Top Banner
Ureteral Injury From External Trauma: Missed Diagnosis Despite Extensive Initial Radiologic Investigation Rameshdo Yuanda 1 , Tarmono 1 1 Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya ABSTRACT Ureteral injury from external trauma is a rare condition, comprising less than 1% of all urogenital injuries. Patient with ureteral injury generally sustains trauma with high energy, resulting in multiple associated injuries, including those injuries that is rarely happen, such as vertebral column or intestinal injury. In the majority of cases, ureteral injury was detected during exploration. But in the era of non-operative management for blunt abdominal injury, contrast-enhanced helical CT scan remains the goldstandard for the diagnosis of ureteral injury. Nevertheless, delayed or missed diagnosis is still approximately 8-20%, despite application of this modern radiologic technology. We report 1 case of ureteral injury due to blunt abdominal trauma, with multiple concomitant injury. The diagnosis of ureteral injury is missed at presentation, though complete urinary tract imaging had been done. Application of special imaging technique, for example delayed image, is recommended to detect ureteral injury more accurately in highly suspicious case. Keywords : ureteral injury, external trauma, contrast-enhanced CT scan PENDAHULUAN Trauma ureter akibat kekerasan dari luar sangat jarang terjadi, meliputi kurang dari 4% kasus trauma tembus dan kurang dari 1% trauma tumpul. Secara keseluruhan, trauma ureter terjadi kurang dari 1% dari seluruh trauma sistem urogenital. Kebanyakan penderita juga mengalami trauma yang signifikan pada organ lain, dengan angka 1
15
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Ureteral Injury From External Trauma: Missed Diagnosis Despite Extensive Initial Radiologic InvestigationRameshdo Yuanda1, Tarmono11 Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya

ABSTRACTUreteral injury from external trauma is a rare condition, comprising less than 1% of all urogenital injuries. Patient with ureteral injury generally sustains trauma with high energy, resulting in multiple associated injuries, including those injuries that is rarely happen, such as vertebral column or intestinal injury.In the majority of cases, ureteral injury was detected during exploration. But in the era of non-operative management for blunt abdominal injury, contrast-enhanced helical CT scan remains the goldstandard for the diagnosis of ureteral injury. Nevertheless, delayed or missed diagnosis is still approximately 8-20%, despite application of this modern radiologic technology.We report 1 case of ureteral injury due to blunt abdominal trauma, with multiple concomitant injury. The diagnosis of ureteral injury is missed at presentation, though complete urinary tract imaging had been done. Application of special imaging technique, for example delayed image, is recommended to detect ureteral injury more accurately in highly suspicious case.Keywords : ureteral injury, external trauma, contrast-enhanced CT scan

3

PENDAHULUANTrauma ureter akibat kekerasan dari luar sangat jarang terjadi, meliputi kurang dari 4% kasus trauma tembus dan kurang dari 1% trauma tumpul. Secara keseluruhan, trauma ureter terjadi kurang dari 1% dari seluruh trauma sistem urogenital. Kebanyakan penderita juga mengalami trauma yang signifikan pada organ lain, dengan angka mortalitas mencapai sepertiganya. 10-28% penderita dengan trauma ureter juga menderita trauma ginjal, dan 5% diantaranya menderita trauma buli(1). Di rumah sakit umum Dr. Soetomo, selama tahun 2007-2009, didapatkan 67 kasus trauma urogenital. Diantara jumlah tersebut, belum pernah didapatkan adanya kasus trauma ureter(2). Hal ini menunjukkan bahwa trauma ureter sangat jarang terjadi, meskipun di pusat pelayanan kesehatan yang banyak menangani kasus trauma. Penderita dengan trauma ureter umumnya mengalami cedera berenergi tinggi yang diterima di seluruh tubuhnya. Besarnya energi tersebut berakibat pada terjadinya trauma lain, yang umumnya juga jarang terjadi, seperti fraktur pada processus vertebrae lumbal, atau dislokasi vertebra torakolumbal(1). Oleh karena itu, ditemukannya trauma semacam ini pada penderita dengan trauma tumpul harus meningkatkan kewaspadaan kita terhadap terjadinya trauma ureter. Dilaporkan 1 kasus trauma ureter akibat trauma tumpul, yang disertai dengan trauma pada berbagai organ (multitrauma), meliputi otak, toraks (fraktur costa), lien, pelvis (fraktur ramus pubis dan iliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan sebagai kebocoran urine melalui track fiksasi eksternal yang dilakukan untuk stabilisasi fraktur pelvis. Penatalaksanaan yang dikerjakan meliputi pencitraan secara endoskopik (Retrograde Pyelography/RPG) di kamar operasi, yang dilanjutkan dengan operasi eksplorasi dan penyambungan ureter dengan teknik end to end anastomoseatau ureteroureterostomi. Meskipun penatalaksanaan trauma ureter tersebut berhasil dengan baik, tantangan masih timbul dalam hal deteksi dini dari trauma ureter pada penderita dengan trauma tumpul, terutama pada kasus multitrauma.

