This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODUL KETERAMPILAN KLINIK
BLOK “TROPICAL MEDICINE”
PENYUSUN
Adril A Hakim Emir Taris Pasaribu
Hasanul Arifin Cut Aria Arina
M.Fidel Ganis SiregarIqbal Pahlevi Nasution
Hidayat SYoan CarolinaHalomoan HMaya Savira
Chairuddin P. Lubis Tambar Kembaren
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2012
0
MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK TROPICAL MEDICINE
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan Clinical Sklills Lab untuk mahasiswa semester VII dilaksanakan pada blok Tropical medicine dan Family Medicine. Mahasiswa semester VII akan diajarkan 6 jenis keterampilan klinis pada blok Tropical Medicine.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia adalah keterampilan klinik yang akan diajarkan pada blok Tropical Medicine ini. Adapun keterampilan klinik tersebut adalah :
1. History taking penyakit dengan demam pada anak.2. Keterampilan konseling pada penderita HIV/AIDS (pra tes)3. Keterampilan konseling pada penderita HIV/AIDS 2 (pasca tes)4. Pembuatan sediaan apusan darah tebal5. Tatalaksana kejang pada tetanus anak6. Resusitasi cairan pada anak dengan sindroma syok dengue.
II. TUJUAN
II.1. Tujuan umum Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Tropical Medicine ini, mahasiswa
dapat malakukan tatalaksana kejang pada penderita tetanus, meningkatkan keterampilan penatalaksanaan penyakit infeksi tropis mencakup history taking penyakit dengan demam dengan menggunakan teknik komunikasi yang benar, konseling pra dan pasca tes HIV, resusitasi cairan pada keadaan sindroma syok dengue serta pembuatan sediaan apusan darah tebal.
II.2. Tujuan khusus
. 1. Mahasiswa mampu mengetahui kerangka anamnesis demam pada penyakit infeksi tropis2. Mahasiswa mampu menelususuri keluhan utama dan keluhan tambahan mendapatkan
riwayat penyakit pada keluarga yang berhubungan dengan penyakit sekarang.3. Mahasiswa mampu mendapatkan keluhan penyerta yang berhubungan dengan penyakit
utama/sekarang.4. Mahasiswa mampu menerapkan dasar tehnik komunikasi dan perilaku yang sesuai
dengan sosio budaya pasien dalam hubungan dokter pasien.5. Mahasiswa mampu menilai faktor resiko penularan.6. Mahasiswa mengerti bahwa konseling bersifat sukarela dan kerahasiaannya
terjaga(konfidensial ) dan tes harus dilakukan dengan inform consent.7. Mahasiswa dapat memberitahu klien cara-cara pencegahan penularan terhadap orang lain.8. Mahasiswa mampu menginformasikan dukungan dan tindak lanjut terhadap klien dengan
HIV positif.9. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat sediaan apusan darah tebal.10. Mahasiswa mampu membuat sediaan apusan darah tebal dari sampel darah yang
disediakan.11. Mahasiswa mampu melakukan pengecatan sediaan apusan darah tebal dengan pengecatan
giemsa.
1
12. Mahasiswa mampu memberikan obat antikonvulsan sesuai dengan dosisnya. 13. Mahasiswa mampu melakukan monitoring tanda vital pada keadaan kejang dan
mengevaluainya14. Mahasiswa mampu memilih jenis cairan resusitasi dan dosis yang tepat.15. Mahasiswa mampu melakukan monitoring tanda vital pada keadaan syok dan
mengevaluasinya.
2
SL. VII. TROPMED. 1HISTORY TAKING PENYAKIT DENGAN DEMAM PADA ANAK
Chairuddin P. Lubis, Syahril Pasaribu, Ayodhia P. Pasaribu, Inke Nadia D. Lubis
I. PENDAHULUAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan anamnesis demam pada anak sehingga mahasiswa mendapatkan informasi gejala dan riwayat penyakit pasien dan mengarahkan pada diagnosis banding dan akhirnya mampu menegakkan diagnosis pasien sebagai kelainan di bidang infeksi tropis.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaanyang harus diingat pada komunikasidokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai dengan diharapkan.
Demam merupakan hal yang paling sering dikeluhkan orangtua dan alasan utama orangtua membawa anaknya berobat ke dokter. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi atau trauma. Walaupun terkadang merugikan terlihat bahwa demam merupakan mekanisme pertahanan yang dipreservasi secara stereotipik dalam proses evolusi makhluk hidup selama jutaan tahun. Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang terutama infeksi. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.
