Top Banner
Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat anugerahNya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini, saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pembimbing yang telah yang membimbing kami dalam proses pembuatan yang berjudul Sindrom Nefrotik ini. Serta telah memberi saya kesempatan untuk membuat makalah ini sehingga saya dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya. Dan juga kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan material maupun spiritua dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”. saya sadar saya dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah kami yang berikutnya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat. 1
44

Trauma tulang belakang

Jan 20, 2016

Download

Documents

eyi

ilmu saraf neuro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Trauma tulang belakang

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat anugerahNya

saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Pada kesempatan ini, saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya pada pembimbing yang telah yang membimbing kami dalam proses pembuatan yang

berjudul Sindrom Nefrotik ini. Serta telah memberi saya kesempatan untuk membuat makalah ini

sehingga saya dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya. Dan juga kepada kedua orang

tua yang telah memberikan dukungan material maupun spiritua dan semua pihak yang tidak

dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”. saya

sadar saya dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya

sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah kami yang

berikutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.

1

Page 2: Trauma tulang belakang

DAFTAR ISI

Halaman.

KATA PENGANTAR.............................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 4

2.1 Sejarah.................................................................................................. 4

2.2 Definisi................................................................................................. 4

2.3 Epidemiologi........................................................................................ 4

2.4 Etiologi................................................................................................. 5

2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 7

2.6 Gejala klinik......................................................................................... 12

2.7 Diagnosis.............................................................................................. 14

2.8 Penatalaksanaan.................................................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 28

2

Page 3: Trauma tulang belakang

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan

saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra.

Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian

tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama

sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada

medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. Trauma medula spinalis

adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang

menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat

menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1

Data dari bagian rekam medik Rumah sakit umum pusat Fatmawati didapatkan

dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003, angka kejadian angka

kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka

kejadian untuk cedera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45 tahun

fraktur terjadi pada pria dibandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan dan

kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena

faktor osteoporosis yang diasosiasikan dengan perubahan hormonal (menopose). Vertebra

yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daera servikal (leher) ke

5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini paling rentang karena ada rentang

mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral dalam area ini. Penyebab tersering

adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan

olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma

medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat,

dan terkadang menimbulkan kematian.2

BAB II

3

Page 4: Trauma tulang belakang

PEMBAHASAN

II.1 Anatomi Medula Spinalis dan Dermatom

Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak di canalis vertebralis, dan

dibungkus oleh tiga meninges yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Syaraf Spinal

dilindungi oleh tulang vertebra, ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor

cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarachnoid. Bagian

superior dimulai dari bagian foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya

dengan medulla oblongata. Medula spinalis berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah

medulla spinalis menipis menjadi konus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan

piamater, yaitu fillum terminale yang berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os

coccygea. Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina.

Setiap pasangan syaraf keluar melalui foramen intervertebral.  Syaraf Spinal dilindungi oleh

tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan LCS (liquor cerebrospinal).3-

6

Disepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix

motorik dan radix posterior atau radix sensorik. Masing-masing radix melekat pada medulla

spinalis melalui fila radikularia yang membentang disepanjang segmen-segmen medulla

spinalis yang sesuai. Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior,

yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31 pasang saraf spinal diantaranya

yaitu : 3-6

a. 8   pasang syaraf servikal,

b. 12 pasang syaraf torakal,

c. 5   pasang syaraf lumbal,

d. 5   pasang syaraf sakral dan

e. 1   pasang syaraf koksigeal.

Fungsi medula spinalis :3-6

4

Page 5: Trauma tulang belakang

a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.

b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, Refleks merupakan respon bawah

sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan

keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks

somatis dan refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks

otonom atau visceral.

c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.

d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

DERMATOM

Berkaitan dengan masukan sensorik, setiap daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi

oleh saraf spinal tertentu yang disebut area dermatom. Saraf spinal juga membawa serat-serat

yang bercabang untuk mempersarafi organ-organ dalam, dan kadang-kadang nyeri yang

berasal dari salah satu organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinal

yang sama.7

II.2 Pengertian Trauma Medula Spinalis

Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non

trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan

vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi

otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area

yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif berupa

gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi sexual.3,7,10

Klasifikasi menurut American Spinal Injury Association:7

Grade A Hilangnya seluruh fungsi morotik

dan sensorik dibawah tingkat lesi

5

Page 6: Trauma tulang belakang

Grade B Hilangnya seluruh fungsi motorik

dan sebagian fungsi sensorik di

bawah tingkat lesi.