LAPORAN KASUSSeorang perempuan berusia 25 tahun dibawa ke Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Dr. Soetomo (RSDS), setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam sebelumnya. Kecelakaan berupa tabrakan frontal antara sepeda motor yang ditumpangi pasien dengan sebuah truk dari arah berlawanan. Terdapat 2 penumpang lain di motor tersebut, dan keduanya meninggal dunia di tempat kejadian. Didapatkan riwayat pingsan dan tidak ingat kejadian. Saat datang di rumah sakit, pasien dalam kondisi hemodinamik stabil dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 4-5-6. Pada exposure didapatkan adanya ekskoriasi luas, mulai dari regio hemithorax inferior sampai dengan regio femur kiri penderita (foto 1).Didapatkan juga unstable pelvis pada pasien ini. Tidak didapatkan jejas di regio flank kanan. Didapatkan gross hematuria pada pasien ini. Pemeriksaan laboratorium saat datang menunjukkan adanya anemia dengan kadar hemoglobin 3,3 g/dL, dengan kadar leukosit sebesar 10200 sel/cmm. Tes fungsi ginjal tidak menunjukkan adanya kelainan dengan kreatinin serum 0,7 mg/dL.

Foto 1. Kondisi klinis pasien. Tampak ekskoriasi dengan defek kulit yang luas di regio thorax inferior, abdomen sampai femoris kiri (sebagian besar tertutup kasa). Tidak tampak jejas yang berarti di regio flank kanan maupun suprapubik

Evaluasi dengan Focused Abdominal Sonography on Trauma (FAST) menunjukkan adanya cairan bebas di Morrisons pouch, yang mengindikasikan adanya kecurigaan suatu internal bleeding, sehingga pada pasien dikerjakan Computed Tomography Scan (CT scan) abdomen dengan kontras, sekaligus dengan one shoot Intra Venous Pyelography (one shoot IVP) atas indikasi adanya trauma tumpul abdomen dengan gross hematuria. Dari hasil pemeriksaan CT scan abdomen dengan kontras serta one shoot IVP didapatkan adanya trauma lien derajat I dan trauma ginjal kanan derajat IV (foto 2). Pada pemeriksaan CT scan tersebut tampak adanya gambaran laserasi parenkim ginjal kanan yang mengenai sistem pelvikaliseal. Sementara dari one shoot IVP tidak tampak gambaran sistem pelvikaliseal yang intak dengan didapatkan juga adanya ekstravasasi kontras. Dari kedua pemeriksaan tersebut kemudian ditegakkan diagnosis trauma ginjal kanan derajat IV dengan hemodinamik stabil. Evaluasi pelvic ring dengan foto polos pelvis proyeksi AP dan CT scan pelvis dengan rekonstruksi 3 dimensi menunjukkan adanya fraktur four rami pubis (straddle fracture) dengan fraktur iliac wing kanan serta disrupsi dari sacroiliac joint sebelah kanan (foto 3). Selain itu juga didapatkan fraktur processus transversus vertebrae lumbalis IV dan V kiri (foto 4), dan fraktur processus spinosus vertebrae lumbalis II sampai V (foto 5).