Pertanyaan tersebut meliputi:- Onset (akut atau gradual)- Pola (intermittent atau terus-menerus)- Duration (durasi) : menit atau beberapa jam.- Tipe- Progression : semakin membaik atau semakin memburuk dibandingkan sebelumnya.- Associated symptoms (ruam kemerahan, nyeri abdomen, diare, konstipasi)- Systemic symptoms(gejala-gejala sistemik malaise, anoreksia, penurunan berat badan)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu :OLD CARTS atau :- Onset- Palliating/Provoking Factor (faktor-faktor yang mengurangi atau memprovokasi gejala)- Quality (kualitas)- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQTTujuan pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita :1. Kualitas. Seperti apa keluhan tersebut?2. Kuantitas atau keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?3. Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut berlangsung?
Seberapa sering keluhan tersebut muncul?4. Keadaan /situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan, aktifitas, emosi,
atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.5. Apakah ada hal-hal yang membuat gejala membaik atau semakin parah?
3
6. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1. TUJUAN UMUMSetelah selesai melakukan latihan ini diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan History Taking dengan menggunakan teknik komunikasi yang baik dan benar.
II.2. TUJUAN KHUSUSMahasiswa mampu : 1. Mahasiswa mengetahui kerangka anamnesis demam pada penyakit infeksi tropis.2. Mahasiswa mampu menelusuri keluhan utama dan keluhan tambahan.3. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.4. Mahasiswa mampu mendapatkan riwayat penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan penyakit sekarang.5. Mahasiswa mampu mendapatkan keluhan penyerta yang berhubungan dengan
penyakit utama/sekarang.6. Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan perilaku yang sesuai dengan sosiobudaya pasien dalam hubungan dokter pasien.
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa)
- Penjelasan narasumber tentang anamnesa demam pada penyakit infeksi tropis.
- Pemutaran film cara anamnesa demam. - Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan dan film yang diputar.
Narasumber
10 menit Demonstrasi pada kelas besarNarasumber memperlihatkan tata cara komunikasi dokter pasien mengenai keluhan demam.Tahap I : Perkenalan- Ketika pasien masuk ke ruang periksa, dokter berdiri
menyambut dengan ramah dan senyum, kemudian memperkenalkan diri.
- Menanyakan identitas pasien, nama, umur, alamat sambil mencocokkan dengan data rekam medis.
- Perhatikan penampilan wajah, pandangan mata, komunikasi , cara berbicara dan interaksi lingkungan. Perhatikan pendamping yang menyertai pasien, interaksi pasien dengan pendamping.
Tahap II :History taking Menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat penyakit dalam keluarga.
Tahap III :- Riwayat sosio-ekonomi, tempat tinggal dan sanitasi
Narasumber
4
lingkungan.- Dokumentasi
20-30 menit
Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 mahasiswa).
Coaching: Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
Instrukturmahasiswa
90 menit Self practiceMahasiswa melakukan anamnesis sendiri secara bergantian masing-masing selama 10 menit. Mahasiswa diberikan 1 kasus demam dan mencatat hal-hal yang penting dari anamnesis dan menyimpulkannya. Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan
InstrukturMahasiswa
IV. RUJUKAN1. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis, edisi ke-2.Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2008. h.21-46
V. PERALATAN DAN BAHAN 1. Audiovisual2. Pensil/pulpen3. Pasien simulasi
VI. KASUS SIMULASI KOMUNIKASI DOKTER PASIEN PADA KELUHAN DEMAM DENGUE
Anak perempuan usia 13 tahun 9 bulan dengan berat badan 48kg, datang ke IGD dengan keluhan demam tinggi selama 3 hari, nyeri sendi, bintik kemerahan pada tangan.Tugas : Lakukan komunikasi dokter pasien yang berhubungan dengan keluhannya dan faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan formulir anamnesis. Tuliskan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari keluhannya.
VII. LEMBAR PENGAMATAN HISTORY TAKING PENYAKIT DENGAN DEMAMPADA ANAK
LANGKAH / TUGASPENGAMATAN
Ya Tidak
A. Perkenalan
1. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga pasien.
2. Menempatkan pasien pada posisi yang sesuai dengan kondisinya.
2. Menelusuri/ menelaah keluhan utama - Menanyakan kapan mulai demam- Menanyakan kapan-kapan saja waktu terjadinya demam (intermiten atau kontinu)- Menanyakan apakah demam tinggi atau subfebris- Menanyakan apakah demam turun dengan obat demam, jika turun apakah mencapai suhu normal- Menanyakan apakah demam disertai menggigil
Diagnosa infeksi HIV adalah dengan memeriksa antibodi HIV yang dijumpai pada diri penderita
dimana antibodi ini timbul setelah 3 bulan terjadinya infeksi. Masa jendela adalah masa dimana
pemeriksaan tes serologis terhadap antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif sementara
virus sebenarnya sudah ada dalam jumlah banyak dalam darah penderita. Pada masa jendela ini
orang dengan HIV sudah mampu menularkan kepada orang lain misalnya melalui darah yang
didonorkan, bertukar jarum suntik pada IDU, atau melalui hubungan seksual. Sebelum dilakukan
tes, kita harus melakukan konseling terlebih dahulu (VCT).
