Top Banner
PENGARUH PERBEDAAN FORMULASI TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BAKSO IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocapus heterophyllus) TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Gizi Oleh: Laura Teresa NIM 155070300111042 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
76

Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

Feb 08, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

PENGARUH PERBEDAAN FORMULASI TERHADAP KANDUNGAN

KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BAKSO IKAN LELE DUMBO (Clarias

gariepinus) DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocapus heterophyllus)

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

Oleh:

Laura Teresa

NIM 155070300111042

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019

Page 2: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

ii

Page 3: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

iii

Page 4: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

iv

Page 5: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Buah Nangka Mentah, Buah Nangka Matang, dan Biji Nangka……..….…………………….…………………………….11

Tabel 2.2 Kandungan Mineral dalam Tepung Biji Nangka ……………..……….12

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Ikan Lele Dumbo……………….………………….….13

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Tepung Tapioka ……………….…………………......14

Tabel 2.5 Bahan Makanan Sumber Kalsium ……………….………………….....17

Tabel 2.6 Bahan Makanan Sumber Zat Besi ……………….…………………....19

Tabel 2.7 Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Zat Besi ……………….…….. 19

Tabel 4.1 Perlakuan dan Replikasi ……………….………………………….…… 24

Tabel 4.2 Randominasi Perlakuan ……………….……………………………….. 24

Tabel 4.3 Rancangan Penelitian Pendahuluan ……………….…………….…… 27

Tabel 4.4 Resep Bakso Ikan Lele Formulasi Tepung Tapioka dengan Tepung Biji Nangka ……..…………….…………………………………….……… 28

Page 6: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Buah Nangka beserta isinya …………………………….…….…….10

Gambar 4.1. Bagan Alir Pembuatan Bakso Ikan Lele Dumbo ………………….29

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian ………………...………………………..........34

Gambar 5.1 Grafik Kandungan Kalsium pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka (mg/kg)………………….……….……………………….…….37

Gambar 5.2 Grafik Uji Beda Kalsium dengan Kruskal Wallis ……………...…….38

Gambar 5.3 Grafik Kandungan Zat Besi pada Bakso Lele Dumbo dan

Tepung Biji Nangka (mg/kg)………………….……….……………………………...39

Gambar 5.4 Grafik Uji Beda Zat Besi dengan Kruskal Wallis ……………...…….40

Page 7: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya
Page 8: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

v

Teresa, Laura. 2019. Pengaruh Perbedaan Formulasi Terhadap Kandungan

Kalsium dan Zat Besi pada Bakso Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus) dan Tepung Biji Nangka (Artocapus heterophyllus). Tugas

Akhir, Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Pembimbing: (1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., MP (2) Adelya

Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc

ABSTRAK

Asupan zat gizi dapat mepengaruhi kejadian dismenore, salah satunya

kalsium dan zat besi. Asupan kalsium yang kurang mempengaruhi kekejangan otot

dinding rahim sedangkan zat besi mempengaruhi aliran oksigen dalam darah

sehingga membuat rahim mengalami vasokonstriksi dan menimbulkan rasa nyeri.

Diketahui dalam tepung biji nangka dan ikan lele dumbo memiliki kandungan

kalsium dan zat besi yang tinggi sehingga dari kedua bahan tersebut dapat dibuat

makanan selingan seperti bakso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan kandungan kalsium dan zat besi pada bakso ikan lele dumbo dan

tepung biji nangka dengan formulasi berbeda. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana terdapat 3 formulasi berbeda, yaitu P0

(200g ikan lele dan 500g tepung tapioka), P1 (200g ikan lele dan 500g tepung biji

nangka), dan P2 (350g ikan lele dan 350 tepung biji nangka). Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata kandungan kalsium dan zat besi pada bakso lele dumbo

dan tepung biji nangka secara berurutan adalah 15.8–17.2 mg/100g dan 0.621–

1.096 mg/100g. Hasil analisis statistik uji beda menunjukkan tidak terdapat

perbedaan signifikan pada kandungan kalsium (p-value = 0.487), sedangkan ada

perbedaan signifikan pada kandungan zat besi (p-value = 0.009). Dari tiga

formulasi berbeda, perlakuan P2 merupakan formulasi terbaik dan memenuhi 20%

AKG dan 15% AKG remaja putri terhadap kandungan kalsium dan zat besi.

Kata Kunci: Bakso, Ikan Lele Dumbo, Tepung Biji Nangka, Kandungan Kalsium,

Kandungan Zat Besi

Page 9: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

vi

Teresa, Laura. 2019. Influence of Different Formulas Against Content of

Calcium and Iron on African Catfish (Clarias gariepinus) and Jackfruit

Seed Flour (Artocapus heterophyllus) Meatball. Final Assignment.,

Nutrition Program, Faculty of Medicine, Brawijaya Univesity. Supervisors:

(1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., M.P (2) Adelya Desi Kurniawati, STP., MP.,

M.Sc

ABSTRACT

Nutrient intake known that related to incidence of dysmenorrhea, one of

them are calcium and iron. Deficiency calcium intake can affect the muscle spasm

of the uterine meanwhile iron nutrient affects the flow of oxygen in the blood,

causing vasocontraction of uterus and make a pain. It is known that jackfruit seed

flour and African catfish have a high calcium and iron and both of them can be

ingredients of meatballs. This study aimed to prove the difference in calcium and

iron content on African Catfish and jackfruit seed flour meatball. This study used

completely randomized design (CRD) with three different formulations were P0

(200g catfish and 500g tapioca flour), P1 (200g catfish and 500g JSF), and P2

(350g catfish and 350 JSF). The result of this research showed that the rate of

calcium and iron content on African Catfish and jackfruit seed flour meatball was

range between 15.8–17.2 mg/100g and 0.621–1.096 mg/100g. The result of

statistics analysis showed no significant difference in calcium content (p-value

0.487), whereareas there was a significant difference in iron content (p-value

0.009). From the three different formulation, the treatment P2 is the best

formulation and meets the 20% AKG and 15% AKG of female adolescents in both

of calcium and iron content.

Key words: Meatballs, African Catfish, Jackfruit Seed Flour, Calcium Content, Iron

Content

Page 10: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menstruasi atau haid dikarenakan meluruhnya jaringan endometrium

dinding rahim akibat sel telur yang sudah matang tidak segera dibuahi sperma.

Meskipun peristiwa haid dialami semua wanita pada umumnya, namun beberapa

wanita mengalami masalah haid seperti nyeri haid atau dismenore (Setyowati,

2018). Di Indonesia angka kejadian dismenore berkisar 55%, dimana hanya 1-2%

wanita yang memeriksakan keluhannya ke pelayanan kesehatan (Henderson and

Jones, 2005).

Beberapa zat gizi diketahui mempunyai keterkaitan dengan kejadian

dismenore seperti kalsium dan zat besi (Santoso dkk, 2014). Kalsium berperan

dalam kekejangan otot sedangkan zat besi memiliki peranan menimbulkan rasa

nyeri saat dismenore (Tjokronegoro, 2004). Untuk mempertahankan asupan

kalsium dan besi sesuai kebutuhan maka dapat mengkonsumsi makanan tinggi

kalsium juga zat besi seperti susu, keju, ikan, kacang-kacangan (Almatsier, 2009).

Ikan lele dumbo secara biologis memiliki kelebihan dibandingkan jenis ikan

lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan dan dipijahkan sepanjang tahun,

kecepatan tumbuh dan efisiensi pakan yang tinggi (Hadiroseyani, 2006). Dalam

100g ikan lele dumbo mengandung 4 mg kalsium dan 1,2 mg besi (Ersoy, 2009).

Pada tahun 2010, produksi ikan lele di Jawa sekitar 198 ribu ton dimana Jawa

Timur memegang 21% total produksi. Diketahui bahwa penambahan tepung biji

Page 11: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

2

nangka dapat mengurangi aroma yang kurang disukai konsumen pada daging ikan

lele (Salanggon, 2017).

Produksi buah nangka di Indonesia sekitar 644 ribu ton sementara di Jawa

Timur menyumbang 15% total produksi yaitu 100 ribu ton per tahunnya (Direktorat

Jenderal Hortikultura, 2015). Buah nangka mudah dijumpai di masyarakat karena

produksi yang melimpah dan mudah tumbuh di berbagai musim, namun biji

nangka yang tidak bisa dikonsumsi langsung menciptakan limbah biji nangka

cukup besar yaitu hanya 10% pemanfaatan biji nangka (Akyuni, 2004). Padahal

dalam biji buah nangka memiliki kandungan serat, karbohidrat, protein, vitamin,

serta mineral. Dalam 100 gram biji nangka mengandung 50 mg kalsium dan 1,5

mg zat besi (Swami et al, 2012). Biji nangka memiliki kandungan air cukup tinggi

sehingga mudah busuk dan salah satu upaya yaitu dengan mengubah biji nangka

menjadi tepung agar tahan lama.

Bakso merupakan suatu produk yang mudah ditemui di masyarakat dan

digemari di segala kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa bahkan

orangtua (Wibowo, 2005). Bakso ikan merupakan bahan utama daging ikan yang

dilumatkan tidak kurang dari 50% dan dicampur dengan bumbu-bumbu serta

tepung, kemudian dilakukan proses pembentukan dan pemasakan (SNI, 2014).

Peningkatan nilai gizi bakso ikan lele dumbo diperlukan dengan menambahkan

bahan lain selain tepung tapioka yang biasa ditambahkan pada pembuatan bakso

seperti tepung biji nangka.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Salanggon (2017), mengenai uji

sensori (terkait daya terima konsumen) serta kadar air dan abu pada bakso ikan

lele dumbo terhadap substitusi tepung biji nangka diperoleh perlakuan terbaik

Page 12: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

3

pada substitusi tepung biji nangka 100%. Namun, dalam penelitian tersebut belum

dianalisis jumlah kandungan kalsium dan zat besi pada bakso ikan lele dumbo dan

biji nangka yang berhubungan dengan kejadian dismenore. Berdasarkan panduan

SNI 726:2014 disebutkan bahwa jumlah daging ikan dalam pembuatan bakso tidak

kurang dari 50% namun dalam penelitian Salanggon (2017) belum sesuai dengan

SNI, sehingga dalam penelitian perlu ditambahkan satu perlakuan yang

disesuaikan dengan SNI dan mengambil perlakuan kontrol serta perlakuan terbaik

dari penelitian Salanggon untuk mengetahui pengaruh perbedaan kandungan

kalsium dan zat besi pada bakso ikan lele dumbo dan tepung biji nangka.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh perbedaan formulasi kandungan kalsium dan zat

besi pada bakso ikan lele dumbo dan tepung biji nangka.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

perbedaan formulasi kandungan kalsium dan zat besi pada bakso ikan lele dumbo

dan tepung biji nangka.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kandungan kalsium pada bakso ikan lele dumbo dan tepung

biji nangka

Page 13: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

4

2. Mengetahui kandungan zat besi pada bakso ikan lele dumbo dan tepung

biji nangka

3. Mengetahui perlakuan terbaik kandungan kalsium dan zat besi bakso ikan

lele dumbo dan tepung biji nangka

4. Menganalisa perbedaan kandungan kalsium dan zat besi bakso ikan lele

dumbo dan tepung biji nangka

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan menjadi acuan bagi

penelitian lain terkait pemanfaatan biji nangka menjadi tepung yang kemudian

diolah menjadi produk bakso ikan lele dumbo terlebih pada kandungan kalsium

dan zat besi

1.4.2 Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan menjadi acuan untuk

pembuatan bakso ikan lele dumbo dan tepung biji nangka yang kemudian dapat

dimanfaatkan dalam menu rumah sehari-hari, rumah sakit dan atau katering sehat

dalam rangka pencegahan dismenore.

Page 14: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dismenore

Dismenore (dysmenorrhea) berasal dari Bahasa “Greek” yaitu dys

(gangguan atau nyeri hebat/ abnormalitas), meno (bulan) dan rrhoea yang artinya

flow (aliran). Jadi dismenore adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri

menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Widjanarko, 2006).