Grade C Fungsi motorik intak tetapi dengan

kekuatan di bawah 3.

Grade D Fungsi motorik intak dengan

kekuatan motorik di atas atau sama

dengan 3.

Grade E Fungsi motorik dan sensorik

normal.

Skala kerusakan berdasarkan American spinal injury association/International

medical society of Paraplegia (IMSOP)

Grade Tipe Gangguan spinalis ASA/IMSOP

A Komplit Tidak ada fungsi sensorik dan motorik sampai S4-5

B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi fungsi motorik terganggu sampai segmen sacral S4-5

C Inkomplit Fungsi motoik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan < 3

D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utamanya punya kekuatan > 3

E Normal Fungsi sensorik dan motorik normal

Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :7

6

Page 7: Trauma tulang belakang

a. Paraplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan

pada segment thoraco-lumbo-sacral.

b. Quadriplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena

kerusakan pada segment cervikal.

Spesifik Level7

1. C1 – C2 : Quadriplegia, kemampuan bernafas (-).

2. C3 – C4 : Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan bernafas hilang.

3. C5 – C6 : Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan.

4. C6 – C7 : Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (-).

5. C7 – C8 : Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-).

6. Th1 – L1-2 : Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-),

fungsi seksual (-).

7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-), fungsi seksual

tergantung radiks yang rusak.

Sindrom cedera medulla spinalis menurut ASIA, yaitu :3,7,9,10

Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan

Central cord syndrome Cedera pada posisi sentral dan sebagian pada daerah lateral.Dapat sering terjadi pada daerah servikal

Menyebar ke daerah sacral. Kelemahan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah jarang terjadi pada ekstremitas bawah

Brown- Sequard Syndrome Anterior dan posterior hemisection dari medulla spinalis atau cedera akan

Kehilangan ipsilateral proprioseptiv dan kehilangan fungsi motorik.

7

Page 8: Trauma tulang belakang

menghasilkan medulla spinalis unilateral

Anterior cord syndrome Kerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalis

Kehilangan funsgsi motorik dan sensorik secara komplit.

Posterior cord syndrome Kerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalis

Kerusakan proprioseptiv diskriminasi dan getaran. Funsgis motor juga terganggu

Cauda equine syndrome Kerusakan pada saraf lumbal atau sacral samapi ujung medulla spinalis

Kerusakan sensori dan lumpuh flaccid pada ekstremitas bawah dan kontrol berkemih dan defekasi.

II.2 Epidemiologi

Cidera medulla spinal adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi

150.000 prang di Amerika serikat, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap

tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih 75% dari seluruh cedera.

Data dari bagian rekam medic Rumah sakit umum pusat Fatmawati didapatkan dalam 5

bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003, angka kejadian angka kejadian untuk

fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cedera

medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45 tahun fraktur terjadi pada

pria dibandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan dan kecelakaan bermotor. Tetapi

belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang

diasosiasikan dengan perubahan hormonal (menopose).2

II.3 Etiologi

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:

A. Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang

diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula

spinalis. Sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan

8

Page 9: Trauma tulang belakang

sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and

Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula

spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra. 3,7,9,10

B. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit,

infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang

terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor

penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati

spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler,

kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan. 3,7,9,10

II.4 Faktor Resiko

A. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan : Cedera tulang tulang belakang

mempengaruhi jumlah yang tidak proporsional pria. Bahkan, perempuan account hanya

sekitar 20 persen dari trauma cedera tulang belakang di Amerika Serikat. 3,7,9,10

B. Menjadi antara usia 16 dan 30 : Banyak terjadi cedera tulang belakang traumatis jika

berusia antara 16 dan 30. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama

cedera tulang belakang untuk orang di bawah 65, sementara jatuh penyebab paling cedera

pada orang dewasa yang lebih tua. 3,7,9,10

C. Terlibat dalam perilaku berisiko : Menyelam ke dalam air terlalu dangkal atau bermain

olahraga tanpa mengenakan peralatan keselamatan yang tepat atau mengambil tindakan

pencegahan yang tepat dapat menyebabkan cedera tulang belakang. 3,7,9,10

D. Memiliki tulang atau kelainan sendi : Sebuah cedera yang relatif kecil dapat menyebabkan

cedera tulang belakang jika Anda memiliki gangguan lain yang mempengaruhi tulang atau