Konseling pada VCT merupakan suatu dialog yg bersifat konfidensial antara seseorang dengan
petugas perawatan yang bertujuan untuk membantu orang itu untuk mengatasi stres dan
membuat keputusan keputusan pribadi berkaitan dengan HIV/AIDS.
Tujuan VCT adalah untuk mendorong orang yang sehat,asimptomatik untuk mengetahui status HIV nya sehingga mereka dapat mengurangi tingkat penularannya.
A KONSELING PRA TES HIV
Mencakup :
- Penilaian resiko secara individual
7
2-3 minggu 2-3 minggu
Rata-rata 8 tahun(di Negara berkembang lebih pendek) Rata-rata 1,3 tahun
- Penggalian dan pemecahan masaalah terhadap hambatan - hambatan dalam
pengurangan resiko untuk tertular.
- Penggalian untuk membicarakan apa yang akan dilakukan klien jika hasil tes positif dan
cara mengatasi masaalah yang dapat dilakukan dalam menghadapi hasil tes HIV yang
positif.
- Informed Consent.
B KONSELING PASCA TES.
Hasil negative,intervensi dokter/konselor:
- Menyediakan dan menjelaskan hasil kepada klien.
- Memeriksa kemungkinan masa jendela.
- Menyediakan konseling untuk mengurangi resiko penularan.
- Memberikan saran untuk melakukan tes ulang.
Hasil positif, intervensi dokter/konselor :
- Memeriksa hasil tes untuk kepentingan klien.
- Menilai kesiapan klien terhadap pembacaan hasil tes
- Menyediakan dan menjelaskan hasil tes kepada klien
- Menyediakan informasi mengenai bentuk dukungan dan tindak lanjut
- Menilai kesiapan diri klien dalam menghadapi dan menanggulangi hasil tes
- Penilaian terhadap resiko bunuh diri
- Mendiskusikan strategi pemberitahuan kepada pasangan
- Mendiskusikan strategi untuk pencegahan penularan terhadap orang lain
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1 Tujuan umum
Setelah melakukan kegiatan skills lab ini para mahasiswa dapat mengerti dan melakukan
konseling pra dan pasca tes HIV
II.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu menilai faktor resiko penularan .
2. Mahasiswa mengerti bahwa konseling bersifat sukarela dan kerahasiaannya
terjaga(konfidensial ) dan tes harus dilakukan dengan inform consent
3. Mahasiswa dapat memberitahu klien cara-cara pencegahan penularan terhadap orang
lain
4. Mahasiswa dapat menginformasikan dukungan dan tindak lanjut terhadap klien
dengan HIV positif
8
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
IV. RUJUKAN1. Pedoman Perawatan Dukungan dan Pengobatan ODHA, Depkes, 2004.
V. KASUSSeorang pria bernama Hiva, umur 45 thn, pekerjaan kontraktor, bertempat tinggal di Medan. Sering bepergian ke Nias, Sibolga. Datang ke Posyansus RS HAM untuk melakukan tes HIV karena mempunyai faktor resiko (sex bebas).Lakukanlah konseling pra tes terhadap pasien tersebut.
Lakukanlah konseling pasca tes dengan hasil positif terhadap pasien tersebut.
VI. LEMBAR PENGAMATAN KONSELING PADA VCT
LANGKAH Ya Tidak
Perkenalan1. Menyapa pasien dengan ramah dan memperkenalkan diri2. Mempersilahkan pasien duduk3. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, pekerjaan dan alamat )4. Menanyakan tujuan pasien untuk konseling
9
Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan
20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa ) oleh nara sumber
Nara sumber
10 menit Nara sumber melakukan peragaan langkah – langkah dalam melakukan konseling
Narasumber
20-30 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil ( 1 kelompok terdiri dari 9 mahasiswa). Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur dan tindakan dilakukan berdasarkan kasus yang diberikan.
Coaching : mahasiswa melakukan konseling secara bergantian (2-3 orang) sesuai kasus dengan dibimbing oleh instruktur.