Foto 2. Imaging traktus urinarius saat pasien datang. CT scan abdomen irisan axial dan sagital menunjukkan adanya laserasi parenkim ginjal yang mencapai sistem pelvikaliseal. Sedangkan pada IVP one-shoot tampak gambaran ekstravasasi kontras di sebelah kanan, dengan visualisasi sistem pelvikaliseal ginjal kanan yang tidak jelas. Tampak juga adanya hematoma subkapsuler lien (tanda panah).

Foto 3. Foto polos pelvis proyeksi AP dilanjutkan dengan CT scan pelvis dengan rekonstruksi 3 dimensi menunjukkan adanya fraktur four rami pubis serta fraktur iliac wing kanan dengan disrupsi sacroiliac joint kanan.

Foto 4 Fraktur processus transversus vertebrae lumbalis IV dan V kiri tampak pada CT scan pevis dengan rekonstruksi 3 dimensi.

Foto 5 Dengan pemeriksaan yang sama, tampak adanya fraktur processus spinosus vertebrae lumbalis II-V.Berdasarkan pemeriksaan tersebut diatas, pada pasien ini ditegakkan diagnosis cedera otak ringan + trauma lien derajat I + trauma ginjal kanan derajat IV + fraktur four rami pubis + fraktur iliac wing kanan + disrupsi sacroiliac joint kanan + fraktur processus transversus vertebrae lumbalis IV-V kiri + fraktur processus spinosus vertebrae lumbalis II-V.Penatalaksanaan non-operatif dipilih untuk pasien ini, meliputi tirah baring total, pemberian antibiotika, analgetika dan antifibrinolitik parenteral, serta observasi ketat tanda vital, produksi dan kualitas urine, serta parameter laboratorium dan urinalisis. Bagian bedah saraf dan bedah digestif juga memilih penanganan konservatif. Untuk stabilisasi pelvis, bagian orthopedi memasang pelvic sling, sambil mengoptimalkan kondisi pasien untuk tindakan reduksi terbuka dan fiksasi eksternal pelvis secara elektif. Operasi reduksi terbuka dan fiksasi eksternal pelvis dikerjakan pada hari ke-7 perawatan. Selama masa perawatan tersebut belum didapatkan kecurigaan adanya ruptur ureter, oleh karena nyeri pinggang dan hematuria yang dialami penderita sudah didiagnosis sebagai trauma ginjal kanan derajat IV. Kecurigaan adanya trauma ureter baru muncul pada hari ke-2 setelah pemasangan fiksasi eksternal, setelah ditemukan rembesan urine pada track fiksasi eksternal yang terpasang. Tidak didapatkan tanda-tanda sepsis, maupun penurunan fungsi ginjal pada pasien.Dengan adanya kecurigaan trauma ureter tersebut, pasien kembali menjalani pemeriksaan radiologi berupa CT scan pelvis dengan kontras dan IVP one-shoot. Pada pemeriksaan yang kedua ini baru didapatkan adanya ekstravasasi kontras yang tampak jelas berasal dari ureter proksimal kanan, setinggi corpus vertebrae lumbalis III-IV (foto 6). Hal yang menarik adalah bahwa pada pemeriksaan tersebut, yang dilakukan dalam kurun waktu hanya 2 minggu setelah trauma, tidak didapatkan lagi gambaran adanya laserasi parenkim ginjal, seperti yang terlihat pada CT scan yang pertama. Setelah ditegakkan diagnosis trauma ureter kanan, pasien direncanakan untuk menjalani operasi eksplorasi, dengan didahului retrograde pyelography (RPG) di kamar operasi. RPG menunjukkan kontras terhenti setinggi corpus vertebra lumbalis III kanan, dengan gambaran ekstravasasi kontras (foto 7). Atas dasar hasil RPG tersebut ditegakkan diagnosis ruptur ureter proksimal kanan dan operasi dilanjutkan dengan eksplorasi ureter. Eksplorasi ureter tersebut dikerjakan melalui insisi Gibson, karena pasien tidak memungkinkan untuk diposisikan miring. Namun demikian, dengan sedikit ekstensi ke kranial (foto 8), cavum retroperitoneal serta ureter dapat diakses dengan baik hingga mencapai pelvis renalis dan melakukan evaluasi pada ginjal.