Dismenore dibagi menjadi dua jenis yaitu:

Dismenore primer, yaitu: dismenore tanpa kelainan anatomis genitalis.

Dismenore primer dirasakan pada siklus ovulasi pertama wanita di bawah

usia 20 tahun dan sebagian besar wanita di usia 30 tahun dengan onset

aktivitas seksual atau saat melahirkan (Oyflowo, 2007). Dismenore primer

terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah

maksimum pada awal menstruasi sehingga menyebabkan kontraksi otot-

otot polos (Morgan, 2009). Menurut Laurel D Edmunson (2006) dalam

Setyowati (2018), dismenore primer memiliki ciri khas sebagai berikut:

o Waktu terjadinya 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama)

o Nyeri pelvis atau perut bawah dimulai saat haid dan berakhir

selama 8-72 jam

o Sakit tulang belakang

o Nyeri paha di bagian medial atau anterior

o Sakit kepala

Page 15: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

6

o Diare

o Mual dan muntah

o Kecemasan dan kelelahan

Dismenore sekunder, yaitu: dismenore yang disertai kelainan anatomis

genitalis. Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dimana pada 25%

wanita dismenore disebabkan oleh endomertritis, fibroid adenomiosis,

peradangan tuba fallopi, perlekatan abnormal antara organ di perut dan

pemakaian IUD (Intra Uterin Device). Menurut Laurel D Edmundson (2006)

dalam Setyowati (2018), dismenore sekunder memiliki ciri khas sebagai

berikut:

o Terjadi pada usia 20-30-an, setelah siklus haid pertama dan setelah

siklus haid relatif tidak nyeri di masa lalu

o Infertilitas/keguguran

o Darah haid yang banyak/ perdarahan yang tidak teratur

o Dyspareunia (sensasi nyeri saat berhubungan seks)

o Vaginal discharge

o Nyeri perut bawah pelvis di luar masa haid

o Nyeri yang tidak berkurang dengan terapi nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAIDs)

o Nyeri dapat dirasakan beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum

menstruasi bahkan dapat terus terjadi hingga 2 minggu selama

menstruasi dalam beberapa kasus (Oyflowo, 2007).

Page 16: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

7

Dismenore berdasarkan klinis dibagi menjadi 3 yaitu: (Manuaba, 2001)

Ringan : berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kegiatan

sehari-hari

Sedang : diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan

kegiatan

Berat : perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai gejala seperti sakit

kepala, sakit pinggang, diare, dan rasa tertekan/stress

Dismenore diawali setelah masa ovulasi. Regresi pada korpus luteum

mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan labilisasi membran lisosom

yang kemudian melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 akan

menghidrolisis senyawa fosfolipid pada membran sel endometrium dan

menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat akan merangsang kaskade

asam arakidonat dan menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGF2 (Hillard,

2006). Prostaglandin F2 merupakan metabolit siklooksigenase asam arakidonat

yang merangsang kontraksi otot polos di miometrium serta membekukan darah

pada pembuluh darah uterus sehingga dapat memperparah hipoksia uterus, dan

menyebabkan rasa nyeri hebat (Corwin, 2009).

Kekurangan zat gizi mikro yang meliputi vitamin dan mineral mendorong

prostaglandin berlebihan yang dapat memfasilitasi terjadinya dismenore.

Pencegahan yang dapat dilakukan agar remaja tidak mengalami dismenore,

dibutuhkan zat gizi mikro yang penting seperti kalsium dan zat besi (Maula, 2017).

Kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot yaitu aktin dan myosin. Bila

kalsium dalam darah berkurang, otot tidak dapat mengendur setelah kontraksi

pada menstruasi sehingga menyebabkan otot kaku dan tegang (Almatsier, 2009).

Page 17: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

8

Zat besi adalah komponen utama yang mempunyai peranan dalam pembentukan

darah (hemopoiesis), yaitu mensintesis hemoglobin. Salah satu fungsi hemoglobin

adalah untuk mengikat oksigen yang selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh, dan

apabila kadar hemoglobin berkurang maka oksigen yang diikat dan diedarkan

hanya sedikit, sehingga mengakibatkan oksigen yang diikat dan diedarkan hanya

sedikit, sehingga mengakibatkan oksigen tidak dapat tersalurkan ke pembuluh-

pembuluh darah di organ reproduksi sehingga saat organ reproduksi mengalami

vasokonstrikso, akan menimbulkan rasa nyeri (Tjokronegoro, 2004).

Penatalaksanaan yang dapat dilakuakan ketika menderita dismenore, yaitu:

(Oyflowo, 2007)

Gaya Hidup

o Istirahat. Otot yang tegang akan berkontraksi lebih kuat, sehingga

otot tersebut perlu relaksasi agar kontraksi berkurang dengan

beristirahat

o Melakukan peregangan otot terutama bagian panggul dan otot

perut serta lutut dan dada

o Membenarkan posisi postur tubuh. Tubuh yang bungkuk

(swayback) adalah penyebab tegangnya otot panggul, yang

memperburuk dismenore

o Latihan kegel dapat mengurangi ketegangan pada otot levator ani

(yang terdiri dari otot pubococcygeus, puborectalis, dan iliococcu-

geus) di panggul.

o Menggunakan heat packs di perut untuk merileks otot-otot rahim

o Orgasme. Hal ini membawa darah ke otot-otot panggul dan

membantu relaksasi dan mengurangi rasa sakit

Page 18: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

9

o Proses melahirkan meningkatkan vaskularisasi uterus, yang

memungkinkan otot-otot rahim relaksasi

o Tekanan langsung pada titik-titik saraf limfatik dengan arah uterus

dan ovarium

Zat Gizi

o Kalsium 1200-1800 mg/hari; dengan sumber makanan dari susu,

sayuran hijau, brokoli, dan sarden

o Magnesium 500 mg/hari; dengan sumber makanan dari sayuran

hijau, molase, kacang kedelai, susu dan kacang-kacangan serta

biji-bijian

o EPA/DHA 400-1000 mg/hari

o Teh daun raspberi merah, mampu membantu meningkatkan atau

mempertahankan fungsi organ reproduksi yang sehat

2.2 Biji Nangka (Arthocarphus heterophyllus lamk)

Tanaman nangka banyak tumbuh di daerah India, Bangladesh juga banyak

negara di Asia karena merupakan tanaman tropis dan tumbuh di berbagai musim

(Rahman, et al, 1999). Tanaman nangka di Indonesia banyak dimanfaatkan adalah

buahnya. Buah nangka terdiri dari daging buah, biji dan dami (jerami) nangka.

Gambar buah nangka beserta isinya dapat dilihat di Gambar 2.1. Buah nangka

selama ini hanya diambil dagingnya sementara bijinya hanya menjadi limbah.

Seperti halnya dalam penelitian Sugiarti (2003) pembuatan selai buah nangka

menghasilkan limbah biji sebesar 65-80%. Meskipun demikian banyak negara

termasuk India dan Indonesia memanfaatkan biji nangka sebagai kudapan dengan

cara direbus atau dipanggang (Roy and Joshi, 1995). Melihat jumlah limbah biji

Page 19: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

10

yang dihasilkan cukup tinggi, maka di jaman sekarang biji nangka dapat diolah

menjadi suatu produk karena biji nangka juga memiliki kandungan gizi yang tidak

kalah banyak dari buahnya.

Gambar 2.1 Buah nangka beserta isinya

Sumber: Baliga (2011) Ket: pohon biji nangka dengan buah berbagai ukuran(a); buah nangka yang akan berbuah (b); kulit

luar buah nangka (c); buah nangka mentah (d); buah nangka matang (e); daging buah nangka (f);

biji nangka (g)

2.2.1 Klasifikasi Biji Nangka

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Species : Artocarpus Heterophyllus

(Karthy, 2009)

a

b

c

d

e

f

g

Page 20: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

11

2.2.2 Kandungan Gizi Buah Nangka

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Buah Nangka Mentah, Buah Nangka Matang,

dan Biji Nangka

Komposisi Buah mentah Buah Matang Biji Nangka

Kadar Air (g) 76,2-85,2 72,0-94,0 51,0-64,5

Protein (g) 2,0-2,6 1,2-1,9 6,6-70,4

Lemak (g) 0,1-0,6 0,1-0,4 0,40-0,43

Karbohidrat (g) 9,4-11,5 16,0-25,4 25,8-38,4

Serat (g) 2,6-3,6 1,0-1,5 1,0-1,5

Total gula (g) - 20,6 -

Total mineral (g) 0,9 0,87-0,90 0,9-1,2

Kalsium (mg) 30,0-73,2 20,0-37,0 50,0

Magnesium (mg) - 27 54,0

Fosfor (mg) 20,0-57,2 38,0-41,0 38,0-97,0

Kalium (mg) 287-323 191-407 246

Natrium (mg) 3,0-35,0 2,0-41,0 63,2

Besi (mg) 0,4-1,9 0,5-1,1 1,5

Vit A (IU) 30 175-540 10-17

Tiamin (mg) 0,05-0,15 0,03-0,09 0,25

Riboflavin (mg) 0,05-0,20 0,05-0,40 0,11-0,30

Vit C (mg) 12,0-14,0 7,0-10,0 11,0

Sumber : Swami, et al (2012)

2.3 Tepung Biji Nangka

Biji nangka memilki kadar air yang tinggi sehingga mempercepat

pertumbuhan bakteri dan jamur. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan proses

pengeringan menjadi tepung (Suryana, 2013).Tepung biji nangka diolah dengan

tahapan sortasi (pemilihan biji nangka yang masih bagus), pencucian di bawah air

mengalir, perebusan (untuk memudahkan penggilingan dan pematangan),

perendaman (untuk menghilangkan kulit ari dari biji), pengeringan, dan

penggilingan serta pengayakan (Natawidjaya, 1985).

Page 21: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

12

Proses pengeringan menjadi tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu tradisional dengan bantuan sinar matahari langsung atau menggunakan

panas buatan dengan mesin pengering atau oven. Iklim Indonesia sebagai negara

tropis lebih memanfaatkan sinar matahari (35-40C), hal ini dikarenakan selain

tidak mengeluarkan biaya untuk membeli mesin juga kadar air pada biji nantinya

lebih rendah daripada menggunakan oven (60C selama 2 jam) (Ishak dan

Amrullah, 1995). Selanjutnya, pada tahap penggilingan dapat menggunakan

penggiling beras atau blender kering. Hasil gilingan kemudian disaring agar

diperoleh butiran yang halus (Sari, 2012). Hasil akhir tepung biji nangka juga

diketahui masih memiliki kandungan gizi yang cukup seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan Mineral dalam Tepung Biji Nangka

Mineral Kadar (mg/kg)

Kalsium 3087

Magnesium 3380

Besi 130,74

Zink <0,01

Kalium 14781

Mangan 1,12

Tembaga 10,45

Natrium 60,66

Sumber: Odoo (2010)

2.4 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Produksi lele mengalami peningkatan secara nasional dari tahun 2016

sekitar 764 ton hingga tahun 2017 mencapai 1,7 juta ton. Ikan lele dumbo lebih

banyak dibudidayakan dibandingkan ikan lele lokal karena bentuk badannya yang

lebih besar, gemuk dan pertumbuhannya yang cepat sehingga menjadi komoditas

perikanan unggulan (KKP, 2018).

Page 22: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

13

Ikan lele dumbo berasal dari negara Afrika yang biasa hidup di rawa-rawa

dan sungai, terutama di dataran rendah dan sedikit payau. Hal ini karena ikan lele

memiliki pernapasan tambahan yang memungkinkan untuk bernapas dengan

oksigen yang rendah. Ikan lele terkenal dengan kandungan protein yang tinggi dan

juga memiliki asam lemak omega 3 cukup tinggi (34 g/ekor) serta memiliki

kandungan mineral yang lengkap seperti pada Tabel 2.3 (Ningsih, 2013).