Instruktur dan mahasiswa
90 menit Self practise: mahasiswa melakukan sendiri konseling sesuai kasus secara bergantian, sehingga total waktu yang dibutuhkan ± 90 menit ( tergantung jumlah mahasiswa)
Instruktur dan mahasiswa
Konseling PraTest1. Menjelaskan faktor resiko tertular HIV: Homoseksual, seks bebas,
pengguna narkotik suntik, tatoo, transfusi darah kepada klien dan menanyakan faktor resiko mana yang dimilikinya
2. Menyarankan agar penderita dengan faktor resiko masing-masing:- Homoseksual : menggunakan kondom saat berhubungan. Jika bisa
mengubah prilaku- Narkotik suntik tidak menggunakan jarum suntik bersama,
meyarankan tidak lagi menggunakan narkotika. - Yang berperilaku seks tidak aman berlaku setia terhadap
pasangannya dan harus menggunakan kondom- Tattoo : jarum yang digunakan terlebih dulu disterilkan- Transfusi darah : tidak menjadi donor darah bila sudah mengidap
HIV3. Menyampaikan kegunaan test HIV untuk mengetahui status HIV
pasien dan bila positif dapat dilakukan dukungan pengobatan bila sudah ada indikasi dan memberitahu bahwa HIV tidak dapat sembuh tetapi replikasi virus dapat ditekan sehingga pasien dapat hidup normal
4. Memberikan informed consent secara tertulis setelah pasien selesai dikonseling dan mengerti tujuan dilakukantes HIV.
Proses Tes HIV1. Membuat surat permintaan tes HIV dengan metode rapid tes2. Bila Hasil tes
a. Negatifb. Positif : dilanjutkan dengan tes Western Blot (WB), bila tes ini
tidak tersedia dilakukan dengan Elisa 3 metodeKonseling Pasca Test (Pertemuan kedua)A) Hasil negatif
1. Menjelaskan hasil negatif kepada pasien dan kemungkinan masa ’jendela’
2. Menyarankan kepada pasien untuk melakukan test ulang 12 minggu kemudian
3. Memberikan konseling untuk mengurangi risiko penularan.B) Hasil indeterminate
1 Pemeriksaan tes harus diulang 2 minggu kemudian C) Hasil positifD) 1. Menyediakan dan memeriksa hasil untuk dijelaskan kepada pasien
2. Menyampaikan hasil positif kepada pasien bila pasien dinilai telah siap menerima hasil tersebut
3 Melakukan konseling untuk mengurangi resiko penularan kepada orang lain
4. Menilai kesiapan diri pasien dalam menghadapi dan menanggulangi hasil tes
5 Menyediakan informasi mengenai bentuk dukungan dan tindak lanjut penanganan pasien
6 Bila pasien bersedia dilanjutkan dengan pemeriksaan CD4 untuk selanjutnya dirujuk ke CST untuk mendapat pengobatan anti retroviral( ARV)
7 Menanyakan pasien apakah bersedia status HIVnya dibukakan terhadap pasangannya ataupun keluarga yang dilakukan secara tertulis
8 Menganjurkan konseling bagi anggota keluarga.Dokumentasi
10
Mendokumentasikan :- Identitas pasien- Tanggal konseling- Tanggal tes HIV- Tempat tes- Hasil tes
BERKAS IZIN VCT KLIEN UNTUK TES HIV
Sebelum menanda tangani berkas ini, harap mengetahui bahwa : Anda mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam pemeriksaan dengan dasar
kerahasiaan.
11
Anda mempunyai hak untuk menarik izin dari tes kapanpun sebelum pemeriksaan tersebut dilangsungkan
SL. VII. TROPMED. 4 PEMBUATAN SEDIAAN APUSAN DARAH TEBAL
Lambok Siahaan, Hemma Yulfi, Yoan Carolina
I. PENDAHULUANPembuatan sediaan apusan darah tebal ini dilakukan untuk berbagai kepentingan
diagnostik laboratorium, antara lain pemeriksaan parasit seperti malaria dan filaria.
12
Saya telah menerima informasi dan konseling menyangkut hal-hal berikut ini : a. Keberadaan dan kegunaan dari tes HIV b. Tujuan dan keguanaan dari tes HIV Apa yang dapat dan tidak dapat diberitahukan mengenai hasil tes sayad. Keuntungan serta resiko dari tes HIV dan dari mengetahui hasil tes sayae. Pemahaman untuk mencegah dan pemaparan dan penularan akan HIV
Saya dengan sukarela menyetujui untuk menjalani pemeriksaan HIV dengan ketentuan bahwa hasi tes tersebut akan tetap rahasia dan terbuka hanya kepada saya seorang.
Saya menyetujui untuk menerima pelayanan konseling setelah menjalani tes pemeriksaan untuk mendiskusikan hasil tes HIV saya dan cara-cara untuk mengurangi resiko untuk terkena HIV atau menyebarluaskan HIV kepada orang lain untuk waktu kedepannya.