Foto 6. Re-imaging traktus urinarius atas indikasi kebocoran urine melalui track fiksasi eksternal pelvis. Dari CT scan dan IVP one-shoot tersebut tampak adanya ekstravasasi kontras setinggi corpus vertebra lumbalis III kanan, mengesankan suatu ruptur ureter. Tampak juga bahwa kontur ginjal tampak normal pada pemeriksaan ini, berbeda dengan gambaran sebelumnya yang menunjukkan adanya ruptur ginjal derajat 4.Pada eksplorasi didapatkan ureter yang mengalami ruptur total, dengan stump distal ditemukan kurang lebih setinggi vertebra lumbalis III dan stump proksimal tepat di distal ureteropelvic junction (UPJ) (foto 9). Parenkim ginjal tampak utuh, tidak didapatkan tanda adanya laserasi parenkim seperti gambaran CT scan awal. Setelah dilakukan debridement dan freshening dari tepi-tepi stump ureter, dilakukan penyambungan dengan teknik end to end, dengan spatulasi, dan dilakukan pemasangan double J stent (DJ stent). Hasil akhir dari operasi ini adalah anastomosis yang tension-free, seperti tampak pada foto 10 dan 11.

Foto 7. Retrograde Pyelography (RPG) durante operasi, menkonfirmasi adanya ekstravasasi kontras dengan kecurigaan lokasi ruptur ureter berada setinggi corpus vertebra lumbalis III, menegakkan diagnosis ruptur ureter proksimal kanan.

Foto 8. Lokasi insisi operasi. Pada pasien ini eksplorasi ureter proksimal dilakukan melalui insisi Gibson yang diperlebar ke kraniolateral karena pasien tidak dapat diposisikan miring.

Foto 9. Eksplorasi durante operasi menunjukkan adanya ruptur total ureter proksimal kanan, dengan stump distal berada setinggi vertebra lumbalis III dan stump proksimal berada tepat di distal UPJ, gambaran cedera yang sesuai dengan trauma ureter akibat cedera akselerasi-deselerasi.Perjalanan paska operasi berjalan tanpa komplikasi. Kateter uretra dipertahankan selama 1 minggu untuk mencegah terjadinya refluks serta karena pasien belum dapat mobilisasi dengan baik. Redon drain dilepas pada hari ke-4, dan tidak ada tanda-tanda kebocoran urine setelah itu. Pasien masih menjalani beberapa operasi lanjutan oleh bagian orthopedi untuk revisi fiksasi pelvis dan penutupan defek kulit, dan dipulangkan 1 bulan setelah operasi dalam kondisi yang baik, serta tanpa keluhan urologi.

Foto 10 Hasil akhir operasi menunjukkan anastomosis ureter yang tension-free.