sendi, seperti arthritis atau osteoporosis. 3,7,9,10

II.4 Gejala Klinik

Jika medula spinalis mengalami cedera, maka saraf-saraf yang berada pada daerah

yang mengalami cedera dan yang di bawahnya akan mengalami gangguan fungsi, yang

9

Page 10: Trauma tulang belakang

menyebabkan hilangnya kontrol otot dan juga hilangnya sensasi. Hilangnya kontrol otot atau

sensasi dapat bersifat sementara atau menetap, sebagian atau menyeluruh, tergantung dari

beratnya cedera yang terjadi. Cedera yang menyebabkan putusnya medula spinalis atau

merusak jalur jalannya saraf di medula spinalis menyebabkan hilangnya fungsi yang

menetap, tetapi trauma tumpul yang mengguncang medula spinalis dapat menyebabkan

hilangnya fungsi sementara, yaitu bisa sampai beberapa hari, beberapa minggu, atau

beberapa bulan. Hilangnya kontrol otot sebagian menyebabkan timbulnya kelemahan pada

otot. Sedangkan kontrol otot yang hilang seluruhnya menyebabkan kelumpuhan. Ketika otot

mengalami kelumpuhan, maka otot tersebut seringkali kehilangan tonus ototnya sehingga

menjadi lemas (flaccid). Beberapa minggu kemudian, kelumpuhan dapat berkembang

menjadi spasme otot yang involunter (tidak disadari) dan lama (paralysis spastik). 3,7,9,10

Kerusakan hebat dari medula spinalis di pertengahan punggung bisa menyebabkan

kelumpuhan pada tungkai, tetapi lengan masih tetap berfungsi secara normal. Gerakan

refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan

meningkat. Contohnya, refleks lutut tetap ada atau bahkan meningkat. Meningkatnya refleks

ini dapat menyebabkan spasme pada tungkai. Refleks yang tetap dipertahankan

menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek, sehingga dapat terjadi kelumpuhan

jenis spastik. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan. 3,7,9,10

Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi hilang, otot flaksid, reflex hilang,

paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga dibawah tingkat

lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi seksual. Kulit

menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat penekanan

tulang. Spingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi (disebabkan oleh

hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.3,7,9,10

Apabila medula spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi yang

terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian tubuh di

bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik refleks tendon, refleks autonomic

disebut spinal shock. Kondisi spinal shock ini terjadi 2-3 minggu setelah cedera medula

10

Page 11: Trauma tulang belakang

spinalis. Fase selanjutnya setelah spinal shock adalah keadaan dimana aktifitas refleks yang

meningkat dan tidak terkontrol. Pada lesi yang menyebabkan cedera medula spinalis tidak

komplit, spinal shock dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak

melalui shock sama sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medula spinalis

sesuai dengan letak lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa spastisitas,

hyperefleksia, dan disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai C1

hingga L1. Dan pada LMN lesi akan timbul gangguan berupa flaccid, hyporefleksia, yang

disertai hipotonus dan biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai L3 sampai cauda equina,

di samping itu juga masih ada gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel, gangguan

fungsi seksual, dan gangguan fungsi pernapasan. 3,7,9,10

Dapat durumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu : 3,7,9,10

1. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.

2. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek tendon

myotome.

3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic blader dan

bowel.

4. Gangguan fungsi ADL yaitu makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.

5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke duduk, Duduk,

Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke bed.

6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan hipotensi.

7. Skin problem menyangkut adanya decubitus.

Cedera medulla spinalis juga mempengaruhi fungsi organ vital yaitu diantaranya disfungsi

respirasi terbesar yaitu cedera setinggi C1-C4. Cedera pada C1-C2 akan mempengaruhi

ventilasi spontan tidak efektif. Lesi setinggi C5-8 akan mempengaruhi m. intercostalis,

parasternalis, scalenus, otot-otot abdominal, otot-otot abdominal. Selain itu mempengaruhi