Saya mengerti bahwa pelayanan kesehatan saya pada klinik ini tidak akan mempengaruhi keputusan saya secara negatif terhadap tes atau tidak menjalani tes atau tes dari HIV saya.
Saya telah mempunyai dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan pertanyaan saya ini telah diberikan jawaban yang memuaskan saya.
Saya, dengan ini mengizinkan tes/pemeriksaan HIV untuk dilaksanakan
Tanda tangan atau Cap jempol klien tanda tangan Konselor Tanggal
Untuk anak dibawah umur. Saya, Pengasuh/teman/saudara tedekat
Memberikan izin untuk melaksanakan tes/pemeriksaan HIV
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian, terutama pada kelompok resiko tinggi. Diagnosis pasti malaria haruslah ditegakkan dengan pemeriksaan apusan darah secara mikroskopik. Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat malaria, umumnya terjadi karena keterlambatan diagnosa. Keterlambatan diagnosa dan kesalahan diagnosa malaria sangat dipengaruhi oleh ketrampilan tenaga kesehatan dalam pemeriksaan apusan darah tersebut.
Begitu pula dengan Filaria, yang merupakan salah satu penyakit parasitik menular menahun, dapat menyebabkan kecacatan, stigma sosial dan penurunan produktivitas kerja. Untuk itu perlu dilakukan upaya eliminasi penyakit ini, dengan melakukan pengobatan massal yang umumnya selalu didahului dengan survei apusan darah untuk menegakkan diagnosis filaria.
Oleh karena itu, ketrampilan klinis dalam pembuatan preparat apusan darah tebal, merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter, karena pembuatan sediaan yang baik akan mendukung pemeriksaan mikroskopis yang lebih reliable.
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1. TUJUAN UMUMSetelah selesai latihan ini diharapkan mahasiswa mampu membuat sediaan apusan darah
tebal agar nantinya mampu membuat sediaan untuk pemeriksaan parasit, seperti malaria dan filarial.
II.2. TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu:
1. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat sediaan apusan darah tebal.2. Membuat sediaan apusan darah tebal dari sampel darah yang disediakan3. Melakukan pengecatan sediaan apusan darah tebal dengan pengecatan Giemsa.
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45
mahasiswa)Penjelasan narasumber tentang pembuatan sediaan darah tebalTanya jawab singkat tentang pembuatan
Nara sumber
13
sediaan darah tebal
10 menitDemonstrasi oleh narasumber.Narasumber memperlihatkan tata cara pembuatan apusan darah tebal secara bertahap. Tahap I. .Persiapan alatTahap II. Pembuatan apusan darah tebalTahap III.Melakukan pewarnaan
Narasumber
30 menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 mahasiswa).Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
Instruktur dan Mahasiswa
90 menit Self Practice : Mahasiswa melakukan sendiri pembuatan sediaan darah tebal secara bergantian.
Mahasiswa dan instruktur
IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Gelas objek2. Kaca penggeser3. Sarung tangan4. Timer5. Sediaan darah6. Botol air
V. RUJUKAN1. John Bernard Henry, M.D, Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods,
1. Ambil object glass (slide) yang bersih, kering dan bebas debu dan lemak. Dan juga object glass yang lain, yang berfungsi untuk mengaduk darah.2. Letakkan object glass tersebut diatas meja dengan sampel darah darah sebanyak ± 3
tetes (30 ul) yang diletakkan di tengah object glass tersebut.3. Dengan menggunakan object glass yang lain, darah tersebut diaduk secara sirkular.4. Biarkan apusan darah menjadi kering. Setelah itu beri tanda / nomor kode.5. Letakkan sediaan diatas rak, untuk selanjutnya dibubuhi dengan larutan kerja
Giemsa (giemsa + larutan buffer) secara merata dan biarkan selama 20 menit.6. Buang sisa zat warna dan bilas dengan air kran pada bagian belakang dari slide dan
dilanjutkan secara perlahan diatas sediaan, keringkan sediaan secara tegak diatas kertas saring atau tissue.
VII. LEMBAR PENGAMATAN
14
LANGKAH/TUGAS PENGAMATANYa Tidak
15
PEMBUATAN SEDIAAN HAPUS DARAH TEBAL
1. Memasang sarung tangan sebagai perlindungan diri.
2. Mengambil satu object glass (slide) yang bersih, kering serta bebas debu dan lemak. Dan juga object glass yang lain yang berfungsi untuk menyebar darah.