Tabel 2.3 Kandungan Mineral Ikan Lele Dumbo

Zat Gizi Kadar (mg/kg)

Natrium 308

Kalium 1817

Kalsium 40,1

Magnesium 18,4

Besi 12

Zink 3,48

Mangan 0,29

Tembaga 2,15

Sumber: Ersoy (2009)

2.5 Bakso Ikan

Menurut SNI 726:2014, bakso ikan dapat diartikan sebagai produk olahan

hasil perikanan yang menggunakan lumatan daging ikan atau surimi minimum

40% dengan campuran tepung dan bahan lainnya seperti bumbu bila diperlukan,

yang kemudian mengalami pembentukan dan pemasakan. Bahan yang digunakan

dalam pembuatan bakso ikan selain daging ikan, yaitu tepung tapioka, garam, es

batu, telur dan bumbu.

2.5.1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati dari umbi ubi kayu yang dikeringkan dan

dihaluskan dan merupakan produk awetan ubi kayu yang memiliki peluang pasar

Page 23: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

14

yang sangat luas. Ubi kayu yang telah diolah menjadi tepung tapioka dapat

bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu berwarna putih ataupun kuning akan

menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Perbedaan kualitas antara

keduanya disebabkan oleh proses pembuatannya, yaitu berbeda dalam hal tingkat

atau derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air tersisa, dan kandungan benda

asing (Suprapti, 2005).

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Tepung Tapioka

Kandungan Gizi (per 100g)

Jumlah

Kalori (g) 363

Karbohidrat (%) 88,2

Kadar air (%) 9

Lemak (%) 0,5

Protein (%) 1,1

Kalsium (mg) 84

Fosfor (mg) 125

Besi (mg) 1

Vit B1 (mg) 0,4

Vit C (mg) 0

Sumber: Suprapti (2005)

2.5.2. Garam

Garam adalah kumpulan senyawa Natrium Chlorida (NaCl) berwarna putih

dan berbentuk kristal dan biasanya dengan tambahan senyawa lain seperti

Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Kalsium Klorida, dan lainnya. Garam

mempunyai sifat higroskopis yang berarti mampu menyerap air dengan bulk

density 0.8-0.9 dan titik lebur pada suhu 80C (Burhanuddin, 2001). Garam yang

berada di masyarakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu garam dapur dan garam

meja. Garam dapur adalah garam yang diproduksi dari air laut yang diuapkan dan

dikeringkan di terik matahari (Winarno, 1997). Garam dapur biasa ditambahkan

Page 24: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

15

dalam makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk

pembuatan keramik, kaca, dan pupuk) dan sebagai zat pengawet (Mulyono, 2009).

Komposisi garam biasa digunakan dalam pembuatan bakso sekitar 2,5% dari

berat daging (Wibowo, 1999).

2.5.3. Es Batu

Bahan penting lainnya dalam pembuatan bakso adalah es atau air es. Es

yang digunakan sebaiknya berupa es batu. Bahan ini berfungsi membantu

pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso. Penggunaan es

berfungsi meningkatkan air ke dalam adonan kering selama pembentukan adonan

maupun selama perebusan. Dengan adanya es, suhu dapat dipertahankan tetap

rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin

penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Untuk itu, dalam

pembuatan adonan bakso, dapat ditambahkan es sebanyak 15-20% atau bahkan

30% dari berat daging (Wibowo,1999).

2.5.4. Telur

Telur merupakan bahan pangan serbaguna dalam pengolahan makanan

dan memiliki kandungan gizi lengkap seperti asam amino dan lemak juga mineral

(fosfor, besi, kalsium) dan vitamin B kompleks (Sarwono, 1994). Secara umum

telur terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu kulit telur (sekitar 11% berat total), putih

telur (sekitar 57% berat total), dan kuning telur (sekitar 32% berat total) (Powrie,

1996). Penggunaan telur sebagai bahan pengikat dalam pembuatan bakso

diketahui memiliki pengaruh terhadap kekerasan dan elastisitas objektif serta sifat

organoleptik bakso (Iswanto, 1989).

Page 25: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

16

2.5.5. Bumbu

Bumbu penyedap yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso yaitu

campuran bawang putih dan merica. Bumbu penyedapnya sekitar 2% dari berat

daging. Sebagai bumbu penyedap dapat juga digunakan bumbu lain yaitu bawang

merah. Sebaiknya tidak menggunakan penyedap masakan monosodium

glutamate (MSG) atau vetsin (Wibowo,1999).

2.6 Kalsium/ Sodium (Ca)

Mineral kalsium merupakan mineral terbanyak kelima yang ada dalam

tubuh manusia dengan 90% berada dalam tulang. Kepadatan tulang dan deposisi

Ca bervariasi menurut umur, meningkat hingga setengah masa hidup dan akan

menurun pada umur selanjutnya (Almatsier, 2009). Kalsium dalam tubuh ada

dalam intraseluler dan ekstraseluler dimana memegang peranan penting yang

sangat vital dalam mengatur fungsi sel, impuls saraf, kontraksi otot, penggumpalan

darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kontraksi yang terjadi di otot

dikarenakan adanya interaksi protein bersama dengan kalsium di dalam otot, yaitu

aktin dan miosin (Winarno, 1997). Apabila jumlah kalsium dalam darah kurang dari

normal, otot akan sulit mengendur dikarenakan kepekaan pusat saraf meningkat

(Almatsier, 2009).

Kebutuhan kalsium umumnya disarankan konsumsi sekitar 400-1000

mg/hari (Kartono, 2004). Namun berdasarkan Seamic (2000), rata-rata konsumsi

kalsium masyarakat Indonesia rendah, yaitu 254 mg per hari. Hal tersebut belum

memenuhi standar kecukupan kebutuhan kalsium, khususnya pada golongan

wanita usia subur yang membutuhkan kalsium dalam pembentukan tulang dan

otot. Diketahui bahwa asupan kalsium memiliki hubungan pre-menstrual syndrome

Page 26: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

17

dengan kejadian osteoporosis di masa depan. Dengan demikian, pre-menstrual

syndrome dapat berfungsi sebagai tanda seseorang kekurangan kalsium (Lee and

Kanis, 1994).

Sumber kalsium terbagi menjadi dua, yaitu hewani dan nabati. Sekitar 70%

kalsium pada makanan berasal dari susu dan produk turunan lainnya seperti keju

atau yoghurt. Sumber kalsium juga terdapat dalam bahan makanan lainnya seperti

ditujukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Bahan Makanan Sumber Kalsium

Bahan Makanan Takaran Saji Jumlah kalsium (mg)

Almond 1/4 cangkir 95

Kacang 1 cangkir 90

Bak choy 1/2 cangkir 79

Collards 1/2 cangkir 179

Susu segar 250 cc 300

Sardine 90 cc 324

Bayam 1/2 cangkir 140

Tahu 125 cc 434

Yoghurt 1 cangkir 400

Sumber: Asih Y (2000)

Selain sumber kalsium, adapula zat yang dapat menghambat penyerapan

kalsium, seperti serat, fitat dan oksalat. Fosfor dalam makanan juga dapat

mempengaruhi penyerapan kalsium. Rasio optimum antara kalsium dan fosfor

yaitu 1:1, sehingga fosfor dalam jumlah normal dapat meningkatkan penyerapan

sedangkan jumlah berlebihan dapat menurunkan penyerapan kalsium.

Kekurangan kalsium dalam persendian tulang dapat menimbulkan karies atau

kerusakan pada gigi, pertumbuhan tulang menjadi tidak sempurna dan dapat

Page 27: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

18

menimbulkan rakhitis, serta darah akan sukar membeku. Kelebihan konsumsi

kalsium terutama dari suplemen dapat menyebabkan gangguan ginjal dan

konstipasi (Almatsier, 2009).

2.7 Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan mineral mikro paling banyak dalam tubuh manusia,

yaitu sebanyak 3-5 gram. Metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari beberapa

proses, yaitu penyerapan/absorbsi, pengangkutan, penggunaan, penyimpanan,

dan pengeluaran/ekskresi zat besi. Sebelum di absorbsi zat besi dari makanan

dalam bentuk non heme direduksi dari ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) dengan

bantuan asam askorbat agar mudah diserap, sedangkan zat besi dari makanan

dalam bentuk heme langsung diabsorbsi tubuh (Miller, 1995). Proses absorbsi ini

terjadi di bagian proksimal duodenum dengan bantuan alat angkut transferrin.

Transferrin dibagi menjadi transferrin reseptor (mengangkut zat besi dari saluran

cerna ke mukosa lalu kembali ke saluran cerna untuk mengangkut sisa zat besi

lain) dan transferrin reseptor (mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan

tubuh) (Andrew, 2005). Proses penyerapan terjadi di duodenum lalu ke plasma

darah dan sisanya yang tidak terserap menjadi feses. Di dalam plasma akan terjadi

proses turn over, yaitu proses pergantian sel darah merah baru, dan proses ini

membutuhkan zat besi sebagai pembentuknya. Kelebihan zat besi akan disimpan

di dalam hati 30%, sumsum tulang belakang 30% dan sisanya dalam limpa dan

otot. Dari simpanan tersebut 50 mg zat besi digunakan tubuh untuk pembentukan

hemoglobin (Price, 2006). Dalam keadaan normal, kebutuhan zat besi pada laki-

laki dewasa yaitu 50 mg/kgBB dan pada perempuan dewasa yaitu 35 mg/kgBB

(Sudoyo, 2009).

Page 28: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

19

Jumlah zat besi dalam suatu makanan menentukan jumlah zat besi yang

diabsorbsi di usus. Jumlah besi yang diabsorbsi dapat meningkat maksimal

sampai 3.5 mg/hari (Lilleyman, 2000). Kadar zat besi dalam beberapa bahan

makanan seperti pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6 Bahan Makanan Sumber Zat Besi

Jenis Makanan Jumlah Besi (mg/100g) Persentase Absorbsi (%)

Tepung Beras 0.9 1 Roti 2.0 5

Tepung Gandum 2.3 5 Minyak Ikan 0.9 10 Ikan Makarel 1.0 10 Ikan Sarden 1.5 10

Kerang 7.1 10 Daging Sapi 2.4 >10 Daging Ayam 3.0 >10 Daging Babi 3.0 >10 Ginjal Sapi 6.5 >10 Hati Sapi 12.1 >10

Sumber: Lilleyman (2000)

Selain sumber zat besi, adapula beberapa jenis makanan yang dapat

meningkatkan absorbsi besi dan menghambat absorbsi besi seperti yang

disebutkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Besi

Meningkatkan Absorbsi Menghambat Absorbsi

Vitamin C (buah dan sayur) Antasida

Asam hidroklorida Sekresi pankreas

Gula Hipoklorhidria

Asam Amino (daging, hati, ikan) Fitat (sereal)

Fermentasi (kedelai) Fosfat (sayuran)

Tanin dan Polyphenol (teh dan kopi)

Kalsium (susu dan produk susu)

Sumber: Sutaryo (2004)

Page 29: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

20

Kekurangan konsumsi zat besi (Fe) dalam makanan menyebabkan anemia

besi dikarenakan terganggunya pembentukan sel-sel darah merah sehingga

konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang. Kelebihan zat besi dalam

makanan jarang terjadi kecuali disebabkan suplemen besi dengan gejala seperti

muntah, diare, sakit kepala, mengigau, dan pingsan (Almatsier, 2009).

2.8 Spektrofotometri Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrophotometry

/ AAS)

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-

unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).

Proses ketika analisis menggunakan spektrofotometri serapan atom dengan cara

absorbansi atau menyerap energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada

tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh kalsium menyerap

radiasi pada panjang gelombang 422.7 nm dan zat besi pada 589 nm. Atom-atom

tadi akan mencapai puncak serapan sinar dan menyebabkan eksitasi atom dari

keadaan azas ke salah satu tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis

resonansi (resonance line). Garis-garis resonansi kemudian dibaca dalam bentuk

angka oleh Readout (Ganjar dan Rohman, 2007).