11

Page 12: Trauma tulang belakang

intaknya diafragma, trafezius dan sebagian m. pectoralis mayor. Lesi setinggi thoracal

mempengaruhi otot-otot intercostalis dan abdominal, dampak umumnya yaitu efektivitas

kinerja otot pernafasan menurun. 3,7,9,10

Selain itu mengganggu fungsi sistem kardiovaskular dimana terjadi karena gangguan jalur

otonom, terjadi pada lesi setinggi cervical dan thoracal. Akibat disfungsi simpatis yang

mempengaruhi fungsi jantung dan dinding vascular, hilangnya control simpatis supraspinal

mengakibatkan aktivitas simpatis menurun. Lesi setinggi cervical dan thoracal

mengakibatkan tonus vasomotor menurun sehingga mengakibatkan hipotensi. 3,7,9,10

Fungsi sistem urinaria terganggu dimana bila terjadi lesi setinggi S2 dan S4. Dimana bila

terjadi lesi setinggi S2 akan mengakibatkan otot detrusor vesika urinaria mengalami

kelemahan tipe LMN sehingga otot detrusor melemah sedangkan S4 mengatur spinkter

urinaria eksterna berkontraksi karena bersifat spastic, akan mengakibatkan retensi urin.

Sedangkan bila lesi setinggi S4 akan mengakibatkan SUE melemah (membuka) sedangkan

fungsi dari otot VU normal maka akan mengakibatkan inkontinensia urin. 3,7,9,10

Lesi pada badan sel parasimpatis di conus medularis, axon parasimpatis di cauda equine dan

axon somatic pudendus setinggi T10, fungsi pembentukan fese terganggu, karena

mempengaruhi dinding usus, pada lesi tersebut diatas akan mengakibatkan tipe LMN,

dimana feces lebih kering dan bundar, resiko tinggi inkontinensia akibat rendahnya tonus

spinkter ani. Lesi setinggi diatas conus medularis akan mengakibatkan lesi tipe UMN,

dimana terjadi overaktivitas peristaltic usus, retensi fecal akibat spastic spinkter ani. 3,7,9,10

II.5 Patofisiologi

Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis terjadi akibat dari

proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan kaskade cedera berlanjut, kemungkinan

penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak

ditunda, pada kebanyakan kasus, window period untuk intervensi terapeutik dipercaya

berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera. Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan

mencakup transfer energi ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda paska

trauma yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah

12

Page 13: Trauma tulang belakang

cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan perubahan metabolik

dan vaskuler yang mempunyai efek yang berkelanjutan. Proses cedera sekunder yang

bermula dalam hitungan menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu

hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi

seluler dan gangguan serat traktus. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi radikal bebas

dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi

inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger Ribonucleic

Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medula spinalis dan

perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik. 3,7,9,10

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian,

cedera olahraga) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari

ataxia) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada

medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak

langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash

atau trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari

tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang

bagian cervikalis bawah maupun thorakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan

yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari

jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan

vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis

dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula

spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat

sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,

perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla

spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,

contusion, laseratio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla

spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup

atau peluru yang dapat mematahkan atau mengeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan

dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen

13

Page 14: Trauma tulang belakang

transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari

jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur

dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit

oleh penyempitan kanalis vertebralis.3,7,9,10

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler

traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara

duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi

medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan

mengalami jejas. pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian,

dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran

tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks

terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang

terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9

yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang

bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.3,7,9,10

Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut : 3,7,9,10

1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang

paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra

yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami

dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.

2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini

biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan

menurun dengan bertambahnya usia.

3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran

darah kapiler dan vena.

4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan

posterior.

14

Page 15: Trauma tulang belakang

II.6 Komplikasi.

a. Ulcer decubitus : Merupakan komplikasi paling utama pada cedera medulla spinalis.

Terjadi karena tekanan yang pada umumnya terjadi pada daerah pinggul (ischial tuberositas

dan trochanter pada femur). Pada cedera medulla spinalis tidak hanya terjadi perubahan

dari tonus otot dan sensasi saja, tapi juga peredaran darah ke kulit dan jaringan subkutan

berkurang. 3,7,9,10

b. Osteoporosis dan fraktur : Kebanyakkan pasien dengan cedera medulla spinalis akan

mengalami komplikasi osteoporosis. Pada orang normal, tulang akan tetap sehat dan kokoh

karena aktifitas tulang dan otot yang menumpu. Ketika aktifitas otot berkurang atau hilang

dan tungkai tidak melakukan aktifitas menumpu berat badan, maka mulai terjadi penurunan

kalsium, phospor sehingga kepadatan tulang berkurang. 3,7,9,10

c. Pneumonia, atelektasis, aspirasi : Pasien dengan cedera medula spinalis di bawah Th4,

akan beresiko tinggi untuk berkembangnya restriksi fungsi paru. Terjadi pada 10 tahun

dalam cedera medulla spinalis dan dapat progresif sesuai keadaan. 3,7,9,10

d. Deep Vein Trombosis (DVT) : Merupakan komplikasi terberat dalam cedera medula

spinalis, yaitu terdapat perubahan dari kontrol neurologi yang normal daripada pembuluh

darah.