3. Melakukan desinfeksi ujung jari tangan yang akan diambil darahnya dengan alkohol swab dan menunggunya hingga kering.
4. Menusuk jari yang telah didesinfeksi dengan hemolet sedalam 3 mm.
5. Menghapus darah yang pertama keluar dengan kapas kering.
6. Meletakkan tetesan darah berikutnya sebanyak ± 3 tetes (30 ul) dan diletakkan di tengah object glass tersebut.
7. Meletakkan object glass tersebut di atas meja dengan sampel darah
8. Dengan menggunakan object glass yang lain, darah tersebut disebar secara sirkular dan searah dengan diameter ± 2 cm
9. Membiarkan apusan darah menjadi kering dengan cara menganginkan. Setelah itu memberi tanda / nomor kode.
10. Meletakkan sediaan di atas rak, untuk selanjutnya membubuhinya dengan larutan kerja Giemsa (giemsa + larutan buffer) secara merata dan biarkan selama 20 menit.
11. Membuang sisa zat warna dan membilas dengan air kran dengan cara menjepit objek gelas dengan jempol dan telunjuk dengan posisi slide membentuk sudut 45 derajat dan dimulai pada bagian belakang dari slide dan dilanjutkan secara perlahan di atas sediaan dimana air kran mengalir melalui jempol.
12. Membiarkan sediaan kering sendiri dengan cara meletakkan secara tegak di atas kertas saring atau tissue, sediaan siap untuk diperiksa.
Note : Ya = mahasiswa melakukan. Tidak = mahasiswa tidak melakukan
SL.VII. TROPMED. 5 TATALAKSANA KEJANG PADA TETANUS ANAK
Chairuddin P. Lubis, Syahril Pasaribu, Ayodhia P. Pasaribu, Inke Nadia D. Lubis
I. PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung tapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman. Dampak toksin pada otak diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai berbagai bentuk
16
kekakuan antara lain trismus adalah kekakuan otot masseter sehingga sukar membuka mulut, risus sardonicus terjadi akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh biasanya menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, otot dinding perut kaku seperti papan. Bila kekakuan makin berat, maka timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan dengan kasar atau terkena sinar yang kuat. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang terus menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian, oleh karena itu tatalaksana kejang dan kekakuan pada penderita tetanus harus dipahami benar.
Pilihan utama antikonvulsan untuk mengatasi kejang pada tetanus adalah diazepam oleh karena diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Diazepam digunakan dengan dua dosis berbeda, yang pertama dosis untuk berantas kejang dan yang kedua sebagai dosis pemeliharaan. Kejang harus segera dihentikan dengan dosis berantas 5 mg per rektal untuk BB< 10kg dan 10mg per rektal untuk anak dengan BB10kg, atau dosis diazepam intravena 0,3 mg/kgBB/kali, dosis berantas kejang bisa dinaikkan sampai dosis maksimal 20mg. Setelah kejang berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan atau pemeliharaan sesuai dengan keadaan klinis pasien, biasanya 3-4 mg/kgBB/IV/8 dosis yang bisa dinaikkan bertahap 10-15% hingga dosis maksimal 25 mg/kgBB/hari untuk anak dan 40 mg/kgBB/hari untuk neonatus. Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan telah memberikan respon klinis yang diharapkan, maka dosis bisa dipertahankan selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar 20% dari dosis setiap 2 hari) dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Bila dosis maksimal diazepam telah tercapai namun anak masih kejang atau mengalami spasme laring sebaiknya dipertimbangkan untuk dirawat di ruang intensif sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Fenobarbital dan morfin dapat digunakan sebagai terapi tambahan jika pasien dirawat di PICU karena risiko terjadi depresi pernafasan.
SKEMA PEMBERIAN DIAZEPAM
17
Datang dengan kejang
Diazepam 10 mg per rektal
Kejang +Kejang -
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1. Tujuan umumSetelah selesai melakukan latihan ini diharapakan mahasiswa dapat melakukan tatalaksana kejang pada penderita tetanus yang merupakan suatu keadaan kegawatan yang memerlukan penanganan segera.
II.2. Tujuan khususMahasiswa mampu : 1. Memberikan obat antikonvulsan sesuai dengan dosisnya.2. Melakukan monitoring tanda vital pada keadaan kejang dan mengevaluasinya
Bila kejang (+) sblm 2-3 jam, berantas kejang, dosis dan interval per 2 jam
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan
20 menit Introduksi pada kelas besar - Penjelasan narasumber tentang kejang pada tetanus
dan tatalaksananya.- Tanya jawab singkat tentang hal yang belum
dimengerti.
Narasumber
10 menit
30 menit
Demonstrasi pada kelas besar Narasumber memperlihatkan Antikonvulsan (diazepam IV, rectal).Narasumber memperlihatkan tatalaksana kejang pada tetanus secara bertahap.
Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 mahasiswa).