Page 30: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

21

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Kejadian pada 55%

wanita usia produktif

di Indonesia

Tepung biji nangka

Mengandung

kalsium 4mg

dan zat besi

1,2 mg

Ikan lele dumbo

Kalsium dan zat besi mempunyai

keterkaitan terjadinya dismenore

Produk bakso ikan lele dumbo dan

tepung biji nangka

Mengandung

500mg

kalsium dan

zat besi 1,5mg

Variabel yang dikaji

Variabel yang tidak dikaji

Dismenore

Sumber makanan tinggi kalsium dan zat besi

Kadar Zat Besi Kadar kalsium

Analisis Kandungan gizi

Pemilihan perlakuan terbaik

Page 31: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

22

Dismenore merupakan suatu keadaan nyeri saat menstruasi yang dirasakan 55%

wanita usia produktif di Indonesia. Berdasarkan suatu penelitian selain faktor

internal tubuh adapula faktor zat gizi yaitu zat besi dan kalsium. Mengkonsumsi

makanan tinggi kalsium dan zat besi dapat mengurangi terjadinya dismenore saat

menstruasi. Makanan tinggi kalsium dan zat besi dapat ditemukan pada ikan lele

dumbo dan tepung biji nangka. Kedua bahan makanan tersebut dapat dibuat

produk menjadi olahan bakso. Bakso dari kedua campuran ikan lele dumbo dan

tepung biji nangka dengan berbagai formula, kemudian dianalisis kandungan

kalsium dan zat besi untuk melihat perlakuan terbaik dan dijadikan acuan produk

pencegahan dismenore.

3.2. Hipotesis Penelitian

Diduga perbedaan formulasi memberikan perbedaan pada bakso lele dumbo dan

tepung biji nangka terhadap kandungan kalsium dan zat besi

Page 32: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

23

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dipilih merupakan penelitian eksperimental dengan

menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yaitu untuk mengetahui perlakuan

terbaik dari berbagai formula bakso ikan lele dumbo yaitu yang diadopsi dari

penelitian sebelumnya Salanggon (2017) dan yang lainnya dengan berpedoman

formula SNI 726:2014. RAL sendiri merupakan desain dimana perlakuan

dikenakan sepenuhnya secara acak kepada unit-unit eksperimen yang bersifat

homogen tanpa batasan pengacakan.

4.2. Populasi dan Sampel

Sampel diperoleh dari formula bakso ikan lele dumbo dan tepung biji

nangka pada tiap perlakuan dan pengulangan. Pengulangan bertujuan untuk:

a. Menduga ragam dari galat/kesalahan suatu percobaan

b. Menduga galat baku (standart error) dari rataan perlakuan

c. Meningkatkan ketepatan percobaan

d. Memperluas presisi kesimpulan percobaan

Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan 2 perlakuan dari penelitian

Salanggon (2017) dan 1 faktor formulasi dengan 3 kali pengulangan disajikan

dalam Tabel 4.1.

Page 33: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

24

Tabel 4.1 Perlakuan dan Replikasi

Perlakuan Replikasi

1 2 3

P0 P01 P02 P03

P1 P11 P12 P13

P2 P21 P22 P23

Keterangan :

P0 : Ikan lele 200g, tepung biji nangka 0g, tepung tapioka 500g P1 : Ikan lele 200g, tepung biji nangka 100g, tepung tapioka 0g P2 : Ikan lele 350g, tepung biji nangka 350g, tepung tapioka 0g

Tabel 4.2 Randominasi Perlakuan

P03 P01 P13

P21 P02 P22

P11 P12 P23

4.2.1 Kriteria Inklusi

a. Biji Nangka:

- Biji nangka dengan kondisi masih baik dan tidak busuk

- Biji nangka yang diperoleh jenis nangka salak

- Biji nangka berbentuk bulat lonjong agak gepeng, panjang kurang lebih

2-4 cm

b. Ikan Lele:

- Ikan lele dengan berat kurang lebih 100 gram per ekor

- Ikan lele dengan panjang 30 cm

- Ikan lele berwarna hitam

Page 34: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

25

4.3. Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas/ independen dalam penelitian ini adalah pemanfaatan

tepung biji nangka dalam bakso ikan lele dumbo dengan berbagai formula

4.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kandungan kalsium dan zat besi

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4.1 Lokasi Penelitian

1. Laboratorium Dietetik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

untuk penelitian pembuatan tepung biji nangka dan bakso ikan lele dumbo

2. Laboratorium THP Universitas Brawijaya untuk pemeriksaan kandungan

mineral (Kalsium dan Zat besi)

4.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Desember 2018

4.5. Bahan dan Alat atau Instrumen Penelitian

4.6.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung biji nangka adalah biji

nangka jenis nangka salak. Biji nangka diperoleh dari limbah penjualan buah

nangka di Jl Jakarta. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan lele

adalah tepung biji nangka, tepung tapioka, tepung terigu, daging ikan lele dumbo,

Page 35: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

26

garam, merica, telur, bawang merah, bawang putih, dan es batu. Ikan lele dumbo

diperoleh dari peternak Anas Bagus.

Bahan yang digunakan untuk analisa kandungan mineral antara lain

H2SO4, HCL pekat, aquades, NH4OH pekat, kertas saring, Ba(OH)2 jenuh,

(NP4)2CO3 10%, Na2C2O4 jenuh, HCIO4 20%, alkohol pencuci, dan sampel.

4.6.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam pembuatan bakso meliputi sarung tangan

plastik, pisau, timbangan digital, panci, baskom, kompor, dan sendok. Alat yang

digunakan untuk pembuatan tepung biji nangka yaitu mesin penggilingan, oven,

baki tahan panas, baskom, dan panci. Alat untuk analisa mineral adalah krus

platina, muffle, gelas piala Pyrex, pemanas dan oven.

4.6. Prosedur Penelitian

4.6.1. Penelitian Pendahuluan

Berdasarkan SNI 7266:2014, metode pengolahan bakso ikan yaitu bahan

baku ikan tetelan/lumatan/surimi segar yang sudah disiangi, dicuci, dipisahkan dari

duri, kulit lalu dilumatkan dan dicampurkan dengan bumbu dan tepung untuk

kemudian dibentuk dan dilakukan perebusan. Pengolahan pada penelitian

Salanggon (2017), bahan baku ikan dibersihkan lalu dikukus setelah itu dihaluskan

kemudian dicampurkan dengan bahan lainnya untuk kemudian dibentuk dan

direbus. Dari dua pengolahan tersebut terdapat perbedaan dari SNI 726:2014

dengan penelitian terdahulu dalam pengukusan atau tidak pada proses awal

bahan baku sehingga perlu dikakukan penelitian pendahuluan untuk melihat

Page 36: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

27

produk yang dapat diterima oleh panelis. Rancangan penelitian dapat dilihat pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rancangan Penelitian Pendahuluan

Variasi Perlakuan Bahan Jumlah (g)

Perlakuan 1 Tepung biji nangka 0

Tepung tapioka 500

Daging ikan lele dikukus 200

Perlakuan 2 Tepung biji nangka 0

Tepung tapioka 500

Daging ikan lele tidak dikukus 200

Hasil penelitian pendahuluan diperoleh bahwa ikan yang dikukus terlebih dahulu

lebih mudah diterima dibandingkan bahan mentah. Dengan demikian perlakuan

tersebut ditetapkan menjadi penelitian utama.

4.6.2. Penelitian Utama

4.6.2.1. Pembuatan Tepung Biji Nangka

Biji nangka dicuci bersih terlebih dahulu dengan 2 kali pencucian. Setelah

dicuci, biji nangka direbus dengan suhu 110C selama kurang lebih 30 menit

sambil terus diaduk agar tidak gosong dan lengket. Setelah direbus, biji nangka

dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian tiap biji nangka dibagi

menjadi 2 bagian agar memudahkan dalam proses pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven karena proses

yang lebih cepat dan suhu bisa diatur. Tahap berikutnya yaitu penggilingan biji

nangka yang sudah dikeringkan agar menjadi butiran halus. Penggilingan

Page 37: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

28

menggunakan blender dengan 3 kali penggilingan. Hasil penggilingan kemudian

diayak dengan saringan lubah sebesar 60 mesh dengan 3 kali pengkayakan untuk

menghasilkan tepung yang diinginkan (Sari, 2012) (Bagan alir pembuatan tepung

biji nangka terlampir).

4.6.2.2. Pembuatan Bakso Ikan Lele Dumbo

Tabel 4.4 Resep Bakso Ikan Lele Formulasi Tepung Tapioka dengan

Tepung Biji Nangka

Komposisi Formulasi Perlakuan

Satuan P0 P1 P2

Tepung biji nangka 0 500 350 g

Tepung Tapioka 500 0 0 g

Daging ikan lele 200 200 350 g

Tepung terigu 75 75 75 g

Bawang Merah 10 10 10 g

Bawang Putih 10 10 10 g

Merica 5 5 5 g

Telur 2 2 2 butir

Garam 10 10 10 g

Air es 150 150 150 ml

Sumber: Salanggon (2017)

Bahan baku bakso berupa ikan lele dumbo yang sudah dibersihkan.

Setelah itu, ikan lele dikukus untuk menghasilkan daging yang lembut dan saat

perebusan tidak membutuhkan waktu lama. Ikan lele dihaluskan menggunakan

blender. Setelah halus, Ikan lele direndam dengan air es selama 15 menit. Tujuan

direndam air es agar mengurangi suhu tinggi akibat penggilingan dengan blender

sebelumnya agar protein dalam ikan tidak terdenaturasi. Setelah itu, daging ikan

ditiriskan dan dilakukan pengepresan. Tujuannya agar mengurangi air dalam ikan

akibat perendaman air es dan pengukusan sebelumnya. Semua bumbu

dicampurkan ke dalam adonan ikan lele sambil diuleni. Kemudian masukkan

tepung biji nangka dan tepung tapioka sesuai konsentrasi perlakuan. Lalu

Page 38: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

29

ditambahkan telur dan adonan diaduk sampai homogen dan tidak lengket di

tangan. Setelah itu, dilakukan pencetakkan membentuk bola-bola kecil lalu rebus

di air mendidih sampai mengapung sebagai tanda sudah matang lalu diangkat dan

ditiriskan. Tahapan lebih lengkap dapat dilihat di Gambar 4.1

Gambar 4.1. Bagan Alir Pembuatan Bakso Ikan Lele Dumbo

Sumber: Penelitian Salanggon dkk, 2017

Bawang merah + bawang putih + merica + garam dihaluskan

Ditambahkan tepung biji nangka (0 g, 500 g, 350 g)

Masukkan telur lalu adonan diaduk

Pencetakan

Dipres

Pemasakan

Tepung tapioka (100 g, 0 g, 0 g) + tepung terigu + bumbu yang dihaluskan

dicampurkan pada daging ikan lele dumbo (200 g, 200 g, 350 g)

Direndam dalam air es

Dihaluskan

Dikukus

dibersihkam Daging Ikan

Lele Dumbo

Bakso Ikan Lele

Page 39: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

30

4.6.3. Analisis Kandungan Kalsium dan Zat Besi

Analisis kalsium dan zat besi dilakukan di Laboratorium THP Univeristas

Brawijaya, Malang. Setiap sampel dianalisis berdasarkan tiap perlakuan yang

berbeda dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) dan pengukuran

dilakukan 3 kali pengulangan.