e. Cardiovasculer disease : Komplikasi dari sistem kardiorespirasi merupakan resiko

jangkapanjang pada cedera medulla spinalis.

f. Syringomyelia : Berpengaruh pada spasme, phantom sensation, perubahan refleks dan

autonom visceral.

g. Neuropatic pain : Merupakan masalah yang penting dalam cedera medulla spinalis.

Berbagai macam nyeri hadir dalam cedera medulla spinalis. Kerusakan pada daerah tulang

belakang dan jaringan lunak di sekitarnya dapat berakibat rasa nyeri pada daerah cedera.

Biasanya pasien akan merasakan terdapat phantom limb pain atau nyeri yang menjalar pada

level lesi ke inervasinya. 3,7,9,10

15

Page 16: Trauma tulang belakang

I. Perubahan Tonus Otot : Akibat yang paling terlihat pada SCI adalah paralysis dari otot-otot

yang dipersarafi oleh segmen yang terkena

J. Komplikasi Sistem respirasi : Bila lesi berada di atas level C4 akan menimbulkan paralysis

otot inspirasi sehingga biasanya penderita membutuhkan alat bantu pernafasan, hal tersebut

disebabkan gangguan pada n. intercostalis. K. Kontrol Bladder dan Bowel : Pusat urinaris

pada spinal adalah pada conus medullaris. Kontrol refleks yang utama berasal dari segmen

secral. Selama fase spinal shock, bladder urinary menjadi flaccid. Semua tonus otot dan

refleks pada bledder hilang.

II.7 Anamnesis

1. Keluhan utama : Keluhan yang membawa pasien untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera

medulla spinal datang dengan keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan

sudah berapa lama dirasakan.8,9,10

2. RPS :

a. Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian sktremitas mana saja) paraplegia

tau quadriplegi, kelmahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan, gejala semakin parah

atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan utnuk

mengurangi gejala, hasil pengobatan. 8,9,10

b. Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar

atau tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada

perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB (konstipasi). Hilangnya

sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual. 8,9,10

c. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan sehari-hari (angkat

yang berat-berat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit. 8,9,10

3. RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT,

Alergi, Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC. 8,9,10

4. RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC. 8,9,10

16

Page 17: Trauma tulang belakang

II.8 Pemeriksaan

A. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan

sirkulasi darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas dan

pernafasannya karena pada trauma C1-C4. 8,9,10

1. Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan

gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak, pengecilan otot ( atropi ),

warna, dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan

untuk beraktifitas, posisi pasien, dll. 8,9,10

d. Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan

tangan dan membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi

dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedem,

spasme, dan lain sebagainya. 8,9,10

e. Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan

gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa

nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya. 8,9,10

f. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan pasien

dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanan-kiri ( setiap 2 jam ), transfer dari

tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya. 8,9,10

g. Pemeriksaan Khusus

1) Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat

anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle

testing ( MMT ). 8,9,10

2) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan

goniometer dan dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar

Of Measurement ). 8,9,10

17

Page 18: Trauma tulang belakang

3) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS merupakan salah satu

metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang

dirasakan oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan

pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada

nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali. 8,9,10

5) Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level.

Sensori level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang fungsi

sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes area dermatom yang diperiksa dengan

menggunakan tes tajam tumpul dan sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya

sebagai berikut : 8,9,10

Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ).

Nilai 1 : merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia.

Nilai 2 : dapat merasakan secara normal.

NT ( not testable ) : diberikan pada pasien yang tidak dapat merasakan karena tidak

sadarkan diri.

6) Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik

levelnya. Motorik level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang

fungsi motoriknya normal. Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena

menyangkut innervasi dari beberapa otot. Tidak adanya innervasi, berarti pada otot

tersebut terjadi kelemahan atau kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa

menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT), dengan skala

penilaian sebagai berikut : Nilai Huruf Skala Definisi : 8,9,10

0 (Zero) : Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi.

1 ( Tr ) Trace : Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan

2 ( P) Poor : Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan gravitasi.

