aronoff, Mark. (1997). Contemporary Linguistics : An Introduction Third Edition.
New York : Bedford/St. Martin’s.
Crampton, Linda. (2017). The Brain : Broca’s and Wernicke’s Area and the Circle
of Willis. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018, dari https://owlcation.com.
Dardjowidjojo, Soenjono. (2010). Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Febrini, Rezia Delfiza. (2013). Kalimat Penderita Afasia (Studi Kasus Pada
Anggela Efellin). Universitas Negeri Padang.
Hartini, Lilis, Dadang Sudana dan Syihabuddin. (2011). Kajian Psikolinguistik
Pada Penderita Afasia Broca Pascastroke : Pemanggilan Leksikon,
Kekeliruan Berbahasa dan Siasat Komunikasi. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.
Ingersoll, Barbara D dan Goldstain, Sam. (2001). Lonely, Sad and Angry : How to
Help Your Unhappy Child. New York : Specialty Press, Incorporated.
Mental, Kliping Kesehatan. (2016). Mekanisme Otak Penderita Bipolar. Diakses
pada tanggal 25 Mei 2018, dari
https://klipingkesehatanmental.wordpress.com/2016/10/31/mekanisme-
otak-penderita-bipolar/
Knolls, Timberline. (2018). Bipolar Disorder. Diakses pada 18 Mei 2018, dari
http://timberlineknolss.com.
Kusbiantari, Dyah. (2012). Psikologi Abnormal. Diakses pada tanggal 25 April
2017, dari http://kusbiantari.blogspot.in/2012/03/.
Maramis, Willy F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press.
Muti’ah, Mar’atul. (2012). Bipolar. Diakses pada tanggal 25 April 2017, dari
http://maratulmutiah.blogspot.in/2012/05/Bipolar.html.
Negara, Ken Pandu. (2017). Mengenal 9 Bagian Bagian Otak dan Fungsinya +
Ilustrasi. Diakses pada 15 April 2018, dari
www.ebiologi.net/2017/08/bagian-bagian-otak-dan-fungsinya.html.
Page 61
44
Nurhairunnisa. (2015). Perilaku Keagamaan Pengidap Bipolar Disorder : Studi
Kasus Pada Saudari Yayuk Sunarsih. Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel.
Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Santika, Endang. (2016). Psikologi Abnormal. Diakses pada tanggal 7 Mei 2017,
dari http://mylife578.blogspot.in/2016/03/psikologi-abnormal.html.
Suryana. (2010). Metode Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Susanto, Ahmad. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media
Group.
Tsuroyya. (2011). Teori Kognitif Jean Piaget. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018,
dari http://usrotidzurriyyah.blogspot.com/2011/12/teori-kognitif-jean-
piaget.html.
Yamaduha, Merizha dkk. (2015). Komunikasi Psikiater dan Pasien Penderita
Bipolar. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017, dari
http://ejournal.bsi.ac.id/ejournal/index.php/jkom.