Alur kerja: Persiapan sampel tiap perlakuan Uji analisis kandungan kalsium dan

zat besi Analisis Data

Tahapan Analisis

1) Menimbang 10 g bahan dalam krus platina atau nikel, basahi dengan

H2SO4 pekat secukupnya. Memanaskan dalam muffle suhu rendah

sehingga semua senyawa-senyawa organic terurai

2) Sampel didinginkan, kemudian residu yang diperoleh ditambah 5-10 ml

HCL pekat dan 50 ml aquades, lalu dipanaskan dalam air mendidih

3) Memindahkan seluruh isi ke dalam gelas piala pyrex, dan ditambahkan

NH4OH pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan

4) Memanaskan sampai hampir mendidih dan menambahkan NH4OH pekat

untuk mengendapkan logam-logam seperti Fe dan Al

5) Mendidihkan dalam keadaan tertutup selama 1 menit, selama didihkan

larutan digoyang-goyang agar endapan tidak melekat di dinding gelas

piala. Setelah itu ditambahkan beberapa tetes NH4OH sehingga tercium

bau ammonia

6) Menyaring dengan kertas saring dan mencuci dengan air panas

secepatnya

Page 40: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

31

7) Memindahkan endapan ke dalam gelas piala dengan cara menyemprotkan

aquades

8) Menghangatkan endapan lalu dilakukan lagi pengendapan Fe, Al, dll

dengan cara tersebut diatas

9) Menyaring dan mencuci sampai bebas klorida, filtrat dan hasil cucian

ditampung dan dicampur dengan filtrat dan hasil cucian pertama

10) Menguapkan diatas air mendidih sampai kering, lalu dipanaskan dalam

muffle suhu rendah

11) Melarutkan endapan dengan aquades, ditambahkan 5 ml larutan Ba(OH)2

jenuh, dan didihkan lalu diendapkan

12) Filtrat dipanaskan sampai mendidih, ditambahkan larutan NH4OH dan

larutan (NH4)2CO3 10 % sampai terbentuk endapan maksimal, lalu disaring

dan dicuci dengan air panas

13) Filtrat diuapkan sampai kering, kemudian dipanaskan dalam muffle suhu

rendah sehingga semua garam ammonia larut

14) Melarutkan dengan aquades panas, ditambahkan beberapa tetes NH4OH

dan larutan (NH4)2CO3 10% sebanyak 1-2 tetes dan beberapa larutan

Na2C2O4

15) Larutan dipanaskan diatas air mendidih selama beberapa menit, lalu

didiamkan di suhu kamar selama beberapa jam

16) Larutan disaring dan dicuci, filtrat yang diperoleh diuapkan sampai kering

lalu dipanaskan dalam muffle suhu rendah

17) Melarutkan kembali dengan sedikit air, disaring, filtrat ditampung dalam

cawan platina atau nikel, ditambahkan beberapa tetes HCl pekat diuapkan

di atas air sampai kering, lalu dipanaskan dengan muffle suhu rendah, dan

Page 41: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

32

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Residu tersebut adalah total

KCl dan NaCl

18) Residu dilarutkan dalam 70 ml aquades panas dan ditambahkan 5 ml

larutan perkhlorat 20%, lalu diuapkan diatas pemanas air perlahan-lahan

19) Menambahkan 10 ml aquades panas dan 5 ml HClO4 20%, kemudian

diuapkan di atas pemanas air. Mengulangi perlakuan tersebut sampai bila

diuapkan akan timbul uap/kabut asam yang tebal

20) Mendinginkan sampai suhu beberapa derajat dibawah suhu kamar, lalu

ditambahkan larutan alkohol pencuci

21) Larutan disaring dengan krus Grooch

22) Mencuci 3 kali dengan 10 ml alkohol pencuci, dikeringkan dalam oven suhu

130C selama 1 jam dan ditimbang.

23) Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum.

24) Pengukuran kalsium panjang gelombang 766,5 nm

25) Pengukuran zat besi panjang gelombang 589 nm.

26) Pencatatan hasil

Page 42: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

33

4.7. Definisi Operasional

Jenis Variabel

Definisi Variabel Jenis Data

Tepung Biji

Nangka

Biji nangka yang diperoleh dari pemisahan daging

buah nangka salak yang kemudian dihaluskan

menjadi tepung

Nominal

Ikan lele

dumbo

Ikan lele dumbo (Clarias gaepinus) atau biasa

dikenal African catfish merupakan jenis ikan air

tawar yang merupakan pengembangan benih lele

sehingga ukuran lebih besar dan pertumbuhan

lebih cepat dibandingan ikan lele lokal

Nominal

Bakso

Jenis makanan dengan bahan utama daging atau

ikan dengan tambahan tepung dan bumbu lainnya

seperti bawang merah, bawang putih, garam,

merica, es batu, telur

Nominal

Kalsium

Kandungan kalsium bakso lele dumbo dan tepung

biji nangka yang diukur menggunakan metode AAS

(Atomic Absorption Spectroscopy)

Rasio

Zat Besi

Kandungan zat besi bakso lele dumbo dan tepung

biji nangka yang diukur menggunakan metode AAS

(Atomic Absorption Spectroscopy)

Rasio

Page 43: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

34

4.8. Alur Penelitian

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian

4.9. Analisa Data

Analisis menggunakan metode analisis bivariat. Analsisi bivariat

merupakan hasil dari variabel yang diteliti (variabel bebas) dimana mempunyai

hubungan dengan variabel terkait yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan

Uji Kandungan Mineral

Uji Kalsium Uji Zat Besi

Analisis data dan

pembahasan

P0 P1 P2

Biji nangka

Ikan lele dumbo

Pembuatan bakso ikan

lele dumbo

Pengukusan

Pembuatan tepung biji

nangka

Tepung biji nangka

Page 44: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

35

kandungan kalsium dan zat besi pada produk bakso ikan lele dumbo dan tepung

biji nangka. Tahapan analisa data sebagai berikut:

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan sistem komputerisasi dengan

program statistik SPSS 16.0 for windows. Proses pengolahan data setelah

data terkumpul yaitu:

a. Editing, peneliti melakukan klarifikasi, keterbatasan, konsistensi, dan

mengecek kelengkapan data yang didapatkan

b. Coding, peneliti merubah data dalam bentuk huruf menjadi data

berbentuk angka

c. Entry data, data yang telah diubah menjadi angka kemudian

dimasukkan dalam program computer untuk dianalisis

d. Tabulating, kegiatan menggambarkan jawaban responden dengan

cara tertentu

e. Cleaning data, pemeriksaan kembali data yang telah dientri, apakah

ada kesalahan atau tidak

2. Analisis Data (Ghozali, 2013)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam modul

regresi, variabel, dan pengganggu memiliki distribusi normal atau

tidak, dan juga untuk menilai sebaran data pada kelompok data

apakah sebaran terdistribusi normal atau tidak normal. Ada

beberapa uji yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data

salah satunya uji kolmogrov-sminov. Kriteria pengujian dalam

SPSS 16.0, yaitu jika nilai signifikansi (Sig) 0.05 maka data

Page 45: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

36

dikatakan normal sedangkan jika nilai signifikansi (Sig) 0.05 maka

data tidak terdistribusi normal

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu kelompok

ke kelompok lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain sama, maka disebut homogen sedangkan tidak

sama disebut heterogen

c. Uji Hipotesis

Rancangan pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui

korelasi dari dua variabel yang dalam hal ini adalah kandungan

kalsium dan zat besi pada bakso lele dumbo dan tepung biji nangka.

Pemilihan perlakuan terbaik didapatkan dengan menggunakan metode

indeks efektifitas (De Garmo, 1984). Masing-masing parameter diurutkan

berdasarkan kepentingan kemudian diberikan bobot variabel (BV) dengan angka

0-1. Semakin tinggi kepentingan maka semakin tinggi nilai bobot variabel. Bobot

normal (BN) ditentukan dengan cara membagi BV dengan total semua bobot

variabel. Nilai efektivitas (Ne) diperoleh dengan rumus:

Ne = Nilai Perlakuan (NP) − Nilai Terburuk (NBr)

Nilai Terbaik (NBk) − Nilai Terburuk (NBr)

Nilai hasil (Nh) ditentukan berdasarkan hasil perkalian nilai efektivitas (Ne) dengan

bobot normal (BN). Nilai hasil dari tiap parameter kemudian dijumlahkan untuk

mengetahui total nilai hasil. Total Nh tertinggi menunjukkan perlakuan terbaik.

Page 46: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

37

BAB 5

HASIL DAN ANALISIS DATA

Tabel 5.1 Hasil Analisis Kandungan Kalsium dan Zat Besi Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka

Kode

Sampel

Kalsium (Ca) Zat Besi (Fe)

MeanSD

(mg/100g) P-Value MeanSD (mg/kg)

P-Value

P0 17.0150.98a

0.18

0.4980.13a

0.009 P1 15.8620.23a 1.0960.24b

P2 17.2661.61a 0.620.01a

Keterangan : Data dari hasil rata-rata dari dua kali pengulangan Standar Deviasi P0: Ikan lele 200g+tepung tapioka 500g (Perlakuan kontrol Salanggon, 2017) P1: Ikan lele 200g+tepung biji nangka 500g (Perlakuan terbaik Salanggon, 2017) P2: Ikan lele 350g+tepung biji nangka 350g (Perlakuan sesuai SNI, 2014)

*Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 5.1 menunjukkan hasil analisis uji kandungan kalsium dan zat besi pada

bakso lele dumbo dan tepung biji nangka yang dilakukan di laboratorium THP UB

dengan menggunakan uji spektrofotometri. Kemudian hasil data dilakukan analisis

ragam dengan aplikasi SPSS.

5.1. Kandungan Kalsium pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka

Hasil uji kalsium bakso lele dumbo dan tepung biji nangka yang telah dianalisis

disajikan pada Gambar 5.1

Page 47: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

38

Gambar 5.1 Grafik Kandungan Kalsium pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka (mg/100g)

Berdasarkan Gambar 5.1 hasil rata-rata kandungan kalsium dari perlakuan

kontrol (P0), yaitu 17 mg/100 g, rata-rata kandungan kalsium perlakuan pertama

(P1) yaitu 15,8 mg/100 g dan perlakuan kedua (P2), rata-rata kandungan kalsium

yaitu 17.26 mg/100 g. Rata-rata kandungan kalsium tertinggi pada perlakuan P1

sedangkan rata-rata kandungan kalsium terendah pada perlakuan P0.

Tahap awal uji one way ANOVA adalah uji normalitas yaitu menggunakan

shapiro wilk untuk mengetahui persebaran data sebelum dianalisis dengan uji

beda. Uji shapiro wilk digunakan ketika jumlah sampel <50. Berdasarkan hasil uji

normalitas didapatkan hasil yang tidak signifikan (p>0,05). Hasil tersebut

menunjukkan data sudah terdistribusi normal, maka uji beda yang sesuai adalah

one way ANOVA.

Sebelum mengujikan one way ANOVA, hasil data harus diuji homogenitas

agar varian data yang diuji homogen. Hasil uji homogenitas yang didapatkan hasil

yang signifikan (p<0,05) dan menunjukkan varian data tidak homogen, maka

dilakukan uji data tidak independent (Kruskall Wallis). Hasil analisis Kruskall-Wallis

17.015 15.862 17.266

0

5

10

15

20

P0 P1 P2

Kandungan K

als

ium

(m

g/1

00g)

Page 48: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

39

menunjukkan hasil yang tidak signifikan yaitu sig 0.18 (p>0,05). Hasil analisis

dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.2. Kandungan Zat Besi (Fe) pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji

Nangka

Hasil uji zat besi bakso lele dumbo dan tepung biji nangka yang telah

dianalisis disajikan pada Gambar 5.2

Gambar 5.2 Grafik Kandungan Zat Besi (Fe) pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka (mg/100g)

Berdasarkan Gambar 5.2 hasil rata-rata kandungan zat besi dari perlakuan

kontrol (P0) yaitu 0,498 mg/100 g, rata-rata kandungan zat besi dari perlakuan

pertama (P1) yaitu 1.096 mg/100g dan rata-rata zat besi dari perlakuan kedua (P2)

yaitu 0,521 mg/100 g. Rata-rata kandungan zat besi tertinggi pada perlakuan P1

sedangkan rata-rata kandungan zat besi terendah pada perlakuan P0.

Data hasil pengujian tersebut dilakukan uji normalitas dengan

menggunakan shapiro wilk untuk mengetahui persebaran data sebelum dianalisis

dengan uji beda. Uji shapiro wilk digunakan ketika jumlah sampel <50.