18

Page 19: Trauma tulang belakang

3 (F) Fair : Gerakan penuh melawan gravitasi

4 (G) Good : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan.

5 (N) Normal : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.

Pada pemeriksaan motorik dengan menggunakan manual muscle testing ini

biasanya dilakukan pada daerah myotom, antara lain : 8,9,10

C 5 : Fleksi siku ( m. biceps, m. brachialis )

C 6 : Ekstensi pergelangan tangan ( m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis )

C 7 : Ekstensi siku ( m. triceps )

C8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum profundus)

Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. abduktor digiti minimi )

L 2 : Fleksi hip ( m. iliopsoas )

L 3 : Ekstensi knee ( m. Quadriceps )

L 4 : Dorso fleksi ankle (m. tibialis anterior )

L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. ekstensor hallucis longus )

S 1 : Plantar fleksi ankle (m. gastrocnemius, m. soleus )

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Polos Vertebra. Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang

melibatkan medula spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma

servikal digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal,

digunakan foto AP dan Lateral. Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah

yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin

19

Page 20: Trauma tulang belakang

disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka

dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. 8,9,10

2. CT-scan Vertebra : Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan

aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang

belakang. 8,9,10

3. MRI Vertebra : MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis

dalam sekali pemeriksaan serta untuk melihat jaringan lunak.

4. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan

tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt

menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan

pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang

dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal

harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut. 8,9,10

5. Mielografi : Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada

daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis. 8,9,10

II.9 Diagnosis

A. Trauma medulla spinalis

Dalam menegakkan diagnosis pada Cedera medulla spinalis, dilakukan anamnesis

yang lengkap, dimana keluhan dan riwayat adanya trauma atau kelainan tulang belakang

ataupun adanya osteoporosis merupakan resiko terjadinya cedera medulla spinalis. Selain

itu dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, dan penunjang yang sesuai untuk

menegaggakan diagnosis. Dengan menggunakan panduan American Spinal Scale

Neurologi dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menegakkan diagnose sementara bila

hasil pemeriksaan penunjang belum keluar. 8,9,10

Apabila medulla spinalis tiba-tiba mengalami cedera, maka aka nada 3 kelainan

yang muncul yaitu : 8,9,10

20

Page 21: Trauma tulang belakang

1. Semua pergerakan volunteer dibawah lesi hilang secara mendadak dan bersifat

permanen, sedangkan reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat.

2. Sensasi sensorik reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat.

3. Terjadi gangguan fungsi otonom.

Cedera medulla spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda-tanda klinis

dibawah ini yaitu : 8,9,10

1. Nyeri menjalar

2. Kelumpuhan atau hilangnya pergerakan atau adanya kelemahan

3. Hilangnya sensasi rasa

4. Hilangnya kemampuan peristaltic usus.

5. Spasme otot atau bangkitan reflex yang meningkat

6. Perubahan fungsi seksual.

B. Diagnosis Banding

1. Sindrom Guillain barre

Suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinal dan

saraf perifer, dan juga kadang-kadang saraf kranialis yang biasa timbul setelah suatu

infeksi. Gejala utama kelumpuhan yang simetris tipe LMN dari otot-otot ekstremitas,

badan dan kadang-kadang muka. Biasanya karena infeksi virus maka dalam anamnesis

tanyakan apakah sebelumnya pernah batu pilek, diare. Terdapat infiltrasi sel

mononuclear, limfosit berukuran kecil. serabut saraf mengalami degenerasi segmental

dan aksonal sehingga lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal radiks spinal tersebar

disepanjang saraf perifer. Tipe penjalaran kelemahan pada ektremitas berjalan dari

distal ke proksimal dan sembuh perlahan-lahan dari proksimal ke distal. Gejala makin

bertambah, menyebar secara assenden kebadan, anggota gerak atas dan cranial,

kelemahan simetris dan diikuti oleh hiporefleks atau arefleks. Disamping itu terdapat

gangguan sensibilitas parastesi. Sensibilitasnya ekstroseptif > dari sensibilitas

21

Page 22: Trauma tulang belakang

propioseptik, nyeri otot seperti nyeri setelah aktivitas fisik. Saraf cranial yang terkena

yaitu > yang kenan N.III, IV, VI, VII, XII.11Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan

lumbal fungsi terdapatnya peningkatan protein, dan 80% diagnose dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan EMG dimana terdapat kelainan poliradiluloneuropati. Selain itu

kelumpuhan dapat juga terjadi di otot-otot penggerak bola mata sehingga penderita

melihat satu objek menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota

gerak.11

2. Paralisis flaksid

Paralisis flaksid yaitu kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang

rendah < 3,5 mmol/L dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan skeletal. Pada saat

serangan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel. Diluar

serangan kalium darah menjadi normal. Biasanya terjadi pada otot kaki atau tangan.