Foto 11 (kanan) menunjukkan DJ stent kanan yang terpasang dengan baik.DISKUSITrauma ureter dapat diklasifikasikan menjadi trauma yang bersifat akut, serta trauma dengan onset yang lebih perlahan. Trauma ureter akut jarang terjadi, dan seringkali merupakan trauma iatrogenik intraoperatif (80%) dibandingkan akibat trauma eksternal (20%). Diantara trauma ureter iatrogenik tersebut, 52-82% terjadi pada operasi ginekologi. Radiasi, batu ureter, dan adanya riwayat instrumentasi merupakan beberapa penyebab trauma ureter kronik, yang seringkali muncul sebagai fistula atau hidroureteronefrosis sekunder akibat striktur ureter(3).Diantara seluruh kasus trauma ureter, 90,7% diantaranya terjadi akibat luka tembak, 5,2% akibat luka tikam, dan hanya 4,1% terjadi akibat trauma tumpul. Meskipun begitu, ureter hanya mengalami trauma pada kurang dari 3% kasus luka tembak daerah abdomen.Trauma tumpul ureter dapat terjadi setelah jatuh dari ketinggian, atau akibat kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, seperti pada kasus ini. Deselerasi yang terjadi secara cepat dan mendadak menyebabkan terjadinya disrupsi ureter pada titik yang relatif fixed sepanjang perjalanannya. Titik tersebut adalah ureterovesical junction, dan yang lebih sering lagi, ureteropelvic junction(3). Pada kasus ini, disrupsi ureter juga ditemukan tepat dibawah ureteropelvic junction, yang menunjukkan bahwa trauma ureter pada kasus ini terjadi akibat trauma deselerasi cepat.Hematuria, baik gross maupun mikroskopik (lebih dari 5 eritrosit per lapangan pandang besar), dapat ditemukan pada 74% kasus trauma ureter(3). Pada 25-45% kasus trauma ureter, tidak ditemukan adanya hematuria, sekalipun mikroskopis(4). Hematuria dapat tidak terjadi pada kasus transeksi ureter secara total, maupun transeksi parsial yang adynamic. Armenakas menunjukkan bahwa 93% kasus trauma ureter dapat dikenali secara dini, 57% diantaranya diidentifikasi intraoperatif(5). Kunkle dkk menyatakan bahwa eksplorasi operatif memiliki sensitivitas sebesar 88,9% untuk mendeteksi trauma ureter(6). Pada kasus dimana trauma ureter tidak ditemukan saat presentasi, beberapa hal dapat dijadikan penanda akan adanya trauma ureter, meliputi demam, lekositosis, sampai tanda iritasi peritoneum lokal. Adanya tanda tersebut merupakan indikasi untuk segera melakukan evaluasi dengan CT scan. Namun demikian, berbeda dengan saat kondisi akut, trauma ureter yang terlewatkan (terdeteksi lebih dari 48 jam setelah kejadian) memerlukan RPG sebagai sarana diagnostik terbaik(1). IVP seringkali tidak membantu, dengan angka kesalahan berkisar antara 33-100%(7). Presti dkk mendapatkan angka keterlambatan deteksi trauma ureter sebesar 8-20%, dan hal ini berkaitan dengan kurang sensitifnya berbagai perangkat diagnostik yang biasa digunakan(4). Pada kasus ini trauma ureter tidak terdeteksi sejak awal meskipun ditemukan adanya hematuria makroskopis dan telah dikerjakan evaluasi dengan CT scan dan one-shot IVP. Hal ini mungkin terjadi karena ekstravasasi kontras yang terlihat pada one-shot IVP dapat dijelaskan oleh adanya ruptur ginjal derajat 4 yang ditemukan pada CT scan, sehingga tidak memunculkan kecurigaan akan adanya trauma ureter. Lebih menarik lagi, tidak ditemukan adanya trauma ginjal saat eksplorasi. Penggunaan CT scan helical, dan pengambilan gambar secara delayed (5 sampai 20 menit setelah injeksi bahan kontras) dapat membantu mengidentifkasi adanya ekstravasasi dari ureter secara lebih akurat(8).Pada kasus ini dilakukan repair ureter dengan teknik end to end anastomose (ureteroureterostomy), dengan sebelumnya melakukan spatulasi, dan dengan menggunakan DJ stent. Hal ini sesuai dengan prinsip penanganan trauma ureter seperti yang dikemukakan