0.498

1.096

0.621

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

P0 P1 P2

Kandungan Z

at

Besi (m

g/1

00g)

Page 49: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

40

Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05).

Hasil tersebut menunjukkan data sudah terdistribusi normal, maka uji beda yang

sesuai adalah one way ANOVA.

Sebelum mengujikan one way ANOVA, hasil data harus diuji homogenitas

agar varian data yang diuji homogen. Hasil uji homogenitas yang didapatkan

menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Sehingga, hasil analisis one way

ANOVA dapat digunakan dikarenakan varian data sudah homogen. Berdasarkan

hasil uji one way ANOVA sebagaimana ditujukkan pada lampiran 5, bahwa H0

ditolak atau dengan kata lain perbedaan formulasi berpengaruh signifikan

terhadap kandungan zat besi pada bakso lele dumbo dan tepung biji nangka, yaitu

dengan probabilitas atau sig 0,009 (p<0.05).

Page 50: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

41

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1. Kandungan Kalsium pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka

Kalsium terkandung dalam tubuh kita dalam jumlah lebih banyak dari

mineral lainnya. Diperkirakan 1,5% sampai 2% berat badan orang dewasa dan

39% dari total mineral tubuh. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada

jaringan keras yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam darah dan

cairan ekstraseluler (Gropper and Sareen, 2009).

Kadar kalsium menunjukkan jumlah kalsium yang terkandung dalam suatu

bahan pangan. Berdasarkan hasil analisis data kandungan kalsium, diketahui

bahwa bakso lele dumbo dan tepung biji nangka mengandung rata-rata kalsium

berkisar antara 15.8 – 17.2 mg/100g. Perlakuan dengan kandungan kalsium

tertinggi adalah pada perlakuan P2 yaitu ikan lele 350g dan tepung biji nangka

350g sedangkan perlakuan dengan kandungan kalsium terendah adalah pada

perlakuan P1 yaitu ikan lele 200g dan tepung biji nangka 500g.

Hasil analisis kandungan kalsium pada semua perlakuan bakso lele dumbo

dan tepung biji nangka berasal dari bahan baku (ikan lele dan tepung biji nangka).

Kandungan kalsium pada tepung biji nangka yang digunakan yaitu 26.344

mg/100g sedangkan pada tepung tapioka yaitu 28 mg/100g. Kandungan kalsium

pada ikan lele dumbo berdasarkan penelitian Ersoy dan Ozren (2009), yaitu 40.1

mg/100g. Berdasarkan gambar 5.1, kandungan kalsium perlakuan P1 lebih rendah

dibandingkan perlakuan P2. Bahan utama penyusun bakso dapat terlihat bahwa

kandungan kalsium tepung tapioka lebih tinggi dibandingkan tepung biji nangka.

Sebelum dibentuk menjadi tepung, biji nangka sebelumnya dilakukan perebusan

Page 51: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

42

yaitu selama 20 menit dengan tujuan memudahkan saat penggilingan. Pada

penelitian Umagapi dan Purwani (2017), lama perebusan biji nangka

mempengaruhi hasil kandungan kalsium. Biji nangka yang direbus selama 30

menit memiliki kandungan kalsium lebih tinggi sedangkan pada menit ke 35,

kandungan kalsium menjadi yang terendah. Sundari (2015) menyatakan bahwa

mineral seperti zat besi, kalsium, iodium, seng, dan selenium dapat mengalami

kehilangan sebesar 5-40% yang disebabkan oleh proses pengolahan yaitu

perebusan. Selain itu, proses pemasakan dapat mengakibatkan pemutusan

interaksi mineral dengan komponen pangan lain seperti protein, karbohidrat,

lemak, serat, vitamin dan lainnya. Mineral yang terkandung dalam bahan pangan

akan berpindah atau terlarut ke air rebusan yang digunakan dalam proses

perebusan menyebabkan mineral sulit untuk larut sehingga mineral bahan pangan

menurun atau mengalami kehilangan atau disebut juga dengan istilah leaching

(Santoso, 2006). Pada penelitian Salamah (2012) menyatakan bahwa metode

perebusan dengan suhu 100C selama 9 menit dapat menyebabkan penurunan

kadar kalsium sebanyak 41,11%. Semakin lama perebusan maka kadar kalsium

mengalami penurunan karena kalsium keluar dan larut dalam air panas.

Hasil data statistik dengan SPSS menunjukkan H0 diterima yaitu

perbedaan formulasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kandungan kalsium

bakso lele dumbo dan tepung biji nangka (p>0.05). Hal ini berbeda pada penelitian

Santoso (2014), yang menyebutkan adanya perbedaan kandungan kalsium pada

cookies lidah kucing tepung biji nangka segar dan kukus. Hal ini diduga karena

kalsium memiliki sifat tidak mudah larut air dan tahan panas (Santoso, 2006).

Akibat proses pemasakan dapat mempengaruhi struktur kimia mineral meskipun

tidak adanya perbedaan signifikan antara ketiga perlakuan. Selain itu, kalsium

Page 52: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

43

dalam bahan makanan mudah diikat oleh senyawa anti nutrisi seperti asam fitat,

tannin, dan asam oksalat sehingga membentuk senyawa tidak larut yang sulit

diserap oleh tubuh (Tejasari, 2005). Menurut penelitian Akinmumiti (2006) dalam

biji nangka mentah mengandung senyawa anti nutrisi yaitu saponin 0.084%

reduksi, asam oksalat 0.66% reduksi, asam fitat 0.59% reduksi dan tanin sebesar

0.094% reduksi. Keempat kandungan ini lebih tinggi pada biji nangka mentah

dibandingkan biji nangka melalui proses pemasakan dengan waktu berkala.

Sehingga kemungkinan selain proses pemasakan, kalsium dapat menurun akibat

kandungan anti nutrisi yang terkandung dalam biji nangka sebagai penyusun

bakso lele dumbo dan tepung biji nangka.

Kandungan kalsium pada bakso lele dumbo dalam setiap perlakuan

memberikan kontribusi berbeda terhadap kecukupan kalsium harian khususnya

pada remaja putri. Berdasarkan acuan penelitian Princestasari (2015) dalam satu

takaran saji produk bakso ini adalah 4 buah bakso dengan berat 52g dan berat

rata-rata 13g per butir. Pembuatan bakso ini bertujuan sebagai makanan

pendamping (snack) sehingga pemenuhannya hanya 10% kebutuhan sehari.

Berdasarkan ukuran satuan takaran saji (52 gram) menyumbang 74.9%–81.6%

kalsium. Hal ini sesuai dengan peraturan BPOM (2016) menyatakan bahwa, suatu

produk dikatakan sumber kalsium jika mengandung 20% AKG (Angka Kecukupan

Gizi). Berdasarkan AKG, kebutuhan kalsium remaja putri yaitu 1100 mg/hari.

Sehingga produk bakso lele dumbo dan tepung biji nangka bisa menjadi snack

untuk memenuhi kebutuhan kalsium. (Data kontribusi kalsium berdasarkan AKG

terlampir)

Page 53: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

44

6.2. Kandungan Zat Besi (Fe) pada Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji

Nangka

Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, myoglobin, sitokrom,

enzim katalase dan peoksidase. Zat besi berfungsi sebagai alat angkut oksigen

(O2) dari paru-paru kejaringan lain di dalam tubuh, alat angkut elektron di dalam

sel, dan ikut serta dalam reaksi enzim serta memilki peran penting dalam

pembentukan sel darah merah (Almatsier, 2009). Dilihat dari fungsi tersebut maka

zat besi yang terkandung pada biji nangka mampu mencegah anemia dan

membantu melancarkan sirkulasi darah (Singh, 1991). Zat besi termasuk salah

satu mikromineral karena dibutuhkan kurang dari 0.01% berat badan total

(Gropper and Sareen, 2009). Meskipun demikian, prevalensi anemia gizi besi pada

remaja putri mencapai 20% di Indonesia (Riskesdas, 2013).

Kadar zat besi menunjukkan jumlah zat besi yang terkandung dalam suatu

bahan pangan. Berdasarkan hasil analisis data kandungan zat besi, diketahui

bahwa bakso lele dumbo dan tepung biji nangka mengandung rata-rata zat besi

berkisar antara 0.621 – 1.096 mg/100g. Perlakuan dengan kandungan zat besi

tertinggi adalah pada perlakuan ikan lele 200g dan tepung biji nangka 500g.

Sedangkan perlakuan dengan kandungan kalsium terendah adalah pada

perlakuan ikan lele 200g dan tepung tapioka 500g.

Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Program

for Social Science). Pada sampel bakso lele dumbo dan tepung biji nangka

dianalisis perbedaan kadar kalsium antar perlakuan melalui uji one way ANOVA.

Sebelum dilakukan uji one way ANOVA, perlu diketahui asumsi normalitas dan

homogenitas suatu sampel. Hasil analisis kadar Fe pada bakso lele dumbo dan

tepung biji nangka menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen.

Page 54: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

45

Kemudian ketika dilakukan uji beda, analisis menunjukkan produk bakso lele

dumbo dan tepung biji nangka terdapat perbedaan kadar zat besi antar sampel

bakso lele dumbo dan tepung biji nangka (p<0,05) sehingga dapat dilanjutkan

dengan uji Post Hoc yaitu Tukey. Berdasarkan uji lanjut Tukey dengan taraf

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar zat besi kode sampel P1 berbeda

secara signifikan dengan semua sampel sedangkan kode sampel P0 dengan P2

tidak berbeda secara signifikan.

Hasil analisis kandungan zat besi pada semua perlakuan bakso lele dumbo

dan tepung biji nangka berasal dari bahan baku (ikan lele dan tepung biji nangka).

Kandungan zat besi pada tepung biji nangka yang digunakan yaitu 0.8 mg/100g

sedangkan pada tepung tapioka yaitu 0.2 mg/100g. Kandungan zat besi pada ikan

lele dumbo yaitu 0.7 mg/100g (Depkes RI, 2015). Tepung biji nangka yang

digunakan mengandung zat besi sebesar 0.829 mg/100g. Penelitian Akinmutimi

(2006) menunjukkan kandungan zat besi pada tepung biji nangka mentah yaitu 6,7

mg/100g sedangkan pada penelitian Ocloo (2010), kandungan zat besi pada

tepung biji nangka yang diteliti 13.074 mg/100g. Hasil yang ditunjukkan pada

kedua penelitian tersebut terhadap penelitian ini menunjukkan perbedaan cukup

jauh. Hal ini kemungkinan dikarenakan jenis dan lokasi geografis buah nangka

yang berbeda serta kemungkinan perbedaan metode analisis yang digunakan

sebagai estimasi hasil (Hakim dkk, 1986).

Adanya perbedaan pada kadar zat besi pada setiap formulasi bakso lele

dumbo dan tepung biji nangka menunjukkan semakin tinggi penambahan

konsentrasi tepung biji nangka membuat kadar zat besi juga semakin meningkat.

Penelitian Daulay (2017) menunjukkan adanya peningkatan kandungan zat besi

pada donat yang dimodifikasi tepung biji nangka dan tepung bayam dibandingkan

Page 55: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

46

dengan perlakuan kontrol. Donat dengan formulasi tepung biji nangka 30 : tepung

bayam 20 mengandung zat besi 2.27 mg/100 gr. Perbedaan kandungan zat besi

pada bakso lele dumbo dalam setiap perlakuan menyebabkan kontribusi berbeda

terhadap kecukupan zat besi harian.