Coaching: Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
Narasumber
InstrukturMahasiswa
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan tahapan tatalaksana kejang pada tetanus secara bergantian masing-masing selama 10 menit. Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. h.322-30
2. Tarik Al azraqui, Bollinger RC, Ward BJ. Tetanus.Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases, edisi ke-8. Pennsylvania, 2000. h.379-81
V. PERALATAN DAN BAHAN 1. Pasien simulasi/mahasiswa.2. Antikonvulsan (diazepam IV, rectal)3. IVline : abocath, infus set mikro
VI. KASUSRR, anak laki-laki usia 4 tahun, berat badan 13kg dibawa ke rumah sakit dengan keluhan kejang seluruh tubuh dialami dalam 1 hari ini, lamanya ± 1 menit, saat kejang pasien dalam keadaan sadar. Sulit membuka mulut dialami pasien dalam 4 hari ini disertai otot kaku namun tidak dijumpai demam.Dua minggu yang lalu kaki pasien tertusuk duri namun saat ini luka sudah sembuh.
19
TUGAS: Lakukan tatalaksana kejang pada kasus diatas.
VII. LEMBAR PENGAMATAN TATALAKSANA KEJANG PADA TETANUS
LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
Tatalaksana kejang pada tetanus anak
1. Pasien berbaringdan pemeriksa berada disebelah kanan.
2. Mempersiapkan alat :- Diazepam rektal dan IV-IVline : abocath, infus set mikro - Cairan kristaloid:Ringer Laktat
3. Memposisikan pasien dalam keadaan miring dan mengoleskan jeli di anus.
4. Memberikan diazepam dosis berantas 10 mg per rektal kemudian menutup anus selama ± 5 menit dengan dua jari.(jika tidak tersedia dapat dilakukan pemberian diazepam secara IV, bila IV tidak memungkinkan secara IM).
5. Melakukan pemasangan IV line.
6. Mengulang pemberian diazepam dosis berantas kejang sebanyak 10 mg IV, bila masih dijumpai kejang spontan kemudian, setelah evaluasi 15 menit.
8. Melakukan berantas kejang diazepam dosis 10mg IV, apabila sebelum waktu 3 jam dijumpai kembali kejang spontan.
9. Jika pasien sudah stabil: mengatur pemberian diazepam maintenance kembali dengan dosis dinaikkan 10-15% (3,5mg/kgBB).
10. Jika ternyata pasien kembali kejang sebelum 3 jam, maka memberikan diazepam berantas kejang 10mg IV.
11. Kemudian setelah stabil, mengatur pemberian diazepam maintenance dengan menaikkan dosis 10-15% dari dosis sebelumnya (4mg/kgBB) dengan interval 2 jam.
12. Apabila masih dijumpai kejang maka diazepam dapat dinaikkan sampai dosis maksimal (25 mg/kgBB/hari).
13. Apabila kondisi stabil dan tidak dijumpai kejang, dosis dipertahankan selama 3 hari kemudian menurunkan bertahap 10-15% tiap 3 hari.
14. Menuliskan kesimpulan, diagnosa sementara/merangkum data dalam status
15. Menjelaskan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan kepada pasien/orang tua dan mengucapkan salam dan terima kasih.
20
Note : Ya : Mahasiswa melakukanTidak : Mahasiswa tidak melakukan
SL. VII. TROPMED. 6RESUSITASI CAIRAN PADA SINDROMA SYOK DENGUE
Chairuddin P. Lubis, Syahril Pasaribu, Ayodhia P. Pasaribu, Inke Nadia D. Lubis
I. PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) terutama menyerang anak-anak. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran plasma dan perdarahan, dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah. Sampai saat ini DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Hal ini karena tersebarnya nyamuk Aedes sp di seluruh
21
pelosok tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/sindroma syok dengue (SSD) terlletak pada keterampilan dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Sindroma Syok Dengue
Sindroma syok Dengue ialah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi ≤ 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada produksi urin.
1) Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0.9%) 10-20ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/menit. Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat dilanjutkan 15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10 ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang berbeda dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dapat dipertahankan sampai 1 jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 5-7 ml/kgBB selama 1-2 jam atau sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 3-5 ml/kgBB selama 2-4 jam dan seterusnya menjadi 2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam. Dianjurkan pemberian tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1 ml/kgBB/jam) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih > 40% berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cmH2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
3) Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal ( 10 cmH2O), maka diberikan dopamine.
22
Tatalaksana Kasus Sindroma Syok Dengue (SSD)
S S D
Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menitPenggantian cairan plasma segera
Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1. Tujuan umumSetelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan resusitasi cairan
pada keadaan sindroma syok dengue yang merupakan suatu keadaan kegawatan yang memerlukan penanganan segera.
II.2. Tujuan khususMahasiswa mampu :
1. Memilih jenis cairan resusitasi dan dosis yang tepat. 2. Melakukan pemantauan tanda vital pada keadaan syok dan mengevaluasinya.