Biasanya gejala timbul setelah makan kekenyangan. Ditandai dengan serangan episodic

berupa kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang

intraselular otot rangka. Serangan muncul setelah tidur atau istirahat, tetapi dapat

dicetuskan oleh, latihan fisik. Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot

disertai kadar kalium plasma yang rendah (<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik

setelah pemberian kalium. Kelainan EKG dapat berupa pendataran gelombang T,

supresi segmen ST, munculnya gelombang U, sampai dengan aritmia berupa fi brilasi

ventrikel, takikardia supraventrikular, dan blok jantung. Terapi biasanya simtomatik.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EKG, elektromiografi (EMG), dan

biopsi otot. Biopsi otot menunjukkan hasil normal saat di luar serangan, tetapi saat

serangan, dapat ditemukan miopati vakuolar, yaitu vakuola retikulum endoplasma otot

berdilatasi dengan sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen, dan ukuran serat otot

bervariasi. Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan, Ekskresi kalium yang rendah

dan tidak ada kelainan asam basa.12

II.10 Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis

22

Page 23: Trauma tulang belakang

1. ABC : pertahankan jalan nafas, beri oksigen bila ada keadaan sesak, beri cairan infuse 2

line untuk mencegah terjadinya shok.

2. Immobilisasi : Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat

kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat, yang pertama ialah immobilisasi dan

stabilkan leher dalam posisi normal dengan menggunakan cervical collar. Cegah agar

leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada

tempat atau alas yang keras. 8,9,10

3. Stabilisasi Medis : Terutama sekali pada penderita tetraparesis atau tetraplegia. 8,9,10

a. Periksa vital signs

b. Pasang NGT

c. Pasang kateter urin

d. Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi

jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGDA

(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose

Methyl Prednisolone, Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan

dapat memperbaiki konntusio medula spinalis. 8,9,10

4. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment) : Bila terdapat fraktur

servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau GardnerWells tong dengan beban

2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan,

beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi. 8,9,10

5. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal : Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi.

Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan

stabilisasi dengan approach anterior atau posterior. 8,9,10

6. Rehabilitasi : Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam

program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian

optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita

paraparesis/paraplegia. 8,9,10

23

Page 24: Trauma tulang belakang

A. Medika Mentosa

1. Methylprednisolone merupakan pilihan pengobatan untuk cedera tulang belakang

akut. Jika metilprednisolon diberikan dalam waktu delapan jam dari cedera, beberapa

orang mengalami perbaikan ringan. Tampaknya untuk bekerja dengan mengurangi

kerusakan pada sel-sel saraf dan mengurangi peradangan di dekat lokasi

cedera. Namun, itu bukan obat untuk cedera tulang belakang. Berikan metil

prednisolon : dosis 30 Mg/ Kgbb, IV perlahan-lahan selama 15 menit. Metil

prednisolon mengurangi kerusakan membran sel yang berkontribusi pada kematian

neuron, mengurangi infalamasi dan menekan aktifitas sel-sel imun yang mempunyai

kontribusi serupa pada kerusakan neuron dan peningkatan sekunder asam arakidonat

mencegah peroksidasi lemak pada membran sel. Metilprednisolon merupakan terapi

yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan

direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat. Namun

demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika

masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi. 8,9,10

2. Bila terjadi spastisitas otot, berikan : Diazepam 3x5/ 10 Mg/Hari, Baklopen 3x5 Mg

hingga 3x 20 Mg sehari. Spasmolitik otot atau relaksan secara tradisional digunakan

untuk mengobati gangguan musculoskeletal yang menyakitkan. Efek samping sedasi

dan pusing yang umum terjadi. Selain ituobat clonazepam yang merupakan

benzodiazepine.8,9,10

3. Bila ada rasa nyeri bisa diberikan : Analgetika golongan NSAIDs (anti inflamasi). Uji

klinis menunjukan analgetik ini berguna sebagai pengobatan untuk nyeri, namun

penggunaan jangka panjang harus dihindari karena sering terjadi efek samping yang

merugikan pada fungsi ginjal dan gastrointestinal. Opioid analgetik umumnya aman

bila digunakan dengan tepat, dan efek samping yang serius yang relative jarang terjadi.