Berdasarkan acuan penelitian Princestasari (2015) dalam satu takaran saji

produk bakso ini adalah 4 buah bakso dengan berat 52 gr dan berat rata-rata 13g

per butir. Pembuatan bakso ini bertujuan sebagai makanan pendamping (snack)

sehingga pemenuhannya hanya 10% kebutuhan sehari. Berdasarkan ukuran

satuan takaran saji (52 gram) menyumbang 9.96% – 21.92% kebutuhan zat besi

harian. Hal ini sesuai dengan peraturan BPOM (2016) yang menyatakan bahwa,

suatu mineral (Fe) dikatakan sumber zat besi apabila memenuhi 15% AKG (Angka

Kecukupan Gizi). Berdasarkan AKG, kebutuhan zat besi remaja putri yaitu 26

mg/hari. Dari tiga perlakuan, hanya perlakuan P1 yang memenuhi syarat sebagai

sumber Fe berdasarkan BPOM (2016). Sehingga produk bakso lele dumbo dan

tepung biji nangka pada P1 bisa menjadi snack untuk memenuhi kebutuhan zat

besi. Namun, perlakuan P2 bisa menjadi acuan pula untuk memenuhi kebutuhan

zat besi remaja putri. (Data kontribusi zat besi berdasarkan AKG terlampir).

6.3. Penentuan Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik pada bakso lele dumbo dan tepung biji

nangka terhadap kandungan kalsium dan zat besi menggunakan metode De

Garmo. Metode De Garmo merupakan metode penentuan perlakuan terbaik

berdasarkan indeks efektivitas (De Garmo 1994). Penilaian meliputi parameter zat

gizi (kalsium dan zat besi). Perlakuan dengan nilai hasil (Nh) tertinggi dianggap

sebagai perlakuan terbaik karena diperoleh berdasarkan pertimbangan semua

Page 56: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

47

variabel yang berperan dalam menentukan kualitas produk. Dari hasil perhitungan

perlakuan terbaik diketahui bahwa perlakuan P2 memiliki nilai hasil tertinggi

dibandingkan P1 dan P0.

6.4. Implikasi di Bidang Gizi

Standar porsi yang ditetapkan pada bakso lele dumbo dan tepung biji

nangka yaitu 52 gram. Penentuan porsi tersebut telah mempertimbangkan

kebutuhan sehari dan standar makanan selingan untuk remaja putri yang

mengalami disemnore.

Dismenore terjadi karena adanya kekejangan otot dinding rahim dimana

apabila otot tidak memiliki kalsium yang cukup, maka otot tidak dapat mengendur

(Almatsier, 2009). Zat besi memiliki peranan penting dalam pembentukan darah

dengan mensintesis hemoglobin. Jumlah hemoglobin yang kurang berpengaruh

dalam menimbulkan nyeri khususnya saat terjadi dismenore (Tjokronegoro, 2004).

Dapt disimpulkan bahwa, kalsium dan zat besi merupakan sumber zat gizi yang

tepat dalam pencegahan terjadinya dismenore khususnya pada remaja

perempuan. Berdasaran hal tersebut, maka peneliti menganjurkan produk P2 (350

gram ikan lele dumbo dan 350 gram tepung biji nangka) sebagai alternatif

makanan selingan yang dapat dikonsumsi remaja putri untuk mencegah terjadinya

dismenore. Selain itu, hasil penelitian ini dan lainnya juga menunjukkan bahwa

perlakuan P2 memiliki kandungan kalsium tertinggi, yaitu 17.266 mg/100 gram, zat

besi cukup tinggi, yaitu 0.621 mg/100 gram, protein tertinggi, yaitu 10.35 g/100

gram, dan lemak terendah, yaitu 1.64 g/100gram (Prasaja, 2019).

Kebutuhan kalsium dan zat besi pada remaja putri yang mengalami gejala

dismenore sama dengan kebutuhan pada remaja putri umumnya. Berdasarkan

Page 57: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

48

AKG, kebutuhan kalsium remaja putri adalah 1100 mg/hari dan kebutuhan zat besi

remaja putri adalah 26 mg/hari (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Persentase pemenuhan kebutuhan gizi sehari dari makanan selingan pada remaja

putri adalah 10-15% pada masing-masing waktu makanan selingan, yaitu pagi dan

sore, sehingga dapat diketahui bahwa kalsium dan zat besi yang dipenuhi dari satu

kali makanan selingan adalah sebanyak 110 mg/hari dan 2.6 mg/hari. Untuk

memenuhi kebutuhan kalsium dan zat besi maka dianjurkan mengonsumsi 1 porsi

bakso.

6.5. Kelemahan dalam Penelitian

Kelemahan yang terjadi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Tidak ada proses analisis kandungan kalsium dan zat besi dari salah

satu bahan dasar pembuatan bakso ini yaitu pada ikan lele dumbo dan

tepung tapioka

2. Proses perebusan biji nangka terlalu lama sehingga mengakibatkan

penurunan kandungan kalsium akibat penyerapan air saat perebusan

3. Penambahan air dalam adonan dirasa kurang sehingga adonan sulit

kalis terutama perlakuan dengan tepung biji nangka karena mengikuti

resep pada penelitian terdahulu

Page 58: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

49

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kandungan kalsium pada bakso lele dumbo dan tepung biji nangka

memberikan hasil tidak berbeda nyata pada =0.05 sedangkan kandungan

zat besi pada bakso lele dumbo dan tepung biji nangka memberikan hasil

berbeda nyata pada =0.05

2. Semakin banyak tepung biji nangka yang digunakan maka kandungan zat

besi pada bakso lele dumbo dan tepug biji nangka semakIn meningkat

3. Perlakuan P2 (350 gram ikan lele dumbo dan 350 gram tepung biji nangka)

merupakan perlakuan terbaik pada bakso lele dumbo dan tepung biji nangka

dalam pemenuhan kalsium dan zat besi pada remaja putri dengan

dismenore

7.2. Saran

1. Diharapkan penelitian selanjutnya dalam melakukan uji kandungan gizi

lainnya seperti vitamin dan mineral lainnya

2. Diharapkan penelitian selanjutnya dalam melakukan pengujian pada

seluruh bahan dasar

Page 59: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

50

DAFTAR PUSTAKA

Akinmutimi AH. 2006. Nutritive Value of Raw and Processed Jack Fruit Seeds

(Artocarpus heterophyllus): Chemical Analysis. Agricultural Journal

(4):266-271

Akyuni. 2004. Potensi Biji Nangka. IPB, Bogor:

Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Andrews NC. 2005. Understanding Hem Transport. N Engl J Med

Appel LJ. 2009. ASH Position Paper: Dietary Approach to Lower Blood Pressure.

Journal of The American Society of Hypertension, 3 (5): 321-331

AS M. 2010. Hidup Bersama Hipertensi: Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh

Sekejap. Yogyakarta: In-Book

Astawan M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta: Tiga

Serangkai

Badan Standarisasi Nasional. 2014. Standar Nasional Indonesia Tentang Bakso

Ikan. SNI 7266:2014. Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2016.

Peraturan Ka BPOM RI no 13 tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada

Label dan Iklan Pangan Olahan. BPOM RI, Jakarta

Burhanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia.

Yogyakarta: Kanisius

Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi.Edisi 3. Jakarta: EGC, hal 34-38

Curtis GB. Your Pregnancy After 30, 1996. Kehamilan di atas usia 30, Asih Y

(Penerjemah), 2000, Arcan, Jakarta, Indonesia, hal 148.

Daulay RS. 2017. Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Donat yang Dimodifikasi dengan

Tepung Biji Nangka dan Tepung Bayam. Jurnal Gizi Kesehatan Reproduksi

dan Epidemiologi USU, 1(1)

Page 60: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

51

De Garmo EP., Sullivan WG., Canada WR. 1994. Engineering Economy. New

York: MC Millan

Du S., Neiman A., Batis C., Wang H., Zhang J., and Popkin B.M. 2014.

Understanding the Patterns and Trends of Sodium Intake, Potassium

intake, and Sodium to Potassium Ratio and Their Effect on Hypertension

in China. The American Journal of Clinical Nutrition, 99(2):334-343

Ejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ersoy B and Ozeren A. 2009. The Effect of Cooking Methods on Mineral and

Vitamin Contents of African Catfish. Food Chemistry, 115: 419-422

Gandjar IG dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis, Cetakan I. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, hal. 298-312.

Gomez K.A and Gomez AA. 1995. Statistical Procedures for Agricultural

Research, Second Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc

Gropper and Sareen S. 2009. Advance and Nutrition and Human Metabolism, 5th

edition. Canada: Wordworth Cengage Learning

Hadiroseyani Y., Hariyadi P., dan Nuryati S. Inventarisasi Parasit Lele Dumbo

Clarias sp. di Daerah Bogor. Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 167-177

Henderson C and Jones K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC

Hakim N., Nyakpa MY., Lubis AM., Nugroho SG., Diha MA., Ilong GB., dan Bailey

HH. 1986. Dasar-sasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung

Hillard PJA. 2006. Dysmenorrhea. Pediatric in Review, 27(2): 64-71

Irwan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish, hal

36-44

Ishak E dan Amrullah S. 1995. Ilmu dan Teknologi Pangan. Ujung Pandang:

Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur

Page 61: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

52

Iswanto R. 1989. Mempelajari Pengaruh Tepung Tempe, Tepung Kedelai, dan

Putih Telur terhadap Mutu Bakso Sapi. Karya Ilmiah. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Karthy ES., Ranjitha P., and Mohankumar A. 2009. Efficacy of Plant Seeds

Against Multidrug Resistant-Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus

Isolated from Chronic Wound: Chapter 3, Classification and Phytochemical

of Seeds. International Journal of Biology, 1(1)

Kartono D., Soekatri M. 2004. AKG Mineral Makro dan Mikro. Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2018. Subsektor Perikanan Budidaya

Sepanjang Tahun 2017 Menunjukkan Kinerja Positif. Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya. (Online), (www.kkp.go.id/djpb/artikel/3113, diakses

30 Juni 2018)

Kementerian Pertanian RI. 2015. Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2014.

Direktorat Jenderal Hortikultura

Kowalski R.E. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan

Darah Tinggi dan Mengurangi Risiko Serangan Jantung dan Stroke secara

Alami. Bandung: Qanita

Lee SJ and Kanis JA. 1994. An Association Between Osteoporosis and

Premenstrual abd Postmenopausal. J Bone Miner Res, 24:127

Lilleyman JS, Hann IM, Blanchette VS. 2000. Pediatric Hematology, Edisi 2.

London: Churchill Livingstone, p 105-11

Matfin G. 2009. Disorders of Fluid Balance and Electrolytes. In: Pathophysiology:

Concepts of Altered Health States (8th ed). Philadelphia: Wolters Kluwer

Health

Maula A. 2017. Hubungan Asupan Kalsium, Magnesium, dan Zat Besi dengan

Kejadian Dismenore Primer pada Siswi SMK Muhammadiyah Bumiayu.

(Skripsi) Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, Surakarta

Page 62: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

53

Manuaba IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi

dan KB. Jakarta: EGC

Miller DR, Baehner RI, Miller LP. 1995. Blood Diseases of Infancy and Childhood,

Ed 7. St LouisL Mosby, p193-219

Moore MC. 1997. Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi, Edisi 2. Jakarta: Hipokrates

Morgan G dan Carole H. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis. Jakarta:

EGC

Mulyono H. 2009. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara

Natawidjaya SP. 1985. Mengenal Buah-buahan yang Bergizi. Jakarta: Pustaka

Dian

Ningsih M. 2013. Kajian Rendemen dan Kandungan EPA dan DHA Minyak Ikan

Lele (Claries batracus) dari Berbagai Ukuran Berat. Skripsi. Tidak

diterbitkan, Universitas Tandulako, Palu.

Ocloo FCK, Bansa D, Boatin R, Adom T, and Agbemavor W.S. 2010. Physico-

chemical, functional and pasting characteristics of flour produced from

jackfruits (Artocarpus heterophyllus) seeds. Agric Biol J N Am, 1(5):903–

908.