24
Syok tidak teratasiKesadaran menurunNadi lembut/tidak terabaTekanan nadi < 20 mmHgDistress pernafasan/sianosisKulit dingin dan lembabEkstremitas dinginPeriksa kadar gula darah
Kristaloid IV5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jamLalu diturunkan 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jamLalu diturunkan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam
Jika pasien menunjukkan perbaikan, cairan dapat diturunkan
Pantau Ht setiap 6-8 jam
Jika pasien tidak stabil, tindakan sesuai nilai HtJika Ht meningkat, pertimbangkan bolus cairanJika Ht menurun, pertimbangkan transfuse darah
Infus stop tidak melebihi 48 jam
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan
20 menit Introduksi pada kelas besar - Penjelasan narasumber tentang sindroma syok dengue dan
tatalaksananya (10 menit)- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diputar (10 menit)
Narasumber
10 menit Demonstrasi pada kelas besar :- Mempersiapkan cairan resusitasi: cairan kristaloid (Ringer
laktat, Ringer asetat, Garam fisiologis) cairan koloid (Dekstran 40%, HES 6%, Albumin), plasma (FFP) dan IV line (abocath, infus set).
- Narasumber memperlihatkan cara resusitasi cairan pada sindroma syok dengue secara bertahap.
Narasumber
30 menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 mahasiswa).
Coaching: Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
InstrukturMahasiswa
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan tahapan resusitasi cairan pada sindroma syok dengue secara bergantian masing-masing selama 10 menit. Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
MahasiswaInstruktur
IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Pasien simulasi/mahasiswa.2. Cairan kristaloid (Ringer laktat, Ringer asetat, Garam fisiologis), cairan koloid
(Dekstran 40%, HES 6%, Albumin), plasma (FFP).3. IV line : abocath, infus set.
V. RUJUKAN1. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam berdarah
dengue di Indonesia.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, edisi ke-2. Jakarta, 2004. h.25-42
2. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. h.155-81
3. Halsted SB. Dengue. In: Tropical medicine science and practice. h.193-214
VI. KASUS
25
Seorang anak perempuan usia 5 tahun dengan berat badan 21 kg, datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan kaki dan tangan dingin yang dialami sejak 9 jam sebelumnya. Demam dialami sejak 5 hari yang, tinggi dan tidak mencapai normal walau diberi obat penurun panas, namun dalam satu hari ini tidak dijumpai demam. Perdarahan melalui hidung dialami 3 hari yang lalu. Buang air besar hitam dijumpai sejak 1 hari yang lalu, buang air kecil terakhir 5 jam yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran apatis, temperature 36,2oC, toraks simetris fusiformis, denyut jantung 144x/menit, laju pernafasan 32x/menit, suara nafas melemah pada paru kanan bawah, Abdomen distensi dengan hepar teraba 3cm bawah arcus costa kanan, tekanan darah tidak terukur, tekanan nadi teraba cepat dan lemah.
VII.LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI CAIRAN PADA SINDROMA SYOK DENGUE
LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
RESUSITASI CAIRAN PADA SINDROMA SYOK DENGUE
1. Mempersiapkan alat :- Cairan resusitasi :Ringer Laktat, Dextran 40%,HES 6%- IVline : abocath no. 24, infus set mikro
2. Menilai kesadaran dan tanda vital penderita Perhatikan :
- Kesadaran somnolen- Pernafasan 32x/menit- Frekuensi jantung 144 x/menit- Tekanan darah tidak terukur- Capillary refill time > 3”- Akral dingin- BAK >4 jam yang lalu
3. Menilai tanda-tanda kebocoran plasma penderita dengan memperhatikan :
- Pada auskultasi didapati suara nafas melemah pada lapangan paru (efusi pleura)
- Pada perkusi ada double sound, pekak beralih (asites)- Peningkatan hematokrit >20% atau penurunan hematokrit > 20%
epistaksis, gusi berdarah, perdarahan saluran cerna.
5.Menentukan pasien masuk dalam gradasi syok :- Grade III- Grade IV
6.Memberikan cairan kristaloid 20cc/kg bbdiulang 2 x bila tidak
26
Respon
7. Menilai tanda vital setelah pemberian kristaloid 20 cc/kgBB :- Kesadaran apatis- Pernafasan 28x/menit- Frekuensi jantung 140 x/menit- Tekanan darah belum terukur- Capillary refill time > 3”- Akral dingin- BAK >4 jam yang lalu
8.Memberikan cairan koloid sebanyak 10 cc/kgBB
9.Mengevaluasi kembali tanda vital: - Kesadaran kompos mentis