4. Antidepresan trisiklik : digunakan dalam pengobatan nyeri kronik untuk mengurangi

insomnia, dan juga mengurangi sakit kepala. Seperti amitriptilin.

B. Non Medika Mentosa

24

Page 25: Trauma tulang belakang

1. Fisioterapi : Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada

tahap rehabilitasi. Pada penderita SCI kerusakan yang terjadi pada medulla spinalis

bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan pada sistem

saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata lain sistem

tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali peluangnya.

Berdasarkan hal tersebut maka intervensi yang diberikan oleh fisioterapi pun bertujuan

untuk meningkatkan kemandirian pasien dengan kemampuan yang dimilikinya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Peran fisioterapis menurut KepMenKes 1363 Pasal

1 ayat 2 adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau

kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi .

Selama tahap awal rehabilitasi, terapis biasanya menekankan pemeliharaan dan

penguatan fungsi otot yang ada, pembangunan kembali keterampilan motorik halus dan

belajar teknik adaptif untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari. 8,9,10 

2. Operasi : Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-

kasus tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi : 8,9,10

a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,

bilamana traksi dan manipulasi gagal.

b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang

tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi

yang adekuat. 8,9,10

c. Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya

fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus

intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan

tomografi untuk membuktikannya. 8,9,10

d. Fragmen yang menekan lengkung saraf.

e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

25

Page 26: Trauma tulang belakang

f. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya

dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai

hematoma. 8,9,10

II.12 Prognosis

Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk

sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang

untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien

mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%

penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri. Penyebab kematian utama

adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan

gagal ginjal. 8,9,10

BAB III

26

Page 27: Trauma tulang belakang

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat

trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem

sensorik dan vegetatif. Apabila medula spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba,

maka tiga fungsi yang terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh

refleks pada bagian tubuh di bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik refleks

tendon, refleks autonomic disebut spinal shock.

Pada lesi yang menyebabkan cedera medula spinalis tidak komplit, spinal shock

dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak melalui shock sama

sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medula spinalis sesuai dengan letak

lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa spastisitas, hyperefleksia, dan

disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai C1 hingga L1. Dan pada

LMN lesi akan timbul gangguan berupa flaccid, hyporefleksia, yang disertai hipotonus dan

biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai L2 sampai cauda equina, di samping itu juga

masih ada gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel, gangguan fungsi seksual, dan

gangguan fungsi pernapasan.

Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan

simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula spinalis

yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis

yang mengalami trauma tersebut. Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya

trauma sampai pada tahap rehabilitasi. Pada penderita SCI kerusakan yang terjadi pada

medulla spinalis bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan

pada sistem saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata

lain sistem tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali peluangnya.

Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Trauma tulang belakang

1. PERDOSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta:

Perdosi ; 2006.h.19-22.

2. Cedera medulla Spinalis. Diunduh dari : http://www.artikelkedokteran.net/2011/01/cedera-

medula-spinalis.html. 2013.

3. Evans, Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2003.h. 35-36.

4. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. Inc: Sanauer Assiciates; 2002.h.23-36,

277-283.

5. deGroot J. Chusid JG. Corelative Neuroanatomy. Jakarta: EGC; 1997.h.30-42.

6. Snell RS. Neuroanatomi klinik : pendahuluan dan susunan saraf pusat. Edisi ke-5. Jakarta :

EGC; 2007.h.1-16.

7. ASIA. Spinal cord injury. 13 Januari 2008. Diunduh dari : http://sci.rutgers.edu. 2008.

8. Sidharta P. Tatalaksana Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat;

2005.h.115-116.

9.  Consortium Member Organizations and Steering Committee Representatives. Early Acute

Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical Practice Guideline for Health-Care

Professionals. The Journal Of Spinal Cord Medicine. Vol. 31. 2006.

10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana

penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2007.h.19-23.

11.Depkes. Sindrom guillain barre. Diunduh dari :

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1628-guillain-

barre-sindrom.html. 2012.

12. Paralisis flaksid hipokalemi. Diunduh dari : http://www.kalbemed.com/Portals/6/198_CME-

Paralisis%20Periodik%20Hipokalemik%20Familial.pdf. 2012.

28