Oyflowo T. 2007. Mosby’s Guide to Women Health. Philadelphia: Elseviers’s

Health Sciences Rights

Perki. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta

Pontoh LW., Kandou GD., dan Mayulu N. 2016. Hubungan Antara Obesitas,

Konsumsi Natrium, dan Stress dengan Kejadian Hipertensi pada Orang

Dewasa di Puskesmas Tompaso Kabupaten Minahasa. Jounal Health, 4(2)

Powrie WD., Little H., AND Lopez NA. 1996. Gelation of Egg Yolk. Journal Food

Science:38

Page 63: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

54

Pradhan R, Rama S.S, Mishra S. 2017. A Process for Prevention of Browning in

Fresh Cut Tender Jackfruit. International Journal of Nutrition and Food

Engineering, 11(1)

Price SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Priest G., Smith B., and Heitz. 1996. Electrolyte Analyzer Operator’s Manual, First

edition. USA: Scientifi Corporation

Princestasari LD. 2015. Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan

Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium. Skripsi. Tidak diterbitkan

Fakultas Ekologi Manusia, Institus Pertanian Bogor, Bogor.

Pusdatin. 2014. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Rahman MA, Nahar N, Mian AJ, and Moshiuzzaman M. 1999. Variation of

carbohydrate compostion of two forms of fruit from jack tree (Artocarpus

heterophyllus L) with maturity and climatic condition. Food Chemistry,

65:91-7

Ridjab D.A. 2007. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan Darah. Majalah Kedokteran

Indonesia, 57 (5)

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Roy SK and Joshi GD. 1995. Minor fruits-tropical. In: Salunkhe DK (ed).

Handbook of fruit science and technology. New York, USA: Marcel

Dekker, Inc. p. 570-3

Salamah E., Purwaningsih S., dan Kurnia R. 2012. Kandungan Mineral Remis

(Corbicula javanica) Akibat Proses Pengolahan. Jurnal Akuatika, 1 (3):483-

573

Page 64: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

55

Salanggon AM., Finarti, dan Tanod WA. 2017. Karakteristik Nilai Sensori Bakso

Ikan Lele dengan Formulasi Tepung Tapioka dan Tepung Biji Nangka.

Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017, hal 341-349

Santoso J., Satako G., Yumiko YS., and Takeshi S. 2006. Mineral Content od

Indonesian Seaweed Solubility Affected by Basic Cooking. Journal of Food

Science and Technology, 12(1): 59-66

Santoso MT., Hidayati L., dan Sudjarwati R. 2014. Pengaruh Perlakuan

Pembuatan Tepung Biji Nangka terhadap Kualitas Cookies Lidah Kucing

Tepung Bij Nangka. Teknologi dan Kejuruan, 37 (2):167-178

Sari KTP. 2012. Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus

lamk) sebagai Substitusi dalam Pembuatan Kudapan Berbahan Dasar

Tepung Terigu untuk PMT pada Balita (Kajian terhadap Analisis Proksimat

serta Sifat Organoleptiknya). Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Unnes

Respiratory, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang,

Semarang.

Sarwono B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta : Penebar

Swadaya

Setyowati H. 2018. Akupresur untuk Kesehatan Wanita. Magelang: Unimma

Press, Hal 15-22

Singh A., Kumar S., and Singh IS. 1991. Functional Properties of Jackfruit Seed

Flour. Lebensm-Will u Technology, 24:373-374

Slamet A. 2013. Identifikasi Kandungan Gizi Makro dan Mikro serta Mutu

Organoleptik Nugget Berbahan Dasar Pisang Tanduk. Tugas Akhir. IJHN.

Program Studi Ilmu Gizi Universitas Brawijaya, Malang

Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S. 2009. Buku Ajar

Penyakit Dalam Jilid 2 edisi 5. Jakarta: Interna Publishing

Sugiarti. 2003. Pengaruh Asam sitrat dan Gula Terhadap Mutu Selai dari Dami

Nangka Varietas Nangka Kunir (Artocarpus Heterophyllus). Tugas Akhir.

Page 65: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

56

Tidak diterbitkan. Fakultas Keguruan Universitas Muhammadiyah

Malang, Malang

Sundari D., Almasyhuri, dan Lamid A. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan

terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media

Litbangkes, 25 (4):235-242

Suprapti ML. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta: Kanisius, hal 27

Suryana D. 2013. Membuat Tepung. Yogyakarta: Andi

Sutaryo. 2004. Aspek Klinis Anemia Defisiensi Besi. Makalah Seminar Anemia

Defisiensi Besi disampaikan pada tanggal 29 Mei 2004. Yogyakarta:

Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, hal 14-28

Swami SB., Thakor NJ., Haldankar PM., and Kalse SB. 2012. Jackfruit and Its

Many Functional Components as Related to Human Health: a Review.

Comprehensive Review in Food Science and Food Safety, 11(6): 565-576

Tejasari. 2005. Nilai-nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Tjokronegoro A. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Gaya Baru

Umagapi F dan Purwani E. 2017. Pengaruh Lama Perebusan Biji Nangka

(Artocarpus Herephyllus Lamk) terhadap Kadar Kalsium, Kerenyahan, dan

Daya Terima Keripik Biji Nangka. Seminar Nasional Gizi 2017 Program

Studi Ilmu Gizi UMS

WHO. 2011. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010. Geneva,

World Health Organization

WHO. 2013. A Global Brief on Hypertension: Silent Killer, Global Public Health

Crisis. Switzerland: World Health Organization

Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta: PT

Penebar Swadaya

Page 66: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

57

Widjanarko. 2006. Dismenore: Tinjauan Terapi pada Dismenore Primer. Majalah

Kedokteran Damianus, 5(1):1

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Page 67: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

58

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Alir Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka

Pencucian biji nangka

(10 menit)

Biji Nangka

Perebusan (30 menit)

Ditiriskan

Pengelupasan kulit ari

(15 menit)

Pemotongan menjadi

4-6 bagian (10 menit)

Pengayakan tepung biji

nangka

Pengeringan (1 jam)

Penggilingan(25 menit)

Tepung halus

Biji Nangka

Page 68: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

59

Lampiran 2. Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka

Pemisahan biji dari buah nangka Pencucian Biji Nangka

Pengupasan biji dari lapisan kulit ari Perebusan biji nangka

Page 69: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

60

Penirisan biji nangka setelah direbus Penghancuran tepung biji

nangka

Pengeringan dengan mesin Penggilingan

Pengayakan dengan saringan Penampakan tepung biji

nangka

Page 70: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

61

Lampiran 3 Proses Pembuatan Bakso Lele Dumbo dan Tepung Biji Nangka

Persiapkan

bahan

Ikan lele

dicuci Ikan lele

dikukus Ikan dipisah

dari duri &

kulit

Daging

direndam

air es

Daging

dicampur

bumbu & air

Perlakuan

dengan

tepung

tapioka

Pencampur

an daging,

tapioka,

dan telur

Pengaduka

n hingga

kalis

Adonan

dibentuk

bola-bola

Adonan

setelah

direbus

Perlakuan

dengan

tepung biji

nangka

Pencampur

an daging,

tepung biji

nangka,

dan telur

Pengaduka

n hingga

kalis

Adonan

dibentuk

bola-bola

Perebusan

bakso

Bakso

setelah

direbus

Page 71: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

62

Lampiran 4 Data Pengamatan Kandungan Kalsium dan Zat Besi Bakso Lele

Dumbo dan Tepung Biji Nangka

Kandungan Kalsium

Perlakuan Pengulangan (mg/100g) Rerata

1 2 3

Ikan lele 200g + Tep Tapioka 500g (P0)

17.715 14.01 16.315 16.013

Ikan Lele 200g + Tep Biji Nangka 500g (P1)

16.028 17.699 15.696 16.474

Ikan Lele 350g + Tep Biji Nangka 350g (P2)

13.718 16.124 18.407 16.083

Tepung Biji Nangka 26.344

Kandungan Zat Besi

Perlakuan Pengulangan (mg/100g) Rerata

1 2 3

Ikan lele 200g + Tep Tapioka 500g (P0)

0.59 1.089 0.406 0.695

Ikan Lele 200g + Tep Biji Nangka 500g (P1)

0.895 1.079 1.113 1.029

Ikan Lele 350g + Tep Biji Nangka 350g (P2)

0.632 1.13 0.611 0.791

Tepung Biji Nangka 0.829

Page 72: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

63

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Kalsium

Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kandungan Kalsium .310 6 .073 .848 6 .152

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogen

Test of Homogeneity of Variances

Kandungan Kalsium

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.136E15 2 3 .000

Uji Beda Kruskal Wallis

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank

Kandungan Kalsium P0 2 4.50

P1 2 1.50

P2 2 4.50

Total 6

Test Statisticsa,b

Kandungan

Kalsium

Chi-Square 3.429

df 2

Asymp. Sig. .180

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Page 73: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

64

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Zat Besi (Fe)

Descriptives

Kandungan zat besi (Fe)

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

P0 2 4.9850 1.30815 .92500 -6.7682 16.7382 4.06 5.91

P1 2 10.9600 .24042 .17000 8.7999 13.1201 10.79 11.13

P2 2 6.2150 .14849 .10500 4.8808 7.5492 6.11 6.32

Total 6 7.3867 2.88479 1.17771 4.3593 10.4141 4.06 11.13

Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kandungan zat besi (Fe) .311 6 .072 .846 6 .147

a. Lilliefors Significance Correction

Uji beda One Way Anova

ANOVA

Kandungan zat besi (Fe)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 39.819 2 19.910 33.347 .009

Within Groups 1.791 3 .597

Total 41.610 5

Page 74: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

65

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Kandungan zat besi (Fe) Tukey HSD

(I) Perlakuan

(J) Perlakuan

Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 P1 -5.97500* .77268 .009 -9.2038 -2.7462

P2 -1.23000 .77268 .374 -4.4588 1.9988

P1 P0 5.97500* .77268 .009 2.7462 9.2038

P2 4.74500* .77268 .018 1.5162 7.9738

P2 P0 1.23000 .77268 .374 -1.9988 4.4588

P1 -4.74500* .77268 .018 -7.9738 -1.5162

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Kandungan zat besi (Fe)

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P0 2 4.9850

P2 2 6.2150

P1 2 10.9600

Sig. .374 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Page 75: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

66

Lampiran 6 Kontribusi Kalsium dan Zat Besi berdasarkan AKG Remaja Putri usia 15-25 tahun (AKG 2013)

Kalsium

Perlakuan Kandungan Kalsium per

takaran saji (mg/52g) Kebutuhan (10%) (mg)

Kontribusi Kalsium (%)

P0 8.879 11 80.7%

P1 8.248 11 74.9%

P2 8.978 11 81.6%

Zat Besi

Perlakuan Kandungan Zat Besi per

takaran saji (mg/52g)

Kebutuhan

(10%) (mg)

Kontribusi

Kalsium (%)

P0 0.25 2.6 9.96%

P1 0.56 2.6 21.92%

P2 0.32 2.6 12.42%

Page 76: Laura Teresa.pdf - Universitas Brawijaya

67

Lampiran 7 Penentuan Perlakuan Terbaik Metode De Garmo

Kalsium

Perlakuan BV BN NP NBr NBk NBk-NBr Ne Nh

P0 1 0.67 17.015 15.86 17.26 1.4 0.825 0.55275

P1 1 0.67 15.86 15.86 17.26 1.4 0 0

P2 1 0.67 17.26 15.86 17.26 1.4 1 0.67

Zat Besi

Perlakuan BV BN NP NBr NBk NBk-NBr Ne Nh

P0 0.5 0.33 0.498 0.498 1.096 0.598 0 0

P1 0.5 0.33 1.096 0.498 1.096 0.598 1 0.33

P2 0.5 0.33 0.62 0.48 1.096 0.598 0.204 0.0673

Jumlah Nh Kalsium dan Zat Besi:

P0 : 0.55 P1 : 0.33 P2 : 0.73

Keterangan:

BV : Bobot Variabel

BN : Bobot Nominal (BV/BV total)

NP : Nilai Perlakuan

NBr : Nila Terburuk

NBk : Nilai Terbaik

NBk-NBr: Nilai Terbaik –Nilai Terburuk

Ne : Nilai Efektifitas (NP-NBr/(NBk-NBr))

Nh : Nilai Hasil (Ne*BN)