oleh Palmer dkk, 1983. Prinsip tersebut meliputi: Mobilisasi dengan preservasi adventitia, debridement dari jaringan nonviabel sampai mendapatkan tepi yang berdarah, spatulasi, tension-free, penggunaan stent, anastomosis yang watertight, pembesaran optik untuk menjamin aposisi antar-urothelium, serta penggunaan drain retroperitoneal setelah operasi(7) (3). Interposisi dengan omentum juga dianjurkan untuk melapisi lokasi anastomosis jika memungkinkan(1).Angka komplikasi setelah repair ureter akibat trauma kurang lebih sebesar 25% (9). Komplikasi dini yang paling sering terjadi adalah kebocoran urine yang berkepanjangan pada lokasi anastomosis. Komplikasi ini dapat tampil sebagai urinoma, abses, sampai peritonitis. Komplikasi lambat meliputi striktur ureter bahkan tertinggalnya stent dalam waktu yang berkepanjangan akibat sulitnya follow-up dalam setting trauma. Angka kematian pasien dengan trauma ureter juga cukup tinggi, dan hal ini biasanya berkaitan dengan beratnya trauma penyerta yang terjadi, bukan akibat trauma ureter itu sendiri(3). Pada kasus ini, pasien juga mengalami berbagai trauma mulai dari otak sampai pelvis. Namun penanganan yang baik dengan mengandalkan kerjasama multidisiplin yang baik dapat mencegah terjadinya mortalitas pada pasien tersebut.KESIMPULANTrauma ureter akibat trauma eksternal jarang ditemukan, terutama bila pada trauma tumpul abdomen. Kita perlu meningkatkan kecurigaan akan adanya trauma ureter jika didapatkan riwayat trauma tumpul abdomen dengan adanya trauma deselerasi cepat, serta pada kasus trauma yang melibatkan multi organ, terutama pada organ-organ yang umumnya jarang mengalami trauma, seperti columna vertebralis atau trauma intestinal. Pada kecurigaan trauma ureter modalitas radiologi yang dianjurkan adalah CT scan abdomen dengan contrast-enhanced, dengan pengambilan gambar yang delayed, sehingga turunnya kontras pada ureter dapat diikuti dengan baik. Dengan pengambilan gambar secara delayed, diharapkan misdiagnosis seperti yang terjadi pada kasus ini dapat dihindari.Penanganan trauma ureter dengan memperhatikan prinsip-prinsip rekonstruksi ureter akan memberikan outcome yang sangat baik. Pada kasus ini semua prinsip rekonstruksi ureter meliputi debridement sampai jaringan viabel, anastomosis yang watertight dan tension free, spatulasi serta pemasangan stentdan drainasedapat dipenuhi, dan hasil akhirnya adalah kesembuhan yang memuaskan baik tim dokter maupun penderita.DAFTAR PUSTAKA1. McAninch JW, Santucci RA. Renal and Ureteral Trauma. In: Wein: Campbell-Walsh Urology, 9th Ed. 2007. Saunders Elseviers, Philadelphia2. Kristyantoro B, Soebadi DM:Profil dan Penatalaksanaan Trauma Urogenital di RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2007-2009: penelitian retrospektif. Previously Unpublished3. Elliott SP, McAninch JW:Ureteral Injuries: External and Iatrogenic.Urol Clin N Am2006;33(1):55-664. Presti Jr JC,Carroll PR,McAninch JW:Ureteral and renal pelvic injuries from external trauma: Diagnosis and management. J Trauma1989;29:370-3745. Armenakas NA:Current methods of diagnosis and management of ureteral injuries. World J Urol1999;17:78-836. Kunkle DA, Kansas BT, Pathak A, Goldberg AJ, Mydlo JH:Delayed Diagnosis of Traumatic Ureteral Injuries. J Urol 2006;176: 2503-77. Palmer JK,Benson GS,Corriere Jr JN:Diagnosis and initial management of urological injuries associated with 200 consecutive pelvic fractures. J Urol1983;130:712-7148. Kawashima A,Sandler CM,Corl FM,et al:Imaging of renal trauma: A comprehensive review. Radiographics2001;21:557-5749. Elliott SP, McAninch JW:Ureteral injuries from external violence: the 25-year experience at San Francisco General Hospital. J Urol 2003;170(4 Pt 1): 12136